Anda di halaman 1dari 12

SUMBER – SUMBER HUKUM ISLAM

TAHUN AKADEMIK 2015

Di susun oleh:
SITI KHODIJAH (150810301103)

NURUL HIDAYATI (151810301062)

KELOMPOK 1 (Presentasi ke-7)


KELAS: 12

UNIVERSITAS JEMBER
Jalan Kalimantan No.37 Kampus Bumi Tegal Boto Kotak Pos 159 Jember 68121

Telepon (0331) 330224, 334267, 333147 Faksimili (0331) 339029, 337422

Laman : www.unej.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini


dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan
batin. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia,
sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan Hadis, tampak
amat ideal dan agung.

Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif,


menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan
spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu,
bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan,
anti-feodalistik, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan,
berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya.

Penetapan hukum dalam agama Islam harus didasari dengan pijakan


atau alasan yang disebut sumber hukum. Dengan berkembangnya zaman,
baik di bidang ekonomi, sosial politik, teknologi dan informasi, adakalanya
timbul permasalah-permasalahan baru. Oleh karena itu dibutuhkan suatu
penetapan hukum terhadap masalah tersebut.

Pada zaman Rosulullah SAW, permasalahan yang timbul dapat


ditanyakan langsung kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pengemban dan
sumber hukum Islam. Namun setelah Nabi wafat, kepada siapa kita bertanya?
hanya al-Qur’an dan sunah Nabi Muhammad SAW yang beliau wariskan.

Oleh karena itu dibutuhkan sesuatu yang dapat dijadikan pijakan untuk
menetapkan hukum perkara tersebut. Dengan didasari oleh al-Qur’an dan
hadis nabi, para ulama berijtihad dan menyusun sistematika istinbat hukum.

Berdasarkan latar belakang tersebut, kami menyusun makalah ini


dengan judul “Sumber-sumber Hukum Islam” untuk dapat kami bahas lebih
detail dan mendalam.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas adalah sebagai berikut:
1. Apa sajakah yang termasuk dalam sumber hukum islam?
2. Apa saja fungsi dan kedudukan dari sumber hukum islam?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa sajakah yang termasuk dalam sumber hukum
islam.
2. Untuk mengetahui fungsi dan kedudukan dari sumber hukum islam.
3. Untuk menambah wawasan kita dan menumbuhkan nilai-nilai keislaman
dalam kehidupan sehari-hari.
4. Senantiasa menjadikan sumber hukum islam sebagai pedoman untuk
memecahkan segala permasalahan yang ada.
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sumber Hukum Islam

Hukum, menurut kamus besar Bahasa Indonesia yaitu peraturan atau


adat yang secara resmi dianggap mengikat dan mempunyai konsekuensi logis
yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah. Menurut ulama' fiqih,
hukum adalah akibat yang timbul atau kewajiban atau konsekuensi yang
harus dijalani karena tuntutan syari'at agama (Al-Qur'an dan hadits) yang
berupa; al-wujub, al-mandub, al-hurmah, al-karahah dan al-mubahah.

Secara sederhana hukum adalah “seperangkat peraturan tentang


tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat; disusun orang-
orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu; berlaku mengikat, untuk
seluruh anggotanya”. Bila definisi ini dikaitkan dengan Islam atau syara’
maka hukum Islam berarti: “seperangkat peraturan bedasarkan wahyu Allah
SWT dan sunah Rasulullah SAW tentang tingkah laku manusia yang dikenai
hukum (mukallaf) yang diakui dan diyakini mengikat semua yang beragama
Islam”. Maksud kata “seperangkat peraturan” disini adalah peraturan yang
dirumuskan secara rinci dan mempunyai kekuatan yang mengikat, baik di
dunia maupun di akhirat.

Sedangkan sumber hukum Islam adalah sesuatu yang menjadi dasar hukum,
acuan atau pedoman dalam syariat Islam.

2.2 Macam-macam Sumber Hukum Islam


Al-Qur’an
Al-Qur'an dari segi bahasa artinya adalah bacaan, sedangkan secara
istilah al-Qur'an adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada nabi
Muhammad Saw. melalui malaikat Jibril as., untuk disampaikan kepada
manusia sebagai pedoman hidup, agar mendapatkan kebahagiaan di dunia
maupun di akhirat dan bagi yang membacanya termasuk ibadah.
Al-Qur'an juga disebut Al-Furqan (pembeda), Adz-Dizkra
(pengingat), Asy-Syifa' (obat), Al-Huda (petunjuk) dan Al-Bayan (penjelas)
Isi kandungan Al Qur’an dilihat dari segi kuantitas dan kualitas.

1. Segi Kuantitas

Al Quran terdiri dari 30 Juz, 114 surat, 6.236 ayat, 323.015 huruf dan
77.439 kosa kata

2. Segi Kualitas

Isi pokok Al Qur’an (ditinjau dari segi hukum) terbagi menjadi 3


(tiga) bagian:

1. Hukum yang berkaitan dengan ibadah: hukum yang mengatur


hubungan rohaniyah dengan Allah SWT dan hal – hal lain yang
berkaitan dengan keimanan. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu
Tauhid atau Ilmu Kalam
2. Hukum yang berhubungan dengan Amaliyah yang mengatur
hubungan dengan Allah, dengan sesama dan alam sekitar. Hukum ini
tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syariat. Ilmu yang
mempelajarinya disebut Ilmu Fiqih
3. Hukum yang berkaitan dengan akhlak. Yakni tuntutan agar setiap
muslim memiliki sifat – sifat mulia sekaligus menjauhi perilaku –
perilaku tercela.

Firman Allah pada Qur’an surat Al-Isra’ ayat 82:

َُُ‫آنُ َماُ ُه َُوُ ِّشفَاءُُ َو َر ْح َمةُُ ِّل ْل ُمؤْ ِّم ِّنين‬


ُِّ ‫لُ ِّمنَُُ ْالقُ ْر‬
ُُ ‫َونُن َِّز‬

Artinya : “Dan Kami (Allah) menurunkan Al-Qur’an itu sebagai obat dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman.”

Al Qur’an memuat berbagai pedoman dasar bagi kehidupan umat


manusia.
 Tuntunan yang berkaitan dengan keimanan/akidah, yaitu ketetapan
yang berkaitan dengan iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir, serta qadha dan qadar
 Tuntunan yang berkaitan dengan akhlak, yaitu ajaran agar orang
muslim memilki budi pekerti yang baik serta etika kehidupan.
 Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni shalat, puasa, zakat
dan haji.
 Tuntunan yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam
masyarakat.

Firman Allah pada Qur’an surat Al-Baqarah ayat 185:

ِّ ‫اسُ َوبَ ِّينَاتُُ ِّمنَُُ ْال ُهدَىُُ َو ْالفُ ْر َق‬


ُ‫ان‬ ُ ِّ َّ‫آنُ ُهدًىُ ِّللن‬ َُ ‫ضانَُُالَّذِّيُأ ُ ْن ِّز‬
ُُ ‫لُفِّي ُِّهُ ْالقُ ْر‬ َ ‫ش ْه ُُرُ َر َم‬
َ

Artinya:“Pada bulan Ramadhan dimana diturunkan Al-qur’an itu, adalah


menjadi petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang batil.”

Hadits

Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik


berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan
sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Allah SWT telah
mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang
disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya.

ُِّ‫س ْو ِّلُهللا‬ َ َ‫سنَة‬


ُ ‫ُر‬ ُ ُ‫ُو‬
َ ِّ‫ابُهللا‬ َّ ‫ضلُّ ْواُأ َ َبدًاُ َماُتَ َم‬
َ َ ‫س ْكت ُ ْمُ ِّب ِّه َماُ ِّكت‬ ِّ َ‫ت َ َر ْكتُ ُ ِّف ْي ُك ْمُأ َ ْم َري ِّْنُلَ ْنُت‬
)ُ‫(رواهُالبخارىُومسلم‬

Artinya: "Aku tinggalkan kepadamu dua perkara, apabila kamu berpegang


teguh pada kedua perkara tersebut niscaya kamu tidak akan tersesat selama-
lamanya. Kedua perkara tersebut ialah kitab Allah (Al-Qur'an) dan sunah
Rasulullah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits menurut sifatnya mempunyai klasifikasi sebagai berikut:

1. Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil,
sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat, dan tidak
janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-
samar yang dapat menodai keshohehan suatu hadits
2. Hadits Hasan, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, tapi
tidak begitu kuat ingatannya (hafalannya), bersambung sanadnya, dan
tidak terdapat illat dan kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan
termasuk hadits yang makbul biasanya dibuat hujjah untuk sesuatu hal
yang tidak terlalu berat atau tidak terlalu penting
3. Hadits Dhoif, adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih syarat-
syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits dhoif banyak macam
ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan
banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak
dipenuhi

Kedudukan dan Fungsi Hadits

 Sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur'an.


Ada beberapa hukum yang tidak disebutkan ataupun dijelaskan dalm
Al-Qur'an, kemudian Rasulullah saw. menambahkan hukum tersebut
sebagai kaitan dengan hukum di dalam Al-Qur'an. Penambahan itu
bisa berbentuk penjelasan atau penjabaran dan dalil hukumnya bisa
bersifat wajib, sunah atau bahkan haram. Sebagai sumber hukum
Islam kedua, hukum yang terkandung di dalam hadist juga wajib
ditaati sebagaimana mentaati Al-Qur'an. Perhatikan firman Allah
SWT berikut ini:
Artinya: "Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah.
dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras
hukumannya". (QS. Al-Hasyr: 7)
 Sebagai penguat hukum yang sudah disebutkan dalam Al-Qur'an.
Al-Qur'an dan hadits menjadi sumber hukum Islam yang saling
mendukung dan menguatkan. Sebagai contoh, larangan
menyekutukan Allah SWT sudah dijelaskan di dalam Al-Qur'an,
tetapi dikukuhkan lagi di dalam hadits nabi.
 Hadist menetapkan hukum-hukum yang tidak terdapat dalam Al-
Qur'an.
Hadits merupakan sumber hukum yang kedua setelah Al-Qur'an, oleh
karena itu hadits berkedudukan dan berfungsi menetapkan hukum
suatu hal atau perkara yang tidak dijumpai di dalam Al-Qur'an.
 Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Qur’an
yang masih bersifat umum.
Misalnya, ayat Al Qur’an yang memerintahkan shalat, membayar
zakat, dan menunaikan ibadah haji, semuanya bersifat garis besar.
Seperti tidak menjelaskan jumlah rakaat dan bagaimana cara
melaksanakan shalat, tidak merinci batas mulai wajib zakat, tidak
memarkan cara-cara melaksanakan haji. Rincian semua itu telah
dijelaskan oelh rasullah SAW dalam haditsnya.

Ijtihad

Ijtihad berasal dari kata ijtahada-yajtahidu-ijtihadan yang artinya


mencurahkan tenaga, bersungguh-sungguh. Menurut istilah, ijtihad artinya
berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu persoalan yang
tidak ada ketetapan hukumnya, baik dalam al-Qur'an maupun hadits. Orang
yang melakukan ijtihad disebut Mujtahid.

Islam menghargai ijtihad, meskipun hasilnya salah, selama ijtihad itu


dilakukan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Dalam hubungan
ini Rasulullah SAW bersabda:

ُُ‫طأَُفَلَه‬
َ ‫اجتَ َهدَُث ُ َّمُا َ ْخ‬ َ ‫ُوُاِّذَاُ َح َك َم‬
ْ ‫ُو‬ ِّ ‫ابُفَلَهُُا َ َج َر‬
َُ ‫ان‬ َ ‫ص‬َ َ ‫اجتَ َهدَُث ُ َّمُا‬ ْ ‫اِّذَاُ َح َك َم‬
ْ َ‫ُال َحا ِّك َمُف‬
‫ا َ ْجرُ(ُرواهُالبخارىُوُمسلم‬

Artinya: “Apabila seorang hakim dalam memutuskan perkara melakukan


ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya benar, maka ia memperoleh dua pahala
dan apabila seorang hakim dalam memutuskan perkara ia melakukan ijtihad
dan ternyata hasil ijtihadnya salah, maka ia memperoleh satu pahala.” (HR
Bukhari dan Muslim)

Syarat-syarat Berijtihad

Ijtihad bukan masalah yang mudah, karenanya seorang mujtahid harus


memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Adapun persyaratannya sebagai
berikut;
1. Orang Islam, dewasa, sehat akalnya serta memiliki kecerdasan.
2. Memahami ulumul Qur'an dan ulumul hadits terutama yang berkaitan
dengan masalah hukum-hukum, asbabun nuzul, nasikh mansukh,
tarikh, musthalah hadits, asbabul wurud, matan hadits, tingkatan
hadits dan kedudukan serta hal ikhwal perawinya.
3. Memahami bahasa Arab dengan segala kelengkapannya.
4. Memahami ilmu usulul fiqih (pokok-pokok fiqih).
5. Memahani masalah ijma' atau pendapat ulama' terdahulu.
6. Hal yang diijtihadkan merupakan persoalan yang tidak ada dalil
qath'inya dalam Al-Qur'an atau hadits.
Kedudukan dan Fungsi Ijtihad
Kedudukan dan fungsi ijtihad sebagai berikut;
 Ijtihad merupakan sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al-Qur'an
dan hadits
 Ijtihad merupakan sarana untuk menyelesaikan persoalan-persoalan
baru yang muncul dengan berpedoman pada Al-Qur'an dan hadits
 Ijtihad merupakan salah satu cara yang disyari'atkan untuk
menyelesaikan permasalahan social dan kenegaraan dengan ajaran-
ajaran Islam.
 Ijtihad merupakan wadah untuk mencurahkan pikiran-pikiran kaum
muslimin.
Bentuk-bentuk Ijtihad
Ijtihad dibedakan menjadi beberapa bentuk:
1. Ijmak yaitu kesepakatan para ulama dalam menetapkan hukum suatu
masalah yang belum diterangkan dalam Al-Qur'an dan hadits.
2. Qiyas yaitu menyamakan permaslahan yang terjadi dengan masalah
lain yang sudah ada hukumnya karena ada kesamaan sifat atau alasan.
Contoh: Hukum minuman keras diqiyaskan dengan khamar. Karena
keduanya ada kesamaan sifat yaitu sama-sama memabukkan.
3. Istihsan yaitu menetapkan hukum suatu masalah yang tidak
dijelaskan secara rinci dalam Al-Qur'an dan hadits, yang didasarkan
atas kepentingan/kemaslahatan umum.
4. Istishab yaitu meneruskan berlakunya hukum yang telah ada dan
telah ditetapkan karena suatu dalil sampai ada dalil lain yang merubah
kedudukan hukum tersebut.
5. Istidlal yaitu menetapkan hukum suatu perbuatan yang tidak
disebutkan secara rinci dalam Al-Qur'an atau hadits dengan
didasarkan karena telah menjadi adat istiadat atau kebiasaan
masyarakat setempat.
6. Maslahah mursalah yaitu perkara yang perlu dilakukan demi
kemaslahatan sesuai dengan maksud syara' dan hukumnya tidak
diperoleh dari dalil secara langsung dan jelas.
Contoh: Peraturan lalu lintas.
7. Urf yaitu kebiasaan yang dilakukan oleh sekelompok orang, baik
dalam ucapan ataupun perbuatan.
8. Zara'i yaitu perbuatan yang menjadi jalan untuk mencapai maslahah
atau menghilangkan madarat.
BAB III KESIMPULAN

Sumber hukum Islam adalah sesuatu yang menjadi dasar hukum, acuan atau
pedoman dalam syariat Islam. Sumber hukum islam terbagi menjadi tiga yaitu Al-
Qur’an, hadits, dan ijtihad. Masing-masing dari sumber hukum islam tersebut
memiliki kedudukan dan fungsi yang hampir sama, yaitu sebagai sumber hukum
yang mengatur kehidupan manusia agar sesuai dengan syariat islam, dan sebagai
acuan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada.

Dalam hal ini, Al-Qur’an merupakan sumber hukum yang utama. Al-Qur'an
adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada nabi Muhammad Saw. melalui
malaikat Jibril as., untuk disampaikan kepada manusia sebagai pedoman hidup.
Sumber hukum yang kedua yaitu Hadits. Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi
Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir).

Sedangkan ijtihad disini sebagai sumber hukum yang ketiga setelah Al-
Qur’an dan hadits. Ijtihad merupakan sarana untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan baru yang muncul dengan berpedoman pada Al-Qur'an dan hadits.
DAFTAR PUSTAKA

Nasir Sahilun & M. H Anshari Hafi. 1991. Pokok-pokok Pendidikan Agama Islam di
Perguruan Tinggi. Jakarta; Bumi Aksara

Ahmadi Abu, & Noor Salimi. 1994. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta :
Bumi Aksara

http://asnawigpai.blogspot.co.id/2014/03/sumber-hukum-islam-untuk-kelas-x.html

http://amirsabri.blogspot.co.id/2013/02/sumber-hukum-islam.html

https://feradesliaahyar.wordpress.com/2012/11/15/makalah-sumber-hukum-islam/

http://muhammadkhairi80.blogspot.co.id/

http://blendist.blogspot.co.id/2015/01/sumber-sumber-hukum-islam.html

https://sitinuralfiah.wordpress.com/bahan-ajar-2/sumber-sumber-hukum-islam/

https://denywicak.student.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai