BAB I
PENDAHULUAN
1. A. Latar Belakang
Seperti yang diketahui bahwa, saat ini dunia sedang mengalami resesi ekonomi. Hal ini tentu
memberikan dampak yang cukup signifikan baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Iman Sugema (2008) mengemukakan bahwa
resesi ekonomi yang kini melanda Amerika Serikat, juga gejolak keuangan di beberapa belahan
dunia, tidak boleh dipandang dengan sebelah mata. Pemerintah harus waspada dan antisipatif
karena resesi ekonomi Amerika Serikat kemungkinan akan semakin paran sehingga bisa
berdampak hebat terhadap kehidupan ekonomi di dalam negeri. Di sisi lain, faktor keuangan di
beberapa belahan dunia yang lain kini juga bergejolak dan potensial berimbas ke mana-mana,
termasuk ke Indonesia. Fakta ini menunjukkan bahwa status perekonomian suatu negara sangat
berpengaruh terhadap kehidupan seseorang. Permasalah ekonomi tersebut saling berpengaruh
dan berdampak pada pendidikan anak-anak mereka.
Di beberapa Negara berkembang banyak menyoroti masalah perbedaan tingkat pencapaian hasil
belajar antara sekolah, yakni perbedaan latar belakang sosial ekonomi anak didik yang akan
menyebabkan perbedaan sosial cultural yang besar pada sekolah, yang akan mendorong pada
perkembangan sekolah untuk mencapai prestasi belajar yang maksimal. Kondisi tersebut dapat
menghambat pada sebagian orang tua untuk berpartisipasi dalam pengelolaan pendidikan di
sekolah. Jumlah pendapatan orang tua secara keseluruhan sangat mempengaruhi dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawab seseorang, lebih-lebih tanggung jawab orang tua
terhadap anaknya dalam proses pendidikan”.
Menyongsong era globalisasi yang akan datang yang tak terelakkan dewasa ini, pemerintah telah
berusaha semaksimal mungkin melakukan berbagai upaya untuk lebih mengutamakan
pendidikan. Upaya tersebut hampir mencakup segala komponen pendidikan, seperti perubahan
kurikulum, pengadaan buku pelajaran dan sarana belajar lainnya. Penyempurnaan sistem
pendidikan, penataan organisasi dan usaha-usaha lain yang berkaitan dengan peningkatan
pendidikan.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sanjaya, 2006 : 65) yang berbunyi:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Sebegitu jauh tujuan pendidikan tersebut, maka secara umum siswa dilatih untuk terampil
mengembangkan penalaran, terutama dalam ilmu pengetahuan. Setiap manusia mempunyai
aktifitas-aktifitas yang telah membudaya maksud membudaya di sini adalah aktivitas-aktivitas
atau perilaku-perilaku yang bereksistensi secara micro atau dalam kaitan yang kecil. Dan khusus
dipandang sebagai insan pelajar yang hidup dalam struktur sosial yang micro yakni keluarga dan
latar belakang interaksi-interaksi sosialnya yang berlangsung
Pendidikan selalu berkenaan dengan pembinaan manusia, maka keberhasilan pendidikan sangat
tergantung pada unsur manusianya. Unsur manusia yang penting atau yang menentukan
keberhasilan pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan itu sendiri yaitu guru. Gurulah ujung
tombak pendidikan, sebab guru secara langsung berupaya mempengaruhi, membina, dan
mengembangkan kemampuan siswa agar menjadi manusia yang cerdas, terampil, dan
mempunyai moral yang tinggi.
Peningkatan mutu pendidikan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan dalam satu
sistem, di mana satu sama lainnya tidak boleh mengalami ketimpangan. Oleh karena itu, dalam
lingkup sekolah diharapkan terjadi pola hubungan yang serasi antara beberapa bagian seperti
keberadaan guru, sarana dan prasarana belajar, keadaan ekonomi siswa, lingkungan sekitar
sekolah, dan kebijakan pemerintah. Salah satu komponen pendidikan yang perlu mendapatkan
perhatian serius adalah komponen siswa sebagai salah satu komponen penting dalam kemajuan
pendidikan, merupakan sekelompok orang yang dijadikan subyek belajar dan dapat dijadikan
ukuran dalam menilai peningkatan pendidikan pada bangsa dan negara.
Meningkatnya prestasi belajar yang diperoleh siswa dapat diukur dari nilai hasil belajar yang
dicapainya. Hasil belajar yang diperoleh siswa pada suatu jenjang pendidikan dapat dijadikan
dasar sebagai indikator untuk mengukur kemampuan siswa dalam menguasai pelajaran pada
jenjang sebelumnya. Dalam skala yang lebih kecil misalnya sekelompok siswa sebagai subyek
belajar merupakan sesuatu hal yang sangat memegang peranan penting dalam keberhasilan
pendidikan diukur dengan nilai atau angka.
Siswa yaitu manusia yang hidup dalam satu lingkungan sosial yang micro atau kecil yaitu
keluarga. Peranan keluarga sebagai pendorong perkembangan pengetahuan individu dipengaruhi
oleh interaksi sosialnya yang dinamis, dan status sosial ekonomi keluarga. Jika perekonomian
cukup, lingkungan material yang dihadapi siswa dalam keluarganya itu lebih luas, maka ia dapat
kesempatan yang luas pula untuk mengembangkan berbagai kecakapannya. Termasuk di
dalamnya menu-menu makanan guna kesehatan yang baik, serta sikapnya terhadap lingkungan
keluarga, hubungan dengan orang tua dan saudaranya yang dinamis dan wajar.
Faktor yang sangat mempengaruhi proses belajar mengajar dapat digolongkan menjadi dua,
golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern dapat diartikan sebagai faktor dari
dalam individu, sebagai peranan utama sebagai subyek belajar, seperti kesehatan, kenormalan
tubuh, minat, watak. Faktor intern sangat perlu mendapatkan perhatian bagi peningkatan prestasi
belajar. Sedangkan faktor ekstern seperti faktor keluarga dan lingkungan. Faktor keluarga dapat
berupa keadaan atau kondisi ekonomi orang tua atau keluarga siswa. Peranan ekonomi orang tua
secara umum dapat dikatakan mempunyai hubungan yang positif terhadap peningkatan prestasi
belajar siswa ini disebabkan proses belajar mengajar siswa membutuhkan alat-alat atau
seperangkat pengajaran atau pembelajaran, di mana alat ini untuk memudahkan siswa dalam
mendapatkan informasi, pengelolaan bahan pelajaran yang diperoleh dari sekolah.
Keadaan ekonomi orang tua siswa turut mendukung siswa dalam pengadaan sarana dan
prasarana belajar, yang akan memudahkan dan membantu pihak sekolah untuk peningkatan
proses belajar mengajar. Seperangkat pengajaran atau pembelajaran membutuhkan biaya yang
tidak sedikit. Perangkat belajar mengajar maksudnya buku-buku pelajaran, pensil, penggaris,
buku-buku Lembar Kerja Soal (LKS), penghapus, dan lain-lain.
Pada kesempatan ini peneliti ingin meneliti tentang : Hubungan antara tingkat pendidikan,
tingkat pendapatan dan jumlah tanggungan orang tua siswa dengan prestasi belajar siswa. Uraian
di atas mendasari sehingga peneliti memberi Judul Penelitian ini ”Hubungan Status Sosial
Ekonomi Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa SMK Negeri 2 Palopo Jurusan”.
1. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya, maka rumusan masalahnya dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran status sosial ekonomi orang tua siswa SMK 2 Negeri Palopo
Jurusan Otomotif ?
2. Seberapa besar prestasi belajar siswa SMK Negeri 2 Palopo Jurusan Otomotif?
3. Apakah terdapat hubungan antara status sosial ekonomi orang tua siswa dengan prestasi
siswa SMK Negeri 2 Palopo Jurusan Otomotif ?
1. C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendapat gambaran status sosial ekonomi orang tua siswa SMK 2 Negeri Palopo
Jurusan Otomotif.
2. Untuk mengetahui prestasi belajar siswa SMK Negeri 2 Palopo Jurusan Otomotif.
3. Untuk mengetahui hubungan antara status sosial ekonomi orang tua siswa dengan
prestasi siswa SMK Negeri 2 Palopo Jurusan Otomotif.
1. D. Manfaat Penelitian
BAB II
1. A. Tinjauan Pustaka
2. 1. Pengertian belajar
Slameto (2003;2) mengungkapkan bahwa “ belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai
hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Sementara
Hamalik (2001;28) menjelaskan “bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku individu
melalui interaksi dengan lingkungan. Lebih lanjut lagi hamalik menyatakan bahwa belajar adalah
modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman”.
Sejalan dengan itu Gulo (2002:73) memberikan batasan tentang belajar yaitu seperangkat
kegiatan, terutama kegiatan mental intelektual, mulai dari kegiatan yang paling sederhana sampai
kegiatan yang rumit. Mudjiono dan Dimyati (2000:10) mengatakan “bahwa pengertian belajar
yaitu merupakan kegiatan yang kompleks”. Hasil belajar berupa isi. Setelah belajar orang
memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai.
Hakim (2002:1) menjelaskan pengertian belajar yaitu suatu proses perubahan di dalam
kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kecakapan,
pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir dan kemampuan.
Belajar itu sendiri dapat pula diartikan sebagai aktivitas pengembangan diri mulai pengalaman
yang bertumpu pada kemampuan diri belajar di bawah bimbingan guru.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu
proses yang dilakukan oleh individu sehingga dapat membawa perubahan tertentu terhadap
tingkah laku, sikap, keterampilan dan pengetahuan secara sadar dan bertahap sebagai akibat dari
interaksi dengan lingkungannya. Sikap dan tingkah laku pemahaman tentang konsep belajar
secara teoritis cukup beragam pandangan dan tinjauan yang dicapainya.
Slameto (1991:2) menuliskan secara khusus tentang pengertian belajar sebagi berikut:
“Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya”.
Kegiatan belajar pada akhirnya bertumpuh pada suatu tujuan, yaitu terjadinya perubahan dan
hasil belajar tertentu yang diharapkan adalah perubahan ke arah yang lebih baik dan positif.
Sardiman AM (1988:23) menjelaskan pemahaman lain tentang belajar adalah sebagai berikut:
“Belajar adalah membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak
hanya berkaitan dengan pemahaman ilmu pengetahuan tetapi juga berbentuk kecakapan,
keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak dan penyesuaian diri”.
Dari beberapa kutipan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manusia jika tanpa kegiatan untuk
belajar akan menyebabkan manusia tidak akan ditinggalkan keberadaannya sebagai manusia jika
melalui proses pendidikan.
Nana Sudjana (1989:5) mengemukakan pandangan lain tentang belajar yaitu suatu proses yang
ditandai dengan adanya perubahan pada diri seorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar
yang ditujukan dalam berbagai bentuk.
Lester dan Alice Craw (Roestiyah, 1986:8) mengemukakan bahwa belajar adalah kebiasaan,
pengetahuan dan sikap. Selanjutnya belajar diartikan luas oleh A.Tabrani Rusyan dkk (1998)
sebagai berikut:
“Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan,
penggunaan, dan penilaian, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai
aspek kehidupan atau pengakuan yang terorganisasi”.
Dari pengertian di atas terdapat kata perubahan yang berarti seseorang yang telah mengalami
proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik dalam aspek pengetahuannya,
keterampilannya, maupun dalam sikapnya. Perlu bahan tingkah lakunya dalam aspek
pengetahuan ialah dan tidak tahu menjadi tahu, tidak mengerti menjadi mengerti, dalam aspek
keterampilan ialah dari tidak terampil menjadi terampil.
Menurut Burton (Usman 1990:2) mengemukakan bagian lain sehubungan dengan pengertian
belajar menjelaskan bahwa:
“Belajar adalah sebagai perubahan tingkah laku dari individu dengan lingkungannya. Perubahan
yang berarti bahwa seseorang telah mengalami sesuatu proses belajar, akan mengalami
perubahan tingkah laku baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan dan aspek sikap”.
Segala apa yang dimiliki oleh alat indera manusia merupakan alat bantu yang digunakan untuk
belajar dalam pengertian memudahkan untuk memahami gejala atau obyek agar terjadi
perubahan sikap dan tingkah laku yang lebih nyata.
Nilai perubahan yang diharapkan dalam proses belajar bukanlah perubahan tanpa arah yang
jelas, tetapi harus mencakup suatu arah pembinaan yang lebih terarah sesuai dengan tujuan
pendidikan dalam skala yang lebih luas.
“Pada intinya tujuan belajar itu mendapatkan pengetahuan keterampilan dan penanaman sikap
mental dan nilai-nilai. Pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan belajar. Relevan
dengan uraian mengenai tujuan belajar tersebut”.
Belajar merupakan kegiatan yang penting dalam kegiatan manusia, karena belajar terwujud
perubahan tingkah laku, sikap pengetahuan dan keterampilan sehingga maju mundurnya pribadi
manusia dapat dinilai dan kegiatan tidaknya orang tersebut berproses dalam kegiatan belajar
yang baik yaitu perubahan ke arah yang lebih positif. Tujuan yang lebih mendasar yaitu terlepas
dari kebodohan dan menciptakan masyarakat negara yang mandiri.
Sebagaimana sudah dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa belajar merupakan kegiatan yang
dilakukan dengan penuh kesadaran untuk menghadapkan pada suatu perubahan ke arah yang
lebih maju. Kegiatan belajar akan berjalan dengan lancar jika didukung oleh faktor-faktor yang
menyebabkan seseorang yang mengalami hambatan dalam usahanya untuk memenuhi suatu
gejala atau obyek yang sedang atau yang akan dipelajari jika terjadi hal yang sebaliknya, maka
seseorang yang melakukan kegiatan belajar dapat dikatakan gagal dalam memahami gejala atau
obyek sehingga usaha belajarnya tidak mampu membawa ke arah perubahan yang diharapkan.
Slameto (1991:54 ) mengatakan bahwa dalam melakukan kegiatan belajar ada banyak faktor
yang mempengaruhinya, namun secara mendasarkan faktor tersebut dapat dibagi dalam cakupan
besar faktor ekstern dan intern.
Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar pada dasarnya dikategorikan menjadi dua bagian,
yaitu faktor intern dan faktor ekstern:
1. Faktor intern adalah faktor yang bersumber dari dalam individu. Faktor-faktor yang
bersifat intern yang dapat menjadi penyebab kesulitan belajar misalnya: cacat fisik alat
indera, sakit atau gangguan kesehatan lainnya. Sedangkan psikis misalnya: motivasi,
konsentrasi, minat, bakat serta kecenderungan lingkungan belajar dan lain-lain.
2. Faktor ekstern adalah faktor yang bersumber dari luar diri individu, seperti pengaruh
sarana, dan prasarana pembelajaran, kebijakan penilaian, lingkungan sosial siswa di
sekolah, kurikulum di sekolah dan lain-lain.
Perbedaan itu tidak hanya muncul dari sisi jabatan tanggung jawab sosial saja, namun juga
terjadi akibat perbedaan ciri fisik, keyakinan dan lain-lain. Perbedaan ras, suku, agama,
pendidikan, jenis kelamin, usia atau umur, kemampuan, tinggi badan, cakep jelek, dan lain
sebagainya juga membedakan manusia yang satu dengan yang lain.
Beragamnya orang yang ada di suatu lingkungan akan memunculkan stratifikasi sosial
(pengkelas-kelasan) atau diferensiasi sosial (pembeda-bedaan).
Menurut Ralph Linton Status sosial adalah sekumpulan hak dan kewajiban yang dimiliki
seseorang dalam masyarakatnya. Orang yang memiliki status sosial yang tinggi akan
ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status
sosialnya rendah.
Selanjutnya Menurut Barger Kelas sosial adalah stratifikasi sosial Ekonomi dalam hal ini cukup
luas yaitu meliputi juga sisi pendidikan dan pekerjaan karena pendidikan dan pekerjaan
seseorang pada zaman sekarang sangat mempengaruhi kekayaan atau perekonomian individu.
Keberhasilan suatu kegiatan belajar yang dilakukan oleh setiap individu sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yang dianggap cukup berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar siswa
di sekolah adalah faktor sosial ekonomi atau faktor keadaan ekonomi.
Slameto (1991:65) menjelaskan bahwa: keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan
hasil belajar anak. Kebutuhan-kebutuhan anak harus terpenuhi adalah : makanan, pakaian,
kesehatan, dan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, buku-buku.
Fasilitas belajar ini hanya dapat terpenuhi jika orang tuanya mempunyai cukup uang.
Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin, kebutuhan anak kurang terpenuhi akibatnya
kesehatan anak kurang terganggu sehingga belajar anak juga terganggu. Akibat yang lain adalah
anak selalu dirundung kesedihan sehingga anak merasa minder dengan teman lain, ini pasti
mengganggu prestasi belajar anak.
Dari kutipan yang diungkap oleh Slameto jelas memberikan perbandingan gambaran antara
siswa yang berada dalam kehidupan orang tua yang cukup mampu secara ekonomi akan
mendukung atau mendorong bahkan dapat mengacu prestasi belajar seorang siswa jika
dibandingkan dengan siswa yang berada dalam lingkungan keluarga yang kurang mampu. Siswa
yang hidup di lingkungan keluarga di mana secara ekonomi orang tuanya dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya, karena tidak dapatlah dipungkiri bahwa salah satu yang mendukung
kelancaran siswa menghadapi proses belajar adalah apabila terpenuhi kebutuhannya dalam hal
ekonomi dalam menunjang prestasi belajar.
Dari beberapa uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ruang lingkup status sosial ekonomi
meliputi tingkat pendidikan dan tingkat pekerjaan (pendapatan) karena pendidikan dan pekerjaan
seseorang pada zaman sekarang sangat mempengaruhi kekayaan atau perekonomian individu.
Keberhasilan suatu kegiatan belajar yang dilakukan oleh setiap individu sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang dianggap cukup berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar siswa di
sekolah adalah faktor sosial ekonomi yang terdiri dari tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,
jumlah tanggungan dalam keluarga.
1) Tingkat pendidikan
Dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, tentang pembaharuan sistem
pendidikan nasional, pembaharuan dimaksud adalah memperbaharui visi, misi dan strategis
pembangunan pendidikan nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem
pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memperdayakan semua warga
Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Berdasarkan visi dan misi pendidikan nasional tersebut, pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan bentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Dengan strategi tersebut diharapkan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional dapat terwujud
secara efektif dengan melibatkan berbagai pihak secara aktif dalam penyelenggaraan pendidikan.
Pembaruan sistem pendidikan Nasional perlu pula disesuaikan dengan pelaksanaan otonomi
daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia.
Tujuan pendidikan nasional tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, pada pasal
15. Mengemukakan keseluruhan pendidikan antara lain:
c) Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan pascasarjana yang
diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
e) Pendidikan lokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk
memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana.
f) Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah dan tinggi yang
mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan
pengetahuan tentang ajaran agama dan / atau menjadi ahli ilmu agama.
Menurut peraturan pemerintah Nomor 30 Tahun 1990 Tentang pendidikan tinggi seperti,
mengemukakan tujuan pendidikan sebagai berikut:
Untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi tersebut. Lembaga pendidikan tinggi di Indonesia
melaksanakan tiga misi Tridarma pendidikan tinggi di Indonesia yaitu misi pendidikan,
penelitian dan pengkajian di bidang IPTEK, serta memberikan pengabdian kepada masyarakat
bagi kemanusiaan dan sesuai dengan kebutuhan pembangunan.
Dalam proses pendidikan tersebut akan nampak pengaruhnya yang nyata dalam tingkah laku.
Keterampilan dan pengetahuan. Apabila telah memperoleh pendidikan maka di dalam dirinya
telah terjadi proses perubahan dan pembudayaan yang akan meningkatkan harkat dan martabat
sebagai manusia. Perubahan ini akan meningkat kualitasnya sebagai sumber daya manusia dan
sekaligus akan menambah kemampuan memperbaiki mutu hidupnya dan kesejahteraan
keluarganya. Di lain pihak pendidikan tidak hanya untuk mengembangkan pribadi tetapi bersifat
lebih luas yaitu untuk mengembangkan masyarakat.
Untuk meningkatkan kualitas sumber daya keluarga. Sektor pendidikan khususnya pendidikan
formal. Memegang peranan yang penting. Karena pendidikan berusaha untuk memanusiakan
manusia. Sewajarnyalah jika ahli filsafat Imanuel Kant mengemukakan bahwa “Manusia hanya
akan dapat menjadi manusia karena dan oleh pendidikan.”
Beberapa ahli menjelaskan pandangan tentang manfaat pendidikan formal dalam rangka
meningkatkan kualitas hidup.
Wijaya (2007 : 2) mengemukakan bahwa jalur pendidikan formal sangat penting sebagai
pedoman dasar-dasar pengetahuan, sikap, mental, kreativitas dan keinginan untuk maju.
Tirtaraharja (1997 : 1) mengemukakan bahwa: “Pendidikan itu diharapkan membantu manusia
untuk menumbuh kembangkan potensi-potensi kemanusiaannya”.
Untuk membangun dan mempertahankan hidup secara layak keluarga diharapkan mampu
menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan tanggapan terhadap informasi-informasi khususnya
bagaimana membangun suatu keluarga sejahtera.
Suatu masyarakat atau bangsa hanya dapat berkembang dan maju apabila warga masyarakatnya
telah memiliki tingkat pendidikan yang tinggi untuk melakukan pembangunan dan memberikan
hasil yang dinyatakan dalam pembangunan. Kenyataan di negara-negara maju membuktikan
bahwa negara yang ekonominya kuat dan laju pertumbuhan yang mantap adalah juga negara-
negara dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi bagi rata-rata penduduknya. Sebagai contoh
dapat dikemukakan hasil studi Edwar E. Denison, Simanjuntak (Andarias, 1995 : 17) yang
menyatakan bahwa 23% dan pertumbuhan pendapatan nasional Amerika Serikat pada tahun
1929 sampai dengan tahun 1957 merupakan kontribusi pertambahan kualitas pekerja yang
terutama diakibatkan oleh peningkatan pendidikannya.
Salah satu aspek positif sebagai akibat pengaruh pendidikan terhadap sumber daya manusia
adalah peningkatan mutu kerjanya. Hasil penelitian Sukmono (Andarias, 1990;12)
mengemukakan bahwa pendidikan mempengaruhi keterampilan. Kaitannya dengan kualitas
tenaga kerja dalam masyarakat dapat dilihat pada besarnya upah/gaji sebagai pencerminan dan
prokduktifitas kerja. Ini membuktikan bahwa pendapatan rata-rata pekerja yang berpendidikan
tinggi lebih besar dibandingkan dengan pekerja yang berpendidikan rendah.
Dengan demikian jelaslah bahwa pendidikan khususnya pendidikan formal merupakan investasi
besar dalam suatu pembangunan keluarga sejahtera. Karena melalui pendidikan dapat diciptakan
manusia-manusia yang memiliki pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap dalam suatu
pembangunan. Untuk itulah pendidikan perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh baik
dan individu, keluarga, dan masyarakat.
2) Tingkat pendapatan
Salah satu konsep pendapatan yang penting dalam seluruh ekonomi adalah konsep pendapatan.
Dalam hal ini konsep pendapatan yang biasanya diwujudkan dalam bentuk Gross National
Product (GNP) ataupun dalam bentuk pendapatan perkapita biasanya dijadikan tolak ukur akan
keberhasilan dalam sebuah perekonomian.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai pendapatan maka ada baiknya penulis
mengemukakan beberapa ahli, antara lain.
Selanjutnya Winardi (1969 : 88) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan pendapatan adalah :
”Cara normal untuk memperoleh suatu pendapatan terdiri dari pada tindakan melakukan prestasi
ekonomi bernilai dengan perkataan lain. Dengan jalan menyelenggarakan jasa-jasa atau produksi
benda-benda untuk mana terdapat permintaan yang bertenaga”.
Dari ketiga batasan yang dikemukakan di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa pendapatan
diartikan semua barang dan jasa serta uang diperoleh atau di terima oleh masyarakat dalam satu
tahun dan biasanya diwujudkan dalam skop nasional (National Income) dan adakalanya dalam
skop individual yang lazim disebut pendapatan perkapita (Personal income).
a) Jenis-Jenis Pendapatan
Dengan bertolak pada beberapa batasan pendapatan yang telah dikemukakan di atas, maka garis
besarnya pendapatan dapat dibagi atas dua jenis yaitu :
1) Pendapatan nasional
Bila pendapatan National dilihat uang muka dapat disebut produksi nasional (National Product),
yakni, seluruh penghasilan yang diterima golongan masyarakat pemilik faktor-faktor produksi,
yakni pemilik tanah, tenaga kerja, modal dan pemimpin dalam waktu tertentu.
2) Pendapatan perseorangan
Pendapatan perseorangan (Personal Incom) yakni seluruh penghasilan yang diterima oleh
masing-masing individu dalam kegiatan ekonomi pada suatu periode tertentu. Yakni selama satu
tahun. Personal income dapat dibedakan menurut nilai yang diterima yakni :
1. Pendapatan nominal, yakni pendapatan yang dinyatakan dalam bentuk sejumlah uang.
2. Pendapatan riil (nyata) yakni pendapatan sejumlah barang dan jasa yang dapat dibeli
dengan pendapatan normal.
3. Berdasarkan cara mengkaji, maka pendapatan perseorangan dapat dibagi atas beberapa
macam sebagai berikut:
1. Pendapatan perseorangan berupa upah, ialah sejumlah uang, barang atau jasa-jasa
yang diterima oleh seseorang dalam periode tertentu atas pemakaian tenaga atau
pemikiran, terasuk dalam hal ini gaji pegawai negeri/ABRI dan lain-lain.
2. Pendapatan perseorangan berupa pendapatan modal, ialah pendapatan seseorang
dan pemilik modal misalnya orang yang membeli surat-surat berharga, uang
menyimpan di bank akan menerima pendapatan berupa bunga dan seterusnya.
Yang kesemuanya itu mencerminkan bahwa semakin besar modal yang dimiliki
seseorang makan akan semakin besar pula kesempatannya untuk memperoleh
penghasilan yang benar.
3. Pendapatan pengusaha berupa pendapatan yang diterima pengusaha. Pendapatan
ini sering kali merupakan kumpulan dan beberapa pendapatan misalnya upah
pengusaha + pendapatan modal + keuntungan + upah menanggung resiko dan
lain-lain.
4. Pendapatan tani berupa pendapatan yang diperoleh karena penggarapan tanah.
Pendapatan tanah yang juga dapat terdiri dari kumpulan berbagai pendapatan
misalnya upah tenaga kerja, modal, resiko petani, dan pendapatan lebih dari
perbedaan letak kesuburan tanah.
Berdasarkan kedua jenis pendapatan yang telah dikemukakan, maka dalam penelitian ini jenis
pendapatan yang digunakan adalah pendapatan perseorangan atau lazim disebut pendapatan
perkapita (personal income).
Tingkat pendapatan orang tua erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar
selain harus dipenuhi kebutuhan pokoknya. Misalnya makanan, pakaian, perumahan, kesehatan,
dan lain-lain, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan,
alat tulis menulis, buku-buku, dan lain-lain sebagainya. Adanya fasilitas belajar tersebut, akan
memungkinkan anak untuk belajar dengan baik. Namun semua kebutuhan akan fasilitas belajar
tersebut baru akan terpenuhi dengan baik bila ekonomi keluarga memadai.
Untuk belajar anak memerlukan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, misalnya membayar
uang SPP, alat tulis menulis, pakaian sekolah, buku-buku literatur, uang transportasi dan lain-
lainnya demikian pula ketenangan, keamanan, kesehatan baik jasmani maupun rohani.
Bagi keluarga yang tergolong pendapatannya rendah tentunya sulit baginya untuk menyediakan
sarana belajar minimal harus dipenuhi dengan baik. Mungkin tempat belajarnya tidak ada,
kalaupun ada tidak memenuhi persyaratan hanya merupakan tempat belajar yang sederhana.
Anies (1979 ; 37) mengemukakan tentang pendapat dan tempat belajar yaitu :
“Kemerosotan belajar di sekolah atau kesulitan belajar dipengaruhi pula oleh kemorosotan sosial
ekonomi orang tua, ada tidaknya tempat belajar sendiri, banyaknya anggota keluarga yang
tinggal dalam satu rumah dan fasilitas-fasilitas lainnya ”.
Juga demikian secara psikologi akan menimbulkan kekecewaan. Anak menjadi kecewa karena
memerlukan peralatan belajar tetapi tidak terpenuhi, akhirnya semangat untuk belajar yang
tadinya besar dapat menurun kembali. Dengan demikian faktor sosial ekonomi dalam hal ini
tingkat pendapatan orang tua merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
siswa.
3) Jumlah tanggungan
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap belajar anak adalah jumlah tanggungan orang tua
siswa. Jika orang tua siswa memiliki latar belakang sosial ekonomi yang cukup maka akan
terpenuhi segala kebutuhan, tetapi sebaliknya jika tidak maka hanya sebagian saja yang mampu
dipenuhi oleh orang tua.
Slameto menjelaskan bahwa keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak.
Anak sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya makanan, pakaian,
perlindungan kesehatan dan lain-lain juga kebutuhan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja,
kursi, penerangan, alat tulis menulis, buku-buku dan lain-lain. Fasilitas belajar ini hanya dapat
terpenuhi jika mempunyai cukup uang. Jika siswa hidup dalam keluarga yang miskin maka
kebutuhan siswa akan kurang terpenuhi akibatnya kesehatan siswa akan terganggu sehingga akan
berdampak pada belajar siswa yang juga akan terganggu.
“ Pemenuhan kebutuhan siswa di samping bertujuan untuk memberikan materi kegiatan secepat
mungkin, juga materi pelajaran yang sudah diselesaikan dengan kebutuhan biasanya menjadi
lebih menarik. Dengan demikian maka akan lebih membantu pelaksanaan proses belajar
mengajar. Adapun yang menjadi kebutuhan jasmanilah adalah seperti makan, minum, tidur,
pakaian, dan lain-lain.”
Keadaan ekonomi yang memadai dapat diukur dengan tingkat pendapatan orang tua, jumlah
keluarga, dan besarnya beban tanggung jawab biaya yang dikeluarkan untuk masa waktu
tertentu. Kemampuan orang tua siswa secara positif dapat mendukung kemampuan belajar siswa
sebagai peserta didik yang dilihat dan peningkatan prestasi belajar atau minimal mampu berada
pada standar nilai prestasi yang cukup membanggakan.
Dalam peradaban modern, otomotif memegang peranan penting dalam rangka mengembangkan
kemampuan menghadapi masalah-masalah yang timbul sebagai akibat interaksi antara manusia
dengan lingkungannya. Pada perubahan kurikulum 1998 yang berlaku mulai tahun 1994, kelas
satu dan dua sedangkan urutan materi pokok bahasan/sub pokok bahasan akan dibahas secara
teratur berdasarkan pembagian catur wulan, dan juga menunjukkan tingkat kedalaman dan
keluasan materi pokok yang akan diuraikan sekaligus cara pembelajarannya pada mata pelajaran
otomotif. Sebagaimana tercantum dalam garis-garis besar program pengajaran pada mata
pelajaran otomotif di SMK adalah siswa memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk
mengembangkan kemampuan berpikir.
Konsep utama yang harus dipelajari oleh siswa pada mata pelajaran otomotif antara lain wilayah,
sumber daya, interaksi, kerja sama antar wilayah, jaga raya dan kelestarian lingkungan. Konsep
di atas memerlukan teknik,metode dan alat pengajaran yang berbeda-beda. Sejalan dengan tujuan
pengajaran otomotif dalam meningkatkan prestasi belajar maka upaya guru bagaimana harus
menggunakan metode yang efektif agar siswa bisa mengerti dan memahami pelajaran otomotif,
dalam peningkatan prestasi belajar otomotif di SMK tersebut.
Pelajaran otomotif sebagai sistem pembelajaran di dalamnya, terdapat pula metode ceramah dan
metode diskusi sebagai salah satu komponen dalam memberikan pengajaran kepada siswa.
Metode ini merupakan salah satu cara menyampaikan materi pelajaran melalui penuturan secara
lisan maupun secara tertulis untuk mencapai prestasi belajar pada mata pelajaran otomotif.
Prestasi belajar mata pelajaran otomotif di sini dimaksud adalah pelajaran yang diberikan oleh
guru misalnya saja dengan menggunakan metode ceramah, harus menggunakan kelompok
eksperimen. Maksudnya adalah metode pelajaran yang berorientasi pada pemberian informasi
pelajaran yang disusun secara teratur untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan
pengajaran otomotif dengan menggunakan metode diskusi adalah menyampaikan pengajaran di
mana guru dan siswa terlibat secara aktif mencari jalan memecahkan masalah dalam mencapai
tujuan.
Jika hal ini tercapai atau digunakan dalam pengajaran otomotif maka penerapan pelajaran
otomotif yang diberikan oleh guru kepada siswa akan timbul suatu motivasi belajar sehingga dari
motivasi ini timbullah yang namanya prestasi belajar pada mata pelajaran otomotif.
Peningkatan prestasi belajar merupakan hasil belajar yang dapat digambarkan dalam bentuk
nilai. Perolehan dan perubahan sikap ke arah yang lebih positif.
Menurut Habeyb (1991 : 284) bahwa prestasi berarti apa yang telah diciptakan atau hasil
pekerjaan. Hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh jalan keuletan bekerja membangkitkan
perasaan.
Dari pendapatan tentang prestasi di atas. Dapat disimpulkan bahwa prestasi ialah hasil yang telah
dicapai seseorang dengan jalan keuletan bekerja dan melakukan aktivitas tertentu.
Pemahaman lain tentang prestasi belajar yang dikemukakan oleh Abdullah (1998:2) menjelaskan
bahwa :”Prestasi belajar merupakan suatu pengetahuan yang dikuasai anak dalam bidang studi
atau mata pelajaran tertentu. Lanjut Tirtahardja (1989:30) menuliskan bahwa prestasi belajar
hasil perubahan tingkah laku yang dimiliki yaitu pengetahuan sikap dan keterampilan.”
Dari beberapa kutipan di atas bahwa prestasi belajar adalah hasil belajar yang paling utama di
mana merupakan cerminan dari tingkat penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
dimiliki oleh peserta didik sebagai: hasil belajar dalam bentuk nilai atau angka sesuai dengan
hasil tes dilakukan penilaian hasil belajar adalah tercapai tidaknya tujuan pembelajaran.
Tirtahardja (1989:45) menjelaskan pemahaman penilaian bahwa motivasi belajar sebagai alat
untuk mengecek cara belajarnya, bakat dan kemampuan yang dimilikinya.
Di kalangan pakar dan praktisi pendidikan masih ada pro dan kontra terhadap dijadikan nilai
yang diperoleh pada suatu studi mata pelajaran dalam pendidikan. Kenyataan demikian
disebabkan oleh banyaknya faktor yang perlu menilai sesuatu prestasi belajar di samping itu
alasan lain karena terkadang keaslian dari nilai-nilai yang ada disangsikan keasliannya secara
umum dapatlah dimengerti bahwa nilai dari setiap mata pelajaran yang diperoleh dapatlah
dianggap benar. Karena terdapat beberapa bukti bahwa siswa yang rajin dan tekun belajar
mendapat nilai yang tinggi dibandingkan dengan siswa yang tidak rajin belajar.
“Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan pengetahuan yang dikuasai oleh anak. Tinggi
rendahnya prestasi belajar dapat menjadi indikator sedikit banyaknya yang dikuasai oleh anak
dalam bidang studi atau kegiatan tertentu.”
Dalam kenyataan hasil dari proses pembelajaran terimplementasi dari nilai-nilai atau angka yang
didapatkan oleh siswa pada setiap mata pelajaran. Sehingga tinggi rendahnya nilai dari mata
pelajaran merupakan suatu patokan untuk mencari suatu kesimpulan bahwa siswa tersebut
berprestasi tinggi atau rendah. Penilaian dari hasil belajar dapat ditempuh dalam berbagai cara
dan bentuk cara paling umum adalah penilaian proses dan penilaian akhir kegiatan belajar
mengajar.
Sahabuddin (2007 : 35) menjelaskan bahwa : Penilaian berproses dimulai dari awal pelajaran
sampai akhir pelajaran berlangsung. Baik dalam satu kali pertemuan maupun pada akhir periode
pelajaran dalam kurun waktu tertentu.
Prestasi belajar yang baik bagi siswa, tidak begitu saja dengan mudah untuk dicapai melainkan
ada hal-hal yang mempengaruhi, utamanya dalam melakukan proses pembelajaran, sehingga
tinggi rendahnya suatu prestasi belajar yang dicapai tergantung pada mantapnya daya dukun
faktor-faktor yang mempengaruhi siswa dalam melakukan proses belajar.
“ Prestasi belajar atau hasil belajar di sekolah tingkat keberhasilan siswa di dalam mempelajari
bahan pelajar di sekolah yang diberikan oleh guru. Hasil itu diwujudkan dalam bentuk nilai atau
skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai mata pelajaran yang bersangkutan.”
Umar Tirtaharja (1989:30) menulis bahwa prestasi hasil belajar adalah perubahan tingkah laku
yang meliputi tiga dominan, yaitu pengetahuan, sikap dan keterampilan. Dengan demikian
prestasi belajar dan hasil belajar penguasaan sikap, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
atau diperlihatkan oleh peserta didik sebagai hasil kegiatan belajar yang diwujudkan dalam
bentuk nilai atau angka sesuai dengan hasil prestasi belajar.
1. B. Kerangka Pikir
Hubungan status sosial ekonomi orang tua siswa dengan prestasi belajar siswa SMK Negeri 2
Palopo Jurusan Otomotif . Penelitian ini akan membahas bagaimana hubungan ekonomi orang
tua dengan prestasi belajar siswa.
Dalam bentuk perbandingan antara tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan dan jumlah
tanggungan orang tua dengan prestasi belajar siswa. Maka peneliti membuat suatu alur
pemikiran yang menggambarkan proses pencapai tujuan peneliti. Kita melihat segi status sosial
ekonomi orang tua di mana menghasilkan 3 (tiga) faktor penting dalam memenuhi kebutuhan
anak atau siswa adalah kebutuhan akan sarana dan prasarana dalam menunjang prestasi anak. Di
mana faktor yang mempengaruhi anak sosial ekonomi orang tua adalah tingkat pendidikan,
tingkat pendapatan, jumlah tanggungan. Dari ketiga faktor di atas, jelas sangat menunjang anak
atau siswa dalam pendidikan terutama akan belajar semakin meningkat dan prestasi siswa akan
mengalami meningkat.
1. C. Hipotesis
BAB III
METODE PENELITIAN
1. A. Jenis Penelitian
Penelitian ini melibatkan dua buah variabel yaitu variabel bebas berupa status sosial ekonomi
orang tua siswa dan diberi simbol (Y), serta variabel terikat berupa prestasi belajar siswa dan
diberi simbol (X).
Berdasarkan rumusan di atas, maka dapat digambarkan hubungan antar variabel penelitian
sebagai berikut :
Keterangan:
Untuk memperjelas ruang lingkup dan variabel penelitian ini, maka berikut ini akan
dikemukakan defenisi operasional variabel.
1. Status sosial ekonomi orang tua adalah tingkat kemampuan ekonomi seseorang dalam
memenuhi kebutuhannya yang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, tingkat pendidikan
dan jumlah tanggungan dalam keluarga.
2. Prestasi Belajar siswa, adalah nilai yang diperoleh siswa SMK Negeri 2 Palopo Jurusan
Otomotif setelah kegiatan pembelajaran pada semester I.
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMK Negeri 2 Palopo Jurusan Otomotif pada tahun
ajaran 2009/2010 dengan jumlah 270 siswa. Adapun ukuran sampel penelitian sebanyak 30 siswa
di mana hal ini didasarkan menurut Suharsimi (2006 : 134) bahwa “ jika ukuran populasi lebih
dari 100 maka sampel dari populasi tersebut diambil antara 10%-15% atau 20%-25%”.
Teknik peyampelan dilakukan dengan cara cluster random sampling, di mana populasi
dikelompokkan terlebih dahulu menurut kelas (kelas 1, 2 dan 3). Karena nilai semester I siswa
kelas satu belum ada, maka sampel penelitian hanya diambil dari kelas 2 dan 3. Selanjutnya
setelah pengelompokan diambil secara acak dari setiap kelas sebanyak 15 siswa.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan guna memperoleh data yang sesuai dengan variabel
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Data Prestasi belajar siswa diperoleh dengan teknik dokumentasi, di mana data-data nilai
siswa sampel penelitian diambil dari dokumen sekolah .
2. Data tentang status sosial ekonomi orang tua diperoleh dengan menggunakan angket,
yang dibagikan kepada siswa di mana angket tersebut akan diisi oleh orang tua siswa
yang bersangkutan.
1. F. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini hanya berupa angket tentang status sosial ekonomi orang tua
siswa. Instrumen tersebut dikembangkan dalam beberapa indikator yaitu tingkat pendidikan
orang tua, pendapat orang tua, dan jumlah tanggungan orang tua. Sebelum angket digunakan
makan dilakukan proses validasi konstruk oleh dosen yang berkompoten.
Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan dengan memadukan teknik analisis kuantitatif
dan kualitatif. Analisis kuantitatif menggunakan dua macam teknik statistik, yaitu statistik
deskriptif dan statistik inferensial. Statistik deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan data hasil
penelitian berupa rata-rata, proporsi, persentase, standar deviasi, grafik, dan tabel-tabel distribusi
skor, terhadap setiap variabel yang diteliti. Statistik inferensial digunakan untuk menguji
hipotesis penelitian, yakni menguji hubungan antara prestasi belajar siswa dengan status sosial
ekonomi orang tua, baik secara parsial maupun secara bersama-sama.
Analisis kualitatif ditujukan untuk mendeskripsikan dan memberi pemaknaan terhadap hasil-
hasil yang diperoleh pada analisis kuantitatif serta hasil-hasil pengamatan (observasi),
wawancara dan angket.
Sebelum dilakukan uji hipotesis, diperlukan uji persyaratan analisis. Menurut Sugiyono (2004)
mengemukakan sebelum melakukan uji korelasi maka harus dilakukan uji persyaratan analisis
yang harus dipenuhi yaitu uji normalitas dan homogenitas. Untuk itu, analisisnya digunakan
bantuan komputer dengan program SPSS 15.0 For Windows..
Teknik analisis yang digunakan dalam pengujian hipotesis penelitian ini adalah analisis korelasi
Product Moment yang di analisis dengan bantuan perangkat lunak komputer (software) SPSS
15.0 For Windows Evaluation Version.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A. Enre. 1988. Pokok-Pokok Layanan Bimbingan Belajar. Ujung Pandang; FIP IKIP
Ujung Pandang.
Anies, 1979. Tidak Bodoh Tapi Tinggal Mengapa? Majalah Psikologi Popular “ANDA”
A. Tabrani Rusyan dkk, 1998. Pendekatan dalam Belajar Mengajar. Tarsita : Bandung.
Iman Sugema. 2008. Indonesia Dalam Era Globalisasi. Jakarta; Fakultas Ekonomi UI.
Sahabuddin, 2007. Mengajar dan Belajar Dua Aspek Dari Proses Yang Disebut Pendidikan.
Makassar; Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar.
Sardiman, AM, 1988. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raya Grafindo
Persada.
Simanjuntak & Adarias, 1995. Pendapatan Perkapita Nasional. Jakarata; Fakultas Ekonomi UI.
Simanjuntak, 1981. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta; Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Slameto, 1991. Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta : Jakarta.
Tirtaharja, Umar, 1997. Pengantar Pendidikan. Makassar; FKIP Universitas Negeri Makassar.