Anda di halaman 1dari 22

Makalah Farmakologi I

DINAMIKA DAN KINETIKA OBAT YANG MEMPENGARUHI


METABOLISME JARINGAN, KESEIMBANGAN CAIRAN &
ELEKTROLIT, & SALURAN KEMIH

Oleh

Nama : Sri Rejeki Panggabean

Nim : 1502101010217

Kelas : 01

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BANDA ACEH

2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan penulisan makalah Farmakologi I dengan judul “Dinamika dan Kinetika
Obat yang Mempengaruhi Metabolisme Jaringan, Keseimbangan Cairan & Elektrolit, &
Saluran Kemih”. Makalah ini disusun sebagai upaya memenuhi kebutuhan materi belajar-
mengajar untuk mata kuliah Farmakologi I.
Dalam penulisan makalah ini juga tidak lepas dari dukungan berbagai pihak sehingga
penulisan makalah ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan kepada bapak
drh. Abdul Haris, M.P., sebagai dosen mata kuliah Farmakologi I yang telah membimbing
penulis. Tidak lupa kepada teman-teman yang telah memberi dukungan dan semangat kepada
penulis.
Penulis menyadari walaupun sudah berusaha sekuat kemampuan yang maksimal,
mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang dimiliki, makalah ini masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, baik dari segi bahasa, pengolahan, maupun dalam penyusunan.
Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik yang sifatnya membangun demi tercapai suatu
kesempurnaan dalam memenuhi kebutuhan dalam bidang mata ajar Farmakologi I. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua.

Banda Aceh, 29 Maret 2017

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Segala bentuk cairan yang masuk dalam tubuh akan diserap di usus halus yang kemudian
masuk ke pembuluh darah dan akan disebarkan ke seluruh tubuh. Sebelum diedarkan ke
seluruh tubuh tentunya cairan ini akan melalui tahap filtrasi terlebih dahulu di ginjal tepatnya
di glomerolus. Setiap menit kira-kira 1 liter darah yang mengandung plasma mengalir
melalui semua glomurolus dan sekitar 10 persen dari jumlah plasma tersebut disaring keluar.
Plasma yang berisi semua garam, glukosa dan benda halus lainnya disaring. Sel dan protein
plasma terlalu besar untuk dapat menembusi pori saringan dan tetap tinggal pada aliran
darah. Zat-zat yang masih dibutuhkan oleh tubuh ini kemudian disebar ke seluruh tubuh. Dan
zat-zat yang tidak diperlukan tubuh ini dilanjutkan perjalanannya ke tubulus dan akan
dikeluarkan oleh tubuh melalui sistem perkemihan.
Bisa kita bayangkan apa yang terjadi apabila zat-zat yang tidak diperlukan oleh tubuh
yang bersifat toksik ini tidak dikeluarkan oleh tubuh. Maka pasti akan terjadi gangguan atau
kelainan pada sistem perkemihan kita. Sebagai mahasiswa yang nantinya akan berkecimpung
di dunia medis hewan tentunya akan sering kita temui hewan-hewan yang mengalami
gangguan pada sistem perkemihan. Makalah ini disusun penulis agar penulis dan pembaca
memperoleh pengetahuan tentang gangguan serta pengobatan sistem perkemihan.

1. 2. Tujuan
Untuk mengetahui berbagai jenis obat yang mempengaruhi metabolisme jaringan,
keseimbangan cairan & elektrolit, & saluran kemih. Baik dalam penggunaan dosis yang
benar serta efek samping obat yang mempengaruhi metabolisme jaringan, keseimbangan
cairan & elektrolit, & saluran kemih.
BAB II

PEMBAHASAN

2. 1. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Tubuh


Cairan tubuh menempati kompartmen intrasel dan ekstrasel. Dua pertiga bagian (67%)
dari cairan tubuh berada di dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan sepertiganya (33%) berada di luar
sel (cairan ekstrasel/ CES). CES dibagi cairan intravaskuler atau plasma darah yang meliputi
20% CES atau 15% dari total berat badan, dan cairan intersisial yang mencapai 80% CES atau
5% dari total berat badan. Selain kedua kompartmen tersebut, ada kompartmen lain yang
ditempati cairan tubuh, yaitu cairan transel. Namun, volumenya diabaikan karena kecil, yaitu
cairan sendi, cairan otak, cairan perikard, liur pencernaan, dll.
Ion Na+ dan Cl- terutama terdapat pada cairan ekstrasel, sedangkan ion K+ di cairan
intrasel. Anion protein tidak tampak dalam cairan intersisial karena jumlahnya paling sedikit
dibandingkan dengan intrasel dan plasma. Perbedaan komposisi cairan tubuh berbagai
kompartmen terjadi karena adanya barier yang memisahkan mereka. Membran sel memisahkan
cairan intrasel dengan cairan intersisial, sedangkan dinding kapiler memisahkan cairan intersisial
dengan plasma. Dalam keadaan normal, terjadi keseimbangan susunan dan volume cairan dan
elektrolit antar kompartmen. Bila terjadi perubahan konsentrasi atau tekanan di salah satu
kompartmen, maka akan terjadi perpindahan cairan atau ion antar kompartmen sehingga terjadi
keseimbangan kembali.
a. Perpindahan Substansi Antar Kompartmen
Setiap kompartmen dipisahkan oleh barier atau membran yang membatasi
mereka. Setiap zat yang akan pindah harus dapat menembus barier atan membran
tersebut. Bila substansi zat 3 tersebut dapat melalui membran, maka membran
tersebut permeabel terhadap zat tersebut. Jika tidak dapat menembusnya, maka
membran tersebut tidak permeable untuk substansi tersebut.
Membran disebut semipermeabel (permeabel selektif) bila beberapa partikel dapat
melaluinya tetapi partikel lain tidak dapat menembusnya. Perpindahan substansi
melalui membran ada yang secara aktif atau pasif. Transport aktif membutuhkan
energi, sedangkan transport pasif tidak membutuhkan energi.
 Difusi
Partikel (ion atau molekul) suatu substansi yang terlarut selalu bergerak dan
cenderung menyebar dari daerah yang konsentrasinya tinggi ke konsentrasi yang
lebih rendah sehingga konsentrasi substansi partikel tersebut merata.
Perpindahan partikel seperti ini disebut difusi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi laju difusi ditentukan sesuai dengan hukum Fick (Fick’s law of
diffusion). Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Peningkatan perbedaan konsentrasi substansi.
2. Peningkatan permeabilitas.
3. Peningkatan luas permukaan difusi.
4. Berat molekul substansi.
5. Jarak yang ditempuh untuk difusi
 Osmosis
Bila suatu substansi larut dalam air, konsentrasi air dalam larutan tersebut lebih
rendah dibandingkan konsentrasi air dalam larutan air murni dengan volume yang
sama. Hal ini karena tempat molekul air telah ditempati oleh molekul substansi
tersebut. Jadi bila konsentrasi zat yang terlarut meningkat, konsentrasi air akan
menurun.
Bila suatu larutan dipisahkan oleh suatu membran yang semipermeabel dengan
larutan yang volumenya sama namun berbeda konsentrasi zat yang terlarut, maka
terjadi perpindahan air/ zat pelarut dari larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang
rendah ke larutan dengan konsentrasi zat terlarut lebih tinggi. Perpindahan seperti ini
disebut dengan osmosis. 4
 Filtrasi
Filtrasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara dua ruang yang dibatasi
oleh membran. Cairan akan keluar dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah
bertekanan rendah. Jumlah cairan yang keluar sebanding dengan besar perbedaan
tekanan, luas permukaan membran, dan permeabilitas membran. Tekanan yang
mempengaruhi filtrasi ini disebut tekanan hidrostatik.
 Transport aktif
Transport aktif diperlukan untuk mengembalikan partikel yang telah berdifusi
secara pasif dari daerah yang konsentrasinya rendah ke daerah yang konsentrasinya
lebih tinggi. Perpindahan seperti ini membutuhkan energi (ATP) untuk melawan
perbedaan konsentrasi. Contoh: Pompa Na-K.
b. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter penting,
yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol
volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan
mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan
cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam
dan air dalam urin sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan
abnormal dari air dan garam tersebut.
1. Pengaturan volume cairan ekstrasel
Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah
arteri dengan menurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume
cairan ekstrasel dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan
memperbanyak volume plasma. Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting
untuk pengaturan tekanan darah jangka panjang. 5 Pengaturan volume cairan
ekstrasel dapat dilakukan dengan cara sbb.:
a. Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake &
output) air
Untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap,
maka harus ada keseimbangan antara air yang ke luar dan yang masuk ke
dalam tubuh. Hal ini terjadi karena adanya pertukaran cairan antar
kompartmen dan antara tubuh dengan lingkungan luarnya. Water
turnover dibagi dalam: External fluid exchange, pertukaran antara tubuh
dengan lingkungan luar. Dan Internal fluid exchange, pertukaran cairan
antar pelbagai kompartmen, seperti proses filtrasi dan reabsorpsi di
kapiler ginjal.
b. Memperhatikan keseimbangan garam
Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga perlu
dipertahankan sehingga asupan garam sama dengan keluarannya.
Permasalahannya adalah seseorang hampir tidak pernah memperhatikan
jumlah garam yang ia konsumsi sehingga sesuai dengan kebutuhannya.
Tetapi, seseorang mengkonsumsi garam sesuai dengan seleranya dan
cenderung lebih dari kebutuhan.Kelebihan garam yang dikonsumsi harus
diekskresikan dalam urin untuk mempertahankan keseimbangan garam.
Ginjal mengontrol jumlah garam yang diekskresi dengan cara:
 Mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan
pengaturan.Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration
Rate(GFR).
 Mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal 6 Jumlah
Na+ yang direabsorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan
mengontrol tekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron
mengatur reabsorbsi Na+ dan retensi Na+ di tubulus distal dan
collecting. Retensi Na+ meningkatkan retensi air sehingga
meningkatkan volume plasma dan menyebabkan peningkatan tekanan
darah arteri . Selain sistem renin-angiotensin-aldosteron, Atrial
Natriuretic Peptide (ANP) atau hormon atriopeptin menurunkan
reabsorbsi natrium dan air. Hormon ini disekresi oleh sel atrium
jantung jika mengalami distensi akibat peningkatan volume plasma.
Penurunan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan
eksresi urin sehingga mengembalikan volume darah kembali normal.
2. Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel
Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut)
dalam suatu larutan. Semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi
solute atau semakin rendah konsentrasi air dalam larutan tersebut. Air akan
berpindah dengan cara osmosis dari area yang konsentrasi solutnya lebih rendah
(konsentrasi air lebih tinggi) ke area yang konsentrasi solutnya lebih tinggi
(konsentrasi air lebih rendah).
Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak
dapat menembus membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium
merupakan solut yang banyak ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion utama yang
berperan penting dalam menentukan aktivitas osmotik cairan ekstrasel.
Sedangkan di dalam cairan intrasel, ion kalium bertanggung jawab dalam
menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel. Distribusi yang tidak merata dari
ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua ion ini
bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen
ini.
Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan melalui:
a. Perubahan osmolaritas di nefron
Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan
osmolaritas yang pada akhirnya akan membentuk urin yang sesuai dengan
keadaan cairan tubuh secara keseluruhan di duktus koligen. Glomerulus
menghasilkan cairan yang isosmotik di tubulus proksimal (± 300 mOsm).
Dinding tubulus ansa Henle pars desending sangat permeable terhadap air,
sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke kapiler peritubular atau
vasa recta. Hal ini menyebabkan cairan di dalam lumen tubulus menjadi
hiperosmotik.
Dinding tubulus ansa henle pars asenden tidak permeable terhadap air
dan secara aktif memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan
reabsorbsi garam tanpa osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke
tubulus distal dan duktus koligen menjadi hipoosmotik. Permeabilitas
dinding tubulus distal dan duktus koligen bervariasi bergantung pada ada
tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urin yang dibentuk di duktus
koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga
bergantung pada ada tidaknya vasopresin/ ADH.
b. Mekanisme haus dan peranan vasopresin (anti diuretic hormone/
ADH)
Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (> 280 mOsm) akan
merangsang osmoreseptor di hypothalamus. Rangsangan ini akan
dihantarkan ke neuron hypothalamus yang menyintesis vasopressin.
Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis posterior ke dalam darah dan
akan berikatan dengan reseptornya di duktus koligen. Ikatan vasopressin
dengan resptornya di duktus koligen memicu terbentuknya aquaporin,
yaitu kanal air di membrane bagian apeks duktus koligen.
Pembentukan aquaporin ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi
cairan ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urin yang terbentuk di duktus
koligen menjadi sedikit dan hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di
dalam tubuh tetap dapat dipertahankan. Selain itu, rangsangan pada
osmoreseptor di hypothalamus akibat peningkatan osmolaritas cairan
ekstrasel juga akan dihantarkan ke pusat haus di hypothalamus sehingga
terbentuk perilaku untuk mengatasi haus, dan cairan di dalam tubuh
kembali normal.
3. Pengaturan Neuroendokrin dalam Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Sebagai kesimpulan, pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit
diperankan oleh system saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf mendapat
informasi adanya perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit melali
baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotiikus, osmoreseptor di hypothalamus,
dan volumereseptor atau reseptor regang di atrium. Sedangkan dalam sistem
endokrin, hormon-hormon yang berperan saat tubuh mengalami kekurangan
cairan adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan Vasopresin/ ADH dengan
meningkatkan reabsorbsi natrium dan air.
Sementara, jika terjadi peningkatan volume cairan tubuh, maka hormone
atripeptin (ANP) akan meningkatkan ekskresi volume natrium dan air . Perubahan
volume dan osmolaritas cairan dapat terjadi pada beberapa keadaan. Faktor-faktor
lain yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit diantaranya ialah
umur, suhu lingkungan, diet, stress, dan penyakit.
c. Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan pengaturan konsentrasi ion H
bebas dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4, pH darah arteri 7,45 dan
darah vena 7,35. Jika pH darah < 7,35 dikatakan asidosis, dan jika pH darah > 7,45
dikatakan alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh.
Ion H secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3
sumber, yaitu:
1. pembentukan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion
H dan bikarbonat
2. katabolisme zat organik
3. disosiasi asam organic pada metabolisme intermedia, misalnya pada
metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam
ini akan berdisosiasi melepaskan ion H. 9
Fluktuasi konsentrasi ion h dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel,
antara lain :
1. perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi
susunan saraf pusat, sebalikny pada alkalosis terjadi
hipereksitabilitas.
2. mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh.
3. mempengaruhi konsentrasi ion K

Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan


ion H seperti nilai semula dengan cara:

1. mengaktifkan sistem dapar kimia


2. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernapasan
3. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan
Ada 4 sistem dapar kimia, yaitu:
1. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel
teutama untuk perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat.
2. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan
intrasel.
3. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk
perubahan asam karbonat.
4. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan
cairan intrasel.
Sistem dapar kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementera.
Jika dengan dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka
pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru-paru yang berespons secara cepat
terhadap perubahan kadar ion H dalam darah akibat rangsangan pada kemoreseptor
dan pusat pernapasan, kemudian mempertahankan kadarnya sampai ginjal
menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi
ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan mensekresikan ion H dan
menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan
ammonia.
d. Ketidakseimbangan asam-basa
Ada 4 kategori ketidakseimbangan asam-basa, yaitu:
1. Asidosis respiratori, disebabkan oleh retensi CO2 akibat hipoventilasi.
Pembentukan H2CO3 meningkat, dan disosiasi asam ini akan
meningkatkan konsentrasi ion H.
2. Alkalosis respiratori, disebabkan oleh kehilangan CO2 yang berlebihan
akibat hiperventilasi. Pembentukan H2CO3 menurun sehingga
pembentukan ion H menurun.
3. Asidosis metabolik, asidosis yang bukan disebabkan oleh gangguan
ventilasi paru. Diare akut, diabetes mellitus, olahraga yang terlalu berat,
dan asidosis uremia akibat gagal ginjal akan menyebabkan penurunan
kadar bikarbonat sehingga kadar ion H bebas meningkat.
4. Alkalosis metabolik, terjadi penurunan kadar ion H dalam plasma
karena defisiensi asam non-karbonat. Akibatnya konsentrasi bikarbonat
meningkat. Hal ini terjadi karena kehilangan ion H karena muntah-
muntah dan minum obat-obat alkalis. Hilangnya ion H akan
menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk menetralisir bikarbonat,
sehingga kadar bikarbonat plasma meningkat.

Untuk mengkompensasi gangguan keseimbangan asam-basa tersebut, fungsi


pernapasan dan ginjal sangat penting.
Mineral diperlukan untuk fungsi normal pada sel tubuh. Tubuh membutuhkan jumlah
besar dari sodium, potasium, kalsium, magnesium, klorida, dan fosfat. Mineral ini disebut
makromineral. Tubuh membutuhkan sedikit tembaga, florida, yodium, zat besi, selenium, dan
seng. Mineral-mineral ini disebut trace mineral.

Mineral adalah bagian penting makanan sehat. Rekomendasi makanan yang dianjurkan
(RDA)-jumlah kebutuhan kebanyakan orang sehat untuk tetap sehat-telah dipastikan untuk
kebanyakan mineral. Orang yang mengalami gangguan bisa memerlukan lebih atau kurang
daripada jumlah ini.
Beberapa mineral-khususnya makromineral-adalah penting sebagai elektrolit. Tubuh
menggunakan elektrolit untuk membantu mengatur fungsi syaraf dan otot dan menyeimbangkan
asam-basa. Juga, elektrolit membantu tubuh mengatur volume normal pada daerah yang
mengandung cairan berbeda(kompartemen). Elektrolit diuraikan ke dalam 3 bagian utama :cairan
di dalam sel, cairan di ruang yang mengelilingi sel, dan darah.
Untuk berfungsi normal, tubuh harus menjaga konsentrasi elektrolit di kompartemennya di
dalam batas yang sangat sempit. Tubuh menjaga konsentrasi elektrolit di setiap kompartemen
dengan memindahkan elektrolit masuk atau keluar sel. Ginjal menyaring elektrolit di dalam
darah dan mengekskresikan kelebihannya ke dalam urine untuk menjaga keseimbangan antara
asupan harian dan pengeluaran.
Jika keseimbangan elektrolit terganggu, gangguan bisa terjadi. Ketidak seimbangan
elektrolit bisa terjadi ketika seseorang mengalami dehidrasi, penggunaan obat-obatan tertentu,
memiliki gangguan jantung, ginjal, atau hati tertentu; atau pemberian cairan infus atau pemberian
makanan pada jumlah yang tidak sesuai. Untuk mengetahui gangguan nutrisi atau
ketidakseimbangan elektrolit, dokter mengukur kadar mineral di dalam contoh darah atau urin.
2. 2. Infeksi Saluran Kemih
a. Definisi
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi akibat berkembang biaknya
mikroorganisme di dalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal air kemih tidak
mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme lain. Dengan demikian air kemih di
dalam sistem saluran kemih biasanya steril. Walaupun demikian ujung uretra bagian
bawah dapat dihuni oleh bakteri yang jumlahnya berkurang di bagian uretra yang dekat
dengan kandung kemih.
b. Jenis-jenis infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kencing dapat dibedakan menjadi infeksi saluran kencing bagian
bawah (urethritis atau cystitis) atau infeksi saluran kencing bagian atas (pyelonephritis).
Infeksi saluran kencing bagian bawah ditandai dengan pyuria, seringkali dengan dysuria,
urgensi atau frekuensi. Diagnosis pendugaan yang cepat dapat dibuat dengan
pemeriksaan mikroskopik terhadap contoh urin yang diperoleh dengan menghabiskan
seluruh isi kandung kemih, tanpa dipusingkan dalam centrifuge.
Urin yang dicat dengan pengecatan Gram dapat mambantu dalam mengarahkan
pemilihan antibiotik inisial. Bakteriuria (lebih dari sebuah kuman dalam setiap lapangan
pandang menggunakan pembahasan kuat dengan bantuan minyak imersi) atau pyuria
(lebih dari 8 leucocyt dalam setiap lapangan pandang menggunakan pembesaran kuat)
berkorelasi baik dengan adanya infeksi. Baikan kuantitatif biasanya menghasilkan lebih
dari - bakteria/ml.
Jumlah koloni kurang dari - coliform/ml bisa juga menunjukkan infeksi pada wanita
dengan dysuria akut. Infeksi saluran kencing bagian atas (pyelonephritis) adalah infeksi
perenchym ginjal. Keluhan-keluhan yang menyebabkan penderita datang berkonsultasi
adalah demam dan nyeri pinggang, simptom-simptom infeksi 5 saluran kencing bagian
bawah. Contoh urin khas menunjukkan bakteriuria yang bermakna, pyuria dan kadang-
kadang silinder leucocyt. Infeksi saluran urogenital di tampat-tampat lain (misalnya
epididymis, prostat, daerah perinephric) sering berkaitan dengan bakteri yang jumlahnya
kurang dari 1000/ml dan mempunyai menifestasi klinis yang berbeda.
c. Etiologi
Kuman penyebab utama pada infeksi saluran kemih adalah golongan basil gram
negatif yang aerobik dimana dalam keadaan normal bertempat tinggal di dalam traktus
digestitifus (saluran pencernaan).
Sebagai urutan etiologi kuman penyebab infeksi saluran kemih adalah sebagai
berikut :
1) Escherichia coli (90 % penyebab infeksi saluran kemih)
2) Proteus mirabilis
3) Klebsiella pneumonia
4) Golongan B beta-hemalytik streptokokkus
5) Pseudomonas aeroginosa
Bakteri yang menyebabkan UTI biasanya berasal dari tumbuhan usus dari tuan
rumah. Meskipun hampir setiap organisme berhubungan dengan ISK, tertentu organisme
mendominasi sebagai akibat dari faktor virulensi tertentu. Itu penyebab paling umum dari
UTI tanpa komplikasi adalah Escherichia coli, yang menyumbang 85% dari infeksi
diperoleh masyarakat.
Penyebab tambahan organisme pada infeksi tanpa komplikasi termasuk
Staphylococcus saprophyticus (5% sampai 15%), Klebsiella pneumoniae, Proteus spp.,
Pseudomonas aeruginosa, dan Enterococcus spp (5% sampai 10%). Karena
Staphylococcus epidermidis sering diisolasi dari saluran kemih, harus dipertimbangkan
awalnya kontaminan untuk membantu mengkonfirmasi organisme sebagai patogen yang
nyata.
Organisme diisolasi dari individu dengan infeksi rumit lebih bervariasi dan umumnya
lebih tahan dari yang ditemukan diinfeksi rumit. E. coli merupakan patogen yang sering
terisolasi, tetapi itu menyumbang kurang dari 50% dari infeksi. Lain sering terisolasi
organisme termasuk Proteus spp., K. pneumoniae, Enterobacter spp., P.aeruginosa,
staphylococcus, dan enterococci.
Enterococci mewakili organisme kedua yang paling sering terisolasi pasien dirawat
di rumah sakit. Pada bagian, temuan ini mungkin terkait dengan penggunaan ekstensif
third generation antibiotik sefalosporin, yang tidak aktif terhadap enterococci.
Vankomisin - tahan Enterococcus faecalis dan Enterococcus faecium (vankomisin –
tahan enterococci) telah menjadi lebih meluas, terutama pada pasien dengan rawat inap
jangka panjang atau mendasari keganasan. Vankomisin - tahan enterococci adalah
masalah kontrol terapi dan infeksi utama karena organisme rentan terhadap beberapa
antimikrobials.

d. Patogenesis
Pada penyakit infeksi saluran kemih, penting untuk mempertimbangkan baik faktor
virulensi bakteri dan faktor tuan rumah. Keseimbangan antara kemampuan bakteri
spesifik untuk menyerang saluran kemih dan kemampuan host untuk menangkis patogen
menentukan apakah host manusia akan mengembangkan gejala infeksi saluran kemih.

e. Gejala klinis
Beberapa pasien dengan infeksi saluran kemih (ISK) asimtomatik, sedangkan yang
lain datang dengan dysuria, sering berkemih (frequency), raguragu berkemih (hesitancy),
hematuria, dan rasa tidak nyaman di abdomen bawah. Nyeri di pinggang, demam,
menggigil, mual, dan malaise menandakan pielonefritis.
2. 3. Obat yang Mempengaruhi Metabolisme Jaringan, Keseimbangan Cairan & Elektrolit, &
Saluran Kemih
a) Diuretik
Diuretik ialah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah dieresis
mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urine yang
diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dalam
air. Fungsi utama diuretic adalah untuk mobilisasi cairan edema, yang berarti mengubah
keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi
normal.
Diuretik adalah sifat meluruhkan air seni. Pengertian lainnya yaitu sifat mengurangi
jumlah air dan senyawa lainnya dalam plasma darah dengan cara dibuang sebagai urin. Sampai
saat ini telah banyak obat-obat sintetik yang digunakan sebagai diuretik
Obat-obat ini menghambat transport ion yang menurunkan reabsorpsi Na+ pada bagian-
bagian nefron yang berbeda. Akibatnya Na+ dan ion lain seperti Cl- memasuki urin dalam
jumlah lebih banyak dibandingkan bila keadaan normal bersama-sama air yang mengangkut
secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Pengauh diuretik terhadap ekskresi
zat terlarut artinya untuk menentukan tempat kerja diuretik dan sekaligus meramalkan akibat
penggunaan obat. Secara umum diuretik dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu : (1)
Penghambat mekanisme transpor elektolit didalam tubuli ginjal, (2) diuretik osmotik.

Mekanisme kerja diuretik

Diuretik menghasilkan peningkatan aliran urin (diuresis) dengan menghambat reabsorpsi


natrium dan air dari tubulus ginjal. Kebanyakan reabsorpsi natrium dan air terjadi di sepanjang
segmen-segmen tubulus ginjal (proksimal, ansa Henle dan distal)

1. Tubuli proksimal
Garam direabsorpsi secara aktif (70%), antara lain Na+ dan air, begitu pula glukosa dan
ureum. Karena reabsorpsi berlangsung proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan tetap
isotonis terhadap plasma. Diuretika osmosis (manitol, sorbitol) bekerja disini dengan merintangi
reabsorpsi air dan natrium
2. Lengkungan Henle
Di bagian menaik lengkungan Henle ini, 25 % dari semua Cl- yang telah difiltrasi
direabsorpsi secara aktif, disusul dengan reabsorpsi pasif dari Na+ dan K+, tetapi tanpa air,
hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan (furosemida, bumetamida, etakrinat)
bekerja dengan merintangi transport Cl-, dan demikian reabsorpsi Na+, pengeluaran K+, dan air
diperbanyak
3. Tubuli distal
Di bagian pertama segmen ini, Na+ direabsorpsi secara aktif tanpa air hingga filtrat
menjadi lebih cair dan hipotonis. Senyawa thiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini (Tjay
dan Rahardja, 2002). Di bagian kedua segmen ini, ion Na+ ditukarkan dengan ion K+ atau,
proses ini dikendalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron. Antagonis aldosteron
(spironolakton) dan zat-zat penghemat kalium (amilorida, triamteren) bekerja disini

4. Saluran pengumpul
Hormon antidiuretik vasopresin dari hipofise bekerja di saluran pengumpul dengan jalan
mempengaruhi permeabilitas bagi air dan sel-sel saluran ini

Penggolongan diuretik berdasarkan efek yang dihasilkan dibagi menjadi tiga


kelompok, yaitu :
a) Diuretik yang hanya meningkatkan ekskresi air dan tidak mempengaruhi kadar
elektrolit tubuh.
b) Diuretik yang dapat meningkatkan ekskresi Na+ (Natriuretik).
c) Diuretik yang dapat meningkatkan ekskresi Na+ dan Cl- (Saluretik).
A. Diuretik osmosis
Diuretik osmosis adalah senyawa yang dapat meningkatkan ekskresi urin dengan
mekanisme kerja berdasarkan perbedaan tekanan osmosa. Diuretik osmosis mempunyai berat
molekul yang rendah, dalam tubuh tidak mengalami metabolisme, secara pasif disaring melalui
kapsula Bowman ginjal, dan tidak dapat direabsorpsi kembali oleh tubulus renalis. Bila diberikan
dalam dosis besar atau larutan pekat akan menarik air dan elektrolit ke tubulus renalis yang
disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan osmosa sehingga terjadi diuresis
Diuretik osmotik adalah natriuretik, dapat meningkatkan ekskresi natrium dan air. Efek
samping diuretika osmotik antara lain adalah gangguan keseimbangan elektrolit, dehidrasi, mata
kabur, nyeri kepala dan takikardia. Contoh diuretik osmosis: manitol, glukosa, sukrosa dan urea
B. Diuretik penghambat karbonik anhidrase
Senyawa penghambat karbonik anhidrase adalah saluretik, digunakan secara luas untuk
pengobatan sembab yang ringan dan moderat, sebelum diketemukan diuretik turunan tiazida.
Efek samping yang ditimbulkan golongan ini antara lain adalah gangguan saluran cerna,
menurunnya nafsu makan, parestisia, asidosis sistemik, alkalinisasi urin dan hipokalemi. Adanya
efek asidosis sistemik dan alkalinisasi urin dapat mengubah secara bermakna perbandingan
bentuk terionisasi dan yang tak terionisasi dari obat-obat lain dalam cairan tubuh, sehingga
mempengaruhi pengangkutan, penyimpanan, metabolisme, ekskresi dan aktivitas obat-obat
tersebut Penggunaan diuretik penghambat karbonik anhidrase terbatas karena cepat
menimbulkan toleransi. Sekarang diuretik penghambat karbonik anhidrase lebih banyak
digunakan sebagai obat penunjang pada pengobatan glaukoma, dikombinasikan dengan miotik,
seperti pilokarpin, karena dapat menekan pembentukan aqueus humour dan menurunkan tekanan
dalam mata. Contoh diuretik penghambat karbonik anhidrase adalah asetazolamid, metazolamid,
etokzolamid, diklorfenamid
C. Diuretik pembentuk asam
Diuretik pembentuk asam adalah senyawa organik yang dapat menyebabkan urin bersifat
asam dan mempunyai efek diuretik. Senyawa golongan ini efek diuretiknya lemah dan
menimbulkan asidosis hiperklomerik sistemik.
Efek samping yang ditimbulkan antara lain iritasi lambung, penurunan nafsu makan,
mual, asidosis dan ketidaknormalan fungsi ginjal. Contoh diuretik pembentuk asam : ammonium
klorida, ammonium nitrit dan kalsium klorida
D. Diuretik turunan tiazida
Diuretik turunan tiazida adalah saluretik, yang dapat menekan absorpsi kembali ion-ion
Na+, Cl- dan air. Turunan ini juga meningkatkan ekskresi ion-ion K+, Mg++ dan HCO3 – dan
menurunkan eksresi asam urat. Diuretik turunan tiazida terutama digunakan untuk pengobatan
udem pada keadaan dekompensasi jantung dan sebagai penunjang pada pengobatan hipertensi
karena dapat mengurangi volume darah dan secara langsung menyebabkan relaksasi otot polos
arteriola. Turunan ini dalam sediaan sering dikombinasi dengan obat-obat antihipertensi, seperti
reserpin dan hidralazin, untuk pengobatan hipertensi karena menimbulkan efek
Diuretik turunan tiazida menimbulkan efek samping hipokalemi, gangguan
keseimbangan elektrolit dan menimbulkan penyakit pirai yang akut. Diuretik turunan tiazida
mengandung gugus sulfamil sehingga menghambat enzim karbonik anhidrase. Juga diketahui
bahwa efek saluretik terjadi karena adanya pemblokkan proses pengangkutan aktif ion klorida
dan absorpsi kembali ion yang menyertainya pada lengkungan Henle, dengan mekanisme yang
belum jelas kemungkinan karena peran dari prostaglandin. Turunan tiazida juga menghambat
enzim karbonik anhidrase di tubulus distalis tetapi efeknya relatif lemah. Contohnya adalah
Hidroklorotiazid (HCT), bendroflumetiazid (naturetin), xipamid (diurexan), indapamid (natrilix),
klopamid, klortalidon.
E. Diuretik hemat kalium
Diuretik hemat kalium adalah senyawa yang mempunyai aktivitas natriuretik ringan dan
dapat menurunkan sekresi ion H+ dan K+. Senyawa tersebut bekerja pada tubulus distalis
dengan cara memblok penukaran ion Na+ dengan ion H+ dan K+, menyebabkan retensi ion K+
dan meningkatkan sekresi ion Na+ dan air Aktivitas diuretiknya relatif lemah, biasanya diberikan
bersama-sama dengan diuretik tiazida. Kombinasi ini menguntungkan karena dapat mengurangi
sekresi ion K+ sehingga menurunkan terjadinya hipokalemi dan menimbulkan efek aditif. Obat
golongan ini menimbulkan efek samping hiperkalemi, dapat memperberat penyakit diabetes dan
pirai, serta menyebabkan gangguan pada saluran cerna
Diuretik hemat kalium bekerja pada saluran pengumpul, dengan mengubah kekuatan
pasif yang mengontrol pergerakan ion-ion, memblok absorpsi kembali ion Na+ dan ekskresi ion
K+ sehingga meningkatkan ekskresi ion Na+ dan Cldalam urin. Diuretik hemat kalium dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu diuretika dengan efek langsung, contohnya adalah amilorid dan
triamteren, dan diuretika antagonis aldosteron, contohnya adalah
F. Diuretik merkuri organik
Diuretik merkuri organik adalah saluretika karena dapat menghambat absorpsi kembali
ion-ion Na+, Cl- dan air. Absorpsi pada saluran cerna rendah dan menimbulkan iritasi lambung
sehingga pada umumnya diberikan secara parenteral. Dibanding obat diuretik lain, penggunaan
diuretik merkuri organikmempunyai beberapa keuntungan, antara lain tidak menimbulkan
hipokalemi, tidak mengubah keseimbangan elektrolit dan tidak mempengaruhi metabolisme
karbohidrat dan asam urat. Efek iritasi setempat besar dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Diuretik merkuri organik menimbulkan reaksi sistemik yang berat sehingga sekarang jarang
digunakan sebagai diuretik. Contoh diuretik merkuri organik adalah meralurid, merkurofilin,
klormerodrin.
G. Diuretik lengkung Henle
Diuretik lengkung Henle merupakan senyawa saluretik yang sangat kuat, aktivitasnya
jauh lebih besar dibanding turunan tiazida dan senyawa saluretik lain. Turunan ini dapat
memblok pengangkutan aktif NaCl pada lengkung Henle sehingga menurunkan absorpsi kembali
NaCl dan meningkatkan ekskresi NaCl lebih dari 25
Diuretik lengkung Henle menimbulkan efek samping yang cukup serius, seperti
hiperurisemi, hiperglikemi, hipotensi, hipokalemi, hipokloremik alkalosis, kelainan hematologis
dan dehidrasi. Biasanya digunakan untuk pengobatan udem paru yang akut, udem karena
kelainan jantung, ginjal atau hati, udem karena keracunan kehamilan, udem otak dan untuk
pengobatan hipertensi ringan. Untuk pengobatan hipertensi yang sedang dan berat biasanya
dikombinasikan dengan obat antihipertensi
Furosemid merupakan serbuk hablur putih atau hampir putih, tidak berbau, hampir tidak
berasa. Kelarutan praktis tidak larut dalam air dan dalam kloroform, larut dalam 75 bagian etanol
(95%) dan dalam 550 bagian eter, larut dalam larutan alkali hidroksida
Asam antranilat turunan sulfonamida yang dipasarkan sebagai diuretik adalah furosemid.
Furosemid lebih banyak digunakan daripada obat diuretik lain, karena gangguan saluran cerna
yang lebih ringan. Furosemid diyakini bekerja sebagai diuretik dengan menghambat reabsorpsi
Na+ dalam bagian menaik lengkung Henle disertai pengaruh lain yang mungkin terjadi dalam
tubulus proksimal atau distal
Furosemid ini berdaya diuresis kuat. Aktivitas furosemid 8-10 kali diuretika tiazida
Timbulnya diuresis cepat, biasanya 30 menit setelah pemberian secara oral, mencapai maksimum
dalam 2 atau 3 jam, dan selesai dalam 6 jam.
Efek samping furosemid dapat dibedakan atas : (1) reaksi toksik berupa gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit yang sering terjadi, dan (2) efek samping yang tidak
berhubungan dengan kerja utamanya jarang terjadi. Hiperurisemia relatif sering terjadi, namun
pada kebanyakan penderita hal ini hanya merupakan kelainan biokimia. Dapat pula terjadi reaksi
berupa gangguan saluran cerna, depresi elemen darah, rash kulit, parestesia dan disfungsi hati
Diuretik kuat merupakan obat efektif untuk pengobatan udem akibat gangguan jantung,
hati atau ginjal. Sebaiknya diberikan secara oral kecuali bila diperlukan diuresis yang segera,
maka dapat diberikan secara intravena atau intramuscular.
Efek samping diuretik
Menurut Tjay dan Rahardja (2002) diuretik mempunyai efek samping
diantaranya :
1. Hipokalemia, yakni kekurangan kalium dalam darah. Semua diuretika yangbekerja
dibagian distal ujung memperbesar ekskresi ion-ion K+ dan H+ karena ditukarkan
dengan ion Na+ yang kadarnya dalam ultrafiltrat telah dipekatkan, sehingga
mengakibatkan kadar kalium plasma turun. Gejala-gejalanya berupa kelemahan otot,
kejang-kejang, anoreksia, obstipasi, kadang-kadang juga aritmia jantung tetapi tidak
selalu menjadi nyata. Terutama tiazida menyebabkan hipokalemia, tetapi jarang
sekali menimbulkan komplikasi.
2. Retensi asam urat dapat terjadi pada semua diuretik terkecuali amilorida, karena
adanya saingan antara diuretik dengan asam urat pada transportnya di tubuli.
Terutama klortalidon memberikan risiko yang lebih tinggi untuk retensi urat dan
serangan encok. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian obat encok
alopurinol atau zat penghalau urat probenesid.
3. Mengurangi metabolisme glukosa, dapat terjadi diabetes yang disebabkan karena
sekresi insulin ditekan. Efek antidiabetik oral dapat diperlemah dengan adanya tiazid.
4. Mempertinggi kadar kolesterol dan trigliserida dengan masing-masing lebih kurang
6% dan 15%. Kadar HDL-Kolesterol yang dianggap sebagai faktor pelindung
terhadap penyakit jantung justru diturunkan, terutama oleh klortalidon. Pengecualian
adalah indapamida yang praktis tidak mempengaruhi kadar lipida tersebut.
5. Hiponatremia dan alkalosis. Akibat diuresis yang terlalu pesat dan kuat, oleh adanya
diuretik lengkungan, maka kadar natrium dari plasma dapat menurun keras dan
terjadilah hiponatremia. Gejala-gejalanya ialah gelisah, kejangkejang otot, haus,
letargi (selalu mengantuk), dan kolaps. Terutama bagi orang-orang lanjut usia yang
peka terhadap dehidrasi, maka sebaiknya diberikan dosis permulaan yang rendah
yang berangsur-angsur dipertinggi, atau obat diberikan secara berkala, misalnya 3-4
kali seminggu. Dengan bertambahnya pengeluaran natrium dan kalium dapat pula
terjadi hipotensi dan alkalosis terutama pada furosemid dan etakrinat. Lain-lain :
gangguangangguan lambung-usus (mual, muntah, diare), rasa letih, nyeri kepala
beserta pusing-pusing dan jarang terjadi reaksi-reaksi kulit.
b)

Daftar Pustaka 1. Sherwood, Lauralee. (2004). Human physiology: From cells to


systems. 5th ed. California: Brooks/ Cole-Thomson Learning, Inc. 2. SIlverthorn, D.U.
(2004). Human physiology: An integrated approach. 3rd ed. San Francisco: Pearson
Education.

Anda mungkin juga menyukai