Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jalan merupakan salah satu prasarana transportasi yang paling vital dan paling
lazim digunakan karena fleksibilitas moda trasportasinya. Untuk transportasi jarak dekat
dan mencegah jalan raya merupakan prasarana transportasi yang paling optimal untuk
saat ini. Pergerakan barang dan jasa dapat diakomodasi dengan mudah dengan jalan raya
karena tidak memerlukan sarana pendukung yang terlalu banyak dan pergerakanya sangat
bebes. Hal ini menjadikan trasportasi jalan raya menjadi prasarana trasportasi yang paling
banyak digunakan dan mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.

Seiring dengan pertumbuhan pergerakan barang dan jasa, maka diperlukan


pembangunan saran transportasi jalan raya yang memadai untuk mengakomodasinya.
Pembangunan jalan baru sering menemui berbagai masalah. Selain itu,dampaknya yang
harus diperhitungkan terlebih dahulu dari aspek sosial, ekonomi, aturan hukum, dan lain-
lain agar tidak menimbulkan masalah yang lebih kompleks dikemidian hari.

Jalan yang telah ada pun harus terus dilakukan perawaran untuk menjaga
kualitasnya. Dengan menurunya kualitas jalan maka kenyamanan penguna jalan akan
tergangu dan kendaraan yang melintas juga akan menurun produktifitasnya. Yang
menjadi perhatian utama dengan turunya kapasitas jalan maka pergerakan jalan dan jasa
akan terhambat yang menjadi suatu kerugian materi bagi banyak pihak. Akan lebih parah
jika terjadi kerusakan jalan dan menimbulkan korban jiwa yang tidak bisa dinilai dengan
materi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara mendesain tebal perkerasan jalan ?

1.3 Batasan Masalah

1. Data kendaraan dari penulisan diambil pada jalan Kapitan Patimura (depan
Telkom Ternate)
2. Waktu pengambilan data selama 3 hari yaitu pada tanggal 8, 10, 12 Maret 2018

1
1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penilitian ini yaitu :

1. Mengetahui bagaimana perencanaan perkerasan


2. Memenuhi tugas mata kuliah
3. Semoga makalah ini dapat memberi pengetahuan untuk pembacanya

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perkerasan Jalan
Bagian perkerasan jalan umumnya meliputi : lapis pondasi bawah (sub bse cooese)
lapis pondasi (base course), dan lapis permukaan (surface course).

2.1.1. Tanah Dasar


Kekakuan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-
sifat daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah
sebagai berikut :
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu
akibat beban lalu lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar
air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada
daerah dengan maca tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau
akibat pelaksanaan.
d. Lendutan dan lendutan baik selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari
tanah tentu.
e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang
diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soil) yang tidak
dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.
Untuk sedapat mungkin mencegah timbulnya persoalan di atas maka tanah
dasar harus dikerjakan sesuai dengan “Peraturan Pelaksanaan Pembangunan
Jalan Raya” edisi terakhir.
2.1.2. Lapis Pondasi Bawah
Fungsi lapis pondasi bawah antara lain :

3
a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan
menyebabkan beban roda.
b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relative murah agar lapisan-
lpisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi).
c. Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapiosan podasi.
d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancer.
Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap
roda-roda alat-alat besar atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera
menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.
Bermacam-macam tipe tanah setempat (CBR ≥ 20 %, PI ≤ 10 %) yang relative
lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan podasi bawah.
Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau semen Portland dalam
beberapa hal sangat dianjurkan, agar dapat bantuan yang relative terhadap kestabilan
konstruksi perkerasan.
2.1.3 Lapis Pondasi
Fungsi lapis pondasi antara lain :
a. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda,
b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet sehingga
dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan
sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik-
baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik. Bermacam-macam bahan alam/ bahan
setempat (CBR ≥ 50%, PI ≤ 4% ) dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara
lain : batu pecah, kerikil pecah dan stabilisasi tanah dengan semen atau kapur.
2.1.4 Lapis Permukaan
Fungsi lapis permukaan antara lain :
a. Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda
b. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan kerusakan akibat
cuaca.
c. Sebagai lapisan aus ( wearing course ).
Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk lapis
pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar
lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan

4
tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu
lintas.
Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur
rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai manfaat yang sebesar-besarnya dari
biaya yang keluarkan.

2.2 Lalu lintas


2.2.1. Jalur dan Koefisisen Distribusi
Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya,
menampung lalu lintas tersebar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur, jumlah jalur
ditentukan dari lebar pekerasan menurut daftar di bawah ini:
Tabel 2.1. Jumlah Lajur berdasarkan Lebar Perkerasan
Lebar Perkerasan (L) Lebar Jalur (n)
L <5,50 m 1 jalur
5, 50 < L < 8, 25m 2 jalur
8, 25 < L < 11, 25m 3 jalur
11, 25 < L < 15, 00m 4 jalur
15, 00 < L < 18, 75m 5 jalur
18, 75 < L < 22, 00m 6 jalur

Koefiisien distribusi kendaraan (C) unutuk kendaraan ringan dan berat yang lewat
pada jalur rencana ditentukan menurut daftar di bawah ini:
Tabel 2.2. Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Jumlah Kendaraan Ringan *) Kendaraat Berat **)
Lajur 1 Arah 2 Arah 1 Arah 2 Arah
1 Jalur 1, 00 1, 00 1, 00 1, 000
2 Jalur 0, 60 0, 50 0, 70 0, 500
3 Jalur 0, 40 0, 40 0, 50 0, 475
4 Jalur _ 0, 30 _ 0, 450
5 Jalur _ 0, 25 _ 0, 425
6 Jalur _ 0, 20 _ 0, 400
*) berat total < 5 ton, misalnya mobil penumpang, pick up mobil hantaran
**)berat total > 5 ton, misalnya, bus, truk, trakor, semi trailler, trailler.

5
2.2.2. Angka Ekivalen(E) Beban sumbu Kendaraan
Angka Ekivalen(E) Masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan)
ditentukan menurut rumus daftar di bawah ini:
Tabel 2.3. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
Beban Sumbu Angka Ekivalen
Kg Lb Sumbu tunggal Sumbu ganda
1000 2205 0,0002 -
2000 4409 0,0036 0,0003
3000 6614 0,0183 0,0016
4000 8818 0,0577 0,0050
5000 11023 0,1410 0,0121
6000 13228 0,2923 0,0251
7000 15432 0,5415 0,0466
8000 17637 0,9238 0,0794
8160 18000 1,0000 0,0860
9000 19841 1,4798 0,1273
10000 22046 2,2555 0,1940
11000 24251 3,3022 0,2840
12000 26455 4,6700 0,4022
13000 28660 6,4419 0,5540
14000 30864 8,6647 0,7452
15000 33069 11,4184 0,9820
16000 35279 14,7815 1,2712

2.2.3. Lalu lintas Harian Rata-rata dan Rumus-rumus Lintas Ekivalen


a. Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan di tentukan pada
awal umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median
atau masing-masing arah pada jalan dengan median.
b. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝑛

𝐿𝐸𝑃 = ∑ 𝐿𝐻𝑅𝑗 × 𝐶𝑗 × 𝐸𝑗
𝑗=1

Catatan : j = jenis kendaraan.


c. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

6
𝑛

𝐿𝐸𝐴 = ∑ 𝐿𝐻𝑅𝑗 (1 + 𝑖)𝑈𝑅 × 𝐶𝑗 × 𝐸𝑗


𝑗=1

Catatan : i = perkembangan lalu lintas


j = jenis kendaraan
d. Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus-rumus sebagai
berikut:
𝐿𝐸𝑇 = 1⁄2 × (𝐿𝐸𝑃 + 𝐿𝐸𝐴)
e. Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝐿𝐸𝑅 = 𝐿𝐸𝑇 × 𝐹𝑃
Faktor penyesuaian (FP) tersebut di atas ditentukan dengan Rumus:
𝑈𝑅
𝐹𝑃 =
10

2.3. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan CBR


Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik kolerasi (gambar
1). Yang dimaksud dengan harga CBR disini adalah harga CBR lapangan atau CBR
laboraturium.jika digunakan CBR lapangan maka pengambilan contoh tanah dasar
dilakukan dengan tabung (undisturb), kemudian direndamkan dan diperiksa harga CBR-
nya. Dapat juga mengukur langsung dilapangan (musim hujan/direndamkan). CBR
lapangan biasa digunakan untuk perencanaan lapisan tambahan (overlay). Jika dilakukan
menurut pengujian kepadatan ringan (SKBI 3.3 30.1987/UDC 624.131.53 (02) atau
pengujian kepadatan berat (SKBI 3.3.30.1987/UDC 624.131.53 (02) sesuai dengan
kebutuhan CBR laboratorium biasanya dipakai untuk perencanaan pembangunan jalan
baru. Sementara ini dianjurkan untuk mendasarkan daya dukung tanah dasar hanya
kepada pengukuran nilai CBR. Cara-cara lain hanya digunakan bila telah disertai data-
data yang dapat dipertanggung jawabkan. Cara-cara lain tersebut dapat berupa : Group
indekx, plate bearing test atau R-Value. Harga yang mewakili dari sejumlah harga CBR
yangdilaporkan, ditentukan sebagai berikut:
a. Tentukan harga CBR terendah.
b. Tentukan berapa banyak harga dari masing-masing nilai CBR yang sama
dan lebih besar dari masing-masing nilai CBR.
c. Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100%. Jumlah lainnya
merupakan presentase dari 100%.
d. Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan presentase jumlah tadi.

7
e. Nilai CBR yang mewakili adalah yang didapat dari angka presentase 90%
(dilihat dari perhitungan pada contoh lampiran 2).

Gambar 1.1 Korelasi DDT dan CBR


Catatan: Hubungan nilai CBR dengan garis mendatar ke sebelah kiri diperoleh nilai DDT.

2.4. Faktor Regional (FR)


Keadaan lapangan mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan drainase,
bentuk alinyemen serta persentase kendaraan dengan berat 13 ton, dan kendaraan
yang berhenti, sedangkan keadaan iklim mencakup curah hujan rata-rata per tahun.
Mengingat persyaratan penggunaan disesuaikan dengan "Peraturan Pelaksanaan
Pembangunan Jalan Raya" edisi terakhir, maka pengaruh keadaan lapangan yang
menyangkut permeabilitas tanah dan perlengkapan drainase dapat dianggap sama.
Dengan demikian dalam penentuan tebal perkerasan ini, Faktor Regional hanya
dipengaruhi oleh bentuk alinyemen (kelandaian dan tikungan), persentase kendaraan
berat dan yang berhenti serta iklim (curah hujan) sebagai berikut:
Tabel 2.4. Faktor Regional (FR)

8
KelandaianI KelandaianII KelandaianIII
( <6%) (6 –10 %) ( >10%)
%kendaraanberat %kendaraanberat %kendaraanberat
≤30 % >30 % ≤30 >30 % ≤30 >30 %
IklimI <900 mm/th 0,5 1,0–1,5 1 1,5–2,0 1 2,0–2,5
IklimII >900 mm/th 1,5 2,0–2,5 %2 2,5–3,0 %2 3,0–3,5
Catatan: Pada bagian-bagian jalan tertentu, ,
seperti ,
persimpangan, pember-hentian atau
, ,
0
tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah 5 daerah rawa-
dengan 0,5. Pada
0 5
rawa FR ditambah dengan 1,0.

2.5. Indeks Permukaan (IP)


Indeks Permukaan ini menyatakan nilai daripada kerataan / kehalusan serta
kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas yang
lewat.
Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut di bawah ini:
IP =1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga
sangat mengganggu lalu Iintas kendaraan.
IP = 1,5: adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak
terputus).
IP = 2,0: adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap
IP = 2,5: adalah menyatakan permukaan jalan yang masih cukup stabil dan baik.

Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen
rencana (LER), menurut daftar di bawah ini:
Tabel 2.5. Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IP)
LER= Lintas KlasifikasiJalan
EkivalenRencana*) lokal kolektor arteri tol
<10 1,0–1,5 1,5 1,5–2,0 -
10–100 1,5 1,5–2,0 2,0 -
100–1000 1,5–2,0 2,0 2,0–2,5 -
>1000 - 2,0–2,5 2,5 2,5
*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal.
Catatan: Pada proyek-proyek penunjang jlan, JAPAT / jalan murah atau jalan
darurat maka IP dapat diambil 1,0.

9
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) perlu
diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan / kehalusan serta kekokohan) pada
awal umur rencana, menurut tabel 2.6 di bawah ini:

Tabel 2.6. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo)


Jenis Permukaan IPo Roughness *)
(mm/km)
LASTON ≥4 ≤ 1000
3,9 - 3,5 > 1000
LASBUTAG 3,9 - 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 > 2000
HRA 3,9 - 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 > 2000
BURDA 3,9 - 3,5 < 2000
BURTU 3,4 – 3,0 < 2000
LAPEN 3,4 – 3,0 ≤ 3000
2,9 - 2,5 > 3000
LATASBUM 2,9 - 2,5
BURAS 2,9 - 2,5
LATASIR 2,9 - 2,5
JALAN TANAH ≤ 2,4
JALAN KERIKIL ≤ 2,4

*) Alat pengukur roughness yang dipakai adalah roughometer NAASRA, yang


dipasang pada kendaraan standar Datsun 1500 station wagon, dengan kecepatan
kendaraan ± 32 km per jam.
Gerakan sumbu belakang dalam arah vertikal dipindahkan pada alat roughometer
melalui kabel yang dipasang ditengah-tengah sumbu belakang kendaraan, yang
selanjutnya dipindahkan kepada counter melalui "flexible drive”.
Setiap putaran counter adalah sama dengan 15,2 mm gerakan vertikal antara sumbu
belakang dan body kendaraan. Alat pengukur roughness type lain dapat digunakan
dengan mengkalibrasikan hasil yang diperoleh terhadap roughometer NAASRA.

10
2.6. Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapis
permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test
(untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang distabilisasi dengan semen
atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah).
Jika alat Marshall Test tidak tersedia, maka kekuatan (stabilitas) bahan beraspal
bisa diukur dengan cara lain seperti Hveem Test, Hubbard Field, dan Smith Triaxial.
Tabel 2.7. Koefisien Kekuatan Relatif (a)
KOefisien Kekuatan Kekuatan Bahan Jenis Bahan
Relatif
a1 a2 a3 MS (kg) Kt (kg/cm) CBR
(%)
0,40 - - 744 - -
0,35 - - 590 - -
0,35 - - 454 - - Laston
0,30 - - 340 - -
0,35 - - 744 - -
0,31 - - 590 - -
0,28 - - 454 - - Lasbutag
0,26 - - 340 - -
0,30 - - 340 - - HRA
0,26 - - 340 - - Aspal Macadam
0,25 - - - - - Lapen (mekanis)
0,20 - - - - - Lapen (manual)
- 0,28 - 590 - -
- 0,26 - 454 - - Laston Atas
- 0,24 - 340 - -
- 0,23 - - - - Lapen (mekanis)
- 0,19 - - - - Lapen (manual)
- 0,15 - - 22 - Stab. Tanah dengan
- 0,13 - - 18 - semen
- 0,15 - - 22 -
- 0,13 - - 18 - Stab. Tanah dengan
- 0,14 - - - 100 kapur
- 0,13 - - - 80
- 0,12 - - - 60 Batu Pecah (kelas A)
- - 0,13 - - 70 Batu Pecah (kelas B)
- - 0,12 - - 50 Batu Pecah (kelas C)
- - 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun (kelas A)
- - 0,10 - - 20 Sirtu/pitrun (kelas B)
Sirtu/pitrun (kelas C)
Tanah/lempung
kepasiran
Catatan : Kuat tekan stabilitas tanah dengan semen diperiksa pada hari ke-7. Kuat tekan
stsabilitas tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke-21.

11
2.7. Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan.

Tabel 2.8. Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan

1. Lapis Permukaan :
ITP Tebal Minimum Bahan
(cm)
< 3,00 5 Lapis pelindung : (Buras/Burtu/Burda)
3,00 - 6,70 5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag,
6,71 - 7,49 7,5 Laston
7,50 – 9,99 7,5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag,
≥ 10,00 10 Laston
Lasbutag, Laston
Laston

(a)
2. Lapis Pondasi :
ITP Tebal Minimum Bahan
(cm)
< 3,00 15 Batu pecah, stabilitas tanah dengan
semen, stabilitas tanah dengan kapur
3,00 – 7,49 20*) Batu pecah, stabilitas tanah dengan
semen, stabilitas tanah dengan kapur
10 Laston Atas
7,50 – 9,99 20 Batu pecah, stabilitas tanah dengan
semen, stabilitas tanah dengan kapur,
15 pondasi macadam
10 – 12,14 20 Laston Atas
Batu pecah, stabilitas tanah dengan
semen, stabilitas tanah dengan kapur,
≥12,25 25 pondasi macadam, Lapen, Laston Atas
Batu pecah, stabilitas tanah dengan
semen, stabilitas tanah dengan kapur,
pondasi macadam, Lapen, Laston Atas

(b)

3. Lapis Pondasi Bawah :


Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10
cm

(c)
2.8. Pelapisan Tambahan

12
Untuk perhitungan pelapisan tambahan (overlay), kondisi perkerasan jalan lama
(existing pavement) dinilai sesuai tabel di bawah ini :
Tabel 2.9. Nilai Kondisi Perkerasan Jalan
1. Lapis Permukaan :
Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur roda 90 –
……………. 100%
Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda namun
masih tetap stabil ……………………………………………………… 70 – 90%
Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, pada dasarnya masih
menunjukkan kestabilan 50 – 70%
……………………………………………………..
Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda, menunjukan 30 – 50%
gejala ketidakstabilan
………………………………………………………..

90 –
2. Lapis Pondasi
100%
a. Pondasi Aspal Beton atau Penetrasi Macadam
70 – 90%
Umumnya tidak retak
50 – 70%
……………………………………………………..
30 – 50%
Terlihat retak halus, namun masih tetap stabil
……………………………
70 –
Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan
100%
……………
Retak banyak, menunjukkan gejala ketidakstabilan
80 –
………………………
100%
b. Stabilitas Tanah dengan Semen atau Kapur:
Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 10
90 –
……………………………..
100%
c. Pondasi Macadam atau Batu Pecah :
70 - 90%
Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 6
……………………………….

3. Lapis Pondasi Bawah :


Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 6
……………………………….
Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) > 6
……………………………….

2.9. Data Perencanaan


2.9.1. CBR Tanah Dasar
Nilai CBR tanah dasar diasumsikan sebesar 6%
2.9.2. Alinemen vertical

13
Kelandaian yang digunakan untuk perencanaan ruas jalan km. 35 – Pulang Pisau
diambil dari perencanaan lengkung vertikalnya. Dari lengkung vertical tersebut
didapat kemiringan tertinggi sebesar 5,62%.
2.9.3. Hidrologi
Data curah hujan didapatkan dari stasiun hydrometer Mantera (Pulang Pisau). Data
curah hujan tersebut selama 10 tahun dari tahun 1996 sampai 2006. Data tersebut
dalam satuan mm/bulan dan dijumlahkan untuk mendapatkan curah huan tahunan.
Data curah hujan diambil dari stasiun hydrometer Mantera (Palung Pisau).
2.9.4. Lalulintas
Kendaraan dibagi kedalam 8 kelompok dalam perhitungan lalu lintas, mencakup
kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.10. Kelompok jenis kendaraan dalam perhitungan lalulintas


Gol. Kelompok Jenis Kendaraan Konfigurasi GVW
Sumbu (ton)
1 Sepeda motor, skuter, dan kendaraan roda
tiga
2 Sedan, jeep, dan station wagon 1,1 2
3 Opelet, pick-up opelet, suburban, combi, 1,1 2
dan mini bus
4 Pick-up, Mobil hantaran, Box 1,1 5,3
5a Bus kecil 1,2 8
5b Bus besar 1,2 14,2
6a Truk 2 sumbu (L) 1,2 8,3
6b Truk 2 sumbu (H) 1,2 15,1
7a Truk 3 sumbu 1,2,2 26
7b Truk gandengan 1,2,2-2,2 45
7c Truk semitrailer 1,2,2,2,2 45
8 Kendaraan tidak bermotor
(sumber : BINA MARGA, 2007)
Besarnya GVW (Gross Vehicle Weight) menggunakan spesifikasi kendaraan yang
beredar dipasaran. Data lalu lintas dicatat pada tahun 2007 dalam 2 arah (Km. 35 –
Pulang Pisau dan Pulang Pisau – Km.35). factor pertumbuhan lalulintas ditetapkan

14
sebesar 6,5% untuk semua jenis kendaraan dan tidak berubah selama umur perkerasan.
Jalan direncanakan untuk dibuka pada tahun 2011 maka proyeksi data lalu lintas
diproyeksikan dengan perhitungan sebagai berikut.
𝐿𝐻𝑅𝑡 = 𝐿𝐻𝑅0 × (1 + 𝑖)𝑈𝑅
Dengan : LHR0 = lalulintas harian rata-rata pada awal umur rencana
LHR = lalulintas harian rata-rata saat pengambilan data
i = factor pertumbuhan lalulintas selama masa pelaksanaan (%)
n = jumlah tahun, sejak pengambilan data sampai dengan awal
pelaksanaan
Data lalulintas yang diperlukan perencanaan tebal lapis perkerasan ditunjukan pada Tabel
3.
Tabel 2.11 Data lalulintas Km.35 – Pulang Pisau tahun 2007
Jenis Kendaraan LHR 2018 LHR 2023
(kend/hari/2 jurusan) (kend/hari/2 jurusan)
Kendaraan Ringan 2 ton 1 : 1 10270 11339
Bus 8 ton 3 : 5 1 1
Truck 2 as 10 ton 4 : 5 121 134
Truck 3 as 20 ton 6 : 2 x 7 34 38

15
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
(METODE ANALISA KOMPONEN)
3.1. Lintas Ekivalen Rencana
a. Lalu lintas harian rata-rata (LHRt) tahun 2023 (akhir umur rencana)
LHR 2018 perlu dihitung untuk mendapat nilai 2023 dalam memperkirakan lalu
lintas harian rata-rata pada akhir umur perkerasan. Sebagai contoh untuk kendaraan
ringan 2 ton:
𝐿𝐻𝑅𝑡 = 𝐿𝐻𝑅0 × (1 + 𝑖)𝑈𝑅
𝐿𝐻𝑅2023 = 𝐿𝐻𝑅2018 × (1 + 𝑖)𝑈𝑅
𝐿𝐻𝑅2023 = 10270 × (1 + 2%)5 = 11339
Tabel 3.1. Hasil perhitungan lalu lintas harian rata-rata pada akhir umur rencana
Jenis Kendaraan LHR 2018 Pertumbuhan LHR 2023
(kend/hari/2 Lalulintas (kend/hari/2
jurusan) (%) jurusan)
Kendaraan Ringan 2 ton 1 : 10270 2% 11339
1
Bus 8 ton 3 : 5 1 2% 1
Truck 2 as 10 ton 4 : 5 121 2% 134
Truck 3 as 20 ton 6 : 2 x 7 34 2% 38
b. Koefisien distribusi kendaraan
Besarnya koefisien distribusi kendaraan (C) pada jenis kendaraan, jumlah arah dan
jumlah lajur. Jalan Kapitan Pattimura terdiri dari 2 lajur dan 2 arah. Sesuai dengan tabel
2.2 maka besarnya koefisien distribusi kendaraan sebesar 0,5 untuk kendaraam ringan dan
0,5 untuk kendaraan berat.
c. Angka ekivalen (E) beban sumbu kendaraan
Angka ekivalen untuk setiap jenis kendaraan berbeda-beda tergantung jumlah sumbu,
beban, dan konfigurasi sumbunya. Angka ekivalen untuk setiap kelompok sumbu juga
dapat dihitung dengan persamaan berikut dan sebagai contoh untuk sumbu depan
kendaraan rigan 2 ton:
𝑃𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 4
𝐸𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 = 𝑘 ( )
8160
1000 4
𝐸𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 = 𝑘 ( ) = 0,00023
8160

16
Tabel 3.2. Hasil perhitungan angka ekivalen (E) berdasarkan jenis kendaraan
GVW Konfigrasi Beban Angka Ekivalen
Jenis Kendaraan Total
(ton) Depan Belakang Depan Belakang
Kendaraan Ringan 2 ton 1 2 1 1 0.00023 0.00023 0.00045
:1
Bus 8 ton 3 : 5 8 3 5 0.01826 0.14097 0.15924
Truck 2 as 10 ton 4 : 6 10 4 6 0.05774 0.02514 0.08288
Truck 3 as 20 ton 6 : 2 x 7 20 6 24 0.29231 0.74516 1.03747
d. Lintas ekivalen permulaan (LEP)
Lintas ekivalen permulaan dihitung dengan menggunakan LHR pada awal umur
rencana (LHR 2018).
𝐿𝐸𝑃 = 𝐿𝐻𝑅2018 × 𝐶 × 𝐸
e. Lintas ekivalen akhir (LEA)
Lintas ekivalen akhir dihitung dengan menggunakan LHR pada akhir umur rencana
(LHR 2023).
𝐿𝐸𝐴 = 𝐿𝐻𝑅2023 × 𝐶 × 𝐸
Hasil perhitungan nilai Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dan Lintas Ekivalen Akhir
(LEA) dapat dilihat pada tabel 3.3.
Tabel 3.3.a. Hasil perhtungan lintas ekivalen permulaan
LHR 2018 LHR 2023 Koefisien Angka Lintas
(kend/hari/2 (kend/hari/2 Distribusi Ekivalen Ekivalen
Jenis Kendaraan
jurusan) jurusan) Kendaraan (E) Permulaan
(C) (LEP)
Kendaraan Ringan 10270 11339 0.5 0.00045 2.3164
2 ton 1 : 1
Bus 8 ton 3 : 5 1 1 0.5 0.15924 0.0796
Truck 2 as 10 ton 4 121 134 0.5 0.08288 5.0142
:6
Truck 3 as 20 ton 6 34 38 0.5 1.03747 17.6370
:2x7
Total 25.0472

17
Tabel 3.3.b. Hasil perhtungan lintas ekivalen akhir
LHR 2018 LHR 2023 Koefisien Angka Lintas
(kend/hari/2 (kend/hari/2 Distribusi Ekivalen Ekivalen
Jenis Kendaraan
jurusan) jurusan) Kendaraan (E) Akhir (LEA)
(C)
Kendaraan Ringan 10270 11339 0.5 0.00045 2.5575
2 ton 1 : 1
Bus 8 ton 3 : 5 1 1 0.5 0.15924 0.0796
Truck 2 as 10 ton 4 121 134 0.5 0.08288 5.5529
:6
Truck 3 as 20 ton 6 34 38 0.5 1.03747 19.7120
:2x7
Total 27.9020

f. Lintas ekivalen tengah (LET)


Nilai lintas ekivalen tengah didapat dengan merata-ratakan nilai lintas ekivalen
awal dan intas ekivalen akhir. Nilai LET dihitung sebagai berikut:
𝐿𝐸𝑃 + 𝐿𝐸𝐴
𝐿𝐸𝑇 =
2
25.0472 + 27.9020
𝐿𝐸𝑇 = = 26.4746
2
Nilai lintas ekivalen rencana dapat dihitung setelah nilai LET didapatkan. Nilai
LER didapat dengan mengalikan LET dan faktor penyesuaian (FP). Faktor penyesuaian
ditetapkan dengan menggunakan umur rencana (UR) 5 tahun adalah sebagai berikut:
𝐿𝐸𝑅 = 𝐿𝐸𝑇 × 𝐹𝑃
𝑈𝑅
𝐿𝐸𝑅 = 𝐿𝐸𝑇 ×
10
5
𝐿𝐸𝑅 = 26.4746 × = 13.2373
10

3.2. Daya dukung tanah (DDT)


Daya dukung tanah (DDT) adalah suatu skala yang dipakai dalam nomogram
penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan kekuatan tanah dasar. Sementara ini
dianjurkan mendasarkan daya dukung tanah dasar hanya kepada pengukuran nilai CBR.
Daya dukung tanah dapat dihitung dengan cara grafis dan analitis. Nilai DDT dapat

18
ditentukan menggunakan nomogram dengan menarik garis lurus CBR terhadap DDT.
Perhitungan nilai daya dukung tanah (DDT) dihitung dengan memasukkan nilai CBR
rencana yang sebelumnya telah dihitung sebesar 3,25% pada persamaan dari Bina Marga
sebagai berikut:
𝐷𝐷𝑇 = 4,3 𝐿𝑜𝑔 𝐶𝐵𝑅 + 1,7
𝐷𝐷𝑇 = 4,3 𝐿𝑜𝑔 6 + 1,7 = 5,0461
3.3. Indeks permukaan (IP)
Indeks permukaan (IP) adalah suatu angka yang dipergunakan untuk menyatakan
kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan jalan yang bertalian dengan tingkat
pelayanan bagi lalulintas yang lewat. Nilai IP
Nilai indeks permukaan perkerasan lentur dibagi menjai dua yaitu:
a. Indeks permukaan awal umur rencana (IP0). Nilai IP0ditentukan berdasarkan
jenis lapisan perkerasan yang digunakan. Nilai IP0 dapat dilihat di Tabel 2.6.
Karena jenis perkerasan yang digunakan ditetapkan menggunakan asbuton
agregat (Lasbutag). Sesuai pada tabel 2.6 maka besarnya IP0 adalah 3,9 – 3,5.
b. Indeks permukaan akhir umur rencana (IPt). Nilai IPt ditentukan berdasarkan
nilai lintas ekivalen rencana (LER) dan klasifikasi kelas jalan. Nilai IPtdapat
dilihat pada Tabel 2.5. Berdasarkan perhitungan sebelumnya didapatkan LER
sebesar 13,2373 dana jalan termasuk kelas jalan kolektor. Oleh karena itu, dari
Tabel 2.5. didapatkan nilai sebesar 2.0.
3.4. Faktor regional (FR)
Berdasarkan data curah hujan didapat nilai 2100 mm/tahun (sumber:
www.bps.go.id) sehingga > 900 mm/tahun. Perhitungan presentase kendaraan berat dapat
dilihat pada tabel 3.4.
Tabel 3.4. Perhitungan presentase kendaraan berat
Jenis Kendaraan LHR 2018 Kategori Jumlah Presentase
(kend/hari/2 Kendaraan Kendaraan
jurusan)
Kendaraan Ringan 2 ton 10270 Ringan 10392 99.67%
1:1
Bus 8 ton 3 : 5 1 Ringan
Truck 2 as 10 ton 4 : 5 121 Ringan
Truck 3 as 20 ton 6 : 2 x Berat 34 0.33%

19
7 34
10426 10426 100%

Berdasarkan Tabel 3.4, didapat presentase kendaraan berat sebesar 0,33%. Kelandaian
berdasar alinemen vertikalnya. Kemiringan terbesar adalah 6-10%. Dari data tersebut
sesuai dengan tabel 2.5 maka nilai FR ditentukan sebesar 2,0.

3.5. Indeks tebal perkerasan


Indeks tebal perkerasan (ITP) merupakan fungsi dari daya dukung tanah, faktor
regional, lintas ekivalen rencana, dan indeks permukaan. Perkerasan tidak menggunakan
metode konstruksi bertahap, maka nilai ITP dapat langsung dihitung. Dari perhitungan
sebelumnya didapatkan IP0 3,9 – 3,5 dan IPt 2,0. Nilai ini digunakan untuk menentukan
nomogram yang digunakan. Kemudian nilai DDT (5,0461) dan LER (13,2373) digunakan
untuk mendapatkan nilai ITP dan selanjutnya dikoreksi dengan FR 2,0 untuk
mendapatkan ITP seperti pada Gambar di bawah.

Gambar 3.1. Ploting data pada nomogram IPt = 2 ; IP0 = 3,9 – 3,5

20
Berdasarkan nomogram pada Gambar di atas didapat nilai ITP 5.3. Nilai ini yang
digunakan sebagai penentu tebal masing – masing lapisan perkerasan.

3.6. Tebal masing-masing lapisan perkerasan


Tebal lapis perkerasan ditentukan berdasarkan bahan yang dipakai dan nilai ITP
hasil ploting pada nomogram. Untuk masing – masing lapisan, tebalnya memiliki standar
minimum yang berbeda ditentukan sesuai dengan nilai ITP.
a. Lapis permukaan. Berdasarkan bahan yang digunakan, tebal lapis permukaan
minimum ditunjukan pada Tabel 2.8.(a). Dengan ITP 5.3 maka sesuai dengan
tabel 2.8.(a) tebal minimum lapisan permukaan yaitu 5 cm dan digunakan
tebal lapisan permukaan sebesar 7 cm menggunakan Lasbutag.
b. Lapis fondasi. Berdasarkan bahan yang digunakan, tebal lapis fondasi
minimum ditunjukan pada Tabel 2.8.(b). Dengan ITP 5.3, maka sesuai dengan
Tabel 2.8.(b) tebal minimum lapisan pondasi sebesar 20 cm dengan
menggunakan batu pecah.
c. Lapis pondasi bawah
Tebal minimum bila menggunakan fondasi bawah, untuk setiap nilai ITP
adalah 10 cm. Nilai koefisien kekuatan relatif ditunjukan Tabel 2.7.
Perkerasan dengan menggunakan komposisi aspal asbuton agregat/Lasbutag
(MS 340) untuk lapis permukaan, batu pecah CBR 70% untuk fondasi atas
dan sirtu CBR 70% untuk fondasi bawah. Dengan nilai 𝐼𝑇𝑃 =5,3 maka tebal
minimum (Dmin) koefisien kekuatan relatif (a) setiap lapisan adalah sebagai

berikut:
a. Lapis permukaan, tebal (D) m3 inimum 5 cm untuk laston (tabel 2.8.(a))
dan koefisien kekuatan relatif (a1) untuk aspal MS 340 kg adalah sebesar

0,26 (Tabel 2.7)


b. Lapis fondasi atas, tebal (D2) minimum 20 cm untuk batu pecah (Tabel
2.8.(b)) dan koefisien kekuatan relatif (a2) untuk batu pecah CBR 70%
adalah sebesar 0,12 (Tabel 2.7).
c. Lapis pondasi bawah, tebal (D3) minimum 10 cm untuk semua ̅̅̅̅̅
𝐼𝑇𝑃 dan
koefisien kekuatan relative (a3) untuk sirtu/pitrun CBR 30% adalah
sebesar 0.11 (tabel 2.7).

21
̅̅̅̅̅ yang syaratkan
Tebal lapisan perkerasan minimum tidak mencapai 𝐼𝑇𝑃
̅̅̅̅̅
maka tebal masing-masing perkerasan disesuaikan agar memenuhi 𝐼𝑇𝑃
disyaratkan. Lapis perkerasan ditetapkan 7 cm, pondasi ditetapkan 20 cm, dan
pondasi bawah dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
̅̅̅̅̅
𝐼𝑇𝑃 = 𝑎1 𝐷1 + 𝑎2 𝐷2 + 𝑎3 𝐷3
5,3 = (0,26 × 7) + (0,13 × 20) + (0,11 × 𝐷3
5,3 − [(0,35 × 8) + (0,13 × 20)]
𝐷3 = = 9,8182
0,11
Kerana tebal minimum lepas pondasi bawah 10 cm maka digunakan tebal
pondasi bawah sebesar 10 cm.
Kemudian ITP dihitung kembali dengan nilai tebal masing-masing
lapisan perkerasan yang digunakan menjadi
̅̅̅̅̅
𝐼𝑇𝑃 = 𝑎1 𝐷1 + 𝑎2 𝐷2 + 𝑎3 𝐷3
̅̅̅̅̅
𝐼𝑇𝑃 = (0,26 × 7) + (0,13 × 20) + (0,11 × 10) = 5,32
Nilai ITP didapatkan sebesar 5,32 maka perkerasan dapat diterima:

7 cm

20 cm

10 cm

22
BAB IV
PENUTUP

- Kesimpulan
Dari perhitungan perkerasan jalan mengunakan metode analisa komponen diruas
jalan Kapitan Pattimura, kami mendapatkan hasil tebal perkerasan sebagai berikut.
a. Lapisan permukaan mengunakan aspal MS 340 kg dengan tebal (D1) 7 cm dan
koefisien kekuatan relative (a1) 0,26.
b. Lapis pondasi atas mengunakan batu pecah CBR 60 % dengan tebal (D2) 20 cm
dan koefisien kekuatan relative (a2) 0,13.
c. Lapis pondasi bawah, mengunakan sirtu/ pitrun CBR 30% dengan tebal (D3) 10
cm dan koefisien kekuatan relative (a3) 0,11.

7 cm

20 cm

10 cm

23
DAFTAR PUSTAKA

Sutrisno, Adi. 2011. Analisa Tebal Perkerasan Lentur dengan Metode Analisa Komponen,
AASHTO 1993, dan AUTROADS 1992. Tugas Akhir. Tidak diterbitkan. Fakultas
Teknik Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta.

Departemen Pekerjaan Umum. 1987. Petunjuk Perencanaan Tebal Pekerasan Lentur


Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen. Yayasan Badan Penerbit PU.
Jakarta.

24
DOKUMENTASI

25

Anda mungkin juga menyukai