Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Setiap mesin dirancang dan dibuat untuk memberikan fungsi – fungsi
tertentu tertentu yang dapat meringankan pekerjaan manusia. Untuk dapat
memberikan fungsi tersebut, sebuah mesin memerlukan kerjasama dari berbagai
komponen yang bekerja menurut suatu mekanisme. Sebagai penggerak dari
mekanisme tersebut dapat digunakan tenaga hewan atau manusia secara langsung
jika mesinnya sederhana, tetapi karena berbagai alasan, sebagian besar mesin
menggunakan motor penggerak (engine) yang bisa berupa motor bakar maupun
motor listrik. Motor – motor tersebut pada umumnya memberikan daya dalam
bentuk putaran pada sebuah poros, yang disebut poros penggerak, yang
selanjutnya akan diteruskan ke seluruh komponen dalam mekanisme. Sebagai
penyambung antara poros penggerak dan poros yang digerakkan maka digunakan
kopling dalam operasinya.
Salah satu sistem transmisi adalah roda gigi, yang secara umum digunakan
untuk memindahkan atau meneruskan daya dan putaran poros. Dengan adanya
roda gigi dapat dinaikkan atau diturunkan jumlah putaran poros pada poros
keluaran dengan jalan mengatur rasio roda gigi.
Di luar cara transmisi di atas, ada pula cara lain untuk meneruskan daya,
yaitu dengan sabuk atau rantai. Namun demikian, transmisi roda gigi mempunyai
keunggulan dibandingkan dengan sabuk atau rantai karena lebih ringkas, putaran
lebih tinggi dan tepat, dan daya lebih besar. Kelebihan ini tidak selalu
menyebabkan dipilihnya roda gigi di samping cara yang lain, karena memerlukan
ketelitian yang lebih besar dalam pembuatan, pemasangan maupun
pemeliharaannya. Pemakaian roda gigi sebagai alat transmisi telah menduduki
tempat terpenting di segala bidang selama 200 tahun terakhir ini. Penggunaaannya
dimulai dari alat pengukur yang kecil dan teliti seperti jam tangan, sampai roda
gigi reduksi pada turbin besar yang berdaya hingga puluhan megawatt.

1
1.2. Tujuan
Adapun Tujuan tugas rancangan roda gigi ini adalah:
1. Agar mahasiswa memahami hal-hal utama yang harus diperhatikan
terutama prinsip kerja dan merancang bagian-bagian dari sistem transmisi
roda gigi (gear box).
2. Agar mahasiswa memahami berbagai hubungan karakteristik bahan dan
sifat yang dibutuhkan untuk digunakan dalam merancang suatu sistem
transmisi roda gigi (gear box).

1.3. Batasan Masalah


Dalam tugas rancangan roda gigi ini dibatasi pada perencanaan sistem
roda gigi (gear box) untuk kenderaan roda dua jenis Yamaha Jupiter MX 135 LC
dengan ketentuan sebagai berikut:
Daya N = 11,33 HP
Putaran n = 8500 rpm

Perancangan meliputi perhitungan komponen – komponen utama sistem


roda gigi menentukan dan memilih bahan yang sesuai disertai dengan gambar
kerja dan detail.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Roda Gigi


Transmisi dengan system roda gigi adalah berfungsi untuk meneruskan daya
dan putaran dari poros penggerak ke poros yang digerakkan.

2.2 Fungsi Transmisi Roda Gigi


 Disamping fungsi utama sebagai penerus daya dan putaran, transmisi
roda gigi juga mempunyai fungsi lain, yaitu :
 Memungkinkan dapat diperolehnya perbedaan putaran dan daya yang
di inginkan, dengan adanya perbedaan reduksi roda gigi.
 Memungkinkan kendaraan dapat bergerak mundur tanpa mengubah
arah perputaran mesin, yaitu dengan adanya roda gigi perantara.
 Memungkinkan kendaraan atau unit system yang akan digerakkan
dapat berhenti sementara, walaupun mesin tetap beroperasi, yaitu
dengan adanya netral pada roda gigi.

2.3 Prinsip Kerja


 Untuk mendapatkan putaran yang lebih besar, maka dibuat
perbandingan reduksi roda gigi, yaitu roda gigi yang berdiameter
Besar digerakkan oleh roda gigi yang lebih Kecil.
 Untuk memperoleh putaran yang lebih kecil maka roda gigi
penggerak berdiameter kecil dan yang digerakkan berdiameter lebih
besar dari roda gigi penggerak.

3
2.4. Nama-Nama Bagian Roda Gigi dan Ukurannya
Adapun nama – nama bagian utama roda gigi diberikan dalam gambar 2.1.

Gambar 2.1 : Nama – nama bagian roda gigi

Keterangan gambar di atas sebagai berikut:


1. Diameter jarak bagi (d dalam mm) adalah lingkaran khayal yang
menggelinding tanpa slip.
2. Ukuran gigi dinyatakan dengan jarak bagi lingkar (t dalam mm) yaitu jarak
bagi antara profil dua gigi yang berdekatan. Jika jumlah roda gigi adalah z
maka:
d
t [Lit. 7 hal.
z
214]
Modul merupakan hasil bagi diameter dengan jumlah gigi:
d
m [Lit. 7 hal. 214]
z
Maka hubungan modul dan jarak bagi lingkar adalah:
t=πm [Lit. 7 hal. 214]
4. Ukuran gigi dinyatakan dengan jarak bagi lingkaran (t dalm mm) yaitu jarak
bagi antara profil 2 gigi yang berdekatan jika jumlah roda gigi adalah 2 maka:
d
t
2

4
Modul merupakan hasil bagi diameter dengan jumlah gigi :
d
M   mm
Z
Maka hubungan modul dan jarak bagi lingkaran adalah :
t  M  mm

Jarak bagi diametral adalah diameter (mm) per jumlah gigi jarak bagi lingkaran.
Jarak bagi lingkaran
d
t  mm
Z
Dimana = d = diameter jarak bagi lingkaran (mm)
Z= Jumlah gigi.

1. Pada roda gigi luar bagian gigi luar lingkaran jarak bagi disebut kepala
dan tinggimya disebut tinggi kepala atau addendum yang biasanya sama
dengan modul dalam mm atau 1/Dp dalam inch
hkepala  M (mm)

Atau hkepala  0,8M (dari normalisasi N346)


2. Bagian gigi di sebelah dalam lingkaran jarak bagi disebut kaki dan tingginya
disebut tinggi kaki atau dedendum yang besarnya:
hkaki  m  C k  mm [Lit. 7 hal. 215]
Ck Dapat diambil 25%.M
Tinggi kaki = hf = M+ck
=M+25%
=1,25.M
3. Ck adalah kelonggaran puncak yaitu celah antara lingkaran kepala dan
lingkaran kaki dari gigi pasangannya
4. Pada lingkaran diameter jarak bagi terdapat tebal gigi dan celahnya yaitu
setengah jarak bagi lingkar.
t  m
b   mm [Lit. 7 hal. 215]
2 2

5
5. Titik potong antara profil gigi dengan lingkaran jarak bagi disebut titik jarak
bagi. Sudut yang dibentuk garis normal pada kurva bentuk profil pada jarak
bagi dengan garis singgung lingkaran jarak bagi (juga pada titik jarak bagi)
disebut sudut tekanan. Roda gigi yang mempunyai sudut tekanan yang sama
besar serta proporsinya seperti diuraikan di atas disebut roda gigi standar.
Roda gigi ini dapat saling bekerja sama tanpa dipengaruhi oleh jumlah
giginya. Sehingga dapat pula disebut roda gigi yang dapat dipertukarkan.

2.5 Klasifikasi Roda Gigi


Roda gigi dapat diklasifikasikan menurut letak poros dan bentuk jalur gigi,
roda gigi dengan poros sejajar adalah roda gigi dimana gigi – giginya pada dua
bidang silinder yang disebut jarak bagi, kedua bidang silinder tersebut
bersinggungan dan satu menggelinding pada bagian yang lain dengan sumbu tetap
sejajar.
a. Roda Gigi Lurus

Gbr 2.2 Roda gigi lurus


Roda gigi lurus merupakan roda gigi yang paling besar dengan jalur –
jalur giginya sejajar dengan poros dan penggunaannya hanya dapat untuk
mentransmisikan putaran dan daya pada sumbu sejajar.

b. Roda Gigi Miring


Roda gigi miring mempunyai jalur gigi yang berbentuk ulir pada silinder
jarak bagi pada roda gigi miring ini jumlah pasangan gigi yang saling membuat
kontak adalah lebih besardari roda gigi lurus, sehingga pemindah momen atau

6
putaran melalui gigi tersebut dapat berlangsung dengan halus. Sifat ini sangat baik
untuk mentransmisikan putaran tinggi dan besar.

Gbr 2.3 Roda gigi miring

c. Roda Gigi Miring Ganda


Pada roda gigi miring ganda, gaya aksial yang timbul pada gigi yang
mempunyai alur yang berbentuk V tersebut akan saling meniadakan. Dengan roda
gigi ini perbandingan reduksi, kecepatan keliling dan daya yang diteruskan dapat
diperbesar tapi pembuatannya sangat sukar.

Gbr 2.4 Roda gigi miring ganda


d. Roda Gigi Kerucut
Roda gigi kerucut lurus dengan roda gigi lurus adalah yang paling
mudah dibuat dan sering dipakai. Tetpi roda gigi ini sangat berisik karena
perbandingan kontaknya sangat kecil, juga konstruksinya tidak memungkinkan
untuk memasang bantalan pada ujung porosnya.

7
Gbr 2.5 Roda gigi kerucut

e. Roda Gigi Cacing Silindris


Roda gigi ini dapat memindahkan daya dan putaran yang mempunyai
reduksi yang besar dan pada umumnya roda gigi ini dipakai untuk beban yang
sangat besar.

Gbr 2.6 Roda gigi cacing silindris

g. Roda Gigi Cacing Globoid


Roda gigi ini mempunyai fungsi yang sama dengan roda gigi cacing
silindris. Bedanya hanya pada system perbandingan kontak yang lebih besar,
akibat mempunyai alur cacing selubung ganda.

Gbr 2.7 Roda gigi cacing globoid

8
h. Roda Gigi Hipoid
Roda gigi ini hanya digunakan pada roda gigi differensial auto mobil.
Roda gigi ini mempunyai jalur gigi berbentuk spiral pada bidang kerucut yang
simbolnya bersilang dan pemindahan gaya pada permukaan berlangsung secara
meluncur dan menggelinding.

Gbr 2.8 Roda gigi cacing hipoid

i. Roda gigi dalam


Dipakai jika diigini alat transmisi dengan ukuran kecil dengan perbandingan
reduksi besar, karena piyon terletak didalam roda gigi seperti terlihat pada
Gambar 2.9 dibawah ini.

Gambar 2.9 Roda gigi dalam

2.6 Perbandingan Putaran dan Perbandingan Roda Gigi.


Jika perputaran roda gigi yang berpasangan dinyatakan dengan n1 (rpm)
pada poros penggerak dan n2 (rpm) pada poros yang digerakkan, diameter jarak
bagi d1 dan d2 dalam mm dan jumlah gigi z 1 dan z2, maka perbandingan putaran
adalah :
n 2 d1 m z1 z1 1
u     [Lit. 7 hal. 216]
n1 d 2 m z 2 z 2 i

9
Dimana i adalah perbandingan jumlah gigi pada roda gigi 2 (digerakkan) terhadap
roda gigi 1 (penggerak / pinyon).
Pada roda gigi lurus standar i = 4 ÷ 5 atau hingga 7 jika dengan perubahan
kepala. Pada roda gigi miring dan miring ganda dapat mencapai 10. Roda gigi
dipakai untuk reduksi jika u < 1 atau i > 1 dan juga menaikkan putaran jika u > 1
atau i < 1.
Jarak sumbu poros a (mm) dan diameter lingkaran jarak bagi d 1 dan d2
dalam mm dapat dinyatakan sebagai berikut:
d1  d 2 m z1  z 2 
a 
2 2
2a
d1  [Lit. 7 hal. 216]
1 i
2ai
d2 
1 i

2.7 Pemilihan Roda Gigi


Dalam hal ini jenis roda gigi yang dirancang adalah, roda gigi lurus,
dimana ketentuan lain diambil dari beberapa buku yang memuat perencanaan dan
elemen mesin.
Pada roda gigi lurus diperoleh beberapa keuntungan, yaitu :
 Gaya aksial sejajar dengan sumbu poros selingan, kemungkinan
meluncur lebih mudah.
 Penggantian kecepatan pada transmisi lebih cepat dan mudah
dibandingkan dengan roda gigi miring, roda gigi cacing, dan lainnya.
 Biaya pembuatan relatif murah dan ekonomis.

2.8 PENGERTIAN POROS


Poros (keseluruhannya berputar) adalah untuk mendukung suatu momen
putar dan mendapat tegangan puntir atau tegangan puntir dan lentur.
Menurut arah memanjangnya (longitudinal) maka dibedakan poros yang
bengkok (poros engkol) terhadap poros lurus biasa, sebagai poros pejal atau poros
berlubang, keseluruhannya rata atau dibuat mengecil. Menurut penampang
melintangnya disebutkan sebgai poros bulat dan poros profil (contohnya dengan

10
profil alur banyak dan profil K). di samping itu dikenal juga poros engsel, poros
teleskop, poros lentur dan lain – lain.
Persyaratan khusus terhadap disain dan pembuatan adalah sambungan dari
poros dan naaf dan dari poros dengan poros.
Pembuatan poros sebagai berikut. Sampai diameter 150 mm adalah dari
baja bulat (St42, St50, St70 dan baja campuran) yang diputar, dikupas atau ditarik.
Dari lebih tebal ditempa menjadi jauh lebih kecil. Poros beralur diakhiri dengan
penggosokan, dan dalam hal dikehendaki bulatan yang tepat. Tempat bantalan dan
peralihan menurut persyaratan diputar halus, digosok, dipoles, dicetak dan pada
pengaretan tinggi kemudian dikeraskan.

Penentuan Daya Perancangan.


Poros yang akan dirancang adalah poros transmisi yang digunakan untuk
mentransmisikan daya dan putaran sebesar:
N  11,33Ps

Penentuan daya rencana diperoleh dari rumus


Pd  f c  N [Lit. 7 hal. 7]
dimana :
Pd = daya rencana (W)
fc = faktor koreksi
N = daya nominal keluaran motor penggerak (W).
Ada beberapa jenis faktor koreksi sesuai dengan daya yang akan
ditransmisikan sesuai dengan Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jenis – jenis faktor koreksi berdasarkan daya yang akan ditransmisikan

Daya yang Akan Ditransmisikan fc


Daya rata-rata yang diperlukan 1,2 - 2,0
Daya maksimum yang diperlukan 0,8 - 1,2
Daya normal 1,0 - 1,5
Sumber: Dasar Pemilihan dan Perancangan Elemen Mesin, Sularso & Kiyokatsu Suga, Hal. 7

Untuk merancang poros, daya yang ditransmisikan sesuai dengan brosur


kenderaan merupakan daya maksimum mesin, dari harga fc pada tabel 2.1.

11
diperoleh faktor koreksi 0,8 – 1,2. Disini dipilih faktor koreksi sebesar ( 1,2 ) yang
merupakan harga terbesar sehingga daya recana yang dipakai pada perancangan
lebih besar sehingga rancangan akan memilki dimensi yang lebih besar dan akan
benar – benar aman. Selain itu juga dapat mengimbangi kerugian – kerugian yang
terjadi akibat gesekan.

2.9 Analisa Beban.


Dengan adanya daya dan putaran, maka poros akan mendapat beban berupa
momen puntir dan momen lentur. Oleh sebab itu dalam penentuan ukuran-ukuran
utama dari poros akan dihitung berdasarkan beban puntir serta kemungkinan-
kemungkinan kejutan/tumbukan dalam pembebanan, seperti pada saat motor
mulai berjalan.
Besarnya momen punter ( torsi ) yang dikerjakan pada poros dapat dihitung
dengan :
Pd
T  9,55 joseph,hal 55]
n
dimana:
T = Torsi (Nmm)
Pd = daya rencana (W)
n = putaran (rpm).

2.10 Pemilhan Bahan Poros.


2.10.1 Pemilihan Bahan Poros Output.
Poros untuk mesin umum biasanya dibuat dari baja karbon yang difinis
dingin (disebut bahan S-C) yang dihasilkan dari ingot yang di-kill (baja yang
dideoksidasikan dengan ferrosilikon dan dicor, kadar karbon terjamin). Jenis-jenis
baja S-C beserta sifat-sifatnya dapat dilihat pada Tabel 2-2.

Tabel 2-2 Batang baja karbon yang difinis dingin (Standar JIS)
Perlakuan Diameter Kekuatan Tarik Kekerasan
Lambang
Panas (mm) 2
(kg/mm ) HRC (HRB) HB

12
20 atau
58 – 79 (84) – 23 -
Dilunakkan kurang
53 - 69 (73) - 17 144 - 216
21 – 80
S35C-D 20 atau
Tanpa 63 – 82 (87) - 25 -
kurang
dilunakkan 58 - 72 (84) - 19 160 - 225
21 – 80
20 atau
65 – 86 (89) - 27 -
Dilunakkan kurang
60 - 76 (85) - 22 166 - 238
21 – 80
S45C-D 20 atau
Tanpa 71 – 91 12 - 30 -
kurang
dilunakkan 66 - 81 (90) - 24 183 - 253
21 – 80
20 atau
72 – 93 14 - 31 -
Dilunakkan kurang
67 - 83 10 - 26 188 - 260
21 – 80
S55C-D 20 atau
Tanpa 80 – 101 19 - 34 -
kurang
dilunakkan 75 - 91 16 - 30 213 - 285
21 – 80
Sumber : Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Sularso dan Kiyokatsu Suga,
halaman 330
Dalam perancangan poros output ini dipilih bahan S 45 C-D tanpa
dilunakkan dan diperkirakan diameternya < 20 mm maka kekuatan tariknya
diambil 81 kg/mm2. tegangan geser ijin untuk bahan ini dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:
B
a  [Lit. 7 hal. 8]
Sf 1 Sf 2

dimana:
τa = tegangan geser ijin bahan (kg/mm2)
σB = kekuatan tarik bahan (kg/mm2)
Sf1 = faktor keamanan untuk batas kelelahan puntir yang harganya 5,6
untuk bahan S-F dan 6,0 untuk bahan S-C
Sf2 = faktor keamanan akibat pengaruh konsentrasi tegangan seperti
adanya alur pasak pada poros, harganya 1,3÷3,0

2.10.2 Pemilihan Bahan Poros Output

13
Poros output dibuat bersatu dengan roda gigi perantara sehingga, dalam
memilih bahan untuk poros ini kita ambil dari tabel bahan roda gigi sebagai
berikut:
Tabel 2.3. Tegangan lentur diijinkan pada bahan roda gigi
Tegangan
Kekuatan Kekerasan
Kelompok Lambang lentur
tarik (Brinnel)
bahan bahan dijinkan
σB (kg/mm2) HB
σa (kg/mm2)
FC 15 15 140 ÷ 160 7
FC 20 20 160 ÷ 180 9
Besi cor
FC 25 25 180 ÷ 240 11
FC 30 30 190 ÷ 240 13
SC 42 42 140 12
Baja cor SC 46 46 160 19
SC 49 49 190 20
Baja karbon S 25 C 45 123 ÷ 183 21
S 35 C 52 149 ÷ 207 26
untuk
konstruksi S 45 C 58 167 ÷ 229 30
mesin
400 (dicelup
S 15 CK 50 dingin dalam 30
Baja paduan
minyak)
dengan
SNC 21 80 600 35 ÷ 40
pengerasan
(dicelup
kulit SNC 22 100 40 ÷ 55
dingin
dalam air)
Baja khrom SNC 1 75 212 ÷ 255 35 ÷ 40
SNC 2 85 248 ÷ 302 40 ÷ 60
nikel SNC 3 95 269 ÷ 321 40 ÷ 60
Perunggu 18 85 5
Logam delta 35 ÷ 60 - 10 ÷ 20
Perunggu
19 ÷ 30 80 ÷ 100 5÷7
fosfor (coran)
Perunggu nikel
64 ÷ 90 180 ÷ 260 20 ÷ 30
(coran)
Damar phenol,
3÷5
dll
Sumber : Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Sularso dan Kiyokatsu Suga,
halaman 241
Dari tabel 2.3. kita pilih bahan poros perantara dari baja paduan dengan
pengerasan kulit jenis SNC 21 dengan kekuatan tarik 80 kg/mm 2. Dari data
sebelumnya untuk bahan S-C dipilih faktor keamanan Sf 1 = 6,0 dan Sf2= 1,5
karena roda gigi perantara dibentuk pada poros perantara ini.

14
Perancangan Diameter Poros.
Pada perancangan roda gigi ini (dengan memperhatikan gambar assembly roda
gigi) terdapat poros input, poros output dan poros perantara. Poros input
merupakan poros yang berhubungan dengan kopling secara langsung. Sehingga
poros input ini telah dirancang pada tugas rancang kopling. Pada tugas rancang ini
akan dirancang poros output dan poros perantara saja.

Perancangan Diameter Poros Input.


Pada poros ini terjadi tegangan geser dan diharapkan tegangan geser yang
terjadi lebih kecil dari tegangan geser ijin bahan. Dimana tegangan geser yang
timbul adalah:

16 T
a  3
 K t  Cb  [Lit. 7 hal. 8]
 dp

dimana:
dp = diameter poros (mm)
Kt = faktor koreksi terhadap momen puntir yang besarnya:
1,0 jika beban dikenakan halus
1,0 – 1,5 jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan
1,5 – 3,0 jika beban dikenakan dengan kejutan atau tumbukan
Cb = faktor koreksi untuk kemungkinan terjadinya beban lentur
harganya berkisar 1,2 – 2,3
T = momen puntir yang ditransmisikan (kgmm).

Dari data – data yang diperoleh di atas maka diambil harga faktor koreksi
momen puntir Kt =1,2 karena poros akan mendapat kejutan atau tumbukan. Faktor
koreksi terhadap beban lentur diambil Cb = 1,3, karena pada poros output akan
dipasang roda gigi output yang menyebabkan poros mengalami beban lentur
Maka, dipilih diameter poros output 11 mm.
Jika momen rencana dari poros adalah T = (kg.mm), dan diameter poros
adalah do adalah (mm), maka gaya tangensial F(kg) pada permukaan poros adalah

15
T
F
 d o 2

Perancangan Diameter Poros Output


Ukuran poros output diperoleh dengan menggunakan persamaan yang
sama dengan persamaan yang dipakai pada poros output. Hanya saja pada
perancangan ini faktor keamanan yang diambil berbeda. Dari pemilihan bahan
sebelumnya poros perantara ini dibuat dari bahan baja paduan dengan pengerasan
kulit jenis S 15 CK dimana tegangan geser ijin 5,208 kg/mm 2. Faktor koreksi
terhadap beban lentur Cb diambil 1,2 agar poros aman terhadap kemungkinan
terjadinya beban lentur dari roda gigi perantara yang terdapat pada poros ini dan
faktor keamanan Kt diambil 1,4 karena poros mungkin akan mendapat kejutan.
Maka dengan membandingkan tegangan geser ijin bahan dan tegangan
geser yang timbul pada poros akan diperoleh:

a a
16 T
 Kt  C   a
b
d 3
P

3 16 T
dP   K t  Cb

a

Maka dipilih diameter poros perantara sebesar 11,2 mm.

Jika momen rencana dari poros adalah T = (kg.mm), dan diameter poros
adalah do adalah (mm), maka gaya tangensial Ft (kg) pada permukaan poros

adalah ;
T
F
 d o 2

Tabel 2.2 Diameter poros (satuan : mm)

16
4 10 *22,4 40 100 *224 400
24 (105) 240
11( diambil) 25 42 110 250 420
260 440
4,5 *11,2(diambil) 28 45 *112 280 450
12 30 120 300 460
*31,5 48 *315 480
5 *12,5 32 50 125 320 500
130 340 530
35 55
*5,6 14 *35,5 56 140 *355 560
(15) 150 360
16 16 38 60 160 380 600
(17) 170
*6,3 18 63 180 630
19 190
20 200
22 65 220
7 70
*7,1 71
75
8 80
85
9 90
95

Pemeriksaan Kekuatan Poros.


Pemeriksaan kekuatan poros dilakukan dengan membandingkan tegangan
geser yang timbul pada poros dan tegangan geser ijin dari bahan poros. Yaitu
tegangan geser yang timbul tidak boleh melebihi tegangan geser ijin bahan agar
poros aman saat dioperasikan.

17
Pemeriksaan Kekuatan Poros Output.
Diameter poros output yang dipilih adalah 11 mm, dengan tegangan geser
ijin bahan sebesar 7,656 kg/mm2. Torsi T = 1161,05 kg.mm, faktor keamanan Kt =
2,0 dan faktor koreksi beban lentur Cb = 2,1. Maka tegangan geser yang timbul
adalah:
16  T
  K C
a t
 d 3
P

sehingga poros output aman dari tegangan yang terjadi.

Pemeriksaaan kekuatan Poros Output.


Diameter output yang dipilih adalah 11,2 mm dengan tegangan geser ijin

kg
bahan sebesar 0,888 ,Torsi T= 1161,0,5 kg.mm, Faktor keamanan Kt =
mm 2
1,2 dan factor koreksi beban lentur Cb = 1,4, maka tegangan geser yang
ditimbulkan adalah :

16  T
  K  Cb
a t
 d 3
P

Sehingga poros output aman dari tegangan yang terjadi.

Analisa Roda Gigi Pada Kecepatan I.


A. Modul.
Pada kecepatan I direncanakan jumlah gigi zA = 20 gigi, maka modulnya
dapat dihitung :
T
m = 3
1,57 xxCxz

dimana,
m = modul
z = Jumlah gigi
 = koef. Pemasangan
C = konstanta bahan
T = Torsi rencana (1161,05 kg.mm).

18
bahan roda gigi yang digunakan adalah Baja S 45 dengan konstanta bahan
C = 60 kg/cm2 dan koefisien pemasangan  =30 (Dengan kolager dst).

Tabel 2.4: Harga konstanta dari bahan


Bahan C (kg/cm2)
Besi tuang Bt 18 25

Besi tuang Bt 26 35

Besi tuang Bt 52 35 – 65

Baja st 34 55

Baja st 45 60

Baja st 50 70

Baja st 60 85

Baja st 70 100

Tabel 2.5 : Faktor Ketelitian Pemasangan Roda Gigi

Cara Pemasangan 
Dengan kolager dst 0 sampai 30

Pemasangan teliti 0 sampai 25

Pemasangan biasa 0 sampai 15

Tabel 2.6: Harga modul standart (JIS B 1701 – 1973) (satuan : mm)
Seri Seri Seri Seri Seri Seri
Ke - 1 Ke - 2 Ke – 3 Ke - 1 Ke - 2 Ke - 3
0,1 3,5
0,15 4 3,75
0,2 4,5
0,25 5
0,3 5,5
0,35 6 6,5

19
0,4 7
0,45 8
0,5 9
0,55 10
0,6 0,65 11
0,7 12
0,75 14
0,8 16
0,9 18
1 20
1,25 22
1,5 25
1,75 28
2 32
2,25 36
2,5 40
2,75 45
3
0,325 50

Gambar 4.1 : transmisi roda gigi pada kecepatan I.


Ratio transmisi (i), sehingga untuk mencari jumlah gigi pada gear H
adalah:
ZH  ixZA
 Rumus untuk dimensi roda gigi pada kecepatan I :
Pinion A
a. Diameter Pitch (DPA) = ZA x M
b. Diameter luar (DOAH) = DPA + (2xM)
c. Diameter kaki (DIA) = DPA – (2 x 1,25 x M)

20
 Gear H.
a. Diameter Pitch (DPH) = ZH x M
b. Diameter luar (DOH) = DPH + (2xM)
c. Diameter kaki (DIH) = DPH – (2 x 1,25 x M)

untuk tebal, lebar dan tinggi pinion dan gear di rencanakan sama yaitu :
lebar gigi (b) = c x m
tinggi kepala addendum (ha) = M = 1,25
tinggi kaki addendum (hf) = 1,25 x M
tebal gigi  t   0,5 xx1,25

Tegangan-tegangan yang terjadi.


 pinion A
bFth
Tegangan lentur yang terjadi adalah  t 
bt 2
Dimana :  t = Tegangan lentur yang terjadi  kg / mm 2 

Ft = Gaya tanensial pada roda gigi (kg)


h = tinggi gigi (mm)
= h = ha + hf = 1,25 + 1,5625 = 1,81 mm
b = lebar sisi roda gigi
t = tebal gigi

Selanjutnya akan dihitung kecepatan keliling dari rod gigi dengan


mengggunakan persamaan sebagai berikut.
 .DpA.n 1
V 
60000
Dimana: V = Kecepatan keliling (m/s)
DpA = Diameter poros Input (mm)
n1 = Putaran poros Input (rpm)
Besar Gaya tangensial yang dialami roda gigi adalah :
102 Pa
Ft 
V
Dimana : Ft = Gaya tangensial roda gigi (kg)

21
Pa = Daya perancangan (kw)
V = Kecepatan keliling (m/s)
Tegangan geser yang terjadi (tg) :
F
a  (A = Luas penampang = b x h )
A

Pemeriksaaan kekuatan roda gigi pada kecepatan 1


Pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan antara antara tengan yang terjadi
dengan tengan izin bahan roda gii tersebut 30kg/mm,maka;
b  30kg / mm 2

Sehingga konstruksi roda gigi akan terhadap tegangan lentur yang


terjadi,sedangkan tegangan geser yang di izinkan pada roda gigi ini adalah;
 a  0,8 x b

Rumus untuk diameter :


a. Diameter Pitch (DpB) = ZB x m
b. Diameter luar (DOB) = DpB + (z x m)

2.11 SPLINE DAN NAAF


Pada dasarnya fungsi spline adalah sama dengan pasak, yaitu meneruskan
daya dan putaran dari poros ke komponen-komponen lain yang terhubung
dengannya, ataupun sebaliknya. Perbedaannya adalah spline menyatu atau
menjadi bagian dari poros sedangkan pasak merupakan komponen yang terpisah
dari poros dan memerlukan alur pada poros untuk pemasangannya. Selain itu
jumlah spline pada suatu konstruksi telah tertentu berdasarkan standar SAE,
sedangkan jumlah pasak ditentukan sendiri oleh perancangnya. Hal ini
menyebabkan pemakaian spline lebih menguntungkan dilihat dari segi
penggunaannya karena sambungannya lebih kuat dan beban puntirnya merata di

22
seluruh bagian poros dibandingkan dengan pasak yang akan menimbulkan
konsentrasi tegangan pada daerah di mana pasak dipasang.
Untuk pemakaian spline pada kenderaan bermotor, mesin perkakas dan
mesin produksi, perhitungannya dilakukan berdasarkan standar dari SAE (Society
of Automotive Engineering). Simbol – simbol yang digunakan dalam satandarisasi
ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1. Spline

Dimana: D = diameter luar spline


d = diameter dalam spline
h = tinggi spline
w = lebar spline
L = panjang spline
Ukuran spline untuk berbagai kondisi operasi telah ditetapkan dalam standar
SAE dan dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut ini.

Tabel 2.7. Spesifikasi spline untuk berbagai kondisi operasi (standar SAE)
Number To Slide When not To Slide When
Permanent Fit All Fits
of Under Load Under Load
Splines H D H D h d w
4 0,075D 0,850D 0,125D 0,750D - - 0,241D
6 0,050D 0,900D 0,075D 0,850D 0,100D 0,800D 0,250D
10 0,045D 0,910D 0,070D 0,860D 0,095D 0,810D 0,156D
16 0,045D 0,910D 0,070D 0,860D 0,095D 0,810D 0,098D
Sumber : Kent’s, Mechanical Engineering Handbook, Halaman 15-15

A Pemilihan Bahan Spline.

23
Karena spline menyatu dengan poros maka bahan spline sama dengan
bahan poros. Sehingga spline pada poros output juga terbuat dari bahan baja
karbon S 45 C-D dengan tegangan geser ijin 9 kg/mm 2 sedangkan spline pada
poros perantara juga terbuat dari baja paduan SNC 21 dengan tegangan geser ijin
8,888 kg/mm2.

B .Perancangan Spline Pada Poros Output.


Spline pada poros output menghubungkan sincronizer dengan poros
output. Sincronizer akan meluncur pada spline pada poros output saat dilakukan
pertukaran kecepatan. Maka untuk semua spline pada poros output ini dipilih dari
tabel 5.1. yaitu “to slide under load” dengan jumlah spline 6 buah. Berikut ini
adalah ukuran – ukuran utama spline pada poros ini.
Karena spline disini merupakan alur dalam maka diameter luar spline
adalah diameter poros output atau D = 11 mm. Maka diameter dalam spline
adalah:
d  0,810 D

Dd
Tinggi spline adalah: h 
2
Lebar spline adalah: w  0,156 D

Maka jari – jari rata – rata spline adalah:


Dd
rm  [Lit. 1 hal. 24]
4
Besarnya gaya yang bekerja pada spline diperoleh dari:
T
F [Lit.7 hal. 59]
rm

di mana:
T = momen puntir yang bekerja pada poros, dari perhitungan pada
Bab 3 diperoleh sebesar 1161,05 kg.mm
F = gaya yang bekerja pada spline (kg)
rm = jari-jari rata-rata spline (mm).

24
Didalam perencanaan roda gigi ini, untuk panjang dari spline tidak
dihitung karena roda gigi ini dipakai untuk transmisi kenderaan sepeda motor jadi,
panjang spline harus sesuai dengan panjang sinkronisasi antara roda gigi yang
terpasang di poros spline tersebut.

C. Perancangan Spline Pada Poros Output.


Spline pada poros perantara ini meneruskan putaran dari poros perantara
ke roda gigi perantara mundur dan roda gigi perantara 5. Pada saat beroperasi
tidak ada pergeseran (slide) yang terjadi pada spline. Untuk itu dari tabel 5.1.
dipilih spline jenis “permanent fit” dengan jumlah spline 6 buah. Berikut adalah
ukuran – ukuran utama spline pada poros perantara ini.
Karena spline di sini merupakan alur dalam maka diameter luar spline
adalah diameter poros perantara. Pada bagian spline ini, diameter poros perantara
telah dihitung, dan ukuran yang diperoleh sebesar D = 11,2 mm. Maka diameter
ini yang menjadi diameter luar spline. Sehingga diperoleh ukuran – ukuran utama
sebagai berikut:
d  0,810 D

Dd
Tinggi spline adalah: h 
2

Lebar spline adalah: w  0,156 D


Maka jari – jari rata – rata spline adalah:
Dd
rm 
4
T
Besarnya gaya yang bekerja pada spline: F 
rm

Didalam perencanaan roda gigi ini, untuk panjang dari spline tidak
dihitung karena roda gigi ini dipakai untuk transmisi kenderaan sepeda motor jadi,
panjang spline harus sesuai dengan panjang sinkronisasi antara roda gigi yang
terpasang di poros spline tersebut.

Perencanaan Naaf.

25
Naaf dan spline merupakan bagian yang saling berkecocokan tetapi
berbeda bagian. Spline berupa tonjolan atau bukit pada sisi poros dan naaf
merupakan pasangan dari bentuk tonjolan atau bukit tersebut. Sama seperti spline,
naaf juga ada pada poros output dan pada porors perantara.
Adapun simbol – simbol yang dipakai dalam perancangan naaf ini adalah:

Gambar 5.2. Naaf

Dimana: D = diameter luar naaf


d = diameter dalam naaf
w = lebar gigi naaf
h = tinggi gigi naaf
L = panjang naaf

Pemilihan Bahan Naaf.


Pada poros output, naaf dibentuk pada sincronizer. Maka bahan naaf sama
dengan bahan dari sincronizer yaitu dari bahan yang sama dengan roda gigi yaitu
baja paduan S 45 C dengan tegangan geser ijin 9 kg/mm 2 dan tegangan tumbuk
ijin sebesar 10,416 kg/mm2. Naaf pada poros perantara dibentuk pada roda gigi
perantara maka bahannya juga dari bahan yang sama dengan roda gigi perantara
yakni baja paduan SNC 21.

Perancangan Naaf Pada Poros Input


Karena naaf bercocokan dengan spline, maka ukuran – ukuran utama
spline langsung dipakai sebagai ukuran naaf.
Maka:

26
Jumlah naaf : i = 6 buah
Diameter luar naaf : D = 11 mm
Diameter dalam naaf : d = 9 mm
Tinggi naaf : h = 1 mm
Jari – jari rata – rata naaf : rm = 5 mm
Panjang naaf : L = sesuai dengan lebar roda gigi ; 10 mm
Gaya yang bekerja pada naaf : F = 232,21 kg
Sedangkan lebar naaf dapat diperoleh dari:
 D  i w spline
w [Lit. 8 hal. 15]
i
dimana:
w = lebar naaf (mm)
D = diameter luar spline atau naaf (mm)
wspline = lebar spline (mm)
i = jumlah gigi spline atau naaf

Perancangan Naaf Pada Poros Output.


Pada poros perantara ini, naaf berkecocokan dengan spline sehingga
ukuran – ukuran utama naaf diambil dari ukuran – ukuran spline, maka:
Jumlah naaf : i = 6 buah
Diameter luar naaf : D = 11,2 mm
Diameter dalam naaf : d = 9,1 mm
Tinggi naaf : h = 1,05 mm
Jari – jari rata – rata naaf : rm = 5 mm
Panjang naaf : sesuai dengan lebar roda gigi ; L = 10 mm
Gaya yang bekerja pada naaf : F = 232,21 kg

Sedangkan lebar naaf dapat diperoleh sebagai berikut:

27
 D  i wspline
w
i

Pemeriksaan Kekuatan Naaf


Pemeriksaan kekuatan naaf dilakukan pemeriksaan terhadap tegangan
geser dan tegangan tumbuk. Pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan
tegangan yang timbul dengan tegangan ijin bahan. Dimana tegangan geser atau
tumbuk yang timbul pada naaf tidak boleh melebihi tegangan geser dan tumbuk
ijin bahan naaf.
Pemeriksaan kekuatan naaf pada sincronizer dilakukan sebagai berikut.
Tegangan geser yang timbul pada naaf adalah:
F
a  [Lit. 7 hal. 25]
iwL

Tampak bahwa tegangan geser dan tumbuk yang timbul, jauh lebih kecil
dari tegangan geser dan tegangan tumbuk ijin bahan naaf

( a   a  1,436 kg mm 2  9 kg mm 2 )

2.12 PENGERTIAN BANTALAN


Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros sehingga putaran dan
gerak bolak – baliknya berlangsung dengan halus, aman dan tahan lama. Bantalan
yang akan dirancang pada perancangan ini adalah bantalan yang terpasang pada
poros output (poros output) dan poros perantara

A. Perancangan Bantalan Pada Poros Input.


Bantalan yang digunakan untuk mendukung poros output adalah bantalan
bola radial beralur dalam baris tunggal (single row deep groove radial ball
bearing), sebanyak dua buah yang diletakkan pada ujung dan pada poros antara
roda gigi input mundur dengan roda gigi output 1 (dapat dilihat pada gambar
assembly roda gigi). Bantalan bola radial ini dipilih karena ketahanan bantalan ini
dalam menahan beban radial dan putaran tinggi.

28
Pada poros output ini bantalan menerima beban berupa beban radial dan
aksial. Tetapi beban aksial yang terjadi pada bantalan nilainya sangat kecil yang
muncul pada saat pemindahan kecepatan oleh tuas persnelling, sehingga dapat
dikatakan beban aksialnya adalah nol. Pada poros output terdapat beban berupa
massa dari roda gigi – roda gigi output yang terpasang pada poros ini. Massa dari
roda gigi output masing – masing dihitung sebagai berikut:
Beban massa dari roda gigi dihitung dengan persamaan:


M  D  d b  [Lit. 7 hal. 108]
4
dimana:
M = beban massa roda gigi (kg)
D = diameter jarak bagi roda gigi (mm)
d = diameter poros (mm)
b = lebar roda gigi (mm)
ρ = massa jenis roda gigi dimana untuk bahan baja harganya adalah
7,65×10-6 kg/mm3

Maka:

o Massa roda gigi input A MA 
4

o Massa roda gigi input B MB 
4

o Massa roda gigi input C MC 
4

o Massa roda gigi inputD MD 
4
Massa total roda gigi adalah:
M total  M A  M B  M C  M D

Beban akibat gaya tangensial diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:


Ft  F tan  [Lit. 7 hal. 135]
dimana:
Ft = beban akibat gaya tangensial (kg)

29
F = gaya tangensial maksimum yang terjadi pada roda gigi dimana
pada Bab 4 diperoleh gaya tangesial maksimum terjadi pada
kecepatan mundur sebesar 77,52 kg
Φ = sudut tekan roda gigi yakni sebesar 20°

Maka beban radial total dapat diperoleh dengan persamaan sebagai


berikut:
2
Fr  M 2  Ft

Beban ekivalen diperoleh dengan:


P  X  Fr  Y  Fa [Lit. 7 hal. 135]

dimana:
P = beban ekivalen (kg)
X = faktor radial, untuk bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal
besarnya adalah 0,6
Fr = gaya radial total yaitu sebesar 28 kg
Y = faktor aksial, untuk bantalan bola radial beralur dalam baris
tunggal besarnya adalah 0,5
Fa = gaya aksial, untuk bantalan pendukung poros ini besarnya adalah 0
karena tidak ada gaya aksial yang dibebankan pada bantalan ini.
Besar basic static load rating adalah sebanding dengan beban ekivalen,
sehingga diperoleh:
C0  P

Besar basic dynamic load rating dapat diperoleh dari persamaan:


1
C  PL 3 [Lit. 7 hal. 134]

dimana:
C = basic dynamic load rating (kg)
P = beban ekivalen yaitu sebesar 17,3 kg
L = umur bantalan yang dinyatakan dalam juta putaran.

Tabel 2.1 . Bantalan bola alur dalam

30
C0/Fa 5 10 15 20 25
Fa/VFr ≤ X 1
e Y 0
X 0,56
Fa/VFr >
1,2 1,4 1,6 1,7 1,8
e Y
6 9 4 6 5
0,3 0,2 0,2 0,2 0,2
E
5 9 7 5 4

Gambar 2.12: bantalan


Gambar 2.9 : jenis bantalan
Nomor bantalan Ukuran luar Kapasitas
Kapasitas
nominal
nominal
Dua sekat statis
Jenis Dua dinamis
tanpa D D b R spesifik
terbuka sekat spesifik C
kontak C0 (kg)
(kg)

6000 10 26 8 0,5 360 196


6001 6001ZZ 6001V V 12 28 8 0,5 400 229
6002 6002ZZ 6002V V 15 32 9 0,5 440 263
6003 6003ZZ 6003V V 17 35 10 0,5 470 296
6004 6004ZZ 6004V V 20 42 12 1 735 465
6005 6005ZZ 6005V V 25 47 12 1 790 530
6006 6006ZZ 6006V V 30 55 13 1,5 1030 740
6007 6007ZZ 6007V V 35 62 14 1,5 1250 915
6008 6008ZZ 6008V V 40 68 15 1,5 1310 1010
6009 6009ZZ 6009V V 45 75 16 1,5 1640 1320
6010 6010ZZ 6010V V 50 80 16 1,5 1710 1430

6200 6200ZZ 6200V V 10 30 9 1 400 236


6201 6201ZZ 6201V V 12 32 10 1 535 305
6202 6202ZZ 6202V V 15 35 11 1 600 360
6203 6203ZZ 6203V V 17 40 12 1 750 460
6204 6204ZZ 6204V V 20 47 14 1,5 1000 635
6205 6205ZZ 6205V V 25 52 15 1,5 1100 730

31
6206 6206ZZ 6206V V 30 62 16 1,5 1530 1050
6207 6207ZZ 6207V V 35 72 17 2 2010 1430
6208 6208ZZ 6208V V 40 80 18 2 2380 1650
6209 6209ZZ 6209V V 45 85 19 2 2570 1880
6210 6210ZZ 6210V V 50 90 20 2 2750 2100

6300 6300ZZ 6300V V 10 35 11 1 635 365


6301 6301ZZ 6301V V 12 37 12 1,5 760 450
6302 6302ZZ 6302V V 15 42 13 1,5 895 545
6303 6303ZZ 6303V V 17 47 14 1,5 1070 660
6304 6304ZZ 6304V V 20 52 15 2 1250 785
6305 6305ZZ 6305V V 25 62 17 2 1610 1080
6306 6306ZZ 6306V V 30 72 19 2 2090 1440
6307 6307ZZ 6307V V 35 80 20 2,5 2620 1840

6308 6308ZZ 6308V V 40 90 23 2,5 3200 2300


6309 6309ZZ 6309V V 45 100 25 2,5 4150 3100
6310 6310ZZ 6310V V 50 110 27 3 4850 3650
Sumber: Dasar Pemilihan dan Perancangan Elemen Mesin, Sularso & Kiyokatsu Suga, Hal. 212

Dari tabel 2.9. dipilih bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal
jenis terbuka nomor terbuka dengan nomor bantalan 6000 yang mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
Diameter luar : D = 26 mm
Diameter lubang : d = 10 mm
Lebar : b = 8 mm
Basic static load rating : C0 = 196 kg
Basic dynamic load rating : C = 360 kg

B. Perancangan Bantalan Pada Poros Output.


Bantalan yang digunakan untuk mendukung poros perantara dipilih
bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal sebanyak dua buah yang
diletakkan pada ujung poros dan pada poros antara roda gigi perantara mundur
dengan roda gigi perantara 5 (dapat dilihat pada assembly roda gigi).
Pada poros perantara ini terdapat beban berupa massa dari roda gigi perantara
yang terdapat pada poros perantara. Beban massa masing – masing roda gigi
perantara dapat dihitung sebagai berikut:

o Massa roda gigi output E = M E 
4

32

o Massa roda gigi output F = M F 
4


o Massa roda gigi output G. = M G 
4


o Massa roda gigi output H. = M H 
4

Massa total roda gigi adalah:


M total  M E  M F  M G  M H

Maka beban radial total diperoleh dengan persamaan:


2
Fr  M 2  Ft

Beban ekivalen diperoleh dengan:


P  X  Fr  Y  Fa [Lit. 7 hal. 135]
Besar basic static load rating adalah sebanding dengan beban ekivalen,
sehingga diperoleh:
C0  P
 15,936 kg

C. TEMPERATUR
Temperatur penting dalam merencanakan elemen mesin, karena dalam sistem
transmisi roda gigi, bantalan dan poros bergerak saling bergesekan sehingga
menimbulkan panas. Dan panas tersebut akan menaikkan temperatur kerja dalam
roda gigi. Oleh karena itu peningkatan temperatur dapat dihitung dalam
persamaan :
632 xNg
t = ……………1
xAg

Dimana : Ng = daya gesek

33
Mtxn
= atau
75

fkxfbxRmx n
Ng = 60
75
Dimana : t = peningkatan temperatur
 = faktor perpindahan panas
Ag = luas bidang gesek
Mt = momen torsi
n = 7500 rpm
Untuk radius bidang gesek (Rm) adalah :
Do  Di
Rm =
4
Dimana Do = diameter luar pinion (main shaft)
Di = diameter luar gear (counter shaft)
Untuk rumus temperature yang terjadi pada trasmisi roda gigi diambil rumus
pada temperature yang terjadi pada roda gigi A-H,
Do1  DoH
A. Untuk Rm =
4

fkxfbxRmx n
B. Daya gesek (Ng)= 60
75
Dimana fk = 0,02 (besi cor abu – abu)
fb = FtA-H

C. Luas Bidang Gesek (Ag) Pada Main Shaft Dan Counter Shaft :
 x( Do12  ds 2 )  (2 xb1xh1xz1)
Agm =
4
D. Untuk Mengetahui Koefisien Panas(  )Harus Diketahui Kecepatan Rata –
Rata (V) :
2 xxnxRm
V =
60
Tabel 6.1 Harga Koef. Panas Dan Kec Rata – Rata
Koefisien panas Kecepatan rata – rata

34
( )
kkal (Vm) m
20
m c s
4,5 0
24 5
46 10
57 15
62 20
72 25
83 30
88 35
96 40
104 45
114 50
125 55
130 60
E. Perubahan Temperatur ( T ) :
632 x 0,043
T =
1,2419.10 2 x 66

F. Temperatur kerja (TK) :


TK = To + T To = suhu kamar (20 – 30 C )
diambil 25 C

2.13 PELUMASAN
Pelumasan berfungsi untuk mengurangi gesekan pada bidang kontak terhadap
keausan dan menyerap panas yang terjadi pada sistem yang saling bergerak relatif.
Hal ini disebabkan oleh adanya gesekan pada roda gigi sehingga timbul panas,
panas ini sebenarnya tidak diinginkan, karena apabila panas ini terlalu besar, maka
dapat merubah struktur atom dari bahan roda gigi dan bantalan tersebut. Hal ini
akan mempermudah terjadinya fatique atau kelelahan, yang menyebabkan umur
pemakaian relatif singkat/pendek. Untuk itu diperlukan pelumasan yang baik dan
mempunyai jangka waktu penggantian pelumasan yang teratur. Untuk
mendapatkan viskositas absolut (  ) dari pelumas dipakai persamaan :
 = Vx

Dimana  = viskositas absolut


V = viskositas dinamis

35
= 0,22 xt  180
t
t = (20 – 60) detik, diambil 45 detik
 = berat jenis pada temperatur kerja secara keseluruhan
rata – rata)
=  0,894  0,00035 x TKrabs  60
Untuk TKrata – rata :
TK1  TK 2  TK 3  TK 4
TKr =
4

BAB III

PERENCANAAN

Penentuan Daya Perancangan :


N  11,33HP
 11,33  746 W
 8452 W  8,452kw

Penentuan daya rencana (Pd)


Pd  1,2  8,452 kW
 10,1426 kW
 10142,6 W .

Untuk daya rencana Pd = 10142,6 kW dan putaran n = 8500 rpm, maka


Torsinya adalah:
10142,6
T  9,55
8500
 11,39 N .m
 1161,05 kg .mm

Bahan S-C dipilih harga Sf1 = 6,0 dan harga Sf2 = 1,5 karena terdapat alur
spline pada poros. Maka diperoleh:
81
a 
6,0  1,5
 9 kg / mm 2

36
Dari tabel 2.3. kita pilih bahan poros perantara dari baja paduan dengan
pengerasan kulit jenis S 45 C-D dengan kekuatan tarik 80 kg/mm 2. Dari data
sebelumnya untuk bahan S-C dipilih faktor keamanan Sf 1 = 6,0 dan Sf2= 1,5
karena roda gigi perantara dibentuk pada poros perantara ini. Maka tegangan
geser ijin bahan adalah:

80
a   8,888 kg / mm 2
6,0  1,5

3.2 Perancangan Diameter Poros.


16 T
a  3
 K t  Cb 
 dp

 faktor koreksi momen puntir Kt =1,2 karena poros akan mendapat


kejutan atau tumbukan.
 Faktor koreksi terhadap beban lentur diambil Cb = 1,3, karena pada
poros output akan dipasang roda gigi output yang menyebabkan
poros mengalami beban lentur. Sehingga diameter poros dapat dicari
sebagai berikut:
a a
16 T
 Kt  C   a
b
d 3
o

3 16 T
do   Kt  C
 b
a
16  1161,05  1,2  1,3
do  3
 9
d o  10,08 mm

Maka, dipilih diameter poros output 11 mm.


Jika momen rencana dari poros adalah T = (kg.mm), dan diameter poros
adalah do adalah (mm), maka gaya tangensial F(kg) pada permukaan poros
adalah ;
T
F
 d o 2
1161,05
  211,1 kg.
11 2

37
3.3 Perancangan Diameter Poros Output.
Dari pemilihan bahan sebelumnya poros Output ini dibuat dari bahan baja
paduan dengan pengerasan kulit jenis S 15 CK dimana tegangan geser ijin 5,208
kg/mm2. Faktor koreksi terhadap beban lentur Cb diambil 1,2 Kt diambil 1,4
karena poros mungkin akan mendapat kejutan.

Maka dengan membandingkan tegangan geser ijin bahan dan tegangan


geser yang timbul pada poros akan diperoleh:
a a
16 T
 Kt  C   a
b
d 3
P

3 16 T
dP   Kt  C
 b
a
16  1161,05  1,2  1,4
dp  3
  8,888
d P  10,37 mm

Maka dipilih diameter poros perantara sebesar 11,2 mm.(Dari tabel)


maka gaya tangensial Ft (kg) pada permukaan poros adalah ;
T
F
 d o 2
1161,05
  207,3 kg .
11,2 2

3.4 Pemeriksaan Kekuatan Poros.


Diameter poros output yang dipilih adalah 11 mm, dengan tegangan geser
ijin bahan sebesar 7,656 kg/mm2. Torsi T = 1161,05 kg.mm, faktor keamanan Kt =
2,0 dan faktor koreksi beban lentur Cb = 2,1. Maka tegangan geser yang timbul
adalah:
16  T
  K  Cb
a t
 d 3
P

16  1161,05  1,2  1,3



  113
 6,93 kg mm 2

38
Tampak bahwa tegangan geser yang timbul lebih kecil dari tegangan geser
ijin bahan atau
τa ( 6,93 kg/mm2 ) < τa ijin ( 9 kg/mm2 )

sehingga poros output aman dari tegangan yang terjadi.


3.5 Pemeriksaan Kekuatan Poros Output.
Diameter poros output yang dipilih adalah 11,2 mm, dengan tegangan geser
ijin bahan sebesar 8,888 kg/mm2. Torsi T = 1161,05 kg.mm, faktor keamanan
Kt = 1,2 dan faktor koreksi beban lentur Cb = 1,4. Maka tegangan geser
yang timbul adalah:
16  T
  K  Cb
a t
 d 3
P

16  1161,05  1,2  1,4



  11,2 3
 7,074 kg mm 2

Tampak bahwa tegangan geser yang timbul lebih kecil dari tegangan geser
ijin bahan atau :
τa ( 7,074 kg/mm2 ) < τa ijin ( 8,888 kg/mm2 )

sehingga poros perantara aman dari tegangan yang terjadi.

1161,05
m = 3
1,57 x30 x 0,6 x 20

= 3
2,0

= 1,25 diambil
m = 1,25 (sesuai dengan tabel modul)

Ratio transmisi direncanakan (i) = 2,25 sehingga jumlah gigi pada gear H
adalah:
zH  i x zA
zH  2,25 x 20
zH  45 buah.

39
3.5.1 Dimensi roda gigi pada kecepatan I :
 Pinion A.
a. Diameter Pitch (DpA) = zA x m

= 20 x 1,25

= 30 mm

b. Diameter Luar (DoA) = DpA + (2 x m)

= 30 + (2 x 1,25)

= 32,5 mm

c. Diameter Kaki (DiA) = DpA – (2 x 1,25 x m)

= 30 – (2 x 1,25 x 1,25)

= 26,1875 mm

 Gear H.
a. Diameter Pitch (DpH) = zH x m

= 45 x 1,25

= 56,25 mm

b. Diameter Luar (Do H) = Dp H + (2 x m)

= 56,25 + (2 x1,25)

= 58,75 mm

c. Diameter Kaki (Di H) = Dp H – (2 x 1,25 x m)

= 56,25 – (2 x 1,25 x 1,25)

= 53,125 mm

C. Untuk tebal, lebar dan tinggi pinion dan gear direncanakan sama, yaitu :

40
Lebar gigi (b) = cxm # c = (6 – 10), diambil 8
= 8 x 1,25
= 10 mm
Tinggi kepala addendum (ha) = m=1,25
Tinggi kaki deddendm (hf) = 1,25 x m
= 1,25 x 1,25
= 1,5625 mm
Tebal gigi (t) = 0,5 x  x 1,25
= 1,9625 mm

Maka diperoleh kecepatan keliling sebagai berikut:


  30  8500
V 
60000
 13,345 m s

Sehingga diperoleh gaya tangensial sebagai berikut:


102  10,1426
Ft 
13,345
 77,52 kg

Maka tegangan lentur yang terjadi adalah :


6  77,52  1,81
t 
10  1,9625
2

 21,85 kg mm 2

 Tegangan geser yang terjadi (g ) :


F
a  
 A  Luas Penampang  bxh
A

77,52 kg
a 
10mm x 1,81mm
 4,28 kg / mm 2 .

Maka diperoleh kecepatan keliling sebagai berikut:


 .56,25  8500
V 
60000
 25,02 m s

Besarnya gaya tangensial yang dialami roda gigi adalah:


102 Pd
Ft 
V

41
Sehingga diperoleh gaya tangensial sebagai berikut:
102  10,1426
Ft 
25,02
 41,34 kg

Maka tegangan lentur yang terjadi adalah :


6  41,34  1,81
t 
10  1,9625
2

 11,65 kg mm 2

 Tegangan geser yang terjadi (g ) :


F
a  
 A  Luas Penampang  bxh
A

41,34 kg
a 
10mm x 1,81mm
 2,283 kg / mm 2 .

Apabila bahan roda gigi S45C dengan Tegangan Lentur izinnya adalah 30
kg/mm2, maka :
b  30 kg / mm 2
2
Dari perhitungan sebelumnya didapat b terjadi = 21,85 kg mm , maka
b (30 kg mm 2 )  b ( 21,85 kg mm 2 )

sehingga konstruksi roda gigi aman terhadap tegangan lentur yang terjadi :
sedangka Tegangan geser yang diizinkan pada roda gigi ini adalah ;
a  0,8 x b
 0,8 x 30 kg mm 2

 24 kg mm 2 .

2
Dari perhitungan sebelumnya didapat  a terjadi = 4,28 kg mm , maka
a ( 24 kg mm 2 )  a ( 4,28 kg mm 2 ) ,

sehingga konstruksi roda gigi aman terhadap tegangan geser yang terjadi.

Analisa Perhitungan Roda Gigi Pada Kecepatan II.


A. Perhitungan Modul.
Pada kecepatan II direncanakan jumlah gigi zB = 27 gigi, maka modulnya
dapat dihitung :

42
1161,05
m = 3
1,57 x 25 x 0,6 x 27

= 3
1,825

= 1,22 diambil m = 1,25 (sesuai dengan tabel modul)


Perhitungan ini berdasarkan pada kecepatan I, sehingga :
m( zA  zH )
a 
2
1,25( 20  45)
=
2
= 40,625 mm
Maka jumlah gigi pada gear G :
 ax 2 
zG     zB
 m 
 40,625 x 2 
    27
 1,25 
 38 buah

B. Dimensi Roda Gigi Pada Kecepatan II :


 Pinion B :
a. Diameter Pitch (DpB) = zB x m

= 27 x 1,25

= 33,75 mm

b. Diameter Luar (DoB) = DpB + (2 x m)


= 33,75 + (2 x1,25)
= 36,25 mm
c. Diameter Kaki (DiB) = DpB – (2 x 1,25 x m)
= 33,75 – (2 x 1,25 x 1,25)
= 30,625 mm
 Gear G
a. Diameter Pitch (DpG) = zG x m

= 38 x 1,25

= 47,5 mm

b. Diameter Luar (DoG) = DpG + (2 x m)

43
= 47,5 + (2 x1,25)
= 50 mm
c. Diameter Kaki (DiG) = DpG – (2 x 1,25 x m)
= 47,5 – (2 x 1,25 x 1,25)
= 44,375 mm
38
d . Maka ratio transmisi (i ) 
27
= 1,407

Untuk tebal, lebar dan tinggi pinion dan gear direncanakan sama, yaitu :

Lebar gigi (b) = cxm # c = (6 – 10), diambil 8


= 8 x 1,25
= 10 mm
Tinggi kepala addendum (ha) = m=1,25
Tinggi kaki deddendm (hf) = 1,25 x m
= 1,25 x 1,25
= 1,5625 mm
Tebal gigi (t) = 0,5 x  x 1,25
= 1,9625 mm

Tegangan – tegangan yang terjadi :


Maka diperoleh kecepatan keliling sebagai berikut:
  33,75  8500
V 
60000
 15,01 m s

Sehingga diperoleh gaya tangensial sebagai berikut:


102  10,1426
Ft 
15,01
 68,92 kg

Maka tegangan lentur yang terjadi adalah :

44
6  68,92  1,81
t 
10  1,9625
2

 19,43 kg mm 2

 Tegangan geser yang terjadi (g ) :


F
a  
 A  Luas Penampang  bxh
A

68,92 kg
a 
10mm x 1,81mm
 3,8 kg / mm 2 .

Pemeriksaan Kekuatan Roda Gigi Pada Kecepatan II.


Apabila bahan roda gigi S45 dengan Tegangan Lentur izinnya adalah 30
kg/mm2, maka :
b  30 kg / mm 2
2
Dari perhitungan sebelumnya didapat b terjadi = 19,43 kg mm , maka
b (30 kg mm 2 )  b (19,43 kg mm 2 )

sehingga konstruksi roda gigi aman terhadap tegangan lentur yang terjadi.
 Sedangkan Tegangan geser yang diizinkan pada roda gigi ini adalah ;
a  0,8 x b
 0,8 x 30 kg mm 2

 24 kg mm 2 .

2
Dari perhitungan sebelumnya didapat  a terjadi = 3,8 kg mm , maka
a (24 kg mm 2 )  a (3,8 kg mm 2 ) ,

sehingga konstruksi roda gigi aman terhadap tegangan geser yang terjadi.
.3. Analisa Perhitungan Roda Gigi Pada Kecepatan III.
A. Perhitungan Modul.
Pada kecepatan III direncanakan jumlah gigi zB = 30 gigi, maka modulnya
dapat dihitung :
1161,05
m = 3
1,57 x30 x0,6 x30

= 3
1,369

= 1,11 diambil m = 1,25 (sesuai dengan tabel modul)

Perhitungan ini berdasarkan pada kecepatan I, sehingga :

45
m( zA  zH )
a 
2
1,25( 20  45)
=
2
= 40,625 mm

Maka jumlah gigi pada gear G :


 ax 2 
zF     zC
 m 
 40,625 x 2 
    30
 1,25 
 35 buah

Gambar 4.3 : transmisi roda gigi pada kecepatan III


3.5.3 Dimensi Roda Gigi Pada Kecepatan III :
 Pinion C :
a. Diameter Pitch (DpC) = zC x m
= 30 x 1,25
= 37,5 mm
b. Diameter Luar (DoC) = DpC + (2 x m)
= 37,5 + (2 x1,25)
= 40 mm
c. Diameter Kaki (DiC) = DpC – (2 x 1,25 x m)
= 37,5 – (2 x 1,25 x 1,25)
= 34,375 mm
 Gear F

46
a. Diameter Pitch (DpF) = zF x m

= 35 x 1,25

= 43,75 mm

b. Diameter Luar (DoF) = DpF + (2 x m)


= 43,75 + (2 x1,25)
= 46,25 mm
c. Diameter Kaki (DiF) = DpF – (2 x 1,25 x m)
= 43,75 – (2 x 1,25 x 1,25)
= 40,625 mm
35
d . Maka ratio transmisi (i ) 
30
= 1,16.

C. Untuk tebal, lebar dan tinggi pinion dan gear direncanakan sama, yaitu :
Lebar gigi (b) = cxm # c = (6 – 10), diambil 8
= 8 x 1,25
= 10 mm
Tinggi kepala addendum (ha) = m=1,25

Tinggi kaki deddendm (hf) = 1,25 x m


= 1,25 x 1,25
= 1,5625 mm
Tebal gigi (t) = 0,5 x  x 1,25
= 1,9625 mm

D. Tegangan – tegangan yang terjadi :


  37,5  8500
V 
60000
 16,68 m s

Sehingga diperoleh gaya tangensial sebagai berikut:


102  10,1426
Ft 
16,68
 62,02 kg

47
Maka tegangan lentur yang terjadi adalah :
6  62,02  1,81
t 
10  1,9625
2

 17,48 kg mm 2

 Tegangan geser yang terjadi (g ) :


F
a  
 A  Luas Penampang  bxh
A

62,02 kg
a 
10mm x 1,81mm
 3,42 kg / mm 2 .

E. Pemeriksaan Kekuatan Roda Gigi Pada Kecepatan III.


Apabila bahan roda gigi S45 dengan Tegangan Lentur izinnya adalah 30
kg/mm2, maka :
b  30 kg / mm 2
2
Dari perhitungan sebelumnya didapat b terjadi = 17,48 kg mm , maka
b (30 kg mm 2 )  b (17,48 kg mm 2 )

sehingga konstruksi roda gigi aman terhadap tegangan lentur yang terjadi.
 Sedangkan Tegangan geser yang diizinkan pada roda gigi ini adalah ;
a  0,8 x b
 0,8 x 30 kg mm 2

 24 kg mm 2 .

2
Dari perhitungan sebelumnya didapat  a terjadi = 3,42 kg mm , maka
a (24 kg mm 2 )  a (3,42 kg mm 2 ) ,

sehingga konstruksi roda gigi aman terhadap tegangan geser yang terjadi.

Analisa Perhitungan Roda Gigi Pada Kecepatan IV.


A. Perhitungan Modul.
Pada kecepatan IV direncanakan jumlah gigi zD = 32 gigi, maka
modulnya dapat dihitung :
1161,05
m =3
1,57 x30 x 0,6 x32

= 3 1,283

48
=1,08 diambil m = 1,25 (sesuai dengan tabel modul)
Perhitungan ini berdasarkan pada kecepatan I, sehingga :
m( zA  zH )
a 
2
1,25( 20  45)
=
2
= 40,625 mm
Maka jumlah gigi pada gear D :
 ax 2 
zE     zD
 m 
 40,625 x 2 
    32
 1,25 
 33 buah

Gambar 4.4: transmisi roda gigi pada kecepatan III


3.5.4 Dimensi Roda Gigi Pada Kecepatan IV :
 Pinion D :
a. Diameter Pitch (DpD) = zD x m
= 32 x 1,25
= 40 mm
b. Diameter Luar (DoD) = DpD + (2 x m)
= 40 + (2 x1,25)
= 42,5 mm
c. Diameter Kaki (DiD) = DpD – (2 x 1,25 x m)
= 40 – (2 x 1,25 x 1,25)
= 36,875 mm
 Gear E
a. Diameter Pitch (DpE) = zE x m

49
= 33 x 1,25

= 41,25 mm

b. Diameter Luar (DoE) = DpE + (2 x m)


= 41,25 + (2 x1,25)
= 43,75 mm
c. Diameter Kaki (DiE) = DpE – (2 x 1,25 x m)
= 43,75 – (2 x 1,25 x 1,25)
= 40,625 mm
33
d . Maka ratio transmisi (i ) 
32
= 1,03.
C. Untuk tebal, lebar dan tinggi pinion dan gear direncanakan sama, yaitu :

Lebar gigi (b) = cxm # c = (6 – 10), diambil 8


= 8 x 1,25
= 10 mm
Tinggi kepala addendum (ha) = m=1,25
Tinggi kaki deddendm (hf) = 1,25 x m
= 1,25 x 1,25
= 1,5625 mm
Tebal gigi (t) = 0,5 x  x 1,25
= 1,9625 mm

D. Tegangan – tegangan yang terjadi :


  40  8500
V 
60000
 16,68 m s

Besarnya gaya tangensial yang dialami roda gigi adalah:


102 Pd
Ft  [Lit. 7 hal. 238]
V
Sehingga diperoleh gaya tangensial sebagai berikut:
102  10,1426
Ft 
16,68
 62,02 kg

50
Maka tegangan lentur yang terjadi adalah :
6  62,02  1,81
t 
10  1,9625
2

 17,48 kg mm 2

 Tegangan geser yang terjadi (g ) :


F
a  
 A  Luas Penampang  bxh
A
62,02 kg
a 
10mm x 1,81mm
 3,42 kg / mm 2 .

E. Pemeriksaan Kekuatan Roda Gigi Pada Kecepatan IV.

 Apabila bahan roda gigi S45 dengan Tegangan Lentur izinnya adalah 30
kg/mm2, maka :
b  30 kg / mm 2
2
Dari perhitungan sebelumnya didapat b terjadi = 17,48 kg mm , maka
b (30 kg mm 2 )  b (17,48 kg mm 2 )

sehingga konstruksi roda gigi aman terhadap tegangan lentur yang terjadi.
 Sedangkan Tegangan geser yang diizinkan pada roda gigi ini adalah ;
a  0,8 x b
 0,8 x 30 kg mm 2

 24 kg mm 2 .

2
Dari perhitungan sebelumnya didapat  a terjadi = 3,42 kg mm , maka
a (24 kg mm 2 )  a (3,42 kg mm 2 ) ,

sehingga konstruksi roda gigi aman terhadap tegangan geser yang terjadi.

3.6 Perancangan Spline.


Karena spline disini merupakan alur dalam maka diameter luar spline
adalah diameter poros output atau D = 11 mm. Maka diameter dalam spline
adalah:
d  0,810 D
 0,810  11
 8,91 mm
 9 mm

51
Tinggi spline adalah:
D  d 11  9
h 
2 2
 1 mm

Lebar spline adalah:


w  0,156 D
 0,156  11
 1,716
 2 mm

Maka jari – jari rata – rata spline adalah:


D  d 11  9
rm  
4 4
 5 mm
 5 mm

Besarnya gaya yang bekerja pada spline diperoleh dari:


1161,05
F   232,21 kg
5

3.6.9 Perancangan Spline Pada Poros Output.


Pada bagian spline ini, diameter poros Output telah dihitung, dan ukuran
yang diperoleh sebesar D = 11,2 mm. Maka diameter ini yang menjadi diameter
luar spline. Sehingga diperoleh ukuran – ukuran utama sebagai berikut:
d  0,810 D
 0,810  11,2
 9,07
 9,1 mm

Tinggi spline adalah:


Dd 11,2  9,1
h 
2 2
 1,05 mm

Lebar spline adalah:

52
w  0,156 D
 0,156  11,2
 1,74
 1,75 mm

Maka jari – jari rata – rata spline adalah:


D  d 11,2  9,1
rm  
4 4
 5 mm

Besarnya gaya yang bekerja pada spline:


T 1161,05
F  
rm 5
 232,21 kg

3.6.2 Pemilihan Bahan Naaf.


Bahan roda gigi yaitu baja paduan S 45 C dengan tegangan geser ijin 9
kg/mm2 dan tegangan tumbuk ijin sebesar 10,416 kg/mm2. Naaf pada poros
perantara dibentuk pada roda gigi perantara maka bahannya juga dari bahan yang
sama dengan roda gigi perantara yakni baja paduan SNC 21.

3.6.3 Perancangan Naaf Pada Poros Input


Diperoleh:

w
   11   6  2 
6
 3,75 mm

3.6.4 Perancangan Naaf Pada Poros Output.


Pada poros perantara ini, naaf berkecocokan dengan spline sehingga
ukuran – ukuran utama naaf diambil dari ukuran – ukuran spline, maka:
Jumlah naaf : i = 6 buah
Diameter luar naaf : D = 11,2 mm
Diameter dalam naaf : d = 9,1 mm
Tinggi naaf : h = 1,05 mm
Jari – jari rata – rata naaf : rm = 5 mm
Panjang naaf : sesuai dengan lebar roda gigi ; L = 10 mm
Gaya yang bekerja pada naaf : F = 232,21 kg

53
Sedangkan lebar naaf dapat diperoleh sebagai berikut:
 D  i wspline
w
i

   11,2   6  1,75
6
 4,11 mm

3.6.5 Pemeriksaan Kekuatan Naaf


Pemeriksaan kekuatan naaf pada sincronizer dilakukan sebagai berikut.
Tegangan geser yang timbul pada naaf adalah:
F 323,21
a  
i wL 6  3,75  10
 1,436 kg mm 2

tegangan geser dan tumbuk yang timbul, jauh lebih kecil dari tegangan
geser dan tegangan tumbuk ijin bahan naaf
( a   a  1,436 kg mm2  9 kg mm 2 )

Maka naaf yang dirancang pada poros input cukup aman terhadap
tegangan yang terjadi.
. Tegangan geser yang timbul pada naaf:
F 323,21
a  
iwL 6  4,11  10
 1,31 kg mm 2

Tampak bahwa tegangan geser dan tumbuk yang timbul, jauh lebih kecil
dari tegangan geser dan tegangan tumbuk ijin bahan naaf
( a   a  1,31 kg mm 2  8,888 kg mm 2 )

Maka naaf yang dirancang pada poros output cukup aman terhadap
tegangan yang terjadi.

54
3.7. PERANCANGAN BANTALAN
3.7.1 Perancangan Bantalan Pada Poros Input.

M  D  d b 
4
dimana:
d = 11 2
b = 10mm
ρ = 7,5 x 7,65 x10 6 kg / mm 2
Maka:
o Massa roda gigi input A

MA 

4
 
30 2  11 2 10 x7,65  10 6

 0,046 kg

o Massa roda gigi input B



MB 
4
 
33,75 2  11 2 10 x 7,65  10  6

 0,06 kg

o Massa roda gigi input C



MC 
4
 
37,5 2  112 10 x 7,65  10  6

 0,077 kg

o Massa roda gigi inputD



MD 
4
 40 2  112  10 x7,65  10 6
 0,088 kg

Massa total roda gigi adalah:


M total  M A  M B  M C  M D
 0,046  0,06  0,077  0,088
 0,271 kg

Beban akibat gaya tangensial diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:


Ft  F tan 

dimana:
F = 77,52 kg (kecepatan mundur )
Φ = 20° (sudut tekan roda gigi yakni sebesar )
Maka diperoleh:

55
Ft  77,52  tan 20
 28, 21 kg

Maka beban radial total dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:
2
Fr  M 2  Ft
 0,2712  28,212
 28 kg

Beban ekivalen diperoleh dengan:


P  X  Fr  Y  Fa

X = 28 kg (faktor radial)
Y = 0,5 (faktor aksial)
Fa = 0 (gaya aksial )
karena tidak ada gaya aksial yang dibebankan pada bantalan ini.Maka diperoleh:
P  0,6  28  0,5  0
 17,3 kg

Besar basic static load rating adalah sebanding dengan beban ekivalen, sehingga
diperoleh:
C0  P
 17,3 kg

Besar basic dynamic load rating dapat diperoleh dari persamaan:


1
C  PL 3

C  17,3   5000
1
3

 295,82 kg
Jadi dari perhitungan di atas diperoleh data sebagai berikut:
Diameter lubang=diameter poros : 11 mm
Basic static load rating : C0 ≥ 17,3 kg
Dynamic load rating : C ≥ 295,82 kg

3.7.2 Perancangan Bantalan Pada Poros Output.


o Massa roda gigi output E

56

ME 
4
 
41,25 2  11,2 2 10 x7,65  10  6

 0,094 kg

o Massa roda gigi output F



MF 
4
 
43,75 2  11,2 2 10 x 7,65  10 6

 0,1 kg

o Massa roda gigi output G.



MG 
4
 
47,5 2  11,2 2 10 x7,65  10  6

 0,12 kg

o Massa roda gigi output H.



MH 
4
 
56,25 2  11,2 2 10 x 7,65  10  6

 0,18 kg

Massa total roda gigi adalah:


M total  M E  M F  M G  M H
 0,94  0,1  0,12  0,18
 1,34 kg

Beban akibat gaya tangensial pada poros perantara ini sama dengan yang
diperoleh sebelumnya pada poros utama. Sehingga:
Ft = 28,21 kg
Maka beban radial total adalah:
2
Fr  M 2  Ft
 1,34 2  28,212
 26,56 kg

Beban ekivalen diperoleh dengan:


P  X  Fr  Y  Fa

dimana
Fa = 0. Maka diperoleh:
P  (0,6  26,56)  (0,5  0)
 15,936 kg

Besar basic static load rating adalah


C0  P
 15,936 kg

Besar basic dynamic load rating dapat diperoleh sebagai berikut:

57
C  15,936   5000
1
3

 272,5 kg
Jadi dari perhitungan di atas diperoleh data sebagai berikut:
Diameter lubang = diameter poros : d = 11,2 mm
Basic static load rating : C0 = 15,936 kg
Dynamic load rating : C = 272,5 kg

3.8 PERHITUNGAN TEMPERATUR

Peningkatan temperatur dapat dihitung dalam persamaan :

632 xNg
t =
xAg

fkxfbxRmx n
Dimana : Ng = daya gesek Ng = 60
75

n = 8500 rpm

DoA  DoH
A. Untuk Rm =
4

36,5mm  58,75mm
=
4

= 23,81 mm = 23.81 3 m

fkxfbxRmx n
B. Daya gesek (Ng)= 60
75

Dimana fk = 0,02 (besi cor abu – abu)

fb = FA-H= 77,52 kg

0,02 x77,52 x0,02381x8500


Ng =
75

= 0,0697 Hp

C. Luas Bidang Gesek (Ag) Pada Main Shaft Dan Counter Shaft :

58
Agm =  x( Do12  ds 2 )  (2 xb1xh1xz1)
4

= x(32,5 2  11 2 )  (2 x10mmx2.81mmx20)
4

= 1858,17 mm 2

Agc =  x(58,75 2  11,2 2 )  (2 x10mmx2,81mmx45)


4

= 5113,03 mm 2

Maka: Agtot = 1858 mm 2 + 5113,03 mm 2

= 6971,2 mm 2 = 0,69712.10 2 m 2

D. Untuk Mengetahui Koefisien Panas(  )Harus Diketahui Kecepatan

Rata – Rata (V) :

2 xxnxRm
V =
60

2 xx8500 x81.10 3
=
60

= 21,1 m
det

Dari tebel didapatkan harga V terletak antara koefisien panas 62 – 72

kkal dan kecepatan rata- rata (V) = 20 – 25 m


m 2 c det , maka dilakukan

 25  21,1  
interpolasi, maka :   72    x 72  62 
 25  20  

= 64,2 kkal
m 2 c
E. Perubahan Temperatur ( T ) :

59
632 x 0,0697
T =
0,69712.10  2 x 64,2

= 98,42 C

F. Temperatur kerja (TK) :

TK = To + T To = suhu kamar (20 – 30 C )


diambil 25 C
TK = 25 C +98,42 C

= 123,425 C

Dimana, apabila antara baja bergesekan dengan baja temperatur izinnya ialah 200

C , maka TK < TK izin, temperatur kerja memnuhi syarat.

3.9 PELUMASAN

Untuk mendapatkan viskositas absolut (  ) dari pelumas dipakai persamaan :


 = Vx
Dimana  = viskositas absolut
V = viskositas dinamis

= 0,22 xt  180
t
t = (20 – 60) detik, diambil 45 detik
 = berat jenis pada temperatur kerja secara keseluruhan (TK
rata – rata)
=  0,894  0,00035 x TKrabs  60
Untuk TKrata – rata :
TK1  TK 2  TK 3  TK 4
TKr =
4
 58,16  51,708  64,94  49,56  C
=
4
= 56, 092 C
Sehingga TKrata – rata absolut :

60
9
TKrabs = x(56,092  32) F
5
= 158,57 F
Dan  =  0,894  0,00035 x158,57  60 

= 0,8595 lb
m3
Berdasarkan temperatur kerja rata – rata (TKr) dan viskositas diperoleh jenis
pelumasan yang digunakan, dimana :

  180 
= 0,849 x 0,22 x 45 
 45 

= 5,01 rpm
Dari grafik diperoileh jenis pelumas “SAE 40”

61
BAB IV

KESIMPULAN

Dari hasil perhitungan yang dilakukan dari BAB I sampai dengan BAB VII
pada perencanaan roda gigi ini dapat disimpulkan ukuran – ukuran utama roda
gigi dari “YAMAHA JUPITER MX125, sebagai berikut :
 Daya = 11,33 PS
 Putaran = 8500 rpm
 Speed = 4 Kecepatan
 Pola pengoperasian = N – 1 – 2 – 3 – 4 – N

4.1. Ukuran utama poros

kg
 Bahan poros = S45C-D:; B  81
mm 2
 Diameter poros input = 11 mm
 Diameter Poros Output = 11,2 mm

4.2 Ukuran utama splain

Ukuran splain input


Bahan = S 45 C–D
Diameter luar (Do) = 11mm
Diameter dalam (Di) = 9 mm
Tinggi splain (h) = 1 mm
Jari – jari rata-rata (rm) = 56 mm
Lebar splain (w) = 2 mm
Jumlah mata splain (z) = 6 buah

Ukuran Splain Output


BAhan = SNC 21
Diameter luar (Do) = 11,2 mm
Diameter dalam (Di) = 9,1 mm
Tinggi splain (h) = 1,05 mm
Jari – jari rata-rata (rm) = 5 mm

62
Lebar splain (w) = 1,7 mm
Jumlah mata splain (z) = 6 buah

4.3 Ukuran – ukuran utama roda gigi :


Semua Bahan roda gigi adalah S 45 C

4.3.1 Pada Kecepatan I


Modul (m) = 1,25 mm
Tinggi gigi (h) = 2,81 mm
Panjang gigi (b) = 10 mm
Tebal gigi (t) = 1,96 mm
A. Pinion A
Jumlah gigi (Z1) = 20 buah
Diameter pitch (DpA) = 30 mm
Diameter luar (DoA) = 32,5 mm
Diameter kaki (DiA) = 28,1 mm
B. Gear H
Jumlah gigi (ZH) = 45 buah
Diameter pitch (DpH) = 56,2 mm
Diameter luar (DoH) = 58,7 mm
Diameter kaki (DiH) = 53,125 mm

4.3.2 Pada Kecepatan II


Modul (m) = 1,25 mm
Tinggi gigi (h) = 2,81 mm
Panjang gigi (b) = 10 mm
Tebal gigi (t) = 1,96 mm
A. Pinion A
Jumlah gigi (ZA) = 27 buah
Diameter pitch (DpA) = 33,75 mm
Diameter luar (DoA) = 36,25 mm
Diameter kaki (DiA) = 30,625 mm

63
B. Gear H
Jumlah gigi (ZH) = 38 buah
Diameter pitch (DpH) = 47,5 mm
Diameter luar (DoH) = 50 mm
Diameter kaki (DiH) = 44,375 mm

4.3.3 Pada Kecepatan III


Modul (m) = 1,25 mm
Tinggi gigi (h) = 2,813mm
Panjang gigi (b) = 10 mm
Tebal gigi (t) = 1,96 mm
A. Pinion A
Jumlah gigi (ZA) = 30 buah
Diameter pitch (DpA) = 37,5 mm
Diameter luar (DoA) = 40 mm
Diameter kaki (DiA) = 34,37 mm
B. Gear H
Jumlah gigi (ZH) = 35 buah
Diameter pitch (DpH) = 43,75mm
Diameter luar (DoH) = 46,25mm
Diameter kaki (DiH) = 48,25 mm

4.3.4 Pada Kecepatan IV


Modul (m) = 1,25 mm
Tinggi gigi (h) = 2,81mm
Panjang gigi (b) = 10 mm
Tebal gigi (t) = 1,96 mm
A. Pinion A
Jumlah gigi (ZA) = 32 buah
Diameter pitch (DpA) = 40 mm
Diameter luar (DoA) = 42,5 mm
Diameter kaki (DiA) = 36,875 mm

64
Gear H
Jumlah gigi (ZH) = 33buah
Diameter pitch (DpE) = 41,25 mm
Diameter luar (DoE) = 43,75 mm
Diameter kaki (DiE) = 40,625 mm

4.4 Ukuran – ukuran utama untuk bantalan


a. Bantalan poros input
Nomor bantalan = 6000 (jenis terbuka)
Diameter luar bantalan(D) = 26 mm
Diameter dalam bantaln(d) = 10 mm
Lebar bantalan (b) = 8 mm
Basic static load rating (co) = 196 kg
Basic Dyamic load rating (c) = 360

b. Bantalan poros Output


Nomor bantalan = 6000 (jenis terbuka)
Diameter luar bantalan(D) = 26 mm
Diameter dalam bantaln(d) = 10 mm
Lebar bantalan (b) = 8 mm
Basic static load rating (co) = 196 kg
Basic Dyamic load rating (c) = 360

65
DAFTAR PUSTAKA

1. Sularso, Kiyokatsu Suga, 1985 “Dasar Perencanaan Elemen Mesin”,


Penerbit, Pradya Paramitha, Jakarta, , Edisi II.

2. Hollowen Hall, 1987, “Machine Design”, Mc Graw Hill Book Company.

3. Ir. Charmical Collins, 1950, “ Mechanical Enginering Hand Book “, Printed


in Singapore. Second edition.

4. Sport. MF, 1968, “ Design Of Machine Elemen “, Printice , Hall India. Fifth
edition.

5. Ir. Jack Stolk, Ir. C. Kros 1986, “ Elemen Mesin, Konstruksi Bangunan
Mesin “, Erlangga, Jakarta, edisi 4.

6. Sport. MF, 1968, “ Design Of Machine Elemen “, Printice , Hall India. Fifth
edition.

7. Mr. Chakra Bakti, 1975, “ Machine Design “, Khana Publisher, New Delhi.
Thirth edition.

8. Black. H. Paul, 1986, “ Machine Design “, Mc Graw Hill Kegluska. B


edition. Tokyo.

66
67

Anda mungkin juga menyukai