STATEMENT OF AUTHORSHIP
Kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah terlampir adalah murni
hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa
menyebutkan sumbernya.
Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah pada mata
ajaran lain, kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menggunakannya.
Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau
dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme
Mata Ajaran : Manajemen Perpajakan
Judul Makalah : Tax Planning dan Pengendalian atas Unsur-unsur Withholding Tax
Hari, Tanggal : Rabu, 16 November 2016
Nama Pengajar : Christine, M. Int. Tax
Kelas : PJK/14-2S & 15-1P
Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
Universitas Indonesia
1.2 Jenis-Jenis Withholding Tax
a. PPh Pasal 22
Pemungutan atas PPh pasal 22 diberlakukan kepada pihak-pihak yang memiliki
transaksi dengan pemungut PPh pasal 22. Berdasarkan PMK no 107/PMK.010/2015,
pemungut PPh pasal 22 terdiri dari:
1. Bank Devisa dan Direktorat Jendral Bea dan Cukai
2. Bendahara pemerintah, instansi dan lembaga pemerintahan yang sumber dananya
berasal dari APBN
3. Badan usaha tertentu yang meliputi BUMN, BUMN yang dilakukan restrukturisasi
oleh pemerintah, badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN.
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidan industri semen, kertas, baja, otomotif, dan
farmasi atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri
5. ATPM, APM, dan IU kendaraan bermotor atas penjualan kendaraan bermotor di
dalam negeri
6. Produsen atau importir BBM, BBG dan Pelumas, atas penjualan produk-produknya
7. Badan usaha yang memproduksi emas batangan
8. Industri atau eksportir yang bergerak dalam sector kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industrinya
9. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara,
mineral logam, dan mineral bukan logam dari badan maupun orang pribadi
b. PPh Pasal 23
PPh 23 adalah pajak penghasilan yang dipotong dari WP dalam negeri dan BUT yang
berasal dari pemanfaatan modal (dividen, bunga, royalty) pemberian jasa (sewa atau
imbalan jasa) atau penyelenggaraan kegiatan selain yang sudah dipotong PPh pasal 21.
Pemotong PPh pasal 23 adalah badan pemerintah, WP Badan, WP OP tertentu yang
ditunjuk oleh DJP, BUT, Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, penyelenggara
kegiatan. (DJP, 2012)
c. PPh pasal 26
PPh pasal 26 adalah pajak penghasilan yang dipotong dari penghasilan WP luar negeri
atas penghasilan yang tidak berasal dari menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT
Universitas Indonesia
yang bersumber dari Indonesia. Pemotong PPh pasal 26 adalah SPDN, badan
pemerintah, penyelenggara kegiatan, BUT, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
selain BUT. (DJP, 2012)
Universitas Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
Universitas Indonesia
2. Pengecualian objek PPh pasal 22
Ada beberapa pengecualian transaksi yang tidak dipungut PPh pasal 22 :
a. Impor barang yang berdasarkan peraturan perundangan tidak terutang pph, dinyatakan
dengan SKB. PMK no 90/PMK.03/2015 mengatur bahwa pengecualian pemungutan
PPh jika pembeli bukan subjek pajak.
b. Impor barang yang dibebaskan bea masuk dan atau PPN
c. Impor yang bertujuan untuk diekspor kembali
d. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya dengan jumlah
paling banyak 2 juta rupiah, dan bukan merupakan pembayaran yang terpecah pecah
e. Pembelian BBM, gas, air minum, dan benda2 pos
f. Emas batangan yang akan diproses menjadi perhiasan untuk tujuan exspor, dinyatakan
dengan SKB
g. Pencairan dana JPS
h. Impor kembali atas barang yang telah diekspor dengan tujuan perbaikan, pengerjaan,
dan pengujian
i. Pembelian beras dan gabah oleh bulog
3. Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang
dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
2. Atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4 )
terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
3. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5) terutang
dan dipungut pada saat penjualan;
4. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6)
dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order);
5. Atas pembelian bahan-bahan (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) terutang
dan dipungut pada saat pembelian.
Universitas Indonesia
2.2 Objek withholding tax pasal 23
1. Objek PPh pasal 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas
modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Objek PPh pasal 23 dikelompokkan menjadi 2 jenis berdasarkan tarif yang dikenakan
Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari
penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%,
tergantung dari objek PPh 23 tersebut. Berikut ini adalah daftar tarif PPh 23 dan objek PPh
Pasal 23 :
1. Tarif 15% dari jumlah bruto atas :
a. Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan
royalti;
b. Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan
harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa
konsultan.
4. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam Peraturan
Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 dan efektif mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus
2015. Berikut ini adalah daftar objek pph 23 jasa lainnya tersebut:
a. Penilai (appraisal);
b. Aktuaris;
c. Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
d. Hukum;
e. Arsitektur;
f. Perencanaan kota dan arsitektur landscape;
g. Perancang (design);
h. Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) kecuali yang
dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT);
i. Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
Universitas Indonesia
j. Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak
dan gas bumi (migas);
k. Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
l. Penebangan hutan;
m. Pengolahan limbah;
n. Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);
o. Perantara dan/atau keagenan;
p. Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek, Kustodian
Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);
q. Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
r. Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
s. Mixing film;
t. Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, banner, pamphlet, baliho
dan folder;
u. Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk
perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.
v. Pembuatan dan/atau pengelolaan website;
w. Internet termasuk sambungannya;
x. Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program;
y. Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV Kabel,
selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
z. Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau
TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
aa. Dll, sesuai penjelasan PMK 141/PMK.03/2015
2. Pengecualian objek PPh pasal 23
Pemotongan PPh 23 dikecualikan atas:
a. Penghasilan yang dibayar atau berulang kepada bank;
b. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
Universitas Indonesia
c. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib
pajak dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
Bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMB, kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.
3. Saat terutang PPh pasal 23
PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan untuk
dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih
dahulu.
PP 94 tahun 2010 menjelaskan bahwa Saat terutangnya Pajak Penghasilan Pasal 23
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah pada saat pembayaran, saat disediakan untuk
dibayarkan (seperti: dividen) dan jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa), saat yang
ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik
atau jasa manajemen atau jasa lainnya
Universitas Indonesia
a. dividen;
b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang;
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. hadiah dan penghargaan
f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
g. Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau
h. Keuntungan karena pembebasan utang.
2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
Universitas Indonesia
a. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah
dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan
dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan;
b. dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya
dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut;
c. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurangkurangnya
dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan,
mulai berproduksi komersil.
2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
3. Saat terutang PPh pasal 26
PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya
penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
Pajak penghasilan pasal 4 ayat (2) dikenakan pada jenis tertentu dari penghasilan / pendapatan,
dan berupa:
bunga dari deposito dan jenis-jenis tabungan dengan tarif 20%, bunga dari obligasi
dan obligasi negara, dan bunga dari tabungan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota masing-masing;
hadiah berupa lotere / undian dengan tarif 25%
transaksi saham dan surat berharga lainnya,
transaksi atas pengalihan aset dalam bentuk tanah dan/atau bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha real estate, dan sewa atas tanah dan / atau bangunan; dengan tarif yang
bervariasi dan
pendapatan tertentu lainnya, sebagaimana diatur dalam atau sesuai dengan Peraturan
Pemerintah. (contoh PP 46 tahun 2013)
Universitas Indonesia
Ketika pajak final dikenakan atas transaksi antara perusahaan dan seorang individu, dimana
perusahaan bertindak sebagai penerima penghasilan tersebut, maka perusahaan wajib
menyelesaikan pajak ini saja. Dengan kata lain, perusahaan menyetorkan sendiri pajaknya. Dalam
kasus transaksi yang terjadi antara dua perusahaan, maka pembayar harus mengumpulkan dan
menyelesaikan pajak bukan penerima.
Universitas Indonesia
Dilaporkan dalam SPT Masa PPh
Pasal 15, dilaporkan paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya.
2 Perusahaan 1,2% x Peredaran bruto Disetor oleh pemotong: disetor KMK
Pelayaran FINAL paling lambat tanggal 10 bulan 416/KMK.04/1996
Dalam Negeri berikutnya. SE 29/PJ.4/1996
Disetor sendiri:disetor paling
lambat tanggal 15 bulan
berikutnya
Setor dengan menggunakan SSP,
dengan:
KAP: 411128
KJS: 410
Dilaporkan dalam SPT Masa PPh
Pasal 15, dilaporkan paling
lambattanggal 20 bulan
berikutnya.
3 Perusahaan 2,64% x Peredaran Bruto Disetor oleh pemotong:disetor KMK
pelayaran dan FINAL paling lambat tanggal 10 bulan 417/KMK.04/1996
penerbangan berikutnya. SE 32/PJ.4/1996
Luar Negeri Disetor sendiri:disetor paling
lambat tanggal 15 bulan
berikutnya
Setor dengan menggunakan SSP,
dengan:
KAP: 411128,
KJS: 411
Dilaporkan dalam SPT Masa PPh
Pasal 15, dilaporkan paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya.
Universitas Indonesia
4 WPLN yang Untuk negara yang tidak Disetor sendiri paling KMK
mempunyai ada P3B dengan lambattanggal 15 bulan 634/KMK.04/1994,
kantor Indonesia: berikutnya setelah bulan diterima berlaku mulai 1
perwakilan 0,44% x nilai ekspor penghasilan. Januari 1995
dagang di bruto Disetor dengan menggunakan SSP KEP
Indonesia Penghasilan neto= 1% x dengan: 667/PJ/2001,berlaku
nilai ekspor bruto KAP: 411128 mulai 29 Oktober
Untuk negara yang KJS: 413 2001
mempunyai P3B dengan Dilaporkan paling lambat tanggal SE 2/PJ.03/2008,
Indonesia: 20bulan berikutnya dengan ditetapkan tgl 31
disesuaikan dengan tarif menggunakan Formulir dalam Juli 2008.
P3B, untuk contoh Lampiran I KEP
penghitungan lihat di SE 667/PJ./2001 dan dilampiri SSP
2/PJ.03/2008. lembar ke-3.
FINAL
Universitas Indonesia
FINAL
berlaku sejak 1 Januari
2003
Universitas Indonesia
4. Dapat menafsirkan mengenai jasa-jasa lain yang termasuk ke dalam objek pemotongan
PPh Pasal 23 (PMK 141/PJ/2015)
Sebaiknya wajib pajak dapat menafsirkan atau mendefinisikan secara baik akan jasa-jasa
yang terdapat dalam PMK 141 sehingga tidak terjadi kesalahan pemotongan terhadap suatu
penghasilan.
5. Mengajukan surat keterangan bebas pemungutan/pemotongan PPh atas wajib pajak dengan
peredaran bruto tertentu (Per-32/PJ/2013)
6. Dalam hal menghadapi Wajib Pajak yang tidak bersedia dipotong/dipungut pajaknya,
Wajib Pajak dapat memilih alternatif seperti melakukan metode gross up. Karena apabila
wajib pajak memperoleh laba (tidak menderita kerugian) dan pengenaan pajaknya tidak
bersifat final, pajak yang harus dipotong akan lebih menguntungkan apabila dihitung
dengan menggunakan metode gross up ke dalam objek pemotongan (withholding tax)
sehingga pajak yang dipotong dan disetor dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
perusahaan, akan tetapi jika Wajib Pajak sedang dalam keadaan rugi atau pajaknya bersifat
final, menggunakan metode gross up tidak efisien karena akan menambah jumlah pajak
yang harus dibayar.
7. Melakukan ekualisasi beban atau biaya yang terkait langsung dengan PPh Pasal 23
a. Akun-akun yang merupakan objek PPh pasal 23, khususnya yang terkait dengan
objek PPh pasal 23, dikumpulkan menjadi satu kelompok akun.
b. Jika prosedur di atas tidak dapat ditempuh secara maksimal, maka setiap transaksi
yang terkait dengan objek PPh pasal 23 harus diberi kode khusus, misalnya #23#
di awal deskripsinya.
c. Pada akhir tahun seluruh objek PPh pasal 23 yang tersebar di akun-akun
biaya/beban menurut buku besar dikumpulkan menjadi satu dan ditandingkan
dengan objek pajak menurut SPT Masa PPh pasal 23. Jika masih timbul selisih,
maka perusahaan harus meneliti:
1) Apakah pemotongan pajak dilakukan pada saat pengakuan prepaid expenses di
neraca (aktiva)?
2) Apakah terdapat pengakuan provisi biaya atau accrued expense di dalam
neraca (kewajiban) yang belum menimbulkan kewajiban pemotongan pajak?
Universitas Indonesia
3. Efisiensi PPh pasal 26
1. Wajib Pajak dapat memanfaatkan pejanjian penghindaran pajak berganda (P3B) yang
berlaku apabila kedua atau lebih negara yang memiliki tax treaty
2. Memanfaatkan tax haven country untuk meminimalkan beban pajak
Universitas Indonesia
2) Jika prosedur di atas tidak dapat ditempuh secara maksimal, maka setiap transaksi
yang terkait dengan objek PPh pasal 15 harus diberi kode khusus, misalnya #15# di awal
deskripsinya.
3) Pada akhir tahun seluruh objek PPh pasal 15 yang tersebar di akun-akun biaya/beban
menurut buku besar dikumpulkan menjadi satu dan ditandingkan dengan objek pajak
menurut SPT Masa PPh pasal 15. Jika masih timbul selisih, maka perusahaan harus
meneliti:
a) Apakah pemotongan pajak dilakukan pada saat pengakuan prepaid expenses di neraca
(aktiva)?
b) Apakah terdapat pengakuan provisi biaya atau accrued expense di dalam neraca
(kewajiban) yang belum menimbulkan kewajiban pemotongan pajak?
Universitas Indonesia
2.6 Apa yang seharusnya dilakukan apabila terjadi kesalahan pemotongan, pelaporan,
dan pembayaran PPh Pot Put
1. Kesalahan dalam pemotongan nominal PPh
Hal yang harus dilakukan jika terjadi kesalahan dalam pemotongan jumlah nominal
PPh yang di potong atau di pungut dari lawan transaksi jika SPT Masa yang
bersangkutan telah dilaporkan adalah dengan mengajukan pembetulan atas SPT
Masa PPh Pot Put yang bersangkutan. Kelebihan pembayaran atas PPh yang telah
di potong atau di pungut tersebut kemudian dapat diajukan pemindahbukuan ke
SPT Masa bulan berikutnya.
Jika kesalahan pemotongan atas PPh tersebut belum sempat dilaporkan namun
sudah dibayarkan, maka hal yang harus dilakukan adalah mengajukan
pemindahbukuan atas selisih pembayaran tersebut ke SPT Masa bulan berikutnya.
Contoh :
PT X pada tanggal 2 Oktober 2016 mendapat tagihan sebesar 26.000.000 atas jasa
pelaksana konstruksi
Universitas Indonesia