Aplikasi Pca Untuk Pengenalan Wajah

APLIKASI PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS UNTUK
PENGENALAN WAJAH
SKRIPSI
NITHA A. MELSASAIL
NIM. 2012 – 79 – 047
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2016
ii
LEMBARAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing I dan Pembimbing II
serta disahkan oleh Ketua Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Pattimura Ambon :
Ambon, Maret 2016
Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Y. A. Lesnussa, S.Si, M.Si Z.A. Leleury, S.Si, M.Si

NIP. 148411262008121003 NIP. 198208052008121002
Mengetahui,
Ketua Jurusan Matematika

FMIPA UNPATTI
F.Y. Rumlawang, S.Si, M.Si

NIP. 197206171999031005
iii
4
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas pimpinan dan
penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Skripsi yang
berjudul “Aplikasi Pricipal Component Analysis Untuk Pengenalan Citra
Wajah”.
Dalam rentang waktu penulisan penelitian ini, banyak kendala yang dihadapi
penulis. Namun bersamaan dengan itu banyak pula masukan dan dukungan yang
diberikan kepada penulis, baik yang bersifat materil, moril maupun dukungan doa,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan ini. Untuk itu, tak lupa penulis
mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :
1. Bapak F. Y. Rumlawang, S.Si, M.Si Ketua Jurusan Matematika FMIPA
UNPATTI, yang telah memberikan nasihat dan dorongan bagi penulis sehingga
penulisan makalah ini dapat diselesaikan.
2. Bapak Y. A. Lesnussa, S.Si, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Matematika FMIPA
UNPATTI, dan sekaligus sebagai pembimbing yang telah memberikan bekal
ilmu pengetahuan dan berbagai masukan bagi peneliti sehingga penulisan ini
dapat terselesaikan.
3. Bapak Z. A. Leleury, S.Si, M.Si selaku dosen Pembimbing II yang senantiasa
membimbing, membantu, dan mengarahkan peneliti dalam membuat skripsi ini.
4. Staf Dosen Jurusan Matematika FMIPA UNPATTI yang telah meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran untuk membekali penulis selama ini.

5
5. Keluarga tercinta (Mama, Papa, Anie, Putra) yang telah memberikan kasih
sayang, pengorbanan dan bantuan secara moril maupun materil serta dukungan
luar biasa kepada penulis.
6. Semua sahabat dekat Lanny, Tya, Ike, Echa, Natalia, Tesa, Ano, Salomo,
Samuel, Lenox dan teman-teman terkasih yang tergabung dalam MATH’12 yang
selalu membantu dan menyemangati saya dalam proses penulisan ini.
7. Semua pihak yang telah banyak membantu, dan memotivasi penulis.
Penulis menyadari sungguh bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan oleh karena itu kritik dan saran sangat diperlukan demi kesempurnaan
penulisan skripsi ini di waktu mendatang.
Akhir kata, penulis mengharapkan penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Ambon, Maret 2016
Penulis
6
APLIKASI PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS UNTUK PENGENALAN

WAJAH
ABSTRAK
Semakin meluasnya penggunaan komputer dalam kehidupan sehari-hari telah

membawa piranti tersebut sebagai asisten serbaguna bagi manusia. Salah satu aplikasi
komputer dalam bidang keamanan yang tengah meningkat peranannya adalah dalam
hal pengenalan wajah. Pengenalan wajah adalah proses identifikasi manusia dengan
menggunakan gambaran raut wajah. Dengan semakin meluasnya penggunaan
komputer, diharapkan kemampuan pengenalan wajah dapat diadopsi pada perangkat
pintar tersebut. Proses adopsi tersebut menjadi mungkin dengan ditemukannya
berbagai metode pengenalan wajah, yang salah satunya adalah Analisis Komponen
Utama atau lebih dikenal sebagai PCA (Principal Components Analysis). Penelitian
dimulai dengan merancang sebuah program komputer dengan menggunakan bahasa
pemrograman Matlab. Program hasil rancangan tersebut digunakan untuk menguji
metode PCA dengan menggunakan sejumlah citra wajah. Pada akhirnya dapat
disimpulkan bahwa PCA cukup layak dijadikan metode pengenalan wajah. Data
penelitian menunjukkan hasil pengenalan yang cukup baik dengan presentasi
keberhasilan sebesar 88% dengan tingkat kesalahan sebesar 12%.
Kata Kunci: Principal Component Analysis, eigenface, eigen vector, eigen value,
data training, data testing.
7
APPLICATION OF PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS FOR FACE

RECOGNITION
ABSTRACT
The increasingly widespread use of computers in daily life has brought piranti as
assistant bangued the partment for human. One computer application in the field of
security has increased it is role is in terms of facial recognition. Face recognition is
the process of human identification with the image of the face. With the increasingly
widespread use of computers, is expected to face recognition capabilities can be
adapted on the smart device. The adaption process became possible with the
discovery of variety of facial recognition methods, one of which is the principal
component analysis, or better known as Principal Component Analysis (PCA).
Research began by designing a computer program using the programming language
Matlab. The draft program is used to test the results of PCA with the a facial image.
In the end it can be concluded that PCA is quite worthy of a face recognition method.
The research data shows recognition results were pretty good with quite small error
rate.
Keyword: Principal Component Analysis, eigenface, eigen vector, eigen value,
training image, testing image.
8
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i

LEMBARAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................................. v
ABSTRACT ................................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka............................................................................................. .4
2.2 Landasan Teori ................................................................................................ 7
2.2.1 Teori Matriks ......................................................................................... 7
2.2.1.1 Jenis-Jenis Matriks ................................................................... 8
2.2.1.2 Operasi-Operasi Pada Matriks ............................................... 11
2.2.2 Nilai Eigen dan Vektor Eigen .............................................................. 13
2.2.2.1 Perhitungan Nilai Eigen ......................................................... 13
2.2.2.2 Perhitungan Vektor Eigen ...................................................... 15
2.2.3 Pengenalan Pola ................................................................................... 16
2.2.3.1 Pengertian Pengenalan Pola ................................................... 16
2.2.3.2 Jenis-Jenis Aplikasi Pengenalan Pola .................................... 18
2.2.4 Citra .................................................................................................... 19
2.2.5 Principal Component Analysis (PCA) ................................................ 20
2.2.5.1 Rata-Rata Data Pelatihan ....................................................... 23
2.2.5.2 Zero Mean Data Pelatihan ...................................................... 24
2.2.5.3 Matriks Kovarian Data Pelatihan ........................................... 26
2.2.5.4 Proyeksi Data dan Matriks Bobot .......................................... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian ...................................................................................................... 29
3.2 Bahan dan Materi Penelitian ............................................................................... 29
3.3 Prosedur Penelitian ............................................................................................... 29
9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Metode PCA ......................................................................... 32
4.2 Perhitungan Dengan Menggunakan Metode eigenface ................................... 33
4.3 Pengujian Pengenalan Wajah Dengan Program ................................................ 47
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 53
5.2 Saran ....................................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA
10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era yang semakin maju ini, teknologi telah memegang peranan penting
dalam kehidupan manusia sehari-hari, sehingga kemajuannya sangat dinantikan dan
dinikmati para pengguna teknologi baik secara langsung maupun tidak. Berbagai
jenis penelitian pun dilakukan untuk menghasilkan teknologi yang lebih baik dari
teknologi-teknologi yang sudah ada. Pengembangan ini diharapkan menghasilkan
berbagai hal yang berguna untuk memenuhi kebutuhan pengguna, memberikan
kemudahan dan kenyamanan dalam penggunaan teknologi.
Pengembangan yang dilakukan bertujuan untuk membuat komputer memiliki
kecerdasan setara atau mendekati kepintaran manusia, yang disebut Kecerdasan
Buatan (Artifical Inteligence). Bahasan yang mencakup kecerdasan buatan antara lain
: Sistem Pakar (Expert System), Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network),
Visi Komputer (Computer Vision), Logika Samar (Fuzzy Logic), dan lain-lain.
Computer Vision merupakan bidang pengetahuan yang berfokus pada bidang
system kecerdasan buatan dan berhubungan dengan akuisisi dan pemrosesan images.
Salah satu fokus dari computer vision yaitu pengenalan pola (pattern recognition).
Pattern recognition adalah penelitian yang bertujuan mempelajari ada atau tidaknya
dan bagaimana pola dari sekumpulan data. Data yang dapat dikenali oleh perangkat
komputer dapat berupa suara, gambar, teks, dan lain-lain.

11
Dewasa ini banyak kita lihat ataupun dengar tentang penerapan pengenalan
pola di banyak negara maju maupun negara yang berkembang, hal ini membuktikan
bahwa pengenalan pola sangatlah penting terutama dalam bidang keamanan, salah
satunya adalah pengenalan wajah (face recognition). Pengenalan wajah merupakan
salah satu bidang yang sangat menarik untuk diteliti, dimana proses pengenalan pola
wajah yaitu membandingkan citra wajah masukan dengan suatu database wajah dan
menemukan wajah yang paling sesuai dengan citra masukkan tersebut. Proses
tersebut mendapatkan banyak perhatian beberapa tahun terakhir ini. Hal ini
disebabkan karena banyak aplikasi yang menerapkannya, antara lain dalam
pengamanan gedung, alat identifikasi, ATM, telekonferensi, alat bantu pelacakan
kriminal dan lain-lain.
Dengan teknologi yang sudah ada, pengenalan citra wajah diproses melalui
sistem digital, artinya citra–citra wajah diolah oleh sistem komputer dengan
menggunakan teknologi kecerdasan buatan untuk memperoleh segala bentuk
perubahan pada wajah yang mungkin terjadi. Sampai sekarang masih belum
ditemukan suatu metode yang benar-benar sempurna dalam mengenal suatu wajah.
Hal ini dikarenakan wajah manusia terlalu kompleks, sehingga untuk
mengembangkan suatu perhitungan yang ideal adalah hal yang sulit.
Ada banyak teknik pengenalan wajah yang dapat dipakai dan salah satunya
adalah Principal Component Analysis (PCA) atau juga disebut Karhunen-Loeve
transform yang dikenalkan oleh M Turk & Pentland sekitar tahun 1991. Prosedur
PCA pada dasarnya bertujuan untuk menyederhanakan variabel yang diamati dengan
12
cara menyusutkan (mereduksi) dimensinya. Pada penelitian ini, pembuatan sistem
pengenalan wajah dilakukan dengan menggunakan algoritma PCA.
Berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk
mempelajari dan memahami secara lebih mendalam mengenai Metode PCA dalam
pengenalan wajah. Selanjutnya penulis menyusunnya dalam suatu penelitian yang
berjudul “Aplikasi Principal Component Analysis Untuk Pengenalan Wajah”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana PCA dapat dipakai dalam aplikasi
pengenalan dan mengukur tingkat kemiripan wajah ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengaplikasikan PCA dalam proses
pengenalan dan mengukur tingkat kemiripan wajah.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang dibuat ini dapat memberi manfaat antara lain :
1. Dapat mengetahui secara lebih detail teknik pengenalan karakteristik wajah
manusia oleh komputer, dengan menggunakan metode PCA.
2. Dapat dipergunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya untuk system
karakteristik pengenal wajah manusia secara otomatis dan dapat dipergunakan
untuk berbagai keperluan.

13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 TINJAUAN PUSTAKA
Pengenalan wajah (face recognition) telah menjadi suatu aplikasi khusus di
antara banyak bidang penelitian yang ada pada computer vision. Pengenalan wajah
yaitu membandingkan citra wajah masukan dengan suatu database wajah dan
menemukan wajah yang paling sesuai dengan citra masukkan tersebut. Pengenalan
wajah merupakan suatu pekerjaan yang kompleks hal ini disebabkan banyak
kemungkinan variasi untuk subyek yang sama pada kondisi yang berbeda, seperti
luminansi dan ekspresi muka (facial expression), dan bentuk kepala secara tiga-
dimensi (Jianke, Z., Mang, V., and Peng, U.M., 2002).
Prinsip dasar dari pengenalan wajah adalah dengan mengutip informasi unik
wajah tersebut kemudian di-encode dan dibandingkan dengan hasil decode yang
sebelumnya dilakukan. Dalam metode eigenface, decoding dilakukan dengan
menghitung eigenvector kemudian direpresentasikan dalam sebuah matriks yang
berukuran besar. Eigenvector juga dinyatakan sebagai karakteristik wajah oleh karena
itu metode ini disebut dengan eigenface (Kirbi dan Sirovich, 1987).
Untuk menghasilkan eigenface, sekumpulan besar citra digital dari wajah
manusia diambil pada kondisi pencahayaan yang sama dan kemudian dinormalisasi
selanjutnya diolah pada resolusi yang sama misalnya 50 x 100 pixel. Lalu citra
tersebut dibentuk sebagai vektor dimensi 50 x 100 pixel di mana komponennya
diambil dari nilai pixelnya. Untuk menentukan eigenface dari sekumpulan citra
14
wajah, digunakan algoritma eigenface berdasarkan Principle Component Analysis
(PCA). (Celder, A.J., Burton, A.M, Miller, P., Young, A.W., and Akamatsu, S., 2001)
Proyeksi eigenspace juga dikenal sebagai Karhunen-Loeve (KL) atau juga
dinamakan dengan Principal Component Analysis (PCA). Algoritma eigenface
memanfaatkan Principal Component Analysis (PCA) untuk mereduksi dimensinya
guna menemukan vektor-vektor yang mempunyai nilai terbaik untuk distribusi citra
wajah didalam ruang citra masukan. Vektor ini mendefinisikan subruang dari citra-
citra wajah dan subruang tersebut dinamakan ruang wajah. Semua wajah-wajah
dalam himpunan pelatihan diproyeksikan ke dalam ruang wajah untuk menemukan
suatu himpunan bobot-bobot yang mendeskripsikan kontribusi dari tiap vektor dalam
ruang wajah. Untuk identifikasi suatu citra uji, membutuhkan proyeksi suatu citra ke
dalam ruang wajah untuk menentukan korespondensi kumpulan bobot-bobot. Dengan
membandingkan kumpulan bobot-bobot wajah dalam training set, pengujian citra
dapat diidentifikasi (Atalay, I., 1996 ; Sax, J.D., and Dillon, Q.W., 1963)
Ide dasar PCA adalah mengurangi dimensi dari sekumpulan data pelatihan
yang sebagian besar variabelnya saling terkait dan tetap mempertahankan sebanyak
mungkin variasi yang terdapat pada data set sebagai data pelatihan (A.M. Martinez
and A.C. Kak, 2001). Jika PCA digunakan dalam penelitian yang menggunakan citra
sebagai domainnya, biasanya proses PCA diawali dengan melakukan transformasi
matrik 2 dimensi menjadi satu dimensi untuk setiap objek data pelatihan maupun data
uji coba, oleh sebab itu PCA disebut juga dengan 1D-PCA (M. Turk and A. Pentland,
1991).
15
2.2 LANDASAN TEORI
2.2.1 Teori Matriks
Defenisi 2.1
Matriks adalah himpunan skalar yang disusun secara empat persegi panjang
menurut baris dan kolom. Skalar-skalar tersebut disebut dengan elemen matriks.
Skalar-skalar itu disebut elemen matriks. Untuk batasnya, biasanya digunakan: [ ].
Notasi Matriks
Matriks diberi nama dengan huruf besar misalnya A, B, C, P, Q, dan lain-lain.
Sedangkan elemen-elemennya dengan huruf kecil 𝑎11 , 𝑏21 , 𝑐34 , dan lain-lain. Secara
lengkap ditulis 𝐴 = 〈𝑎𝑖𝑗 〉 artinya suatu matriks A yang elemen-elemennya 𝑎𝑖𝑗
dimana indeks 𝑖 menyatakan baris ke-𝑖 dan indeks 𝑗 menyatakan kolom ke-𝑗 dari
elemen tersebut.
Pandang matriks 𝐴 = 〈𝑎𝑖𝑗 〉, 𝑖 = 1,2,3, … 𝑚 dan 𝑗 = 1,2,3, … 𝑛; yang berarti
bahwa banyaknya baris = 𝑚 serta banyaknya kolom = 𝑛.
𝑎11 𝑎12 𝑎13 ⋯ 𝑎1𝑛

𝑎21 𝑎22 𝑎23 ⋯ 𝑎2𝑛
𝐴 = 𝑎31 𝑎32 𝑎33 ⋯ 𝑎3𝑛
⋮ ⋮ ⋮ ⋯ ⋮
[𝑎𝑚1 𝑎𝑚2 𝑎𝑚3 ⋯ 𝑎𝑚𝑛 ]
Boleh juga ditulis 𝐴(𝑚𝑥𝑛) = (𝑎𝑖𝑗 ), dimana (𝑚 𝑥 𝑛) adalah ukuran (ordo) dari
matriks. Matriks dengan dimensi baris 𝑚 = 1, seperti : 𝐵 = [𝑏1 𝑏2 ⋯ 𝑏𝑛 ],
disebut dengan vektor baris atau matriks baris. Sedang dengan dimensi kolom 𝑛 = 1,
seperti
16
𝑐1
𝑐2
𝐶 = 𝑐3 disebut dengan vektor kolom atau matriks kolom.
⋮
[𝑐𝑚 ]
2.2.1.1 Jenis-Jenis Matriks
Berikut ini akan dibahas mengenai jenis-jenis matriks sebagai berikut :
1. Matriks Bujur Sangkar
Matriks bujur sangkar adalah suatu matriks yang banyak barisnya sama
dengan banyak kolomnya, berukuran 𝑛. Barisan elemen 𝑎11 , 𝑎22 , … , 𝑎𝑛𝑛 disebut
diagonal utama dari matriks bujur sangkar 𝐴 tersebut.
Contoh 2.1 :
4 10 20
𝐴= [3 8 2 ] adalah matriks bujur sangkar berukuran 3
41 5 3
2. Matriks Nol
Matriks Nol adalah matriks yang semua elemennya nol.
Contoh 2.2 :
0 0 0
𝐴 = [0 0 0] adalah matriks yang berukuran 3 𝑥 3
0 0 0
3. Matriks Diagonal
Matriks Diagonal adalah matriks bujur sangkar yang semua elemen di luar
diagonal utama adalah nol. Dengan kata lain, 𝐴 = [𝑎𝑖𝑗 ] adalah matriks diagonal jika
[𝑎𝑖𝑗 ] = 0 untuk 𝑖 ≠ 𝑗.
17
Contoh 2.3 :
12 0 0
𝐴= [0 41 0 ] adalah matriks diagonal
0 0 38
4. Matriks Satuan dan Matriks Identitas
Matriks satuan adalah matriks diagonal yang elemen-elemen diagonal
utamanya semua 1, sedangkan elemen yang lainnya adalah 0. Dengan kata lain, 𝐴 =
[𝑎𝑖𝑗 ] adalah matriks satuan jika [𝑎𝑖𝑗 ] = 1 untuk 𝑖 = 𝑗, dan [𝑎𝑖𝑗 ] = 0 untuk 𝑖 ≠ 𝑗.
Matriks identitas biasanya ditulis 𝐼𝑛 dimana 𝑛 menunjukkan ukuran matriks tersebut.
Contoh 2.4 :
1 0 0
𝐴 = [0 1 0] adalah matriks identitas
0 0 1
5. Matriks Segitiga Bawah
Matriks segitiga bawah (lower triangular) adalah matriks bujur sangkar yang
semua elemen di atas diagonal utamanya adalah 0. Dengan kata lain, [𝑎𝑖𝑗 ] adalah
matriks segitiga bawah bila 𝑎𝑖𝑗 = 0 untuk 𝑖 < 𝑗.
Contoh 2.5 :
17 0 0
[12 4 0] adalah matriks segitiga bawah.
10 2 1
18
6. Matriks Segitiga Atas
Matriks segitiga atas (upper triangular) adalah matriks bujur sangkar yang
semua elemen di bawah diagonal utamanya adalah 0. Dengan kata lain, [𝑎𝑖𝑗 ] adalah
matriks segitiga atas bila 𝑎𝑖𝑗 = 0 untuk 𝑖 > 𝑗.
Contoh 2.6 :
17 10 12
[0 4 5 ] adalah matriks segitiga atas.
0 0 1
7. Matriks Simetris
Matriks simetris adalah matriks yang transposenya sama dengan dirinya
sendiri, dengan kata lain 𝐴 = 𝐴𝑇 atau 𝑎𝑖𝑗 = 𝑎𝑗𝑖 untuk semua 𝑖 dan 𝑗.
Contoh 2.7 :
17 5 0 17 5 0
𝑇
𝐴= [5 3 1 ] dan 𝐴 = [ 5 3 1 ], karena 𝐴 = 𝐴𝑇 maka 𝐴 adalah simetris
0 1 17 0 1 17
8. Matriks Antisimteris
Matriks antisimetris adalah matriks yang transposenya negatifnya. Dengan
kata lain, jika 𝐴𝑇 = −𝐴 atau 𝑎𝑖𝑗 = −𝑎𝑖𝑗 untuk semua 𝑖 dan 𝑗.
Contoh 2.8 :
0 15 −51 −25
𝐴= [−15 0 3 −4 ], transposenya adalah
51 −3 0 1
25 4 −1 0
0 15 −51 −25
𝐴𝑇 = [−15 0 3 −4 ]
51 −3 0 1
25 4 −1 0
19
2.2.1.2 Operasi – operasi Pada Matriks
Berikut ini akan dibahas mengenai operasi-operasi pada matriks yaitu :
Misalkan diketahui matriks berikut :
𝑎11 𝑎12 ⋯ 𝑎1𝑛

𝑎21 𝑎22 ⋯ 𝑎2𝑛
𝐴 = 𝐴𝑚𝑥𝑛 = [𝑎𝑖𝑗 ] = [ ⋮ ] dan
⋮ ⋱ ⋮
𝑎𝑚1 𝑎𝑚2 ⋯ 𝑎𝑚𝑛
𝑏11 𝑏12 ⋯ 𝑏1𝑛

𝑏 𝑏22 ⋯ 𝑏2𝑛
𝐵 = 𝐵𝑚𝑥𝑛 = [𝑏𝑖𝑗 ] = [ 21 ] maka :
⋮ ⋮ ⋱ ⋮
𝑏𝑚1 𝑏𝑚2 ⋯ 𝑏𝑚𝑛
1. Kesamaan Dua Buah Matriks
Dua Buah Matriks 𝐴 dan 𝐵 dikatakan sama (𝐴 = 𝐵), bila ukurannya sama dan
berlaku : [𝑎𝑖𝑗 ] = [𝑏𝑖𝑗 ] untuk setiap 𝑖 dan 𝑗 𝑖 = 1,2, … , 𝑚 ; 𝑗 = 1,2, … , 𝑛.
2. Penjumlahan Matriks
Jumlah dua buah matriks 𝐴 + 𝐵 bisa dilakukan asalkan kedua matriks tersebut
berukuran sama, yaitu :
𝑎11 𝑎12 ⋯ 𝑎1𝑛 𝑏11 𝑏12 ⋯ 𝑏1𝑛

𝑎 𝑎22 ⋯ 𝑎2𝑛 𝑏 𝑏22 ⋯ 𝑏2𝑛
𝐴 + 𝐵 = [𝑎𝑖𝑗 + 𝑏𝑖𝑗 ] = [ 21 ] + [ 21 ]
⋮ ⋮ ⋱ ⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮
𝑎𝑚1 𝑎𝑚2 ⋯ 𝑎𝑚𝑛 𝑏𝑚1 𝑏𝑚2 ⋯ 𝑏𝑚𝑛
3. Perkalian Matriks Dengan Skalar
Jika 𝑘 suatu scalar, maka matriks 𝑘𝐴 = (𝑘𝑎𝑖𝑗 ) diperoleh dengan mengalikan
semua elemen matriks 𝐴 dengan 𝑘.
𝑘𝑎11 𝑘𝑎11 ⋯ 𝑘𝑎11

𝑘𝑎 𝑘𝑎11 ⋯ 𝑘𝑎11
𝑘𝐴 = [𝑘𝑎𝑖𝑗 ] = [ 11 ]
⋮ 𝑘𝑎11 ⋱ 𝑘𝑎11
𝑘𝑎11 𝑘𝑎11 ⋯ 𝑘𝑎11
20
4. Pengurangan Matriks
Mengurangi matriks 𝐴 dengan 𝐵, (𝐴 − 𝐵) adalah menjumlahkan matriks 𝐴
dengan matriks (−𝐵)
5. Perkalian Matriks
Pada umumnya, matriks tidak komutatif terhadap operasi perkalian 𝐴𝐵 ≠ 𝐵𝐴.
Pada perkalian matriks 𝐴𝐵, matriks 𝐴 kita sebut sebagai matriks pertama dan 𝐵
matriks kedua.
Syarat Perkalian Matriks :
Banyaknya kolom matriks pertama = banyaknya baris matriks kedua.
Defenisi 2.2
Hasil perkalian antara matriks 𝐴 = [𝑎𝑖𝑗 ] berordo 𝑚 × 𝑝, dengan matriks 𝐵 = [𝑏𝑖𝑗 ]
berordo 𝑝 × 𝑛 adalah matriks 𝐶 = [𝑐𝑖𝑗 ] berordo 𝑚 × 𝑛, dengan nilai
𝑐𝑖𝑗 = 𝑎𝑖1 𝑏1𝑗 + 𝑎𝑖2 𝑏2𝑗 + … + 𝑎𝑖𝑝 𝑏𝑝𝑗 = ∑ 𝑎𝑖𝑘 𝑏𝑘𝑗

𝑘=1
Beberapa hukum pada perkalian matriks
Jika 𝐴, 𝐵, 𝐶 matriks – matriks yang memenuhi syarat – syarat perkalian matriks
yang diperlukan, maka :
1. 𝐴(𝐵 + 𝐶) = 𝐴𝐵 + 𝐴𝐶 ; (𝐵 + 𝐶)𝐴 = 𝐵𝐴 + 𝐶𝐴, memenuhi hokum distributive.
2. 𝐴(𝐵𝐶) = (𝐴𝐵)𝐶, memenuhi hokum asosiatif.
3. Perkalian tidak komutatif, 𝐴𝐵 ≠ 𝐵𝐴.
4. Jika 𝐴𝐵 = 0, yaitu matriks yang semua elemennya = 0, kemungkinannya :

21
a. 𝐴 = 0 dan 𝐵 = 0
b. 𝐴 = 0 atau 𝐵 = 0
c. 𝐴 ≠ 0 dan 𝐵 ≠ 0
5. Bila 𝐴𝐵 = 𝐴𝐶 belum tentu 𝐵 = 𝐶
2.2.2 Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Defenisi 2.3
Jika A adalah matriks n x n, maka sebuah vektor tak nol 𝒙 di dalam Rn
dinamakan vektor karakteristik / vektor eigen (eigen vector) dari A jika terdapat
bilangan riil λ yang disebut nilai eigen (eigen value) sedemikian sehingga memenuhi
persamaan
Ax = λx
Dalam hal ini dikatakan x adalah vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen λ.
Contoh 2.9 :
1 3 0
Vektor 𝐱 = [ ] adalah vektor eigen dari matriks A = [ ] yang bersesuaian
2 8 −1
dengan nilai eigen λ = 3, karena
3 0 1 3 1
𝐴𝐱 = [ ] [ ] = [ ] = 3 [ ] = 3𝐱
8 −1 2 6 2
2.2.2.1 Perhitungan Nilai Eigen
Untuk mencari nilai eigen dari matriks A yang berukuran n x n maka
bentuk Ax = λx diubah sebagai berikut :
A𝐱 = λ𝐱
22
A𝐱 = λI𝐱
A𝐱 – λI𝐱 = 0
(𝐴 – 𝜆𝐼)𝐱 = 0
(𝜆𝐼 − 𝐴 )𝐱 = 0
Supaya λ menjadi nilai eigen, maka harus ada penyelesaian yang tidak nol dari
persamaan (𝜆𝐼 − 𝐴 )𝐱 = 0 sehingga persamaan tersebut akan mempunyai
penyelesaian tak nol (mempunyai penyelesaian non trivial) jika dan hanya jika det (λ
I – A) = 0. Persamaan det (λI – A) = 0 disebut persamaan karakteristik. Nilai – nilai λ
yang memenuhi persamaan ini disebut nilai eigen dari matriks A. Det (λ I – A) ≡ f(λ)
yaitu berupa polinom dalam λ yang dinamakan polinom karakteristik.
Contoh 2.10 :
0 3
Tentukan nilai eigen dari matriks A =  
2 1
Jawab :
det (λ I – A) = 0
1 0 0 3
det (λ [ ]−[ ]) = 0
0 1 2 1
λ 0 0 3
det ([ ]−[ ]) = 0
0 λ 2 1
λ −3
det ([ ]) = 0
−2 λ − 1
λ(λ − 1) − (−2)(−3) = 0
2    6  0
(  3)(  2)  0
23
Penyelesaian persamaan tersebut adalah   3 dan   2
0 3
Jadi nilai eigen matriks A =   adalah   3 dan   2 .
2 1
2.2.2.2 Perhitungan Vektor Eigen
Menurut definisi terdahulu bahwa vektor eigen dari matriks A yang
bersesuaian dengan nilai eigen λ adalah vektor x yang tidak nol dan haruslah
memenuhi Ax = λ x. Dengan kata vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen λ
adalah vektor yang tak nol dalam pada penyelesaian (λ I – A) x = 0.
Contoh 2.11 :
0 3
Tentukan vektor eigen dari matriks A =  
2 1
Jawab : Pada contoh 2.10 nilai eigen didapatkan 1  2 dan 2  3 , vektor eigen
didapatkan dengan persamaan
 x1  3x2  0
2 x1  (1   ) x2  0
Untuk   2 maka
 2 x1  3x2  0
2 x1  x2  0
Solusi non trivial sistem persamaan ini adalah
2x1  x2
Misalkan, x1  r maka x2  2r
24
0 3
Salah vektor eigen matriks A =   dimana   2 adalah
2 1
r
X    dimana r adalah bilangan sembarang yang tidak nol.
 2r 
2.2.3 Pengenalan Pola
2.2.3.1 Pengertian Pengenalan Pola
Istilah pengenalan pola atau juga sering disebut dengan pattern recognition
telah berkembang pesat dalam penelitian komputasi terutama untuk komputasi citra.
Istilah “pola” erat hubungannya dengan objek yang mempunyai banyak ciri. Misalnya
wajah sebagai objek mempunyai ciri rasio antara lebar mata dan tinggi mata, rasio
antara lebar bibir dan tinggi bibir, rasio antara jarak pusat mata kiri-kanan dengan
lebar bibir. Nilai-nilai rasio tersebut merupakan parameter ciri dari suatu wajah. Ini
artinya objek yang berbeda tentunya mempunyai ciri yang berbeda pula. Istilah
“pengenalan” erat hubungannya dengan pengelompokkan dengan suatu objek
berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki. Suatu objek lebih mudah dikenali, jika
mempunyai nilai pembeda yang besar dengan objek-objek lain. Pengenalan pola
dapat diartikan sebagai sebuah proses untuk mengenali objek secara otomatis
berdasarkan ciri yang didasarkan pada data pelatihan.
Pengenalan pola merupakan serangkaian proses yang dilakukan secara serial,
mulai dari proses deteksi/segmentasi, proses ekstraksi dan proses pengukuran
kemiripan atau proses pengenalan. Untuk mengenali pola suatu objek, ada dua
pendekatan yang sering digunakan yaitu metode yang menggunakan teori statistik
25
dan yang kedua menggunakan teori bahasa formal automata atau dikenal dengan
nama pendekatan pengenalan secara sintaktik.
Aplikasi pengenalan pola telah banyak diimplementasikan dalam bidang
kedokteran atau dikenal dengan istilah biomedik, biometrik, dan pengenalan untuk
objek-objek lainnya. Sebagai contoh bidang biometrik telah mengubah cara
mengenali seseorang yang semula menggunakan NIP atau iedentitas lain bergeser
menggunakan perilaku dan ciri yang melekat pada tubuh seperti wajah, sidik jari
ataupun ciri lainnya. Pengenalan seseorang menggunakan karakteristik fisik yang
melekat pada tubuh seseorang disebut biometrik. Beberapa modalitas fisik yang
digunakan dalam biometrik antara lain :
1. Sidik jari
2. Wajah
3. Iris mata
4. Telapak tangan
5. Telinga
Sedangkan biometrik yang berhubungan dengan tingkah laku antara lain :
1. Gaya menulis seseorang

2. Gaya berjalan
3. Tanda tangan
Modalitas yang digunakan pada biometrik dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Telah banyak penelitian yang dihasilkan untuk melakukan pengenalan seseorang
mengenai sidik jari (Maltoni, et al., 2003; Keokanlaya, 2009; Tomohiko et al., 2007;
Ll et al., 2002; Yufei et al., 2007). Selain sidik jari penelitian tentang pengenalan
wajah juga telah banyak dilakukan (Arif et al., 2008; Arif et al., 2011, Mauridhu et
al., 2010). Modalitas lain yang telah diteliti sebagai pengenalan identitas seseorang
26
adalah iris mata (John, 2001; John, 2003a; John, 2003b; Camus and Wildes 2001).
Telapak tangan juga telah banyak digunakan untuk pengenalan identitas seseorang
(Duta et al, 2001; You et al. 2002), dan telinga (Arnia, 2011; Chang et al., 2003;
Zhongli et al., 2004).
Gambar 2.1 Modalitas dalam Biometrik
2.2.3.2 Jenis – Jenis Aplikasi Pengenalan Pola
1. Aplikasi Pengenalan Pola Untuk Mengenali Citra Sidik Jari
2. Aplikasi Pengenalan Pola Untuk Mengenali Citra Wajah
Citra wajah umumnya diambil menggunakan kamera digital. Citra wajah
merupakan salah satu modalitas dalam biometrik yang mengalami perubahan,
meskipun dalam waktu yang lama dibandingkan dengan citra sidik jari. Sedangkan
citra sidik jari cenderung tidak berubah, kecuali mengalami kecelakaan yang
mengakibatkan sidik jari rusak. Sementara citra wajah akan mengalami perubahan
karena beberapa hal, di antaranya adalah :
1. Postur seseorang yang berubah menjadi lebih kurus atau lebih gemuk
2. Perubahan usia akan mengakibatkan wajah berubah

27
3. Ekspresi seseorang juga akan menyebabkan wajah berubah
Pengenalan wajah adalah suatu masalah pada pengenalan pola visual. Dimana
dalam suatu wajah yang direpresentasikan menjadi suatu citra tiga dimensi (3D)
terdapat didalamnya variasi tingkat pecerahan, pencahayaan, pose, ekspresi dan lain-
lain yang kemudian dilakukan proses identifikasi berdasarkan informasi citra dua
dimensinya (2D). Suatu parameter terdekat yang digunakan untuk proses pengenalan
wajah ini salah satunya yaitu melalui pencarian lokasi fitur khusus (local fitur-based)
dari citra, seperti mata, hidung dan mulut, yang kemudian dilakukan perhitungan
jarak antar fiturnya. Metode lain untuk pengenalan wajah dapat dilakukan dengan
membandingkan citra yang telah diproyeksikan menjadi level grayscale menjadi citra
yang memiliki dimensi rendah, metode ini biasa disebut dengan metode eigenfaces
(holistic fitur-based).
Untuk keperluan penelitian pengenalan citra wajah, berikut ini merupakan basis
data wajah dengan model pencahayaan dan pose berbeda :
1. AR 11. XM2VTSDB
2. Richard’s MIT 12. ORL
3. CVL
4. MUCT
5. Yale-B
6. Yale-A
7. PIE
8. UMIST
9. Olivetti – Att – ORL
10. JAFFE
28
2.2.4 Citra
Berikut adalah beberapa defenisi dari citra antara lain :
a. Rupa; gambar; gambaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
b. Sebuah fungsi dua dimensi, 𝑓(𝑥, 𝑦) dimana 𝑥 dan 𝑦 adalah sebuah
koordinat –koordinat spasial (bidang), dan amplitude dari 𝑓 pada setiap
pasang koordinat (𝑥, 𝑦) disebut intensitas atau tingkat keabuan pada titik
tersebut (Gonzalez & Woods, 2002,p.1)
Citra adalah suatu representasi dari objek nyata ke dalam gambar digital
yang dapat dikenali oleh komputer. Citra tersebut dapat menjadi masukan atau
input ke dalam computer yang akan diproses menjadi keluaran atau output yang
diinginkan.
2.2.5 Principal Component Analysis (PCA)
Persoalan paling krusial dalam pengenalan objek yang berbasis citra adalah
jumlah dimensi yang sangat tinggi pada saat proses pengukuran kemiripan.
Dimensi merupakan ukuran yang dimiliki oleh citra, yaitu tinggi citra (h)
dikalikan dengan lebar citra (w). Oleh sebab itu, perlu satu proses untuk
mengurangi jumlah dimensi yang sangat tinggi menjadi dimensi yang lebih
rendah melalui ekstraksi fitur. Tiga macam model reduksi dimensi di antaranya
adalah :
1. Reduksi dimensi berbasis penampakan

29
2. Reduksi dimensi berbasis ciri, pada umumnya bersifat geometris
3. Reduksi dimensi berbasis hybrid
Reduksi dimensi berbasis penampakan merupakan metode reduksi dimensi
dengan mempertimbangkan penampakan seluruh objek, tanpa mempertimbangkan
fitur-fitur yang penting yang tampak pada objek (Arif dkk., 2008: J. Yang and
J.Y. Yang, 2002). Semua yang tampak pada objek mempunyai peran yang sama.
Salah satu metode yang paling popular untuk ekstraksi fitur berbasis penampakan
adalah Principal Component Analysis atau sering disebut dengan PCA.
PCA akan dapat bekerja secara optimal, ketika jumlah data set m jauh lebih
kecil dibandingkan dengan dimensi masing-masing data pelatihan n (m < < n),
dimana n merupakan hasil transformasi dua dimensi menjadi 1 dimensi, atau n =
h*w. Dalam hal ini h merupakan tinggi citra sedangkan w mempresentasikan lebar
dari citra. Hasil reduksi dimensi yang dihasilkan oleh PCA adalah sejumlah m
atau lebih kecil dari m. Oleh karena itu, jika m > n, maka reduksi yang dihasilkan
justru lebih besar dari jumlah data pelatihan. Ini artinya reduksi dimensi tidak
dapat bekerja secara optimal, ketika jumlah data pelatihan yang digunakan lebih
besar dari dimensi citra (m>n). Untuk memudahkan pemodelan, dapat dimisalkan
dengan menggunakan satu citra pelatihan, misalkan data citra pelatihan ke-k
sebagaimana terlihat pada Persamaan (2.1)
𝑓(𝑘)1,1 𝑓(𝑘)1,2 𝑓(𝑘)1,3 … 𝑓(𝑘)1,𝑤

𝑓(𝑘)2,1 𝑓(𝑘)2,2 𝑓(𝑘)2,3 ⋯ 𝑓(𝑘)2,𝑤
𝑓(𝑘)ℎ,𝑤 = 𝑓(𝑘)3,1 𝑓(𝑘)3,2 𝑓(𝑘)3,3 ⋯ 𝑓(𝑘)3,𝑤
⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮
[ 𝑓(𝑘) ℎ,1 𝑓(𝑘)ℎ,2 𝑓(𝑘)ℎ,3 … 𝑓(𝑘)ℎ,𝑤 ]
(2.1)
30
Dalam hal ini var
disebelah kanan baris ke 1 baru pada elemen terakhir. Begitu juga dengan baris ke
ℎ diletakkan disebelah kanan elemen terakhir dari baris 1 baru setelah baris ke ℎ-1
diletakkan disebelah kanan elemen dari baris ke ℎ-2.
Sehingga, Persamaan (2.1) dapat ditransformasi menjadi matriks 1 dimensi
sebagaimana terlihat pada Persamaan (2.2)
𝑓(𝑘)ℎ,𝑤 = ⌊ 𝑓(𝑘)1,1 … 𝑓(𝑘)1,𝑤 ⋯ 𝑓(𝑘)1,(ℎ−1)∗𝑤+1 ⋯ 𝑓(𝑘)1,ℎ∗𝑤 ⌋
= [𝑓(𝑘)1,1 ⋯ 𝑓(𝑘)1,𝑤 ⋯ 𝑓(𝑘)1,(ℎ−1)∗𝑤+1 ⋯ 𝑓(𝑘)1,𝑛 ]
= [𝑓(𝑘)1,1 𝑓(𝑘)1,2 𝑓(𝑘)1,3 𝑓(𝑘)1,4 𝑓(𝑘)1,5 ⋯ 𝑓(𝑘)1,𝑛 ]
(2.2)
Untuk memahami penjelasan yang tertuang pada Persamaan (2.1), (2.2)
maka sebagai ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 merupakan
contoh citra dengan ukuran 5 x 3 yang ditransformasi menjadi satu dimensi,
sehingga dimensi citra menjadi 1 x 15. Secara umum, Gambar 2.3 memberikan
penjelasan transformasi vektor 2 dimensi menjadi 1 dimensi yang didasarkan pada
transformasi baris. Sebagaimana terlihat pada gambar (2.2), baris 1, baris 2, baris
3, baris 4 dan baris 5 diletakkan secara berurutan menjadi satu baris.

31
Gambar 2.2. Ilustrasi Transformasi Vektor 2 Dimensi Menjadi 1 Dimensi

Berdasarkan Transformasi Baris
Cara yang kedua dapat dilakukan adalah dengan meletakkan hasil transpos
elemen kolom ke 1 menjadi baris ke 1, dilanjutkan dengan meletakkan transpos
elemen kolom ke 2 berada pada sebelah baris pertama sampai hasil transpos
elemen kolom ke 𝑤 diletakkan disebelah transpos elemen terakhir dari kolom ke
𝑤-1 yang telah berada pada baris pertama. Jika cara kedua ini dilakukan maka
proses pada Gambar 2.3 berbeda dengan proses Gambar 2.2. Pada Gambar 2.3,
transformasi dilakukan dengan meletakkan hasil transpos kolom 1, kolom 2 dan
kolom 3 menjadi satu baris

32
Gambar 2.3 Ilustrasi Transformasi Vektor 2 Dimensi Menjadi 1 Dimensi

Berdasarkan Transformasi Transpos Kolom
Jika jumlah data yang digunakan adalah sejumlah 𝑚, maka untuk sejumlah
𝑚 data, dapat dituliskan matriks hasil transformasi keseluruhan data dengan
mengacu Persamaan (2.3).
𝑓(1)1,1 𝑓(1)1,2 ⋯ 𝑓(1)1,𝑛

𝑓(2)2,1 𝑓(2)2,2 ⋯ 𝑓(2)2,𝑛
𝑓(𝑘)𝑚,𝑛 = ⋱
⋮ ⋮ ⋮
[ 𝑓(𝑚) 𝑚,1 𝑓(𝑚)𝑚,2 ⋯ 𝑓(𝑚)𝑚,𝑛 ]
(2.3)
2.2.5.1 Rata – Rata Data Pelatihan
Hasil transformasi matrik 2 dimensi menjadi 1 dimensi merupakan
langkah awal proses PCA. Proses selanjutnya adalah menghitung rata-rata data
pelatihan, sehingga nilai rata-rata data pelatihan mempunyai sejumlah dimensi
yang dibentuk, dalam kasus ini adalah 1 𝑥 𝑛. Jika setiap data pelatihan
ditansformasi ke dalam bentuk matrik baris satu dimensi, maka perhitungan rata-
rata dihitung dengan menggunakan model kolom, sebaliknya jika data pelatihan
ditransformasikan ke dalam bentuk kolom, maka rata-rata dihitung berdasarkan
baris, sehingga jumlah dimensi rata-rata yang dihasilkan sama dengan jumlah
dimensi satu data pelatihan, bukan dimensi jumlah set data. Aturan ini
kelihatannya sederhana, namun seringkali menjadi kesalahpahaman, akhirnya

33
menyebabkan penggelembungan jumlah dimensi yang dihasilkan oleh matrik
eigen vector, ujung-ujungnya waktu komputasi menjadi sangat lambat, rata-rata
kolom dari Persamaan (2.1) dapat dituliskan menggunakan Persamaan (2.4)
∑𝑚
𝑘=1 𝑓(𝑘)𝑘,1 ∑𝑚
𝑘=1 𝑓(𝑘)𝑘,2 ∑𝑚
𝑘=1 𝑓(𝑘)𝑘,𝑛
𝜇= [ ⋯ ] (2.4)
𝑚 𝑚 𝑚
𝜇 = [ 𝜇1,1 𝜇1,2 ⋯ 𝜇1,𝑛 ]
Dalam Persamaan (2.4), 𝑛 merepresentasikan dimensi sampel data
pelatihan, yaitu 𝑛 = ℎ ∗ 𝑤. Untuk kasus yang berkaitan dengan sampel citra,
maka hasil Persamaan (2.4) dapat dikembalikan menjadi dimensi citra aslinya
sebagaimana terlihat pada persamaan (2.1), sehingga hasil rata-rata pada
Persamaan (2.4) dapat direpresentasikan kembali dalam bentuk citra yang
ukurannya sama dengan citra pelatihan. Oleh karena itu seluruh sampel data
pelatihan, dapat dituliskan dalam bentuk Persamaan (2.5)
𝜇1,1 𝜇1,2 𝜇1,3 … 𝜇1,𝑤

𝜇2,1 𝜇2,2 𝜇2,3 ⋯ 𝜇2,𝑤
𝜇 = 𝜇3,1 𝜇3,2 𝜇3,3 ⋯ 𝜇3,𝑤 (2.5)
⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮
[𝜇ℎ,1 𝜇ℎ,2 𝜇ℎ,3 … 𝜇ℎ,𝑤 ]
2.2.5.2 Zero Mean Data Pelatihan
Zero Mean merupakan rata-rata nol dari data pelatihan. Zero mean dapat
diperoleh dengan mengurangkan data pelatihan asli terhadap nilai rata-rata yang
dihasilkan oleh Persamaan (2.4). Zero Mean dari sampel data pelatihan ke 𝑘 dapat
dituliskan dengan mengurangkan Persamaan (2.1) dengan Persamaan (2.5)
sebagaimana ditulis dalam bentuk Persamaan (2.6).
∅ = 𝑓(𝑘)ℎ,𝑤 − 𝜇
= [(𝑓(𝑘)𝑘,1 − 𝜇1,1 ) (𝑓(𝑘)𝑘,2 − 𝜇1,2 ) … (𝑓(𝑘)1,𝑛 − 𝜇1,𝑛 )] (2.6)

34
Jumlah dimensi zero mean adalah 1 𝑥 𝑛, dimana 𝑛 = ℎ ∗ 𝑤. Oleh karena
itu jumlah dimensi dari Zero mean untuk keseluruhan data pelatihan adalah 𝑚 ∗ 𝑛.
Zero mean untuk keseluruhan data pelatihan dapat dihitung dengan
menggandakan (2.4) sejumlah data pelatihan terlebih dahulu. Hasil penggandaan
persamaan (2.4) dapat dituliskan dengan menggunakan Persamaan (2.7)
𝜇1,1 𝜇1,2 ⋯ 𝜇1,𝑛 𝜇1,1 𝜇1,2 ⋯ 𝜇1,𝑛

𝜇2,1 𝜇2,2 ⋯ 𝜇2,𝑛 𝜇1,1 𝜇1,2 ⋯ 𝜇1,𝑛
𝜇= [ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ ] = [ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ ]
𝜇𝑚,1 𝜇𝑚,2 ⋯ 𝜇𝑚,𝑛 𝜇1,1 𝜇1,2 ⋯ 𝜇1,𝑛
(2.7)
Persamaan (2.6) dapat dijabarkan dengan menjabarkan masing-masing
nilai 𝑓(𝑘)ℎ,𝑤 dan 𝜇 yang telah digandakan sebanyak 𝑚 baris. Sebagaimana
terlihat pada Persamaan (2.8)
𝑓(1)1,1 𝑓(1)1,2 … 𝑓(1)1,𝑛 𝜇1,1 𝜇1,2 … 𝜇1,𝑛

𝑓(2)2,1 𝑓(2)2,2 … 𝑓(2)2,𝑛 𝜇 2,1 𝜇2,2 … 𝜇2,𝑛
∅= ⋱ −[ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ ]
⋮ ⋮ ⋮
[ 𝑓(𝑚) 𝑓(𝑚)𝑚,2 … 𝑓(𝑚) ] 𝜇𝑚,1 𝜇𝑚,2 … 𝜇𝑚,𝑛
𝑚,1 𝑚,𝑛
𝑓(1)1,1 𝑓(1)1,2 … 𝑓(1)1,𝑛 𝜇1,1 𝜇1,2 … 𝜇1,𝑛

𝑓(2)2,1 𝑓(2)2,2 … 𝑓(2)2,𝑛 𝜇1,1 𝜇1,2 … 𝜇1,𝑛
= ⋱ −[ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ ]
⋮ ⋮ ⋮
[𝑓(𝑚)𝑚,1 𝑓(𝑚)𝑚,2 … 𝑓(𝑚) ] 𝜇1,1 𝜇1,2 … 𝜇1,𝑛
𝑚,𝑛
𝑓(1)1,1 − 𝜇1,1 𝑓(1)1,2 − 𝜇1,2 … 𝑓(1)1,𝑛 − 𝜇1,𝑛

𝑓(2)2,1 − 𝜇1,1 𝑓(2)2,2 − 𝜇1,2 … 𝑓(2)2,𝑛 − 𝜇1,𝑛
= ⋱
⋮ ⋮ ⋮
[𝑓(𝑚)𝑚,1 − 𝜇1,1 𝑓(𝑚)𝑚,2 − 𝜇1,2 … 𝑓(𝑚)𝑚,𝑛 − 𝜇1,𝑛 ]
∅1,1 ∅1,2 … ∅1,𝑛

∅2,1 ∅2,2 … ∅2,𝑛
= ⋱
⋮ ⋮ ⋮
…
[∅𝑚,1 ∅𝑚,2 ∅𝑚,𝑛 ]
(2.8)
35
Pada prinsipnya zero mean merupakan proses penggeseran data pelatihan
menuju ke titik pusat. Semua data pelatihan digeser memuju ke titik pusat sebesar
nilai rata-rata yang dihasilkan oleh data pelatihan.
2.2.5.3 Matrik Kovarian Data Pelatihan
Matrik kovarian merupakan hasil perkalian antara Persamaan (2.8) dengan
transposnya dibagi dengan 𝑚 − 1, dalam hal ini 𝑚 adalah jumlah data sampel
yang digunakan untuk pelatihan sebagaimana tertulis pada Persamaan (2.9)

1
𝐶 = 𝑚−1 ∅ ∗ ∅𝑇
(2.9)
Jika ∅ mempunyai dimensi 𝑚 ∗ 𝑛, maka hasil kovarian pada Persamaan
(2.9) menghasilkan matrik yang mempunyai dimensi 𝑚 ∗ 𝑚. Sebuah reduksi
dimensi yang sangat fantastis, yaitu sebesar 𝑛 = 𝑚, padahal seperti kita ketahui
bahwa nilai 𝑚 < < 𝑛. Dimensi ini sudah tidak berubah lagi ketika nilai eigen
value dan eigen vector dihitung. Persamaan (2.9) dapat dituliskan kembali dalam
bentuk matrik sebagaimana terlihat pada Persamaan (2.10)

𝑇
∅1,1 ∅1,2 … ∅1,𝑛 ∅1,1 ∅1,2 … ∅1,𝑛
1 ∅ ∅2,2 … ∅2,𝑛 ∅2,1 ∅2,2 … ∅2,𝑛
𝐶 = 𝑚−1 2,1 ⋱ ⋱
⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮
… ∅ ] [∅ … ∅ ]
[∅𝑚,1 ∅𝑚,2 𝑚,𝑛 𝑚,1 ∅𝑚,2 𝑚,𝑛
(2.10)
𝐶1,1 𝐶1,2 … 𝐶1,𝑚

1 𝐶 𝐶2,2 … 𝐶2,𝑚
= 𝑚−1 2,1 ⋱
⋮ ⋮ ⋮
[𝐶𝑚,1 𝐶𝑚,2 … 𝐶 ]
𝑚,𝑚
Hasil perhitungan kovarian merupakan matrik yang mempunyai nilai
elemen simetris. Ini berarti nilai dari 𝐶𝑖,𝑗 = 𝐶𝑗,𝑖 .

36
2.2.5.4 Proyeksi Data dan Matriks Bobot
Sebelum menghitung proyeksi data dan matriks bobot, langkah pertama
yang harus dilakukan adalah menghitung nilai 𝑉1 , 𝑉2 dan 𝑉3 dengan persamaan
sebagai berikut
𝑉1 = 𝑓(𝑘)𝑚,𝑛 𝑇 ∗ 𝐸𝑖𝑔𝑒𝑛 𝑣𝑒𝑐𝑡𝑜𝑟𝑛,𝑛
(2.11)
𝑉1𝑚,𝑛
𝑉2 =
√∑𝑛 2
𝑗=1(𝑉1𝑚,𝑛 )
(2.12)
𝑉1𝑚,𝑛 0 0
𝑉1𝑚,𝑛 …
√∑𝑛 2
𝑗=1(𝑉1𝑚,𝑛 ) 0
… ⋮
𝑉3 = √∑𝑛 2
𝑗=1(𝑉1𝑚,𝑛 )
0 ⋱ 𝑉1𝑚,𝑛
⋮ ⋮ …
√∑𝑛 2
𝑗=1(𝑉1𝑚,𝑛 )
[ 0 0 ]
(2.13)
Dengan demikian, matriks proyeksi diperoleh dengan mengalikan 𝑉1 dan
𝑉3 sebagaimana terlihat pada Persamaan (2.14)
𝑉 = (𝑉1 ∗ 𝑉3 )
𝑉11,1 𝑉11,2 … 𝑉11,𝑛

𝑉12,1 𝑉12,2 … 𝑉12,𝑛
= ⋱ ∗
⋮ ⋮ ⋮
𝑉1
[ 𝑚,1 𝑉1𝑚,2 … 𝑉1 ]
𝑚,𝑛
𝑉1𝑚,𝑛 0 0
𝑉1𝑚,𝑛 …
√∑𝑛 2
𝑗=1(𝑉1𝑚,𝑛 ) 0
… ⋮
√∑𝑛 2
𝑗=1(𝑉1𝑚,𝑛 )
0 ⋱ 𝑉1𝑚,𝑛
⋮ ⋮ …
√∑𝑛 2
𝑗=1(𝑉1𝑚,𝑛 )
[ 0 0 ]
37
𝑉1,1 𝑉1,2 … 𝑉1,𝑛

𝑉 𝑉2,2 … 𝑉2,𝑛
= [ 2,1 ⋱ ]
⋮ ⋮ ⋮
𝑉𝑚,1 𝑉𝑚,2 … 𝑉𝑚,𝑛
(2.14)
Dua hal penting yang dihasilkan oleh proses PCA adalah matriks proyeksi
dan matriks bobot. Proyeksi data pelatihan digunakan untuk memproyeksikan data
uji coba ketika akan diuji kemiripannya. Hasil proyeksi antara matriks proyeksi
data pelatihan dengan data yang akan diuji merupakan matriks bobot data uji
coba. Matriks bobot akan diukur kemiripannya dengan matriks bobot data yang
telah dilatih.
38
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini bersifat studi literatur, sehingga dalam prosesnya diperlukan
dan dilakukan beberapa hal sebagai berikut :
3.1 Tipe Penelitian
Tipe penelitian adalah studi pustaka, yaitu dengan mempelajari beberapa
literatur yang berhubungan dengan penelitian kemudian mencoba membahas inti
permasalahan tersebut dengan menuangkannya secara benar.
3.2 Bahan dan Materi Penelitian
Bahan atau materi yang digunakan dalam penelitian ini berupa data
sekunder yang diperoleh dengan cara mengambil foto wajah mahasiswa serta
beberapa literatur yang berhubungan dengan Aplikasi Penggunaan PCA dalam
pengenalan wajah yang disajikan dalam bentuk karya tulis, buku cetak dan
informasi ilmiah lainnya yang diperoleh dari media elektronik seperti internet.
3.3 Prosedur Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi literatur
sehingga langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini yaitu mencari,
mengumpulkan, mempelajari dan menganalisis karya ilmiah yang diperoleh dari

39
bahan atau materi penelitian kemudian dipertanggungjawabkan secara ilmiah
dalam bentuk skripsi.
MULAI
Penyiapan Folder
PCA
Pengambilan
Data Eksperimen
Konversi Semua Citra Wajah Menjadi

Satu File Matlab
Pemisahan Data Pelatihan

dan Data Uji
Konversi File
Pelatihan Menjadi
Matriks Satu
Dimensi
Ekstraksi Fitur
Berbasis PCA
Uji Pengenalan
SELESAI
40
Gambar 3.1 Urutan Proses Pengenalan Citra Wajah Berbasis PCA
Mulai
Baca Data Input
citra wajah
data citra wajah dalam bentuk
matriks
Hitung rata-rata setiap kolom
Hitung zero mean
Hitung kovarian
Hitung eigen value dan eigen vector
Urutkan eigen value secara descending
Urutkan kolom eigen vector berubah sesuai perubahan indeks eigen value,
Kemudian mengecek nilai eigen value mendekati 0
Hitung Proyeksi Matriks
Buang kolom eigen vector yang posisinya sama dengan posisi eigen value yang
mempunyai nilai mendekati 0
Hitung Bobot Matriks

41
Gambar 3.2 Diagram Alir Ekstraksi Fitur Berbasis PCA
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Metode PCA
Pengenalan wajah adalah suatu masalah pada pengenalan pola visual.
Dimana dalam suatu wajah yang direpresentasikan menjadi suatu citra tiga
dimensi (3D) terdapat didalamnya variasi tingkat pencerahan, pencahayaan, pose,
ekspresi dan lain-lain yang kemudian dilakukan proses identifikasi berdasarkan
informasi citra dua dimensinya (2D). Suatu parameter terdekat yang digunakan
untuk proses pengenalan wajah ini salah satunya yaitu melalui pencarian lokasi
fitur khusus (Local fitur-based) dari citra, seperti mata, hidung dan mulut, yang
kemudian dilakukan perhitungan jarak antar fiturnya.
Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode eigen faces
(Holistic fitur-based). Metode ini dilakukan dengan membandingkan citra yang
telah diproyeksikan menjadi level grayscale menjadi citra yang memiliki dimensi
rendah.
Citra-citra wajah yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan
mengambil foto wajah mahasiswa baik laki-laki maupun perempuan di Jurusan

42
Matematika. Jumlah data yang digunakan sebanyak 40 orang dengan 10 pose
wajah yang berbeda dari setiap orang. Dengan 10 pose wajah tersebut kemudian
dibagi menjadi dua kelas diantaranya 4 pose wajah dari setiap orang digunakan
sebagai data uji, sedangkan 6 pose lainnya digunakan sebagai data pelatihan.
Hal utama yang harus diperhatikan yaitu seluruh citra digital baik data
pelatihan maupun data uji dari wajah yang diambil pada kondisi pencahayaan
yang sama harus dinormalisasikan menjadi level grayscale dan diproses pada
resolusi yang sama yakni 92 × 112 pixel, kemudian citra tersebut diubah
kebentuk vektor dengan dimensi 92 × 112 dimana komponennya diambil dari
nilai pixel citra.
4.2 Perhitungan Dengan Menggunakan Metode Eigenface
Berikut ini akan dibahas langkah-langkah perhitungan pengenalan wajah
dengan mengunakan metode eigenface. Adapun langkah-langkah perhitungan
adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan data citra wajah dengan membuat suatu himpunan yang
terdiri dari seluruh data pelatihan. Setiap citra wajah berukuran 𝑝 × 𝑞
pixel.
2. Citra wajah pelatihan tersebut diubah kebentuk matriks dimana setiap
himpunan berorde 𝑝 × 𝑞 pixel.
3. Ubah setiap matriks ke bentuk vektor dengan dimensi 𝑝 × 𝑞.
4. Cari vektor rata-rata
5. Gandakan nilai rata-rata yang diperoleh sebanyak data pelatihan
6. Menghitung zero mean matriks.

43
7. Menghitung nilai matriks kovarians.
8. Membentuk matriks ruang wajah yang setiap kolomnya merupakan
vektor eigen yang sudah diurutkan berdasarkan nilai eigen terbesar ke
terkecil.
9. Proyeksikan setiap citra wajah ke dalam ruang wajah.
10. Sebuah citra wajah baru atau data uji (image test) akan dicoba untuk
dikenali maka tahapan pengenalannya adalah sebagai berikut :
a. Ubah bentuk matriks data uji kebentuk vektor
b. Menghitung bobot citra data uji menggunakan persamaan
c. Mengukur kemiripan bobot data uji dengan bobot hasil pelatihan
11. Cari norm atau selisih jarak terkecil antara 𝑃𝑘 dengan 𝑃𝑐𝑛𝑒𝑤
𝑑𝑘 = ‖𝑃𝑐𝑛𝑒𝑤 − 𝑃𝑘 ‖ 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑘 = 1,2, … , 𝑛.
Contoh 4.1 Perhitungan dengan Menggunakan PCA
Jika diketahui 8 citra dengan ukuran tinggi = 8 dan lebar = 10 sebagaimana
terlihat pada Tabel 4.1.
a. Tentukan matriks proyeksi dari 8 data Tabel 4.1
b. Tentukan matriks bobot yang dihasilkan dari 8 data soal a.
Matriks proyeksi dan matriks bobot dari citra dapat ditentukan
menggunakan PCA.
Kelas Anggota Ke-1 Anggota Ke-2

Ke
44
𝑓(1) 𝑓(5)
2
𝑓(2) 𝑓(6)
3
𝑓(3) 𝑓(7)
4
𝑓(4) 𝑓(8)
Tabel 4.1 Sampel 8 Citra, Masing-masing Berukuran 8 𝑥 10
Berdasarkan Tabel 4.1., maka nilai keabuan dari masing-masing citra
dapat ditunjukkan pada matriks 𝑓(1) sampai dengan 𝑓(8).
103 100 102 97 105 95 79 63 35 12

116 109 71 78 114 87 71 65 66 13
130 93 67 51 111 74 61 53 61 28
127 120 94 110 116 84 79 95 95 54
𝑓(1) = 118 149 101 95 124 81 69 102 108 60
95 146 81 113 94 64 75 57 104 42
16 150 114 83 97 87 56 90 73 4
[ 10 17 133 143 108 90 97 64 4 11]
45
98 102 99 119 117 114 105 81 84 64

94 59 71 96 132 129 75 61 52 71
84 55 68 79 100 90 80 109 47 67
96 125 117 102 94 94 87 119 108 82
𝑓(2) = 83 136 132 79 97 104 73 105 118 73
63 95 88 96 101 91 78 78 73 60
85 68 88 61 64 74 61 79 64 73
[99 80 67 95 107 105 100 70 88 91]
144 161 168 155 129 127 117 90 56 18

154 99 73 107 155 113 79 69 63 33
158 114 67 73 161 80 68 53 64 48
192 138 129 154 163 100 102 115 128 88
𝑓(3) = 195 172 99 156 170 121 85 127 132 74
180 140 153 160 131 100 92 89 118 46
49 179 169 147 107 84 87 108 45 10
[ 24 56 176 173 132 117 109 64 15 13]
93 110 107 85 69 45 24 22 25 39
96 82 86 116 102 85 71 87 63 36
118 90 51 110 123 66 67 99 144 41
144 111 105 111 124 102 96 119 146 75
𝑓(4) = 148 131 107 126 116 98 103 133 161 80
147 110 120 103 102 117 103 112 159 64
150 125 92 130 117 112 88 111 123 80
[149 149 141 127 105 127 146 136 118 109]
92 138 126 127 110 105 91 72 95 74

99 78 60 84 118 72 58 89 125 103
133 95 54 84 124 101 74 86 117 112
129 130 106 122 131 111 109 108 114 127
𝑓(5) = 145 141 110 130 138 121 111 105 135 144
150 132 111 122 107 105 106 111 137 139
185 135 111 110 104 92 109 104 143 151
[189 170 134 139 118 107 132 148 132 147]
108 114 108 118 109 114 102 88 102 87

120 99 72 92 120 118 78 78 111 114
132 91 70 75 116 117 69 80 105 122
132 128 113 120 139 116 107 108 105 123
𝑓(6) = 144 135 102 117 132 122 118 109 129 140
135 121 89 122 95 96 123 82 122 127
150 126 104 102 93 99 104 104 124 133
[176 121 131 123 114 103 115 132 118 136]
111 120 119 112 97 88 73 56 61 40

116 97 56 59 125 75 43 46 51 56
133 99 54 54 125 52 49 44 46 65
131 117 102 125 135 85 55 79 73 78
𝑓(7) = 138 150 98 101 125 87 60 75 80 74
146 119 97 126 103 69 53 48 66 67
168 135 106 122 130 91 86 67 65 83
[177 149 131 140 138 104 73 73 56 89]
46
42 45 51 63 59 61 57 45 44 47
39 25 23 35 53 44 20 22 36 53
43 28 28 33 43 41 38 34 42 54
51 55 56 41 53 60 52 63 65 61
𝑓(8) = 56 62 48 43 44 42 44 57 65 63
61 38 29 35 36 45 41 37 55 62
90 46 47 41 65 87 49 52 57 71
[101 60 43 46 44 41 58 55 55 74]
Transformasi matriks dua dimensi menjadi satu dimensi menggunakan
model pada Tabel 4.1, kemudian untuk seluruh data pelatihan disusun terurut
menggunakan Persamaan (2.3). Hasil transformasi untuk 8 data pelatihan dapat
dilihat pada matriks 𝑓8×80
𝑓(1)1,1 = 103 𝑓(1)1,2 = 100 ⋯ 𝑓(1)1,80 = 11

𝑓(2)1,1 = 98 𝑓(2)1,2 = 102 ⋯ 𝑓(2)1,80 = 91
𝑓(3)1,1 = 144 𝑓(3)1,2 = 161 ⋯ 𝑓(3)1,80 = 13
𝑓(4)1,1 = 93 𝑓(4)1,2 = 110 ⋯ 𝑓(4)1,80 = 109
𝑓8×80 =
𝑓(5)1,1 = 92 𝑓(5)1,2 = 138 ⋯ 𝑓(5)1,80 = 147
𝑓(6)1,1 = 108 𝑓(6)1,2 = 114 ⋯ 𝑓(6)1,80 = 136
𝑓(7)1,1 = 111 𝑓(7)1,2 = 120 ⋯ 𝑓(7)1,80 = 89
[ 𝑓(8)1,1 = 42 𝑓(8)1,2 = 45 ⋯ 𝑓(8)1,80 = 74 ]
Hasil transformasi matriks, dihitung rata-ratanya mulai dari kolom ke 1
sampai dengan kolom ke 80 menggunakan Persamaan (2.4), sehingga jumlah
elemen rata-ratanya adalah sebanyak 80 atau mempunyai dimensi 1 x 80. Sebagai
contoh hasil perhitungan rata-rata kolom ke 1, 2 dan 80 masing-masing adalah
103 + 98 + 144 + 93 + 92 + 108 + 111 + 42

𝜇1,1 = = 98,875
8
100 + 102 + 161 + 110 + 138 + 114 + 120 + 45

𝜇1,2 = = 111,25
8
⋯
47
11 + 91 + 13 + 109 + 147 + 136 + 89 + 74

𝜇1,80 = = 83,75
8
Hasil perhitungan menggunakan Persamaan (2.4) mempunyai dimensi 1 x
80 sebagaimana terlihat pada nilai matriks baris 𝜇
𝜇 = [𝜇1,1 = 98,875 𝜇1,2 = 111,25 ⋯ 𝜇1,80 = 83,75 ]
Untuk memudahkan perhitungan Persamaan (2.4), penulis menyusun
matriks seperti ukuran data pelatihan sebagaimana pada Persamaan (2.5), matriks
yang semula berukuran 1 x 80 dirubah menjadi 8 x 10 sebagaimana terlihat pada
matriks 𝜇
98,875 111,25 110 109,5 99,375 94,125 81 64,625 62,75 47,625

104,25 81 64 83,375 114,875 90,375 61,875 64,625 70,875 59,875
116,375 83,125 57,375 69,875 112,875 77,625 63,25 62,25 78,25 67,125
125,25 115,5 102,75 110,625 119,375 94 85,875 100,75 104,25 86
= 97
128,375 134,5 99,625 105,875 118,25 82,875 101,625 116 88,5
122,125 112,625 96 109,625 96,125 85,875 83,875 76,75 104,25 75,875
111,625 120,5 103,875 99,5 97,125 90,75 80 89,375 86,75 75,625
[115,625 100,25 119,5 123,25 108,25 99,25 103,75 92,75 73,25 83,75 ]
Nilai rata-rata kemudian dibulatkan sebagaimana terlihat dalam matriks 𝜇
99 111 110 110 99 94 81 65 63 48

104 81 64 83 115 90 62 65 71 60
116 83 57 70 113 78 63 62 78 67
𝜇 = 125 116 103 111 119 94 86 101 104 86
128 135 100 106 118 97 83 102 116 89
122 113 96 110 96 86 84 77 104 76
112 121 104 100 97 91 80 89 87 76
[116 100 120 123 108 99 104 93 73 84]
Hasil perhitungan menggunakan Persamaan (2.4) yang telah dibulatkan
dapat dituliskan menggunakan matriks baris sebagaimana pada matriks baris 𝜇.
𝜇 = [𝜇1,1 = 99 𝜇1,2 = 111 ⋯ 𝜇1,80 = 84]

48
Langkah berikutnya adalah menggandakan nilai rata-rata yang telah
diperoleh sebanyak jumlah data pelatihan seperti pada persamaan (2.7). Kalau
dimensi dari nilai rata-rata yang diperoleh adalah 1 x 80, maka hasil penggandaan
sebanyak jumlah data pelatihan sebanyak 8 x 80 dimensinya, sebagaimana terlihat
pada matriks berikut
𝜇1,1 = 99 𝜇1,2 = 111 ⋯ 𝜇1,80 = 84

𝜇1,1 = 99 𝜇1,2 = 111 ⋯ 𝜇1,80 = 84
𝜇1,1 = 99 𝜇1,2 = 111 ⋯ 𝜇1,80 = 84
𝜇1,1 = 99 𝜇1,2 = 111 ⋯ 𝜇1,80 = 84
𝜇=
𝜇1,1 = 99 𝜇1,2 = 111 ⋯ 𝜇1,80 = 84
𝜇1,1 = 99 𝜇1,2 = 111 ⋯ 𝜇1,80 = 84
𝜇1,1 = 99 𝜇1,2 = 111 ⋯ 𝜇1,80 = 84
[𝜇1,1 = 99 𝜇1,2 = 111 ⋯ 𝜇1,80 = 84]
99 111 ⋯ 84
99 111 ⋯ 84
99 111 ⋯ 84
= 99 111 ⋯ 84
99 111 ⋯ 84
99 111 ⋯ 84
99 111 ⋯ 84
[99 111 ⋯ 84]
Matriks zero mean dapat dihasilkan dengan melakukan perhitungan
dengan menggunakan Persamaan (2.8). Dalam kasus ini, maka dimensi matriks
yang dihasilkan adalah sebanyak 8 x 80.
4,125 11,75 13,625 ⋯ −72,75

−0,875 −10,25 −32,375 ⋯ 7,25
45,125 49,75 41,625 ⋯ −70,75
−5,875 −8,25 1,625 ⋯ 25,25
∅=
−6,875 −5,25 16,625 ⋯ 63,25
9,125 15,75 15,625 ⋯ 52,25
12,125 11,75 16,625 ⋯ 5,25
[−56,875 −65,25 −73,375 ⋯ −9,75]
Hasil perhitungan nilai zero mean mempunyai ukuran 8 x 80, atau lebih
mudahnya dituliskan dengan menggunakan simbol ∅8×80, sehingga ukuran dari
transpos ∅8×80 adalah ∅80×8. Untuk mendapatkan nilai kovarian, maka dilakukan
49
operasi perkalian antara zero mean dengan transpos zero mean sebagaimana pada
Persamaan (2.9) dan hasilnya dibagi dengan jumlah data
4,125 11,75 13,625 ⋯ −72,75

−0,875 −10,25 −32,375 ⋯ 7,25
45,125 49,75 41,625 ⋯ −70,75
1 −5,875 −8,25 1,625 ⋯ 25,25
𝐶=
(8 − 1) −6,875 −5,25 16,625 ⋯ 63,25
9,125 15,75 15,625 ⋯ 52,25
12,125 11,75 16,625 ⋯ 5,25
[−56,875 −65,25 −73,375 ⋯ −9,75]
4,125 11,75 13,625 ⋯ −72,75 𝑇

−0,875 −10,25 −32,375 ⋯ 7,25
45,125 49,75 41,625 ⋯ −70,75
−5,875 −8,25 1,625 ⋯ 25,25
×
−6,875 −5,25 16,625 ⋯ 63,25
9,125 15,75 15,625 ⋯ 52,25
12,125 11,75 16,625 ⋯ 5,25
[−56,875 −65,25 −73,375 ⋯ −9,75]
0,8831 0,0561 0,5648 −0,3001 −0,7573 −0,5531 −0,1179 0,2243

0,0561 0,4934 −0,2622 −0,2666 −0,2575 −0,1062 −0,1536 0,4966
0,5648 −0,2622 1,5660 −0,0839 −0,2294 −0,1681 −0,0067 −1,3805
−0,3001 −0,2666 −0,0839 0,7419 0,3627 0,1504 −0,1003 −0,5042
𝐶=
−0,7573 −0,2575 −0,2294 0,3627 1,0102 0,7359 0,0018 −0,8665
−0,5531 −0,1062 −0,1681 0,1504 0,7359 0,6931 −0,0684 −0,6836
−0,1179 −0,1536 −0,0067 −0,1003 0,0018 −0,0684 0,4602 −0,0151
[ 0,2243 0,4966 −1,3805 −0,5042 −0,8665 −0,6836 −0,0151 2,7290 ]
𝐸𝑖𝑔𝑒𝑛 𝑉𝑒𝑐𝑡𝑜𝑟
0,1230 0,5147 −0,0861 0,1772 −0,3949 −0,6112 0,3536 0,1633

0,1776 0,0063 0,4199 0,4301 0,6762 −0,0914 0,3536 0,1287
−0,3658 0,6004 0,0795 −0,0510 −0,0182 0,6067 0,3536 −0,0583
−0,1764 −0,1889 −0,8184 0,2369 0,2476 −0,0048 0,3536 −0,1447
= −0,3121 0,1136 −0,0224 −0,2729 0,0968 0,6883
−0,4545 0,3536
−0,2379 −0,3408 0,3479 0,1347 −0,3090 −0,1205 0,3536 −0,6731
−0,0049 −0,0103 0,0202 −0,8377 0,3119 −0,2682 0,3536 −0,0598
[ 0,7965 −0,1269 −0,0765 −0,0678 −0,2406 0,3926 0,3536 −0,0445]
4,1638 0 0 0 0 0 0 0
0 2,6348 0 0 0 0 0 0
0 0 0,6963 0 0 0 0 0
0 0 0 0,6018 0 0 0 0
𝐸= 0 0 0 0 0,2749 0 0 0
0 0 0 0 0 0,1435 0 0
0 0 0 0 0 0 0,0000 0
[ 0 0 0 0 0 0 0 0,0617]
Indek Nilai Eigen Perubahan Indek Nilai Eigen

Awal value awal Semula Menjadi Value baru
1 4,1638 1 1 4,1638
2 2,6348 2 2 2,6348
50
3 0,6963 3 3 0,6963
4 0,6018 4 4 0,6018
5 0,2749 5 5 0,2749
6 0,1435 6 6 0,1435
7 0,0000 7 8 0,0617
8 0,0617 8 7 0,0000
Tabel 4.2 Perubahan Posisi Eigen Value
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat perubahan indeksnya. Misalnya eigen
value ke 7 dipindah posisi menjadi ke 8, eigen value ke 8 dipindahkan ke posisi 7,
sedangkan untuk posisi eigen value lainnya tidak berubah. Perubahan-perubahan
juga harus diikuti oleh perubahan posisi eigen vector. Karena eigen value ke 7
dipindahkan menjadi posisi ke 8, maka eigen vector kolom ke 7 juga dipindah
menjadi kolom ke 8. Eigen vector kolom ke 8 juga dipindah ke kolom ke 7,
karena eigen value ke 8 dipindah menjadi ke 7.
𝐸𝑖𝑔𝑒𝑛 𝑣𝑒𝑐𝑡𝑜𝑟
0,1230 0,5147 −0,0861 0,1772 −0,3949 −0,6112 0,1633 0,3536

0,1776 0,0063 0,4199 0,4301 0,6762 −0,0914 0,1287 0,3536
−0,3658 0,6004 0,0795 −0,0510 −0,0182 0,6067 −0,0583 0,3536
−0,1764 −0,1889 −0,8184 0,2369 0,2476 −0,0048 −0,1447 0,3536
= −0,3121 −0,4545 0,1135 −0,0224 −0,2729 0,0968 0,6883 0,3536
−0,2379 −0,3408 0,3479 0,1347 −0,3090 −0,1205 −0,6731 0,3536
−0,0049 −0,0103 0,0202 −0,8377 0,3119 −0,2682 −0,0598 0,3536
[ 0,7965 −0,1269 −0,0765 −0,0678 −0,2406 0,3926 −0,0445 0,3536]
Berdasarkan Persamaan (2.11), maka nilai 𝑉1 adalah :
−60,5037 37,4276 14,6630 ⋯ 279,6607

−71,2558 42,5882 15,5043 ⋯ 294,8635
𝑉1(80𝑋8) = −87,0160 27,7501 0,4876 ⋯ 329,1582
⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮
[−26,1911 −130,0142 9,2325 … 236,8808]
51
Terlihat bahwa dimensi dari matriks 𝑉1 adalah 80 x 8 dan berdasarkan
Persamaan (2.12), (2.13) dan (2.14) maka nilai 𝑉 adalah
1,4365 0,6225 0,0028 ⋯ 35,8893

1,6918 0,7117 0,0030 ⋯ 37,8403
𝑉(80×8) = 2,0659 0,4638 0,0001 ⋯ 42,2414
⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮
[0,6218 −2,1728 0,0018 … 30,3993]
Matriks proyeksi dapat diperoleh dari transpose matrik 𝑉. Matriks
proyeksi digunakan untuk memproyeksikan data set ujicoba untuk memperoleh
bobot dari data set ujicoba. 𝑊8×8 merupakan matriks bobot yang dihasilkan
0,0980 0,0091 0,0000 −0,0006 −0,0001 −0,0011 −0,0000 2,3926

0,0943 −0,0066 0,0001 −0,0011 −0,0010 −0,0005 −0,0000 2,4508
0,1319 0,0117 0,0000 −0,0003 −0,0004 0,0002 −0,0000 3,1768
0,1188 −0,0126 −0,0000 −0,0007 −0,0006 −0,0004 −0,0000 2,9441
𝑊8×8 =
0,1281 −0,0208 0,0000 −0,0003 −0,0002 −0,0003 0,0000 3,2447
0,1230 −0,0173 0,0001 −0,0006 −0,0001 −0,0006 −0,0000 3,1363
0,1069 −0,0071 0,0000 0,0011 −0,0007 −0,0007 −0,0000 2,6733
[0,0514 −0,0107 0,0000 −0,0002 −0,0002 −0,0000 −0,0000 1,3745]
Baris ke-1 merupakan matriks bobot dari citra ke-1, bobot merupakan ciri
dari citra dan telah diurutkan mulai dari kanan (paling dominan) menuju ke kiri
(yang paling tidak dominan). Sehingga pada proses PCA menghasilkan dua nilai
yang penting yaitu
1. Matriks proyeksi, matrik ini digunakan untuk melakukan proyeksi data
uji coba untuk menghasilkan bobot.
2. Matriks bobot, matriks ciri yang dihasilkan oleh data yang telah dilatih.
Ciri yang dihasilkan untuk baris ke-1 merupakan ciri yang dimiliki
oleh citra pelatihan ke-1, begitu juga dengan matriks bobot baris ke-2
juga merupakan ciri dari citra ke-2 yang dilatih. Sehingga untuk citra
ke-m mempunyai ciri pada matriks bobot ke-m.

52
Citra Uji Matriks Citra Uji
167 213 219 224 214 212 199 190 159 70

173 179 191 218 227 201 164 158 149 128
168 192 152 205 213 191 142 146 182 171
𝑓(𝑡𝑒𝑠𝑡) = 206 196 210 203 200 190 216 209 207 161
207 221 224 204 208 187 199 215 202 156
216 219 217 215 216 206 185 205 195 187
246 222 202 189 194 184 178 205 182 148
[194 85 203 212 219 216 205 166 169 34 ]
Jika diketahui satu citra yang akan diuji mempunyai nilai keabuan
sebagaimana pada matriks Test
Tabel 4.3 Sampel Citra Uji (Testing)
Untuk mengetahui kelas dari citra test, maka tahapan yang perlu dilakukan
adalah seperti berikut ini :
a. Melakukan transformasi citra Test menjadi matriks baris
b. Menghitung bobot citra Test menggunakan persamaan
c. Mengukur kemiripan bobot Test dengan bobot hasil pelatihan
Hasil transformasi matriks Test menjadi matriks baris adalah sebagaimana
terlihat pada matriks berikut ini :
𝑅𝑜𝑤 𝑇𝑒𝑠𝑡
= [167 173 ⋯ 194 213 ⋯ 85 ⋯ 70 128 ⋯ 34]
Bobot citra Test dapat dihitung dengan cara mengalikan hasil transformasi
matriks Test dengan matrik proyeksi training.

53
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡𝑇𝑒𝑠𝑡1,8 = 𝑅𝑜𝑤𝑇𝑒𝑠𝑡1,80 × 𝑉80,8

= [ 0,2088 × 1.0 + 005 −0,0118 × 1.0 + 005 0,0001 × 1.0 + 005
= −0,0019 × 1.0 + 005 −0,0008 × 1.0 + 005 −0,0007 × 1.0 + 005
= −0,0000 × 1.0 + 005 5,2763 × 1.0 + 005 ]
Selanjutnya, untuk mengetahui kelas dari citra yang diuji, perlu diukur
kemiripannya menggunakan metode Manhattan, metode ini dapat dihitung
dengan mengabsolutkan hasil pengurangan bobot training terhadap bobot data
yang diuji ataupun dapat dilakukan sebaliknya. Untuk bobot data training
pertama, jarak bobot data training pertama terhadap bobot data uji menggunakan
Manhattan adalah sebagai berikut :
Bobot Data Bobot Data Yang Hasil Pengurangan
Training Diuji
0.0980 x 1.0e+005 0.2088 x 1.0e+005 -0.1108 x 1.0e+005
0.0091 x 1.0e+005 -0.0188 x 1.0e+005 0.0279 x 1.0e+005
0.0000 x 1.0e+005 0.0001 x 1.0e+005 -0.0001 x 1.0e+005
-0.0006 x -0.0019 x 1.0e+005 0.0013 x 1.0e+005
1.0e+005
-0.0001 x -0.0008 x 1.0e+005 0.0007 x 1.0e+005
1.0e+005
-0.0011 x -0.0007 x 1.0e+005 -0.0004 x 1.0e+005
1.0e+005
-0.0000 x -0.0000 x 1.0e+005 0.0000 x 1.0e+005
1.0e+005
2.3926 x 1.0e+005 5.2763 x 1.0e+005 -2.8837 x 1.0e+005

54
Hasil perhitungan yang telah dibulatkan, selanjutnya dijumlahkan
sebagaimana berikut :
𝑍1 = (−0.1108 x 1.0e + 005) + (0.0279 x 1.0e + 005)
+ (−0.0001 x 1.0e + 005) +
= (0.0013 x 1.0e + 005) + (0.0007 x 1.0e + 005) + (−0.0004 x 1.0e + 005)

= (0.0000 x 1.0e + 005) + (−2.8837 x 1.0e + 005)
= (3.0177 x 1.0e + 005)
Jadi jarak bobot data training pertama terhadap bobot data uji adalah
3.0177 x 1.0e + 005 .
Hasil perhitungan jarak antara bobot data training yang lain terhadap data
uji yaitu 𝑍2 , 𝑍3 , 𝑍4 , 𝑍5 , 𝑍6 , 𝑍7 , 𝑍8 masing-masing dapat dilihat pada Tabel berikut
ini
No Bobot Jarak Terhadap Keterangan

Training Ke Bobot Data Uji
1 1 3.0177e+005
2 2 2.9464e+005
3 3 2.2030e+005
4 4 2.4248e+005
5 5 2.1240e+005 Jarak Minimal
6 6 2.2335e+005
7 7 2.7127e+005
8 8 4.0633e+005
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Jarak antara Bobot Data Pelatihan dan Bobot Data
Uji
Ini berarti citra test yang diujikan mirip dengan data kelima. Data kelima
merupakan kelas pertama, sehingga citra yang diujikan masuk dalam kategori
kelas pertama.
55
4.3 Pengujian Pengenalan Wajah Dengan Program
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan 240 citra wajah pelatihan
(untuk keseluruhan data pelatihan dapat dilihat pada lampiran) yang diambil
dengan
beberapa ekspresi
seperti
diperlihatkan pada gambar berikut

56
Gambar 4.1 Data

Pelatihan (Training
Image)
Pada penelitian ini,
digunakan 400 citra wajah
yang terdiri dari 10 orang.
Setiap orang diambil
sampel sebanyak 10
citra wajah yang terdiri
dari 6 citra untuk
pelatihan dan 4 citra untuk
pengujian. Citra wajah
yang diambil sebagai data uji dengan beberapa ekspresi berbeda sebagai berikut :
Gambar 4.2 Citra Wajah Uji Coba
Hasil Pengujian
57
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui keberhasilan sistem pengenalan
wajah yang telah dibuat dengan metode eigenface PCA. Dengan data citra wajah
seper
ti
yang
telah
dibah
as
sebel
umn
ya
deng
an metode eigenface maka tahap pengenalan wajah ini dapat dilakukan dengan
menguji gambar wajah dengan mencari gambar pelatihan yang terdekat kedalam
PCA subspace.
Untuk proses pengenalan citra wajah dalam penelitian ini telah dirancang
suatu program khusus yang dibangun dengan menggunakan toolbox yang telah
disediakan MATLAB sehingga prosesnya menjadi mudah yaitu dengan
menggunakan Graphical User Interface Design (GUIDe). Di bawah ini adalah
tampilan antarmuka dari aplikasi.

58
Gambar 4.3. Tampilan Awal GUIde Untuk Metode PCA
Beberapa hasil pengujian dengan program yang telah dibuat dapat dilihat
pada gambar dibawah ini :

59
Gambar 4.4. Hasil Pengujian Sistem Pengenalan dan Kemiripan Wajah
Tampak dari hasil beberapa pengujian diatas menunjukan bahwa program dapat
mengenali objek yang diujikan dengan beberapa macam ekspresi dan posisi
wajah. Setelah dilakukan pengujian terhadap 400 citra wajah ternyata pengujian
benar sebanyak 352 dan gagal 48 sehingga diperoleh presentase keberhasilan
pengujian yaitu
352
𝑃𝑟𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑘𝑒𝑏𝑒𝑟ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 = x 100% = 88 %
400
60
Sedangkan pengenalan yang gagal sekitar 12 % seperti beberapa
gambar dibawah :
Gambar 4.5. Pengujian Gagal
Kesalahan dalam pengujian tersebut disebabkan karena beberapa faktor antara lain
1. Pose Wajah
Pose frontal atau posisi wajah tegak lurus terhadap letak kamera
cenderung memiliki pola atau tekstur yang sama antara citra wajah saat
61
latih dengan pose wajah yang diuji. Pada posisi frontal tidak terdapat rotasi
maupun pergeseran sudut citra wajah yang menyebabkan tingkat
pengenalan salah menjadi kecil. Sedangkan posisi non-frontal cenderung
terdapat perbedaan sudut yang mengakibatkan salah pengenalan menjadi
besar.
2. Jarak Wajah Terhadap Kamera
Sebenarnya pengaruh jarak mahasiswa terhadap kamera dapat diatasi
dengan adanya proses resize citra wajah, kesalahan dalam pengenalan ini
diakibatkan karena intensitas cahaya. Intensitas cahaya yang terang akan
menghasilkan kualitas citra yang berbeda dengan intensitas cahaya yang
terang. Citra dengan intensitas terang dan gelap akan menghasilkan pola
fitur yang berbeda untuk citra wajah yang sama. Fitur tekstur yang
berbeda akan menghasilkan susunan matriks yang berbeda pula,
perbedaan pola matriks antara dua citra dengan intensitas yang berbeda
akan menghasilkan hasil pengenalan yang tidak sama. Semakin mirip
susunan matriks dengan citra database maka persentase pengenalan benar
akan semakin besar.

62
BAB IV
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan dan uraian pada bab-bab sebelumnya maka dapat
diambil beberapa kesimpulan antara lain :
1. Metode PCA digunakan untuk pengenalan wajah dengan cara
mengubah gambar menjadi angka-angka dalam matriks selanjutnya
ditransformasikan menjadi suatu vektor. Perbandingan dua gambar
yang mirip adalah dengan membandingkan jarak terdekat antara dua
vektor yang berkorespondensi dengan dua gambar yang dibandingkan,
sehingga semakin dekat jarak dua vektor maka semakin mirip dua
gambar tersebut.
5.2 Saran
Penggabungan dengan metode lain, misalnya dengan menggunakan
jaringan saraf tiruan perlu dilakukan untuk memperoleh hasil pengenalan yang
lebih akurat.
63
DAFTAR PUSTAKA
Atalay, I., “Face Recognition Using Eigenfaces”, Istambul Technical University,

Turki, 1996.
A.M. Martinez and A.C. Kak, “PCA versus LDA,” IEEE Trans. Pattern Anal.
Mach. Intell., vol. 23, no. 2, pp. 228-233, Feb. 2001.
Arif Muntasa, “Line Detection Model and Adaptive Threshold Based Image
Segmentation for Handwriting Word Regocnition”. International
Conference on Electrical, Informatics and Its Education, Malang State
University, 2013.
Arif Muntasa, Hariadi. M, Purnomo. H. M, “A New Formulation of Face Sketch
Multiple Features Detection Using Pyramid Parameter Model and
Simultaneous Landmark Movement”, Vol. 9 Nomor 9, International
Journal of Computer Science and Network Security, 2009.
Arif Muntasa, Hariadi. M, Purnomo. H. M, “Penyeleksian Eigenface Secara
Otomatis untuk Pengenalan Citra Wajah”, SITIA, ITS 2008.
Calder, A.J., Burton, A.M, Miller, P., Young, A.W., and Akamatsu, S., “A
Principle Componen Analysis of Facial Expressions”, Vision Research 41:
1179-1208., 2001.
Jianke, Z., Mang, V., and Peng, U.M., “Face Recognition Using 2D DCT With
PCA”, University of Macau, Macau, 2002.
Kresimir Delac, Mislav Grgic, Panos Liatsis, “Appearance Based Statistical
Methods for Face Regocnition”, 47th International Symposium ELMAR,
Zadar, Croatia Sidik jari, 2005.
Sax, J.D., and Dillon, O.W., “The Simulation of Radiation”, Radiation Journal,
No. 2, Addison-Wisley, San Fransisco, 173-179, 1963.
Turk, M., and Pentland, “Eigenfaces for Recognition”, Journal of Cognitive
Neuroscience 3: 71-86, 1991.
64
Lampiran 1. Data 40 Citra Wajah Dengan 10 Pose Wajah Berbeda

65
66
67
68
Lampiran 2. Data Training

69
70
71
Lampiran 4. Program yang Digunakan
function Image2MatFile(NumberOfClasses,NumberOfPoses)
InitialFile='Code\Image2MatFile.m';
functiondir=which(InitialFile);
functiondir=functiondir(1:end-length(InitialFile));
FolderLocationImage=[functiondir 'Image\'];
Extension='jpg';
Proses=waitbar(0,'Proses Konversi ...');

Counter=0;
for Class=1:NumberOfClasses
FolderDetail=[FolderLocationImage 'S' num2str(Class) '\'];
for Pose=1:NumberOfPoses
Counter=Counter+1;
ImageFileName=imread([FolderDetail num2str(Pose) '.'
Extension]);
[Height_Img, Width_Img, IsGrayLev]=size(ImageFileName);
if IsGrayLev==1
CellImageInMat{Class,Pose}=ImageFileName;
else
GrayImage=rgb2gray(ImageFileName);
CellImageInMat{Class,Pose}=GrayImage;
end
waitbar(Counter/(NumberOfClasses*NumberOfPoses));
end
end
close(Proses)
RunC=['save ' functiondir 'MatlabFile\CellImageInMat
CellImageInMat' ];
eval(RunC);
function PilihPelatihanDanUji(JumlahDataPelatihan)
InitialFile='Code\Image2MatFile.m';
functiondir= functiondir(1:end-length(InitialFile));
FileNya=[functiondir 'MatlabFile\CellImageInMat'];
load(FileNya);
%% Mengambil Pose 1 sampai 4 untuk ujiCoba
CellUjiCoba = CellImageInMat(:,1:JumlahDataPelatihan);
%% Pose 5 sampai 10 untuk Pelatihan
CellPelatihan=CellImageInMat(:,JumlahDataPelatihan+1:end);
%% Simpan CellPelatihan
RunC=['save ' functiondir 'MatlabFile\CellPelatihan CellPelatihan'
];
eval(RunC);
%% Simpan CellUjiCoba
RunC=['save ' functiondir 'MatlabFile\CellUjiCoba CellUjiCoba' ];
eval(RunC);
function CellKeSatuDimensi(Pelatihan);
InitialFile='code\CellKeSatuDimensi.m';
FolderLocationImage = [functiondir 'Image\'];
[Baris Kolom]=size(Pelatihan);
PelatihanFlat=[];
72
[TinggiImg LebarImg]=size(Pelatihan{1,1});
Proses=waitbar(0, 'Proses Konversi Ke 1 Dimensi');
Jumlah=0;
for JumlahData=1:Baris
for JumlahPose=1:Kolom
Jumlah=Jumlah+1;
DataPel=Pelatihan{JumlahData,JumlahPose};
Flat=reshape(DataPel,1,TinggiImg*LebarImg);
PelatihanFlat=[PelatihanFlat;Flat];
waitbar(Jumlah/(Baris*Kolom));
end
end
close(Proses);
RunC=['save ' functiondir 'MatlabFile\PelatihanFlat
PelatihanFlat'];
eval(RunC)
%function[WeightMatrics,ProjectionMatrics,Zeromean]=Pca(PelatihanF
lat)
Average=mean(PelatihanFlat);
PelatihanFlat1=double(PelatihanFlat);
Zeromean=bsxfun(@minus,PelatihanFlat1,Average);
JumlahSampel=40;
CovMatriks=(1/(JumlahSampel-1))*(Zeromean*Zeromean');
[eigvectors eigvalues]=eig(CovMatriks);
eigvalues=diag(eigvalues);
[Result index]=sort(eigvalues, 'descend');
eigvalues=eigvalues(index);
TidakDominan=find(eigvalues < 0.000000000001);
Jumlah=length(TidakDominan);
eigvecors=eigvectors(:,1:end-Jumlah);
ProjectionMatrics=Zeromean'*eigvectors;
RootSumProjectionMatrics=(1./(sum(ProjectionMatrics.^2).^0.5));
ProjectionMatrics=bsxfun(@times,ProjectionMatrics,RootSumProjectio
nMatrics);
WeightMatrics=(PelatihanFlat1*ProjectionMatrics)
InitialFile='Code\Pca.m';
FileNya=[functiondir 'MatlabFile\PelatihanFlat']
load(FileNya)
[WeightMatric, ProjectionMatric, ZeroMean] =
Pca(double(PelatihanFlat));
OutPca.WeightMatric= WeightMatric;
OutPca.ProjectionMatric= ProjectionMatric;
RunCommand=['save ' functiondir 'MatlabFile\OutPca OutPca' ];
eval(RunCommand);
73
function [WeightMatric, ProjectionMatric, ZeroMean] =

Pca(ImageTraining);
%% i. Ukuran Data
[JumlahSample JumlahPose]=size(ImageTraining);
%% ii. Hitung Rata-rata
Average=mean(ImageTraining);
%% iii. Hitung Zero Mean
ZeroMean=bsxfun(@minus,double(ImageTraining),Average);
%% iv. Hitung Kovarian
CovMatric =(1/(JumlahSample-1))*(ZeroMean*ZeroMean');
%% v. Hitung eigen vector dan eigen value
[eigvector, eigvalue] = eig(CovMatric);
%% vi. Urutkan eigenvalue secara descending
eigvalue = diag(eigvalue);
[Results, index] = sort(eigvalue,'descend');
eigvalue = eigvalue(index);
%% vii. Urutan Kolom eigenvector berubah sesuai perubahan index
eigenvalue
eigvector = eigvector(:, index);
%% viii. Cek Nilai eigen value mendekati 0
TidakDominan=find(eigvalue<0.00000000001);
Jumlah=length(TidakDominan);
%% ix Membuang Kolom Eigen Vektor yang posisinya sama dengan
posisi %% eigen value yang mempunyai nilai mendekati 0
eigvector = eigvector(:, 1:end-Jumlah);
%% x. Hitung Matrik Proyeksi
ProjectionMatric =double(ImageTraining')*eigvector;
RootSumProjectionMatric=(1./(sum(ProjectionMatric.^2).^0.5));
ProjectionMatric=bsxfun(@times,ProjectionMatric,
RootSumProjectionMatric);
%% xi. Hitung Matrik Bobot
WeightMatric = double(ImageTraining)*ProjectionMatric;
FilePca=[functiondir 'MatlabFile\OutPca'];
load(FilePca);
FileUji=[functiondir 'MatlabFile\CellUjiCoba'];
load(FileUji);
FilePelatihan=[functiondir 'MatlabFile\CellPelatihan'];
load(FilePelatihan);
[TinggiCitraLebarCitra]=size(CellUjiCoba{SampleUjiKe,PoseUjiKe});
[JumlahKelas JumlahPose]=size(CellPelatihan);
CitraUjiCoba=double(CellUjiCoba{SampleUjiKe,PoseUjiKe});
BobotTesting=CitraUji*OutPca.ProjectionMatric;
[Class,Pose]=
Manhattan(OutPca.WeightMatric,BobotTesting,JumlahPose)
function [Class, Pose]=Manhattan(BobotPca, BobotTesting,

JumlahPose)
Jarak= abs(bsxfun(@minus,BobotPca,BobotTesting));
Jarak=transpose(sum(Jarak'));
[aMin, Pose]=min(Jarak);
Class=ceil(Pose/JumlahPose);
Pose=mod(Pose,JumlahPose);
if Pose==0
74
Pose=JumlahPose;
end
function Uji(SampleUjiKe, PoseUjiKe)

InitialFile='Code\Pca.m';
%% i. Open OutPca
FilePca=[functiondir 'MatlabFile\OutPca'];
load(FilePca);
%% ii. Open CellUjiCoba
FileUji=[functiondir 'MatlabFile\CellUjiCoba'];
load(FileUji);
%% iii. Open CellPelatihan
FilePelatihan=[functiondir 'MatlabFile\CellPelatihan'];
load(FilePelatihan);
%% iv. Dapatkan Ukuran Citra
[TinggiCitra LebarCitra]=size(CellUjiCoba{SampleUjiKe,PoseUjiKe});
%% v. Dapatkan Jumlah Kelas dan Jumlah Pose Data Pelatihan
[JumlahKelas JumlahPose]=size(CellPelatihan);
%% vi. Mengambil Data Yang Akan Diuji
CitraUjiCoba=double(CellUjiCoba{SampleUjiKe, PoseUjiKe});
%% vii. Rubah Citra Data Uji dari 2 Dimensi Mnejadi 1 Dimensi
CitraUji=reshape(CitraUjiCoba,1,TinggiCitra*LebarCitra);
%% viii. Proyeksikan Data Uji
%% ix. Mengukur Kemiripan Menggunakan Manhattan
[Class, Pose]=Manhattan(OutPca.WeightMatric, BobotTesting,
JumlahPose)
%% x. Tampilkan Hasil
HasilPengenalan=[uint8(CitraUjiCoba) CellPelatihan{Class, Pose}];
imshow(HasilPengenalan);
75
Lampiran . Program GUI
function varargout = GUI_PCA(varargin)

% GUI_PCA M-file for GUI_PCA.fig
% GUI_PCA, by itself, creates a new GUI_PCA or raises the
existing
% singleton*.
%
% H = GUI_PCA returns the handle to a new GUI_PCA or the
handle to
% the existing singleton*.
%
% GUI_PCA('CALLBACK',hObject,eventData,handles,...) calls the
local
% function named CALLBACK in GUI_PCA.M with the given input
arguments.
%
% GUI_PCA('Property','Value',...) creates a new GUI_PCA or
raises the
% existing singleton*. Starting from the left, property
value pairs are
% applied to the GUI before GUI_PCA_OpeningFcn gets called.
An
% unrecognized property name or invalid value makes property
application
% stop. All inputs are passed to GUI_PCA_OpeningFcn via
varargin.
%
% *See GUI Options on GUIDE's Tools menu. Choose "GUI allows
only one
% instance to run (singleton)".
%
% See also: GUIDE, GUIDATA, GUIHANDLES
% Edit the above text to modify the response to help GUI_PCA
% Last Modified by GUIDE v2.5 26-Mar-2016 12:55:17
% Begin initialization code - DO NOT EDIT

gui_Singleton = 1;
gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ...
'gui_Singleton', gui_Singleton, ...
'gui_OpeningFcn', @GUI_PCA_OpeningFcn, ...
'gui_OutputFcn', @GUI_PCA_OutputFcn, ...
'gui_LayoutFcn', [] , ...
'gui_Callback', []);
if nargin && ischar(varargin{1})
gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1});
end
if nargout
[varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
else
gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});
end
% End initialization code - DO NOT EDIT
76
% --- Executes just before GUI_PCA is made visible.

function GUI_PCA_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles, varargin)
% This function has no output args, see OutputFcn.
% hObject handle to figure
% eventdata reserved - to be defined in a future version of
MATLAB
% handles structure with handles and user data (see GUIDATA)
% varargin command line arguments to GUI_PCA (see VARARGIN)
% Choose default command line output for GUI_PCA

handles.output = hObject;
% Update handles structure

guidata(hObject, handles);
handles.gbr = imread('unpatti.jpg');
axes(handles.logo);
imshow(handles.gbr);
axes(handles.foto1);
% UIWAIT makes GUI_PCA wait for user response (see UIRESUME)

% uiwait(handles.figure1);
% --- Outputs from this function are returned to the command line.
function varargout = GUI_PCA_OutputFcn(hObject, eventdata,
handles)
% varargout cell array for returning output args (see VARARGOUT);
% hObject handle to figure
MATLAB
% Get default command line output from handles structure

varargout{1} = handles.output;
% --- Executes on button press in inputcitra.

function inputcitra_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to inputcitra (see GCBO)
77

MATLAB
global tes
nc='';
[a,b]=(uigetfile('*.jpg','pilih citra testing'));
nc=strcat(a);
a= strcat(b,a);
citra = imread(a);
citra=rgb2gray(citra);
tes = double(citra);
handles.gbr = imread(a);
function nama1_Callback(hObject, eventdata, handles)

% hObject handle to nama1 (see GCBO)
MATLAB
% Hints: get(hObject,'String') returns contents of nama1 as text

% str2double(get(hObject,'String')) returns contents of
nama1 as a double
% --- Executes during object creation, after setting all

properties.
function nama1_CreateFcn(hObject, eventdata, handles)
MATLAB
% handles empty - handles not created until after all
CreateFcns called
% Hint: edit controls usually have a white background on Windows.

% See ISPC and COMPUTER.
if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'),
get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor'))
set(hObject,'BackgroundColor','white');
end
function angkatan1_Callback(hObject, eventdata, handles)

% hObject handle to angkatan1 (see GCBO)
MATLAB
% Hints: get(hObject,'String') returns contents of angkatan1 as

text
78

angkatan1 as a double

properties.
function angkatan1_CreateFcn(hObject, eventdata, handles)
MATLAB
CreateFcns called

end
% --- Executes on button press in pca.

function pca_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to pca (see GCBO)
MATLAB
function nama2_Callback(hObject, eventdata, handles)

MATLAB
% Hints: get(hObject,'String') returns contents of nama2 as text

nama2 as a double

properties.
function nama2_CreateFcn(hObject, eventdata, handles)
MATLAB
CreateFcns called

79
end
function angkatan2_Callback(hObject, eventdata, handles)

MATLAB
% Hints: get(hObject,'String') returns contents of angkatan2 as

text
angkatan2 as a double

properties.
function angkatan2_CreateFcn(hObject, eventdata, handles)
MATLAB
CreateFcns called

end
% --- Executes on button press in reset.

function reset_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to reset (see GCBO)
MATLAB
handles.gbr = imread('unpatti.jpg');
80
set(handles.nama2,'String','');
set(handles.angkatan2,'String','');
% --- Executes on button press in metodepca.

function metodepca_Callback(hObject, eventdata, handles)
% hObject handle to metodepca (see GCBO)
MATLAB
global tes
clc;
gambar1= imread('ALFY5.jpg');
t1=rgb2gray(gambar1);
f1=double(t1);
f2=double(t2);
f3=double(t3);
f4=double(t4);
f5=double(t5);
f6=double(t6);
gambar1= imread('ECHA5.jpg');
f7=double(t7);
f8=double(t8);
f9=double(t9);
f10=double(t10);
f11=double(t11);
81
f12=double(t12);
gambar1= imread('ANGEL5.jpg');
f13=double(t13);
f14=double(t14);
f15=double(t15);
f16=double(t16);
f17=double(t17);
f18=double(t18);
gambar1= imread('DESSY5.jpg');
f19=double(t19);
f20=double(t20);
f21=double(t21);
f22=double(t22);
f23=double(t23);
f24=double(t24);
gambar1= imread('CASELDO5.jpg');
f25=double(t25);
82
f26=double(t26);
f27=double(t27);
f28=double(t28);
f29=double(t29);
f30=double(t30);
gambar1= imread('ARIFIN5.jpg');
f31=double(t31);
f32=double(t32);
f33=double(t33);
f34=double(t34);
f35=double(t35);
f36=double(t36);
gambar1= imread('FAUZAN5.jpg');
f37=double(t37);
f38=double(t38);
f39=double(t39);
83
f40=double(t40);
f41=double(t41);
f42=double(t42);
gambar1= imread('SISYE5.jpg');
f43=double(t43);
f44=double(t44);
f45=double(t45);
f46=double(t46);
f47=double(t47);
f48=double(t48);
gambar1= imread('RANI5.jpg');
f49=double(t49);
f50=double(t50);
f51=double(t51);
f52=double(t52);
f53=double(t53);
84
f54=double(t54);
gambar1= imread('PUTRI5.jpg');
f55=double(t55);
f56=double(t56);
f57=double(t57);
f58=double(t58);
f59=double(t59);
f60=double(t60);
gambar1= imread('NATALIA5.jpg');
f61=double(t61);
f62=double(t62);
f63=double(t63);
f64=double(t64);
f65=double(t65);
f66=double(t66);
gambar1= imread('MIA5.jpg');
f67=double(t67);
85
f68=double(t68);
f69=double(t69);
f70=double(t70);
f71=double(t71);
f72=double(t72);
gambar1= imread('MARSYA5.jpg');
f73=double(t73);
f74=double(t74);
f75=double(t75);
f76=double(t76);
f77=double(t77);
f78=double(t78);
gambar1= imread('LALA5.jpg');
f79=double(t79);
f80=double(t80);
f81=double(t81);
86
f82=double(t82);
f83=double(t83);
f84=double(t84);
gambar1= imread('JULIANTI5.jpg');
f85=double(t85);
f86=double(t86);
f87=double(t87);
f88=double(t88);
f89=double(t89);
f90=double(t90);
gambar1= imread('GARY5.jpg');
f91=double(t91);
f92=double(t92);
f93=double(t93);
f94=double(t94);
f95=double(t95);
87
f96=double(t96);
gambar1= imread('ELLA5.jpg');
f97=double(t97);
f98=double(t98);
f99=double(t99);
f100=double(t100);
f101=double(t101);
f102=double(t102);
gambar1= imread('ETLIN5.jpg');
f103=double(t103);
f104=double(t104);
f105=double(t105);
f106=double(t106);
f107=double(t107);
f108=double(t108);
gambar1= imread('CINDY5.jpg');
f109=double(t109);
88
f110=double(t110);
f111=double(t111);
f112=double(t112);
f113=double(t113);
f114=double(t114);
gambar1= imread('TITIN5.jpg');
f115=double(t115);
f116=double(t116);
f117=double(t117);
f118=double(t118);
f119=double(t119);
f120=double(t120);
gambar1= imread('WISYE5.jpg');
f121=double(t121);
f122=double(t122);
f123=double(t123);
89
f124=double(t124);
f125=double(t125);
f126=double(t126);
gambar1= imread('ULFA5.jpg');
f127=double(t127);
f128=double(t128);
f129=double(t129);
f130=double(t130);
f131=double(t131);
f132=double(t132);
gambar1= imread('TESA5.jpg');
f133=double(t133);
f134=double(t134);
f135=double(t135);
f136=double(t136);
f137=double(t137);
90
f138=double(t138);
gambar1= imread('SANNY5.jpg');
f139=double(t139);
f140=double(t140);
f141=double(t141);
f142=double(t142);
f143=double(t143);
f144=double(t144);
gambar1= imread('SALOMO5.jpg');
f145=double(t145);
f146=double(t146);
f147=double(t147);
f148=double(t148);
f149=double(t149);
f150=double(t150);
f_1=reshape(f1,1,30000);
f_2=reshape(f2,1,30000);
91
f_3=reshape(f3,1,30000);
f_4=reshape(f4,1,30000);
f_5=reshape(f5,1,30000);
f_6=reshape(f6,1,30000);
f_7=reshape(f7,1,30000);
f_8=reshape(f8,1,30000);
f_9=reshape(f9,1,30000);
f_10=reshape(f10,1,30000);
f_11=reshape(f11,1,30000);
f_12=reshape(f12,1,30000);
f_13=reshape(f13,1,30000);
f_14=reshape(f14,1,30000);
f_15=reshape(f15,1,30000);
f_16=reshape(f16,1,30000);
f_17=reshape(f17,1,30000);
f_18=reshape(f18,1,30000);
f_19=reshape(f19,1,30000);
f_20=reshape(f20,1,30000);
f_21=reshape(f21,1,30000);
f_22=reshape(f22,1,30000);
f_23=reshape(f23,1,30000);
f_24=reshape(f24,1,30000);
f_25=reshape(f25,1,30000);
f_26=reshape(f26,1,30000);
f_27=reshape(f27,1,30000);
f_28=reshape(f28,1,30000);
f_29=reshape(f29,1,30000);
f_30=reshape(f30,1,30000);
f_31=reshape(f31,1,30000);
f_32=reshape(f32,1,30000);
f_33=reshape(f33,1,30000);
f_34=reshape(f34,1,30000);
f_35=reshape(f35,1,30000);
f_36=reshape(f36,1,30000);
f_37=reshape(f37,1,30000);
f_38=reshape(f38,1,30000);
f_39=reshape(f39,1,30000);
f_40=reshape(f40,1,30000);
f_41=reshape(f41,1,30000);
f_42=reshape(f42,1,30000);
f_43=reshape(f43,1,30000);
f_44=reshape(f44,1,30000);
f_45=reshape(f45,1,30000);
f_46=reshape(f46,1,30000);
f_47=reshape(f47,1,30000);
f_48=reshape(f48,1,30000);
f_49=reshape(f49,1,30000);
f_50=reshape(f50,1,30000);
f_51=reshape(f51,1,30000);
f_52=reshape(f52,1,30000);
f_53=reshape(f53,1,30000);
f_54=reshape(f54,1,30000);
f_55=reshape(f55,1,30000);
f_56=reshape(f56,1,30000);
f_57=reshape(f57,1,30000);
f_58=reshape(f58,1,30000);
f_59=reshape(f59,1,30000);
f_60=reshape(f60,1,30000);
f_61=reshape(f61,1,30000);
92
f_62=reshape(f62,1,30000);
f_63=reshape(f63,1,30000);
f_64=reshape(f64,1,30000);
f_65=reshape(f65,1,30000);
f_66=reshape(f66,1,30000);
f_67=reshape(f67,1,30000);
f_68=reshape(f68,1,30000);
f_69=reshape(f69,1,30000);
f_70=reshape(f70,1,30000);
f_71=reshape(f71,1,30000);
f_72=reshape(f72,1,30000);
f_73=reshape(f73,1,30000);
f_74=reshape(f74,1,30000);
f_75=reshape(f75,1,30000);
f_76=reshape(f76,1,30000);
f_77=reshape(f77,1,30000);
f_78=reshape(f78,1,30000);
f_79=reshape(f79,1,30000);
f_80=reshape(f80,1,30000);
f_81=reshape(f81,1,30000);
f_82=reshape(f82,1,30000);
f_83=reshape(f83,1,30000);
f_84=reshape(f84,1,30000);
f_85=reshape(f85,1,30000);
f_86=reshape(f86,1,30000);
f_87=reshape(f87,1,30000);
f_88=reshape(f88,1,30000);
f_89=reshape(f89,1,30000);
f_90=reshape(f90,1,30000);
f_91=reshape(f91,1,30000);
f_92=reshape(f92,1,30000);
f_93=reshape(f93,1,30000);
f_94=reshape(f94,1,30000);
f_95=reshape(f95,1,30000);
f_96=reshape(f96,1,30000);
f_97=reshape(f97,1,30000);
f_98=reshape(f98,1,30000);
f_99=reshape(f99,1,30000);
f_100=reshape(f100,1,30000);
f_101=reshape(f101,1,30000);
f_102=reshape(f102,1,30000);
f_103=reshape(f103,1,30000);
f_104=reshape(f104,1,30000);
f_105=reshape(f105,1,30000);
f_106=reshape(f106,1,30000);
f_107=reshape(f107,1,30000);
f_108=reshape(f108,1,30000);
f_109=reshape(f109,1,30000);
f_110=reshape(f110,1,30000);
f_111=reshape(f111,1,30000);
f_112=reshape(f112,1,30000);
f_113=reshape(f113,1,30000);
f_114=reshape(f114,1,30000);
f_115=reshape(f115,1,30000);
f_116=reshape(f116,1,30000);
f_117=reshape(f117,1,30000);
f_118=reshape(f118,1,30000);
f_119=reshape(f119,1,30000);
f_120=reshape(f120,1,30000);
93
f_121=reshape(f121,1,30000);
f_122=reshape(f122,1,30000);
f_123=reshape(f123,1,30000);
f_124=reshape(f124,1,30000);
f_125=reshape(f125,1,30000);
f_126=reshape(f126,1,30000);
f_127=reshape(f127,1,30000);
f_128=reshape(f128,1,30000);
f_129=reshape(f129,1,30000);
f_130=reshape(f130,1,30000);
f_131=reshape(f131,1,30000);
f_132=reshape(f132,1,30000);
f_133=reshape(f133,1,30000);
f_134=reshape(f134,1,30000);
f_135=reshape(f135,1,30000);
f_136=reshape(f136,1,30000);
f_137=reshape(f137,1,30000);
f_138=reshape(f138,1,30000);
f_139=reshape(f139,1,30000);
f_140=reshape(f140,1,30000);
f_141=reshape(f141,1,30000);
f_142=reshape(f142,1,30000);
f_143=reshape(f143,1,30000);
f_144=reshape(f144,1,30000);
f_145=reshape(f145,1,30000);
f_146=reshape(f146,1,30000);
f_147=reshape(f147,1,30000);
f_148=reshape(f148,1,30000);
f_149=reshape(f149,1,30000);
f_150=reshape(f150,1,30000);
f_gabung=[f_1;f_2;f_3;f_4;f_5;f_6;f_7;f_8;f_9;f_10;f_11;f_12;f_13;
f_14;f_15;f_16;f_17;f_18;f_19;f_20;f_21;f_22;f_23;f_24;f_25;f_26;f
_27;f_28;f_29;f_30;f_31;f_32;f_33;f_34;f_35;f_36;f_37;f_38;f_39;f_
40;f_41;f_42;f_43;f_44;f_45;f_46;f_47;f_48;f_49;f_50;f_51;f_52;f_5
3;f_54;f_55;f_56;f_57;f_58;f_59;f_60;f_61;f_62;f_63;f_64;f_65;f_66
;f_67;f_68;f_69;f_70;f_71;f_72;f_73;f_74;f_75;f_76;f_77;f_78;f_79;
f_80;f_81;f_82;f_83;f_84;f_85;f_86;f_87;f_88;f_89;f_90;f_91;f_92;f
_93;f_94;f_95;f_96;f_97;f_98;f_99;f_100;f_101;f_102;f_103;f_104;f_
105;f_106;f_107;f_108;f_109;f_110;f_111;f_112;f_113;f_114;f_115;f_
116;f_117;f_118;f_119;f_120;f_121;f_122;f_123;f_124;f_125;f_126;f_
127;f_128;f_129;f_130;f_131;f_132;f_133;f_134;f_135;f_136;f_137;f_
138;f_139;f_140;f_141;f_142;f_143;f_144;f_145;f_146;f_147;f_148;f_
149;f_150];
f_rata=(1/150)*(f1+f2+f3+f4+f5+f6+f7+f8+f9+f10+f11+f12+f13+f14+f15
+f16+f17+f18+f19+f20+f21+f22+f23+f24+f25+f26+f27+f28+f29+f30+f31+f
32+f33+f34+f35+f36+f37+f38+f39+f40+f41+f42+f43+f44+f45+f46+f47+f48
65+f66+f67+f68+f69+f70+f71+f72+f73+f74+f75+f76+f77+f78+f79+f80+f81
98+f99+f100+f101+f102+f103+f104+f105+f106+f107+f108+f109+f110+f111
+f112+f113+f114+f115+f116+f117+f118+f119+f120+f121+f122+f123+f124+
f125+f126+f127+f128+f129+f130+f131+f132+f133+f134+f135+f136+f137+f
138+f139+f140+f141+f142+f143+f144+f145+f146+f147+f148+f149+f150);
frata=reshape(f_rata,1,30000);
frata2=[frata;frata;frata;frata;frata;frata;frata;frata;frata;frat
a;frata;frata;frata;frata;frata;frata;frata;frata;frata;frata;frat
94
a;frata;frata;frata;frata;frata;frata;frata;frata];
zero_mean=f_gabung-frata2;
matriks_cov=(1/149)*(zero_mean)*(zero_mean');
[eigenvectors eigenvalue]=eig(matriks_cov);
eigvalue=diag(eigenvalue);
[results index]=sort(eigvalue,'descend');
eigenvectors=eigenvectors(:,index);
V1=f_gabung'*eigenvectors;
V11=reshape(V1,1,30000*150);
g=norm(V11);
V2=V1/g;
V3=diag(V2);
V3=diag(V3);
V=V1*V3;
W=f_gabung*V;
% gambar1= imread('ALFY4.jpg');
% t1=rgb2gray(gambar1);
% tes=double(t1);
tes_1=reshape(tes,1,30000);
bobot_tes=tes_1*V;
for i = 1 : 150
z(i,:) = abs(W(i,:)-bobot_tes);
end
for i = 1 : 150
jarak(i)=sum(z(i,:));
end
jmin = min(jarak);
for i = 1 : 150
if jarak(i)==jmin
kelas = i;
end
end
% tes_2=reshape(tes,1,30000);
% bobot_tes=tes_2*V;
% for j = 2 : 150
% z(j,:) = abs(W(j,:)-bobot_tes);
% end
%
95
% for j = 2 : 150
% jarak(j)=sum(z(j,:));
% end
% jmin = min(jarak);
%
% for j = 2 : 150
% if jarak(j)==jmin
% kelas = j;
% end
% end
%
% tes_k=reshape(tes,1,30000);
% for k = 3 : 150
% z(k,:) = abs(W(k,:)-bobot_tes);
% end
%
% for k = 3 : 150
% jarak(k)=sum(z(k,:));
% end
% jmin = min(jarak);
%
% for k = 3 : 150
% if jarak(k)==jmin
% kelas = k;
% end
% end
%
% tes_4=reshape(tes,1,30000);
% for l = 4 : 150
% z(l,:) = abs(W(l,:)-bobot_tes);
% end
for l = 4 : 150
jarak(l)=sum(z(l,:));
end
jmin = min(jarak);
for l = 4 : 150
if jarak(l)==jmin
kelas = l;
end
end
if kelas == 1
handles.gbr = imread('ALFY5.jpg');
set(handles.nama2,'String','ALFYANTI JESICA');
set(handles.angkatan2,'String','2012');
end
if kelas == 2
96
end
if kelas == 3
end
if kelas == 4
end
if kelas == 5
end
if kelas == 6
end
if kelas == 7
handles.gbr = imread('ECHA5.jpg');
set(handles.nama2,'String','ECHA KAPPUW');
end
if kelas == 8
end
if kelas == 9
97
end
if kelas == 10
end
if kelas == 11
end
if kelas == 12
end
if kelas == 13
handles.gbr = imread('ANGEL5.jpg');
set(handles.nama2,'String','ANGEL PATTY');
end
if kelas == 14
end
if kelas == 15
end
if kelas == 16
98
end
if kelas == 17
end
if kelas == 18
end
if kelas == 19
handles.gbr = imread('DESSY5.jpg');
set(handles.nama2,'String','DESSY LEIMEHERIWA');
end
if kelas == 20
end
if kelas == 21
end
if kelas == 22
end
if kelas == 23
99
end
if kelas == 24
end
if kelas == 25
handles.gbr = imread('CASELDO5.jpg');
set(handles.nama2,'String','CASELDO');
end
if kelas == 26
end
if kelas == 27
end
if kelas == 28
end
if kelas == 29
end
if kelas == 30
end
100
if kelas == 31
handles.gbr = imread('ARIFIN5.jpg');
set(handles.nama2,'String','ARIFIN');
end
if kelas == 32
end
if kelas == 33
end
if kelas == 34
end
if kelas == 35
end
if kelas == 36
end
if kelas == 37
handles.gbr = imread('FAUZAN5.jpg');
set(handles.nama2,'String','FAUZAN');
end
101
if kelas == 38
end
if kelas == 39
end
if kelas == 40
end
if kelas == 41
end
if kelas == 42
end
if kelas == 43
handles.gbr = imread('SISYE5.jpg');
set(handles.nama2,'String','SISYE');
end
if kelas == 44
end
if kelas == 45
102
end
if kelas == 46
end
if kelas == 47
end
if kelas == 48
end
if kelas == 49
handles.gbr = imread('RANI5.jpg');
set(handles.nama2,'String','RANI');
end
if kelas == 50
end
if kelas == 51
end
if kelas == 52
103
end
if kelas == 53
end
if kelas == 54
end
if kelas == 55
handles.gbr = imread('PUTRI5.jpg');
set(handles.nama2,'String','PUTRI SORMIN');
end
if kelas == 56
end
if kelas == 57
end
if kelas == 58
end
if kelas == 59
104
end
if kelas == 60
end
if kelas == 61
handles.gbr = imread('NATALIA5.jpg');
set(handles.nama2,'String','NATALIA TEHUMURY');
end
if kelas == 62
end
if kelas == 63
end
if kelas == 64
end
if kelas == 65
end
if kelas == 66
105
end
if kelas == 67
handles.gbr = imread('MIA5.jpg');
set(handles.nama2,'String','MIA ANGGANOIS');
end
if kelas == 68
end
if kelas == 69
end
if kelas == 70
end
if kelas == 71
end
if kelas == 72
end
if kelas == 73
handles.gbr = imread('MARSYA5.jpg');
set(handles.nama2,'String','MARSYA SOPAHELEWAKAN');
106
end
if kelas == 74
end
if kelas == 75
end
if kelas == 76
end
if kelas == 77
end
if kelas == 78
end
if kelas == 79
handles.gbr = imread('LALA5.jpg');
set(handles.nama2,'String','CLARA KASTERA');
end
if kelas == 80
107
end
if kelas == 81
end
if kelas == 82
end
if kelas == 83
end
if kelas == 84
end
if kelas == 85
handles.gbr = imread('JULIANTI5.jpg');
set(handles.nama2,'String','JULIANTI MADIUW');
end
if kelas == 86
end
if kelas == 87
end
108
if kelas == 88
end
if kelas == 89
end
if kelas == 90
end
if kelas == 91
handles.gbr = imread('GARY5.jpg');
set(handles.nama2,'String','GARY TALAKUA');
end
if kelas == 92
end
if kelas == 93
end
if kelas == 93
end
109
if kelas == 95
end
if kelas == 96
end
if kelas == 97
handles.gbr = imread('ELLA5.jpg');
set(handles.nama2,'String','ELLA');
end
if kelas == 98
end
if kelas == 99
end
if kelas == 100
end
if kelas == 101
end
if kelas == 102
110
end
if kelas == 103
handles.gbr = imread('ETLIN5.jpg');
set(handles.nama2,'String','ETLIN');
end
if kelas == 104
end
if kelas == 105
end
if kelas == 106
end
if kelas == 107
end
if kelas == 108
end
if kelas == 109
handles.gbr = imread('CINDY5.jpg');
111
set(handles.nama2,'String','CINDY AMANUPUNYO');
end
if kelas == 110
end
if kelas == 111
end
if kelas == 112
end
if kelas == 113
end
if kelas == 114
end
if kelas == 115
handles.gbr = imread('TITIN5.jpg');
set(handles.nama2,'String','CHRISTY TAHYA');
end
if kelas == 116
112
end
if kelas == 117
end
if kelas == 118
end
if kelas == 119
end
if kelas == 120
end
if kelas == 121
handles.gbr = imread('WISYE5.jpg');
set(handles.nama2,'String','WISYE MATULESSY');
end
if kelas == 122
end
if kelas == 123
113
end
if kelas == 124
end
if kelas == 125
end
if kelas == 126
end
if kelas == 127
handles.gbr = imread('ULFA5.jpg');
set(handles.nama2,'String','ULFA PRATIKA SARI');
end
if kelas == 128
end
if kelas == 129
end
if kelas == 130
114
end
if kelas == 131
end
if kelas == 132
end
if kelas == 133
handles.gbr = imread('TESA5.jpg');
set(handles.nama2,'String','TESA SUMAH');
end
if kelas == 134
end
if kelas == 135
end
if kelas == 136
end
if kelas == 137
115
end
if kelas == 138
end
if kelas == 139
handles.gbr = imread('SANNY5.jpg');
set(handles.nama2,'String','SANNY');
end
if kelas == 140
end
if kelas == 141
end
if kelas == 142
end
if kelas == 143
end
if kelas == 144
end
116
if kelas == 145
handles.gbr = imread('SALOMO5.jpg');
set(handles.nama2,'String','SALOMO KELELUFNA');
end
if kelas == 146
end
if kelas == 147
end
if kelas == 148
end
if kelas == 149
end
if kelas == 150
end
mirip = sort(jarak);
for i = 1 : 150
if mirip(2)==jarak(i)
mm1 = i;
end
mm2 = i;
117
end
mm3 = i;
end
mm5 = i;
end
mm6 = i;
end
mm7 = i;
end
end
if mm1 == 1
end
if mm1 == 2
end
if mm1 == 3
end
if mm1 == 4
end
if mm1 == 5
end
if mm1 == 6
end
if mm1 == 7
end
if mm1 == 8
end
118
if mm1 == 9
end
if mm1 == 10
end
if mm1 == 11
end
if mm1 == 12
end
if mm1 == 13
end
if mm1 == 14
end
if mm1 == 15
end
if mm1 == 16
end
if mm1 == 17
end
if mm1 == 18
119
end
if mm1 == 19
end
if mm1 == 20
end
if mm1 == 21
end
if mm1 == 22
end
if mm1 == 23
end
if mm1 == 24
end
if mm1 == 25
end
if mm1 == 26
end
if mm1 == 27
end
120
if mm1 == 28
end
if mm1 == 29
end
if mm1 == 30
end
if mm1 == 31
end
if mm1 == 32
end
if mm1 == 33
end
if mm1 == 34
end
if mm1 == 35
end
if mm1 == 36
end
if mm1 == 37
121
end
if mm1 == 38
end
if mm1 == 39
end
if mm1 == 40
end
if mm1 == 41
end
if mm1 == 42
end
if mm1 == 43
end
if mm1 == 44
end
if mm1 == 45
end
if mm1 == 46
end
122
if mm1 == 47
end
if mm1 == 48
end
if mm1 == 49
end
if mm1 == 50
end
if mm1 == 51
end
if mm1 == 52
end
if mm1 == 53
end
if mm1 == 54
end
if mm1 == 55
end
if mm1 == 56
123
end
if mm1 == 57
end
if mm1 == 58
end
if mm1 == 59
end
if mm1 == 60
end
if mm1 == 61
end
if mm1 == 62
end
if mm1 == 63
end
if mm1 == 64
end
if mm1 == 65
end
124
if mm1 == 66
end
if mm1 == 67
end
if mm1 == 68
end
if mm1 == 69
end
if mm1 == 70
end
if mm1 == 71
end
if mm1 == 72
end
if mm1 == 73
end
if mm1 == 74
end
if mm1 == 75
125
end
if mm1 == 76
end
if mm1 == 77
end
if mm1 == 78
end
if mm1 == 79
end
if mm1 == 80
end
if mm1 == 81
end
if mm1 == 82
end
if mm1 == 83
end
if mm1 == 84
end
126
if mm1 == 85
end
if mm1 == 86
end
if mm1 == 87
end
if mm1 == 88
end
if mm1 == 89
end
if mm1 == 90
end
if mm1 == 91
end
if mm1 == 92
end
if mm1 == 93
end
if mm1 == 94
127
end
if mm1 == 95
end
if mm1 == 96
end
if mm1 == 97
end
if mm1 == 98
end
if mm1 == 99
end
if mm1 == 100
end
if mm1 == 101
end
if mm1 == 102
end
if mm1 == 103
end
128
if mm1 == 104
end
if mm1 == 105
end
if mm1 == 106
end
if mm1 == 107
end
if mm1 == 108
end
if mm1 == 109
end
if mm1 == 110
end
if mm1 == 111
end
if mm1 == 112
end
if mm1 == 113
129
end
if mm1 == 114
end
if mm1 == 115
end
if mm1 == 116
end
if mm1 == 117
end
if mm1 == 118
end
if mm1 == 119
end
if mm1 == 120
end
if mm1 == 121
end
if mm1 == 122
end
130
if mm1 == 123
end
if mm1 == 124
end
if mm1 == 125
end
if mm1 == 126
end
if mm1 == 127
end
if mm1 == 128
end
if mm1 == 129
end
if mm1 == 130
end
if mm1 == 131
end
if mm1 == 132
131
end
if mm1 == 133
end
if mm1 == 134
end
if mm1 == 135
end
if mm1 == 136
end
if mm1 == 137
end
if mm1 == 138
end
if mm1 == 139
end
if mm1 == 140
end
if mm1 == 141
end
132
if mm1 == 142
end
if mm1 == 143
end
if mm1 == 144
end
if mm1 == 145
end
if mm1 == 146
end
if mm1 == 147
end
if mm1 == 148
end
if mm1 == 149
end
if mm1 == 150
end
% =================================================
if mm2 == 1
133
end
if mm2 == 2
end
if mm2 == 3
end
if mm2 == 4
end
if mm2 == 5
end
if mm2 == 6
end
if mm2 == 7
end
if mm2 == 8
end
if mm2 == 9
end
if mm2 == 10
end
if mm2 == 11
134
end
if mm2 == 12
end
if mm2 == 13
end
if mm2 == 14
end
if mm2 == 15
end
if mm2 == 16
end
if mm2 == 17
end
if mm2 == 18
end
if mm2 == 19
end
if mm2 == 20
end
135
if mm2 == 21
end
if mm2 == 22
end
if mm2 == 23
end
if mm2 == 24
end
if mm2 == 25
end
if mm2 == 26
end
if mm2 == 27
end
if mm2 == 28
end
if mm2 == 29
end
if mm2 == 30
136
end
if mm2 == 31
end
if mm2 == 32
end
if mm2 == 33
end
if mm2 == 34
end
if mm2 == 35
end
if mm2 == 36
end
if mm2 == 37
end
if mm2 == 38
end
if mm2 == 39
end
137
if mm2 == 40
end
if mm2 == 41
end
if mm2 == 42
end
if mm2 == 43
end
if mm2 == 44
end
if mm2 == 45
end
if mm2 == 46
end
if mm2 == 47
end
if mm2 == 48
end
if mm2 == 49
138
end
if mm2 == 50
end
if mm2 == 51
end
if mm2 == 52
end
if mm2 == 53
end
if mm2 == 54
end
if mm2 == 55
end
if mm2 == 56
end
if mm2 == 57
end
if mm2 == 58
end
139
if mm2 == 59
end
if mm2 == 60
end
if mm2 == 61
end
if mm2 == 62
end
if mm2 == 63
end
if mm2 == 64
end
if mm2 == 65
end
if mm2 == 66
end
if mm2 == 67
end
if mm2 == 68
140
end
if mm2 == 69
end
if mm2 == 70
end
if mm2 == 71
end
if mm2 == 72
end
if mm2 == 73
end
if mm2 == 74
end
if mm2 == 75
end
if mm2 == 76
end
if mm2 == 77
end
141
if mm2 == 78
end
if mm2 == 79
end
if mm2 == 80
end
if mm2 == 81
end
if mm2 == 82
end
if mm2 == 83
end
if mm2 == 84
end
if mm2 == 85
end
if mm2 == 86
end
if mm2 == 87
142
end
if mm2 == 88
end
if mm2 == 89
end
if mm2 == 90
end
if mm2 == 91
end
if mm2 == 92
end
if mm2 == 93
end
if mm2 == 94
end
if mm2 == 95
end
if mm2 == 96
end
143
if mm2 == 97
end
if mm2 == 98
end
if mm2 == 99
end
if mm2 == 100
end
if mm2 == 101
end
if mm2 == 102
end
if mm2 == 103
end
if mm2 == 104
end
if mm2 == 105
end
if mm2 == 106
144
end
if mm2 == 107
end
if mm2 == 108
end
if mm2 == 109
end
if mm2 == 110
end
if mm2 == 111
end
if mm2 == 112
end
if mm2 == 113
end
if mm2 == 114
end
if mm2 == 115
end
145
if mm2 == 116
end
if mm2 == 117
end
if mm2 == 118
end
if mm2 == 119
end
if mm2 == 120
end
if mm2 == 121
end
if mm2 == 122
end
if mm2 == 123
end
if mm2 == 124
end
if mm2 == 125
146
end
if mm2 == 126
end
if mm2 == 127
end
if mm2 == 128
end
if mm2 == 129
end
if mm2 == 130
end
if mm2 == 131
end
if mm2 == 132
end
if mm2 == 133
end
if mm2 == 134
end
147
if mm2 == 135
end
if mm2 == 136
end
if mm2 == 137
end
if mm2 == 138
end
if mm2 == 139
end
if mm2 == 140
end
if mm2 == 141
end
if mm2 == 142
end
if mm2 == 143
end
if mm2 == 144
148
end
if mm2 == 145
end
if mm2 == 146
end
if mm2 == 147
end
if mm2 == 148
end
if mm2 == 149
end
if mm2 == 150
end
%==================================================
%=================================================
if mm3 == 1
end
if mm3 == 2
end
if mm3 == 3
end
149
if mm3 == 4
end
if mm3 == 5
end
if mm3 == 6
end
if mm3 == 7
end
if mm3 == 8
end
if mm3 == 9
end
if mm3 == 10
end
if mm3 == 11
end
if mm3 == 12
end
if mm3 == 13
end
150
if mm3 == 14
end
if mm3 == 15
end
if mm3 == 16
end
if mm3 == 17
end
if mm3 == 18
end
if mm3 == 19
end
if mm3 == 20
end
if mm3 == 21
end
if mm3 == 22
end
if mm3 == 23
151
end
if mm3 == 24
end
if mm3 == 25
end
if mm3 == 26
end
if mm3 == 27
end
if mm3 == 28
end
if mm3 == 29
end
if mm3 == 30
end
if mm3 == 31
end
if mm3 == 32
end
152
if mm3 == 33
end
if mm3 == 34
end
if mm3 == 35
end
if mm3 == 36
end
if mm3 == 37
end
if mm3 == 38
end
if mm3 == 39
end
if mm3 == 40
end
if mm3 == 41
end
if mm3 == 42
153
end
if mm3 == 43
end
if mm3 == 44
end
if mm3 == 45
end
if mm3 == 46
end
if mm3 == 47
end
if mm3 == 48
end
if mm3 == 49
end
if mm3 == 50
end
if mm3 == 51
end
154
if mm3 == 52
end
if mm3 == 53
end
if mm3 == 54
end
if mm3 == 55
end
if mm3 == 56
end
if mm3 == 57
end
if mm3 == 58
end
if mm3 == 59
end
if mm3 == 60
end
if mm3 == 61
155
end
if mm3 == 62
end
if mm3 == 63
end
if mm3 == 64
end
if mm3 == 65
end
if mm3 == 66
end
if mm3 == 67
end
if mm3 == 68
end
if mm3 == 69
end
if mm3 == 70
end
156
if mm3 == 71
end
if mm3 == 72
end
if mm3 == 73
end
if mm3 == 74
end
if mm3 == 75
end
if mm3 == 76
end
if mm3 == 77
end
if mm3 == 78
end
if mm3 == 79
end
if mm3 == 80
157
end
if mm3 == 81
end
if mm3 == 82
end
if mm3 == 83
end
if mm3 == 84
end
if mm3 == 85
end
if mm3 == 86
end
if mm3 == 87
end
if mm3 == 88
end
if mm3 == 89
end
158
if mm3 == 90
end
if mm3 == 91
end
if mm3 == 92
end
if mm3 == 93
end
if mm3 == 94
end
if mm3 == 95
end
if mm3 == 96
end
if mm3 == 97
end
if mm3 == 98
end
if mm3 == 99
159
end
if mm3 == 100
end
if mm3 == 101
end
if mm3 == 102
end
if mm3 == 103
end
if mm3 == 104
end
if mm3 == 105
end
if mm3 == 106
end
if mm3 == 107
end
if mm3 == 108
end
160
if mm3 == 109
end
if mm3 == 110
end
if mm3 == 111
end
if mm3 == 112
end
if mm3 == 113
end
if mm3 == 114
end
if mm3 == 115
end
if mm3 == 116
end
if mm3 == 117
end
if mm3 == 118
161
end
if mm3 == 119
end
if mm3 == 120
end
if mm3 == 121
end
if mm3 == 122
end
if mm3 == 123
end
if mm3 == 124
end
if mm3 == 125
end
if mm3 == 126
end
if mm3 == 127
end
162
if mm3 == 128
end
if mm3 == 129
end
if mm3 == 130
end
if mm3 == 131
end
if mm3 == 132
end
if mm3 == 133
end
if mm3 == 134
end
if mm3 == 135
end
if mm3 == 136
end
if mm3 == 137
163
end
if mm3 == 138
end
if mm3 == 139
end
if mm3 == 140
end
if mm3 == 141
end
if mm3 == 142
end
if mm3 == 143
end
if mm3 == 144
end
if mm3 == 145
end
if mm3 == 146
end
164
if mm3 == 147
end
if mm3 == 148
end
if mm3 == 149
end
if mm3 == 150
end

Aplikasi Pca Untuk Pengenalan Wajah

Diunggah oleh

Informasi Dokumen

Judul Asli

Hak Cipta

Format Tersedia

Bagikan dokumen Ini

Bagikan atau Tanam Dokumen

Opsi Berbagi

Apakah menurut Anda dokumen ini bermanfaat?

Apakah konten ini tidak pantas?

Hak Cipta:

Format Tersedia

Aplikasi Pca Untuk Pengenalan Wajah

Diunggah oleh

Hak Cipta:

Format Tersedia

APLIKASI PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS UNTUK

NIM. 2012 – 79 – 047

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Pengetahuan Alam Universitas Pattimura Ambon :

Ambon, Maret 2016

Y. A. Lesnussa, S.Si, M.Si Z.A. Leleury, S.Si, M.Si

Ketua Jurusan Matematika

F.Y. Rumlawang, S.Si, M.Si

penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Skripsi yang

berjudul “Aplikasi Pricipal Component Analysis Untuk Pengenalan Citra

mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Bapak F. Y. Rumlawang, S.Si, M.Si Ketua Jurusan Matematika FMIPA

penulisan makalah ini dapat diselesaikan.

2. Bapak Y. A. Lesnussa, S.Si, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Matematika FMIPA

UNPATTI, dan sekaligus sebagai pembimbing yang telah memberikan bekal

3. Bapak Z. A. Leleury, S.Si, M.Si selaku dosen Pembimbing II yang senantiasa

membimbing, membantu, dan mengarahkan peneliti dalam membuat skripsi ini.

4. Staf Dosen Jurusan Matematika FMIPA UNPATTI yang telah meluangkan

waktu, tenaga dan pikiran untuk membekali penulis selama ini.

luar biasa kepada penulis.

selalu membantu dan menyemangati saya dalam proses penulisan ini.

7. Semua pihak yang telah banyak membantu, dan memotivasi penulis.

penulisan skripsi ini di waktu mendatang.

Ambon, Maret 2016

APLIKASI PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS UNTUK PENGENALAN

Semakin meluasnya penggunaan komputer dalam kehidupan sehari-hari telah

APPLICATION OF PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS FOR FACE

HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1 Latar Belakang

dalam kehidupan manusia sehari-hari, sehingga kemajuannya sangat dinantikan dan

teknologi-teknologi yang sudah ada. Pengembangan ini diharapkan menghasilkan

berbagai hal yang berguna untuk memenuhi kebutuhan pengguna, memberikan

kemudahan dan kenyamanan dalam penggunaan teknologi.

Pengembangan yang dilakukan bertujuan untuk membuat komputer memiliki

kecerdasan setara atau mendekati kepintaran manusia, yang disebut Kecerdasan

Computer Vision merupakan bidang pengetahuan yang berfokus pada bidang

komputer dapat berupa suara, gambar, teks, dan lain-lain.

satunya adalah pengenalan wajah (face recognition). Pengenalan wajah merupakan

disebabkan karena banyak aplikasi yang menerapkannya, antara lain dalam

pengamanan gedung, alat identifikasi, ATM, telekonferensi, alat bantu pelacakan

kriminal dan lain-lain.

menggunakan teknologi kecerdasan buatan untuk memperoleh segala bentuk

Hal ini dikarenakan wajah manusia terlalu kompleks, sehingga untuk

mengembangkan suatu perhitungan yang ideal adalah hal yang sulit.

adalah Principal Component Analysis (PCA) atau juga disebut Karhunen-Loeve

cara menyusutkan (mereduksi) dimensinya. Pada penelitian ini, pembuatan sistem

pengenalan wajah dilakukan dengan menggunakan algoritma PCA.

pengenalan wajah. Selanjutnya penulis menyusunnya dalam suatu penelitian yang

berjudul “Aplikasi Principal Component Analysis Untuk Pengenalan Wajah”.

1.2 Rumusan Masalah

pengenalan dan mengukur tingkat kemiripan wajah ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengaplikasikan PCA dalam proses

pengenalan dan mengukur tingkat kemiripan wajah.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Dapat mengetahui secara lebih detail teknik pengenalan karakteristik wajah

manusia oleh komputer, dengan menggunakan metode PCA.

2. Dapat dipergunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya untuk system

karakteristik pengenal wajah manusia secara otomatis dan dapat dipergunakan

untuk berbagai keperluan.