KLP 3 (Manajemen Perenanaan Asuhan Keperawatan)
KLP 3 (Manajemen Perenanaan Asuhan Keperawatan)
PENDAHULUAN
1
dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain
pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan tak akan dapat berjalan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana konsep manajemen perencanaan asuhan keperawatan?
1.2.2 Bagaimana model dalam sistem pemberian asuhan keperawatan?
1.2.3 Apa saja issue-issue dalam manajemen asuhan keperawatan?
1.2.4 Bagaiman sistem klasifikasi pasien gawat darurat?
1.2.5 Apa saja jenis kegiatan dalam asuhan keperawatan?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.1.2 Tahap dalam perencanaan :
a. Menetapkan tujuan dalam mengumpulkan data dan fakta
b. Mengidentifikasi masalah dan penetapan prioritas masalah
c. Merumuskan tujuan program dan besarnya target yang ingin
dicapai.
d. Mengkaji kemungkinan adanya hambatan dan kendala dalam
pelaksanaan program.
e. Menyusun Rencana Kerja Operasional (RKO)
2.1.3 Prasyarat perencanaan
Prasyarat perencanaan yang dibutuhkan adalah sederhana, tujuan dan
hasil yang akan dicapai jelas, berdasarkan kebijakan dan prosedur
yang berlaku, sesuai prioritas, pelibatan aktif, praktis, fleksibel,
berkesinambungan, dan mempunyai kejelasan metode evaluasi.
2.1.4 Dasar pertimbangan
5 W + 1 H : What, Where, When, Why, Who, dan How
4
keputusan ini terhadap hasil yang diharapkan melalui mekanisme
umpan balik yang dapat dipercaya. Perencanaan strategis dalam
keperawatan bertujuan untuk memperbaiki alokasi sumber-sumber
yang langka, termasuk uang dan waktu, dan untuk mengatur
pekerjaan divisi keperawatan.
b. Perencanaan Operasional
Perencanaan operasional menguraikan aktivitas dan prosedur yang
akan digunakan, serta menyusun jadwal waktu pencapaian tujuan,
menentukan siapa orang-orang yang bertanggung jawab untuk
setiap aktivitas dan prosedur. Menggambarkan cara menyiapkan
orang-orang untuk bekerja dan juga standard untuk mengevaluasi
perawatan pasien. Di dalam perencanaan operasional terdiri dari
dua bagian yaitu rencana tetap dan rencana sekali pakai. Rencana
tetap adalah rencana yang sudah ada dan menjadi pedoman di
dalam kegiatan setiap hari, yang terdiri dari kebijaksanaan,
standard prosedur operasional dan peraturan sedangkan rencana
sekali pakai terdiri dari program dan proyek.
5
2.1.8 Keuntungan Perencanaan
a. Mengurangi atau menghilangkan jenis pekerjaan yang tidak
produktif.
b. Dapat dipakai sebagai alat pengukur hasil kegiatan yang dicapai
c. Memberikan suatu landasan pokok fungsi manajemen lainnya
terutama fungsi keperawatan
d. Memodifikasi gaya manajemen
e. Fleksibilitas dalam pengambilan keputusan
2.1.9 Kelemahan Perencanaan
a. Perencanaan mempunyai keterbatasan dalam hal ketepatan
informasi dan fakta-fakta tentang masa yang akan datang
b. Perencanaan memerlukan biaya yang cukup banyak
c. Perencanaan mempunyai hambatan psikologis
d. Perencanaan menghambat timbulnya inisiatif
e. Perencanaan menyebabkan terhambatnya tindakan yang perlu
diambil
6
Berikut ini merupakan metode penugasan yang tengah berkembang saat
ini:
a. Metode fungsional
Metode fungsional yaitu metode penugasan dimana seorang perawat hanya
melakukan satu sampai dua jenis intervensi. Metode ini banyak dipakai
saat perang dunia kedua. Ketika perang dunia kedua metode ini banhyak
dipakai karena jumlah perawat serta kemampuan perawat masih terbatas.
Huston, 1998)
Kelebihan :
1. Managemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas
yang jelas dan pengawasan nyang baik;
2. Baik diguanakan dalam kondisi keterbatasan tenaga perawat;
3. Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial,
sedangkan perawat pasien diserahkan kepada perawat junior
dan/atau yang belum berpengalaman.
Kekurangan :
1. Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat.
2. Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan
proses keperawatan.
3. Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan
dengan ketrampilan saja.
7
b. Metode penugasan tim
Metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat
professional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dengan
berdasarkan konsep kooperatif & kolaboratif (Douglas, 1992).Metode ini
menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat
ruangan dibagi menjadi 2-3 tim yang terdiri dari tenaga profesional,
teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling membantu.
Metode ini bertujuan untuk: memfasilitasi pelayanan keperawatan;
menerapkan proses keperawatan standard; dan menyatukan kemampuan
anggota tim yang beragam. Menurut Kron & Gray (1987) pelaksanaan
model tim harus berdasarkan konsep berikut:
1) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunkan
teknik kepemimpinan
2) Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas rencana keperawatan
terjamin
3) Anggota tim menghargai kepemimpinan ketua tim
4) Peran kepala ruang sangat penting dalam metode ini. Model tim akan
berhasil apabila didukung oleh Kepala Ruang.
Dalam penerapannya ada kelebihan dan kelemahannya yaitu:
Kelebihan
1. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh
2. Mendukung pelaksanaan proses keperawatan
3. Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah
diatasi dan memberi kepuasan pada anggota tim
Kekurangan
Kemunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk
konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk
melaksanakan pada waktu-waktu sibuk.
8
Kepala ruangan
c. Metode primer
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab
penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari
masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktek kemandirian
perawat, ada kejelasan antara pembuat perencana asuhan dan pelaksana.
Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus
menerus antara pasien dengan perawat yang ditugaskan untuk
merencanakan, melakukan, dan koordinasi asuhan keperawatan selama
pasien dirawat. Konsep dasar metode primer :
a. Ada tanggungjawab dan tanggunggugat
b. Ada otonomi
c. Ketertiban pasien dan keluarga
Kelebihannya :
1) Model praktek profesional
2) Bersifat kontinuitas dan komprehensif
3) Perawat primer mendapatkan akontabilitas yang tinggi terhadap hasil
dan memungkinkan pengembangan diri → kepuasan perawat
4) Klien/keluarga lebih mengenal siapa yang merawatnya
9
Kelemahannya :
1) Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan
pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self
direction,kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai
keperawatanklinik, akontable serta mampu berkolaborasi dengan
berbagai disiplin.
2) Biaya lebih besar
Perawat primer
d. Metode kasus
Metode ini merupakan sistem pelayanan keperawatan, dimana para
manajer kasus (case manager) bertanggung jawab terhadap muatan kasus
pasien selama dirawat. Para manejer dapat terkait dengan muatan kasus
dalam beberapa cara seperti:
1) Dengan dokter dan pasien tertentu
2) Dengan pasien secara geografis berada dalam satu unit atau unit-unit
3) Dengan mengadakan diagnosa
Metode ini mempertahankan filsafat keperawatan primer dan
membutuhkan seorang sarjana keperawatan atau perawat dengan
pendidikan tingkat master untuk mengimplementasikan praktek
10
keperawatan dengan budget yang tinggi.
Kelebihan :
a. Perawat lebih memahami kasus per kasus
b. Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah
Kekurangan :
a. Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggungjawab
b. Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan
dasar yang sama
Kepala ruangan
11
g. Menciptakan iklim komunikasi terbuka
2. Tanggung Jawab Katim :
a. Melakukan orientasi kepada pasien baru & keluarga
b. Mengkaji setiap klien, menganalisa, menetapkan rencana
keperawatan (renpra), menerapkan tindakan keperawatan dan
mengevaluasi renpra
c. Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis melalui
komunikasi yang konsisten
d. Membagi tugas anggota tim dan merencanakan kontinuitas asuhan
keperawatan melalui konfrens
e. Membimbing dan mengawasi pelaksanan asuhan keperawatan oleh
anggota tim
f. Bertanggung jawab terhadap kepala ruangan
3. Tanggung Jawab Anggota Tim :
a. Melaksanakan perawatan sesuai renpra yang dibuat katim
b. Memberikan perawatan total/komprehensif pada sejumlah pasien
c. Bertanggung jawab atas keputusan keperawatan selama katim tidak
ada di tempat
d. Berkontribusi terhadap perawatan
observasi terus menerus
ikut ronde keperawatan
berinterkasi dgn pasien & keluarga
berkontribusi dgn katim/karu bila ada masalah
12
b. Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung
jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.
c. Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan komunitas asuhan
keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat padprimer,
karena saat ini perawat yang ada di RS sebagian besar adalah lulusan
D-3, bimbingan tentang asuhan keperawatan diberikan oleh perawat
primer/ketua tim.
Contoh (dikutip dari Ratna S. Sudarsono, 2002):
Model MAKP ini ruangan memerlukan 26 perawat. Dengan
menggunakan model modifikasi keperawatan primer ini diperlukan empat
orang perawat primer (PP) dengan kualifikasi Ners, di samping seorang
kepala ruang rawat yang juga Ners. Perawat pelaksana (PA) 21 orang,
kualifikasi pendidikan perawat pelaksana terdiri atas lulusan D-3
Keperawatan 3 orang dan SPK 18 orang. Pengelompokan tim pada setiap
sift jaga terlihat pada gambar:
Kepala Ruang
PP 1 PP 2 PP 3 PP 4
PA PA PA PA
PA PA PA PA
PA PA PA PA
13
2.3 Issue-Issue dalam Manajemen Asuhan Keperawatan
Isu merupakan sesuatu yang sedang dibicarakan tetapi belum jelas
kebenarannya. Menurut Nursallam (2012) terdapat beberapa isu-isu dalam
profesi keperawatan yaitu:
1. Belum tumbuh komitmen yang kuat dalam diri perawat untuk
mengembangkan paradigma hidup sehat di masyarakat
Contoh : Tenaga kesehatan khususnya perawat masih merasa canggung
untuk mengikuti program nusantara sehat, walaupun memang ada tenaga
kesehatan yang sangat tertarik untuk mengikuti program ini. Dalam
manajemen keperawatan, keterbatasan intelektual, minat dan kemampuan
sosial membuat perawat kurang menekankan upaya promotif dan preventif
dalam memberikan asuhan keperawatan sehingga masih berorientasi pada
penggunaan obat.
2. Perubahan orientasi manajemen asuhan keperawatan dari “sosial”
menjadi “bisnis”
Perubahan ekonomi membawa dampak terhadap pengurangan berbagai
anggaran untuk pelayanan kesehatan, sehingga berdampak terhadap
orientasi manajemen kesehatan/keperawatan dari lembaga sosial ke
orientasi “bisnis.” Pelayanan kesehatan dihadapkan pada suatu dilema, di
satu sisi harus mengurangi beberapa alokasi anggaran, sementara di sisi
lain mutu asuhan kesehatan/keperawatan harus ditingkatkan. Keadaan ini
ditunjang dengan keadaan politik yang semakin tidak menentu. Para elit
politik, baik eksekutif maupun legislatif, lebih berperan sebagai seorang
penguasa yang selalu membenarkan semua tindakannya untuk kepentingan
golongan/kelompok tertentu, sedikit sekali peduli dengan masalah yang
dihadapi anak bangsa, khususnya masalah kesehatan.
Contoh : pelayanan kesehatan primer dan sekunder memanfaatkan sistem
pembayaran kapitasi dan INA CBG”s
3. Perubahan Kependudukan
Perubahan kependudukan dengan bertambahnya jumlah penduduk di
Indonesia dan bertambahnya umur harapan hidup, maka akan membawa
dampak terhadap masalah kesehatan dan lingkup dari praktik keperawatan.
14
Masalah kesehatan ditandai dengan munculnya penyakit baru (re-merging
diseases), yaitu penyakit lama yang timbul lagi karena pengaruh faktor
lingkungan dan mutasi gen, seperti flu burung, HIV/AIDS, chikaungunya,
dan penyakit lainnya. Lingkup praktik terjadi pergeseran yang dulunya
lebih menekankan pada pemberian pelayanan kesehatan/keperawatan pada
“hospital-based” ke “community-based.” Keadaan ini menuntut perawat
untuk lebih mandiri dan berpandangan jauh ke depan dalam melaksanakan
perannya secara profesional.
4. Peran Perawat yang Tidak Optimal
Peran perawat profesional dalam sistem kesehatan nasional adalah
berupaya mewujudkan sistem kesehatan yang baik, sehingga
penyelenggaraan pelayanan kesehatan (health service) sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan kesehatan (health needs and demands)
masyarakat, sementara itu di sisi lain biaya pelayanan kesehatan sesuai
dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Akan tetapi perawat belum
melaksanakan peran secara optimal. Di sinilah letak masalahnya, karena
dalam praktik sehari-hari penyelenggaraan pelayanan kesehatan, termasuk
pelayanan keperawatan, yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
tidaklah mudah. Tidak mengherankan jika pada saat ini banyak ditemukan
keluhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan/keperawatan di
Indonesia. Selain itu, perawat dalam memberikan asuhan keperawatan juga
belum mampu menerapkan prinsip kolaborasi, tindakan mandiri dan
mengetahui batasan kompetensinya sebagai perawat sehingga pandangan
masyarakat adalah perawat sebagai pembantu dokter.
5. Terlambatnya pengembangan pendidikan keperawatan professional
Sekolah Perawat Kesehatan dan Akademi Keperawatan di Indonesia telah
banyak dikenal. Pendidikan S1 Keperawatan (ners) di Indonesia baru
dimulai secara bersamaan pada tahun 2000. Isu saat ini adalah pendidikan
keperawatan terutama pada tenaga pendidik adalah pada jenjang S3
sehingga dapat naik pangkat sampai ke golongan 4a
6. Format Pengkajian belum memiliki referensi yang jelas
15
Pada tahap pengkajian dalam manajemen asuhan keperawatan masih
menggunakan format yang berbeda-beda di setiap pelayanan kesehatan.
Format yang digunakan juga tidak berdasarkan referensi yang jelas.
Namun ada juga yang sudah menggunakan format berdasarkan NANDA
NIC NOC. Ketidakseragaman ini membuat proses pengkajian tidak
optimal dan perawat juga sering menulis data pengkajian dengan
memasukkan data normal atau opini sendiri jika menurutnya tidak terlalu
penting untuk dilakukan pengkajian
7. Diagnosa Keperawatan tidak berdasarkan referensi yang jelas
Dalam menuliskan diagnose, perawat sering menggunakan kata-kata yang
salah dan tidak memiliki referensi yang jelas seperti NANDA NIC NOC.
Perawat sering menulis diagnose yang sama selama periode perawatan
pasien padahal pasien sudah tidak mengalami masalah keperawatan yang
ditulis perawat tersebut.
8. Perencaaan yang dibuat tidak berdasarkan prinsip SMART
Perawat sering membuat perencaaan yang masih bersifat umum dan belum
spesifik sesuai masalah pasien. Perencanaan pun tidak menggunakan
referensi yang jelas. Perencanaan sering dibuat sama berulang-ulang
seperti salinan perencanaan sebelumnya walaupun sebenarnya masalah
keperawatan sudah teratasi. Perencanaan yang dibuat tidak jelas apakah
mampu diukur ataupun tidak akibat tidak menggunakan NOC
9. Implementasi tidak sesuai dengan perencanaan
Implementasi sering hanya didokumentasikan saja pada catatan perawatan
namun tidak dilaksanakan. Implementasi pun tidak menggunakan waktu
yang jelas sesuai dengan kondisi pasien sehinggga sering mengganggu
waktu tidur dan istirahat pasien. Implementasi masih berorientasi pada
tindakan delegatif, belum ada intervensi dan implementasi yang bersifat
tindakan mandiri perawat
10. Evaluasi
Evaluasi keperawatan yang dibuat pun tidak sesuai dengan kondisi pasien.
Kesalahan yang sering dilakukan adalah pada evluasi balance
cairan,banyak perawat yang mengabaikan balance cairan walaupun
16
pasiennya rentan terhadap perubahan volume cairan. Perawat cenderung
menuliskan evaluasi dengan data yang tidak bermasalah padahal pasien
bermasalah dengan volume cairan.
11. Dokumentasi
Dokumentasi keperawatan tidak menggunakan prinsip-prinsip
dokumentasi yang sesuai dengan aspek legal sehingga dapat
dipertanggungjawabkan. Dokumentasi ditulikan dengan kalimat dan jenis
tulisan yang hanya dimengerti oleh mereka sendiri ataupun beberapa orang
yang dekat dengan tenaga kesehatan tersebut sehingga tidak terbuk bagi
pasien ataupun keluarganya.
17
2. Berdasarkan type di RS
1) Type 1 : Traffic Director or Non Nurse
a) Hampir sebagian besar berdasarkan system triage
b) Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah
c) Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan
seberapa sakitnya
d) Tidak ada dokumentasi
e) Tidak menggunakan protocol
2) Type 2 : Cek Triage Cepat
a) Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat
beregristrasi atau dokter
b) Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan
utama
c) Evaluasi terbatas
d) Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau
cedera mendapat perawatan pertama
3) Type 3 : Comprehensive Triage
a) Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan
berpengalaman
b) 4 sampai 5 sistem katagori
c) Sesuai protokol
3. Berdasarkan Kasus
1) Prioritas 1 – Kasus Berat
a. Perdarahan berat
b. Asfiksia, cedera cervical, cedera pada maxilla
c. Trauma kepala dengan koma dan proses shock yang cepat
d. Fraktur terbuka dan fraktur compound
e. Luka bakar > 30 % / Extensive Burn
f. Shock tipe apapun
18
2) Prioritas 2 – Kasus Sedang
a. Trauma thorax non asfiksia
b. Fraktur tertutup pada tulang panjang
c. Luka bakar terbatas
d. Cedera pada bagian / jaringan lunak
19
Status kesehatan pasien masa lalu
Status kesehatan pasien saat ini
Status biologis-psikologis-sosial-spritual
Respon terhadap terapi
Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal
Risiko tinggi masalah
20
d. Standar 4 : Implementasi
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi
dalam proses Asuhan Keperawatan. Kriteria proses, meliputi :
1. Bekerjasama dengan pasien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
2. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
3. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan pasien.
4. Memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga
mengenai konsep, keterampilan asuhan diri, serta membantu pasien
memodifikasi lingkungan yang digunakan
5. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan
berdasarkan respon pasien.
e. Standar 5 : Evaluasi
Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan
keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan
perencanaan. Adapunkriteria prosesnya:
1. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara
komprehensif, tepat waktu dan terus-menerus
2. Menggunakan data dasar dan respon pasien dalam mengukur ke
arah pencapaian tujuan.
3. Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman sejawat
4. Bekerja sama dengan pasien dan keluarga untuk memodifikasi
perencanaan keperawatan
5. Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Perencanaan merupakan suatu proses berkelanjutan yang diawali dengan
merumuskan tujuan, dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan,
menentukan personal, merancang proses dan kriteria hasil, memberikan
umpan balik pada perencanaan yang sebelumnya dan memodifikasi rencana
yang diperlukan (Swanburg, 1999). Fungsi planning (perencanaan) adalah
fungsi terpenting dalam manajemen, oleh karena fungsi ini akan menentukan
fungsi-fungsi manajemen lainnya.
Di dalam proses keperawatan, perencanaan dapat membantu menjamin
klien atau pasien akan menerima pelayanan kesehatan yang mereka
butuhkan. Pelayanan ini diberikan oleh tenaga keperawatan agar mendapat
hasil yang memuaskan sesuai tujuan yang diharapkan (Swanburg, 1999).
3.2 Saran
Melalui makalah ini penulis ingin menyampaikan saran-saran kepada
berbagai puhak antara lain:
1. Kepada para staff pengajar agar menambahkan terkait materi yang belum
sesuai tentang manajemen perencanaan asuhan kperawatan.
2. Kepada mahasiswa diharapkan makalah ini dapat dijadikan motivasi agar
lebih memahami dan mengaplikasikan materi manajemen perencanaan
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Huber, Diane L. (2006). Leadership and Nursing Care Management. 3th. Ed. Hal;
Pennsylvania: Elsevier.
Iqfadhillah.2014.Triase Gawat Darurat Lengkap PPGD [Triase gawat darurat
Lengkap PPGD _ ID Medis - Website Kesehatan.htm] diakses pada 11 Januari
2016 pukul 10.15 Wita.
Jones, T.L and Bourgeois, S. (2011). The Clinical Placement: An Essential Guide
for Nursing Students. 2nd ed. Chatswood: Churchill Livinstone El Sevier.
Marquis, B.L. dan Huston, C.J. (1998). Management Decision Making for Nurses
(3rd ed) Philadelphia: Lippincot – Raven Publisher
23
LAMPIRAN SOAL-SOAL
24
c. Perankepalaruangsangatpentingdalammetodeini
d. Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah
e. Perawat lebih memahami kasus per kasus
25
e. 5
9. Cara mengumpulkan data status kesehatan pasien pada kegiatan pengkajian
keperawatan adalah....kecuali
a. Sistematis
b. Menyeluruh
c. Akurat
d. Singkat
e. Jelas
10. Kriteria proses perencanaan keperawatan adalah....kecuali
26