Anda di halaman 1dari 8

PENDIRIAN DAN PERKEMBANGAN

SEKOLAH-SEKOLAH ISLAM
Posted on Oktober 29, 2012 by amri_khan@mig33.com
Standar

PENDIRIAN DAN PERKEMBANGAN

SEKOLAH-SEKOLAH ISLAM

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Sejarah Pendidikan Islam

Dosen Pengampu : Bpk. Ruswan, M. Ag

Disusun Oleh:

Umi Hanik (103111105)

Zeny Ngindahul Masruroh (103111106)

Zubaidah (103111107)

Ani Mutmainnah (103111108)

Amri Khan (103111109)

Durrotun Nashihah (103111110)

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2012
PENDIRIAN DAN PERKEMBANGAN SEKOLAH-SEKOLAH ISLAM

1. I. PENDAHULUAN

Perkembangan jaman yang semakin pesat menuntut umat Islam untuk tidak hanya mempelajari
Islam saja. Akan tetapi, mengimbanginya dengan pengetahuan-pengetahuan dunia demi
kemajuan Islam sendiri melalui sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh Islam. Agar umat
Islam tidak terlena dengan romantisme sejarah masa lalu dan minimal mampu mengimbangi
Barat dalam segala aspek.

Sekolah-sekolah Islam tak ubahnya seperti sekolah-sekolah pada umumnya, yaitu mengonsep
pendidikannya untuk terjadi perubahan dalam diri peserta didik. Entah dari yang tidak tahu
menjadi tahu, yang tidak mau menjadi mau, atau pun yang tidak mampu menjadi mampu.
Bedanya sekolah-sekolah mIslam mengorientasikan peserta didiknya untuk berakhlakul karimah,
beriman, bertakwa, dan mengamalkan nilai-nilai yang termaktub dalam al-Qur’an maupun
hadits.

Tujuan sekolah didirikannya sekolah Islam adalah untuk menjadikan peserta didik yang
paripurna dan atau insan kamil yang mana peserta didik tersebut mampu menjadi peserta didik
yang menghambakan dirinya kepada Allah dan menjadi khalifah fil ardh yang mampu mengelola
dan mengoptimalkan segala potensi yang ada di bumi tanpa mengeksploitasinya.

1. II. RUMUSAN MASALAH

A. Bagaimana Latar Belakang Berdirinya Sekolah-sekolah Islam?

1. Bagaimana Sejarah Pendirian dan Perkembangan Sekolah-sekolah Islam di Indonesia?


2. Apa Urgensi Pendidikan Agama Islam di Sekolah?

1. III. PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Berdirinya Sekolah-sekolah Islam

Bentuk lain dari lembaga pendidikan Islam di Indonesia, selain pondok pesantren dan madrasah
adalah sekolah dan atau perguruan Islam. Apabila dibandingkan dengan sistem pendidikan Islam
di pondok pesantren dan madrasah yang lebih menitik beratkan kepada pelajaran agama Islam,
maka sekolah dan perguruan Islam cenderung menggunakan sistem pendidikan sekolah umum
yang memberikan pelajaran umum dalam porsi lebih besar dibanding dengan pelajaran agama
(Islam).

Dilihat dari sejarah perkembangannya sebagaimana banyak dikemukakan oleh para ahli, bahwa
di masa penjajahan Belanda tujuan pendidikan kolonil adalah sekedar mendapatkan tenaga-
tenaga administrasi yang murah untuk kepentingan penjajah. Sebab tenaga-tenaga dari negara
belanda dinilai terlalu mahal.
Pemerintah Belanda sangat membatasi penyelenggaraan sekolah bagi penduduk pribumi,
sehingga jumlah sekolah sangat terbatas. Dalam pada itu pemerintah Belanda memberi izin dan
kelulusan kepada gereja khatolik dan protestan untuk mendirikan sekolah seperti yang berlaku di
negeri Belanda.

Keadaan ini mendorong para pembangkit semangat kebangsaan untuk mendirikan sekolah
swasta, seperti sekolah Adi Darma di Yogya, sekolah Muhammadiyah dan Taman Siswa di
Yogya, sekolah Adabiyah di Padang, Sekolah Thawalib dan Perguruan Diniyah Putri di Padang
Panjang Sumatera Barat dan sekolah-sekolah lainnya di samping pondok pesantren yang telah
banyak berdiri sebagai reaksi terhadap sikap penjajah Belanda.

Sekolah dan perguruan Islam meskipun tidak pernah mendapat pehatian dari penjajah Belanda,
namun mampu hidup dan berkembang. Umat Islam terus berupaya meningkatkan lembaga-
lembaga pendidikannya sampai ke desa.[1]

Sekolah telah didirikan oleh Belanda sejak abad XVII. Sekolah-sekolah Belanda ini telah
menyebar ke seluruh Indonesia. Di sekolah-sekolah Belanda tidak diajarkan mata pelajaran
agama, sesuai dengan kebijakan pemerintah Belanda yang netral agama. Pendidikan agama di
zaman kolonial baru diberikaan di sekolah setelah berdirinya sekolah-sekolah yang diasuh oleh
organisasi Islam.

Setelah Indonesia merdeka, pemerintah sejak tahun 1946 telah melaksanakan kerjasama antara
Departemen Agama dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan guna terlaksananya
pendidikan agama di sekolah. Ditinjau dari segi pelaksanaannya setelah Indonesia merdeka dapat
dibagi tiga fase. Fase pertama sejak tahun1946-1966 sebagai fase peletakan dasa dari pendidikan
agama di sekolah. Fase ini dapat dikatakan berupa fase pencarian bentuk dan masa pembinaan
awal.

Fase kedua adalah fase setelah diadakannya Sidang Umum MPRS/1966, TAP MPRS No.
XXVII/MPRS/1966 Pasal 1 menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-
sekolah, mulai dari sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi. Di samping itu, pasal 4
menyatakan tentang isi pendidikan yang semakin memperkuat pendidikan agama, yakni poin (a)
yang berbunyi “Mempertinggi mental, budi pekerti, dan memperkuat keyakinan beragama”.

Fase ketiga yaitu sejak diberlakukannya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU No.
2 tahun 1989) di mana pendidikan agama sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan
pada setiap jenis jalur dan jenjang pendidikan. Penjelasan ini tertuang pada Bab II Pasal 39 Ayat
2 tentang Isi Kurikulum. Isi kurikulum setiap jenis jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat:
pendidikan pancasila, pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan. Kebijakan
pendidikan yang seperti ini juga diwujudkan dalam UU No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem
Pendidikan Nasional.[2]

1. Sejarah Pendirian dan Perkembangan Sekolah-sekolah Islam


1. Sebelum Kemerdekaan
Sekolah-sekolah pertama kali berdiri di Indonesia pada zaman VOC (Verenigde Oost Indische
Compagnie). Tahun 1607, VOC mendirikan sekolah yang pertama di Ambon. Pada tahun 1632
telah ada sejumlah 16 buah sekolah di Ambon. Tahun 1645 meningkat menjadi 33 buah. Tujuan
pertama pendidikan sekolah ini adalah untuk melenyapkan agama katholik dengan menyebarkan
Protestan Calfinisme. Di Jakarta sekolah pertama didirikan tahun 1617, tahun 1636 jumlahnya
menjadi 3 buah. Tujuan sekolah ini didirikan untuk mencetak tenaga kerja yang kompeten pada
VOC. Perkembangan pendidikan mulai merosot pada pertengahan abad ke-18. Sewaktu tanah
jajahan dikembalikan kepada Belanda tahun 1819, pendidikan dalam keadaan yang
menyedihkan, ditandai dengan tidak adanya satu sekolahpun di luar jawa.

Dalam rangka memperbaiki pengajaran rendah bagi bumi putra, maka pada tahun 1907 diambil
dua tindakan penting:

1. Memberi corak dan sifat kebelanda-belandaan pada sekolah-sekolah kelas I (sekolah


yang dikhususkan bagi anak kaum bangsawan). Sekolah-sekolah kelas I dimasukkan
bahasa Belanda sebagai mata pelajaran, dan mulai diberikan sejak kelas III sampai kelas
V. Di kelas VI bahasa Belanda dijadika bahasa pengantar dan pada tahun 1914 sekolah
kelas I dijadikan HIS (Hollands Inlandse School).
2. Mendirikan sekolah-sekolah desa. Atas perintah gubernur jenderal Van Heutsz, pada
tahun 1907 didirikan sekolah-sekolah desa (Djumhur, 1979: 135-136).
3. Zaman Kemerdekaan

Dalam pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa salah satu dari tujuan negara Republik
Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk tercapainya cita-cita tersebut maka
pemerintah dan rakyat Indonesia berusaha membangun dan mengembangkan pendidikan
semaksimal mungkin. Tujuan pendidikan dicantumkan pada Bab II Pasal 3 berbunyi:

“Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah
air.”

Dalam perkembangan selanjutnya dasar, tujuan serta isi pendidikan dasar dilihat pada ketetapan
MPRS No. XXVII/MPRS/1966, yang berbunyi sebagai berikut:

1. Dasar pendidikan nasional adalah falsafah negara pancasila


2. Tujuan pendidikan nasional ialah membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan
ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh pembukaan Undang-undang Dasar
1945 dan isi UUD 1945
3. Isi pendidikan Nasional

Untuk mencapai dasar tujuan diatas, maka isi pendidikan adalah sebagai berikut:

1) Mempertinggi mental moral budi pekerti dan memperkuat keyakinan agama

2) Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan


3) Membina dan memperkembangkan fisik yang kuat dan sehat.

Sejak diundangkannya UU No. 2 Tahun 1989 Undang-undang tentang Sistem Pendidikan


Nasional, ditindak lanjuti dengan lahirnya Peraturan Pemerintah yang berkenaan dengan
pendidikan yang meliputi:

a) PP No.27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah

b) PP No.28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar

c) PP No.29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah

d) PP No.30 Tahun 1990 yang kemudian diganti dengan PP 60 Tahun 1990, tentang Pendidikan
Tinggi

e) PP No.72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa

f) PP No.73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah

g) PP No.38 Tahun 1992 tentang Kependidikan

h) PP No.39 Tahun 1992 tentang Peran serta Masyarakat dalam Pendidikan

Selanjutnya untuk lebih menjawab perkembangan zaman lahirlah Undang-Undang Sistem


Pendidikan Nasional yang baru, yaitu UU No. 20 tahun 2003. Undang-undang tersebut memiliki
beberapa paradigma baru yang membedakannya dengan Undang-undang Pendidikan yang
sebelumnya. Paradigma baru tersebut adalah desentralisasi, demokrasi, peran serta masyarakat,
kesetaraan dan keseimbangan, jalur formal, non formal dan informal.[3]

Pada abad yang sama munculah usaha-usaha pembaruan pendidikan Islam di Indonesia.
Dimotivasi baik oleh kondisi intern umat Islam maupun ekstern. Dari uraian yang dikemukakan
terdahulu dapat dimaklumi bahwa pembaruan itu terkonsentrasi pada dua hal, yaitu sistemnya,
dan materi pelajaran.[4]

Semakin pesatnya perkembangan jaman menuntut manusia untuk mengikuti arus globalnya.
Termasuk didalamnya adalah pendidikan yang harus berjalan seiring dengan perkembangan
zaman dengan tanpa mengesampingkan nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan itu sendiri.

Dinamika arus global ternyata membawa pengaruh buruk terhadap dunia pendidikan salah
satunya yaitu terjadinya dekadensi moral. Dari problematika tersebut, maka sekolah-sekolah
umum diberikan pendidikan agama agar problem tersebut dapat diminimalisir dan
menyeimbangkan aspek IQ, EQ, ataupun SQ.

Ruang lingkup pendidikan agama yang dikelola oleh departemen agama tidak hanya pada
terbatas pada sekolah-sekolah agama saja -pesantren dan madrasah- tetapi juga menyangkut
sekolah-sekolah umum. Upaya-upaya untuk melaksanankan pendidikan agama di sekolah umum,
telah dimulai sejak adanya rapat Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP),
diantara usul badan tersebut kepada kementrian pendidikan, pengajaran dan kebudayaan, adalah
termasuk masalah pengajaran agama, madrasah, dan pesantren. Hasil kerja panitia penyelidik
pengajaran yang menyangkut agama adalah sebagai berikut:

1. Pelajaran agama dalam semua sekolah, diberikan pada jam pelajaran sekolah.
2. Para guru dibayar oleh pemerintah.
3. Pada sekolah rakyat, pendidikan ini diberikan mulai kelas IV.
4. Pendidikan itu dilaksanakan seminggu sekali pada jam tertentu.
5. Para guru diangkat leh departemen agama
6. Para guru agama diharuskan juga cakap dalam pendidikan umum.
7. Diadakan latihan bagi para guru agama.
8. Kualitas pesantren dan madrasah harus diperbaiki.
9. Pemerintah menyediakan buku untuk pendidikan agama.
10. Pengajaran Bahasa Arab tidak dibutuhkan.[5]

1. Urgensi Pendidikan Agama Islam di Sekolah

Pendidikan agama dirasa perlu dan bahkan krusial untuk dimasukkan dalam pendidikan umum
dikarenakan ada beberapa problem yang dihadapi pendidikan umum yang hanya bisa
terselesaikan dengan dimasukkannya pendidikan agama. Diantaranya :

1. Peserta didik pendidikan agama, di sekolah berasal dari latar belakang kehidupan
beragama yang beragam. Hal ini tentu banyak dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan
beragama di lingkungan keluarga masing-masing. Ada di antaranya berasal dari
lingkungan keluarga yang taat beragama, tetapi ada juga sebaliknya. Hal ini sangat
berdampak terhadap keberhasilan pendidikan agama di sekolah. Bagi peserta didik yang
berasal dari lingkungan kurang taat beragama, perlu penanganan serius sebab apabila
tidak dicarikan solusinya maka peserta didik ini bukan saja tidak serius mengikuti
pendidikan agama tetapi juga akan menganggap enteng pendidikan agama. Sikap seperti
ini amat berbahaya, sebab bisa saja sikapnya yang seperti itu akan terkontaminasi bagi
peserta didik lainnya.
2. Pendidik

Pendidik adalah salah satu faktor pendidikan yang amat penting. Sarana dan fasilitas yang
memadai harus dimiliki oleh pendidik, yang mana harus menguasai dan menyeimbangkan empat
kompetensi Guru yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial.

1. Kurikulum

Kurikulum, silabus, GPPP dan seterusnya adalah merupakan isi atau materi pelajaran yang akan
diberikan pada peserta didik. Agar materi itu tercapai dalam rangka terbentuk tiga ranah
sekaligus yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik, perlu diprogamkan secara simultan
intrakulikuler, ekstrakurikuler dan kokurikuler.

1. Sarana dan fasilitas


Sarana dan fasilitas merupakan alat bantu pendidikan guna mempercepat tercapainya tujuan
pendidikan. Pendidikan agama juga membutuhkan sarana dan fasilitas dalam menyampaikan
materinya.

1. Metode

Metode adalah upaya atau cara si pendidik untuk menyampaikan materi pelajaran kepada peserta
didik. Bagaimana caranya pendidik menggunakan variasi metode agar materi dapat diterima
dengan baik oleh peserta didik.

1. Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan selama ini adalah mengukur kognitif si peserta didik dan nilai evaluasi
itulah yang dimasukkan ke dalam rapor mereka. Dan seharusnya evaluasi harus melingkupi tiga
ranah sekaligus yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.[6]

1. IV. KESIMPULAN
1. Latar Belakang Berdirinya Sekolah-sekolah Islam
2. Sejarah Pendirian dan Perkembangan Sekolah-sekolah Islam
3. Urgensi Pendidikan Agama Islam di Sekolah

1. V. PENUTUP

Demkianlah makalah yang kami susun dan kami menyadari masih banyak kekurangan dan
kekeliruan dalam penyusunan makalah ini. Sehingga kami mohon kritik dan saran yang
konstruktif dari para pembaca yang dapat memberikan pelajaran yang berharga bagi pemakalah
dan unutk perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Semoga dapat memberikan manfaat
untuk pembaca dan pemakalah khususnya. Amin………

DAFTAR PUSTAKA

Daulay, Haidar Putra, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2009

_________________ , Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di indonesia,


Jakarta: Kencana, 2007

Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI,1986
[1] Zuhairini dkk, sejarah pendidikan islam di indonesia, (Jakarta: Departemen Agama RI,1986),
hlm. 95

[2] Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2009), hlm. 20-21

[3] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 84-85

[4] Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, hlm. 34

[5] Haydar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia,
Op. Cit., hlm. 86-87

[6] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia
hlm. 91-93

Anda mungkin juga menyukai