Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

• Latar Belakang Masalah


Saat ini Indonesia masih bergantung pada bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batu bara
dan gas. Bahan bakar fosil di Indonesia digunakan oleh 95 persen penduduk maupun pelaku
industri, dengan konsumsi energi meningkat tujuh persen setiap tahunnya. Bahan bakar fosil ini
tidak dapat diperbarui sehingga akan habis jika terus menerus digunakan oleh manusia.
Penggunaan bahan bakar fosil ini juga turut menyumbang emisi CO2 yang mengakibatkan
meningkatnya pemanasan global dan perubahan iklim. Oleh karena itu, Indonesia harus segera
menggeser penggunaan energi fosil menjadi energi terbarukan (renewable energy) yang jauh
lebih bersih dan ramah lingkungan (Prihandana,2011)
Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai penelitian untuk menghasilkan sumber-
sumber energi alternatif yang terbarukan. Pemerintah Indonesia telah resmi memilih empat
tanaman untuk diolah menjadi bahan bakar nabati, yaitu jarak pagar (Jatropha curcas) dan
kelapa sawit (Elaesis gueneensis) untuk produksi biodiesel serta tebu (Saccharum officinarum)
dan ketela pohon (Manihot esculenta) untuk produksi bioetanol (Kong, 2010).
Penelitian tentang bioetanol berbasis biomassa terus dilakukan, dan saat ini mulai diteliti
pembuatan bioetanol generasi kedua. Penelitian bioetanol generasi pertama membahas
pemanfaatan bahan baku pangan menjadi bioetanol, seperti tebu, ketela pohon, sorghum,
gandum, dan sebagainya (groggins,1992).
Sedangkan pada generasi kedua, penelitian difokuskan pada pemanfaatan limbah industri
pangan menjadi bioetanol. Sehingga diharapkan masalah kompetisi antara kecukupan pangan,
jaminan ketersediaan energi dan perlindungan lingkungan dapat teratasi. Beberapa limbah
industri pangan yang dapat diolah menjadi bioetanol antara lain limbah minyak kelapa sawit
(CPO), limbah padi dan limbah pabrik gula. Limbah industri pangan yang dapat diolah menjadi
bioetanol umumnya mengandung lignoselulosa yang dihidrolisis menjadi glukosa dan kemudian
difermentasi menjadi etanol.
Berkembangnya teknologi pengolahan limbah organik, maka sangat memungkinkan
bahwa budidaya pertanian ke depan akan mengarah kepada sistem pertanian tanpa limbah (Zero
Waste Farming System). Di mana pengolahan limbah organik dapat dimanipulasi untuk
menghasilkan pakan ternak, pupuk organik, media tanam, briket bahan bakar, gas maupun
bioetanol ( Fessenden, 1982)
Ada beberapa faktor yang mendorong makin intensifnya pengembangan penelitian
produksi alcohol oleh masyarakat dunia saat ini antara lain, pertama kebutuhan dan konsumsi
energi terus meningkat, sementara sumber daya alam yang dapat menghasilkan energi makin
terbatas. Kedua, bioetanol memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan bensin
karena dapat meningkatkan efisiensi pembakaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Ketiga,
bahan lignoselulosa tersedia cukup melimpah dan tidak digunakan sebagai bahan pangan
sehingga penggunaannya sebagai sumber energi tidak mengganggu pasokan bahan pangan. Di
samping itu, etanol juga merupakan bahan kimia yang banyak fungsinya dalam kehidupan
sehari-hari (Imfran, 2012). Menurut Toharisman (2010) pemakaian bioetanol sebagai campuran
bahan bakar minyak memiliki beberapa kelebihan diantaranya lebih ramah lingkungan, bioetanol
memiliki angka oktan (117) lebih tinggi berbanding premium yang hanya 87-88. Oleh karena itu,
etanol bisa menggantikan peran Tetra Ethyl Lead (TEL) dan Methyl Tertiary Buthyl Ether
(MTBE) yang mengandung timbal. Penggunaan etanol murni akan menghasilkan CO2 13% lebih
rendah dibanding premium. Selain itu, emisi CO dan UHC pada pemakaian etanol juga lebih
sedikit dari premium (Bataviase, 2011)
Oktan adalah molekul C8 yang terdapat di dalam bensin dalam bentuk iso-oktan dan
normal hepta. Isooktan bersifat tahan kompres hingga volume terkecil tanpa mengalami
pembakaran spontan, sedangkan normal-heptan mudah terbakar walaupun baru sedikit
dikompres. Semakin tinggi nilai oktan suatu bahan bakar maka semakin baik mutu bahan bakar
tersebut. Bioetanol memiliki angka oktan yang lebih tinggi dari pada premium sebagai bahan
bakar kendaraan bermotor (Prihandana et al., 2008).
Pengembangan bioetanol dengan bahan baku dari bahan pangan justru akan mengganggu
ketahanan pangan nasional. Untuk mengatasi krisis energi, tidak seharusnya menimbulkan
masalah baru yaitu mengganggu ketahanan pangan yang juga tidak kalah penting dari krisis
energi. Oleh karena itu, pengembangan limbah pertanian untuk produksi bioetanol tidak akan
mengganggu ketahanan pangan nasional akibat semakin meningkatnya konsumsi BBM nonfosil.
Isroi (2008) mengatakan bahwa Eropa dan Amerika menduga konversi bahan pangan/pakan
menjadi etanol adalah salah satu penyebab naiknya harga pangan dan pakan ternak di dunia.
Beberapa limbah pertanian yang berpotensi dapat diolah menjadi bioetanol adalah pelepah
kelapa sawit, tandan kosong kelapa sawit, ampas sagu, batang jagung, limbah saw mill (serbuk
gergaji), ampas tebu, limbah tanaman horti dll. Di sisi lain pengolahan limbah pertanian menjadi
bioetanol akan mengurangi dampak negative pencemaran lingkungan dan lingkungan menjadi
nyaman dan indah. Pengembangan bioetanol dari limbah pertanian diharapkan tidak menjadi
masalah dalam persaingan antara pengembangan BBM non-fosil dengan kebutuhan pangan
manusia serta dapat meningkatkan kualitas lingkungan menjadi lebih baik. Baik yang disebabkan
oleh polutan pembakaran BBM kendaraan dan industri maupun lingkungan tempat tinggal
manusia menjadi lebih nyaman dan asri (rodiansono dkk, 2013). Oleh sebab itu penelitian ini
ditujukan untuk mengembangkan bioetanol dengan bahan baku dari berbagai limbah pertanian.

• Identifikasi masalah
Identifikasi masalah dari percobaan in yaitu:

• Bahan bakar minyak merupakan kebutuhan vital bagi manusia dan sekarang jumlahnya
semakin berkurang.
• Jerami padi merupakan sampah yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan, yang
belum dimanfaatkan oleh masyarakat.
• Jerami padi merupakan biomassa yang mengandung lignoselulosa yaitu berupa selulosa
yang dapat diolah menjadi bioetanol.

• Waktu fermentasi yang dilakukan.


• Batasan Masalah
Batasan masalah dari percobaan ini yaitu:

1. Bahan baku pembuatan bioetanol yang digunakan adalah jerami padi.

2. Pembuatan bioetanol dari jerami dilakukan melalui proses delignifikasi, hidrolisa, fermentasi
dan pemurnian (destilasi).

3.Proses fermentasi secara batch dengan menggunakan pengkulturan Saccharomyces cereviseae.

• Rumusan masalah
Potensi jerami padi sebagai bahan baku alternative pembuatan bioetanol pada proses
delignifikasi, hidrolisa,dan pemurnian (destilasi). dan pengkulturan Saccharomyces cereviseae
pada proses fermentasi. Berdasarkan latar belakang diatas, perumusan masalah yang dibahas
dalamhal ini adalah :
1. Proses apakah yang diperlukan dalam pembuatan bioetanol dengan bahan
baku jerami ?
2. Berapakah kondisi operasi (waktu fermentasi dan jumlah yeast) yang
digunakan untuk mendapatkan bioetanol dengan bahan baku jerami ?
3. Berapakah kadar bioetanol yang dihasilkan pada kondisi operasi yang digunakan ?

• Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu:

• Memanfaatkan jerami padi sebagai bahan baku pembuatan bioetanol.

• Mendapatkan kondisi optimal untuk proses delignifikasi, hidrolisa, fermentasi dan


pemurnian (destilasi) terhadap massa limbah pertanian seperti jerami padi untuk dapat
digunakan sebagai bahan bakar kendaraan.

• Mendapatkan persentase dengan pengkulturan jamur Saccharomyces cereviseae yang


terbaik pada proses fermentasi, dan menghitung kadar bioetanol yang dihasilkan

• Menentukan kondisi operasi (waktu dan jumlah yeast) yang diperlukan dalam pembuatan
bioetanol.

• Kegunaan Hasil Penelitian


Memberikan alternative penggunaan bioethanol sebagai salah satu sumber energy
alternative sekaligus penangan limbah jerami padi. Dan mengetahui kondisi optimal kinerja
pengkulturan jamur Saccharomyces cereviseae pada proses fermentasi limbah jerami padi,
sehingga diharapkan dapat diterapkan pada produksi bioetanol skala besar.
BAB II
Landasan Teori dan Kerangka Berfikir

• Landasan teori
Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol merupakan bahan bakar dari
minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium. Untuk pengganti premium,
terdapat alternatif gasohol yang merupakan campuran antara bensin dan bioetanol. Adapun
manfaat pemakaian gasohol di Indonesia yaitu : memperbesar basis sumber daya bahan bakar
cair, mengurangi impor BBM, menguatkan security of supply bahan bakar, meningkatkan
kesempatan kerja, berpotensi mengurangi ketimpangan pendapatan antar individu dan antar
daerah, meningkatkan kemampuan nasional dalam teknologi pertanian dan industri, mengurangi
kecenderungan pemanasan global dan pencemaran udara karena bahan bakar ini ramah
lingkungan dan berpotensi mendorong ekspor komoditi baru (Ariyani dkk,2013). Untuk
pengembangan bioetanol diperlukan bahan baku diantaranya :
• Nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira sorgum manis, nira kelapa, nira aren,
nira siwalan, sari-buah mete.
• Bahan berpati : tepung biji sorgum, jagung, sagu, singkong/ gaplek, ubi jalar, ganyong,
garut, suweg, umbi dahlia.
• Bahan berselulosa (lignoselulosa): kayu, jerami, batang pisang,dan bagase (ariayani dkk,
2013).
Bioetanol dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar substitusi BBM pada motor berbahan
bakar bensin yang digunakan dalam bentuk neat 100% (B100) atau diblending dengan premium
(EXX). Selain itu dapat dicampur dengan bensin yang disebut gasohol (E10), bisa digunakan
langsung pada mobil bensin biasa (tanpa mengharuskan mesin dimodifikasi). Bioetanol saat ini
yang diproduksi umumnya berasal dari bioetanol generasi pertama, yaitu bioetanol yang dibuat
dari gula (tebu, molases) atau pati-patian (jagung, singkong, dll). Bahan-bahan tersebut adalah
bahan pangan atau pakan (Prihandana, 2011). Konversi bahan pangan/pakan menjadi bioetanol
di Eropa dan Amerika diduga menjadi salah satu penyebab naiknya harga-harga pangan dan
pakan. Arah pengembangan bioetanol mulai berubah ke arah pengembangan bioetanol generasi
kedua, yaitu bioetanol dari biomassa lignoselulosa, yang diperoleh dari limbah-limbah industri
pangan, seperti Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), jerami padi, tongkol jagung, sisa
pangkasan jagung, onggok, bagase, sisa pangkasan tebu, kulit buah kakao, kulit buah kopi, dan
sebagainya. Dua limbah industri pertanian yang melimpah jumlahnya adalah TKKS dan jerami
padi (Perdana, 2008).
Padi merupakan tumbuhan monocotyl yang tumbuh di daerah tropis. Tanaman padi yang
lelah siap panen akan diambil butiran - butirannya dan batang serta daunnya akan dibuang.
Batang dan daun inilah yang disebut dengan jerami. Jerami padi merupakan limbah pertanian
yang mengandung polisakarida dalam bentuk selulosa, hemiselulosa, pektin dan lignin dan
belum dimanfaatkan secara optimal. Selama ini jerami padi digunakan untuk pakan ternak dan
media tumbuh jamur ( Endi dkk, 2009). Meskipun demikian jerami masih berlimpah dan
terkadang harus dibakar. Sebatang jerami yang telah dirontokkan gabahnya terdiri atas :
1. Batang (lidi jerami), Bagian batang jerami kurang lebih sebesar lidi kelapa dengan rongga
udara memanjang di dalamnya.
2. Ranting jerami, merupakan tempat dimana butiran butiran menempel. Ranting jerami ini lebih
kecil, seperti rambut yang bercabang – cabang meskipun demikian ranting jerami mempunyai
tekstur yang kasar dan kuat.
3. Selongsong jerami, adalah pangkal daun pada jerami yang membungkus batang atau lidi
jerami.
4. Jerami merupakan golongan kayu lunak yang mempunyai komponen utama selulosa.
Selulosa adalah serat polisakarida yang berwarna putih yang merupakan hasil dari
fotosintesa tumbuh - tumbuhan. Jumlah kandungan selulosa dalam jerami antara 35 - 40 %.
Kandungan lain pada jerami adalah lignin dan komponen lain yang terdapat pada kayu dalam
jumlah sedikit (Graggins, 1992).
Selulosa adalah suatu polimer yang tidak bercabang dari glukosa yang dihubungkan
melalui ikatan 1-4 glikosida dan merupakan penyusun utama dinding sel tanaman yang
berbentuk serat dan berwarna putih dengan rumus molekul (C6H10O5)n, dimana n adalah derajat
polinierisasi. Sedangkan Lignin adalah bagian dari tumbuh — tumbuhan yang terdapat dalam
lamelar tengah dan dinding sel serta berfungsi sebagai perekat antar sel, sehingga lignin tidak
dikehendaki. Jumlah kandungannya dalam kayu antara 20-35%, sedangkan dalam tanaman
bukan kayu lebih tinggi (Anggorodi, 1979).

Saccharomyces cereviseae adalah jamur bersel tunggal yang telah memahat milestonase
dalam kehidupan dunia. Jamur ini merupakan mikroorganime pertama yang dikembangbiakan
oleh manusia untuk membuat makanan dan minuman. Di Indonesia sendiri, jamur ini telah
melekat dalam kehidupan sehari-hari. seiring dengan berkembangnya genetika molekule,
saccharmyces cereviseae juga digunakan untuk menciptakan revolusi terbaru manusia dibidang
rekayasa genetika. Saccharomyces cereviseae yang sering mendapatkan julukan sebagai “top-
fermentating yeast” telah menjadi mikroorganisme frontier diberbagai bioteknologi modern
(Hambali dkk, 2008).

Saccharomyces cereviseae berperan dalam berbagai fermentasi karena bersifat


fermentatif (melakukan fermentasi, yaitu memecah glukosa menjadi karbon dioksida dan
alkohol). Saccharomyces cerevisiae merupakan organism uniseluler yang bersifat makhluk
mikroskopis dan disebut sebagai jasad sakarolitik, yaitu menggunakan gula sebagai sumber
karbon untuk metabolisme (Suyitno, 2009). Saccharomyces cerevisiae mampu menggunakan
sejumlah gula diantaranya sukrosa, glukosa, fruktosa, galaktosa, mannose, maltose dan
maltotriosa. Saccharomyces cerevisiae merupakan mikroba yang paling banyak digunakan pada
fermentasi alcohol karena dapat berproduksi tinggi, tahan terhadap kadar alcohol yang tinggi,
tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan aktivitasnya pada suhu 4-320C.
(Sarah, 2008).
• Kerangka Berfikir
Dalam kehidupan sehari-hari kita sudah mengenal dengan baik limbah-limbah pertanian
yang kurang di manfaatkan seperti jerami padi. Banyak manfaat yang didapat jerami padi salah
satu nya adalah pembuatan bioenergi. Kebutuhan energy dari bahan bakar minyak bumi
diberbagai negara didunia dalam terakhir ini mengalami peningkatan tajam. Tidak hanya negara
negara maju, tetapi juga Negara berkembang seperti Indonesia.
Untuk mengantisifasi terjadinya krisi bahan bakar minyak bumi pada masa yang akan
datang. Saat ini telah dikembangkan pemanfaatan etanol sebagai sumber energy terbarukan,
contoh nya dalam pembuatan bioetanol dan gahosol. Bioetanol merupakan etanol yang berasal
dari sumber hayati, bioetanol bersumber dari karbohirat yang potensial sebagai bahan baku
seperti tandan kosong kelapa sawit,jerami padi dan lain- lain.
Pada proses pembuatan bioetanol mengunakan proses sakarifikasi Proses sakarifikasi
dilakukan dengan menginokulasi spora jamur Trichoderma viridae yang ditebar merata ke
seluruh permukaan bahan fermentasi. Sakarifikasi di lakukan pada dandang berlubang yang
bagian bawahnya diberi penampung. Suhu sakarifikasi di lakukan dua tahap yaitu pada suhu
kamar selama 4 hari dan dilanjutkan suhu 55°C selama 2 hari.
• Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berfikir dalam penelitian ini, maka dirumuskan
hipotesis sebagai berikut :
a. Kadar etanol pada fermentasi jerami padi akan dipengaruhi oleh variasi waktu fermentasi
b. Waktu optimum untuk menhasilkan etanol pada fermentasi jerami padi adalah waktu
fermentasi yang diperlukan untuk menghasilkan etanol dalam jumlah paling banyak.
BAB III
METODE PENELITIAN

• Tempat dan Jadwal Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah jerami padi yang masih basah
(baru saja dipanen) diperoleh dari daerah Sambas tepatnya desa sungai baru, reagen DNS, garam
rochelle (KNa-tartat), akuades, larutan H2SO4, alkohol, glukosa anhidrat, aquades destilasi,
Saccharomyces cerevisiae diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Universitas Tanjung Pura
Fakultas MIPA, Pontianak.

• Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel


Preparasi jerami padi (Oryza sativa L.)
Jerami padi dikecilkan secara manual sampai panjangnya sekitar ±1 cm. Potongan jerami
disortasi kemudian dicuci dan dikeringkan dibawah sinar matahari. Setelah kadar air berkurang,
pengeringan dilanjutkan di dalam oven bersuhu 50oC kemudian diblender sehingga menjadi
serbuk jerami. Serbuk jerami padi di ayak hingga semua sampel lolos ayakan 40 mesh. Dalam
pembuatan etanol dari kayu (jerami) yang digunakan adalah selulosanya sehingga lignin dalam
kayu harus dihilangkan. Proses pemisahan atau penghilangan lignin dari serat — serat selulosa
disebut delignifikasi atau pulping.
• Instrumen Penelitian
• Perlakuan pendahuluan
Serbuk jerami padi sebanyak 100 g di masukkan dalam 1 L larutan NaOH 10% (v/v),
dibiarkan selama 30 menit, selanjutnya dipanaskan pada suhu 115˚C, 1 atm selama 60 menit.
Setelah larutan dingin disaring menggunakan kertas saring dan dicuci akuades hingga pH netral
dan dikeringkan pada suhu 70oC sampai kering.
• Hidrolisis jerami padi
Sebanyak 5 g serbuk jerami padi yang sudah dipretreatment dimasukkan ke dalam100 ml
akuades kemudian pH diatur hingga mencapai pH 2 dengan menambahkan H2SO4 7% (v/v).
Untuk kontrol tanpa diberi H2SO4. Larutan dipanaskan dalam autoklaf selama 1 jam pada suhu
120˚C.
• Fermentasi
Substrat fermentasi sebanyak 100 ml dimasuk-kan dalam fermentor. Sejumlah 10%
starter diinokulasikan ke dalam substrat fermentasi dalam keadaan aseptis. Fermentasi
berlangsung pada kondisi anaerob. Proses fermentasi dilakukan selama 3, 5 dan 7 hari pada suhu
30˚C. Fermentasi pembentukan alkohol dari gula dilakukan oleh mikroba. Mikroba yang biasa
digunakan adalah Saccharomyces cereviseae. Perubahan yang terjadi biasanya dinyatakan dalarn
persamaan berikut: C6H12O6 + Saccharomyces cereviseae 2 C2H5OH + 2 CO2

Gula sederhana + ragi (yeast) alkohol + karbondioksida


Pembuatan stater fermentasi komposisi Medium Nutrient Broth untuk pengkulturan
Saccharomyces cereviseae terdiri atas vitabro 1 g/l, vitamineral 4 g/l, sukrosa 7 g/l, ekstrak kasar
taoge dengan perbandingan 1: 1 sebanyak 100 mL/L. Medium diseterilkan dalam autoklave pada
suhu 121°C selama 15 menit. Setelah dingin diinokulasi Saccharomyces cereviseae diinkubasi
selama 24 jam pada suhu kamar dengan penggoncangan 100 rpm. Kultur mikroba yang
digunakan dalam proses fermentasi berumur 24 jam dan diberikan sebanyak 10% dari total
volume bahan fermentasi.
• Pemurnian / Destilasi
Untuk memisahkan alkohol dari hasil fermentasi dapat dilakukan dengan destilasi.
Destilasi adalah metode pemisahan berdasarkan perbedaan titik didih. Proses ini dilakukan
untuk mengambil alkohol dari hasil fermentasi. Destilasi dapat dilakukan pada suhu 80°C,
karena titik alkohol 78°C. sedangkan titik didih air 100oC.

• Pengukuran gula reduksi

Gula reduksi dianalisis dengan mengguna-kan metode DNS (dinitrosalycilic acid). Gula
reduksi diukur pada spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm (Miller 1959).
• Optimasi Produksi Bioetanol
Waktu fermentasi dilakukan pada sekala fermentor 1 L dengan mengukur kadar bioetanol
pada waktu fermetasi 24, 48, 72, 96, 120, dan 144 jam pada suhu kamar. Bioetanol yang
dihasilkan diukur menggunakan Vinometer dan metode destilasi. Kadar bioethanol tertinggi dari
waktu fermentasi akan digunakan untuk sekala 20 L. Proses fermentasi konsentrasi (substrat10,
20, 30, dan 40% b/v) dilakukan dalam waktu maksimal pada penelitian sebelumnya dengan skala
fermentasi 1 L. Fermentasi dilakukan pada suhu kamar. Sumber substrat yang digunakan yaitu
jerami padi. Kadar bioetanol diukur menggunakan Vinometer. Kandungan bioetanol tertinggi
akan digunakan untuk proses fermentasi berikutnya.
Pengukuran etanol menggunakan metode destilasi dan vinometer. Persentase etanol
dihitung menggunakan tabel AOAC (Analysis of the Association of Official Analitical Chemists)
(Horwits and Franklin 1975).
• Perhitungan jumlah sel khamir
Jumlah sel khamir media fermentasi dihitung menggunakan hemasitometer.
• Teknik Pengumpulan Data
Analisis menggunakan metode statistik analisis variansi (ANAVA), dilanjutkan dengan
uji DMRT taraf signifikansi 5%.

• Deskripsi Operasional Variabel


a. Deskripsi Etanol

Berikut ini adalah variabel tentang diskripsi etanol :

Nama sistematis : etanol


Nama alternatif :Etil alkohol; alkohol; etil hidro alkohol absolut
Rumus molekul :C2H5OH
Massa molar : 46,07 g/mo
Densitas : 0,789 g/cm3
Titik lebur : -114,3
Titik didih : 78,4
Penampilan : Cairan tak berwarna
Keasaman(pKa) : 15,9

Komposisi kimia padi dapat dilihat pada variabel II


Senyawa Komposisi Jerami Kering

Air (%) :12


Protein (%) : 6,8
Lemak (%) : 2,3
Karbohidrat (%) : 74
Kalsium (mgr/100 gr) : 0,32
Phospo (mgr/100 gr) : 0,17

Daftar Pustaka

Anggorodi, 1979, Ilmu Makanan Ternak Umum, PT. Gramedia, Jakarta.


Ariyani E, Kusumo E dan Supartono. (2013). Produksi Bioetanol Dari Jerami Padi (Oryza
sativa L). Indo. J. Chem. Sci. 2 (2).
Bataviase, Kelapa Sawit, Generasi Dua Pengganti Bensin. Artikel Internet. 2011.
http://www.bataviase.co.id/node/809860 diakses 2 Oktober 2011.
Endy M., Yulianto, Diyono I, Hartati I, Santiko N. R, dan F. J Putri. (2009). Pengembangan
Hidrolisis En-zimatis Biomassa Jerami Padi Untuk Produksi Bioetanol. Simposium
Nasional RAPI VIII 2009. ISSN: 1 4 1 2 - 9612
Fessenden & Fessenden, 1982, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta.
Groggins, 1992, Unit Processes in Organic Synthesis, Mc Graw Hill, Singapore.
Hambali, E., S. Mujdalifah, A. H. Tambunan, A. W. Pattiwiri, dan R. Hendroko. Teknologi
Bioenergi. PT.AgroMedia Pustaka. Jakarta. 2008.
Isroi. 2008. Http://Isroi.com/2008/04/28/Potensi-Biomassa-Ligno-selulosa-di-Indonesia-Sebagai-
Bahan-Baku-Bioetenol/. Dari Limbah Batang Jagung Dengan Menggunakan Proses
Hidrolisis Enzim Dan Fermentasi. Skripsi ITS.
Imfran. (2012). Bioetanol Dari Ampas Tebu.Error! Hyperlink reference not valid./2012/06/
bioetanol-dari-ampas-tebu.html.
Kong, G.T. Peran Biomassa bagi Energi Terbarukan, PT. Media Elex Komputindo, Jakarta.
2010.
Prihandana R., Kartika N., Pratiningsih G. A., Dwi S., Sigit S. dan R Hendroko. (2008).
Bioetanol Ubi Kayu: Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Perdana, D. A. Kajian Teknoekonomi Prototype Perancangan Proses Produksi Bioetanol dari
Limbah Tanaman Jagung. Skripsi Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 2011.
Prihandana, R dan Hendroko, R. Energi Hijau. Penebar Swadaya. Jakarta. 2008.
Rodiansono, Utami U. B. L, Widyastuti N, Wulandari P.C., dan I Risnawati. (2013). Hidrolisis
Lignoselulosa Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Katalis Asam
Karboksilat. Jurnal Sains dan Terapan Kimia, Vol. 7, N o . 1 (Januari, 2013), 60-71.
Sarah M, Misran E, Syamsiah S, dan R. Millati. (2008). Estimasi Teoretis Perolehan Bioetanol
Dari Hidrolisis Tandan Kosong Kelapa
Suyitno. Energi dari Biomassa, Potensi, Teknologi dan Strategi. Seminar Nasional Energi
Terbarukan FMIPA UNS. 2009. Artikel internet.
http://suyitno.staff.uns.ac.id/2009/07/27/energi-dari-biomasa-potensi-teknologi-
danstrategi/ diakses 29 September 2011.
Toharisman, A. (2010). Etanol dari Tebu. PusatPenelitian Perkebunan Gula Indonesia
(P3GI).Pasuruan.

Anda mungkin juga menyukai