Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“PERITONITIS”

Nama: Nova Yuninda. G

NIM: G11B113045

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

TAHUN AJARAN 2014-2015

1
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................................... 3

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 3

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 3

1.3 Tujuan penulisan ......................................................................................................... 4

1.4 Manfaat........................................................................................................................ 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 5

2.1 ANATOMI FISIOLOGI USUS HALUS DAN USUS BESAR (KOLON) ............... 5

2.1.1 ANATOMI FISIOLOGI USUS HALUS............................................................. 5

2.1.2 ANATOMI FISIOLOGI USUS BESAR (KOLON) ........................................... 6

2.2 KONSEP DASAR PERITONITIS ............................................................................. 8

2.2.1 ETIOLOGI PERITONITIS .................................................................................. 8

2.2.2 MANIFESTASI KLINIS ..................................................................................... 9

2.2.3 PATOFISIOLOGI................................................................................................ 9

2.2.4 KOMPLIKASI ..................................................................................................... 9

2.2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG....................................................................... 10

2.2.6 PENATALAKSANAAN ................................................................................... 10

2.3 ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................................... 11

2.3.1 PENGKAJIAN ................................................................................................... 11

2.3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN ....................................................................... 16

2.3.3 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN ....................................................... 17

BAB 3 PENUTUP ................................................................................................................... 23

3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 23

3.2 Saran .......................................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 24

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peritonium adalah sebuah membran serosa rangkap yang terbesar berada didalam tubuh
manusia. Peritonium itu sendiri terdiri dari dua bagian utama, yaitu peritonium pariental yang
melapisi dinding dari rongga abdominal, dan peritoneum viseral yang melapis semua organ
yang berada didalam rongga tersebut.
Peritonitis merupakan suatu proses inflamasi pada membran serosa yang membatasi
antara rongga abdomen dan organ-organ yang terdapat didalamnya dan merupakan suatu
penyakit berbahaya dalam bentuk akut maupun kronis. Biasanya disebabkan oleh infeksi
dimana reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa yang kemudian di antara perlekatan fibrosa tersebut akan terbentuk abses
(Mulandari, n.d.).

Radang lapisan peritoneum rongga perut (peritonitis) diakibatkan karena infeksi,


autoimun, dan proses kimia. Peritonitis biasanya terbagi menjadi primer (spontan) atau
sekunder. Pada peritonium primer, sumber infeksi berasal dari luar perut dan tumbuh di ruang
peritonium melalui penyebaran hematogen atau limfogen. Sedangkan peritonitis sekunder
bersumber dari ruang perut sendiri melalui perluasan dari perobekan viskus intra-abdomen
atau abses dalam organ (Arvin, n.d.).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut:

a. Apa definisi dari Peritonitis?

b. Apa etiologi dari Peritonitis?

c. Apa saja manifestasi klinis dari Peritonitis?

d. Bagaimana patofisiologi pada Peritonitis?

e. Apa saja komplikasi pada Peritonitis

3
f. Apa saja pemeriksaan penunjang pada Peritonitis?

g. Apa saja penatalaksanaan pada Peritonitis?

h. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada Peritonitis?

1.3 Tujuan penulisan


A. Tujuan Umum

Mengetahui apa itu penyakit peritonitis dan bagaimana proses asuhan keperawatan
pada peritonitis.

B. Tujuan Khusus

1) Mengidentifikasi tentang konsep penyakit peritonitis yang meliputi definisi,


etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi , pemeriksaan diagnostik,
dan penatalaksanaanya.

2) Mengidentifikasi proses keperawatan pada penyakit peritonitis, yang berupa:

a). Mengetahui pengkajian keperawatan peritonitis.


b). Mengetahui diagnosa keperawatan peritonitis
c). Mengetahui rencana asuhan keperawatan pada peritonitis secara teoritis.

1.4 Manfaat
Sebagai bahan acuan dalam materi pembelajaran mahasiswa, khususnya dalam format
proses asuhan keperawatan peritonitis.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI FISIOLOGI USUS HALUS DAN USUS BESAR (KOLON)

2.1.1 ANATOMI FISIOLOGI USUS HALUS


Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjang dalam
keadaan hidup. Angka yang biasa diberikan, enam merer adalah penemuan setelah mati bila
otot telah kehilangan tonusnya. Usus halus memanjang dari lambung sampai katup ileo-
kolika, tempat bersambung dengan usus besar.(Pearce, n.d.)
Usus halus terletak di daerah umbillikus dan dikelilingi oleh usus besar. Di bagi dalam
beberapa bagian:
A. Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang 25 cm panjangnya, berbentuk
sepatu kuda dan kepalanya menegelilingi kepala pankreas. Saluran empedu dan
saluran pankreas masuk ke dalam duodenum pada suatu lubang yang disebut ampula
hepatopankreatika atau ampula vateri, 10 cm dari pilorus.
B. Yeyunum menepati dua perlima sebelah atas dari usus halus yang selebihnya.
C. Ileum menepati tiga perlima akhir.
Struktur usus halus terdiri dari empat lapisan yang sama dengan lambung, yaitu:
A. Dinding lapisan luar adalah membran serosa, yaitu perotoneum yang membalut usus
dengan erat.
B. Dinding lapisan berotot terdiri atas dua lapis serabut saja; lapisan luar terdiri atas
selaput longitudinal dan di bawah ini ada lapisan tebal yang terdirir atas serabut
sirkuler. Diantara kedua lapisan serabut berotot ini terdapat pembuluh darah,
pembuluh limfe dan plexus saraf.
C. Dinding submukosa terdapat antara otot sirkuler dan lapisan yang terdalam yang
merupakan perbatasannya. Dinding submukosa ini terdri atas jaringan areolar dan
berisi banyak pembuluh darah, saluran limfe, kelenjar dan plexus saraf yang disebut
plexus meissner. Di dalam duodenum terdapat beberapa kelenjar khas yang dikenal
sebagai kelenjar Brunner. Kelenjar-kelenjar ini adalah jenis kelenjar tandan yang
mengeluarkan sekret cairan kental alkali yang bekerja untuk melindungi lapisan
dudodenum dari pengaruh isi lambung yang asam.

5
a. Dinding submukosa dan mukosa dipisahkan oleh selapis otot datar yang
disebut mukosa muskularis. Serabut-serabut berasal dari sini naik ke vili dan
dengan berkontraksi membantu mengosongkan semua lakteal.
D. Dinding mukosa dalam yang menyelaputi sebelah dalamnya, disusun berupa kerutan
tetap seperti jala yang disebut valvulae konvintens, yang memberi kesan nyaman dan
halus. Lipatan ini menambah luasnya permukaan sekresi dan absorbsi. Dengan ini
juga dihalangi agar isinya tidak terlalu cepat berjalan melalui usus, dengan demikian
memberi kesempatan lebih lama pada getah encerna untuk bekerja pada makanan.
Lapisan mukosa ini berisi banyak lipatan Lierbekȕhn yang bermuara diatas
permukaan di tengah-tengan vili. Lipatan Lierbekȕhn ini berupa kelenjar sederhana
yang diselaputi epitelium silinder. Epitelium ini bersambung dengan yang menutupi
vili.

2.1.2 ANATOMI FISIOLOGI USUS BESAR (KOLON)


Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup
ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau
tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke
sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum, descendens, dan sigmoid.
Tempat dimana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas
berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai
setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan bagian bawah
membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Rektum terbebtang dari kolon
sigmoid sampai dengan anus. Satu inci terakhir dari rektum terdapat kanalis ani yang
dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum sampai kanalis ani adalah
5,9 inci.
Dinding kolon terdiri dari empat lapisan yaitu tunika serosa, muskularis, tela
submukosa, dan tunika mukosa akan tetapi usus besar mempunyai gambaran-gambaran yang
khas berupa: lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna tetapi terkumpul dalam tiga
pita yang disebut taenia koli yang bersatu pada sigmoid distal. Panjang taenia lebih pendek
daripada usus sehingga usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang
disebut haustra. Pada taenia melekat kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak
yang disebut apendices epiploika. Lapisan mukosa usus besar lebih tebal dengan kriptus
lieberkuhn terletak lebih dalam serta mempunyai sel goblet lebih banyak daripada usus halus.

6
Vaskularisasi usus besar diatur oleh arteri mesenterika superior dan inferior. Arteri
mesenterika superior memvaskularisasi kolon bagian kanan (mulai dari sekum sampai dua
pertiga proksimal kolon transversum). Arteri mesenterika superior mempunyai tiga cabang
utama yaitu arteri ileokolika, arteri kolika dekstra, dan arteri kolika media. Sedangkan arteri
mesenterika inferior memvaskularisasi kolon bagian kiri (mulai dari sepertiga distal kolon
transversum sampai rektum bagian proksimal). Arteri mesenterika inferior mempunyai tiga
cabang yaitu arteri kolika sinistra, arteri hemorroidalis superior, dan arteri sigmoidea.
Vaskularisasi tambahan daerah rektum diatur oleh arteria sakralis media dan arteria
hemorroidalis inferior dan media. Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior melalui
vena mesenterika superior dan inferior serta vena hemorroidalis superior, yaitu bagian dari
sistem portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemorroidalis media dan inferior
mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik. Ada
anastomosis antara vena hemorroidalis superior, media, dan inferior sehingga peningkatan
tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-vena ini dan mengakibatkan
hemorroid.
Aliran pembuluh limfe kolon mengikuti arteria regional ke limfenodi preaorta pada
pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Aliran balik pembuluh limfe melalui sistrna
kili yang bermuara ke dalam sistem vena pada sambungan vena subklavia dan jugularis
sinistra. Hal ini menyebabkan metastase karsinoma gastrointestinal bisa ada dalam kelenjar
limfe leher (kelenjar limfe virchow). Aliran balik pembuluh limfe rektum mengikuti aliran
pembuluh darah hemorroidalis superior dan pembuluh limfe kanalis ani menyebar ke nodi
limfatisi iliaka interna, sedangkan aliran balik pembuluh limfe anus dan kulit perineum
mengikuti aliran limfe inguinalis superficialis.
Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom kecuali sfingter eksternus
yang diatur secara voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian
tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral mensuplai
bagian distal. Serabut simpatis yang berjalan dari pars torasika dan lumbalis medula spinalis
melalui rantai simpatis ke ganglia simpatis preortika. Disana bersinaps dengan post ganglion
yang mengikuti aliran arteri utama dan berakhir pada pleksus mienterikus (Aurbach) dan
submukosa (meissner).
Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta
perangsangan sfingter rektum, sedangkan saraf parasimpatis mempunyai efek yang
berlawanan. Kendali usus yang paling penting adalah aktivitas refleks lokal yang diperantarai
oleh pleksus nervosus intramural (Meissner dan Aurbach) dan interkoneksinya. Jadi pasien

7
dengan kerusakan medula spinalis maka fungsi ususnya tetap normal, sedangkan pasien
dengan penyakit hirschsprung akan mempunyai fungsi usus yang abnormal karena pada
penyakit ini terjadi keabsenan pleksus aurbach dan meissner.

2.2 KONSEP DASAR PERITONITIS

2.2.1 ETIOLOGI PERITONITIS


Peritonitis biasanya disebabkan oleh :
A. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.
Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung
empedu atau usus buntu. Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika
pemaparan tidak berlangsung terus menerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan
peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila diobati.
B. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual.
C. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis
kuman.
D. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites) dan
mengalami infeksi.
E. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.
Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan
dapat memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama
pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.
F. Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis.
Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam
perut.
G. Iritasi tanpa infeksi.
Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada sarung
tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.
H. Peritonitis ini dapat terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan
empedu, barium, dan substansi kimia lain atau proses inflamasi transmural dari
organ-organ dalam tanpa adanya inokulasibakteri di rongga abdomen.

8
2.2.2 MANIFESTASI KLINIS
Pada peritonitis mulai timbulnya gejala samar dan cepat, yang ditandai dengan demam,
nyeri perut, muntah, diare dan tampak toksik. Palpasi pada perut menunjukkan adanya sakit
lepas dan kaku. Suara usus hipoaktif atau tidak ada. Adanya darah atau cairan dalam rongga
peritoneum yang akan memberikan tanda-tanda suatu rangsangan peritonium. Rangsangan
peritoneum tersebut dapat menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati bisa
menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus dapat menurun sampai
dengan darihilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakterial,
suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak
letargik dan syok. Rangsangan ini dapat menimbulkan rasa nyeri pada setiap gerakan.

2.2.3 PATOFISIOLOGI
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam rongga abdomen,
biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau perforasi tumor, peritoneal
diawali terkontaminasi material. Awalnya material masuk ke dalam rongga abdomen adalah
steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi
bakteri. Akibatnya timbul edem jaringan dan pertambahan eksudat. Caiaran dalam rongga
abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel
yang rusak dan darah. Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi
segera dikuti oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus
besar(“NUZULUL ZULKARNAIN HAQ,” n.d.).

2.2.4 KOMPLIKASI
A. Komplikasi dini
1) Septikemia dan syok septic
2) Syok hipovolemik
3) Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multi system
4) Abses residual intraperitoneal
5) Portal Pyemia (misal abses hepar)
B. Komplikasi lanjut
1) Adhesi
2) Obstruksi intestinal rekuren

9
2.2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Toucher
Pada penderita wanita diperlukan pemeriksaan vagina bimanual untuk
membedakan nyeri akibat pelvic inflammatory disease, namun pemeriksaan ini
jarang dilakukan pada keadaan peritonitis yang akut. Terlihat teraba tahanan yang
kenyal yang berfluktuasi dalam kavum douglasi dan nyeri tekan.
B. Pemeriksaan Laboratorium
C. Pemeriksaan X-Ray
Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal
proyeksi anteroposterior.
Pengambilan foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara
lain:
1) Posisi tidur untuk melihat distribusi usus, ada tidaknya penjalaran.
2) Posisi LLD untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus.
3) Posisi setengah duduk atau berdiri.

2.2.6 PENATALAKSANAAN
A. Penggantian cairan Elektrolit Intravena (NaCL atau RL).
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian
volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen,
nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan
tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi
B. Pemberian antibiotic yang sesuai (selama 24 jam).
Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5 mg/kg berat
badan IV dosis tunggal/hari dan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam. Terapi
antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik
berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah
hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang
dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan
tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan,
karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
C. Dekompresi saluran cerna dengan penghisapan NGT dan intestinal
Drainase (pengaliran).

10
Pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu dengan segera akan
terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi
kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi
yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi
yang tidak dapat direseksi.
D. Pembuangan focus septic/penyebab peradangan lain dilakukan dengan laparatomi.
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi
laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang
menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup.
Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik
operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi
dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi
peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau
mereseksi viskus yang perforasi.

2.3 ASUHAN KEPERAWATAN

2.3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai
permasalahan yang ada. Pengkajian dapat dilakukan persistem tubuh dengan menggunakan 4
metode yaitu : inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Dalam pengkajian yang dilakukan dalam tahapanya meliputi:
A. Pengumpulan Data
Data yang dikaji adalah sebagai berikut :
1) Biodata
a) Identitas klien: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan terakhir, tanggal
masuk RS, tanggal pengkajian, nomor rekam medik, diagnose medis, pekerjaan
dan alamat.
b) Identitas penamggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
alamat serta hubungan dengan klien.
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
(1) Keluhan utama

11
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan klien sehingga
mendorong pasien untuk mencari pertolongan medis.Keluhan utama
dikumpulkan untuk menetapkan prioritas intervensi keperawatan dan untuk
mengkaji tingkat pemahaman klien tentang kondisi kesehatannya saat ini.
Keluhan utama yang sering muncul pada pasien peritonitis adalah demam,
nyeri perut, nyeri tekan, muntah.
(2) Riwayat keluhan utama
Menggambarkan keluhan saat dilakukan pengkajian serta
menggambarkan kejadian sampai terjadi penyakit saat ini, dengan
menggunakan konsep PQRST.
P : (Paliatif/provokatif), Apakah yang meyebabkan
keluhan dan memperingan serta memberatkan keluhan.
Pada penderita peritonitis biasanya disebabkan oleh
prosesnya inflamasi.
Q : (Quality/Kwantity), Seberapa berat keluhan dan
bagaimana rasanya serta berapa sering keluhan itu
muncul. Pada penderita peritonitis keluhan yang
dirasakan nyeri terus menerus.

R : (Region/Radiation), Lokasi keluhan dirasakan dan


juga arah penyebaran keluhan sejauh mana. Pada
penderita peritonitis nyeri biasanya dirasakan pada
daerah abdomen.
S : (Scale/Severity), Intensitas keluhan yang dirasakan,
apakah sampai mengganggu atau tidak. Pada penderita
peritonitis skala nyeri dirasakan.
T : (Timing), Kapan keluhan dirasakan, seberapa sering,
apakah berulang-ulang, dimana hal ini menentukan
waktu dan durasi. peritonitis, keluhan dirasakan saat
melakukan aktivitas.

b) Riwayat kesehatan dahulu


Pada riwayat kesehatan dahulu, apakah klien pernah menderita penyakit
yang sama atau perlu dikaji apakah klien pernah mengalami penyakit yang berat

12
atau suatu penyakit tertentu yang memungkinkan akan berpengaruh pada
kesehatan sekarang.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji dengan menggunakan genogram, adakah anggota keluarga yang
mempunyai penyakit serupa dengan klien atau penyakit keturunan.
3) Pemeriksaan Fisik
Menurut Nursalam (2008), pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe dan
didokumentasikan secara persistem yang meliputi:
a) Keadaan Umum
Biasanya Klien dengan peritonitis akan datang dengan adanya keluhan
nyeri abdomen, dengan keadaan umum yang buruk misalnya dengan tampak
sakit berat.
b) Kesadaran
Pada umumnya tingkatan kesadaran terdiri dari enam tingkatan yaitu :
(1) Kompos mentis: sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya (GCS 15-14)
(2) Apatis: keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh (GCS 13-12).
(3) Somnolen: keadaan kesadaran yang mau tidur saja dapat dibangunkan
dengan rangsangan nyeri akan tetapi jatuh tidur lagi (GCS 11-10).
(4) Delirium: keadaan kacau motorik seperti memberontak dan tidak sadar
terhadap orang lain, tempat dan waktu (GCS 9-7).
(5) Sopor: keadaan kesadaran yang menyerupai koma, reaksi hanya dapat
ditimbulkan dengan rangsang nyeri (GCS 9-7).
(6) Koma: keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat
dibangunkan dengan rangsang apapun (GCS < 7) .
c) Tanda-tanda Vital
Sebelum melakukan tindakan lain, yang perlu diperhatikan adalah tanda-
tanda vital, karena sangat berhubungan dengan fungsi kehidupan dan tanda-
tanda lain yang berkaitan dengan masalah yang terjadi. Tanda-tanda vital terdiri
atas empat pemeriksaan, yaitu:
(1) Tekanan darah
(2) Pemeriksaan denyut nadi
(3) Pemeriksaan suhu

13
(4) Pemeriksaan respirasi
d) Pemeriksaan Persistem
(1) Sistem pernapasan
(2) Sistem kardiovaskuler
(3) Sistem pencernaan
(4) Sistem muskuloskeletal
(5) Sistem Integumen
(6) Sistem indera
(a) Mata
(b) Telinga
(c) Hidung
(d) Mulut
(7) Sistem saraf
(8) Sistem perkemihan
(9) Sistem imun
(10) Sistem reproduksi

4) Pola Aktivitas Sehari – Hari


a) Nutrisi
Pada penderita peritonitis mengalami masalah dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi karena kurangnya nafsu makan dan kehilangan sensasi kecap.
b) Eliminasi (BAB dan BAK)
Pada klien dengan peritonitis akan terjadi penurunan eliminasi BAK dan
BAB akibat dari menurunya intake nutrisi.
c) Istrahat dan Tidur
Istrahat tidur terganggu akibat adanya nyeri.
d) Personal Hygiene
Biasanya mengalami gangguan pemenuhan ADL akibat adanya nyeri
abdomen.
5) Data Psikologis
a) Status emosi
Klien menjadi iritable atau emosi yang labil terjadi secara tiba-tiba klien
menjadi mudah tersinggung.
b) Konsep Diri

14
(1) Body image: mengkaji pandangan klien terhadap keadaan fisiknya saat ini,
apakah klien merasa terganggu dengan keadaannya saat ini?
(2) Ideal: kaji keadaan yang diinginkan klien dan sesuatu yang menjadi harapan
dari cita-citanya?
(3) Harga diri: kaji apakah klien pada saat ini merasa malu atau bagaimana
penilaian pribadi klien tentang hasil yang dicapai dan seberapa jauh perilaku
klien dalam memenuhi ideal dirinya?.
(4) Peran: kaji bagaimana pola perilaku, sikap, nilai, dan aspirasi yang
diharapkan individu berdasarkan posisinya di masyarakat?
6) Data Sosial
Perlu dikaji tentang tidak tanggapnya aktifitas disekitarnya baik ketika di
rumah atau di rumah sakit. Klien biasanya menjadi tidak peduli dan lebih banyak
diam akan lingkungan sekitarnya.
7) Data Spritual
Hal-hal yang perlu dikaji yaitu bagaimana pelaksanaan ibadah selama
sakit.Perlu pula dikaji keyakinan klien tentang keembuhannya dihubungkan dengan
agama yang dianut klien dan bagaimana persepsi klien tentang penyakitnya serta
siapa yang menjadi pendorong dan memotivasi bagi kesembuhan klien.
8) Data Penunjang
a). Pemeriksaan Laboratorium
(1) Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit
yang meningkat dan asidosis metabolic, LED dengan dilakukan tes darah
lengkap
(2) Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein
(lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi
dengan kultur.
(3) Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan
granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum
hasil pembiakan didapat
(4) Pemeriksaan X-Ray
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan
usus besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi

15
B. Pengelompokan Data
Pengelompokkan data adalah mengelompokkan data-data klien atau keadaan tertentu
dimana klien mengalami permasalahan kesehatan atau keperawatan berdasarkan kriteria
permasalahannya.Setelah dapat dikelompokkan, maka perawat dapat mengidentifikasi
masalah keperawatan klien dengan merumuskannya.Adapun data-data yang muncul
diklasifikasikan dalam data subyektif dan obyektif (Marelli, 2008).
C. Analisa Data
Analisa data merupakan proses berfikir secara ilmiah berdasarkan teori-teori yang
dihubungkan dengan data-data yang ditemukan saat pengkajian. Menginterprestasikan data
atau membandingkan dengan standar fisiologis setelah dianalisa, maka akan didapat
penyebab terjadinya masalah pada klien (Nursalam, 2008).
Analisa data terdiri dari :
1) Problem yaitu suatu masalah yang muncul dalam keperawatan
2) Etiologi yaitu penyebab dari timbulnya suatu masalah keperawatan
3) Symptom yaitu gejala yang menyebabkan timbulnya suatu masalah.
D. Prioritas masalah
Prioritas masalah dituliskan dalam urutan tertentu untuk memudahkan pengurutan
diagnosa keperawatan berkaitan yang dipilih, yang tersaji dalam pedoman perawatan. Setelah
masalah dianalisa diprioritaskan sesuai dengan kriteria prioritas masalah untuk menentukan
masalah yang harus segera diatasi yaitu:
1) Masalah yang dapat mengancam jiwa klien
2) Masalah aktual
3) Masalah potensial atau resiko tinggi.

2.3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


Adapun diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan penyakit jantung
koroner menurut (“BUKU SAKU DIAGNOSIS KEPERAWATAN: NANDA, NIC, NOC
EDISI 9,” n.d.) adalah:
A. Nyeri b/d proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.
B. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia dan muntah.
C. Hipertermia b/d proses inflamasi pada peritonium.

16
2.3.3 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

N Diagnosa Perencanaan Implementasi Evaluasi


Tujuan & KH
o Keperawatan Intervensi Rasional

1. Nyeri akut b/d Setelah Mandiri : Mandiri: Mandiri : S: Pasien


proses dilakukan mengatakan
1. Lakukan 1. Untuk 1. Melakukan
inflamasi, tindakan “nyeri
pengkajian mengetahui pengkajian nyeri
demam dan keperawatan berkurang
nyeri secara berapa berat nyeri secara
kerusakan nyeri selama atau hilang”.
komprehensif. yang dialami komprehensif
jaringan. 3x24 jam,
pasien. termasuk intensitas O: TTV normal,
nyeri pada
nyeri (skala 1-10), Skala nyeri
pasien dapat
lokasi, berkurang.
teratasi dengan
karakteristik,
Kriteria Hasil : A: Nyeri dapat
durasi, frekuensi,
diatasi.
- Pasien kualitas dan faktor
mampu presipitasi. P : Intervensi
mengontrol 2. Observasi 2. Merupakan 2. Mengobservasi dihentikan.
nyeri (tahu adanya tanda- indicator/derajat adanya tanda-
penyebab tanda nyeri non nyeri yang tidak tanda nyeri non
nyeri, verbal dan tidak langsung dialami verbal dan tidak
mampu kenyaman. pasien kenyaman, seperti
menggunaka ekspresi wajah,
n tehnik gelisah, menangis
nonfarmakol dan menarik diri.
ogi untuk 3. Kontrol 3. Rangsangan yang 3. Mengontrol
mengurangi lingkungan berlebihan dari lingkungan yang
nyeri, yang dapat lingkungan akan dapat
mencari mempengaruhi memperberat rasa mempengaruhi
bantuan) nyeri seperti nyeri nyeri seperti suhu
- Melaporkan suhu, ruangan,
bahwa nyeri kebisingan, pencahayaan dan
berkurang pencahayaan. kebisingan.
dengan 4. Atur posisi 4. Posisi yang 4. Mengatur posisi
menggunaka pasien nyaman akan pasien senyaman
n senyaman membantu mungkin sesuai

17
manajemen mungkin sesuai memberikan keinginan pasien.
nyeri keinginan kesempatan pada
- Mampu pasien. otot untuk
mengenali relaksasi
nyeri (skala, seoptimal
intensitas, mungkin.
frekuensi 5. Anjurkan 5. Pengenalan 5. Menganjurkan
dan tanda pasien untuk segera pasien untuk
nyeri) melaporkan meningkatkan melaporkan nyeri
- Menyatakan nyeri dengan intervensi dini dengan segera jika
rasa nyaman segera jika dan dapat nyeri itu muncul.
setelah nyeri nyeri itu mengurangi
berkurang muncul. beratnya
- Tanda vital serangan.
dalam 6. Ajarkan tentang 6. Teknik distraksi 6. Mengajarkan
rentang teknik non dan relaksasi tentang teknik non
normal. farmakologi dapat mengurangi farmakologi
seperti teknik rasa nyeri yang seperti teknik
distraksi dan dirasakan klien. distraksi (TV,
relaksasi. majalah, koran,
dll) dan relaksasi
(nafas dalam).

Kolaborasi: Kolaborasi: Kolaborasi:

7. Kolaborasi 7. Obat-obatan 7. Mengkolaborasi


dengan tim analgesic dapat dengan tim medis
medis lainnya membantu lainnya dalam
dalam mengurangi nyeri pemberian
pemberian klien. analgesik
analgesik tergantung tipe dan
tergantung tipe beratnya nyeri.
dan beratnya
nyeri.
8. Monitor vital 8. Untuk melihat 8. Memonitor vital
sign sebelum respon tubuh obat sign sebelum dan
dan sesudah yang di berikan sesudah pemberian

18
pemberian sebelum dan analgesik pertama
analgesik sesudah kali.
pertama kali. pemberian.
9. Evaluasi 9. Pemantauan 9. Mengevaluasi
efektivitas respon tubuh efektivitas
analgesik, tanda terhadap obat analgesik, tanda
dan gejala (efek yang telah di dan gejala (efek
samping). berikan. samping)
2. Ketidak Setelah Mandiri: Mandiri: Mandiri: S: Pasien
seimbangan dilakukan mengatakan
1. Ukur masukan 1. Memberikan 1. Mengukur masukan
nutrisi kurang tindakan “muntah
diet harian informasi tentang diet harian dengan
dari kebutuhan keperawatan hilang”.
dengan jumlah kebutuhan jumlah kalori.
tubuh b/d selama 3x24
kalori. pemasukan/ O: TTV normal,
anoreksia dan jam,
defisiensi BB
muntah. kebutuhan
2. Timbang sesuai 2. Lipatan kulit trisep 2. Menimbang sesuai meningkat.
nutrisi pada
indikasi. berguna dalam indikasi. Bandingkan
pasien akan A: Ketidak
Bandingkan mengkaji perubahan status
terpenuhi seimbangan
perubahan status perubahan massa cairan, riwayat berat
dengan nutrisi
cairan, riwayat otot dan simpanan badan, ukuran kulit
Kriteria Hasil : kurang dari
berat badan, lemak subkutan trisep.
kebutuhan
 Menunjukkan ukuran kulit
dapat diatasi.
peningkatan trisep.

berat badan 3. Berikan 3. Buruknya toleransi 3. Memberikan P : Intervensi

progresif makanan sedikit terhadap makanan makanan sedikit dihentikan.

mencapai dan sering. banyak mungkin dan sering.

tujuan dengan mungkin

nilai berhubungan

laboratorium dengan

normal. peningkatan

 Tak tekanan intra-ab-


domen/asites.
mengalami
tanda
4. Berikan 4. Memberikan
4. Perdarahan dari
malnutrisi
makanan halus, makanan halus,
varises esofagus
lebih lanjut.
hindari hindari makanan
dapat terjadi pada
makanan kasar kasar sesuai
sirosis berat

19
sesuai indikasi. indikasi.

Kolaborasi: Kolaborasi: Kolaborasi:

5. Konsul dengan 5. Makanan tinggi 5. Mengkonsultasikan


ahli diet untuk kalori dibutuhkan dengan ahli diet
memberikan diet pada kebanyakan untuk memberikan
tinggi dalam pasien yang diet tinggi dalam
kalori dan pemasukannya kalori dan
karbohidrat dibatasi, karbohidrat
sederhana, tinggi karbohidrat sederhana, tinggi
lemak, dan tinggi memberikan energi lemak, dan tinggi
protein sedang: yang siap pakai. protein sedang: bila
bila perlu berikan perlu berikan
tambahan cairan tambahan cairan
sesuai indikasi sesuai indikasi

3. Hipertermia b/d Setelah Mandiri: Mandiri: Mandiri: S: Pasien


proses inflamasi dilakukan mengatakan
1. Monitor TTV 1. Untuk 1. Memonitor TTV
pada tindakan “badan sudah
(TD, nadi, mengetahui (TD, nadi, suhu,
peritonium. keperawatan tidak panas
suhu, dan RR) keadaan umum dan RR)
selama 3x24 lagi”.
pasien.
jam, suhu
2. Pantau suhu 2. Suhu 38.9o- 2. Memantau suhu O: TTV normal
tubuh pada
pasien 41,1oC pasien (HR: 60-
pasien kembali
(derajat/pola), menunjukkan (derajat/pola setiap 100x/i, RR:
normal dengan
perhatikan proses infeksi 2 jam), perhatikan 16-24x/i,
Kriteria Hasil :
menggigil/diap akut. menggigil/diaphor Suhu: 36,5-
 Suhu tubuh horesis. esis. 37,5˚C)
dalam 3. Pantau suhu 3. Suhu 3. Memantau suhu
A: Hipertermia
rentang lingkungan, ruangan/jumlah lingkungan,
dapat diatasi.
normal batasi/tambahk selimut harus batasi/tambahkan
 Nadi dan RR an linen tempat diubah untuk linen tempat tidur, P : Intervensi
dalam tidur, sesuai mempertahankan sesuai indikasi. dihentikan.
rentang indikasi. suhu mendekati
normal normal.
 Tidak ada 4. Berikan 4. Dapat membantu 4. Memberikan

20
perubahan kompres mandi mengurangi kompres mandi
warna kulit hangat pada demam. Catatan: hangat pada daerah
dan tidak ada daerah frontal, penggunaan air frontal, hindari
pusing, hindari es/alkohol penggunaan
merasa penggunaan mungkin alkohol.
nyaman alkohol. menyebabkan
kedinginan,
peningkatan suhu
secara aktual.
Selain itu,
alkohol dapat
mengeringkan
kulit.
5. Anjurkan klien 5. Dapat membantu 5. Menganjurkan
untuk minum mengurangi klien untuk minum
air putih  2500 demam tidak air putih  2500
ml/hari atau hanya secara ml/hari atau sesuai
sesuai evaporasi melalu kebutuhan
kebutuhan kulit tetapi juga individu.
individu. melalui haluaran
urine.
6. Anjurkan klien 6. Dapat membantu 6. Menganjurkan
untuk memakai dalam proses klien untuk
baju tipis yang reabsorbsi memakai baju tipis
menyerap keringat sehingga yang menyerap
keringat. mengurangi keringat.
risiko dehidrasi.

Kolaborasi Kolaborasi: Kolaborasi

7. Kolaborasi 7. Digunakan untuk 7. Kolaborasi dengan


dengan tim mengurangi tim medis lainnya
medis lainnya demam dengan dalam pemberian
dalam aksi sentralnya antipiretik,
pemberian pada misalnya ASA
antipiretik, hypothalamus, (aspirin),
misalnya ASA meskipun demam asetaminofen

21
(aspirin), mungkin dapat (Tylenol).
asetaminofen berguna dalam
(Tylenol). membatasi
pertumbuhan
organisme, dan
meningkatkan
autodestruksi
dari sel-sel yang
terinfeksi.

22
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Peritonitis merupakan suatu proses inflamasi membran serosa yang membatasi rongga
abdomen dan organ-organ yang terdapat didalamnya dan merupakan penyakit berbahaya
dalam bentuk akut maupun kronis.1,2 Biasanya disebabkan oleh infeksi dimana reaksi awal
peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa yang kemudian di
antara perlekatan fibrosa tersebut akan terbentuk abses (Mulandari, n.d.). Peritonitis biasanya
primer (spontan) atau sekunder. Pada peritonitis primer, sumber infeksi berasal dari luar perut
dan tumbuh di ruang peritonium lewat penyebaran hematogen atau limfogen. Peritonitis
sekunder muncul dari ruang perut sendiri melalui perluasan dari atau perobekan viskus intra-
abdomen atau abses dalam organ (Arvin, n.d.). Etiologi dari peritonitis adalah penyebaran
infeksi dari organ perut yang terinfeksi, penyakit radang panggul pada wanita yang masih
aktif melakukan kegiatan seksual, infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin
disebabkan oleh beberapa jenis kuman kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa
berkumpul di perut (asites) dan mengalami infeksi, peritonitis dapat terjadi setelah suatu
pembedahan, iritasi tanpa infeksi dan peritonitis ini dapat terjadi karena iritasi bahan-bahan
kimia.

3.2 Saran
Disarankan kepada perawat agar dapat melaksanakan perannya sebagai perawat dengan
upaya promotif, perilaku hidup sehat, upaya preventif, upaya kuratif, dan upaya rehabilitatif.
Perlunya sosialisasi terhadap seluruh kelompok umur masyarakat, agar lebih memahami
karakteristik penderita peritonitis serta faktor resiko dan juga karakterisitik penyakit pada
penderita.

Perawat juga harus mengetahui penyebab, gejala dan penatalaksanaan asuhan


keperawatan dengan baik dan benar dalam menangani pasien dengan Penyakit Peritonitis.

23
DAFTAR PUSTAKA

Arvin, B. K. (n.d.). Ilmu Kesehatan Anak. EGC. Retrieved from


https://books.google.com/books?id=5EPWABOw9TYC&pgis=1

BUKU SAKU DIAGNOSIS KEPERAWATAN: NANDA, NIC, NOC EDISI 9. (n.d.).


Retrieved June 22, 2015, from https://www.tokopedia.com/tokoedu/buku-saku-
diagnosis-keperawatan-nanda-nic-noc-edisi-9

Mulandari, M. M. (n.d.). PERITONITIS PRIMER AKIBAT DARI PENGGUNAAN


KATETER VENA UMBILIKALIS PADA NEONATUS : SEBUAH LAPORAN
KASUS PERITONITIS RESULTING FROM PRIMARY UMBILICAL VEIN
CATHETER USE IN NEONATES : A CASE REPORT, 1–7.

NUZULUL ZULKARNAIN HAQ. (n.d.). Retrieved June 22, 2015, from http://nuzulul-
fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35844-Kep Pencernaan-Askep
Peritonitis.html#popup

Pearce, E. C. (n.d.). Anatomi & Fisiologi U.Ps. Gramedia Pustaka Utama. Retrieved from
https://books.google.com/books?id=3ZyOm94xiCMC&pgis=1

24

Anda mungkin juga menyukai