Anda di halaman 1dari 16

STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

TEORI ASOSIASI DARI THORNDIKE

DISUSUN OLEH :
TIS’A KOMALA (332015001)
NOVIA WIDIATI (332015009)
VIVI FEBRIYATI (332015027)

DOSEN PENGAMPU :
DR. H. RUSDY A. SIROJ, M.PD
HERU, S.PD., M.PD

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2017
A. BIOGRAFI
Thorndike lahir pada 1874 di Williamsburg, Massachusetts, putra kedua dari seorang
pendeta Methodist. Dia mengatakan belum pernah endengar atau meliht kata
psikologi sampi dia masuk Wesleyan University. Thorndike berprofesi sebagai
seorang pendidik dan psikolog yang berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari
Universitas Wesleyen tahun 1895, S2 dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar
doktor di Columbia tahun 1898. Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational
Psychology (1903), Mental and social Measurements (1904), Animal Intelligence
(1911), Ateacher’s Word Book (1921),Your City (1939), dan Human Nature and The
Social Order (1940).

B. KONSEP TEORETIS UTAMA


1. Koneksionisme
Thorndike menyebutkan asosiasi antara kesan indrawi dan implus dengn tindakan
sebagai ikatan/kaitan atau koneksi. Cabang-cabang asosiasionisme sebelm nya
telah berusaha menunjuka bagaimana ide-ide menjadi saing tereori belajar
moderen pertm kait; jadi pendekatan Thorndike cukup berbeda dan dianggap teori
beljar moderen pertama. Penekanan nya pada aspek fungsional dari perilaku
teruama dipengaruhi oleh Darwin. Teori Thorndike bisa dipahami sebagai
kombinasi dari asosiasionisme, Darwinisme, dan metode ilmiah.
2. Pemilihan dan Pengaitan
Munurut Thorndike bentuk paling dasar dari proses belajar adalah trial-and-error
lear-ning (Belajar dengan uji coba), atau yang disebutnya sebagai selecting and
connecting (pemelihraan dan pengaitan). Dia mendapatkan ide dasar ini melalui
akperimen awalnya, dengan memasukan hewan ke dalam perangkat yang telah
ditata sedemikian rupa sehingga ketika hewan itu melakukan jenis respon tertentu
ia bisa keluar dari perangkat itu. Perangkat tersebut ditunjukan di gambar, yakni
sebuah kotak kerangkek kecil dengan satu galah yang diletakkan ditengah atau
sebuah rntai yang di gantung dari atas. Hewan bisa keluar degan mendorong galah
atau menarik rantai itu. Namun ada tata-situasi yang meharuskan hewan
melakukan serangkaian respon yang kompleks sebelum ia bisa keluar koak.
Respon yang berbeda dilakukan dalam waktu yang berbeda-beda dalam percoban
Thorndike ini, namun idenya tetap sama-hewan itu harus melakkan tindakan
tertentu sebelum ia dapat keluar dari kotak.
Thorndike menyebut waktu yang dibutuhkan hewan untuk memecahkan problem
sebagai fungsi dari jumlah kesepakatan yang harus dimiliki hewan untuk
memecahkan problem. Setiap kesepatan adalah usaha coba-coba, dan upaya
percobaan berhenti saat si hewan mendapat solusi yang benar. Grafik untuk
situasi semacam ii ditunjukan di gambar. Dalam eksperimen dasar ini, Thorndike
secara konsisten mencatat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan
masalah (variabel terkikat) menurun secara sistematis seiring dengan
bertambahnya upaya percobaan yang dilakuka hewan; artinya, semkin bnyak
kesemptan yang dimiliki hewan, semakin cepat ia akan memecahkan problem.
Hukum Efek dan Teori Koneksionisme Edward Thorndike Edward Lee Thorndike
adalah pakar psikologi yang menjadi dosen di Columbia University AS. Dalam
bukunya Animal Intelligence (1911) ia menyatakan tidak suka pada pendapat
bahwa hewan memecahkan masalah dengan nalurinya. Ia justru berpendapat
bahwa hewan juga memliki kecerdasan. Beberapa eksperimennya ditujukan untuk
mendukung gagasannya tersebut, yang kemudian ternyata merupakan awal
munculnya operant conditioning (pengkondisian yang disadari).
Prinsip yang dikembangkannya disebut hukum efek karena adanya konsekuensi
atau efek dari suatu perilaku. Sementara, teorinya disebut koneksionisme untuk
menunjukkan adanya koneksi (keterkaitan) antara stimuli tertentu dan perilaku
yang disadari.
Pecobaan Thorndike Subjek riset Thorndike pada kucing, anjing, ikan, kera, dan
anak ayam. Untuk melihat bagaimana hewan belajar perilaku yang baru,
Thorndike menggunakan ruangan kecil yang ia sebut puzzle box (kotak teka-teki),
dan jika hewan itu melakukan respons yang benar (seperti menarik tali,
mendorong tuas, atau mendaki tangga), pintu akan terbuka dan hewan tersebut
akan diberi hadiah makanan yang diletakkan tepat di luar kotak. Ketika pertama
kali hewan memasuki kotak teka-teki, memerlukan waktu lama untuk dapat
memberi respons yang dibutuhkan agar pintu terbuka. Namun demikian, pada
akhirnya hewan tersebut dapat melakukan respons yang benar dan menerima
hadiahnya: lolos dan makanan. Ketika Thorndike memasukkan hewan yang sama
ke kotak teka-teki secara berulang-ulang, hewan tersebut akan melakukan respons
yang benar semakin cepat. Dalam waktu singkat, hewan-hewan tersebut hanya
membutuhkan waktu beberapa detik untuk lolos dan mendapatkan hadiah.

C. KESIMPULAN THORNDIKE
Thorndike menggunakan 'kurva waktu belajar' tersebut untuk membuktikan bahwa
hewan tersebut bukan menggunakan nalurinya untuk dapat lolos dan mendapatkan
hadiah dari kotak, namun melalui proses trial and error (mencoba-salah-mencoba lagi
sampai benar). Thorndike menjelaskan ada perbedaan yang jelas apakah hewan dalam
eksperimen tersebut agar dapat lolos dari kotak menggunakan naluri atau tidak.
Caranya yaitu dengan mencatat waktu yang digunakan hewan untuk dapat lolos.
Logikanya, jika hewan menggunakan naluri maka ia akan dapat langsung lolos begitu
saja, sehingga catatan waktunya tidak menunjukkan perubahan dari waktu ke waktu
secara gradual yang signifikan. Kenyataannya, hewan menggunakan cara yang biasa
disebut trial and error dengan bukti kurva waktu yang menurun secara gradual. Hal ini
menunjukkan hewan dapat 'belajar' secara gradual dan konsisten. Didasarkan atas
eksperimennya, Thorndike mengemukakan prinsip yang ia sebut hukum efek. Hukum
ini menyatakan bahwa perilaku yang diikuti kejadian yang menyenangkan, lebih
cenderung akan terjadi lagi di masa mendatang. Sebaliknya, perilaku yang diikuti
kejadian yang tidak menyenangkan akan memperlemah, sehingga cenderung tidak
terjadi lagi di masa mendatang. Thorndike menginterpretasikan temuannya sebagai
keterkaiatan. Ia menjelaskan bahwa keterkaitan antara kotak dan gerakan yang
digunakan hewan percobaan untuklolos 'diperkuat' setiap kali berhasil. Karena adanya
keterkaitan ini, banyak yang menyebut hukum efek Thorndike menjadi teori
koneksionisme, yang oleh Skinner dikembangkan lagi menjadi operant conditioning
(pengkondisian yang disadari).
Belajar adalah Inkremental, Bukan Langsung ke Pengertin Mendalam (Insightful).
Dengan mencatat penurunan gradual dala watu untuk mendapatkan solusi sebagai
fungsi percoban suksetif, Thorndike menyimpukan bahwa belajar bersifat incremental
(inkremental/berthap) buka insightful (langsung ke pengertian). Dengan kata lain,
belajar dilakukan daam langkah-langkah kecil yang sistematis, bukan langsung
melompat ke pengertian mendalam. Dia mencatat bahwa jika belajar l insightfutl,
grafik akan menunjukkan waktu unuk mencapai solusi tampak relatif stabil dan tinggi
pada saat hewan dalam keadaan belum belajar. pada saat hewan mendapatkan
pengertian mendalam untuk memecahkan masalah ,grafiknya akan langsung turun
dengan cepat dan akan tetapdi titik itu selama durasi percobaan.

D. BELAJAR TIDAK DIMENSI OLEH IDE


Berdasarkan risetnya,Thorndike (1898) juga menyipulkan bahwa belajar adalah
bersifat langsung dan tidak dimediasi oleh pemikiran atau penalaran :
Kucing tidak melihat-lihat situasi ,apalagi memikirkan situasi ,lalu memutuskan apa
yang mesti dilakukan.Kucing langsung melakukan aktivitas berdasarkan pengalaman
dan reaksi naluriah terhadap situasi “terpenjara saat lapar dengan makanan berada di
luar kerangkeng “.Bahkan setelah sukses sekalipun,kucig itu tidak menyadari bahwa
tindakannya akan membuatnya mendapatan makanan dan karenanya memutuskan
untuk melakukannya lagi dengan segera,namun ia bertindak berdasarkan makanan
dan karenanya memutuskan untuk melakukannya lagi dengan segera, namun ia
bertindak berdasarkan dorongannya (impuls).
Di tempat Thorndike (1911) mengemukakan hal serupa dalam percobaan mo-nyet:
Dalam mendiskusikan fakta-fakta ini kita mungkin pertama-tama menjelaskan salah
satu pendapat populer bahwa belajar adalah dengan penalaran (leasoning). Jika kita
menggunakan kata penalaran daam makna psikologis teknisnya sebagai fungsi untuk
mendapatkan konklusi melalui presepsi relasi, perbandingan, dan inferensi, jika kita
mengnggap isi mental di dalamnya sebagai perasaan akan relasi, prespesi dan
kesamaan, gagasan abstrak dan umum dan penilaian, maka kita tidak menemukan
bukti adanya penalran dalam prilaku unyet terhadap mekanisme yang dipakai. Dan
fakta ini membntah argumen tentang penalaran itu, seperti juga dalam kasus kucing
dan anjing terdapat argumen bahwa keberhsilan hewan dalam menangani peralatan
mekanis mengimplikasikan bahwa hewan itu memiirkan poperti-poperti mekanisme,
namun argumen ini tidak bisa dipertahan kan lagi saat kita menemukan bahwa dengan
pemilihan aktifitas-aktifitas naluriah umum hewan itu sudah cukup untuk
menghasilkan solusi yang berkaitan dengan galah, kait, tombol, dan sebagainya. Juga
ada bukti positiv dan tidak adanya fungsi penalaran umum.
Semua mamalia belajar dengan cara yang sama banyak orang yang tergnggu oleh
pandangan Thorndike bahwa semua proses bejar adalah langsung dan tidak dimediasi
oleh ide-ide, dan juga terutama karena dia juga menegaskan bahwa proses belajar
semua mamalia, termasuk manusia, mengikuti kaidah yang sama. Menuut Thorndike,
tidak ada proses khusus yang perlu dipostulatkan dalam rangka menjelaskan proses
belajar manusia.

E. THORNDIKE SEBELUM 1930


Pemikiran Thorndike tentang proses beajar dapat dibagi menjadi dua bagian :pertama
adalah pemikiran sebelum tahun 1930 dan kedua adalah pasca 1930,ketika beberapa
pandangan awalnya berubah banyak.

Hukum Kesiapan
Law of readiness(hukum kesiapan) yang dikemukakan dalam bukunya yang berjudul
The Origional Nature of Man (Thorndike,1913b), mengandung tiga bagian,yang
diringkas sebagai berikut :
1. Apabila satu unit konduksi siap menyalurkan (to conduct),maka penyaluran
dengannya akan memuaskan.
2. Apabila satu unit konduksi siap menyalurkan ,maka tidak menyalurkannya akan
menjengkelkannya.
3. Apabila satu unit konduksi belum siap untuk penyaluran dan dipaksa untuk
menyalurkan,maka penyaluran dengannya akan menjengkelkan.

Di sini kita melihat term-term yang subjektivitasnya mungkin menggelisahkan teoretisi


belajar modern.Namun,kita harus ingat bahwa Thorndike menulis sebelum ada gerakan
behavioristik dan banyak dari hal-hal yang didiskusikannya belum pernah dianalisis
secara sistematis sebelumnya.Juga perlu dicatat bahwa apa yang ditampaknya
merupakan tersubjektif dalam tulisan Thorndike mungkin tidak subjektif.Misalnya,apa
yang dimaksudkannya dengan “unit konduksi yng siap menyalurkan” adalah kesiapan
untuk bertindak dengan menggunakan terminologi kontemporer,kita bisa menyatakan
ulang hukum kesiapan Thorndike sebagai berikut :

1. Ketika seseorang siap untuk melakukan suatu tindakkan ,maka penyaluran


dengannya akan memuaska
2. Ketika seseorang siap untuk melakukan suatu tindakkan ,maka tidak
melakukannya akan menjengkelkan.
3. Ketika seseorang belum siap melakukan suatu tindaka tetapi dipaksa
melakuukannya maka melakukannya akan menjeengkelkan

Secara umum kita bisa mengatakan bahwa mengintervensi perilaku yang bertujuan
akan menyebabkan frustasi,dan menyebabkan seseorang melakukan sesuatu yang tidak
ingin mereka lakukan juuga akan membuat mereka frustasi.

Bahkan istilah seperti memuaskan dan menjengkelkan didefinisikan agar bisa diterima
oleh kebanyakan behavioris (Thorndike ,1911) : yang dimaksud dengan keadaan
memuaskan adalah keadaan di mana bintang tidak melakukan apapun untuk
menghindarinya,sering melakukan sesatu untuk mendapatkan keadaan itu dan
mempertahankannya. Yang dimaksud dengan keadaan tk nyman atau menjengkelkan
adalah keadaan yang umumnya dijauhi atau dihindari binatang “(h.245).Definisi
kepuasan dan kejengkelan ini harus selalu diingat selama membahas thorndike.

•HUKUM LATIHAN

Sebelum 1930, teori Thorndike mncakup hukum law of exercise (hukum latihan) , yang
terdiri dari dua bagian :

1. Koneksi antara stimulus dan respons akan menguat saat keduanya dipakai.
Dengan kata lain, melatih koneksi (hubungan) antara situasi yang
menstimulasi dengan sesuatu respons akan memperkuat koneksi diantara
keduanya. Bagian dari hukum latihan ini dinamakan law of use (hukum
penggunan).
2. Koneksi antara situasi dan respons akan melemah apabila praktik hubungan
dihentikan atau jika ikatan neural tidak dipakai. Bagian dari hukum latihan
ini law of disuse (hukum ketidakgunaan).

Apa yang dimaksud Thorndike dengan mengkuatkan dan melemahkan koneksi? Disini
sekali lagi pemikirannya lebih maju menguat, zamannya .Dia mendefinisikan
penguatan sebagai peningkatan probabilitas terjadinyarespons ketika stimulus terjadi.
Jika ikatan antara stimulus dan respons menguat, maka saat stimulus berikutnya terjadi
akan ada peningkatan probabilitas terjadinya respons tersebut. Jika ikatannya melemah
akan ada penurunan probailitas respons saat stimulus berikutnya terjadi. Ringkasannya,
hukum latihan menyatakan bahwa kita belajar dengan berbuat dan lupa karena tidak
berbuat.

•HUKUM EFEK

Law of effect (hukum efek), yang digagasnya sebelum tahun 1930, adalah penguatan
atau pelemahan dari suatu koeksi antara stimulus dan respons sebagai akibat dari
konsekuensi dari respons. Jika suatu respons diikuti dengan satisfying state of affairs
(keadaan yang memuakan), kekuatan koneksi itu akan bertambah. Jika respons diikuti
dengan annoying state of affairs (keadaan yang menjengkelkan), kekuatan koneksi itu
menurun. Dalam terminologi modern, jika suatu stimulus menimbulkan suatu respons,
yang pda gilirannya menimbulkan penguatan (reinforcement), maka koneksi S-R akan
menguat. Jika, dilain pihak, timulus menimbulkn respons yang pada gilirannya
menimbulkan hukuman, koneksi S-R akan melemah.

Menurut hukum efek, jika suatu respons menhasilkan situasi yang memuaskan, koneksi
S-R akan menguat. Jika unit konduksi sudah tidak buang sebelum keadaan
mmemuaskan terjadi ? Thorndike menjawab “dengan mempostulatkan adanya
confirming reaction (reaksi yang mengonfirmasi), yang dimunculkan didalam sistem
syarat jika suatu respons menimbulkan kedaan yang memuaskan.

•KONSEP SEKUNDER SEBELUM 1930

Sebelum 1930, teori Thorndike mencangkup sejumlah ide yang kurang penting
ketimbang hukum kesiapan, hukum efek, dan hukum latihan. Konsep sekunder ini antar
lain respons berganda set tau sikap, potensi elemen, respo dengan analogi, dan
pergesern sosiatif.

•RESPON BERGANDA

Respon ganda atau multi reson menurutt Thorndike adalah langkah ertama dalam satu
lngkah proses belajar. Respn ini mengacu pda fakta bahwa jika respon pertma kita
tidak memecahkan problem maka kita akan mencoba respon lain. Tentu saja proses
belajar trial-and-eror ini bergntung pada upya respon pertama dan kemudian pada
respon selanjutnya hingga ditemukan respon sehinga memecahkan masalah. Ketika ini
terjadi, pribabilitas pemunculan respon itu lagi diwakt yang akan dtang akan
meningkat. Degan kata lain, menurut Thorndike banyak proses belajar bergantung paa
fakta bahwa organisme cenderung tetap aktif sampai tercipta satu reson yang
memecahkan problem yang dihadapinya

•SET ATAU SIKAP

Apa yang oleh Thorndike (1913 a ) dinamakan disposisi, prapenyesuaian, atau sets
(attitut) (sikap) , merupakan pengakuannya akan pentingny apa-apa yang dibawa oleh
pembelajaran kedalam situasi belajar.

•PRAPOTESI ELEMEN

Prepotency of elements (prapotesi elemen) adalah aopa yang oleh Thorndike (1913
dinamakan “aktivitas parsial dari suatu situasi.” Ini mengacu pada fakta bahwa hanya
beberapa elemen dari situasi yang akan mengatur perilaku.

Dengan gagasan prapotesi eleme ini Thrnndike mengakui kompleksitas lingkungan dan
menyimpulkan bahwa kta merespons beberapa elemen dalam situasi namun tidak
merespon situasi lainnya. Karenanya, cara kita meresponts terhadap suatu situasi akan
bergantung pada apa yang kita perhatikan dan responts apa yang kita berikan untuk
apa-apa yang kita perhatikan itu.

•RESPONS DENGGAN ANALOGI

Menurut Thorndike cara kita merespont suatu situasi yang belum pernah kita jumpai
adalah reponse by analogi (respons dengan analogi, yaitu kita merespons denggan cara
situasi yang terkait (mirip) yang pernah kita jumpai. Jumlah transfer of training
(transfer training) antara situasi yang kita kenal dan yang tak kita kenal ditentukan
dengan jumlah elemen yang sama di dalam kedua situasi itu. Ini lah identical elements
theory transfer of training (teori elemen identik dari transfer trainng) dari Thorrndike
yang terkenal itu.
Dengan teori transfer ini thorndike menentang pandangan lama mengenai transfer yang
didasarkan pada doktrin formal discipline (disiplin formal ) seperti kita lihat
berdasarkan pesikologi fakultas (fakulty psychology), yang menyatakan bahwa fikiran
manusia terdiri dari beberapa daya seperti penalaran, perhatian, penilaian, dan memori.

•PERGESERAN ASOSIATIF

Associative shifting (pergesern asosiatif) terkait erat dengan teori Thorndike tentang
elemen identik dalam training transer. Menurut teori elemen identik thorndike,
sepanjang ada cukup elemen dari situasi awal di dalam situasi baru, respon yang sama
akan diberikan.

Contoh dari pergeseran asosiatif ini di jumpai dalam karya Terrace(1963) tentang
proses belajar membedakan. Terrace pertama–tama mengajari burung dara untuk
membedakan warna merah-hijau dengan memperkuatnya dengan memberi mereka
butiran padi setiap kali mereka mematuk kunci merahh tetapi tidak memberi butiran
padi jika mereka mematuk kunci hijau. Kemudin Terrace menutupi sebagian bidang
kunci merah dengan papan vertikal dan menutup sebagian kunci hijau dengan papan
horizontal. Assosiasi bergeser dari satu stimulis (warna merah) ke stimulus lain (papan
vertikal) karena prosedur itu memberi cukup elemen dari situasi sebelumnya untuk
menjamin munculnya responts yang sama terhadap stimulus yang baru. Tentu saja,hal
ini menuunjukkan transfer training sesuai dengan teori elemen identik Thorndike.

•THORNDIKE PASCA 1930

Pada september 1929, Thorndike berpidato di international Congres Of Psikology di


New Haven, Connecticut, dan mengawali, kata-katanya dengan “saya salah.”
Pengakuan menunjukan apek penting dari praktikum keilmuan yang baik: Ilmuan
diwajibkan mengubah kesimpulan jika data mengharus kannya.

•REVISI HUKUM LATIAN ATAU PENGGUNAAN

Thorndike secara esensial menarik hukum penggunaan suatu latihan. Hukum


penggunan, yang menyatakan bahwa revisi saja sudah cukup untuk memperkuat konksi
ternyata tidak akurat. Penghentian revisi ternyata tidak melemehkan koneksi dalam
periode yang cukup panjang. Meskipun Thorndike tetap berpendapat bahwa latihan
praktis akan menghasilkan kemajuan kecil dan kurangnya latihan akan menyebabkan
naiknya tingkat lupa, karena lisan praktis dia meninggalkan hukum latihan setelah
tahun 1930.

•REVI HUKUM EFEK

Setelah 1930, hukum efek ternyata hanya separuh benar. Separuh dari yang benar itu
bahwa sebuah respon yang diikuti oleh keadaan yang memuaskan akan diperkuat.
Sedangkan untuk separuh lainnya, Thorndike menemukan bahwa hukum suatu respon
ternyata tidak ada efeknya terhadap kekuatan koneksi. Revisi hukum efek menyatakan
bahwa penguatan akan meningkatkan strength of conection (kekutan koneksi),
sedangkan hukum tidak memberi pengaruh apa-apa terhadap kekuatan konesi. Pemuan
ini masih banyak memberi iplikasi sampai saat ini. Kesimpuln thorndike mengenai
efektifitas hukuman ni bertentangan dengan pemahaman umum setelah ribuan tahun
dan banyak mempengruhi pengasuh anak, dan modifikasi prilaku pada umumnya.

•BELONGINGES

Thorndike mengamati bahwa dalam proses belajar asosiasi ada faktor selain hukum
efek. Jika elemen-elemen dari asosiasi dimiliki bersama, asosias diantara mereka akan
dipelajari dan dipertahnkan dengan lebih mudah ketimbang ja elemen itu bukan milik
bersama.

Thondike juga mengatakan gagasan tentang reaksi yang mengnirmasi, yang telah
dibahas dimuka, dengan konsep belongines. Dia berpendapat bahwa jika ada hubungan
natural antra keadaan yang dibutuhkan organisme dengan efek yang ditimbulkan suatu
resopon, maka proses akan lebih efektif ketimbang jika hubungan itu tidak ilmiah.
Misalnya, ita mengatakan bahwa hewan yang lapar akan merasakan makanan dann
hewan yanghaus akan ersakan air sebaga memuaskan. Keduan macam hewan itu akan
merasa puas saat bisa melepaskan diri darikurungan dan lepas adanya dorongan
ytuhkankang kuat menciptakan suatu jenis kedaan atau semacam peristtiwa yang
dirasakan salig memuaskan Throndike berpenda pat bahwa efek yang temasuk dan
kebutuhan organisme menimbukan reaksi konviras yang lebih kuat ketimbang efek
yanng tidak termasuk dalam kebutuhan.
•PENYEBARAN EFEK

Sesudah tahun 1930, Thorndike menambahkan konsep yang ia sebut sebgai spread of
effec (penebran effec). Selama ekspeimennya, Thorndike secara tidak sengaja
menemakan keadaan memuaskan tidak hanya menambah priobabilitas terulangnya
respon yag meghasilkan keadaan yang memuskan tersebut tetapi juga meningkatkan
priobabilitas terulagnya respon yang mengitari respon yang terkuat.

•ILMU PENGETAHUAN DAN NILAI MANUSIA

Thorndike dikritik karena ia mengasumsikan determinisme dalam studi perilaku


manusia. Para pengkritik mengatakan bahwa mereduksi perilaku manusia menjadi
reaksi otomatis terhadap lingkungan akan menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan.
Thorndike (1940) menjawab bahwa,sebaliknya, ilmu manusia ini menawarkan harapa
yang paling besar untuk masa depan :

Kesejahteraan umat manusia bergantung pada ilmu pengetahuan tenttang manusia. Ilmu
pengetahuan akan terus maju, kecuali jika peradaban ambruk, dan ilmu pengetahuan
akan memperluaskan kontrol manusia atas alam dan mengembangkan
teknologi,pertanian,pengobatan,dan seni secara lebih efektif. Ilmu pengetahuan akan
melindungi manusia dari bahaya dan bencana kecuali manusia itu sendiri yang menjadi
penyebabnya. Pengetahuan psikologi dan aplikasinya untuk kesejaht eraan akan
mencegah,atau setidaknya menghilangkan, beberapa kesalahan dan bencanaa. Ilmu
pengetahuan ini akan mengurangi bahaya yang dilakukan oleh orang bodoh dan jahat.

•PENDIDIKAN MENURUT THORNDIKE

Thorndike percaya bahwa praktik pendidikan harus dipelajari secara ilmiah.


Menurutnyaros ada hubungan erat antara pengetahuan proses belajar dengan
praktik pengajaran. Jadi dia mengharapkan akan ditemukan lebih banyak lagi
penetahuan tantang hakikat belajar, semakin banyak pengetahuan yang dapat
diaplikasikan untuk memperbaiki praktik pengajaran.
Thorndike (1906) berkata, ” Tentu saja pengetahuan psikologi saat ini lebih mendekati
angka nol daripada kesempurnaan dan aplikasinya untuk pengajaran tidaklah lengkap.
Tidak menentu dan berubah-ubah. Penerapan psikologi kedalam pengajaran lebih
seperti ilmu tumbuhan dan ilmu kimia yang diterapkan untuk pertanian daripada lmu
psiologi dan patologi yang diterapkan untuk kedokteran. Seorang dapat bercocok tanam
dengan baik tanpa ilmu pengetahuan dan seorang dapat mengajar dengan baik tanpa
harus mengenal dan menerapkan ilmu psikologi. Tetapi petani yang memiliki
pengetahuan cara menerapkan ilmu tumbuhan dan ilmu kimia kedalam bercocok tanam
akan menjadi petani yang lebih berhasil daripada petani yang tidak memiliki ilmu
tersebut dan hal yang sama juga terjadi untuk guru dimana guru yang dapat menerapkan
ilmu psikologi, ilmu sifat manusia kedalam masalah di sekolah akan menjadi guru yang
lebih berhasil”.

Pada banyak hal, pemikiran Thorndike bertentangan dengan pandangan tradisional


tentang pendidikan; salah satu contohnya dapat dilihat dalam teori elemen identik
transfernya. Thorndike (1912) juga memiliki pandangan yang berbeda untuk
pengajaran dengan teknik ceramah yang begitu terkenal saat itu (sampai sekarang):
Metode ceramah dan demonstrasi menampilkan pendekatan yang memiliki kelemahan
dimana guru hanya memberitahu siswa apa yang guru sampaikan saja. Guru
menyampaikan kesimpulan dan percaya siswa akan menggunakan kesimpulan itu untuk
belajar lebih banyak. Guru meminta siswa memperhatikan dia, melakukan yang terbaik
untuk memahami pertanyaan yang tidak datang sendiri dari mereka dan jawaban yang
tidak berasal dari mereka. Guru hanya mendidik siswa seperti seseorang yang
memberikan warisa Dia juga berkata, Kesalahan yang paling umum yang dilakukan
orang yang tidak berpengalaman dalam hal mengajar adalah berharap siswa mereka
memahami apa yang diberitahukan oleh guru. Tetapi memberitahu bukanlah
mengajarkan. Ekspresi fakta yang ada dalam pikiran seseorang adalah dorongan alami
ketika seseorang ingin orang lain mengetahui fakta-fakta ini, sama halnya dengan
menggendong dan menidurkan anak yang sakit yang muncul karena dorongan alami
juga. Tetapi memberitahu fakta kepada anak tidak akan menyembuhkan dia dari
keacuhan sama halnya dengan tepukan tidak akan menyembuhkan anak yang terkena
demam.
Lalu apa yang dimaksud dengan pengajaran yang baik? Untuk mewujudkan pengajaran
yang baik, pertama kali Anda harus benar-benar tahu apa yang ingin Anda ajarkan. Jika
Anda tidak benar-benar mengetahui apa yang Anda akan ajarkan, Anda tidakakan tahu
materi apa yang akan Anda sajikan, respon apa yang Anda cari, dan kapan harus
memberikan pemuas kepada siswa. Prinsip ini tidak sejelas seperti kelihatannya.
Meskipun tujuh aturan Thorndike (1992) didesain untuk mengajarkan aritmatika, aturan
ini menampilkan saran dia untuk pengajaran secara umum:

1. Pertimbangkan situasi yang dihadapi oleh siswa.


2. Pertimbangkan respon yang ingin Anda hubungkan.
3. Bentuklah pertalian: Jangan berharap pertalian muncul karena keajaiban.
4. Jangan buat pertalian yang harus diputus.
5. Jangan buat dua atau tiga pertalian jika satu saja sudah cukup.
6. Buatlah pertalian yang nanti dibutuhkan lagi.
7. Pilihlah situasi yang cocok dengan hidup dan respon yang penting untuk hidup.

•PENERAPAN TEORI BELAJAR

Penerapan Teori Belajar Koneksionisme

a. Guru dalam proses pembelajaran harus tahu apayang hendak diberikan kepada
siswa.
b. Dalam proses pembelajaran, tujuan yang akandicapai harus dirumuskan dengan
jelas, masihdalam jangkauan kemampuan siswa.
c. Motivasi dalam belajar tidak begitu penting, yanglebih penting ialah adanya respon-
respons yangbenar terhadap stimuli.
d. Ulangan yang teratur perlu sebagai umpan balikbagi guru, apakah proses
pembelajaran sudahsesuai dengan tujuan yang ingin dicapai atau belum.
e. Siswa yang sudah belajar dengan baik segeradiarahkan.
f. Situasi belajar dibuat mirip dengan kehidupan nyata,sehingga terjadi transfer dari
kelas ke lingkunganluar.
g. Materi pembelajaran yang diberikan harus dapatditerapkan dalam kehidupan sehari-
hari.
h. Tugas yang melebihi kemampuan peserta didiktidak akan meningkatkan
kemampuan siswa dalammemecahkan permasalahannya
Implikasi Hukum Kesiapan dalam Pendidikan

a. Sebelum gurudalam kelas mulai mengajar, maka anak – anak disiapkan mentalnya
terlebih dahulu. Misalnya anak disuruh duduk yang rapi, tenang dan sebagainya.
b. Penggunaan tes bakat sangat membantu untuk menyalurkan bakat anak. Sebab
mendidik sesuai dengan bakatnya akan lebih lancar dibandingkan dengan bila tidak
berbakat.

Implikasi Hukum Kesiapan dalam Pendidikan

Penggunaan hukum latihan dalam proses belajar mengajar adalah prinsip ulangan,
misalnya :

a. Memberi keterampilan kepada para siswa agar sering atau makin banyak
menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya.
b. Diadakan latihan resitasi dari bahan – bahan yang dipelajari.
c. Diadakan ulangan – ulangan yang teratur dan bahkan dengan ulangan yang ketat
atau system drill, ini akan memperkuat hubungan S-R.

Implikasi Hukum Efek dalam Pendidikan

a. Pengalaman/situasi kelas/kampus buatlah sedemikian rupa sehingga menyenangkan


bagi para siswa/mahasiswa/guru maupun karyawan sekolah. Penghuni sekolah
merasa puas, aman, dan mereka senang pada tugasnya masing – masing.
b. Bahan–bahan pengajaran buatlah ada artinya, dapat diterima atau dimengerti
berguna bagi kehidupan.
c. Tugas–tugas sekolah diatur dengan tahap–tahap pencapaian hasilnya dan memberi
keyakinan bagi para pelajar, guru, maupun petugas lainnya.
d. Tugas-tugas sekolah ditata dengan tahap-tahap kesukarannya sehingga para siswa
dapat maju tanpa mengalami kegagalan
e. Bahan-bahan pelajaran diadakan variasi dan metode pengajaran juga dapat dibuat
bervariasi agar pengalaman-pengalaman belajar mengajar menjadi segar dan
menyenangkan, tidak menjemukan.
f. Bimbingan , pemberian hadiah, pujian, bahkan bila perlu hukuman tentulah akan
dapat memberi motivasi proses belajar mengajar.
DAFTAR PUSTAKA

Hergenhahn, B.R dan Matthew H.Olson. 2008. Theories Of Learning. Jakarta :


Kencan Prenada Media Group.

Demulf, Abisafit. 2012. TEORI Pembelajaran Edward Lee Thorndike.Tersedia pada :


http://abisavitdemulf.blogspot.co.id/2012/04/teori-pembelajaran-edward-lee-
thorndike.html. (Diakses tanggal 20 April 2012).

Anda mungkin juga menyukai