Anda di halaman 1dari 2

Nama : Hani Nuraini

NPM : 260110150029

Pada penelitian yang berjudul Analisis Kandungan Minyak Atsiri dan Uji
Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) yang
dilakukan pada hewan uji tikus putih jantan galur Wistar berumur 3 bulan dengan
berat 180-250 g dan sehat. Tikus diperoleh dari Jurusan Biologi Institut Teknologi
Bandung. Sedangkan, rimpang kencur diperoleh dari dua daerah, yaitu Kabupaten
Subang dan Kabupaten Sukabumi. Secara empirik rimpang kencur sering
digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya untuk mengobati radang
(inflamasi). Uji aktivitas antiinflamasi dilakukan dengan metode radang akut yang
diinduksi dengan karagenan.

Radang/edema akibat dari induksi karagenan terdiri dari dua fase. Fase
pertama (early phase), yaitu 1-2 jam setelah injeksi karagenan, menyebabkan
trauma akibat radang yang ditimbulkan oleh karagenan. Trauma tersebut
disebabkan oleh pelepasan serotonin dan histamin ke tempat radang serta terjadi
peningkatan sintesis prostaglandin pada jaringan yang rusak. Pada fase kedua (late
phase), 3 jam setelah diinjeksi karagenan, terjadi pelepasan prostaglandin dan
dimediasi oleh bradikinin, leukotrien, sel polimorfonuklear, dan produksi
prostaglandin oleh makrofag.

Pengujian aktivitas antiinflamasi menggunakan metode Winter yaitu


dengan melihat kemampuan suatu senyawa dalam mengurangi induksi
radang/edema lokal pada telapak kaki tikus oleh injeksi induktor radang.
Pengujian aktivitas antiinflamasi ini berdasarkan pada besarnya persentase radang
yang dapat dihambat oleh sediaan yang akan diuji. Pengamatan dilakukan tiap
satu jam selama 5-6 jam dengan mengukur volume tiap kaki tikus menggunakan
pletismometer.

Hasil dari penelitian ini didapat persentase inhibisi radang pada 5 kaki
tikus setelah pemberian ekstrak rimpang kencur tentu berbeda-beda, dengan 1
tikus sebagai kontrol. Pada perlakuan kontrol didapat persentase radang
42,28±11,85 dan persentase inhibisi 36,72±8,75. Pada ekstrak 1, 18 mg/kg bobot
badan diperoleh persentase radang 42,24±6,19 dan persentase inhibisi 36,47±2,46.
Pada ektrak 1, 36 mg/kg bobot badan didapat persentase radang 40,08±4,65 dan
persentase inhibisi 40,07±2,09. Pada ektrak 1, 45 mg/kg bobot badan didapat
persentase radang 32,62±3,10 dan persentase inhibisi 51,27±2,63. Sedangkan
pada ekstrak 2 dilakukan dengan 3 dosis yang berbeda. Pada 18 mg/kg bobot
badan didapat persentase radang 39,96±9,86 dan persentase inhibisi 40,19±4,12.
Pada 36 mg/kg bobot badan didapat persentase radang 40,22±8,62 dan persentase
inhibisi 39,44±6,66. Sedangkan pada 45 mg/kg bobot badan didapat persentase
radang 34,34±3,66 dan persentase inhibisi 48,90±5,09.

Berdasarkan penelitian tersebut, pada waktu pengamatan jam ke-1 sampai


jam ke-2, diduga ekstrak rimpang kencur bekerja pada fase pertama (early phase),
yaitu melalui penghambatan pelepasan mediator kimia serotonin dan histamin ke
tempat terjadinya radang. Selain itu, juga menghambat sintesis prostaglandin yang
merupakan mediator utama dari inflamasi. Penghambatan sintesis prostaglandin
diduga dengan cara menghambat kerja siklooksigenase (COX) yang berfungsi
merubah asam arakhidonat menjadi prostaglandin bila terjadi radang.

Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa semakin tinggi dosis ekstrak
rimpang kencur yang diberikan maka semakin kecil persentase radang yang
terjadi. Dengan demikian maka akan semakin tinggi pula persentase inhibisi
radangnya. Dengan kata lain, semakin tinggi dosis ekstrak maka semakin baik
efeknya sebagai antiinflamasi.

Dari penelitian ini dapat diketahuai bahwa ekstrak rimpang kencur


(Kaempferia galanga L.) memiliki aktivitas antiinflamasi. Aktivitas antiinflamasi
ekstrak rimpang kencur yang berasal dari Kabupaten Subang dan Sukabumi pada
dosis 18, 36, dan 45 mg/kg bobot badan tikus, tidak berbeda secara statistik
karena perbedaan nilai persentase radang rata-rata yang dihasilkan antar kelompok
perlakuan ekstrak rimpang kencur sendiri tidak terlalu signifikan.

Anda mungkin juga menyukai