Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dinasti Syafawi lahir di Persia pada awal abad ke-16 M. Kelahirannya
merupakan peristiwa penting, bukan hanya bagi Persia dan negara tetangganya,
tetapi juga bagi Eropa pada umumnya. Bagi Persia, berdirinya dinasti Syafawi di
anggap sebagai bangkitnya Imperium Persia dan nasionalismenya yang telah di
jatuhkan oleh Islam pada masa pemerintahan Umar bin Khattab dalam peperangan
di Qadisia pada tahun 635 M dan Nahawand pada tahun 642 M.
Bagi kerajaan Turki Usmani, kehadirannya sering kali di anggap sebagai
suatu ancaman. Hal ini terbukti dengan terjadinya kontak senjata antara keduanya.
Akan tetapi, bagi dinasti Mughal di India, dinasti Syafawi dianggap
sebagai sahabat akrab yang memberinya bantuan dalam menghadapi musuh.
Sedangkan bagi Eropa, dinasti Syafawi di anggap sebagai mitra dagang yang
menguntungkan kedua pihak.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Berdirinya Dinasti Syafawi?
2. Bagaimana Kemajuan Yang Dicapai Oleh Dinasti Syafawi?
3. Bagaimana Kemunduran Dinasti Syafawi?
C. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya dinasti Syafawi
2. Untuk mengetahui kemajuan yang dicapai oleh dinasti Syafawi
3. Untuk mengetahui kemunduran dinasti Syafawi

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Syafawi


Dinasti Syafawi termasuk salah satu dinasti terpenting dalam sejarah Iran.
Dinasti ini tergolong salah satu negeri Persia terbesar semenjak penaklukan
muslim di Persia. Negeri itu juga menjadikan syi’ah sebagai aliran agama resmi,
sehingga menjadi salah satu titik penting dalam sejarah muslim.
Dinasti Syafawi berkuasa pada tahun 1501-1722 M (mengalami restorasi
singkat pada tahun 1729-1736 M). Pada puncak kejayaannya, wilayah Syafawi
meliputi Iran, Azerbaijan, Armenia, sebagian besar Irak, Georgia, Afganistan,
Kaukasus, dan sebagian Pakistan, serta Turkmenistan dan Turki.
Kerajaan Syafawi berasal dari sebuah gerakan Tarekat yang berdiri di
Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama Tarekat Syafawi,
yang diambil dari nama pendirinya, yaitu Shafi Ad-din (1252-1334 M), dan nama
Syafawi itu terus dipertahankan sampai Tarekat ini menjadi gerakan politik.
Bahkan nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan
kerajaan, yakni kerajaan Syafawi.1
Shafi Ad-Din berasal dari keturunan orang yang berada dan memilih sufi
sebagai jalan hidupnya. Ia adalah keturunan dari Imam Syi’ah yang ke-6 bernama
Musa al-Kazhim. Gurunya bernama Syech Taj al-Din Ibrahim zahidi (1216-1301
M), yang dikenal dengan sebutan Zahid Al-Gilani.
Berkat prestasi dan ketekunannya dalam bidang tasawuf, Shafi Ad-Din
dijadikan sebagai menantu oleh gurunya. Shafi Ad-Din mendirikan tarekat
Syafawi setelah menggantikan gurunya sekaligus mertuanya yang wafat pada
tahun 1301 M. Pengikut tarekat ini sangat tekun memegang ajaran agama. Pada
awalnya, gerakan tarekat ini bertujuan memerangi orang-orang ingkar, termasuk
para ahli Bid’ah.
Tarekat yang di pimpin oleh Shafi Ad-Din ini semakin menguat posisinya,
terutama setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni

1
Badriyatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 138.

2
yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia,
Syiria, dan Anatolia
Di negeri-negeri di luar Ardabil, Shafi Ad-Din menempatkan seorang wakil
yang memimpin murid-muridnya. Wakil itu diberi gelar ”khalifah”. Suatu ajaran
agama yang dipegang secara fanatik biasanya kerap kali menimbulkan keinginan
dikalangan penganut ajaran itu untuk berkuasa. Oleh karena itu, lama-kelamaan
murid-murid tarekat Syafawi berubah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam
kepercayaan, sekaligus menentang setiap orang bermadzhab selain syi’ah.
Kecenderungan memasuki dunia politik itu mendapat wujud konkretnya pada
masa kepemimpinan Junaid (1447-1460 M). Dinasti Syafawi memperluas
gerakannya dengan menambahkan kegiatan politik pada kegiatan keagamaan.
Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik antara Junaid dengan penguasa Kara
Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangsa Turki yang berkuasa di wilayah
itu. Dalam konflik tersebut Junaid kalah dan diasingkan kesuatu tempat. Ditempat
baru ini ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar bakr, AK. Koyunlu
(domba putih), juga suatu suku bangsa Turki.
Selama dalam pengasingannya, Junaidi tidak tinggal diam, ia justru dapat
menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi secara politik dengan Uzun
Hasan. Ia juga berhasil mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun
Hasan.
Anak Junaidi yaitu Haidar, ketika itu masih kecil dalam asuhan Uzun
Hasan. Oleh karena itu, kepemimpinan gerakan Syafawi baru dapat diserahkan
kepadaNya secara resmi pada tahun 1470 M. Hubungan haidar dengan Uzun
Hasan semakin erat setelah Haidar mengawini salah seorang putri Uzun Hasan.
Dari perkawinan ini lahirlah Ismail yang dikemudian hari menjadi pendiri
kerajaan Syafawi di Persia.
Kemenangan AK Koyunlu tahun 1476 M terhadap Kara Koyunlu membuat
gerakan militer Syafawi yang dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai rival
politik oleh AK Koyunlu dalam meraih kekuasaan selanjutnya. Padahal Syafawi
adalah sekutu AK Koyunlu. AK koyunlu berusaha melenyapkan kekuasaan
dinasti Syafawi. Pasukan haidar mengalami kekalahan dala suatu peperangan di
wilayah Sircassia, dan Haidar sendiri terbunuh.

3
Kepemimpinan gerakan Syafawi selanjutnya berada di tangan Ismail, yang
saat itu masih berusia & tahun. Selama 5 tahun Ismail bersama pasukannya
bermarkas di Gilan, mempersiapkan kekuatan dan mengadakan hubungan dengan
pera pengikutnya di Azerbaijan, Syiria, dan Anatolia. Pasukan yang dipersiapkan
tersebut dinamakan Qizilbash (baret merah).
Di bawah kepemimpinan Ismail, pada tahun 1501 M, pasuka Hizilbash
menyerang dan mengalahkan AK Koyunlu di Sharus, dekat Nakhchivan. Pasukan
ini brusaha memasuki dan menaklukan Tabriz, ibu kota AK Koyunlu, dan berhasil
merebut dan mendudukinya. Di kota ini Ismail memproklamkirkan dirinya
sebagai raja pertama Dinasti Syafawi.2
Masa kekusaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Syafawi.
Secara plitik ia mampu mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri yang
menggangu stabilitas negara dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang
pernah di rebut oleh kerajaan lain pada masa raja-raja sebelumnya.
Usaha usaha yang dilakukan Abbas I diantaranya, Pertama,menghilangkan
dominasi pasukan Kizilbaz atyas kerajaan Syafawi dengan cara membentuk
pasukan baru yang aggotanya terdiri dari budak-budak, berasal dari tawanan
perang bangsa Georgea, Armenia, Sircassia, yang telah ada sejak raja Tahmasp
I. Kedua, mengadakan perjanjian damai dengan turki usmani. Untuk mewujudkan
perjanjian ini Abbas I terpaksa harus menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia,
dan sebagian wilayah Luristan. Disamping itu Abbas berjanji tidak akan
menghina 3 khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar Bin Khattab, dan
Ustman) dalam khutbah-khutbah jum’at. Sebagai jaminan atas syarat-syarat itu
dia menyerahkan saudara sepupunya, Haidar Mirza sebagai sandera di Istanbul.
Usaha-usaha yang di lakukan Abbas I tersebut berhasil membuat kerajaan
Syafawi kuat kembali. Setelah itu, Abbas I mulai memusatkan perhatiannya
keluar dengan berusaha merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaannya yang
hilang. Pada tahun 1598 M, ia menyerang dan menaklukkan Herat. Dari sana ia
melanjutkan serangan merebut Marw dan Balkh. Setelah kekuatan terbina dengan
baik, ia juga berusaha mendapatkan kembali wilayah kekuasaannya di Turki
Usmani. Masa permusuhan antara dua kerajaan yang berbeda aliran agama ini

2
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta:Amzah,2014), hlm.189

4
memang tidak pernah padam sama sekali. Abbas I mengarahkan serangan-
serangannya ke wilayah kekuasaannya kerajaan usmani itu. Pada tahun 1602 M,
di ssat Turki Usmani berada di bawah Sultan Muhammad III, pasukan Abbas I
menyerang dan berhasil menguasai Tabriz, Sirwan, dan Baghdad. Sedangkan
kota-kota Nakhchivan, Erivan, Ganja, dan Tiflis dapat di kuasai tahun 1605-1606
M. Selanjutnya, pada tahun 1622 M pasukan Abbas I berhasil merebut kepulauan
Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gumrun menjadi pelabuhan bandar Abbas.3
Adapaun silsilah para pemimpin di Dinasti Syafawi adalah sebagai berikut:
1. Safi ad-Din (1252-1334 M)
2. Sadar ad Din Musa (1334-1399 M)
3. Khawajah Ali (1339-1427 M)
4. Ibrahim (1427-1447 M)
5. Juneid (1447-1460 M)
6. Haidar (1460-1494 M)
7. Ali (1494-1501 M)
8. Ismail (1501-1524 M)
9. Tahmasp I (1524-1576 M)
10. Ismail II (1576-1577 M)
11. Muhammad Khudabanda (1577-1588M)
12. Abbas I (1588-1628 M)
13. Safi Mirza (1628-1642 M)
14. Abbas II (1642-1667 M)
15. Sulaiman (1667-1694 M)
16. Husein (1694-1722 M)
17. Tahmasp II (1722-1732 M)
18. Abbas III (1732-1736 M)
B. Kemajuan yang dicapai oleh Dinasti Syafawi
Ragam kemajuan yang telah diraih pada masa Dinasti Syafawi adalah
sebagai berikut:
1. Bidang Politik dan Sosial

3
Ibid, Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,.... hlm. 143.

5
Keadaan politik pada masa Dinasti Syafawi mulai bangkit kembali
setelah Abbas I naik tahta pada tahun 1587-1629. Ia menata administrasi
negara dengan cara yang lebih baik. Langkah-langkah yang ditempuh
olehnya guna memulihkan politik Dinasti Syafawi ialah sebagai berikut:
a. Mengadakan pembenahan administrasi dengan cara pengaturan dan
pengontrolan dari pusat
b. Pemindahan ibu kota ke Isfahan
c. Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qiziblash atas kerajaan
Syafawi dengan cara membentuk pasukan baru yang anggotanya
terdiri atas bangsa Georgia, Armenia dan Sircassia yang telah ada
sejak raja Tahmasp I
d. Mengadakan perjanjian damai dengan Kerajaan Turki Usmani
e. Berjanji tidak akan menghina tiga khalifah dalam khutbah jum’at.4
Reformasi politik yang telah dilakukan oleh Abbas I bisa membuat
Kerajaan Syafawi kuat kembali. Setelah itu, ia mulai memusatkan
perhatiannya guna merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaannya yang
hilang.
Perlu diketahui bahwa kerajaan Syafawi dan turki ustmani sebelum
abad ke-17 saling bermusuhan, dan Syafawi mengelami banyak kekalahan.
Tetapi setelah Abbas I naik tahta, Syafawi berhasil merebut wilayah
kekuasaan kerajaan turki ustmani, sehingga menuai kemenangan.
2. Bidang Agama
Pada masa Abbas I, kebijakan keagamaan tidak lagi seperti masa
khalifah-khalifah sebelumnya, yang senantiasa memaksakan agar Syi’ah
menjadi agama negara, melainkan ia menanamkan sikap toleransi.
Menurut Hamka, terhadap politik keagamaan, Abbas I menerapkan
paham toleransi atau lapang dada yang amat besar. Paham Syi’ah tidak
lagi menjadi paksaan. Bahkan, orang sunni dapat bebas mengerjakan
ibadahnya. Bukan hanya itu, para pendeta nasrani juga dipersilahkan
mengembangkan ajaran agama secara leluasa. Sebab, telah banyak bangsa
Armenia yang menjadi penduduk setia di kota Isfahan.

4
Ibid, Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,.... hlm. 142.

6
3. Bidang Ekonomi
Stabilitas politik kerajaan Syafawi pada masa Abbas I telah
memacu perkembangan perekonomiannya, terutama setelah pulau Hurmuz
dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan
dikuasainya bandar ini, maka salah satu jalur dagang laut antara negara
timur dan barat yang biasa diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan
Perancis, akhirnya menjadi milik kerajaan Syafawi.
Selain sektor perdagangan, kerajaan Syafawi juga mengalami
kemajuan di sektor pertanian, khususnya di daerah bulan sabit subur (
fertile crescent). Tetapi, setelah Abbas I meninggal dunia, perekonomian
Syafawi mengalami kemunduran secara perlahan. Dan, puncak
kemundurannya terjadi padamasa kekuasaan Syafi Mirza. Pada masa ini,
rakyat cenderung cuek, karena mereka mengalami penindasan dari Syafi
Mirza. Meskipun begitu, banyak saudagar bangsa asing berdiam di Iran
sekaligus mengendalikan ekonomi.
4. Bidang Ilmu Pengetahuan
Dalam sejarah islam, Persia dikenal sebagai bangsa berperadaban
tinggi dan berjasa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Maka dari
itu, tidaklah mengherankan jika pada masa kerajaan Syafawi, terutama
pada masa Abbas I, tradisi keilmuan terus berkembang.
Berkembangnya ilmu pengetahuan pada masa kerajaan Syafawi
terkait doktrin mendasar bahwa kaum syi’ah tidak boleh taklid dan pintu
ijtihad selamanya terbuka. Mereka berbeda dengan kaum sunni yang
meyakini bahwa ijtihad telah berhenti dan orang-orang harus taklid.
Sedangkan kaum syi’ah tetap berpendirian bahwa mujtahid tidak terputus
selamnya.
5. Bidang Seni
Di bidang seni, kemajuan terlihat dari gaya arsitektur bangunan,
seperti masjid Syah yang dibangun pada tahun 1603 M. Adapun unsur seni
lainnya dalam bentuk kerajinan tangan, karpet, permadani, pakaian,
tenunan, mode, tembikar, dan lain-lain.

7
Pada hakikatnya, seni lukis mulai dirintis pada masa Tahmasp I.
Sedangkan, pada tahun 1522 M. Ismail I menghadirkan seorang pelukis
bernama Bizhard ke Tabriz. Pada masa Abbas I, kebudayaan, kemajuan,
dan keagungan pikiran mengenai seni lukis, pahat, syair, dan lain
sebagainya semakin berkembang. Adapun salah satu pujangga yang
terkenal pada masa ini adalah muhammad bagir bin muhammad damad
(ahli pasti dan ilmu filsafat).
C. Kemunduran Dinasti Syafawi
Terjadinya kemunduran pemerintahan pusat berlangsung sepeninggal Abbas
I. Setelah Abbas I meninggal dunia, tidak ada seorangpun yang mempunyai visi
atau kecakapan sepertinya, apalagi seusai perjanjian dengan kerajaan Turki
Ustmanipada tahun 1639. Saat itu, pasukan militer Syafawi terbengkalai dan
terpecah menhjadi sejumlah resimen kecil.
Selain itu, administrasi pusat juga mengalami perpecahan. Bahkan, beberapa
prosedur penertiban pajak dan distibusi pendapatan negara menjadi tidak
terkendalikan.
Melemehnya pemerintahan pusat menyebabkan terjadinya berbagai
pemberontakan otoritas Syafawi. Pada abad ke 18, iran dilanda kondisi anarkis.
Adapun diantara pihak yang memperebutkan kekuasaan politik yang paling besar
ialah rezim Afgan, afshar, zand, dan qatar. Lantas pada tahun 1724, Ghalzai
Afgan mengambil alih kekuasaan atas isfahan. Kemudian iran diserangoleh
kerajaan turki dan rusia yang berbatasan dengannya.
Adapun penyebab kemunduran dan kehancuran dinasti Syafawi diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Adanya konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan turki ustmani.
Berdirinya kerajaan Syafawi bermadzhab syi’ah menjadi ancaman bagi
kerajaan turki ustmani
2. Terjadinya degradasi moral yang melanda sebagian pemimpin kerajaan
Syafawi. Ini turut mempervepat proses kehancuran kerajaan itu
3. Pasukan Ghulam (budak-budak) yang dibentuk oleh Abbas I tiidak
mempunyai semangat perjuangan yang tinggi

8
4. Sering kali terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan di
kalanga istana
5. Lemahnya para sultan. ini sebagai akibat dari tidak adanya sistem
pengkaderan yang terencana bagi calon penerus kekuasaaan, lantaran
dikhawatirkan menjadi bumerang bagi raja yang mengkadernya,
sekaligus mengambil alih kepemimpinan sebelum waktunya. Adapun
penyebab lainya dari kelemahan mereka adalh disibukkan oleh urusan
kemewahan dan mabuk-mabukkan
6. Lemahnya ekonomi. Penyebab lainnya ialah ketamakan sultan dalam
mendapatkan meriam eropa, sehingga mereka membebaskan niagawa
eropadari bea masuk dan keluar bagi komoditas eropa serta Syafawi.
Akibatnya pemasukkan negara berkurang. Selain itu, penggunaan uang
negara demi mendukung kehidupan mewah keluarga raja juga
mengurangi kas negara dalam jumlah banyak, sehingga gaji tentara juga
tidak terbayarkan.
Kehancuran Syafawi juga disebabkan oleh sebuah perubahan yang luar
biasa dalam hal hubungan negara dengan agama. Semula, Syafawi merupakan
sebuah gerakan. Namun, setelah berkuasa, afawiyah justru menekan bentuk
millenarian islam sufi sembari cenderung kepada pembentukan lembaga ulama
negara. Syafawi menjadikan syiisme sebagai agama resmi iran, sekaligus
mengeliminir pengikut sufi mereka, sebagai mana yang dilakukan terhadap ulama
sunni.5

5
Rizem Azid, Sejarah peradaban islam terlengkap,(Yogyakarta: Diva Pres, 2015), hlm. 42.

9
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kerajaan Syafawi berasal dari sebuah gerakan Tarekat yang berdiri di
Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama Tarekat Syafawi,
yang diambil dari nama pendirinya, yaitu Shafi Ad-din (1252-1334 M), dan nama
Syafawi itu terus dipertahankan sampai Tarekat ini menjadi gerakan politik.
Bahkan nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan
kerajaan, yakni kerajaan Syafawi.
Masa puncak kerajaan Syafawi adalah pada saat kepemimpinan Abbas I,
pda masa itu kerajaan ini mengalami banyak kemajuan diantaranya kemajuan
dalam bidang politik dan sosial, bidang agama, ekonomi, ilmu pengetahuan dan
yang terakhir adalah bidang kesenian. Tapi pada masa setelah kepemimpinan
Abbas I justru mengalami banyak kemunduran yang akhirnya mengakibatkan
hancurnya dinasti Syafawi, hal itu disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya,
konflik berkepanjangan dengan kerajaan Turki Ustmani, terjadinya degradasi
moral pada sebagian petinggi negara,pasukan budak yang di bentuk Abbas I tidak
mempunyai semangat yang tinggi, perebutan kekuasaan di kalangan keluarga
istana, lemahnya para sultan dan ekonomi.
B. SARAN
Demikian makalah yang telah kami susun, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Apabila
dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan kami mohon untuk meminta kritik
dari pembaca untuk dapat diperbaiki di kemudian hari.

10
DAFTAR PUSTAKA

yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam Jakarta Raja Grafindo Persada 2000

Amin Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam Jakarta Amzah 2014

Azid Rizem, Sejarah peradaban islam terlengkap Yogyakarta Diva Pres


2015

Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam Jakarta


PT Raja Grafindo Persada 2004

Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam Semarang PT Thoha Putra 2003

11

Anda mungkin juga menyukai