Eselon II
SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PEMBINAAN DIKLAT APARATUR
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
Disamping itu untuk lebih memantapkan kurikulum dan modul diklat ini
telah pula dilakukan lokakarya dan uji coba/pilot testing yang dihadiri oleh para
pejabat daerah maupun para calon fasilitator/trainer.
i
Harapan kami melalui prosedur pembelajaran dengan menggunakan
modul diklat ini dan dibimbing oleh tenaga fasilitator yang berpengalaman dan
bersertifikat dari lembaga Diklat yang terakreditasi para peserta yang
merupakan para pejabat di daerah akan merasakan manfaat langsung dari
diklat yang diikutinya serta pada gilirannya nanti mereka dapat menunaikan
tugas dengan lebih baik lagi, lebih efektif dan efisien dalam mengelola berbagai
sumber daya di daerahnya masing-masing.
ii
KATA PENGANTAR
DIREKTUR JENDERAL OTONOMI DAERAH
iii
Salah satu komponen peningkatan kapasitas di daerah adalah Pengembangan
SDM atau Diklat bagi pejabat struktural di daerah. Dalam memenuhi kurikulum
serta materi diklat tersebut telah dikembangkan sejumlah modul-modul diklat
oleh Tim Konsultan yang secara khusus direkrut untuk keperluan tersebut yang
dalam pelaksanaannya disupervisi dan ditempatkan di Lembaga Administrasi
Negara (LAN) selaku Pembina Diklat PNS.
Dalam rangka memperoleh kurikulum dan materi diklat yang akuntabel dan
sesuai dengan kebutuhan daerah, dalam tahapan proses pengembangannya
telah memperoleh masukan dari para pejabat daerah dan telah diujicoba (pilot
test), juga melibatkan pejabat daerah, agar diperoleh kesesuaian/ relevansi
dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh para pejabat daerah itu sendiri.
Pejabat daerah merupakan narasumber yang penting dan strategis karena
merupakan pemanfaat atau pengguna kurikulum dan materi diklat tersebut
dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Kurikulum dan meteri diklat yang dihasilkan melalui Proyek SCBD ini, selain
untuk digunakan di lingkungan Proyek SCBD sendiri, dapat juga digunakan di
daerah lainnya karena dalam pengembangannya telah memperhatikan aspek-
aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.
Selain itu juga dalam setiap tahapan proses pengembangannya telah
melibatkan pejabat daerah sebagai narasumber.
iv
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 1
A. Deskripsi Singkat ........................................................................................ 1
B. Hasil Belajar................................................................................................ 7
C. Indikator Hasil Belajar ................................................................................ 7
D. Pokok Bahasan ............................................................................................ 8
Daftar Pustaka
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
Modul ini merupakan bagian dari bahan materi pelatihan tentang kepemerintahan
yang baik dan etika pemerintah/good governance dan goverment ethics khusus
untuk para pejabat eselon II di daerah. Secara keseluruhan sasaran dari kurikulum
good governance dan goverment ethics yang disusun dalam rangka kegiatan
SCBD, adalah para pejabat eselon II, III dan IV. Fokus pembahasan untuk masing
masing eselon disesuaikan dengan tugas, fungsi dan tanggungjawabnya masing
masing. Isi dari materi dalam modul modul untuk semua eselon saling berkaitan
dan pada beberapa modul informasi yang digunakan ada yang sama; oleh karena
itu kepada para peserta eselon II waktu diselenggarakan pelatihan, juga perlu
diinformasikan mengenai kurikulum dan modul modul pelatihan untuk para
pejabat eselon di bawahnya.
Pada sisi lain, seiring dengan kesadaran berdemokrasi, etika sudah sepatutnya
mendapat tempat terhormat, terutama di kalangan pemangku kekuasaan, sebab
disanalah potensi pelanggaran etika terbuka luas.
Ilmu pengetahuan tentang kesusilaan atau moral juga berkaitan dengan ilmu yang
mempelajari nilai-nilai yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya serta
nilai-nilai hidup dan hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia.
Moral (yang artinya cara hidup atau kebiasaan) dalam pengertiannya yang umum
menaruh penekanan pada karakter dan sifat-sifat individu yang khusus di luar
ketaatan pada peraturan, maka moral merujuk pada tingkah laku yang bersifat
spontan, seperti rasa kasih, kemurahan hati, kebesaran jiwa, dan lain-lain.
1
2
Etika tidak berhenti pada tataran konsep-konsep dasar moral tetapi juga berlanjut
pada bagaimana kita mengimplementasikannya. Implementasi dalam sistem politik
atau organisasi publik selalu berhubungan dengan apa yang menurut mereka benar
atau salah sehingga moral dalam mengekspresikan nilai-nilai tertentu yang
mengekspresikan komitmen mereka terhadap mana yang benar dan mana yang
salah.
Dengan demikian etika adalah suatu usaha untuk menjadikan pengalaman moral
individu dan masyarakat tertentu dengan cara tertentu untuk menentukan
aturan-aturan yang mengatur perilaku manusia.
Masalah etika dewasa ini merupakan salah satu persoalan besar yang amat
merisaukan dalam pengelolaan bangsa dan negara. Hampir dalam setiap bidang,
norma etika dilabrak sehingga orang tidak mengetahui lagi mana yang patut dan
mana yang tidak. Bidang politik kehilangan etika, ekonomi melanggar kepatutan,
profesi melanggar kemaslahatan dan keadaban. Demikian pula birokrasi kita
sebagai mesin raksasa penggerak pemerintahan pada umumnya masih bercitra
lamban, boros, korup, ruwet, bahkan makin gemuk dan tidak profesional.
Reformasi sudah berjalan sejak 1989 tetapi birokrasi justru kian tidak paham apa
makna zaman yang berubah itu. Birokrasi justru banyak dikeluhkan berbagai
kalangan termasuk oleh pemerintah sendiri.
Pada sisi lain, seiring dengan kesadaran berdemokrasi, etika sudah sepatutnya
mendapat tempat terhormat, terutama di kalangan pemangku kekuasaan, sebab
disanalah potensi pelanggaran etika terbuka luas.
Ilmu pengetahuan tentang kesusilaan atau moral juga berkaitan dengan ilmu yang
mempelajari nilai-nilai yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya serta
nilai-nilai hidup dan hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia.
Moral (yang artinya cara hidup atau kebiasaan) dalam pengertiannya yang umum
menaruh penekanan pada karakter dan sifat-sifat individu yang khusus di luar
ketaatan pada peraturan, maka moral merujuk pada tingkah laku yang bersifat
spontan, seperti rasa kasih, kemurahan hati, kebesaran jiwa, dan lain-lain.
Etika tidak berhenti pada tataran konsep-konsep dasar moral tetapi juga berlanjut
pada bagaimana kita mengimplementasikannya. Implementasi dalam sistem politik
atau organisasi publik selalu berhubungan dengan apa yang menurut mereka benar
atau salah sehingga moral dalam mengekspresikan nilai-nilai tertentu yang
mengekspresikan komitmen mereka terhadap mana yang benar dan mana yang
salah.
Dengan demikian etika adalah suatu usaha untuk menjadikan pengalaman moral
individu dan masyarakat tertentu dengan cara tertentu untuk menentukan
aturan-aturan yang mengatur perilaku manusia.
Masalah etika dewasa ini merupakan salah satu persoalan besar yang amat
merisaukan dalam pengelolaan bangsa dan negara. Hampir dalam setiap bidang,
norma etika dilabrak sehingga orang tidak mengetahui lagi mana yang patut dan
mana yang tidak. Bidang politik kehilangan etika, ekonomi melanggar kepatutan,
profesi melanggar kemaslahatan dan keadaban. Demikian pula birokrasi kita
sebagai mesin raksasa penggerak pemerintahan pada umumnya masih bercitra
lamban, boros, korup, ruwet, bahkan makin gemuk dan tidak profesional.
Reformasi sudah berjalan sejak 1989 tetapi birokrasi justru kian tidak paham apa
makna zaman yang berubah itu. Birokrasi justru banyak dikeluhkan berbagai
kalangan termasuk oleh pemerintah sendiri.
Tidak berlebihan kalau dalam modul untuk Eselon II ini, kita angkat kepermukaan
pernyataan dari Robert B Denhard yang mengatakan: It is within your power as an
administrator to undertake programs to encourage and facilitate a more ethical
climate within your organization through developing a statement of organizational
philosophy or a code of ethics, conducting an ethics audit and establishing
training program to deal with ethical issues will help your organization’s ethics
4
(Robert B Denhardt, 1995, LAN Laporan Kajian Strategi Pengembangan Etika dalam
Pemerintahan, 2002)
Indikasi umum inilah yang menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam medisain
materi pelatihan yang dituangkan dalam modul diklat untuk pejabat Eselon II ini,
disesuaikan dengan tugasnya dalam membuat kebijakan serta strategi pencapaian
misi instansi yang dipimpinnya. Dalam kaitan itu para pejabat Eselon II tersebut
sesuai kompetensinya harus memiliki kemampuan untuk menetapkan strategi
terbaik dalam mencapai visi dan misi instansi yang mereka pimpin berdasarkan
etika pemerintahan maupun etika moral.
Dimensi mengenai etika pemerintahan dan etika moral ini perlu disimak dalam era
reformasi ini mengingat di Indonesia pada umumnya suasana birokrasi publik kita
masih menunjukkan bahwa aparatur di tingkat bawah relatif akan bertindak sesuai
dengan apa yang dicontohkan oleh para birokrat di tingkat atasnya apakah yang
ditiru itu perilaku yang buruk atau sebaliknya.
Dimensi organisasi yang beretika, harus mampu mewujudkan format dan desain
kelembagaan pemerintahan negara yang sesuai dengan kebutuhan, sebagai wadah
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang merupakan amanah bangsa melalui
konstitusi, di pusat dan di daerah. Di daerah kelembagaan ini harus mampu
menjamin efektifitas pelaksanaan kebijakan desentralisasi penyelenggaraan
pemerintahan yang dijiwai semangat bangsa dalam wadah NKRI.
Cakupan dimensi manajemen meliputi bidang yang luas antara lain meliputi:
manajemen kebijakan publik, manajemen PNS, manajemen keuangan negara,
manajemen pelayanan, manajemen hukum serta manajemen pengawasan dan
akuntabilitas, yang kesemuanya harus berlandaskan prinsip-prinsip good
5
Sumber Gambar: Sukirman & Endah Apriani, Potret Kepuasan Konsumen Pelayanan
Publik Kota Bandung, 2002.
Banyak sudah peraturan yang ditujukan untuk mendukung dan sebagai upaya
dalam pembenahan etika pemerintah seperti Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun
1980 tentang Sapta Prasetya Korpri dan Sumpah Jabatan dan Undang-Undang
43 Tahun 1999 tentang Pokok Pokok Kepegawaian. Demikian pula dukungan lain
sperti konstribusi donor (World Bank; UNDP: ADB, dan lain-lain); pertimbangan
gender equity; kebijakan desentralisasi serta teknologi informasi dan lain-lain
yang kesemua penerapannya seperti sudah tidak efektif lagi. Dalam hal ini tentu
saja andil orang-orang yang duduk dalam posisi-posisi strategis pada birokrasi
pemerintahan khususnya dalam tanggungjawab moral, menjadi sangat penting.
6
SUMBER
DAYA
ALAM
RP
PROYEK
Sejalan dengan kondisi tersebut diatas, kompetensi dari pembelajaran ini bagi
Eselon II perlu diarahkan pada kemampuan dalam menetapkan dan menerapkan
strategi terbaik untuk mencapai misi dari instansinya melalui pengembangan
kebijakan etika kepemerintahan dan etika moral dalam mencapai tujuan yang telah
digariskan.
Gambaran umum mengenai etika dalam kaitannya dengan good governance serta
kebijakan pendukungnya selama ini diuraikan pada bab II; masalah etika serta
pengembangannya diuraikan pada Bab III; sedang Bab III membahas bagaimana
strategi untuk penerapan langkah langkah yang diperlukannya.
Disamping itu untuk keperluan pelatihan dalam pembelajaran ini, para pejabat
Eselon II disarankan untuk mengetahui modul-modul dari Diklat Teknis
Kepemerintahan yang baik dan etika pemerintah yang diperuntukan bagi para
pejabat Eselon IV dan Eselon III, di mana masalah etika juga telah disinggung
terutama dalam kaitannya dengan berbagai penerapan dari good governance, baik
dalam era globalisasi, maupun dalam era reformasi, bahkan dalam pelaksanaan
dari sistem dan budaya kita yang tengah berjalan sejak puluhan tahun yang lalu.
Demikian pula melalui pembelajaran ini, para pejabat Eselon II perlu mengetahui
berbagai kajian reformasi administrasi publik yang telah banyak dilakukan oleh
para ahli maupun lembaga yang menanganinya. Kajian serta analisis tersebut
meliputi bermacam dimensi termasuk diantaranya dimensi kelembagaan, dimensi
pendidikan dan latihan aparatur, dimensi administrasi kepegawaian dan dimensi-
dimensi manajerial lainnya dalam upaya menciptakan kualitas aparatur publik
yang profesional serta bebas Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN).
B. Hasil Belajar
D. Pokok Bahasan
2. Pengembangan etika.
a. Pengertian Etika dan Unsur-unsur Strategis
b. Masalah-masalah Etika yang Berkembang Saat ini
Diklat Teknis: Kepemerintahan yang Baik dan Etika Pemerintah (Good Governance and Goverment Ethics)
Analisis Kompetensi Eselon II
TUGAS KOMPETENSI KNOWLEDGE ATTITUDE SKILL MODUL
Membuat 1. Mampu melakasanakan tugas dan 1. Penguasaan tentang 1. Mempunyai komitmen terhadap 1. Terampil dan bijaksana dalam Modul utama (utk
kebijakan dan fungsinya berlandaskan peraturan kepemimpinan moral sebagai mekanisme pengaturan yang jelas, menyikapi isu-isu etika, moral, bahan latihan):
strategi perundang-undangan yang pemeran utama pengelolaan kekuatan memaksa dalam sosial, ekonomi, budaya dan politik Modul diklat teknis:
pencapaian misi berlaku. tugas dan fungsi di instansinya penerapan sanksi yang tegas yang berkembang dengan Pengembangan
instansi yang (Penegakan hukum, transparasi, menggunakan prinsip good Kebijakan Etika
dipimpinnya, 2. Mampu memimpin instansinya 2. Mengerti tentang masalah etika akuntabilitas dan partisipasi governance dan etika Pemerintahan,
berlandaskan mencapai tujuan sesuai misinya pemerintah dan etika moral publik) dengan pokok bahasan
penerapan kaidah tentang:
good governance,
dengan prosedur yang disusun
3. Pengetahuan ttg sistem etika 2. Terampil dalam menciptakan Good governance
etika
secara profesional
pemerintahan yang tepat yang 2. Komitmen utk menciptakan suasana kerja yang kondusif
dan kebijakan publik
pemerintahan dan berdampak pada cerminan kualitas aparatur publik yang
Pengembangan etika
etika moral 3. Mampu memberi keteladanan berbagai indikator good profesional serta bebas kolusi, 3. Terampil dan jeli dalam
yang baik dalam melaksanakan korupsi dan nepotisme (KKN) Langkah2 yang
governance. melakukan pengawasan dan solusi diperlukan dalam
tugasnya terhadap masalah yang timbul penerapan etika
4. Memahami kajian reformasi 3. Memiliki kejujuran dalam
4. Mampu memberi arahan yang berbagai dimensi etika dalam bertindak dan menjunjung tinggi 4. Terampil dalam menerapkan contohModul tambahan (utk
jelas tentang pengelolaan sumber birokrasi norma norma yang berlaku diketahui peserta) :
contoh keteladanan yang baik
daya yang dimiliki instansinya umum. Modul2 diklat teknis
berdasarkan prinsip good 5. Memahami kajian reformasi
governance dan etika yang baik kelembagaan. 5. Terampil dalam mengumpulkan kepemerintahan yang
4. Konsekuen terhadap pelaksanaan contoh-contoh penerapan etika dan baik dan etika
6. Memahami tentang perencanaan dan program good governance yang relevan pemerintah utk:
5. Mampu mengembangkan manajemen pekerjaan/tugas dengan pengelolaan pelayanan yango Eeselon III dan
kerjasama dengan instansi lain o Eselon IV
(vertikal / horizontal) serta
dan fungsi organisasi, 5. Mawas diri dan daya adaptasi baik kepada publik
termasuk kebutuhan terhadap lingkungan kerja dan
masyarakat berdasarkan prinsip
pengetahuan untuk pejabat dan masyarakat
saling mendapatkan manfaat
staf di bawahnya
sesuai proporsinya masing
masing 7. Memahami peran SDM/
pendidikan dan pelatihan
6. Mampu mengembangkan inovasi aparatur,
dan motivasi kerja berdasarkan
sistem kerja yang disepakati 8. Memahami sistem administrasi
(Reward & punishment; merit kepegawaian
system; dan lain-lain)
9. Memahami sistem administrasi
7. Mampu melakukan evaluasi diri keuangan
berdasarkan etika pemerintahan
dan etika moral.
10
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta (Es II) Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta (Es III) Setelah mengikuti pelatihan ini peserta (Es
diharapkan mampu memahami dan diharapkan mampu memahami dan IV) diharapkan dapat memahami dan
menjelaskan berbagai antisipasi terhadap menjelaskan bagaimana pengembangan
menjelaskan unsur-unsur strategis dari kemungkinan terjadinya perubahan prinsip good gov. dalam Sistem Administrasi
permasalahan etika pemerintahan dalam paradigma pembangunan, yang menjadi Negara Kesatuan RI (SANKRI) serta dapat
kaitannya dengan good local governance, serta masukan dalam merencanakan dan membuat menjelaskan makna prinsip-prinsip Good
dapat merumuskannya dalam strategi dan program kerja di instansinya, dalam mencapai Gov. baik dalam penyelenggaraan Pemda
langkah langkah untuk pengembangan dan tujuannya; serta mampu menyusun rencana (good local gov) maupun dalam praktek
tindak (action plan) yang dapat dituangkan pelayanan umum berikut upaya2 pewujudan
penerapan kebijakan etika kepemerintahan dalam APBD berdasarkan prinsip good good gov dan etika aparatur publik
dan etika moral dalam rangka pencapaian misi governance
dari instansi yang dipimpinnya.
Modul Es II
Pengembangan Kebijakan Etika Pemerintah
Good Gov. dalam Good Gov. dalam Penyelenggaraan Good Gov. di Upaya-upaya Mewujudkan
Dalam SANKRI Penyelenggaraan Pemda Daerah dalam Praktek Pelayanan Good Gov. dan Etika
(Good L G) Umum Aparatur
Peserta pejabat daerah sesuai persyaratan diklat teknis good governance dan etika yang baik
BAB II
GOOD GOVERNANCE DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu
memahami dan menjelaskan pentingnya prinsip prinsip good governance
dan unsur-unsur etika dalam penerapan kebijakan publik
Istilah good governance/good local governance itu sendiri dewasa ini sudah
marak disebut di mana-mana sehingga istilah tersebut sudah tidak asing lagi
bagi sebagian orang. Lebih dari itu, istilah good governance/good local
governance cenderung lebih populer dari pada istilah kepemerintahan yang baik.
Istilah itu mengemuka sejak 1990-an seiring dengan interaksi antara pemerintah
Indonesia dan negara serta lembaga donor seperti World Bank, ADB, ataupun
Negara pemberi bantuan seperti Ausaid, Usaid, dan banyak lagi lembaga
internasional lainnya yang menyoroti kondisi objektif perkembangan ekonomi
dan politik dalam negeri.
Meskipun istilah itu sering kali terucap dalam berbagai peristiwa oleh berbagai
kalangan, pengertiannya bisa berbeda satu dengan yang lain. Sebagian mengarti-
kan good governance sebagai kinerja suatu lembaga, misalnya kinerja
pemerintahan suatu negara, perusahaan atau organisasi masyarakat yang
memenuhi prasyarat tertentu. Pendapat lain ada yang mengaitkan good governance
sebagai penopang stabilitas demokrasi itu sendiri melalui keharusan adanya civil
culture.
Di lain pihak ada pula yang mengartikan governance sebagai proses kegiatan
dalam memecahkan masalah bersama dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dalam governance menurut pengertian tersebut terkandung makna adanya
hubungan kegiatan antara negara, swasta dan masyarakat. Good governance
artinya kepemerintahan/governance yang baik ditandai dengan adanya
11
12
hubungan yang sinergis dan konstruktif diantara Negara, sektor Swasta dan
Masyarakat yang melibatkan seluruh pelaku (stakeholders) yang
berkepentingan tergantung dari permasalahan yang dihadapi. Para pelaku
tersebut disamping pemerintah dari berbagai tingkatan, dapat pula berasal dari
organisasi politik, LSM/NGO, dunia usaha/swasta bahkan lembaga
international, sehingga governance yang berarti administrasi Negara
mempunyai konotasi sebagai administrasi publik yang mengurusi kepentingan
masyarakat (penduduk, warga negara dan rakyatnya), dimana birokrasi
pemerintahan menerapkan berbagai disiplin. Dengan demikian publik/
pemerintah diartikan sebagai hubungan yang memerintah dengan yang
diperintah dengan penempatan sesuai proporsinya.
Prinsip dan paradigma good governance harus masuk bila administrasi publik
ingin berpredikat baik. Prinsip prinsip good governance seperti partisipasi,
penegakan hukum, transparansi, kesamaan, ketanggapan, visi strategis,
akuntabilitas dan supervisi, efektivitas dan efisiensi serta profesionalisme dengan
paradigma yang disepakati (misalnya partisipasi masyarakat dalam proses
pelayanan publik) harus benar benar bisa diwujudkan. Untuk keperluan tersebut
perlu adanya komitmen yang benar benar ditaati oleh semua pelaku pembangunan/
pelayanan yang terlibat.
Salah satu ciri karakteristik dari good governance adalah adanya ketergantungan
dan saling membutuhkan satu dengan lainnya diantara kegiatan pemerintahan
dengan kegiatan sektor swasta dan masyarakat (UNDP, Partnership for
Governance Reform in Indonesia, 2000).
SP SW
MASY
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah
mengatur kerangka kerja serta struktur yang strategis untuk semua kegiatan sektor-
sektor publik. Demikian pula telah banyak Peraturan Perundang-undangan yang
dimaksudkan untuk mendukung percepatan pelayanan masyarakat kearah yang
efektif.
Undang-Undang Dasar 1945 dan perubahannya tentu saja harus menjadi acuan
utama peraturan perundang-undangan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dua istilah digunakan dalam UUD 1945, Sistem Penyelenggaraan Negara dan
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara. Sistem Penyelenggaraan
Pemerintahan Negara merupakan bagian terintegrasi dari Sistem Penyelenggaraan
Negara. Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara merupakan bagian yang
dominan dari Sistem Penyelenggaraan Negara yang pada umumnya terlibat dalam
kegiatan yang berkaitan dengan dimensi manajemen. Dari 37 pasalnya, terdapat
pasal-pasal yang diantaranya menjadi acuan dari peraturan perundang-undangan di
bawahnya yang mengatur pelaksanaan pelayanan publik. Pasal-pasal tersebut
antara lain pasal 33 dan 34 yang mengatur tentang perekonomian dan
kesejahteraan sosial; pasal 31 dan 32 mengenai pendidikan dan kebudayaan; pasal
23 mengenai keuangan.
14
UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme merupakan wujud hukum dalam menampung
paradigma tentang good governance dalam penyelengaraan negara dan
pemerintahan oleh aparatur negara. Dalam undang-undang tersebut para
penyelenggara negara dan pemerintahan diwajibkan menerapkan berbagai azas
yang harus dipertimbangkan dalam melaksanakan kewajiban dan tugasnya
terutama dalam memutuskan suatu kebijakan baik yang berdimensi organisasi
maupun yang berdimensi manajemen. Azas tersebut meliputi: Azas Kepastian
Hukum; Azas Kepentingan Umum; Azas Keterbukaan; Azas Profesionalitas dan
Azas Akuntabilitas.
Azas Akuntabilitas ini merupakan azas pokok dalam pencapaian good governance.
Dengan azas akuntabilitas setiap hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan Negara
harus dapat dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai
pemegang kedaulatan rakyat tertinggi negara. Sistem pertanggungjawaban yang
jelas, tepat dan legal akan menjamin terlaksananya penyelenggaraan pemerintahan
yang baik/good governance. Media pertanggungjawaban kepala pemerintahan
telah dikembangkan system pertanggungjawaban dalam bentuk LAKIP (Laporan
Akhir Kinerja Institusi Pemerintahan), yaitu laporan pertanggungjawaban setiap
akhir jabatan (biasanya lima tahunan) berdasarkan Inpres No 7 Tahun 1999.
Dengan kewajiban pembuatan laporan ini, juga dikandung maksud untuk
terwujudnya kepemerintahan yang baik.
PP 30 Tahun 1980, tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, dan masih banyak lagi
peraturan perundang-undangan yang mendukung pelaksanaan good governance
baik yang berkaitan dengan usaha dalam meningkatkan keadaran hukum dan
pemahaman para pengambil kebijakan publik dan berbagai kelompok masyarakat
lainnya.
Ketaatan semua pihak terhadap hukum, akan berimplikasi pada kuatnya DPRD
dan Masyarakat dalam fungsinya sebagai pengawas eksekutif, yang berdampak
pada lahirnya PERDA dan APBD yang aspiratif, akuntabel dan transparan.
Beberapa contoh instrumen yang dapat dipakai sebagai arahan untuk dapat
terwujudnya ke-tata pemerintahan yang baik, kegiatan berikut perlu mendapat
16
Akuntabilitas 1) Monitoring dan evaluasi terhadap kinerja pemerintah dan kinerja swasta
dan oleh pihak independen
transparansi 2) Prosedur ketat terhadap pengeluaran anggaran yang dilakukan pemerintah
maupun NGO
3) Panduan yang jelas bagi pengadaan pimpinan
4) Dilakukan proses tender system yang baik
5) Transparansi dalam pengaturan keuangan
6) Akses masyarakat terhadap informasi
7) Terdapat framework untuk badan regulator yang adil, terbuka dan
terencana
8) Ada prosedur penyampaian dan penanganan keluhan masyarakat
9) Keteraturan penyampaian informasi terhadap isu2 kunci
10) Terbuka lebar bagi suluruh relasi
Akssesibilitas 1) Ada struktur serta penjadwalan untuk konsultasi dengan wakil dari semua
sector
2) Keterlibatan warga dalam proses pengambilan keputusan
3) Akses yang mudah kepada pemerintah yang dilkaukan oleh masyarakat
maupun organisasi
4) Akses kepada kesempatan usaha perekonomian
5) Jaminan terhadap hak-hak masyarakat/golongan
Modifikasi dari: Building and Social Housing Research Institute, Coalville,
Leicestershire, UK, 2000
17
C. Latihan
Catatan: Latihan untuk peserta, yang tidak lain adalah para pejabat eselon II lebih diarahkan
untuk menghasilkan gagasan dan rumusan hasil pemikiran bersama. Dengan pengalaman sebagai
pejabat eselon II serta pengalaman pengalaman sebelumnya, diharapkan ada pemikiran, cara
serta langkah langkah yang bermanfaat dan bisa diterapkan dalam kegiatan sehari-hari maupun
untuk pelaksanaan masa depan dalam rangka terwujudnya kepemerintahan yang baik dan etika
pemerintah.
Kelompok I:
Diskusikan apa saja hambatan dan kendala yang dihadapi pemerintah daerah
dalam mengaplikasikan program pembangunan di daerahnya dengan
menggunakan paradigma yang menekankan perlu adanya partisipasi masyarakat
dan swasta dalam implementasinya dilihat dari kaidah Good Governance serta
pencapaian tujuan dari program dimaksud. (Kasus bisa diambil salah satu program
pelayanan publik)
Rumuskan bagaimana solusi dan langkah langkah yang perlu diambil.
..............................................................................................................................
Kelompok II:
Diskusikan bagaimana dan apa saja hambatan dan kendala yang dihadapi
pemerintah daerah dalam mengaplikasikan PP 65 / 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan SPM, dilihat dari sudut pandang kepemerintahan yang baik
dan etika pemerintah.
Rumuskan bagaimana solusi dan saran untuk pelaksanaanya dalam rangka
pencapaian tujuan serta makna dari PP tersebut.
.....................................................................................................................................................
D. Rangkuman
Pengertian yang sedang marak tentang governance dewasa ini adalah adanya
hubungan kegiatan antara negara, swasta dan masyarakat sebagai proses
kegiatan dalam memecahkan masalah bersama dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat, dengan melibatkan seluruh pelaku (stakeholders) yang
berkepentingan. Tergantung dari permasalahan yang dihadapi, para pelaku
bisa dari pemerintah dari berbagai tingkatan, organisasi politik, LSM/NGO,
dunia usaha/swasta bahkan lembaga international dengan hubungan antara
pihak terkait sesuai proporsinya.
Prinsip dan paradigma good governance harus masuk untuk mencapai hasil
dari administrasi publik yang baik Prinsip prinsip good governance seperti
partisipasi, penegakan hukum, transparansi, kesamaan, ketanggapan, visi strategis,
akuntabilitas dan supervisi, efektivitas dan efisiensi serta profesionalisme dengan
paradigma yang disepakati (misalnya partisipasi masyarakat dalam proses
pelayanan publik) harus benar benar bisa diwujudkan. Untuk keperluan tersebut
perlu adanya komitmen yang benar benar ditaati oleh semua pelaku pembangunan/
pelayanan yang terlibat.
18
Pernyataan tentang etika dalam berbagai pustaka dapat berlainan, tetapi pada
umumnya pengertian yang dikandungnya relatif sama yaitu tentang susunan
prinsip-prinsip moral dan nilai, yang diterima oleh individu atau kelompok sosial
sebagai sesuatu yang mengatur dan mengendalikan tingkah laku serta menentukan
hal yang baik dan hal yang buruk untuk dilakukan. Prinsip-prinsip moral dan nilai
tersebut secara konkrit diwujudkan dalam kode etik. Kode etik ini merupakan
suatu aturan, sistem atau standar yang memuat prinsip-prinsip tentang pengelolaan
moralitas dan tingkah laku yang diterima dalam suatu lingkungan masyarakat.
Dengan adanya formulasi yang jelas dalam satu regulasi yang jelas, seseorang
akan bertindak benar atau salah karena adanya konsekuensi dari tindakannya yang
berkaitan dengan reward and punishment yang ia terima baik dalam organisasi
maupun dari masyarakat. Dengan demikian diharapkan orang-orang akan
cenderung berpegang teguh pada nilai-nilai moral dan takut untuk melanggarnya
karena ada efek dan sanksi sebagai konsekuensinya.
Oleh karena itu nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan rakyat, dan nilai-nilai
yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan
pembangunan dan aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif
(kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial) dan efisien dalam
pelaksanaan tugasnya harus selalu menjadi program kerja pemerintah/pemda yang
dijabarkan pada setiap aspek pembangunan.
19
20
Yang paling ideal adalah apabila orang akan menerima prinsip-prinsip moral dan
berperilaku sesuai dengan prinsip-prinsip moral tersebut tidak hanya karena
seseorang menyatakan harus melakukannya, tetapi karena mereka tahu tentang apa
yang membuat prinsip-prinsip itu benar.
Gambar: Sukirman & Endah Apriani, Potret Kepuasan Konsumen Pelayanan Publik
Kota Bandung, 2002.
TAP MPR No. VI/MPR/1999 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Undang-
Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas
dari KKN merupakan pewujudan aspek legal terhadap semangat reformasi yang
didengung-dengungkan masyarakat, dalam rangka membawa tuntutan pada
pemerintah untuk mewujudkan sistem kepemerintahan yang baik, bersih dan bebas
dari KKN tersebut. Pelaksanaan pewujudannya masih belum memuaskan
masyarakat luas. Pemerintah harus mampu mendukung bagi terciptanya
kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelengaraan
pemerintahan negara dan pembangunan dengan mempraktekkan prinsip-prinsip
Good Governance.
Ilmu pengetahuan tentang kesusilaan atau moral juga berkaitan dengan ilmu yang
mempelajari nilai-nilai yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya serta
22
Moral (yang artinya cara hidup atau kebiasaan) dalam pengertiannya yang umum
menaruh penekanan pada karakter dan sifat-sifat individu yang khusus di luar
ketaatan pada peraturan, maka moral merujuk pada tingkah laku yang bersifat
spontan, seperti rasa kasih, kemurahan hati, kebesaran jiwa, dan lain-lain.
Etika tidak berhenti pada tataran konsep-konsep dasar moral tetapi juga berlanjut
pada bagaimana kita mengimplementasikannya. Implementasi dalam sistem politik
atau organisasi publik selalu berhubungan dengan apa yang menurut mereka benar
atau salah sehingga moral dalam mengekspresikan nilai-nilai tertentu yang
mengekspresikan komitmen mereka terhadap mana yang benar dan mana yang
salah.
Dengan demikian etika adalah suatu usaha untuk menjadikan pengalaman moral
individu dan masyarakat tertentu dengan cara tertentu untuk menentukan
aturan-aturan yang mengatur perilaku manusia.
Kode etik bagi Pegawai Negeri Sipil sebagai penyelenggara birokrasi publik perlu
ditegaskan kembali dengan formulasi yang jelas dan terinci dalam satu paket
regulasi berikut kodefikasinya agar dapat dioperasionalisasikan.
Kelompok Etika
Etika Sosial Budaya
Etika Politik dan Pemerintahan
Etika Ekonomi dan Bisnis
Etika Penegakkan Hukum yang Berkeadilan
Etika Keilmuan
Etika politik dan pemerintahan
Etika Lingkungan
Etika sosial dan budaya bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam
dengan menampilkan kembali sikap jujur, saling memahami, saling
menghargai, saling mencintai, dan saling menolong diantara sesama manusia
dan warga bangsa. Sejalan dengan itu, pedu menumbuhkembangkan kembali
23
budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan
dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Untuk itu, penting
sekali ditumbuhkembangkan kembali budaya keteladanan yang harus
diwujudkan dalam perilaku para pemimpin baik formal maupun informal pada
setiap lapisan masyarakat.
5. Etika Keilmuan
serta menepati janji, dan komitmen diri untuk mencapai hasil yang terbaik.
7. Etika Lingkungan
Identifikasi, analisis serta pengetahuan tentang aturan dan moral yang mendasari
prinsip-prinsip etika pemerintahan harus selalu digunakan sebagai acuan dalam
melaksanakan tugas yang menjadi tanggungjawabnya
Dalam kenyataanya praktik pewujudan etika ini masih sangat sulit untuk
dilaksanakan. Sebagai ilustrasi, dalam upaya reformasi pola pikir birokasi, masih
sangat sulit untuk mengubah pandangan terhadap kekuasaan yang cenderung
menjadikan birokrasi sebagai kekuatan yang sakral. Pelaksanaan otonomi daerah
dalam beberapa hal masih banyak diwarnai oleh pengaruh pemerintah pusat yang
masih menentukan besar kecilnya lembaga eksekutif di daerah maupun
eksistensinya. Demikian pula kedudukan birokrasi dihadapan pejabat politik masih
lemah. Hubungan antara pimpinan pemerintahan yang dewasa ini banyak berasal
dari kalangan parpol masih terlihat hubungan yang kuat. Hal ini terlihat bila ada
penggantian pimpinan, sering diikuti dengan pergantian pejabat yang di bawahnya.
Hal ini menunjukan bahwa kedudukan birokrasi di hadapan pejabat politik masih
lemah. Hal ini tidak mendukung prinsip etika pemerintahan yang mengamanatkan
untuk berkembangnya prinsip profesionalisme, pada mana pengisian pejabat pada
setiap jenjang maupun bidang seperti bidang ekonomi, sosial bahkan di bidang
politik sekalipun harus berdasarkan profesi yang tepat dan berpengalaman.
Etika tidak berhenti pada tataran konsep-konsep dasar moral tetapi juga
berlanjut pada bagaimana kita mengimplementasikannya
C. Latihan/Diskusi
Para peserta Eselon II hendaknya dalam pelatihan ini fokus pada diskusi-diskusi
tentang bagaimana cara menganalisis kebijakan-kebijakan tentang etika
pemerintahan maupun etika lainnya secara tajam dan jeli, yang akan digunakan
untuk menghasilkan rumusan tentang strategi kebijakan dalam pengembangan
etika yang dapat dilaksanakan dengan cara efektif dan efisien.
Kelompok I:
Rencana pembangunan daerah (Jangka panjang – jangka menengah – maupun tahunan
yang disusun dalam bentuk APBD, merupakan kebijakan pemda yang telah disepakati
bersama antara pemerintah daerah dengan DPRD. Penanganannya memerlukan tertib
pelaksanaan yang bertika.
26
Diskusikan bagaimana prinsip good local governance dan unsur etika, dapat
meningkatkan sinergi dan produktivitas kerja akumulatif terhadap pelaksanaan program
pada berbagai instansi di lingkungan pemda yang pada akhirnya bermuara pada
kepuasan, kesejahteraan, kesehatan masyarakat (Kasus: Kesehatan – Air bersih –
Listrik – Pendidikan)
Rumuskan dan sebutkan langkah langkah strategis yang inovatif dan reformatif yang
diperlukan pada setiap tingkatan rencana guna mengantisipasi kondisi yang belum
kondusif .
.......................................................................................................
Kelompok II
Diskusikan manfaat, kendala/hambatan yang dihadapi dalam penerapan bila gagasan
pelaksanaan reward and punishment bagi aparat pemerintah diberlakukan dengan konsekuen.
Payung hukum mana yang mendukung atau perlu diadakan serta hal apa yang perlu dimuat
dalam peraturan tersebut agar pelaksanaannya bisa berjalan memuaskan bagi semua pihak
terkait.
.............................................................................................................................
Kelompok III
Dari hasil evaluasi terhadap berbagai kinerja aparatur birokrasi, hasi pelaksanaan program
program pembangunan di daerah masih belum optimal.
Diskusikan bagaimana cara yang efektif dan efisien untuk mewujudkan nilai-nilai yang dapat
meningkatkan kemampuan aparat maupun pemberdayaan masyarakat dalam pencapaian tujuan
pembangunan kedalam program kerja pemerintah/pemda [kemandirian, pembangunan
berkelanjutan dan keadilan sosial (pilih salah satu kasus pelayanan publik]
Rumuskan dan apa saja masukan yang diperlukan untuk mendapatkan hasil menuju optimal.
........................................................................................................................................................
D. Rangkuman
TAP MPR No. VI/MPR/1999 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Undang-
Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas
dari KKN, dan peraturan lain yang mendukung good governance, merupakan
pewujudan aspek legal terhadap semangat reformasi yang didengung-dengungkan
masyarakat, dalam rangka membawa tuntutan pada pemerintah untuk mewujudkan
sistem kepemerintahan yang baik, bersih dan bebas dari KKN tersebut.
Pelaksanaan pewujudannya masih belum memuaskan masyarakat luas.
Oleh karena itu nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan rakyat, dan nilai-nilai
yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan
pembangunan dan aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif
(kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial) dan efisien dalam
pelaksanaan tugasnya harus selalu menjadi program kerja pemerintah/pemda yang
dijabarkan pada setiap aspek pembangunan.
27
Dengan adanya formulasi yang jelas dalam satu regulasi yang jelas pula seseorang
akan bertindak benar atau salah karena adanya konsekuensi dari tindakannya yang
berkaitan dengan reward and punishment yang ia terima baik dalam organisasi
maupun dari masyarakat. Dengan demikian diharapkan aparatur pemerintah/orang-
orang akan cenderung berpegang teguh pada nilai-nilai moral dan takut untuk
melanggarnya karena ada efek dan sanksi sebagai konsekuensinya.
BAB IV
STRATEGI DAN LANGKAH LANGKAH YANG DIPERLUKAN
DALAM PENERAPAN ETIKA
Perhitungan cost and benefit; dampak positif/negatif kepada rakyat atau target
group yang akan terkena kebijakan; dan lain-lain, perlu dilakukan sebelum strategi
dilaksanakan.
Idealnya para birokrat dalam berperilaku, hendaknya bukan karena adanya kode
etik sebagai standar berperilaku dalam organisasi, atau dari kebijakan yang akan
dikeluarkan, tetapi dengan mempertanyakan pada diri sendiri apakah alternatif
kebijakan yang dipilihnya karena adanya prinsip-prinsip moral yang universal;
meskipun pada situasi yang khusus dalam menghadapi dilema dan konflik
kepentingan, mungkin hal tersebut bertentangan dengan interest organisasi.
Mereka harus percaya diri dalam bertindak sesuai prosedur dan sesuai dengan
prinsip-prinsip umum aturan moral.
28
29
Kepekaan: Rasa tanggap dan kepekaan dalam menyelesaikan hal yang pelik
perlu selalu dibangkitkan dan dipelihara.
B. Latihan/Diskusi
Demikian juga pada bagian B ini peserta Eselon II perlu berdiskusi dalam
kelompok kecil, misalnya kelompok I, II dan III, untuk merumuskan bagaimana
strategi etika pemerintah khususnya yang dapat dilaksanakan di daerah/
instansinya masing-masing, dengan masukan-masukan seperti:
Masukan untuk diskusi Kelompok I, II, III :
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999.
Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari KKN.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
TAP MPR
Peraturan per UU lainnya
Kasus-kasus pelaksanaan yang sesuai dan yang tidak sesuai kaidah good
governance dan kode etik/etika pemerintahan
Alasan, cara dan contoh Sosialisasi Standar Etika Pemerintahan dilakukan baik
pada pihak aparatur pemerintah/negara maupun pada pihak masyarakat
Kelompok II:
Diskusikan dan simak manfaat, kendala dan saran anda terhadap hal hal berikut:
Sebaiknya menegakkan dulu law enforcement pelaksanaan peraturan perundang-undangan
yang telah ada, sebelum bikin Undang-Undang baru.
Membentuk Komisi Kode Etik
Bagaimana rumusan terbaik strategi untuk pelaksanaannya?
.....................................................................................................................................................
Kelompok III:
Diskusikan mengapa kewajiban mengucapkan sumpah di depan umum dewasa ini hanya
menjadi sebuah formalitas yang kehilangan daya moralnya untuk membangun komitmen yang
tumbuh dari dalam diri sendiri untuk mentaati bunyi sumpah yang diucapkan di depan publik.
Apa sarannya agar sumpah tersebut dapat dikenai sanksi bila tidak dilakukan.
Bagaimana rumusan strategi untuk pelaksanaannya
.....................................................................................................................................................
C. Rangkuman