Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ca. Mammae

2.1.1 Definisi Ca. Mammae

Ca. mammae disebut juga dengan Carcinoma mammae adalah

sebuah tumor ganas yang tumbuh dalam jaringan payudara. Tumor ini

dapat tumbuh dalam susu, jaringan lemak, maupun jaringan ikat payudara,

(Suryaningsih & Sukaca 2009).

Ca. mammae adalah keganasan yang berasal dari kelenjar, saluran

kelenjar dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit payudara,

(Romauli & Indari, 2009).

Ca. mammae adalah pertumbuhan sel yang tidak terkontrol lantaran

perubahan abnormal dari gen yang bertanggung-jawab atas pengaturan

pertumbuhan sel. Secara normal, sel payudara yang tua akan mati, lalu

digantikan oleh sel baru yang lebih ampuh. Regenerasi sel seperti ini

berguna untuk mempertahankan fungsi payudara, gen yang bertanggung-

jawab terhadap pengaturan pertumbuhan sel termutasi. Kondisi inilah yang

disebut ca. mammae, (Satmoko, 2008).

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa ca. mammae

adalah suatu keadaan dimana terjadi pertumbuhan sel yang tidak terkendali

pada payudara, sehingga menyebabkan terjadinya benjolan atau kanker

yang ganas.

7
2.1.2 Etiologi

Penyebab ca.mammae masih belum diketahui secara pasti, faktor

genetik dan faktor hormonal dapat berperan pada ca. mammae, (Black &

Matassarin, 1997).

2.1.3 Faktor Risiko Cancer Mammae

Menurut Mulyani & Nuryani (2013); Sukaca & Suryaningsih (2009)

terdapat beberapa faktor yang mempunyai pengaruh terhadap terjadinya

ca. mammae, diantaranya:

1) Gender

Perempuan memiliki risiko terkena ca. mammae lebih besar

dibanding pria. Perbandingannya serratus banding satu perempuan

yang terkena cancer mammae dibanding pria.

2) Pemakaian hormone

Laporan dari Harvard School of Public Health menyatakan

bahwa terdapat peningkatan bermakna pada pengguna terapi

Estrogen Replacement.

Suatu metaanalisis menyatakan bahwa walaupun tidak terdapat

risiko cancer mammae pada pengguna kontrasepsi oral, perempuan

yang menggunakan obat ini untuk mengalami kanker ini sebelum

menopause. Oleh sebab itu jika kita bisa menghindari adanya

penggunaan hormon ini secara berlebihan maka akan lebih aman.

3) Kegemukan (obesitas) setelah menopause

8
Seorang perempuan yang mengalami obesitas setelah

menopause akan berisiko 1,5 kali lebih besar untuk terkena ca.

mammae dibandingkan dengan perempuan yang berat badannya

normal.

4) Radiasi payudara lebih dini

Seorang perempuan usia 30 tahun, seorang perempuan yang

harus menjalani terapi radiasi di dada (termasuk payudara) akan

memiliki kenaikan risiko terkena ca. mammae. Semakin muda ketika

menerima pengobatan radiasi, semakin tinggi risiko untuk terkena ca.

mammae di kemudian hari.

5) Riwayat cancer mammae

Seorang perempuan yang mengalami ca. mammae pada satu

payudaranya mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk

menderita kanker baru pada payudara lainnya atau pada bagian lain

dari payudara yang sama. Tingkat risikonya bisa tiga sampai empat

kali lipat.

6) Riwayat keluarga

Risiko dapat berlipat ganda jika ada lebih dari satu anggota

keluarga inti yang terkena ca. mammae dan semakin muda ada

anggota keluarga yang terkena kanker maka akan semakin besar

penyakit tersebut menurun.

7) Periode menstruasi

Perempuan yang mulai mempunyai periode awal (sebelum usia

12 tahun) atau yang telah melalui perubahan kehidupan (fase

9
menopause) setelah usia 55 tahun mempunyai risiko terkena ca.

mammae yang sedikit lebih tinggi. Mereka yang mempunyai periode

menstruasi yang lebih sehingga lebih banyak hormon estrogen dan

progesteron.

8) Umur atau usia

Sebagian besar perempuan penderita ca.mammae berusia 50

tahun ke atas. Risiko terkena ca. mammae meningkat seiring

bertambahnya usia.

9) Ras

Ca. mammae lebih umum terjadi pada perempuan berkulit putih.

Kemungkinan terbesar karena makanan yang mereka makan banyak

mengandung lemak. Ras seperti Asia mempunyai bahan pokok yang

tidak banyak mengandung lemak yang berlebih.

10) Perubahan payudara

Jika seorang perempuan memiliki perubahan jaringan payudara

yang dikenal sebagai hiperplasia atipikal (sesuai hasil biopsi), maka

seorang perempuan memiliki peningkatan risiko ca. mammae.

11) Aktivitas fisik

Penelitian terbaru dari Women’s Health Iniviate menemukan

bahwa aktivitas fisik pada perempun menopause yang berjalan sekitar

30 menit per hari dikaitkan dengan penurunan 20 persen risiko ca.

mammae. Namun, pengurangan risiko terbesar adalah pada

perempuan dengan berat badan normal. Dampak aktivitas fisik tidak

ditemukan pada perempuan dengan obesitas. Jika aktivitas fisik

10
dikombinasikan dengan diet dapat menurunkan berat badan sehingga

menurunkan risiko ca. mammae dan berbagai macam penyakit.

12) Konsumsi alkohol

Perempuan yang sering mengkonsumsi alkohol akan berisiko

terkena ca. mammae karena alkohol menyebabkan perlemakan hati,

sehingga hati bekerja lebih keras sehingga sulit memproses estrogen

agar keluar dari tubuh dan jumlahnya akan meningkat.

13) Merokok

Merokok dapat menyebabkan risiko berkembangnya

ca.mammae, apalagi bagi perempuan yang memiliki riwayat keluarga

yang mengidap ca.mammae.

2.1.4 Manifestasi Klinis

Romauli & Vindari (2011) menyebutkan bahwa pada tahap awal tidak

terdapat tanda dan gejala yang khas. Tanda dan gejala dapat terlihat pada

tahap lanjut antara lain:

1) Adanya benjolan di payudara.

2) Adanya borok atau luka yang tidak sembuh.

3) Keluar cairan abnormal dari puting susu, cairan dapat berupa nanah,

darah, cairan encer atau keluar air susu pada perempuan yang tidak

hamil dan menyusui.

4) Perubahan bentuk dan besarnya payudara.

5) Kulit puting susu dan areola melekuk ke dalam atau berkerut.

6) Nyeri di payudara.

11
Menurut mulyani & Nuryani (2013), jika metastase (penyebaran) luas,

maka tanda dan gejala yang biasa muncul adalah:

1) Pembesaran kelenjar getah bening supraklavikula dan servikal.

2) Hasil rontgen toraks abnormal dengan atau tanpa efusi pleura.

3) Gejala penyebaran yang terjadi di paru-paru ditandai dengan batuk

yang sulit untuk sembuh, terdapat penimbunan cairan antara paru-

paru dengan dinding dada sehingga akan menimbulkan kesulitan

dalam bernafas.

4) Nyeri tulang dengan penyebaran ke tulang.

5) Fungsi hati abnormal.

12
2.1.5 Pathway Keperawatan

Pathway Cancer Mammae

Faktor predisposisi dan


risiko tinggi hiperplasi pada
sel mammae

Mendesak jaringan Mendesak Mendesak pembuluh


sekitar sel syaraf darah

Menekan jaringan Interupsi Aliran darah


pada mammae sel syaraf terhambat

Peningkatan
Nyeri Hipoksia
konsistensi mammae

Nekrosis jaringan
Mammae Ukuran mammae
membengkak abnormal
Bakteri patogen

Massa tumor
Risiko infeksi
mendesak ke
jaringan luar
Mammae asimetrik Defisiensi

Perfungsi jaringan Infiltrasi pleura Anxietas


terganggu
Ekspansi paru
Ulkus menurun Mensuplai nutrisi ke
jaringan Ca
Kerusakan integritas Ketidakefektifan pola
kulit/ jaringan nafas Hipermetabolisme ke
jaringan

Hipermetabolisme
jaringan lain
menurun
Massa tumor
mendesak ke Berat badan turun
jaringan luar

13
2.1.6 Jenis Ca. Mammae

Mulyani & Nuryani (2013); Suryaningsih & Sukaca (2009); Santoso

(2009) menjelaskan bahwa terdapat beberapa jenis ca. mammae yang

sering terjadi:

1) Ductul Carcinoma In Situ (DCIS)

DCIS merupakan tipe ca. mammae noninvasif yang sering terjadi.

DCIS terdeteksi pada mamogram sebagai microcalsifications (tumpukan

kalsium dalam jumlah kecil). DCIS muncul dari ductal epithelium dan masuk

ke duktus.

2) Lobural Carcinoma InSitu (LCIS)

LCIS merupakan kanker yang tidak menyebar. Pada LCIS ,

pertumbuhan jumlah sel terlihat jelas dan berada di dalam kelenjar susu

(lobulus).

3) Invasive (infiltrating) Ductal Carcinoma (IDC)

IDC terjadi di dalam saluran susu payudara lalu menjebol dinding

saluran dan menyerang jaringan lemak payudara. Bila dipalpasi akan terasa

benjolan yang keras. Biasanya terjadi metastasis ke nodus lympha aksila.

4) Invasive (infiltrating) Lobural Carcinoma (ILC)

ILC mulai terjadi di dalamlobulus (kelenjar) payudara, tetapi sering

mengalami metastase (penyebaran) ke bagian tubuh yang lain.

14
Berikut adalah beberapa jenis cancer mammae yang jarang terjadi:

1) Medullary Carcinoma

Medullary carcinoma adalah jenis cancer mammae invasif yang

membentuk satu batas yang tidak lazim antara jaringan tumor dan jaringan

normal.

2) Mucinous Carcinoma

Mucinous carcinoma terbentuk oleh sel kanker yang memiliki mucus

(lender) dan biasanya muncul bersama tipekanker lainnya.

Pertumbuhannya lambat, namun lama-lama dapat meluas.

3) Tubular Carcinoma

Tubular carcinoma adalah tipe khusus dari cancer mammae invasif.

4) Inflammatory Breast Cancer (IBC)

Inflammatory Breast Cancer (IBC) adalah kondisi payudara yang

terlihat meradang (merah dan hangat) dengan cekungan dan pinggiran

tebal yang disebabkan oleh sel kanker yang menyumbat pembuluh linfe

kulit pembungkus payudara. Pertumbuhannya cepat.

5) Paget’s Disease of The Nipple

Paget’s disease of the nipple adalah jenis cancer mammae yang

berawal dari saluran susu, lalu menyebar ke areola dan puting payudara.

Gejala yang tampak seperti kulit payudara akan pecah-pecah, memerah,

timbul borok, dan mengeluarkan cairan.

15
6) Phylloides Tumor

Phylloides tumor adalah jenis kanker yang dapat bersifat jinak ataupun

ganas dan berkembang di dalam jaringan konektif payudara yang dapat

ditangani dengan operasi pengangkatan.

2.1.7 Stadium Cancer Mammae

Stadium diartikan sebagai suatu proses untuk mengetahui seberapa

luas penyebaran dari kanker ketika kanker tersebut didiagnosa (The

American Society, 2012). Penentuan stadium kanker payudara secara klinis

meliputi perkiraan ukuran dari benjolan, nodus limfe yang terserang sel

kanker, serta adanya metastasis ke organ lain yang dikenal dengan sistem

TNM (tumor, nodus, metastasis). Penentuan stadium kanker payudara

dengan sistem TNM dapat dilihat di tabel 2.1.

Tabel 2.1 Stadium Cancer Mammae


Kategori Stadium
Ukuran tumor (T) TX: tumor primer belum dapat dikaji.
T0: tidak ditemukan tumor primer.
Tis: karsinoma in situ
Tis (DCIS): Duktal karsinoma in situ
Tis (LCIS): Lobular karsinoma in situ
Tis (Paget): Penyakit putting paget
T1: tumor (benjolan) berdiameter lebih kecil sama
dengan 2 cm.
T1mic: Benjolannya berdiameter <0,1 cm.
T1a: Benjolannya berdiameter 0,1-0,5 cm.
T1b: Benjolannya berdiameter 0,5-1 cm.
T1c: Benjolannya berdiameter 1-2 cm.
T2: diameter tumor 2-5 cm.
T3: diameter tumor >5 cm.
T4: tumor ukuran berapa saja yang telah menyebar.
T4a: Menyebar ke dinding dada.
T4b: Edema, ulserasi kulit payudara, terdapat bitnik-
bintik di kulit payudara yang sama.
T4c: T4a dan T4b.
T4d: Kanker membengkak.

16
Nodus limfe (N), NX: Kelenjar getah bening regional belum dapat dikaji.
kelenjar getah N0: tidak ada metastasis pada kelenjar getah bening
bening regional aksila.
N1: ada metastasis ke kelenjar getah bening aksila yang
masih dapat digerakkan.
N2: ada metastasis ke kelenjar getah bening aksila yang
sulit digerakkan.
N2a: Metastasis di kelenjar limfa aksila tetap satu
sama lain atau struktur lainnya.
N2b: Metastastasis ke kelenjar limfa aksila.
N3: ada metastasis ke kelenjar getah bening di atas
tulang klavikula atau pada kelenjar getah bening di
internal payudara di dekat tulang sternum.
N3a: Infra-klavikular
N3b: Internal mammary dan axillary
N3c: Supra-klavikular
Metastasis (M) MX: metastasis jauh belum dapat dikaji.
M0: tidak ada metastasis jauh yang ditemukan melalui
x-ray atau pengkajian fisik.
M1: ada penyebaran ke organ lain (diantaranya tulang,
paru-paru, otak, dan hati.
Sumber: Harmer (2011); Sudoyo, et. al (2009)

Setelah dilakukan penilaian mengunakan system TNM klasifikasi

stadium kanker payudara ialah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Pengelompokan Stadium Cancer Mammae


Tingkat Ukuran Metastasis Nodus Metastasis
stadium Tumor (T) Limfe (N) Jauh (M)
Stadium 0 Tis N0 M0
Stadium 1 T1 N0 M0
Stadium II A T0, T1, T2 N0, N1 M0
Stadium II B T2, T3 N0, N1 M0
Stadium III A T0, T1, T2, T3 N1, N2 M0
Stadium III B T4 N1, N2 M0
Stadium III C Tiap T N3 M0
Stadium IV Tiap T Tiap N M1
Sumber: Harmer (2011); Sudoyo, et. al (2009)

2.1.8 Pemeriksaan Cancer Mammae

Pemeriksaan cancer mammae terdiri dari beberapa tahapan. Mulai

dari pemeriksaan yang dapat dilakukan sendiri di rumah hingga

penggunaan teknologi kesehatan yang tersedia di rumah sakit. Berikut ini

merupakan jenis skrining cancer mammae:

17
1) Anamnesa

Lakukan anamnesa terhadap:

a) Riwayat mengalami kanker payudara

b) Riwayat keluarga mengalami kanker payudara

c) Keluhan utama

d) Riwayat menarke, menopause, dan penggunaan terapi hormonal

e) Konsumsi alkohol

f) Riwayat terpapar radiasi

g) Pola hidup (aktivitas dan diet)

h) Riwayat melahirkan dan menyusui

2) Pemeriksaan fisik

a) SADARI (Periksa Payudara Sendiri)

SADARI merupakan skrining awal dari cancer mammae. Pada

saat melakukan SADARI inilah individu dapat menyadari ada

perubahan pada payudaranya. Waktu yang tepat untuk SADARI

yaitu 10 hari setelah mestruasi dihitung dari pertama menstruasi

(RSKD, 2009). Cara melakukan SADARI ialah dengan

mengobservasi adanya tanda kemerahan, pembengkakan,

perubahan pada puting mapun bentuk payudara, serta melakukan

palsipasi pada seluruh region payudara untuk mengetahui adanya

benjolan atau tidak.

b) Pemerksaan payudara klinis

Pemeriksaan payudara klinis terdiri dari dua proses yaitu inspeksi

dan palsipasi seluruh kuadran payudara yang dilakukan oleh

18
tenaga kesehatan. Prinsip pemeriksaan payudara klinis sama

dengan pemeriksaan SADARI. Lakukan inspeksi pada kedua

payudara dan perhatikan adanya perubahan abnormal seperti

kemerahan, perubahan ukuran dan bentuk payudara serta puting,

serta adanya spider navy pada payudara. Kemudian lakukan

palpasi pada seluruh kuadran payudara dan aksila. Catat adanya

massa, ukuran, letak, dapat digerakkan/ tidak, dan sifat dari batas

massa tersebut.

c) Pemeriksaan laboratorium

(1) Pemeriksaan penanda tumor (tumor marker)

Jenis pemeriksaan laboratorium dengan spesimen darah

untuk deteksi cancer mammae ialah Carcinoembriogenis antigen

(CEA).

(2) Biopsi payudara

Biopsi payudara merupakan prosedur pemeriksaan massa

dan/ atau jaringan payudara yang berada di sekitar massa. Tujuan

dari pemeriksaan biopsi payudara ialah untuk memberikan

diagnosa definitif terhadap massa dan berguna untuk klasifikasi

histologi pertahapan, dan seleksi terapi yang tepat.

d) Pemeriksaan diagnostik

(1) USG payudara

USG payudara dilakukan untuk membedakan antara kantung

yang berisi cairan dengan massa solid (The American Cancer

Society, 2012); Smeltzer & Bare, 2004). Salah satu kelebihan dari

19
prosedur ini ialah tidak ada pancaran radiasi saat dilakukannya

pemeriksaan. Prosedur ini juga dapat membantu membedakan

antara tumor benigna dan malignant (kanker) (The American

Cancer Society, 2012).

(2) Mamografi

Mamografi adalah teknik pengambilan gambar payudara yang

dapat mendeteksi massa yang tidak terpalpasi dan membantu

proses diagnosa untuk massa yang terpalpasi (Smeltzer & Bare,

2004). Pemeriksaan lebih lanjut seperti biopsi atau USG

diperlukan untuk menentukan apakah tumor yang tergambar dari

hasil mamografi seseorang merupakan kanker atau hanya

sebuah tumor benigna.

(3) MRI (Magnetic Resonance Imaging) payudara

MRI payudara dapat membantu menentukan ukuran yang

pasti dari tumor dan memiliki hasil yang lebih fokus dari pada

mamografi (Smeltzer & Bare, 2004). Kelebihan dari MRI adalah

kemampuan menilai yang multifokal (lebih dari satu tumor di

kuadran yang sama dari payudara) atau multisentrik (lebih dari

satu tumor di kuadran yang berbeda dari payudara) penyakit,

keterlibatan dinding dada, kekambuhan tumor, atau respon

terhadap kemoterapi pada pasien dengan kanker payudara

(Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2010).

20
2.1.9 Penatalaksanaan Cancer Mammae

Mulyani &Nuryani (2013); Suryaningsih & Sukaca (2009) menjelaskan

bahwa penalataksanaan cancer mammae tergantung tipe dan stadium

yang dialami penderita. Macam-macam penatalaksanaan cancer mammae:

1) Lumpektomi

2) Mastektomi

3) Terapi radiasi

4) Terapi hormon

5) Kemoterapi

2.2 Mastektomi

2.2.1 Pengertian

Mastektomi adalah suatu tindakan pembedahan onkologis pada

keganasan payudara yaitu dengan mengangkat seluruh jaringan payudara

yang terdiri dari seluruh stroma dan parenkim payudara, aerola dan puting

susunserta kulitndi atas tumornya disertai diseksi kelenjar getah bening

aksila ipsilateral level I, II, III secara end block tanpa mengangkat M.

Pektoralis major dan minor (Sjamsuhidayat, 2004).

2.2.2 Tipe Mastektomi

Menurut Pierce & Neil (2007) tipe mastektomi dan penanganan kanker

payudara bergantung pada beberapa faktor meliputi: usia, kesehatan

secara menyeluruh, status menopause, dimensi tumor, tahapan tumor dan

seberapa penyebarannya , stadium tumor dan keganasannya, status

21
reseptor hormone tumor, penyebaran tumor telah mencapai simpul limfe

atau belum.

Tipe pembedahan secara umum dikelompokkan dalam empat

kategori meliputi:

1) Mastektomi Preventif (preventife mastectomy)

Operasi ini dapat berupa total mastektomi dengan mengangkat

seluruh payudara dan puting atau berupa subcutaneous mastectomy

dimana seluruh payudara diangkat namun puting tetap dipertahankan.

2) Mastektomi Total

Mengangkat semua jaringan payudara tetapi semua atau kebanyakan

nodus limfe dan otot dada tetap utuh.

3) Mastektomi Radikal Modifikasi

Mengangkat seluuh payudara, beberapa atau semua nodus limfe dan

kadang-kadang otot pektoralis minor otot dada mayor masih utuh.

Mastektomi radikal adalah prosedur yang jarang dilakukan yaitu

pengangkatan seluruh payudara, kulit, otot pektoralis mayor dan minor,

nodus limfe ketiak dan kadang-kadang nodus limfe mamari internal atau

supra klavikular.

4) Prosedur Membatasi

Dilakukan pada pasien rawat jalan yang hanya berupa tumor dan

beberapa jaringan sekitarnya diangkat. Lumpektomi dianggap tumor non-

metastatik bila kurang dari 5 cm ukurannya tidak melibatkan puting.

Prosedur ini untu keperluan diagnostic danatau pengobatan bila

dikombinasi dengan terapi radiasi misalnya: lumpektomi.

22
Berdasarkan tujuan terapi pembedahan, mastektomi dibedakan

menjadi:

1) Terapi bedah Kuratif

Adalah pengangkatan seluruh sel kanker tanpa meninggalkan sel

kanker secara mikroskopik. Terapi bedah kuratif ini dilakukan pada kanker

payudara stadium dini (stadium 0, I, dan II).

2) Terapi Bedah Palliatif

Adalah untuk mengangkat kanker payudara secara mikroskopik dan

masih meninggalkan sel kanker secara mikroskopik. Pengobatan bedah

palliatif ini pada umumnya dilakukan untuk mengurangi keluhan-keluhan

penderita seperti pendarahan, patah tulang dan pengobatan ulkus,

dilakukan pada kanker payudara stadium lanjut, yaitu stadium III.

2.2.3 Indikasi Mastektomi

Adapun indikasi dilakukannya mastektomi menurut Fujin (2008) yaitu:

1) Kanker payudara stadium dini (I, II).

2) Kanker payudara stadium lanjut lokal dengan persyaratan tertentu.

3) Keganasan jaringan lunak pada payudara.

2.2.4 Komplikasi Mastektomi

Secara umum, tidak ditemukan komplikasi serius pada mastektomi.

Efek samping yang dapat timbul pasca mastektomi adalah sebagai berikut:

1) Nyeri pasca operasi dan bengkak pada jaringan pasca operasi di

dinding dada.

23
2) Perubahan bentuk payudara.

3) Hematoma.

4) Terbentuk jaringan parut (scar) pada bekas operasi.

5) Adanya seroma atau cairan jernih yang terkumpul di bawah kulit area

operasi.

6) Pengangkatan nodus limfe menimbulkan rasa kebas dan tingling

sekitar area operasi.

7) Infeksi pada luka dan limfedema pada lengan (ketiak).

Kerusakan integritas jaringan adalah keadaan dimana individu

mengalami kerusakan integument, membrane mokusa, korneal jaringan

pembungkus atau subcutan. Batasan minor mungkin terdapat pemasukan

kulit, eritema, lesi (Primer, ekunder) pruritus (Doenges, 2014).

1) Vaskularisasi,

2) Anemia,

3) Usia,

4) Penyakit lain seperti diabetes melitus,

5) Nutrisi,

6) Kegemukan, obat-obatan, merokok, dan stress.

2.2.5 Perawatan Pasca Bedah

Menurut Pierce & Neil (2007), perawatan pasca bedah penderita

dirawat di ruangan dengan mengobservasi produksi drain, memeriksa Hb

pasca bedah. Rehabilitasi dilakukan sesegera mungkin dengan melatih

pergerakan sandi bahu. Drain dilepas bila produksi masing-masing drain

24
kurang dari 20cc/24 jam. Umumnya drain sebelah medial dilepas lebih awal,

karena produksinya lebih sedikit. Jahitan dilepas umumnya hari ke 10 s/d

14.

Pada pasien pasca mastektomi perlu adanya latihan-latihan untuk

mencegah atropi otot, kekakuan dan kontraktur sendi bahu. Hal ini

dilakukan untuk mencegah kelainan bentuk (deformity), sehingga latihan

harus seimbang dengan menggunakan sendi bahu secara bersamaan.

Latihan awal bagi pasien pasca mastektomi yaitu pada hari pembedahan

dengan melenturkan dan meluaskan gerakan-gerakan sendi bahu reduksi,

rotasi sendi bahu/ Selanjutnya mengangkat lengan keatas, kesamping dan

kedepan. Latihan harus teratur dan pasien dapat beristirahat bila merasa

sakit. Jika fisioterapi diterapkan sedini mungkin maka tidak akan terjadi

kontraktur sendi bahu dikemudian hari dan juga dengan fisioterapi dini

diharapkan aliran drain lebih aktif dan lancar.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan pada Ca. Mammae Post

Mastektomi

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap pengumpulan data yang berhubungan

dengan pasien secara sistematis (Doenges, Moorhouse, & Burley, 2000).

Menurut Wijaya & Putri (2013), data yang dikaji pada pengkajian

mencakup data yang dikumpulkan melalui riwayat kesehatan, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik, serta review catatan

sebelumnya. Langkah-langkah pengkajian yang sistematik adalah

25
pengumpulan data, sumber data, klasifikasi data, analisa data, dan

diagnosa keperawatan.

1) Fokus Pengkajian Keperawatan

Data biografi/ biodata

Meliputi identitas klien: nama, umur, jenis kelamin, agama,

pendidikan, pekerjaan, dan alamat.

2) Riwayat kesehatan

a) Riwayat keluhan utama keluhan di payudara atau ketiak dan

riwayat penyakitnya: benjolan, kecepatan tumbuh, rasa sakit,

nipple discharge, nipple retraksi dan sejak kapan, krusta pada

aerola, kelainan kulit: dimpling, peau d’orange, ulserasi, venektasi,

perubahan warna kulit, benjolan ketiak, edema lengan.

b) Keluhan di tempat lain berhubungan dengan metastasis: nyeri

tulang (vertebra, femur), asa penuh di ulu hati, batuk, sesak, sakit

kepala hebat.

c) Riwayat kesehatan masa lalu

Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama

sebelumnya.

3) Riwayat keluarga

Risiko untuk menderita kanker payudara 2-3 kali lipat lebih besar

pada wanita yang ibunya atau saudara kandungnya menderita

karsinoma payudara kemungkinan lebih besar bila ibu atau saudara

kandung menderita kanker bilateral premenapause. 10 % kanker

payudara karena faktor genetic karena mutase BRCA-1 (kromosom

26
17) dan BRCA-2 (kromosom 13). Sehubungan dengan penyakit

kanker lain (indung telur, salian cerna, sarcoma jaringan lunak dsb.)

4) Faktor Risiko

a) Usia Penderita

Insidensi meningkat sejalan bertambahnya usia. Usia melahirkan

anak pertama, punya anak atau tidak, riwayat menyusui, riwayat

menstruasi: menstruasi pertama usia berapa, keteraturan siklus

menstruasi, menopause usia berapa.

b) Riwayat pemakaian obat hormonal

c) Riwayat pernah operasi tumor payudara

Adanya hyperplasia ductal dan atypical lobular pada biopsy

payudara, risiko bertambah 5 kali lipat.

d) Diet dan life style

Obesitas, konsumsi alcohol, diet tinggi lemak

e) Paparan radiasi sebelum umur 40 tahun

5) Pemeriksaan Fisik Head to toe

6) Pemeriksaan laboratorium

a) Pemeriksaan darah hemoglobin biasanya menurun, leukosit

meningkat, trombosit meningkat jika ada penyebaran ureum dan

kreatinin.

b) Pemeriksaan urin, diperiksa apakah ureum dan kreatinin

meningkat.

27
c) Tes diagnostic yang biasa dilakukan pada penderita ca mammae

adalah sinar X, ultrasonografi, xerora diagrafi, diaphanografi, dan

pemeriksaan reseptor hormon.

2.3.2 Asuhan Keperawatan Post Operasi

1) Pengkajian 11 Fungsional Gordon

a) Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan

Tanyakan pada klien bagaimana pandangan tentang penyakit

yang dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi klien?

Bagaimana pandangan klien tentang penyakitnya setelah

pembedahan? Apakah klien merasa lebih baik setelah

pembedahan?

b) Pola nutrisi metabolic

Untuk mempercepat proses penyembuhan dan pemulihan

kondisi pasien setelah operasi, maka klien perlu dianjurkan:

(1) Makan makanan bergizi

(2) Konsumsimakanan (lauk pauk) berprotein tinggi, seperti:

daging, telur, ayam, ikan.

(3) Minum sedikitnya 8-10 gelas sehari

Namun pasien tidak mau makan telur mau makan telur atau

ikan karena takut lukanya gatal dan lama sembuh. Maka

perawat perlu memberitahukan kepada klien tentang

pentingnya konsumsi protein seperti telur dan ikan untuk

penyembuhan luka pasca operasi.

28
c) Pola eliminasi

Control eliminasi urin klien pasca operasi, baik warna, bau, frekuensi.

Lihat apakah klien kesulitan dalam BAB maupun BAK. Perawat

juga harus memperhatikan pemakaian drain redonm. Drain

redonm harus tetap vakum dan diukur jumlah cairan yang

tertampung dalam botol drain tiap pagi, bila drain buntu, misalnya

terjadi bekuan darah, bilain drain dengan PZ 5-10 cc supaya tetap

lancer. Pada mastektomi radikal atau radikal modifikasi, drain

umumnya dicabut setelah jumlah cairan dalam 24 jam tidak

melebihi 20-30 cc, pada reaksi tumor mamma tidak melebihi 5 cc.

d) Pola aktivitas latihan

Pada pasien pasca mastektomi perlu adanya latihan-latihan untuk

mencegah atropi otot-otot kekakuan dankontraktur sendi bahu,

untuk mencegah kelainan bentuk (deformity) lainnya, maka latihan

harus seimbang dengan menggunakan secara bersamaan.

e) Kaji perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit, berapa

lama klien tidur dalam sehari? Biasanya pasien mengalami

gangguan tidur karena nyeri pasca operasi.

f) Pola kognitif persepsi

Kaji tingkat kesadaran klien, kaji apakah ada komplikasi pada kognitif

, sensorik, maupun motoric setelah pembedahan.

g) Pola persepsi diri dan konsep diri

Payudara merupakan alat vital seseorang ibu dan wanita, kelanan

atau kehilangan akibat operasi payudara sangat terasa oleh klien.

29
Klien akan merasa kehilangan haknya sebagai wanita normal, ada

rasa kehilangan tentang hubungannya dengan suami, dan

hilangnya daya Tarik serta pengaruh terhadap anak dari segi

menyusui.

h) Pola peran hubungan

Klien merasa teradang malu dalam berhubungan dengan orang lain

karena kondisinya saat ini. Hal ini juga biasanya tampak pada

reaksi klien saat dilakukan anamnesa.

i) Pola reproduksi dan seksualitas

Setelah operasi, akan adanya gangguan pada seksualitas pasien. Hal

ini dapat terjadi karena klien merasa rendah diri ketika

berhubungan dengan suaminya karena kondisinya saat ini.

j) Pola koping dan toleransi stress

Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah? Apakah klien

menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stress?

Diperlukan dukungan keluarga dan orang sekitar termasuk

perawat untuk menghilangkan kecemasann dan rasa rendah diri

klien terhadap keadaan drinya.

k) Pola nilai kepercayaan

Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi

penyakitnya? Apakah ada pantangan agama dalam proses

penyembuhan klien? Diperlukan pendekatan agama supaya klien

dapat menerima kondisinya dengan lapang dada.

30
2.3.3 Perumusan Diagnosis Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu tahap perumusan

masalah yang didapat dari data pengkajian yang telah dianalisa (Doenges,

Moorhouse, & Burley, 2000). Menurut Nurarif & Kusuma (2013), diagnosa

yang mungkin muncul pada pasien cancer mammae post mastektomi

adalah :

1) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan pengangkatan

kulit dan jaringan secara bedah.

2) Nyeri akut yang berhubungan dengan prosedur bedah.

3) Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan

primer–kerusakan jaringan mengalami trauma.

2.3.4 Perencanaan

Perencanaan merupakan bagian proses keperawatan yang

mengidentifikasi masalah/ kebutuhan pasien, tujuan/ hasil

perawatan, dan intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan dan

menangani masalah/ kebutuhan pasien. (Doenges, Moorhouse, & Burley,

2000). Menurut Nurarif & Kusuma (2013); Geissler,

Doenges & Moorhouse (1999); Wijaya & Putri (2013) menjelaskan bahwa

perencanaan yang dapat diberikan pada pasien dengan

cancer mammae adalah :

31
Tabel 2.3 Diagnosis, Hasil, dan Intervensi Keperawatan
Diagnosis Keperawatan Hasil yang Dicapai Intervensi
1. Kerusakan integritas jaringan Penyembuhan Luka: Primer Perawatan Area Insisi:
berhubungan dengan pengangkatan Mencapai penyembuhan luka tepat waktu Independen
kulit dan jaringan secara bedah. bebas drainase purulent atau eritema. - Kaji balutan dan luka untuk jumlah
dan karakteristik drainase.
Kerusakan jaringan adalah cedera Pengetahuan: Prosedur Pengobatan - Lakukan perawatan drain,
pada membrane mukosa, kornea, - Mengungkapkan pemahaman instruksikan klien/ keluarga dalam
sistem integument , fascia muskolar, tentang rencana terapi untuk proses tersebut (jika diindikasikan)
otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul meningkatkan penyembuhan luka. - Pantau suhu.
sendi, dan/ atau ligament. - Menunjukkan teknik perawatan luka - Letakkan pada posisi semi-Fowler di
yang memfasilitasi peningkatan punggung atau sisi yang tidak
granulasi jaringan di tempat insisi. terkena; hindari membiarkan lengan
- Menunjukkan perilaku yang yang terkena menjuntai.
mencegah komplikasi. - Cegah atau minimalkan edema
lengan yang terkena.
- Tinggikan tangan dan lengan
dengan bahu diposisikan pada sudut
tidak lebih dari 650 fleksi, 450-650
abduksi, 450-600 rotasi internal, dan
lengan atas diistirahatkan di tepi
atau bantal, sesuai indikasi.
- Hindari mengukur tekanan darah,
menyuntikkan medikasi, atau
memasang jalur intravena di lengan
yang terkena, jika memungkinkan.
- Anjurkan penggunaan pakaian yang
longgar. Informasikan klien untuk
tidak menggunakan jam tangan atau
perhiasan lain di lengan yang
terkena.

32
Kolaboratif
- Beri antibiotic, jika diindikasikan.
2. Nyeri akut yang berhubungan Level Nyeri: Manajemen Nyeri:
dengan prosedur bedah; trauma - Mengungkapkan penurunan nyeri Independen
jaringan, gangguan saraf, diseksi atau ketidaknyamanan. - Kaji laporan nyeri dan perubahan
otot. - Tampak rileks dan mampu tidur atau sensori , catat lokasi, durasi, dan
istirahat secara tepat. intensitas (1 – 10 atau sekala
Nyeri akut adalah pengalaman serupa). Catat laporan kekakuan,
sensori dan emosional tidak Kontrol Nyeri: penmbengkakan, dan baal atau rasa
menyenangkan yang muncul akibat - Mengidentifikasi faktor yang memicu terbakar di dada bahu dan lengan
kerusakan jaringan actual atau atau meredakan nyeri. yang terkena.
potensial atau yang digambarkan Indentifikasi penurunan herbal dan
sebagai kerusakan (International nonverbal.
Association for Tthe Study of Pain); - Jelaskan penyebab nyeri pada klien.
awitan yang tiba-tiba atau lambat - Kaji adanya sensasi payudara
dari intensitas ringan hingga berat fantom.
dengan akhir yang dapat diadaptasi - Beri kenyamanan dasar dan
atau diprediksi. aktivitas diversional. Dorong
ambulasi dini dan penggunaan
teknik relaksasi, imajinasi
terbimbing, dan sentuhan terapeutik.
- Beri kesempatan untuk tidur tanpa
gangguan.
- Bebat atau tahan dada selama batuk
dan latihan napas dalam.
- Beri medikasi nyeri yang tepat pada
jadwal yang teratur sebelum nyeri
bertambah hebat dan sebelum
penjadwalan aktivitas.

33
- Beri informasi yang akurat terkait
analgesia yang dikendaliakn pasien
atau opioid untuk mengurangi
ketakutan ketergantungan.
- Jelaskan efek simpang nyeri yang
tidak mereda.
- Diskusikan keberhasilan metode
koping sebelumnya dengan nyeri.
Kolaboratif
- Beri analgesi dikendalikan pasien,
opoid, atau nonopoid, sesuai
indikasi.
3. Risiko Infeksi berhubungan dengan Keparahan Infeksi: Perlindungan Infeksi
ketidakadekuatan pertahanan - Mencapai penyembuhan luka; Independen
primer–kerusakan jaringan terbebas dari eksudat purulent atau - Inspeksi kondisi insisi bedah atau
mengalami trauma. tanda lain infeksi luka. luka lainnya. Catat faktor risiko untuk
- Mengungkapkan pemahaman faktor kejadian infeksi.
Risiko infeksi adalah rentan penyebab individual atau faktor - Patuhi kebijakan pengendalian
mengalami invasi dan multiplikasi risiko dan cara mencegah infeksi di fasilitas terkait higiene
organisme patogenik yang dapat komplikasi. tangan dan pencegahan
menganggu kesehatan. kontaminasi silang.
- Pertahankan teknik aseptic atau
bersih jika tepat selama mengganti
balutan. Buang sampah biologis jika
perlu.
- Pantau tanda dan gejala infeksi
sistematik dan terlokalisasi.
Kolaboratif
- Pantau pemeriksaan laboratorium,
seperti hitung granulosit absolut, sel
darah putih, dan hitung diferensial.

34
2.3.5 Implementasi

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses perwatan

dimana rencana perawatn dilaksanakan, melaksanakan intervensi/ aktivitas

yang telah ditentukan (Doenes, Moorhouse, & Burley, 2000).

2.3.6 Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, yakni

proses yang dilakukan secara terus-menerus dan penting untuk menjamin

kualitas serta ketepatan perawatan yang diberikan dan dilakukan dengan

meninjau respon untuk menentukan keefektifan rencana perawatan dalam

memenuhi kebutuhan pasien, (Doenges, Moorhouse, & Burley, 2000).

35

Anda mungkin juga menyukai