Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Agama merupakan bagian yang sangat asasi dalam kehidupan manusia.
Sebagai sebuah sistem kepercayaan, keberadaan agama sudah muncul semenjak
ada manusia itu sendiri, mulai kepercayaan yang bersifat tradisional seperti
animisme dan dinamisme. Sejarahmanusia serta kemanusiaan tidak terlepas dari
aspek kepercayaan tersebut. Dalam konteks ini agama bisa menjadi faktor
pemersatu, sumber inspirasi sebuah peradaban, namun pada waktu yang lain agama
juga sering menampakkan wajahnya sebagai faktor pemecah belah manusia.
Tema pluralitas agama khususnya di Indonesia merupakan tema yang
menarik untuk dikaji lebih lanjut. Ketika sebagian elemen negara dan tokoh
masyarakat terus menunjukkan pernyataan, sikap yang sering tidak toleran terhadap
perbedaan dan pluralitas masyarakat Indonesia mengenai berbagai isu keagamaan,
dan kemudian ajaran-ajaran dasar agama yang memulyakan perbedaan di satu sisi
dan persamaan kemanusiaan disisi yang lain telah dibalut dengan penafsiran yang
eksklusif. Hal semacam ini menimbulkan kekacauan relasi antar manusia dan
agamapun menjaditidak harmonis. 1
Adanya standar normatif yang dimiliki oleh masing-masing agama, norma-
norma agama tersebut bila dipandang sekilas hanya sebatas nilai-nilai keagamaan
yang terbuka. Namun bila ditinjau lebih lanjut, dalam agama-agama juga terdapat
doktrin, yang tentunya sulit diupayakan terjadinya kerukunan. Hal ini didasarkan
pada realitas bahwa segala sesuatu yang bersifat doktrinal pasti diikuti dengan
penafsiran,dan pada gilirannya akan memunculkan fanatisme keagamaan di
kalangan umatnya.
Dalam fenomena pluralitas agama terdapat hubungan diri (self) dan yang lain
(the other), dan di dalam hubungan tersebut terdapat berbagai sikap dan cara
keberagamaan. Ada banyak mereka yang eksklusif, yaitu menutup diri dari seluruh
atau sebagian kebenaran pada yang lain. Ada yang toleran: membiarkan yang lain,
namun masih secara pasif, tanpa kehendak memahami, dan tanpa keterlibatan aktif

1
Ali Muhammad, Teologi Pluralis Multikultural, Menghargai Kemajemukan Menjalin
Kebersamaan, (Jakarta: Kompas, 2003), hlm. ix.

1
untuk bekerja sama. Dan ada yang bersikap pluralis, yakni sikap meyakini
kebenaran diri sendiri sambil berusaha memahami, menghargai yang lain. 2
Kita perlu mengembangkan pluralitas dan menegakkan kebebasan beragama
secara serius, bahwa masalah ini merupakanproblem universal. Secara historis,
persoalan ini telah muncul sejak awal sejarah manusia, problem kebebasan
beragama menjadi semakin rumit setelah masyarakat-masyarakat dimana Negara
dan agama di satu sisi dan agama-agama di sisi lain terus mengalami ketegangan
dalam konteks negara-bangsa.
Masyarakat beragama harus saling menjamin kebebasan beragama masing-
masing. Sambil tetap memastikan bahwa mereka dapat bekerja menyelesaikan
masalah-masalah bersama seperti kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan
segala bentuk ketidak adilan lainnya. Di sisi lain dalam konteks negara-bangsa
khususnya di Indonesia, pluralitas agama bukan hanya persoalan teologis. Namun
negara berperan penting dalam menjamin pluralitas agama. Yaitu pluralitas agama
yang demokratis, yang tidak diskriminatif. 3
Pancasila sebagai dasar falsafah negara merupakan model ideal pluralitas
agama ala Indonesia. Pancasila adalah hasil perpaduan dari keberhasilan para bapak
pendiri bangsa yang berpandangan toleran dan terbuka dalam beragama dan
perwujudan nilai-nilai kearifan lokal, adat, dan budaya warisan nenek moyang.4
Sebagai ideologi negara, Pancasila seakan menegaskan bahwa Indonesia
bukan negara agama, tetapi juga bukan negara sekuler. Ia merupakan konsep ideal
untuk menciptakan kerukunan aktif di mana anggota masyarakat bisa hidup rukun
di atas kesepahaman pemikiran.
Tertarik dengan masalah di atas, penulis bermaksud menelaah lebih lanjut
fenomena kemajemukan agama dan Pancasila secara mendalam, untuk
menganalisis sejarah dan arti penting Pancasila dalam menjawab permasalahan
semangat pluralitas agama di Indonesia.

2
Ibid., hlm. xii
3
Ibid., hlm. xx
4
Ahmat Syafi.i Ma’arif, Islam dan Masalah Kenegaraan, Studi Tentang Percaturan Dalam
Konstituante (Jakarta: LP3ES, 1985), hlm. 109.

2
1.2 Rumusan masalah

Dari latar belakang masalah yang diuraikan di atas, dapat dilihat bahwa studi
tentang Pancasila dan pluralitas agama di Indonesia khususnya arti penting
Pancasila terhadap pluralitas agama merupakan kajian yang sangat menarik untuk
ditelaah lebih lanjut. Negara Indonesia adalah negara yang terdiri dari
keanekaragaman agama, semantara Pancasila dibangun dengan semangat
kemajemukan.
Namun agar lebih rinci, permasalahan yang akan dikaji dalam studi ini
adalah:
”Apakah arti penting Pancasila terhadap pluralitas agama di Indonesia?”

1.3 Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman terhadap arti penting


Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup serta idiologi bangsa yang
mengusung nilai-nilai pluralitas, sehingga diharapkan bisa dijadikan landasan
untuk tatanan kehidupan beragama yang penuh keharmonisan dan kedamaian di
Indonesia.
Adapun manfaat penelitian ini adalah: Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangsih terhadap khasanah keilmuan khususnya dalam bidang
filsafat dan menambah pengetahuan penulis serta pembaca terhadap arti penting
Pancasila terhadap pluralitas agama di Indonesia, sehingga menimbulkan kesadaran
terhadap sikap yang Pancasilais dan pluralis.

3
BAB II
KERANGKA TEORI

Pembahasan tentang Pancasila dan kemajemukan agama di Indonesia sudah


tidak asing lagi dalam wacana keilmuan kita. telah banyak buku, artikel, skripsi dan
karya ilmiah lain yang membahas tentang permasalahan tersebut.
Dan buku yang berjudul ”Nilai-Nilai Pluralisme Dalam Islam: Bingkai
Gagasan Yang Berserak” yang ditulis oleh Abd A’la, Ahmad Baso, dkk, adalah
buku yang banyak membahas tentang pluralisme dan hubungan antara negara dan
agama. Tetapi dalam buku ini tidak di bahas secara gamblang tentang hubungan
pluralisme agama dan pancasila sebagai dasarnya.
Disamping itu ada artikel yang ditulis oleh Ayang Utriza, Peneliti Pusat Studi
Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina Jakarta, yang berjudul
”Pancasila: Pluralisme ala Indonesia”. Menelaah tentang pluralisme masyarakat
yang ada di indonesia khususnya pluralisme agama. Dan perbandingan pancasila
dengan Laicite ala Perancis. Artikel ini fokus terhadap perbandingan antara dua
idiologi tersebut.
”Teologi Pluralis-Multikultural: Menghargai Kemajemukan Menjalin
Kebersamaan” yang ditulis oleh Muhammad Ali adalah salah satu tulisan dari
sekian banyak wacana kemajemukan agama. Teologi pluralis multikultural
bertujuan membangun interaksi intern umat beragama dan antar umat beragama,
yang tidak hanya dapat berkoeksistensi secara harmonis dan damai, tetapi juga
bersedia aktif dan proaktif dalam menyelesaikan masalah-masalah bersama dengan
etika kemanusiaan. Dalam buku ini tidak terlalu di bahas tentang pancasila.
Bertolak dari pemaparan di atas, kajian ini akan berbeda, karena penulis akan
mendeskripsikan pluralisme agama, kemudian pemahaman terhadap nilai-nilai
pancasila yang dibangun dari nilai-nilai pluralisme, dan mencoba meneganalisa arti
pentingnya, sehingga diharapkan bisa menjadi inspirasi terhadap tatanan kehidupan
beragama yang damai di Indonesia. Namun tulisan-tulisan yang mendukung studi
ini akanmenjadi sumbangan yang berharga bagi penulis.

4
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bercorak Library Research (Penelitian Pustaka), dalam arti


sumber-sumber datanya berasal dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan
topik yang dibahas. Melalui karya-karya ilmiah, baik yang tertuang dalam buku,
artikel, maupun data-data kepustakaan lainnya yang berkenaan dengan tema
pluralitas agama di Indonesia dan Pancasila.
3.2 Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode dokumentasi.5


Metode dokumentasi adalah pengumpulan data yang bersifat dokumenter, di dalam
pengumpulan data-data tersebut, tentunya diupayakan data-data yang berkaitan
dengan fokus kajian.
3.3 Analisis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif-analisis. Yaitu


berusaha memaparkan fenomena dan sejarah pluralitas khususnya pluralitas agama
di Indonesia dan pemahaman terhadap Pancasila dalam kaitannya dengan pluralitas
agama. Selanjutnya data-data yang ada di analisis dengan secermat mungkin
sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.
3.4 Metode Pendekatan

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan historis,


yaitu mengikuti jejak sejarah pancasila dan pluralitas agama kembali pada asalnya,
meliputi penggambaran sejarah kelahiran Pancasila dan sejarah pluralitas agama di
Indonesia untuk membantu mengetahui permasalahan-permasalahan yang terjadi
dan bagaimana harus menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut.

5
Kontjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat ( Jakarta: Gramedia, 1997 ), hlm. 63.

5
BAB IV
PEMBAHASAN

Pluralisme adalah fenonema yang sangat lekat dengan Indonesia. Enam


agama resmi negara (Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghucu) dan
lebih dari 150 aliran kepercayaan, cukup menjadi bukti bahwa Indonesia termasuk
salah satu negara pluralis terbesar di dunia. Pluralitas bisa menjadi potensi, namun
dapat pula menjadi problem. Dalam konteks inilah pluralisme diperlukan untuk
mengelola keragaman itu.
Harus dipahami bahwa satu pandangan pluralisme tidak dapat mewakili,
menggambarkan dan memberi solusi terhadap seluruh kenyataan manusia di dunia
ini. Para tokoh pluralisme menyadari berbagai varian dalam pluralisme itu sendiri.
Pluralisme Pancasila adalah dirkursus menarik yang perlu dipikirkan secara
filosofis. Sejauh penelusuran saya, Pluralisme Pancasila telah lama hidup di tengah-
tengah masyarakat Indonesia. Pela Gandong (aturan adat di Ambon), misalnya,
mengandung ajaran toleransi yang sangat tinggi. Apabila masyarakat Kristen
memiliki hajat maka orang Islam yang menjadi panitia, demikian pula sebaliknya.
Hanya saja, tradisi-tradisi bermuatan nilai pluralisme ini belum banyak diangkat
oleh para ilmuan yang konsen dengan Pancasila.

4.1 Analisis terhadap pentingnya pancasila untuk Indonesia


4.1.1 Analisis Historis
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang, dimulai pada jaman
kerajaan Kutai, Sriwijaya, majapahit sampai pada datengnya penjajah. Indonesia
berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka dan memiliki
suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup, di
dalamnya tersimpul ciri khas, sifat karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa
lain. Oleh para pendiri bangsa kita (the founding father) dirumuskan secara
sederhana namun mendalam yang meliputi lima prinsip (sila) dan diberi nama
Pancasila.
Secara Historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila
sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara objektif
historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai

6
Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa
Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila. (Kaelan, 2002)
4.1.2 Analisis Yuridis
Landasan yuridis adalah landasan yang berdasarkan atas aturan yang dibuat
setelah melalui perundingan, permusyawarahan. Landasan yuridis pancasila
terdapat dalam alinea IV Pembukaan UUD”45, antara lain di dalamnya terdapat
rumusan sila-sila Pancasila sebagai dasar negara yang sah.
4.1.2 Analisis Filosofis
Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atas filsafat atau
pandangan hidup. Pancasila merupakan dasar filsafat negara. Dalam aspek
penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-nilai pancasila termasuk sistem
perundang-perundangan. Secara Filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan
negara adalah sebagai bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini
berdasarkan kenyataan obyektif bahwa manusia adalah mahluk Tuhan YME. Setiap
aspek penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila termasuk
sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Oleh karena itu dalam realisasi kenegaraan termasuk dalam proses reformasi
dewasa ini merupakan suatu keharusan bahwa Pancasila merupakan sumber nilai
dalam pelaksanaan kenegaraan, baik dalam pembangunan nasional, ekonomi,
politik, hukum, sosial budaya, maupun pertahanan keamanan.

4.2 Ideologi Pancasila Sebagai Pilihan


Keberagaman agama dan pemeluk agama di Indonesia menjadi sebuah
kenyataan yang tak terbantahkan. Kenyataan ini menuntut adanya kesadaran dari
setiap pemeluk agama untuk menjaga keharmonisan hubungan di antara mereka.
Semua pemeluk agama memang harus mawas diri. Yang harus disadari
adalah bahwa mereka hidup dalam sebuah masyarakat dengan keyakinan agama
yang beragam. Dengan demikian, semestinya tak ada satu kelompok pemeluk
agama yang mau menang sendiri.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa di Indonesia terdapat berbagai macam
suku bangsa, adat istiadat hingga berbagai macam agama dan aliran kepercayaan.
Dengan kondisi sosiokultur yang begitu heterogen dibutuhkan sebuah ideologi yang
netral namun dapat mengayomi berbagai keragaman yang ada di Indonesia.

7
Karena itu dipilihlah Pancasila sebagai dasar negara. Namun saat ini yang
menjadi permasalahan adalah bunyi dan butir pada sila pertama. Sedangkan sejauh
ini tidak ada pihak manapun yang secara terangterangan menentang bunyi dan butir
pada sila kedua hingga ke lima. Namun ada ormas-ormas yang terang-terangan
menolak isi dari Pancasila tersebut.
Akibat maraknya parpol dan ormas Islam yang tidak mengakui keberadaan
Pancasila dengan menjual nama Syariat islam dapat mengakibatkan disintegrasi
bangsa. Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia yang cinta atas keutuhan NKRI
maka banyak dari mereka yang mengatasnamakan diri mereka Islam Pancasilais,
atau Islam Nasionalis.
Konsep negara Pancasila adalah konsep negara agama-agama. Konsep negara
yang menjamin setiap pemeluk agama untuk menjalankan agamanya secara utuh,
penuh dan sempurna. Negara Pancasila bukanlah negara agama, bukan pula negara
sekuler apalagi negara atheis. Sebuah negara yang tidak tunduk pada salah satu
agama, tidak pula memperkenankan pemisahan negara dari agama, apalagi sampai
mengakui tidak tunduk pada agama manapun. Negara Pancasila mendorong dan
memfasilitasi semua penduduk untuk tunduk pada agamanya. Penerapan hukum-
hukum agama secara utuh dalam negara Pancasila adalah dimungkinkan. Semangat
pluralisme dan ketuhanan yang dikandung Pancasila telah siap mengadopsi
kemungkinan itu. Tak perlu ada ketakutan ataupun kecemburuan apapun, karena
hukum-hukum agama hanya berlaku pada pemeluknya. Penerapan konsep negara
agama-agama akan menghapus superioritas satu agama atas agama lainnya. Tak
ada lagi asumsi mayoritas – minoritas. Bahkan pemeluk agama dapat hidup
berdampingan secara damai dan sederajat. Adopsi hukum-hukum agama dalam
negara Pancasila akan menjamin kelestarian dasar negara Pancasila, prinsip
Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.
Pikirkan jika suatu kebenaran, kesalahan maupun etika moral ditentukan oleh
sebuah definisi sebuah agama dalam hal ini agama Islam. Sedangkan ketika anda
terlibat didalamnya anda adalah seseorang yang memeluk agama diluar Islam!
Apakah yang anda pikirkan dan bagai mana perasaan di hati anda ketika sebuah
kebenaran dan moralitas pada hati nurani anda ditentukan oleh agama lain yang
bukan anda anut?

8
Sekarang di beberapa provinsi telah terjadi, dengan alasan moral dan budaya
maka diterapkanlah aturan tersebut. Sebagai contoh, kini di sebuah provinsi semua
wanita harus menggunakan jilbab. Mungkin bagi sebagian kecil orang yang tinggal
di Indonesia merupakan keindahan namun bagai mana dengan budaya yang selama
ini telah ada? Jangankan di tanah Papua, pakaian Kebaya pun artinya dilarang
dipakai olah putri daerah. Bukankah ini merupakan pengkhianatan terhadap
kebinekaan bangsa Indonesia yang begitu heterogen. Jika anda masih ragu, silakan
lihat apa yang terjadi di Saudi Arabia dengan aliran Salafy Wahabinya. Tidak ada
pemilu, tidak ada kesetaraan gender dan lihat betapa tersisihnya kaum wanita dan
penganut agama minoritas di sana. Jika memang anda cinta dengan Adat, Budaya
dan Toleransi umat beragama di Indonesia dukung dan jagalah kesucian Pancasila
sebagai ideologi pemersatu bangsa.

4.3 Pancasila Sebagai Inspirasi Perdamaian Agama-agma


4.3.1 Arti penting Pancasila Bagi Masyarakat yang Berkeyakinan Pada
Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama dari Pancasila Dasar Negara NKRI adalah Ketahuan Yang Maha
Esa. Kalimat pada sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam bahasa
Sansekerta ataupun bahasa Pali. Banyak diantara kita yang salah paham
mengartikan makna dari sila pertama ini. Baik dari sekolah dasar sampai sekolah
menengah umum kita diajarkan bahwa arti dari Ketahuan Yang Maha Esa adalah
Tuhan Yang Satu, atau Tuhan yang jumlahnya satu. Jika kita membahasnya dalam
bahasa Sansekerta ataupun Pali, Ketahuan Yang Maha Esa bukanlah Tuhan yang
bermakna satu.
Arti dari Ketahuan Yang Maha Esa bukanlah berarti Tuhan Yang Hanya Satu,
bukan mengacu pada suatu individual yang kita sebut Tuhan Yang jumlahnya satu.
Tetapi sesungguhnya Ketahuan Yang Maha Esa. Berarti Sifat-sifat Luhur atau
Mulia Tuhan yang mutlak harus ada. Jadi yang ditekankan pada sila pertama dari
Pancasila ini adalah sifat-sifat luhur atau mulia, bukan Tuhannya.

9
4.3.2 Kesadaran-kesadaran Masyarakat Yang Pancasilais
Masyarakat merupakan bentukan dari ideology sebuah Negara. Pada Negara
yang berhaluan komunis, maka secara otomatis terbentuk masyarakat komunis.
Tidak peduli apakah di dalamnya ada orang islan, orang Kristen atau agama lain.
Demikian pula halnya pada Negara pancasila, meskipun sebagian besar
penduduknya beragama islam tetapi karena ideologi yang dianut masyarakat
tersebut adalah ideology pancasila. Maka masyarakat yang terbentuk secara
otomatis dinamakan masyarakat pancasila. Sehingga karena merupakan masyarakat
pancasila sadar tidak sadar setiap aktifitas yang dilaksanakan di dalamnya dengan
sendirinya semakin memperkuat kedudukan pancasila sebab tidak satupun
kehidupan berbangsa di Negara pancasila ini kecuali di dalamnya ada nafas
pancasila. Sebagai contoh, dalam lapangan industry, pancasila Nampak dalam
bentuk HIP (Hubungan Industrial Pancasila). Dalam lapangan agama-agama
pancasila mengajarkan “toleransi” yang ditafsirkan dalam wujud kebersamaan di
dalam melaksanakan ibadah seperti perayaan natal bersama atau buka puasa
bersama. Bahkan di dalam membangun masjid yang diselenggarakan oleh nagara,
masjid tersebut mempunyai ciri khusus dimana tulisan ‫‘ ﻪﻠﻟﺍ‬dibelenggu’ oleh segi
lima sebagai simbol pancasila. Seolah- olah hendak mengatakan bila perlu
‘kepentingan’ ‫ ﻪﻠﻟﺍ‬pun harus dibatasi agar tidak keluar dari nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia yaitu pancasila itu sendiri. Dalam lapangan pendidikan, pancasila
menjadi pelajar PPkn atau yang dulu disebut PMP (Pendidikan Moral Pancasila).
Dan dalam bidang politik, pancasila merupakan ideology yang harus dipertahankan.
Terbukti dengan kewajiban setiap kontestant pemilu untuk tetap mempertahankan
ideology pancasila meskipun partai tersebut berasaskan Islam.
Memang pancasila bukan agama, tetapi pancasila telah membelenggu agama.
Pancasila telah mengalahkan kepentingan agama. Pertimbangan masyarakat tidak
lagi atas kaca mata agama tetapi atas kaca mata demi melaksanakan pancasila
secara “murni dan konsekuen”, maka tidak aneh kalau kemudian ditengah-tengah
kehidupan yang religius ada pabrik bir yang memang diberi tempat oleh pancasila
kepada mereka– mereka yang punya hobi “ngedot”. Juga tidak aneh kalau disela–
sela kesucian suara adzan ada juga hingar bingar musik yang mempertontonkan
hal–hal yang diharamkan agama yang justru dari sudut nilai-nilai pancasila

10
dibolehkan. Ada nasyid–nasyid Islami yang menyejukkan hati tetapi ada pula
nyanyian– nyanyian syetan yang mengundang nafsu. Ada majalah – majalah Islam
yang membangun keimanan yang berbaur dengan majalah – majalah yang justru
merusak keimanan. Ada siaran siraman rohani di TV dan radio yang mengajak
kepada jamaahnya agar memerangi kebatilan, tetapi anehnya siaran itu sendiri
didanai dari sumber–sumber yang batil dan mendukung kebatilan. Dalam gambaran
seorang Abdul Qadim Zallum. Islam di Negara seperti ini hanya Nampak sebagian
gerakan moral yang menganjurkan pemikiran sangat general, belum mengkristal
dan tidak memiliki transparansi yang bisa mencerminkan Islam sebagai system
kehidupan, Negara dan masyarakat yang sempurna. Mereka selalu menganjurkan
untuk kembali kepada islam dalam bentuk general, terbuka yang dalam benak-
benak mereka belum ada gambaran yang jelas mengenai sistem Islam serta metode
mengembalikan pemerintahan berdasarkan Islam.

11
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dengan mengkaji pluralitas agama dan Pancasila, dapat dambil benang


merah, bahwa arti penting Pancasila terhadap pluralitas agama di Indonasia. adalah:
Pancasila merupakan obyektifikasi dari nilai-nilai universal dalam setiap
agama dan kepercayaan. Walaupun berbeda-beda dari segi syariat dan aqidah, ada
nilai-nilai yang diyakini bersama sebagai nilai-nilai luhur. Ini berarti bahwa unsur-
unsur objektif agama-agama ada dalam Pancasila.
Kemudian Pancasila adalah titik temu atau landasan filosofis bersama bangsa
Indonesia dalam beragama. Dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa menunjukkan
bahwa bangsa Indonesia dengan keberbagaian cara menghayati agamanya, ia
mempunyai satu religiositas yang sama,yaitu adanya pengakuan bersama terhadap
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dan dalam kaitannya dengan Negara, Pancasila berfungsi sebagai kontrak
sosial dalam berbangsa. Artinya, persetujuan antara sesama warga negara tentang
asas-asas negara. Dengan demikian pancasilamerupakan kesepakatan bersama
dalam pembentukan negara yaitu negara kesatuan Indonesia.
Sebagai ideologi terbuka dan rasional, Pancasila mempunyai sifat dinamis,
tidak statis, menjadi relevan bagi masyarakat yang senantiasa tumbuh dan
berkembang. Oleh karena itu, tidak mungkin Pancasila dibiarkan mendapat tafsiran
sekali jadi untuk selamanya. Jadi perlu reinterpretasi dan rekontekstualisasi
terhadap pancasila sesuai dengan perkembangan zaman.

5.2 Saran

1. Pancasila sebagai dasar falsafah negara merupakan model ideal pluralitas


agama ala Indonesia. Pancasila adalah hasil perpaduan dari keberhasilan
para bapak pendiri bangsa yang berpandangan toleran dan terbuka dalam
beragama dan merupakan perwujudan dari nilai-nilai kearifan lokal, adat,
dan budaya warisan nenek moyang. Maka semangat pluralitas adalah sangat
penting untuk menciptakan kehidupan yang harmonis bagi bangsa yang

12
beridiologikan Pancasila. Dan bagi bangsa yang merindukan suasana yang
damai dan demokratis
2. Dalam pembahasan yang peneliti lakukan tentunya banyak mengandung
kekurangan, karena peneliti menyadari bahwa manusiasebagai seorang
individu (saat ini) tidak ada yang ma'sum dan terlepas dari kekurangan
maupun kesalahan. Maka masih perlu pemahaman yang lebih dalam lagi
terhadap pancasila dan pluralitas agama untuk mengambil arti pentingnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

A’la, Abd, dkk, Nilai-nilai Pluralisme Dalam Islam: Bingkai gagasan berserak,
Bandung: Penerbit Nuansa, 2005
Kaelan, H, MS, Filsafat pancasila, Pandangan Hidup Bangsa Indonesia,
Yogyakarta: PARADIGMA, 2002
Kontjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia, 1997
Muhammad, Ali, Teologi Pluralis Multikultural, menghargai kemajemukan
memjalin kebersamaan, Jakarta: Kompas, 2003
Syafi.i ma’arif, Ahmat, Islam dan Masalah Kenegaraan, studi tentang percaturan
dalam konstituante, Jakarta: LP3ES, 1985

14

Anda mungkin juga menyukai