Anda di halaman 1dari 14

Makalah Kelompok 2

Peserta Didik dalam Perspektif Pendidikan Islam

Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam

Dosen Pembimbing : Dr. Afrahul Fadhila Daulai, MA

Disusun Oleh :

Arsinta Aulia

Milla Dhiya Ariska

M. Milatur Rahman

Nova Rahmadani

Yunika Sari

PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2017
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya kepada kita semua, dan tak lupa pula sholawat berangkaikan salam marilah
kita hadiahkan kepada nabi akhir zaman Muhammad SAW berkat rahmat dan
petunjuk-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu.
Dan kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Afrahul Fadhila Daulai,
MA yang telah mengarahkan kami sehingga tersusunlah makalah ini. Adapun
dalam penulisan makalah ini, materi yang akan dibahas adalah “Peserta Didik
dalam Perspektif Pendidikan Islam.”

Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan makalah ini banyak


terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
dapat menambah wawasan kita dalam mempelajari “Ilmu Pendidikan Islam” serta
dapat digunakan sebagaimana semestinya.

Medan, April 2017

Pemakalah,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

Back Ground .................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Peserta Didik.......................................................................


B. Pengertian Peserta Didik dalam Perspektif Pendidikan Islam ..............
C. Karakteristik Peserta Didik ...................................................................
D. Akhlak dan Kewajiban Peserta Didik ...................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 14
B. Saran ..................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Back Ground
Pendidik dan peserta didik merupakan komponen penting dalam sistem
pendidikan Islam. Kedua komponen ini saling berinteraksi dalam proses
pembelajaran untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.
Demikian pula peserta didik, ia tidak hanya sekedar objek pendidikan, tetapi
pada saat-saat tertentu ia akan menjadi subjek pendidikan. Hal ini membuktikan
bahwa posisi peserta didik pun tidak hanya sekedar pasif laksana cangkir kosong
yang siap menerima air kapan dan dimanapun. Akan tetapi peserta didik harus
aktif, kreatif dan dinamis dalam berinteraksi dengan gurunya, sekaligus dalam
upaya pengembangan keilmuannya.
Pendidikan merupakan bimbingan dan pertolongan secara sadar yang
diberikan oleh pendidik kepada peserta didik sesuai dengan perkembangan
jasmaniah dan rohaniah ke arah kedewasaan. Peserta didik di dalam mencari nilai-
nilai hidup, harus dapat bimbingan sepenuhnya dari pendidik, karena menurut
ajaran Islam, saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan suci/fitrah sedangkan
alam sekitarnya akan memberi corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan
agama peserta didik.1
Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT:
ِ ‫الدينُ ْالقَيِ ُم َولَ ِك هن أ َ ْكث َ َر النه‬
‫اس‬ ِ َ‫َّللاِ ذَلِك‬
‫ق ه‬ ِ ‫اس َعلَ ْي َها َل تَ ْب ِدي َل ِلخ َْل‬ َ َ‫َّللا الهتِي ف‬
َ ‫ط َر النه‬ ْ ِ‫ِين َحنِيفًا ف‬
ِ ‫ط َرت ه‬ ِ ‫فَأَقِ ْم َوجْ َهكَ ِللد‬
َ‫َل َي ْعلَ ُمون‬

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah


atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.” (Q.S Ar-Rum : 30)
Dilihat dari segi kedudukannya, peserta didik adalah makhluk yang sedang
berada dalam proses pekembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-
masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisiten menuju

1
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 170.

1
ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya.2 Dengan demikian, maka agar
pendidikan Islam dapat berhasil dengan sebaik-baiknya haruslah menempuh jalan
pendidikan yang sesuai dengan perkembangan fitrah anak didik.
Berkaitan dengan hal di atas, maka peseta didik dalam pendidikan Islam
memiliki aspek-aspek penting yang perlu kita kaji dan kembangkan dalam kajian
pendidikan. Oleh karena itu, pada pembahasan kali ini kami akan menjelaskan
tentang pengertian peserta didik dalam pendidikan Islam, kebutuhan-kebutuhan
peserta didik, karakteristik peserta didik, dan sifat-sifat serta kode etik peserta
didik dalam pendidikan Islam.
Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan Nasional
pasal 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhalk mulia, serta keterampilanyang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan dapat
berlangsung jika memenuhi unsur-unsur yang ada di dalamnya, salah satunya
pendidik dan peserta didik.

2
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 144.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Peserta Didik


Mengacu pada konsep pendidikan sepanjang masa tau seumur hidup, maka
dalam arti luas yang disebut dengan peserta didik adalah siapa saja yang berusaha
untuk melibatkan diri sebagai peserta didik dalam kegiatan pendidikan,
sehingga tumbuh dan berkembang potensinya, baik yang berstatus sebagai anak
yang belum dewasa, maupun orang yang sudah dewasa.
Dalam UU sisdiknas 2002 pasal 1, di jelaskan bahwa yang disebut peserta
didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu.
Dalam perspektif pendidikan islam peserta didik merupakan subjek dan
objek. Oleh karena itu proses kependidikan tidak akan terlaksana tanpa
keterlibatan pesera didik, di dalamnya. Dalam paradikma pendidikan islam,
peserta didik merupakan orang yang belum dewasa yang memiliki sejumlah
potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Di sini, peserta
didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani
yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran maupun
perimbangan pada bagian-bagian lainnya. Dari segi rohaniah ia memiliki bakat,
memiliki kehendak, perassaan dan pikiran yang dinamis dan perlu
dikembangkan.3
Secara kodrati, anak memerlukan pendidikan atau bimbingan dari orang
dewasa. Dasar kodrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang
didmiliki anak yang hidup didunia ini. Sebagaimana Hadis Nabi, yang artinya
“tidaklah seseorang yang dilahirkan melainkan menurut fitrahnya, maka kedua
orang tuanyalah yang me-Yahudikannya atau me-Nasranikannya atau me-
Majusikannya.4

3
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan historis teoritis dan praktis, (Jakarta:
Ciputat Pres, 2002), hal. 47.
4
yasin. Fatah, Diemensi-dimensi pendidikan islam , (Malang: UIN Malang Press, 2008), hal. 102-
103.

3
(ada sebuah percakapan) yakni: Sebagaimana halnya binatang yang dilahirkan
dengan sempurna, apakah kamu lihat binatang itu tiada berhidung dan bertelinga?
Kemudian Abi Hurairah berkata, apabila kau mau bacalah, alazimilah fitrah Allah
yang telah Allah menciptakan manusia di atas fitrah-Nya. Tiada penggantian
terhadap ciptaan Allah, itulah agama yang lurus.” (H.R Muslim). Disadamping itu
dalam Al-Qur’an Surat an-Nahl ayat 78 juga dijelaskan:

ُ‫َّللا ُ أ َ ْخ َر َج كُ ْم ِم ْن ب ُطُ و ِن أ ُ هم َه ا ت ِ كُ ْم َل ت َعْ ل َ ُم و َن شَ يْ ئ ًا َو َج ع َ َل ل َ كُ م‬


‫َو ه‬
‫ش ك ُ ُر و َن‬ ْ َ ‫اْل َفْ ئ ِ د َة َ ۙ ل َ ع َ ل ه كُ ْم ت‬
ْ ‫ار َو‬
َ ‫ص‬َ ْ‫اْل َب‬
ْ ‫ال سه ْم َع َو‬
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati nurani,
agar kamu bersyukur.

Dari hadis dan ayat di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menentukan
status manusia sebagaimana mestinya adalah melalui proses pendidikan. Agar
pelaksanaan proses pendidikan Islam dapat mencapai tujuan yang diinginkannya,
maka setiap peserta didik hendaknya senantiasa menyadari tuFahmias dan
kewajibannya.
Dalam perspektif Islam, anak didik sejak lahir sudah dianjurkan untuk
dirangsang dengan suara-suara seperti suara adzan, iqamah, pepujian, suara
bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an, lagu-lagu Islami dan lain sebagainya. Hal ini
disebabkan karena manusia pada masa masih berada diperut ibunya telah
mengadakan perjanjian dengan Tuhan-nya (Al-A’raf: 172), dan untuk
mengeluarkan nilai-nilai keTuhan-an tersebut perlu dirangsang atau dipancing
dengan suara-suara spiritual.
Disamping itu juga orang tua perlu memberikan nama dan sebutan yang
baik kepada anak tersebut, memberi makanan dan minuman yang baik dan halal
(QS. Al-Baqarah: 168), terutama dengan air susu murni dari ibunya sampai umur
dua tahun, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah: 233.
Kemudian pada masa anak mulai kelihatan tumbuh potensi biologis,
psikologis, paedagogis-nya, kira-kira umur 2-12 tahun peran pendidikan sudah
mulai diperlukan melalui kegiatan bimbingan, pelatihan, pembinaan, pengajaran
dari orang lain yang lebih dewasa (orang tua atau pendidik). Pendidikan

4
disesuaikan dengan kemampuan, bakat, dan minat anak (QS. Al-Kahfi: 29, QS. al-
Rum: 30, QS. Hud: 39). Pada masa ini anak sudah mulai memasuki wilayah
pendidikan di luar institusi keluarga, seperti masuk pendidikan di tingkat usia dini
2-4 tahun (play group) dan pada 4-6 tahun (taman kanak-kanak), pendidikan
sekolah dasar (SD) umur 6-12 tahun. Pada masa ini kegiatan pendidikan
diarahkan untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan melalui pemberian contoh
berprilaku positif kepada anak.
Pada masa ini anak sudah mulai menfungsikan daya intelektualitas dan
tumbuh kesadarannya sehingga mampu membedakan antara yang baik dan buruk,
yang salah dan benar. Dalm perspektif pendidikan Islam anak pada usia ini sudah
dianjurkan oleh Nabi. Ia diperintah melaksanakan shalat dan dipukul apabila tidak
mau melaksanakannya, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah Hadis yang artinya,
“perintahlah anak-anak kalian melaksanakan shalat ketika ia berusia tujuh tahun,
dan pukullah ia ketika tidak mau melaksanakannya” (HR. Ahmad, Abu Daud dan
Hakim).
Oleh karena itu model pendidikan yang perlu diberikan adalah diarakan
kepada tiga rana pendidikan, yakni pela tihan intelektual (aspek kognitif)
pembinaan moral atau akhlak atau pembiasaan dan ketaatan untuk menjalankan
nilai-nilai ajaran agama Islam (aspek afektif) dan semangat bekerja atau amal
shaleh (aspek psikomotorik).

B. Pengertian Peserta Didik dalam Perspektif Pendidikan Islam


Dengan berpijak pada paradigma “belajar sepanjang masa”, maka istilah yang
tepat untuk menyebut individu yang menuntut ilmu adalah peserta didik dan bukan
anak didik. Peserta didik cakupannya lebih luas, yang tidak hanya melibatkan anak-
anak, tetapi juga pada orang-orang dewasa. Sementara istilah anak didik hanya
dikhususkan bagi individu yang berusia kanak-kanak. Penyebutan peserta didik ini
juga mengisyaratkan bahwa lembaga pendidikan tidak hanya di sekolah (pendidikan
formal), tapi juga lembaga pendidikan di masyarakat, seperti Majelis Taklim,
Paguyuban, dan sebagainya.5

5
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana, 2008), hlm. 103.

5
Secara etimologi, murid berarti “orang yang menghendaki”. Sedangkan
menurut arti terminologi, murid adalah pencari hakikat di bawah bimbingan dan
arahan seorang pembimbing spiritual (mursyid). Sedangkan thalib secara bahasa
berarti orang yang mencari, sedangkan menurut istilah tasawuf adalah penempuh
jalan spiritual, dimana ia berusaha keras menempuh dirinya untuk mencapai derajat
sufi. Penyebutan murid ini juga dipakai untuk menyebut peserta didik pada sekolah
tingkat dasar dan menengah, sementara untuk perguruan tinggi lazimnya disebut
dengan mahasiswa.6
Peserta didik adalah amanat bagi para pendidiknya. Jika ia dibiasakan untuk
melakukan kebaikan, niscaya ia akan tumbuh menjadi orang yang baik, selanjutnya
memperoleh kebahagiaan dunia dan akhiratlah kedua orang tuanya dan juga setiap
mu’alim dan murabbi yang menangani pendidikan dan pengajarannya. Sebaliknya,
jika peserta didik dibiasakan melakukan hal-hal yang buruk dan ditelantarkan tanpa
pendidikan dan pengajaran seperti hewan ternak yang dilepaskan beitu saja dengan
bebasnya, niscaya dia akan menjadi seorang yang celaka dan binasa.7
Sama halnya dengan teori barat, peserta didik dalam pendidikan Islam adalah
individu sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan
religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak. Definisi tersebut
memberi arti bahwa peserta didik merupakan individu yang belum dewasa, yang
karenanya memerlukan orang lain untuk menjadikan dirinya dewasa. Anak kandung
adalah peserta didik dalam keluarga, murid adalah peserta didik di sekolah, dan umat
beragama menjadi peserta didik masyarakat sekitarnya, dan umat beragama menjadi
peserta didik ruhaniawan dalam suatu agama.8
Dengan demikian dalam konsep pendidikan Islam, tugas mengajar, mendidik,
dan memberikan tuntunan sama artinya dengan upaya untuk meraih surga.
Sebaliknya, menelantarkan hal tersebut berarti sama dengan mejerumuskan diri ke
dalam neraka.

6
Ibid., h. 104.
7
Jamal Abdul Rahman, Tahapan Mendidik Anak, Penerjemah : Bahrun Abu Bakar Ihsan Zubaidi,
(Bandung : Irsyad Baitus Salam, 2008), h. 16.
8
Abdul Mujib, loc. cit.

6
Jadi, kita tidak boleh melalaikan tugas ini, terlebih lagi Nabi bersabda:9

‫أ َ ْك ِر ُم ْواا َ ْبنَا َء ُك ْم َوأَحْ ِسنُ ْوا اَدَبَ ُه ْم‬

“Muliakanlah anak-anakmu dan didiklah mereka dengan baik” (hadits


diketengahkan oleh Ibnu Majah 2/1211, tetapi Al-Albani menilainya dha’if)
Menurut Langeveld anak manusia itu memerlukan pendidikan, karena ia
berada dalam keadaan tidak berdaya (hulpeoosheid).[17] Dalam Al-Quran
dijelakan:

َ‫ار َو ْاْل َ ْف ِئدَةَ لَ َعله ُك ْم ت َ ْش ُك ُرون‬


َ ‫ص‬َ ‫س ْم َع َو ْاْل َ ْب‬ َ َ‫ون أ ُ هم َها ِت ُك ْم َل تَ ْعلَ ُمون‬
‫ش ْيئًا َو َج َع َل لَ ُك ُم ال ه‬ ِ ‫ط‬ُ ُ‫َّللاُ أ َ ْخ َر َج ُك ْم ِم ْن ب‬
‫َو ه‬

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur”.(QS. An-Nahl: 78)
Peserta didik di dalam mencari nilai-nilai hidup, harus dapat bimbingan
sepenuhnya dari pendidik, karena menurut ajaran Islam, saat anak dilahirkan
dalam keadaan lemah dan suci/fitrah sedangkan alam sekitarnya akan memberi
corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan agama peserta didik.10
Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW., yang berbunyi:
َ ‫َص َرانِ ِه ا َ ْويُ َم ِج‬
)‫سا ِن ِه (رواه مسلم‬ ِ ‫ان ا َ ْويُن‬ ْ ‫ى ْال ِف‬
ِ َ‫ط َرةِ فَاَبَ َواهُ يُ َه ِود‬ َ َ‫ام ْن َم ْولُ ْو ٍد ا هِلي ُْولَد ُعل‬
ِ ‫َم‬
Artinya: “Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membaa fitrah
(kecenderungan untuk percaya kepada Allah), maka kedua orang tuanyalah yang
menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani, Majusi (HR. Muslim)
Menurut hadis ini manusia lahir membawa kemampuan-kemampuan;
kemampuan itulah yang disebut pembawaan. Fitrah yang disebut di dalam hadis
itu adalah potensi. Potensi adalah kemampuan; jadi fitrah yang dimaksud disini
adalah pembawaan. Ayah-ibu dalam hadis ini adalah lingkungan sebagaimana
yang dimaksud oleh para ahli pendidikan. Kedua-duanya itulah, menurut hadis ini,
yang menentukan perkembangan seseorang.11

9
Jamal Abdul Rahman, op.cit., h. 17.
10
Zuhairini, loc. cit.
11
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung : Remaja Rosda
Karya, 2008), h. 35.

7
Manusia mempunyai banyak kecenderungan, ini disebabkan oleh banyak
potensi yang dibawanya. Dalam garis besarnya, kecenderungan itu dapat dibagi
dua, yaitu kecenderungan menjadi orang yang baik dan kecenderungan menjadi
orang yang jahat. Kecenderungan beragama termasuk ke dalam kecenderungan
menjadi baik.12
Firman Allah dalam Al-Quran surat Ar-Rum ayat 30:

ِ ‫الدينُ ْالقَيِ ُم َولَ ِك هن أَ ْكث َ َر النه‬


‫اس َل‬ ِ َ‫َّللاِ ذَلِك‬
‫ق ه‬ ِ ‫اس َعلَ ْي َها َل تَ ْب ِدي َل ِلخ َْل‬ َ َ‫َّللاِ الهتِي ف‬
َ ‫ط َر النه‬ ْ ِ‫ِين َحنِيفًا ف‬
‫ط َرة َ ه‬ ِ ‫فَأَقِ ْم َوجْ َهكَ ِللد‬
َ‫يَ ْعلَ ُمون‬

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui” (QS. Ar-Rum: 30)
Dari ayat dan hadits tersebut jelaslah bahwa pada dasarnya anak itu telah
membawa fitrah beragama, dan kemudian bergantung kepada para pendidiknya
dalam mengembangkan fitrah itu sendiri sesuai dengan usia anak dalam
pertumbuhannya. Dasar-dasar pendidikan agama ini harus sudah ditanamkan sejak
peserta didik itu masih usia muda, karena kalau tidak demikian kemungkinan
mengalami kesulitan kelak untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yang
diberikan pada masa dewasa. Dengan demikian, maka agar pendidikan Islam
dapat berhasil dengan sebaik-baiknya haruslah menempuh jalan pendidikan yang
sesuai dengan perkembangan peserta didik, seperti disebutkan dalam hadits Nabi:

)‫لى قُلُ ْو ِب ِه ْم (الحديث‬ َ ‫بواالنه‬


َ ‫اس َع‬ ُ ‫َاط‬
ِ ‫خ‬

“Berbicaralah kepada orang lain sesuai dengan tingkat perkembangan


akalnya” (Al-Hadits)

12
Ibid., h. 35.

8
C. Karakteristik Peserta Didik
Beberapa hal yang perlu dipahami mengenai karakteristik peserta didik adalah: 13
1. Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri,
sehingga metode belajar mengajar tidak boleh dilaksanakan dengan orang dewasa.
Orang dewasa tidak patut mengeksploitasi dunia peserta didik, dengan mematuhi
segala aturan dan keinginannya, sehingga peserta didik kehilangan dunianya.
2. Peserta didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk pemenuhan kebutuhan itu
semaksimal mungkin. Kebutuhan individu, menurut Abraham Maslow, terdapat lima
hierarki kebutuhan yang dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu: (1) kebutuhan-
kebutuhan tahap dasar (basic needs) yang meliputi kebutuhan fisik, rasa aman dan
terjamin, cinta dan ikut memiliki (sosial), dan harga diri; dan (2) metakebutuhan-
metakebutuhan (meta needs), meliputi apa saja yang terkandung dalam aktualisasi
diri, seperti keadilan, kebaikan, keindahan, keteraturan, kesatuan, dan lain
sebagainya. Sekalipun demikian, masih ada kebutuhan lan yang tidak terjangkau
kelima hierarki kebutuhan itu, yaitu kebutuhan akan transendensi kepada Tuhan.
Individu yang melakukan ibadah sesungguhnya tidak dapat dijelaskan dengan kelima
hierarki kebutuhan tersebut, sebab akhir dari aktivitasnya hanyalah keikhlasan dan
ridha dari Allah SWT.
3. Peserta didik memiliki perbedaan antara individu dengan individu yang lain,
baik perbedaan yang disebabkan dari factor endogen (fitrah) maupun eksogen
(lingkungan) yang meliputi segi jasmani, intelegensi, sosial, bakat, minat, dan
lingkungan yang mempengaruhinya. Pesrta didik dipandang sebagai kesatuan sistem
manusia. Sesuai dengan hakikat manusia, peserta didik sebagai
makhluk monopluralis, maka pribadi peserta didik walaupun terdiri dari dari banyak
segi, merupakan satu kesatuan jiwa raga (cipta, rasa dan karsa).
4. Peserta didik merupakan subjek dan objek sekaligus dalam pendidikan yang
dimungkinkan dapat aktif, kreatif, serta produktif. Setiap peserta didik memiliki
aktivitas sendiri (swadaya) dan kreatifitas sendiri (daya cipta), sehingga dalam
pendidikan tidak hanya memandang anak sebagai objek pasif yang bisanya hanya
menerima, mendengarkan saja.
5. Peserta didik mengikuti periode-periode perkembangan tertentu dalam
mempunyai pola perkembangan serta tempo dan iramanya. Implikasi dalam

13
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), h. 103.

9
pendidikan adalah bagaimana proses pendidikan itu dapat disesuaikan dengan pola
dan tempo, serta irama perkembangan peseta didik. Kadar kemampuan peserta didik
sangat ditentukan oleh usia dan priode perkembangannya, karena usia itu bisa
menentukan tingkat pengetahuan, intelektual, emosi, bakat, minat peserta didik, baik
dilihat dari dimensi biologis, psikologis, maupun dedaktis.

Anak didik memiliki karakteristik yang ada dalam dirinya, yaitu:


a. Belum memiliki pribadi dewasa susila sehingga masih menjadi tanggung
jawab pendidik (guru)
b. Masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya, sehingga
masih menjadi tanggung jawab pendidik.
c. Memiliki sifat-sifat dasar manusia yang sedang berkembang secara terpadu,
yaitu kebutuhan jasmani (fisik) dan rohani (non-fisiknya)
Rasyidin dan Nizar juga memberikan penjelasan, bahwa peserta didik atau anak
didik memiliki karakteristik yang antara lain:
a. Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa akan tetapi memilki
dunianya sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar perlakuan
terhadap mereka dalam proses belajar mengajar tidak disamakan dengan
pendidikan dewasa, baik dalam aspek metode, materi, sumber bahan dan
lain sebagainya.
b. Peserta didik adalah manusia yang memiliki deferensiasi periodisasi
perkembangan dan pertumbuhan. Pemahaman ini cukup perlu untuk
diketahui agar aktivitas kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan yang pada umumnya dilalui oleh setiap
peserta didik.
c. Peserta didik adalah manusia yang memiliki ketuhanan, baik yang
menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi.
d. Peserta didik adalah makshluk Tuhan yang memiliki perbedaan individual,
baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan dimana ia
berada.
e. Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan
rohani. Unsur jasmani memiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan
pembiasaan yang dilakukan memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya

10
rasa. Untuk mempertajam daya akal, maka proses pendidikan hendaknya
diarahkan untuk mengasah daya intelektualnya melalui ilmu-ilmu rasional.
Adapun untuk mempertajam daya rasa dapat dilakukan melalui pendidikan
akhlak dan ibadah.
f. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat
dikembangkan secara dinamis.

D. Akhlak dan Kewajiban Berzikir


Asma hasan fahmi menyebutkan empat akhlak yang harus dimiliki anak didik,
yaitu:14
a) Seorang anak didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit
jiwa sebelum ia menuntut ilmu, karena belajar adalah merupakan ibadah yang
tidak sah dilakukan kecuali dengan hati yang bersih. Kebersihan hati tersebut
dapat dilakukan dengan menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela, seperti dengki,
menghasut, takabbur, menipu, berbangga-bangga, dan memuji diri sendiri yang
selanjutnya diikuti dengan menghiasi diri dengan akhlak yang mulia seperti
bersikap benar, taqwa, ikhlas, zuhud, dan merendahkan diri dari ridla.
b) Seorang anak didik harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka
menghiasi jiwa dengan sifat keitamaan, mendekatkan diri kepada tuhan, dan
bukan mencari kemegahan dan kedudukan.
c) Seorang pelajar harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan
bersedia pergi merantau. Selanjutnya apabila ia menghendaki pergi jauh untuk
memperoleh seorang guru, maka ia tidak boleh ragu-ragu untuk itu. Demikian
pula ia dinasehatkanagar tidak sering menukar-nukar guru. Jika keadaan
menghendakisebaiknya ia dapat menanti sampai duabulan sebelum menuka
seorang guru.
d) Seorang anak murid wajib menghormati guru dan senantiasa memperoleh
kerelaan dari guru, dengan mempergunakan bernacam-macam cara.

14
Abuddin, Nata, Filsafat pendidikan islam , (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1997), h. 82-83.

11

Anda mungkin juga menyukai