Anda di halaman 1dari 2

3 Cara Melihatnya

Cerpen Karangan: Salsa Muafiroh


Kategori: Cerpen Horor (Hantu), Cerpen Misteri
Lolos moderasi pada: 28 April 2018

Teriknya matahari sangat menyengat kulitku. Namaku Melody Wijaya, siswi kelas XII IPA 3 di salah
satu SMA di kotaku. Biasa dipanggil Melody.

Siang hari ini sungguh panas. Bel pulang sekolah berbunyi, aku pulang dengan berjalan kaki. Tapi,
hari sangat panas dan aku memutuskan untuk mampir sebentar di toko buku tua yang berada di
ujung jalan itu. Toko buku tua itu peninggalan orang Cina. Pemilik toko yang asli sudah lama
meninggal, dan kini yang mewarisinya adalah turunan ke-5, yang mempunyai wajah seperti orang
Cina.

Di toko buku itu, aku bingung mau beli apa, banyak kumpulan buku dan novel yang Bagus, tapi,
entah mengapa aku tidak tertarik untuk membelinya. Sampai akhirnya aku menghentikan langkah
pelanku ke sebuah buku berwarna merah darah penuh debu di rak buku paling atas. Cover buku itu
berjudul “3 Cara Melihatnya” dan di bawah judul tersebut ada tulisan “from K. G. Hostvi.”

Aku semakin penasaran dengan buku yang kuambil ini, apa maksud dengan judul itu? Melihat apa?
Ah, sudahlah. Untuk memuaskan rasa penasaranku, dengan sigap aku langsung membayarnya ke
kasir.

“Ko, saya beli buku ini.” Sambil kuacungkan buku itu ke penjual.
“iya, mana? Harganya 13.666,-.” dengan tatapan tajam tanpa tesenyum sedikit pun.
“Ini ko, adanya 14.000,- kembalinya nggak usah ko, terimakasih.” kataku sambil tersenyum, tapi
sedikit pun tidak dibalas, hanya terdiam dengan tatapan tajam.

Aku berlari keluar dari toko buku tua tersebut. Saat aku berjalan pulang, seperti ada yang
mengintaiku dari belakang, bulu kudukku berdiri semua dan aku benar-benar merinding, kupercepat
lagi jalanku agar sampai cepat rumah. Sesampainya di depan rumah aku membuka gerbang rumahku
dan kulihat ke belakang, tak ada seorangpun yang kukira ada yang mengikutiku dari belakang.

Pagi menyambut kembali. Aku sudah sampai di sekolah. Kulirik jam tanganku, ternyata masih jam
06.15 dan itu pun hanya aku dan lima temanku yang baru datang.

Aku pun duduk di bangku paling depan sambil membaca buku yang kubeli kemarin. Ketika aku akan
membuka plastiknya, aku dikagetkan dengan suara bangku jatuh di belakang kelas. Aku pun
berteriak kaget, ternyata itu hanya kucing yang melompat ke jendela. Aku mulai berpikir aneh-aneh,
karena mana ada yang berani duduk di bangku itu. Sejak semester satu, tak pernah ada yang berani
berada di situ, karena dulu katanya jika ada yang duduk di situ hidupnya akan penuh dengan
kesialan. Tidak berhenti disitu, aku mendengar lagi suara ketukan tangan dari arah meja itu.
Kuberanikan diri untuk menengoknya, “Hwaa” aku teriak kaget histeris melihat sosok perempuan
berbaju putih, berambut panjang, dan tidak memiliki pupil di matanya, ia menatapku dengan
senyuman sinis. Aku pun tak kuat melihatnya, dan berlari keluar kelas.

“Braakk” aku menabrak seseorang.


“Lo kenapa dy? Hey, tenang. Ada aku di sini.” tanyanya menenangkanku.
“A.. Ada seseorang di bangku pojok kelas. Gue takut, Ka. Dia menatapku dengan sinis. Hiks hiks
hiks.” jawabku terisak ketakutan.
“Mana? Nggak ada.” tanyanya penasaran.
“Dari tadi gue nggak liat apa-apa, Dy. Padahal gue di kelas.” kata seorang temanku.
Dan aku menatap bangku itu dengan ketakutan. Ternyata seseorang itu menghilang seketika.

“Tapi, tadi benar-benar ada seseorang di bangku itu, Ka. Percayalah.” aku mencoba membuat Raka
percaya padaku.
“Udah lah, mungkin itu hanya halusinasimu saja, jangan nangis. Nanti cantiknya ilang lhoo.”ujar
Raka, mencoba menenangkanku.

Raka adalah teman kecilku, sejak aku kelas 3 SD sampai sekarang. Dia adalah seseorang yang selalu
hadir di sampingku apapun disituasinya. Tapi, kami tidak hubungan apa-apa. Hanya sekedar sahabat,
tapi teman-temanku menganggap kami pacaran.

3 jam sudah kulewati dengan berbagai mata pelajaran. Dan aku mencoba melupakan kejadian tadi
pagi.

KRING… KRING… Bel istirahat berbunyi, aku berjalan sambil membawa buku tua itu menuju kantin
sekolah.
Aku langsung menuju meja makan di kantin yang sudah didatangi Liana, Andre, Talitha dan kribo
Gabriel. Mereka adalah sahabat-sahabatku selain Raka. “Markas” adalah sebutan kami ke meja kantin
yang sudah biasanya kita nongkrong di situ setiap waktu istirahat. Mereka sedang menyantap bakso
buatan Ibu kantin. Aku duduk di antara Andre dan Talitha.

“Hem, maaf guys. Gue telat.” aku menyengir sambil mengangkat kedua jariku “Pish.”
“Eh Melody. Lo nggak apa kan?” tanya Liana.
“Gue baik-baik aja, kenapa?” jawabku polos, sepertinya mereka akan bertanya kejadian tadi pagi.
“Nggak usah bohong dy, kita ini sahabat lo. Jangan ada main rahasia-rahasiaan di antara kita.” ujar
Talitha.
“Tadi gue liat.. Sesosok gadis berbaju putih di bangku pojok kelas itu. Dan…” aku mencoba tuk terus
terang dengan nada datar.
“Udah cukup, jangan tanyakan itu sekarang. Dia masih trauma dengan kejadian tadi.” Andre
menghentikan introgasinya.
“Mungkin lain kali aja ceritanya.” Ujarku.

“Eh, gue dapet buku baru yang misterius nich.” kugeser buku itu ke tengah meja makan.
“Mana? Ih, Bagus banget.” Talitha fans buku horor dan sangat percaya tahayul dan tempat-tempat
angker.

Seusai pulang dari pemakaman Kribo. Di rumah aku membaca buku itu sampai akhir. Ternyata
cerita-ceritanya sama persis yang dialami Andre, Liana, Thalita dan Kribo. Aku sangat merasa
bersalah. Seakan-akan aku lah yang membunuh teman-temanku lewat buku tua itu.
Dan ternyata di halaman terakhir maksud dari “K. G. Hostvil” adalah Keramat, sedangkan Ghost dan
evil adalah hantu atau setan. Mengetahui itu semua aku langsung menuju toko buku itu. Dan
anehnya, toko buku itu sudah tidak ada, karena pemiliknya baru saja meninggal bersamaan dengan
Kribo. Aku bingung harus bagaimana. Aku merasa aku ini adalah pembunuh.

Aku teringat, aku masih memiliki sahabat kecilku, Raka. Tapi, hari demi hari aku belum bertemu
dengannya. Aku mencemaskan dirinya dan kata-katanya bahwa ia akan selalu melindungiku. Tapi,
sekarang ia malah menghilang tanpa jejak.

Dan pikiranku kosong saat itu, aku berjalan di lintasan rel yang tepat berada di dekat toko buku itu.
Tiba-tiba dari arah Selatan ada kereta api melaju kencang. Kereta itu menghantam tubuhku. Aku
meninggal dunia dengan tubuh tak berbentuk lagi. Buku yang awalnya kupegang. Dan akhirnya buku
itu terbakar sendiri.

SUmber : http://cerpenmu.com/cerpen-horor-hantu/3-cara-melihatnya.html

Anda mungkin juga menyukai