BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 3 Petis Udang
2. 3. 1 Pengertian Petis
Petis adalah masakan Indonesia yang dibuat dari produk sampingan dari
perbulan ikan yang dijual matang dalam jumlah besar (biasanya dari ikan pindang,
kupang, atau udang) cairan sisa pe rebusan ikan dipanasi hingga cairan kuah
menjadi kental seperti saus yang lebih padat. Dalam pengolahan selanjutnya, petis
ditambah gula batok. Ini menyebabkan warnanya menjadi cokelat pekat
cenderung hitam dan rasanya manis. Petis udang dikenal sebagi masakan khas
Sidoarjo.
Petis dapat juga dikategorikan sebagai makanan semi basah yang memiliki
kadar air sekitar 10-40 persen, nilai aw (aktivitas air) 0,65-0,90, dan mempunyai
tekstur plastis. Beberapa keuntungan pangan semibasah, antara lain tidak
memerlukan fasilitas penyimpanan yang rumit, lebih awet, sudah dalam bentuk
siap dikonsumsi, mudah penanganannya, dan bernilai gizi cukup baik.
2. 3. 2 Jenis Petis
Hingga saat ini dikenal tiga jenis petis, yaitu petis udang (umumnya
berwarna cokelat kehitaman), petis ikan (berwarna hitam), dan petis daging
(berwarna cokelat muda). Berdasarkan pengalaman diketahui bahwa jenis bahan
baku tidak terlalu berpengaruh terhadap cita rasa petis yang dihasilkan.
Cita rasa petis lebih ditentukan oleh jenis bumbu yang digunakan. Apabila
bumbu yang digunakan sama, walaupun bahan bakunya berbeda, pada akhirnya
akan menghasilkan petis dengan cita rasa yang hampir sama satu sama lain. Petis
udang dan petis ikan banyak diproduksi di daerah pantai Jawa Timur, seperti
Sidoarjo, Gresik, Lamongan, Tuban, dan Madura. Petis daging banyak diproduksi
di daerah Yogyakarta dan Solo.
2
Bahan baku utama pembuatan petis udang adalah daging atau limbah
udang dan gula merah. Bahan baku tambahannya berupa bawang putih, cabai,
merica, gula pasir, tepung beras/tepung tapioka/kanji/tepung arang kayu, garam
dapur, dan air.
Peralatan yang diperlukan dalam pembuatan petis sangat sederhana dan
lazim digunakan di rumah tangga biasa. Alat yang terpenting adalah belanga,
yaitu panci lebar yang terbuat dari tanah liat. Alat ini disukai karena memiliki sifat
pengantar panas yang rendah dan porous (berpori-pori). Dalam pembuatan petis
diperlukan pemanasan rendah dalam waktu cukup lama, sehingga secara perlahan
akan dihasilkan adonan petis yang kental dan elastis.
Dengan menggunakan belanga, pemanasan rendah dapat terjadi secara
menyeluruh. Adanya pori-pori pada seluruh dinding belanga menyebabkan
penguapan tidak hanya terjadi pada permukaan adonan, namun menyeluruh pada
semua bagian adonan yang menempel pada dinding belanga.
Apabila digunakan wajan atau panci alumunium, akan terdapat banyak
bagian yang hangus dan petis yang dihasilkan menjadi kasar dan berair (lembek).
Hal ini disebabkan alumunium memiliki sifat pengantar panas yang baik, tetapi
tidak porous.
kanji. Rasa dan bau ikan atau udang pada petis masih dapat dikenali dengan
mudah. Teksturnya halus dan mudah dioleskan. Disarankan untuk membeli petis
dengan kemasan yang bagus, memiliki label lengkap, serta mencantumkan waktu
kedaluwarsa.
Kerusakan pada petis dapat diketahui dengan adanya pertumbuhan
cendawan pada permukaan petis. Hal ini terjadi pada petis yang memiliki kadar
air cukup tinggi. Timbulnya rasa dan bau asam serta alkohol adalah akibat dari
fermentasi glukosa yang berasal dari tepung karena adanya cendawan atau jamur.
Untuk mencegah kerusakan tersebut, perlu dilakukan penurunan kadar air
dan penggunaan bahan pengemas yang baik. Agar dapat disimpan lama, petis
yang kemasannya telah dibuka sebaiknya disimpan di dalam lemari pendingin.
Walaupun kandungan protein petis cukup tinggi (15-20 g/100 g), dalam
praktiknya petis tidak dapat diandalkan sebagai sumber protein karena
pemakaiannya dilakukan dalam jumlah sangat sedikit. Petis hanya dikonsumsi
sebatas sebagai pembangkit cita rasa. Sama halnya seperti terasi, petis umumnya
dipakai sebagai bumbu maupun kondimen untuk menambah rasa makanan.
Komposisi gizi pada petis yang ada di pasaran sangat bervariasi sekali,
tergantung pada bahan baku yang digunakan dan cara pembuatannya.
Penambahan gula dan tepung dalam proses pembuatannya menyebabkan cukup
tingginya kadar karbohidrat pada petis, yaitu sekitar 20-40 g per100 g. Kandungan
mineral yang cukup berarti pada petis adalah kalsium, fosfor, dan zat besi,
masing-masing sebanyak 37,36, dan 3 mg per 100 g.
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1.3 Alat Petis Udang
No Nama Alat Fungsi
1. Wajan Sebagai tempat/wadah dalam proses
pemasakan.
2. Baskom Sebagai wadah dalam pembuatan petis udang
5
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
3. 3 Petis Udang
3. 3. 1 Hasil
Berikut ini disajikan tabel hasil praktikum pembuatan petis udang:
Tabel 4. Hasil pembuatan petis udang
Pengujian
Karakteristik Organoleptik
Kel. 1.
2. 4. Elastisitas Peringkat
Kenampakan 3. Rasa
Aroma Tekstur
Warna
1. 7 7 7 7 9 7
2. 7 7 7 9 9 7
3. 7 9 5 7 7 7
4. 7 7 5 7 5 7
5. 7 7 7 7 9 7
6. 7 9 7 9 9 7
7. 7 7 5 7 9 7
8. 7 7 7 5 5 7
9. 5 7 7 7 5 5
10. 7 7 7 7 7 7
3. 3. 2 Pembahasan
Pada praktikum pembuatan petis udang ini hal pertama yang dilakukan
yaitu mempersiapkan semua alat dan bahan. Alat-alatnya yaitu wajan, sebagai
wadah petis udang saat dipanaskan; baskom, sebagai wadah limbah cair
pengolahan ebi; pisau, untuk mengiris gula merah; talenan, sebagai alas saat
mengiris gula merah; kompor, sebagai alat pemanas; saringan, untuk menyaring
limbah cair pengolahan ebi. Bahan yang digunakan larutan limbah cair
pengolahan ebi/ekstrak 250 ml; tepung tapioka 5 gr dari ekstrak; gula merah 62,5
gr.
7
Hal yang dilakukan setelah semua alat dan bahan telah siap yaitu Limbah
larutan pengolahan ebi/ekstrak dipanaskan, disaring menjadi 250 ml ekstrak. Lalu
Tepung tapioka disangrai dan Gula merah diiris kemudian dikaramel dengan api
kecil. Terakhir Tepung tapioka dan karamel gula merah dicampurkan dengan
ekstrak (250 ml), dipanaskan dengan api sedang sambil terus diaduk sampai
homogen selama ± 10-20 menit.
Berdasarkan data di atas, bobot udang kelompok 1 merupakan yang paling
sedikit, yaitu 95 gram, sedangkan bobot udang kelompok 10 merupakan yang
paling banyak, yaitu 400 gram. Rata-rata bobot udang dari 10 kelompok adalah
246 gram. Karakteristik organoleptik yang diamati adalah kenampakan warna,
aroma, rasa, tekstur, dan elastisitas. Berdasarkan data di atas, rata-rata warna petis
udang yang dihasilkan adalah cokelat, hanya saja warna cokelat ini bervariasi, ada
cokelat, cokelat kehitaman, cokelat muda, cokelat tua, cokelat pekat, dan cokelat
gelap. Aroma petis udang yang dihasilkan adalah aroma udang, hanya saja ada
yang khas, dominan, dan sedikit aroma udang. Rasa petis udang yang dihasilkan
cukup bervariasi, ada yang asin, manis, asin-manis, dan rasa udang. Tekstur petis
udang yang dihasilkan juga bermacam-macam, ada yang sedikit kental, kental,
kental dan lengket, serta encer. Seluruh petis udang buatan kelas Perikanan C
adalah elastis. Sebagian besar kelompok menyukai petis udang buatannya
(peringkat 2), kecuali kelompok 6 yang menganggap rasa petis udang buatannya
biasa (peringkat 3) dan kelompok 7 yang kurang menyukai rasa petis udang
buatannya (peringkat 4).
Menurut Sari dan Kusnadi (2015), petis berasal dari cairan tubuh ikan
atau udang yang telah terbentuk selama proses penggaraman kemudian diuapkan
melalui proses perebusan lebih lanjut sehingga menjadi lebih padat seperti pasta.
Ciri - ciri petis yang baik adalah berwarna cerah (tidak kusam), umumnya cokelat
kehitaman karena ada penambahan gula merah, pewarna buatan, ataupun cairan
tinta cumi, berbau sedap, kental tetapi sedikit lebih encer dari margarin (Suprapti
2001 dalam Sari dan Kusnadi 2015). Warna petis udang yang dihasilkan oleh
sebagian besar kelompok sudah sesuai, yaitu cokelat kehitaman, cokelat tua,
cokelat pekat, ataupun cokelat gelap karena adanya penambahan gula merah.
8
Warna cokelat muda dan cokelat yang dihasilkan oleh kelompok 5 dan 10
kemungkinan disebabkan oleh jumlah gula merah yang kurang dari kadar
seharusnya (kurang dari 10%).
Petis yang terlalu liat dapat dicurigai terlalu banyak mengandung tepung.
Selain itu rasa dan bau ikan atau udang pada petis masih dapat dikenali dengan
mudah serta teksturnya halus dan mudah dioleskan (Astawan 2002 dalam Sari dan
Kusnadi 2015). Kekentalan petis udang buatan sebagian besar kelompok adalah
kental, yang menunjukkan bahwa komposisi tepung tapioka yang digunakan
sudah sesuai dengan kadar yang seharusnya (2%). Kekentalan petis udang buatan
kelompok 1 dan 9 yang sedikit kental mungkin disebabkan oleh penggunaan
tepung tapioka yang kurang dari 2%. Rasa dan aroma petis udang yang dihasilkan
sebagian besar kelompok sudah benar, yakni rasa udang dan aroma udang. Rasa
asin yang dihasilkan oleh sebagian besar kelompok sebenarnya merupakan rasa
khas udang, namun demikian rasa petis udang kelompok 10 adalah manis, yang
menunjukkan bahwa rasa udang pada petis udang buatan kelompok 10 kurang
terasa atau tidak terasa. Hal ini mungkin disebabkan oleh jumlah limbah
pengolahan ebi yang digunakan kurang dari 250 ml. Sebaliknya, rasa petis udang
buatan kelompok 7 yang sangat asin mungkin disebabkan oleh penggunaan
limbah cair pengolahan ebi yang terlalu banyak (lebih dari 250 ml).
Menurut Elert (2005) dalam Hartanto (2015), viskositas (kekentalan)
adalah suatu kuantitas yang menjelaskan kemampuan suatu fluida untuk mengalir.
Kecenderungan data viskositas pada fluida petis udang menunjukkan bahwa
semakin tinggi temperatur yang dikenakan pada fluida petis, maka viskositasnya
akan semakin menurun, sedangkan semakin kecil konsentrasi petis udang maka
viskositas fluida petis semakin menurun (Hartanto 2015). Hal ini dapat
menjelaskan tingkat kekentalan petis udang buatan kelompok 1 dan 9 yang sedikit
kental (kurang kental apabila dibandingkan dengan petis udang buatan kelompok
lain), kemungkinan karena suhu pemanasan yang digunakan terlalu tinggi dan
konsentrasi petis yang digunakan kurang (terlalu banyak air).
Hipotesis ini dapat menjelaskan bahwa kurang kentalnya petis udang yang
dihasilkan disebabkan oleh konsentrasi petis yang kurang. Bobot udang yang
9
digunakan sedikit (95 gr) sehingga perlu penambahan air yang agak banyak dan
menyebabkan kekentalan petis menjadi berkurang. Suhu pemanasan mungkin
terlalu tinggi sehingga semakin mengurangi kekentalan petis. Bobot udang yang
digunakan oleh kelompok 9 sebenarnya cukup banyak, sehingga seharusnya
kekentalan petis yang dihasilkan cukup. Kemungkinan penambahan air yang
dilakukan terlalu banyak dan suhu pemanasan terlalu tinggi, sehingga
menyebabkan kekentalan petis udang yang dihasilkan berkurang. Secara garis
besar, kekentalan petis udang buatan masing-masing kelompok sudah cukup baik
sehingga menghasilkan petis udang yang elastis.
BAB V
PENUTUP
4. 1 Kesimpulan
1. Rata-rata bobot udang dari 10 kelompok adalah 246 gram. Rata-rata warna
petis udang yang dihasilkan adalah cokelat yang bervariasi. Aroma petis
udang yang dihasilkan adalah aroma udang. Rasa petis udang yang
dihasilkan cukup bervariasi, ada yang asin, manis, asin-manis, dan rasa
udang. Tekstur petis udang yang dihasilkan juga bermacam-macam, ada
yang sedikit kental, kental, kental dan lengket, serta encer. Seluruh petis
udang buatan kelas Perikanan C adalah elastis. Sebagian besar kelompok
menyukai petis udang buatannya (peringkat 2).
4. 2 Saran
Agar dapat melakukan praktikum dengan baik, praktikan sebaiknya
mengikuti prosedur praktikum yang telah diberikan, serta memperhatikan
kebersihan alat dan tempat yang digunakan. Saat proses pengolahan juga perlu
diperhatikan kebersihannya. Praktikan juga harus memahami cara pengujian
organoleptik yang baik dan benar agar mendapatkan hasil uji yang tepat.
10
DAFTAR PUSTAKA
11
12