Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA


( MA – RI )

Disusun Oleh

NAMA : MICHAEL FRANS BERRY


NPM : 17810079

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan

rahmat, taufik serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah dengan judul “Mahkamah Agung Republik Indonesia

(MA – RI)” ini tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada

seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

Secara khusus, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dosen pengampu

mata kuliah yang telah memberikan tugas makalah ini

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah

ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun

demi kesempurnaan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini dapat berguna

dalam menambah wawasan khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Metro, April 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

B. Rumusan masalah ...................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ....................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Perkembangan Mahkamah Agung di Indonesia .......................... 3

B. Fungsi Mahkamah Agung .......................................................... 9

C. Keanggotaan Mahkamah Agung (MA) ...................................... 12

D. Pimpinan Mahkamah Agung (MA) ............................................ 14

E. Persidangan dan Keputusan Mahkamah Agung (MA) ................ 16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................... 17

B. Saran ......................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembentukan Mahkamah Agung (MA) pada pokoknya memang

diperlukan karena bangsa kita telah melakukan perubahan-perubahan yang

mendasar atas dasar undang-undang dasar 1945. Dalam rangka perubahan

pertama sampai dengan perubahan keempat UUD 1945. Bangsa itu telah

mengadopsi prinsip-prinsip baru dalam system ketenegaraan, yaitu antara lain

dengan adanya system prinsip “Pemisahan kekuasaan dan cheeks and balance”

sebagai pengganti system supremasi parlemen yang berlaku sebelumnya.

Sebagai akibat perubahan tersebut, maka perlu diadakan mekanisme

untuk memutuskan sengketa kewenangan yang mungkin terjadi antara

lembaga-lembaga yang mempunyai kedudukan yang satu sama lain bersifat

sederajat, yang kewenanganya ditentukan dalam Undang-Undang Dasar.

Maka dari itu MA di bentuk agar (the supreme law of the land ) benar-benar

dijalankan atau ditegakan dalam penyelenggaran kehidupan kenegaraan sesuai

dengan prinsip-prinsip negara Hukum modern, dimana Hukumlah yang

menjadi factor bagi penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial,

ekonomi, dan politik suatu bangsa.

Mahkamah agung adalah lembaga tertinggi dalam system

ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman

bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah agung membawahi

badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan

agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara.

1
Saat ini lembaga Mahkamah Agung berdasarkan pada UU. No. 48

Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman UU ini juga telah mencabut dan

membatalkan berlakunya UU No. 4 tahun 2004. Undang-undang ini di susun

karena UU No.4 Tahun 2004 secara substansi dinilai kurang mengakomodir

masalah kekuasaan kehakiman yang cakupannya cukup luas, selain itu juga

karena adanya judicial review ke Mahkamah Konstitusi atas pasal 34 UU No.4

Tahun 2004, karena setelah pasal dalam undang-undang yang di-review

tersebut diputus bertentangan dengan UUD, maka saat itu juga pasal dalam

undang-undang tersebut tidak berlaku, sehingga untuk mengisi kekosongan

aturan/hukum, maka perlu segera melakukan perubahan pada undang-undang

dimaksud

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis dapat

mengangkat rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah sejarah perkembangan Mahkamah Agung di Indonesia?

2. Apakah fungsi Mahkamah Agung itu?

3. Bagaimanakah keanggotaan dan pimpinan Mahkamah Agung (MA) itu?

4. Bagaimanakah persidangan dan keputusan Mahkamah Agung (MA) iitu?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah

ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Mahkamah Agung di Indonesia

2. Untuk mengetahui fungsi Mahkamah Agung

3. Untuk mengetahui keanggotaan dan pimpinan Mahkamah Agung (MA)

4. Untuk mengetahui persidangan dan keputusan Mahkamah Agung (MA)

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Mahkamah Agung di Indonesia

1. MA Pada Masa Penjajahan Belanda

Justitie Hooggerechtshof Kriminil atau Pengadilan Hooggerechtshof

merupakan Pengadilan Tertinggi dan berkedudukan di Jakarta dengan daerah

hukum meliputi seluruh Indonesia. Hooggerechtshof terdiri dari seorang Ketua

dan 2 orang anggota, seorang Pokrol jendral dan 2 orang Advokat Jendral,

seorang Panitera dimana perlu dibantu seorang Panitera Muda atau lebih.

Jikalau perlu Gubernur Jendral dapat menambah susunan Hooggerechtshof

tersebut dengan seorang Wakil Ketua dan seorang/lebih anggota lagi.

Tugas/kewenangan Hooggerechtshof :

a. mengawasi jalannya peradilan di seluruh Indonesia sehingga dapat

berjalan secara patut dan wajar.

b. Mengawasi perbuatan/kelakuan Hakim serta Pengadilan-pengadilan.

c. Memberi teguran-teguran apabila diperlukan.

d. Berhak minta laporan, keterangan-keterangan dari semua pengadilan baik

sipil maupun militer, Pokrol Jendral dan lain pejabat Penuntut Umum.

e. Sebagai tingkat pertama dan terakhir mengadili perselisihan-perselisihan

tentang kekuasaan mengadili diantara, pertama: pengadilan-pengadilan

yang melakukan peradilan atas nama Raja, diantara pengadilan-pengadilan

ini dengan pengadilan-pengadilan adat di dalam daerah yang langsung

diperintah oleh Gubernemen, dimana rakyat dibiarkan mempunyai

peradilan sendiri. Kedua: diantara pengadilan-pengadilan tersebut diatas,

3
dengan pengadilan-pengadilan Swapraja, sepanjang ini dimungkinkan

menurut perjanjian-perjanjian politik dengan daerah-daerah pengadilan

yang berselisih tidak ada di dalam daerah hukum appelraad yang sama,

dan mengadili di antara appelraad-appelradd. Dan Ketiga: diantara

pengadilan sipil dan pengadilan militer, kecuali jikalau perselisihan itu

timbul diantara Hooggerechtshof sendiri dengan Hoogmilitairgerechtshof,

didalam hal mana diputuskan oleh Gubernur Jendral.

2. MA Pada Masa Penjajahan Jepang

Pada jaman penjajahan Jepang, badan Kehakiman tertinggi disebut

Saikoo Hooin. Kemudian dihapuskan pada tahun 1944 dengan Osamu Seirei

(Undang-Undang) No. 2 tahun 1944, sehingga segala tugasnya dilimpahkan

kepada Kooto Hooin (Pengadilan Tinggi).

3. MA Pada Masa Kemerdekaan

Setelah Indonesia Merdeka, pada saat berlakunya Undang-undang

Dasar 1945 belum ada badan Kehakiman yang tertinggi. Satu satunya

ketentuan yang menunjuk kearah badan Kehakiman yang tertinggi adalah

pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. Maka dengan keluarnya

Penetapan Pemerintah No. 9, sampai dengan tahun 1946 ditunjuk kota Jakarta

Raya sebagai kedudukan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Peraturan

tersebut hanya penunjukan tempatnya saja. Penetapan Pemerintah tersebut

pada alinea II berbunyi “Menundjukkan sebagai tempat kedudukan

Mahkamah Agung tersebut ibu-kota DJAKARTA-RAJA.” Eksistensi

Mahkamah Agung ditetapkan setelah diundangkannya Undang-Undang No. 7

4
tahun 1947 tentang susunan kekuasaan Mahkamah Agung dan Kejaksaaan

Agung yang mulai berlaku pada tanggal 3 Maret 1947.

Undang-Undang No. 7 tahun 1947 kemudian diganti dengan Undang-

Undang No. 19 tahun 1948 yang dalam pasal 50 ayat 1 menyebutkan :

1) Mahkamah Agung Indonesia ialah pengadilan federal tertinggi.

2) Pengadilan-pengadilan federal yang lain dapat diadakan dengan Undang-

Undang federal, dengan pengertian, bahwa dalam Distrik Federal Jakarta

akan dibentuk sekurang-kurangnya satu pengadilan federal yang mengadili

dalam tingkat pertama, dan sekuran¬kurangnya satu pengadilan federal

yang mengadili dalam tingkat apel.

Mahkamah Agung pernah berkedudukan di luar Jakarta yaitu pada

bulan Juli 1946 di Jogyakarta dan kembali ke Jakarta pada tanggal 1 Januari

1950, setelah selesainya KMB dan pemulihan Kedaulatan. Dengan demikian

Mahkamah Agung berada dalam pengungsian selama tiga setengah tahun.

Mulai pertama kali berdirinya Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung itu berada

dibawah satu atap dengan Mahkamah Agung, bahkan: bersama dibawah satu

departemen, yaitu: Departemen Kehakiman. Dulu namanya: Kehakiman

Agung pada Mahkamah Agung, seperti Kejaksaan Negeri dulu namanya:

Kejaksaan Pengadilan Negeri.

Kejaksaan Agung mulai memisahkan diri dari Mahkamah Agung yaitu

sejak lahirnya Undang-Undang Pokok Kejaksaan (Undang-Undang No. 15

tahun 1961) dibawah Jaksa Agung Gunawan, SH yang telah menjadi Menteri

Jaksa Agung. Para pejabat Mahkamah Agung (Ketua, Wakil Ketua, Hakim

Anggota dan Panitera) mulai diberikan pangkat militer tutiler adalah dengan

5
Peraturan Pemerintah 1946 No. 7 tanggal 1 Agustus 1946, sebagai

pelaksanaan pasal 21 Undang-Undang No. 7 tahun 1946 tentang Pengadilan

Tentara.

Pemerintah Belanda Federal yang mengusai daerah-daerah yang

dibentuk oleh Belanda sebagai negara-negara Bagian seperti Pasundan, Jawa

Timur, Sumatera Timur, Indonesia Timur, mendirikan Pengadilan Tertinggi

yang dinamakan Hoogierechtshof yang beralamat di Jl. Lapangan Banteng

Timur 1 Jakarta, disamping Istana Gubemur Jenderal yang sekarang

digunakan sebagai gedung Departemen Keuangan. Hooggerechtshof juga

menjadi instansi banding terhadap putusan Raad no Justitie. Mr. G. Wjjers

adalah Ketua Hooggerechtshof terakhir, yang sebelum perang dunia ke II

terkenal sebagai Ketua dari Derde kamar Read van Instills Jakarta yang

memutusi perkara-perkara banding yang mengenai Hukum Adat.

Pada saat itu Mahkamah Agung masih tetap berkuasa di daerah-daerah

Republik Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta. Dengan dipulihkan

kembali kedaulatan Republik Indonesia area seluruh wilayah Indonesia

(kecuali Irian Barat) maka pekerjaan Hooggerechtshof harus diserahkan

kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Pada tanggal 1 Januari 1950 Mr. Dr. Kusumah Atmadja (Ketua MA

RIS) mengambil alih gedung dan personil serta pekerjaan Hooggerechtshof.

Dengan demikian maka para anggota Hooggerechtshof dan Procurer General

meletakkan jabatan masing-masing dan selanjutnya pekerjaannya diserahkan

pada Mahkamah Agung Republik Indonesia Serikat.

6
Mahkamah Agung pada saat itu tidak terbagi dalam majelis-majelis.

Semua Hakim Agung ikut memeriksa dan memutus baik perkara-perkara

Perdata maupun perkara-perkara Pida-na. Hanya penyelesaian perkara pidana

diserahkan kepada Wakil Ketua. Sebagaimana lazimnya dalam suatu negara

yang berbentuk suatu Federasi atau Serikat, maka demikian pula dalam negara

Republik Indonesia Serikat diadakan 2 macam Pengadilan; yaitu Pengadilan

dari masing-masing negara Bagian disatu pihak.

Pengadilan dari Federasi yang berkuasa disemua negara-negara Bagian

dilain pihak untuk seluruh wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS) ada satu

Mahkamah Agung Republik Indonesia Serikat sebagai Pengadilan Tertinggi,

sedang lain Badan-Badan pengadilan menjadi urusan. masing-masing negara

Bagian. Undang-Undang yang mengatur Mahkamah Agung Republik

Indo¬nesia Serikat adalah Undang-Undang No. 1 tahun 1950 tanggal 6 Mei

1950 (I-N. tahun 1950 No. 30) yaitu tentang Susunan dan Kekuasaan

Mahkamah Agung Republik Indonesia Serikat yang mulai berlaku tanggal 9

Mei 1950.

Undang-Undang tersebut adalah hasil pemikiran Mr. Supomo yang

waktu itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman Republik Indonesia Serikat,

yang pertama (Menteri Kehakiman dari negara Bagian Republik Indonesia di

Yogya adalah Mr. Abdul Gafar Pringgodig¬do menggantikan Mr. Susanto

Tirtoprodjo - lihat halaman 34. "Kenang-kenangan sebagai Hakim selama 40

tahun mengalami tiga jaman" Oleh Mr. Wirjono Prodjodikoro - terbitan tahun

1974). Menurut Undang-Undang Dasar RIS pasal 148 ayat 1 Mahkamah

Agung merupakan forum privilegiatum bagi pejabat-pejabat tertinggi negara.

7
Fungsi ini telah dihapuskan sewaktu kita kembali kepada Undang-Undang

Dasar 1945. Beruntunglah dengan keluarnya Undang-Undang No. 1 tahun

1950 (I.N. tahun 1950 No. 30) lembaga kasasi diatur lebih lanjut yang terbatas

pada lingkungan peradilan umum saja. Pada tahun 1965 diundangkan sebuah

Undang-Undang No. 13 tahun 1965 yang mengatur tentang: Pengadilan dalam

lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung. Sayang sekali bahwa

Undang-Undang tersebut tidak memikirkan lebih jauh mengenai akibat hukum

yang timbul setelah diundangkannya tanggal 6 Juni 1965, terbukti pasal 70

Undang-Undang tersebut menyatakan Undang-Undang Mahkamah Agung No.

1 tahun 1950 tidak berlaku lagi. Sedangkan acara berkasasi di Mahkamah

Agung diatur secara lengkap dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1950

tersebut. Timbullah suatu problema hukum yaitu adanya kekosongan hukum

acara kasasi.

Perkembangan selanjutnya dengan Undang-Undng No. 14 tahun 1970

tentang "Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman" tanggal 17

Desember 1970, antara lain dalam pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa

Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara tertinggi dalam arti Mahkamah

Agung sebagai badan pengadilan kasasi (terakhir) bagi putusan-putusan yang

berasal dari Pengadilan-pengadilan lain yaitu yang meliputi keempat

lingkungan peradilan yang masing-masing terdiri dari:

1) Peradilan Umum;

2) Pemdilan Agama;

3) Peradilan Militer;

4) Peadilan Tata Usaha Negara.

8
Hakim Agung harus mempunyai syarat sebagai berikut :

1) Warga Negara Indonesia

2) Berjiwa Proklamasi 17 Agustus 1945 dan tidak pernah memusuhi

Revolusi Indonesia

3) Berjiwa dan mengamalkan Pancasila dan Manipol serta segala pedoman

pelaksanaannya

4) Sarjana Hukum

5) Ahli Hukum-bukan Sarjana Hukum

6) Berumur serendah-rendahnya 35 tahun

7) Berpengalaman sedikit-dikitnya 10 tahun dalam bidang hukum

B. Fungsi Mahkamah Agung

Menurut Undang-undang Dasar 1945, fungsi Mahkamah Agung

adalah:

1. Fungsi Peradilan

a. Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan

pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam

penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali

menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah

negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar.

b. Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu

wewenang menguji/ menilai secara materiil peraturan perundangan

dibawah Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau

dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat

9
yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor

14 Tahun 1985).

2. Fungsi Pengawasan

a. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya

peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan

yang dilakukan dengan adil. Pengadilan-pengadilan diselenggarakan

dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan

yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan

Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal

10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun

1970).

b. Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan terhadap pekerjaan

Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat

Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan

pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal

menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara

yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal

yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan,

teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan

Hakim (Pasal 32 Undang undang Mahkamah Agung Nomor14 Tahun

1985). Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang

menyangkut peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung

Nomor 14 Tahun 1985).

10
3. Fungsi mengatur

Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan

bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang

belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung

sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum

yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27

Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14

Tahun 1985).

4. Fungsi Nasehat

a. Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-

pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara

lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985).

Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala

Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35

Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya

Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945

Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk

memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara

selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan

pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada

peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya.

b. Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi

petunjuk kepada pengadilan disemua lingkungan peradilan dalam

rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undangundang No.14 Tahun

11
1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

(Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah

Agung).

5. Fungsi Administratif

a. Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan

Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud

Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara

organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini masih berada

dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11

(1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah

kekuasaan Mahkamah Agung.

b. Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab,

susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-

undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang

No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan

Kehakiman

C. Keanggotaan Mahkamah Agung (MA)

1. Pemilihan

Susunan MA terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera,dan

seorang sekretaris. Pimpinan dan hakim anggota MA adalah Hakim agung

yang diangkat oleh Presiden dari nama calon yang diajukan oleh DPR dari

nama calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial. Pemilihan calon hakim

agung maksimal 60 orang dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari sidang

sejak nama calon diterima DPR.

12
Sebelum memangku jabatannya, semua anggota MA wajib

mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya. Pimpinan MA

mengucapkan janji di hadapan presiden, sedangkan hakim anggota, panitera

MA, sekretaris MA mengucapkan janji dihadapan Ketua MA. (UU No. 5

tahun 2004 pasal 4, 8,9, 21,22, dan 25)

2. Syarat-syarat Keanggotaan

a) Warga negara Indonesia

b) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c) Berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di

bidang hukum;

d) Berusia sekurang-kurangnya 50 tahun

e) Sehat jasmani dan rohani;

f) Berpengalaman sekurang-kurangnya 20 tahun menjadi hakim serta 3

tahun menjadi hakim tinggi.

3. Pemberhentian Anggota MA

Anggota MA diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden atas usul ketua

MA dengan alasan :

a) Meninggal dunia

b) Telah berumur 65 tahun

c) Permintaan sendiri

d) Sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus atau

e) Ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.

Anggota MA dapat pula diberhentikan secara tidak hormat apabila:

a) Dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan

13
b) Melakukan perbuatan tercela

c) Terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas

pekerjaannya;

d) Melanggar sumpah atau janji jabatan

4. Masa Jabatan Anggota MA

Berdasarkan UU No. 5 tahun 2004, Masa jabatan MA selama 5 (lima)

tahun.

5. Hak dan Kewenangan Anggota MA

Berdasarkan UU NO. 14 tahun 1985 pasal 16 menyatakan bahwa anggota

MA memiliki Hak keuangan/administratif yang diatur oleh Undang-

undang. MA juga mempunyai hak untuk memutus permohonan kasasi

terhadap putusan Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir, dan

dalam tingkat kasasi MA mempunyai hak untuk membatalkan putusan

atau penetapan Pengadilan-pengadilan dari semua Lingkungan Peradilan.

D. Pimpinan Mahkamah Agung (MA)

1. Hak Pimpinan MA

Pimpinan MA yang terdiri atas Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan

Hakim Anggota Mahkamah Agung memiliki hak keuangan/administrative

yang diatur dengan Undang-undang. (UU No. 14 Tahun 1985 pasal 16)

2. Wewenang Pimpinan MA

Pimpinan MA sebagai pelaksana tugas Kekuasaan Kehakiman berwenang

untuk memutus permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Tingkat

Banding atau Tingkat Terakhir, serta membatalkan putusan atau

penetapan Pengadilan, meminta keterangan tentang hal-hal yang

14
bersangkutan dengan teknis peradilan dan memberi petunjuk, teguran, atau

peringatan kepada Pengadilan di semua Lingkungan Peradilan. (UU No.14

Tahun 1985 pasal 29 dan UU No. 5 tahun 2004 pasal 31)

3. Pemilihan Pimpinan MA

Pimpinan MA terdiri atas seorang ketua, 2 wakil ketua, dan beberapa

orang ketua muda. Wakil Ketua MA terdiri atas wakil ketua bidang

yudisial dan wakil ketua bidang non-yudisial. Ketua dan wakil ketua MA

di angkat oleh presiden yang dipilih dari dan oleh hakim agung.Sedangkan

Ketua muda MA di angkat oleh presiden di antara hakim agung yang

diajukan oleh ketua MA yang pengangkatannya ditetapkan 14 hari kerja

sejak pengajuan calon diterima presiden.

4. Pemberhentian Pimpinan MA

Pimpinan MA di berhentikan dengan hormat apabila:

a) meninggal dunia

b) Telah berumur 65 tahun

c) permintaan sendiri

d) sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus atau

e) ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.

Pimpinan MA dapat pula diberhentikan secara tidak hormat apabila:

a) dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan

b) melakukan perbuatan tercela

c) terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas

pekerjaannya

d) melanggar sumpah atau janji jabatan

15
5. Masa Jabatan Pimpinan MA

Pimpinan MA memegang jabatannya selama 5 tahun

E. Persidangan dan Keputusan Mahkamah Agung (MA)

1. Persidangan

Sidang MA adalah kegiatan MA untuk memeriksa dan memutus suatu

perkara, mengucapkan dan mengumumkan putusan suatu perkara. Dalam

persidangan MA memeriksa dan memutus suatu perkara yang diucapkan

dalam sidang terbuka untuk umum. (UU No. 14 Tahun 1985 pasal 40)

2. Keputusan

a. MA memeriksa dan memutus dengan sekurang-kurangnya 3 orang

Hakim

b. Putusan MA diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

c. Dalam mengambil putusan, MA tidak terikat pada alasan-alasan yang

diajukan oleh pemohon kasasi dan dapat memakai alasan-alasan

hukum lain.

d. Salinan putusan dikirimkan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Pertama

e. Putusan MA oleh Pengadilan Tingkat Pertama diberitahukan kepada

kedua belah pihak selambat-lambatnya 30 hari setelah putusan dan

berkas perkara diterima oleh Pengadilan Tingkat Pertama tersebut.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan

diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Susunan MA terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera,dan seorang

sekretaris. Pimpinan dan hakim anggota MA adalah Hakim agung yang

diangkat oleh Presiden dari nama calon yang diajukan oleh DPR dari nama

calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial. Pemilihan calon hakim agung

maksimal 60 orang dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari sidang sejak

nama calon diterima DPR

2. Syarat-syarat Keanggotaan MA

a) Warga negara Indonesia

b) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c) Berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di

bidang hukum;

d) Berusia sekurang-kurangnya 50 tahun

e) Sehat jasmani dan rohani;

f) Berpengalaman sekurang-kurangnya 20 tahun menjadi hakim serta 3 tahun

menjadi hakim tinggi.

3. Wewenang Mahkamah Agung sangat banyak, tidak hanya mengadili pada

tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh

pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah

Agung, kecuali undang-undang menentukan lain, menguji peraturan

17
perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; dan

kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.

4. Mahkamah Agung berhak untuk mengajukan 3 orang Hakim Konstitusi dan

Pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan

peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung dalam menyelenggarakan

kekuasaan kehakiman.

B. Saran

Berdasarkan uraian di atas maka saran yang dapat kami ajukan adalah

hendaknya para pejabat MA benar-benar menjalankan atau menegakkan

penyelenggaran kenegaraan sesuai dengan prinsip-prinsip negara Hukum

modern agar tercipta keadilan dalam masyarakat karena hukumlah yang

menjadi faktor bagi penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial,

ekonomi, dan politik suatu bangsa.

18
DAFTAR PUSTAKA

Jimly Asshiddiqie, Kedudukan Mahkamah Agung, Jakarta: Pusat Studi Hukum


Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002

Zamroni, 2009. Sejarah Mahkamah Agung: (Online), (http/www.zamroni.com/40-


sejarah-mahkamah-agung.html, diakses tanggal 17 April 2018)

http://dedesrirahayu.blogspot.co.id/2012/12/makalah-mahkamah-agung.html

http://ndar3006.blogspot.co.id/2015/06/makalah-mahkamah-agung.html

19

Anda mungkin juga menyukai