Anda di halaman 1dari 41

PENDAHULUAN

Istilah penyakit gula atau kencing manis (diabetes melitus = DM), tentunya sudah tidak asing
lagi di telinga kita. Menurut laporan dari beberapa tempat di Indonesia, angka kejadian dan
komplikasi DM cukup tersebar sehingga bisa dikatakan sebagai salah satu masalah nasional yang
harus mendapat perhatian.
Sampai saat ini, di Indonesia kaki diabetes masih merupakan masalah yang rumit dan tidak
terkelola dengan maksimal, karena sedikit sekali orang yang merminat menggeluti kaki diabetes.
Juga belum ada pendidikan khusus untuk mengelola kaki diabetes (podiatrist, chiropodist, belum
ada sama sekali). Di samping itu ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetes masih sangat
mencolok, lagi pula adanya permasalahan biaya pengelolaan yang besar yang tidak terjangkau
oleh masyarakat pada umumnya, semua menambah peliknya masalah kaki diabetes.

Di negara maju kaki diabetes memang juga masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang besar tetapi dengan kemajuan cara pengelolaan dan adanya klinik kaki diabetes yang aktif
mengelola sejak pencegahan primer, nasib penyandang kaki diabetes menjadi lebih cerah. Angka
kematian dan anka kaki yang diamputasi dapat ditekan sampai sangat rendah, dan menurun
hingga sebanyak 45 – 85 %dari sebelumnya.
DM merupakan suatu sindrom klinis kelainan metabolik, ditandai oleh adanya hiperglikemia
yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya. Dari berbagai
penelitian epidemiologis, seiring dengan perubahan pola hidup didapatkan bahwa prefalensi DM
terutama meningkat dikota besar. Jika tidak ditangani dengan baik tentu saja angka kejadian
komplikasi kronik DM juga akan semakin meningkat.
Adapun gangguan kesehatan komplikasi DM antara lain gangguan mata (retinopati), gangguan
ginjal (nefropati), gangguan pembuluh darah (vaskulopati), dan kelainan pada kaki. Komplikasi
yang paling sering adalah terjadinya perubahan patologis pada anggota gerak bawah yang
disebut kaki diabetic (diabetic foot). Tetapi, yang akan menjadi topik bahasan utama kita kali ini
adalah kaki diabetik.
Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan
anatomi. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat pembuluh darah kecil
(mikrovaskuler) berupa kelainan pada retina mata, glomerolus ginjal, saraf dan pada otot jantung
(kardiomiopaty).
Pada pembuluh darah besar, manifestasi komplikasi kronik DM dapat terjadi pada pembuluh
darah serebral, jantung dan pembuluh darah perifer. Komplikasi lain DM dapat berupa
kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih,
tuberkulosis paru dan infeksi pada kaki yang kemudian dapat berkembang menjadi
ulkus/gangreng diabetes.
Terdapat berbagai teori yang dikemukakan untuk menjelaskan patogenesis terjadinya komplikasi
DM. Diantaranya yang terkenal adalah teori jalur poliol, teori glikosiasi dan yang terakhir adalah
teori stress oksidatif, yang dikatakan dapat menjelaskan secara keseluruhan berbagai teori
sebelumnya (unifing mechanism).
Adapun teori yang dianut, semuanya masih berpangkal pada kejadian hiperglikemia, sehingga
usaha untuk menurunkan terjadinya komplikasi DM harus dilakukan dengan memperbaiki,
mengendalikan dan menormalkan kadar glukosa darah. Manfaat usaha menormalkan kadar
glukosa darah untuk mencegah terjadinya berbagai komplikasi DM tipe II, dan sudah terbukti
dari berbagai penelitian epidemiologis skala besar dan lama seperti halnya pada UKPDS.
Hiperglikimia pada DM dapat terjadi pada masukan karbohidrat yang berlebih, pemakaian
glukosa di jaringan tepi kurang, akibatnya produlsi gula hati yang bertambah, serta jumlah
insulin berkurang jumlah maupun kerjanya.
Dengan memperhatikan mekanisme asal terjadinya hiperglikemia di atas, dapatlah ditempuh
berbagai langkah yang tepat dalam usaha untuk menurunkan kadar glukosa darah sampai batas
yang aman untuk menghindari terjadinya komplikasi kronik DM.
Pilar pengelolaan diabetes melitus terdiri dari penyuluhan, perencanaan makan yang baik,
kegiatan jasmani yang memadai, dan penggunaan obat yang berkualitas serta berkhasiat
menurunkan kadar glukosa darah seperti golongan sekretagog insulin (sulfonylurea, repaglinid,
dan nateglinid), golongan metformin, golongan inhibitor alfa glukosidase, golongan
tiasolidindon serta insulin.
Dengan mengkombinasikan berbagai macam obat berkhasiat menurunkan kadar glukosa darah,
akan dapat dicapai sasaran pengendalian kadar glukosa darah yang optimal untuk mencegah
terjadinya komplikasi kronik DM.

BAB II
KAKI DIABETIK
Kaki diabetik merupakan merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti.
Hasil pengelolaan kaki diabetes sering mengecewakan baik bagi dokter pengelola maupun
penyandang DM dan keluarganya. Sering kaki diabetes berakhir dengan kecatatan dan kematian.

ETIOLOGI
Adanya luka dan masalah lain pada kaki merupakan penyebab utama kesakitan (morbiditas),
ketidakmampuan (disabilitas), dan kematian (mortalitas) pada seseorang dengan diabetes.

PATOFISIOLOGI
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang dapat
menyebabkan kelainan neuropati, serta adanya kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik
neuropati sensorik maupun motorik dan autonomi akan mengakibatkan berbagai perubahan pada
kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada
telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap
infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan
lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes.
Pada saat kulit sudah rusak atau robek, maka fungsi dari sel darah putih sudah tidak normal.
Pasien akan mengalami kekurangan gizi. Tidak adanya kiriman dari pembuluh darah, serta daya
tahan tubuh telah terinfeksi.
Dasar terjadinya kaki diabetik adalah adanya suatu kelainan pada saraf, kelainan pembuluh darah
dan kemudian adanya infeksi. Dari ketiga hal tersebut, yang paling berperan adalah kelainan
pada saraf, sedangkan kelainan pembuluh darah lebih berperan nyata pada penyembuhan luka
sehingga menentukan nasib kaki. Keadaan kelainan saraf dapat mengenai saraf sensorik, saraf
motorik, dan saraf otonom.
Bila mengenai saraf sensoris akan terjadi hilang rasa yang menyebabkan penderita tidak dapat
merasakan rangsang nyeri sehingga kehilangan daya kewaspadaan proteksi kaki terhadap
rangsang dari luar. Akibatnya, kaki lebih rentan terhadap luka meskipun terhadap benturan kecil.
Bila sudah terjadi luka, akan memudahkan kuman masuk yang menyebabkan infeksi. Bila infeksi
ini tidak diatasi dengan baik, hal itu akan berlanjut menjadi pembusukan (gangren) bahkan dapat
diamputasi.
Selain itu, terjadi perubahan daya membesar-mengecil pembuluh darah (vasodilatasi-
vasokonstriksi) di daerah tungkai bawah, akibatnya sendi menjadi kaku. Keadaan lebih lanjut
terjadi perubahan bentuk kaki (Charchot), yang menyebabkan perubahan daerah tekanan kaki
yang baru dan berisiko terjadinya luka.
Kelainan pembuluh darah berakibat tersumbatnya pembuluh darah sehingga menghambat aliran
darah, mengganggu suplai oksigen, bahan makanan atau obat antibiotika yang dapat menggagu
proses penyembuhan luka. Bila pengobatan infeksi ini tidak sempurna dapat menyebabkan
pembusukan (gangren). Gangren yang luas dapat pula terjadi akibat sumbatan pembuluh darah
yang luas sehingga kemungkinannya dilakukan amputasi kaki di atas lutut.

KLASIFIKASI KAKI DIABETIK


Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetik, mulai dari yang sederhana seperti klasifikasi
Edmond dari Kings College Hospital London, serta klasifikasi Liverpool yang sedikit lebih
ruwet, sampai klasifikasi Wagner yang lebih terkait dengan pengelolaan kaki diabetes, dan juga
klaisfikasi Texas yang lebih kompleks tetapi juga lebih mengacu kepada pengelolaan kaki
diabetes.
Suatu klasifikasi mutakhir dianjurkan oleh Internasional Working Group on Diabetic Foot.
Adanya klasifikasi kaki diabetik yang dapat diterima semua pihak akan mempermudah peneliti
dalam membandingkan hasil penelitian di berbagai tempat di muka bumi ini. Dengan klasifikasi
tersebut akan dapat ditentukan kelainan apa yang dominan, vascular, infeksi atau neuropatik,
sehingga arah pengelolaan pun dapat tertuju lebih baik. Misalnya suatu ulkus gangreng dengan
Critical limb ischemia, tentu lebih memerlukan tindakan untuk mengevaluasi keadaan
vaskularnya dahulu. Sebaliknya kalau faktor infeksi menonjol, tentu pemberian antibiotik harus
lebih adekuat. Demikian juga kalau faktor mekanik yang dominan, tentu koreksi untuk
mengurangi tekanan plantar harus di utamakan.
Suatu klasifikasi lain yang juga sangat praktis dan juga sangat erat dengan pengelolaan adalah
klasifikasi yang berdasar pada perjalanan alamiah kaki diabetes.
- Stage 1 = Normal Foot
- Stage 2 = High Risk Foot
- Stage 3 = Ulcerated foot
- Stage 4 = Infected foot
- Stage 5 = Necrotic foot
- Srage 6 = Unsalvable foot
Untuk stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting, dan semuanya dapat dikerjakan
pada pelayanan kesehatan primer, baik oleh chirodopist maupun oleh dokter umum.
Untuk stage 3 dan 4, kebanyakan sudah memerlukan perawatan di tingkat pelayanan kesehatan
yang lebih memadai umumnya sudah memerlukan pelayanan spesialistik.
Untuk stage 5 dan 6, jelas merupakan status rawat inap, dan jelas sekali memerlukan suatu
kerjasama tim yang sangat erat, dimana harus ada dokter bedah, utamanya dokter ahli bedah
vaskular/ahli bedah plastik dan rekonstruksi.
Untuk optimalisasi pengelolaan kaki diabetes, pada setiap tahap harus diingat berbagai faktor
yang harus dikendalikan, yaitu:
- Mechanical Control-Pressure Control
- Metabolic Control
- Vascular Control
- Educational Control
- Wound Control
- Microbiologycal Control-infection Control.
GEJALA KLINIS
Dalam kondisi keadaan kaki diabetik, yang terjadi adalah kelainan persarafan (neuropati),
perubahan struktural, tonjolan kulit (kalus), perubahan kulit dan kuku, luka pada kaki, infeksi
dan kelainan pembuluh darah. Keadaan kaki diabetik lanjut yang tidak ditangani secara tepat
dapat berkembang menjadi suatu tindakan pemotongan (amputasi) kaki.

Gangguan pada serabut saraf motorik (serabut saraf yang menuju otot) dapat mengakibatkan
pengecilan (atrofi) otot interosseus pada kaki. Akibat lanjut dari keadaan ini terjadi
ketidakseimbangan otot kaki, terjadi perubahan bentuk (deformitas) pada kaki seperti jari
menekuk (cock up toes), bergesernya sendi (luksasi) pada sendi kaki depan (metatarsofalangeal)
dan terjadi penipisan bantalan lemak di bawah daerah pangkal jari kaki (kaput metatarsal). Hal
ini menyebabkan adanya perluasan daerah yang mengalami penekanan, terutama di bawah kaput
metatarsal.
Sementara itu, kelainan saraf otonom bisa menyebabkan perubahan pola keringat sehingga
penderita tidak dapat berkeringat, kulit menjadi kering, mudah timbul pecah-pecah pada kulit
kaki, akibatnya mudah terkena infeksi.

PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN


Upaya pencegahan meliputi upaya pada penderita diabetes yang belum mengalami komplikasi
kaki diabetik, yaitu dengan cara tetap mengontrol keadaan kadar gula darahnya dengan diet dan
atau pemberian obat yang teratur dari dokter, sedangkan upaya pencegahan pada penderita
diabetes dengan komplikasi kaki diabetik sama dengan yang belum mengalami komplikasi,
hanya ditambah dengan perawatan kaki yang baik. Penderita DM harus disadari bahwa kegiatan
perawatan kaki merupakan bagian dari kebiasaan hidup sehari-hari.
Caranya yaitu:
- Periksalah kaki setiap hari terutama telapak kaki, jari kaki, dan sela jari kaki. Pemeriksaan
dilakukan di tempat yang terang dan untuk memudahkan pemantauan gunakan cermin.
Perhatikan apakah luka atau tidak, kulit kemerahan atau penebalan kulit. Bersihkan kaki dengan
sabun dan air hangat (jangan air panas), keringkan dengan handuk halus.
- Perawatan kuku dilakukan setiap hari bersamaan dengan perawatan kulit kaki. Saat
pemotongan kuku, jika kuku terlalu keras dan kotor, rendam dalam air sabun hangat selama 5
menit agar kotoran mudah lepas dan kuku menjadi agak lunak. Jika penglihatan penderita
terganggu, sebaiknya minta tolong pada orang lain untuk memotong kukunya.
Arah pemotongan kuku sesuai dengan bentuk kuku. Jika ditemukan adanya kelainan kuku atau
luka dianjurkan berkonsultasi ke dokter. Pada kulit kering dapat ditambahkan lotion, kecuali
pada sela jari dan bila kulit sudah pecah-pecah atau luka terbuka. Jangan memakai powder
karena dapat menjadi lebih kering dan merupakan bahan iritan kulit.
- Sepatu yang dipakai harus sesuai dengan bentuk dan besarnya kaki. Hal ini dapat dilihat dari
gambaran telapak kaki yang dibuat pada kertas yang dapat dibuat sendiri. Permukaan atas sepatu
harus lunak, bagian tumit sepatu harus kokoh agar kaki stabil, bagian alas sepatu yang
bersentuhan dengan kaki (insole) permukaannya harus sesuai dengan bentuk permukaan telapak
kaki yang normal, yaitu memiliki kelengkungan (arch support).
Dengan kelengkungan ini seluruh permukaan telapak kaki akan tertahan dengan baik dan benar.
Alas sepatu ini harus dilapisi dengan bahan yang halus dan empuk agar permukaan telapak kaki
tidak lecet. Apabila sepatu yang dipakai baru dibeli, sebaiknya pada pemakaian awal diperiksa
adakah daerah kemerahan akibat penekanan yang berlebihan.
Apabila memakai kaus kaki, sebaiknya memakai kaus kaki dari bahan katun yang dapat
menyerap keringat. Tebal kaus kaki harus sesuai dengan sepatu yang dipakai, jangan terasa
sempit.
- Lakukan olah raga kaki diabetes yang baik dan benar. Olah raga harus dilakukan secara teratur.
Tujuan olah raga bagi penderita DM adalah melancarkan aliran darah kaki sehingga nutrisi
terhadap jaringan lebih lancar, menguatkan otot betis dan telapak kaki sehingga sewaktu berjalan
kaki menjadi lebih stabil, menambah kelenturan sendi sehingga kaki terhindar dari sendi kaku,
memelihara fungsi saraf. Latihan ini bermanfaat agar koordinasi gerak tetap terpelihara,
meningkatkan ketahanan jantung dan paru sehingga daya tahan aktivitas fisik bertambah,
menambah toleransi jalan, dan meningkatkan skill dan motivasi.
Setelah luka sembuh, persoalan kaki diabetik belumlah selesai.
Hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah usaha untuk mencegah terjadinya kembali luka
pada kaki. Usaha ini pada kaki diabetik bahkan harus sudah dimulai jauh hari sebelum terjadinya
luka. Dengan mengetahui berbagai permasalahannya, usaha pencegahan dapat direncanakan
dengan baik.
Ekskavasi kaki dan ekstrimitas bawah pada umumnya disebabkan oleh keadaan diabetes pada
stadium lanjut. Biaya-biya yang dikeluarkan untuk stadium lanjut adalh sekitar 500 juta dollar.
Kesemuanya memerlukan kedisiplinan terapi yang tinggi.
Kalau mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada kelainan akibat
aterosklerosis di tempat lain. Mungkin obat seperti aspirin dan lainnya yang jelas dikatakan
bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM. Tetapi sampai saat ini belum ada
bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna memperbaiki
patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM

BAB III
PENUTUP
1. Gangguan keehatan komplikasi DM antara lain ganguan mata (retinopati), gangguan ginjal
(nefropati), gangguan pembuluh darah (vaskulopati), dan kelainan pada kaki. Komplikasi yang
paling sering adalah terjadinya perubahan patologis pada anggota gerak bawah yang disebut kaki
diabetic (diabetic foot).
2. Pengelolaan kaki diabetes dibagi atas 2 kelompok besar, yaitu pencegahan terjadinya kaki
diabetes dan terjadinya ulkus dan pencegahan agar tidak terjadi kecatatan yang lebih parah.
3. Upaya pencegahan meliputi upaya pada penderita diabetes yang belum mengalami komplikasi
kaki diabetik, yaitu dengan cara tetap mengontrol keadaan kadar gula darahnya dengan diet dan
atau pemberian obat yang teratur dari dokter

A. PENGERTIAN KAKI DIABETIK

Kaki diabetik yaitu kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi kronik kaki
Diabetes Mellitus. (waspadjim, S, 1995)
Merupakan salah satu gangguan kesehatan komplikasi Diabetes Mellitus yang paling sering
terjadi dimana perubahan patologis pada anggota gerak bawah (kaki diabetik / diabetic foot)
Dalam kondisi keadaan kaki diabetik, yang terjadi adalah kelainan persarafan (neuropati),
perubahan struktural, tonjolan kulit (kalus), perubahan kulit dan kuku, luka pada kaki, infeksi
dan kelainan pembuluh darah. Keadaan kaki diabetik lanjut yang tidak ditangani secara tepat
dapat berkembang menjadi suatu tindakan pemotongan (amputasi) kaki. (http // :
http://www.google.co.id, kaki diabetik)
Kaki diabetik adalah salah satu komplikasi kronik Diabetes Mellitus yang bisa menurunkan
fungsi kaki sebagai alat mobilitas dan paling ditakuti oleh para penderita Diabetes Mellitus.

B. PENYEBAB TERJADINYA KAKI DIABETIK


Dasar terjadinya kaki diabetik adalah
1. Adanya suatu kelainan pada saraf.
2. Kelainan pembuluh darah dan
3. Kemudian adanya infeksi (karena daya tahan tubuh menurun).
Dari ketiga hal tersebut, yang paling berperan adalah kelainan pada saraf, sedangkan kelainan
pembuluh darah lebih berperan nyata pada penyembuhan luka sehingga menentukan nasib kaki.
Keadaan kelainan saraf dapat mengenai saraf sensorik, saraf motorik, dan saraf otonom.
Bila mengenai saraf sensoris akan terjadi hilang rasa yang menyebabkan penderita tidak dapat
merasakan rangsang nyeri sehingga kehilangan daya kewaspadaan proteksi kaki terhadap
rangsang dari luar. Akibatnya, kaki lebih rentan terhadap luka meskipun terhadap benturan kecil.
Bila sudah terjadi luka, akan memudahkan kuman masuk yang menyebabkan infeksi. Bila infeksi
ini tidak diatasi dengan baik, hal itu akan berlanjut menjadi pembusukan (gangren) bahkan dapat
diamputasi.
Gangguan pada serabut saraf motorik (serabut saraf yang menuju otot) dapat mengakibatkan
pengecilan (atrofi) otot interosseus pada kaki. Akibat lanjut dari keadaan ini terjadi
ketidakseimbangan otot kaki, terjadi perubahan bentuk (deformitas) pada kaki seperti jari
menekuk (cock up toes), bergesernya sendi (luksasi) pada sendi kaki depan (metatarsofalangeal)
dan terjadi penipisan bantalan lemak di bawah daerah pangkal jari kaki (kaput metatarsal). Hal
ini menyebabkan adanya perluasan daerah yang mengalami penekanan, terutama di bawah kaput
metatarsal.
Sementara itu, kelainan saraf otonom bisa menyebabkan perubahan pola keringat sehingga
penderita tidak dapat berkeringat, kulit menjadi kering, mudah timbul pecah-pecah pada kulit
kaki, akibatnya mudah terkena infeksi. Selain itu, terjadi perubahan daya membesar-mengecil
pembuluh darah (vasodilatasi-vasokonstriksi) di daerah tungkai bawah, akibatnya sendi menjadi
kaku. Keadaan lebih lanjut terjadi perubahan bentuk kaki (Charchot), yang menyebabkan
perubahan daerah tekanan kaki yang baru dan berisiko terjadinya luka.
Kelainan pembuluh darah berakibat tersumbatnya pembuluh darah sehingga menghambat aliran
darah, mengganggu suplai oksigen, bahan makanan atau obat antibiotika yang dapat menggagu
proses penyembuhan luka. Pada gangguan pembuluh darah, kaki bisa terasa sakit, jika diraba
terasa dingin, jika ada luka sukar sembuh karena aliran darah ke bagian tersebut sudah
berkurang. Pemeriksaan nadi pada kaki sukar diraba, kulit tampak pucat atau kebiru-biruan,
kemudian pada akhirnya dapat menjadi gangren/jaringan busuk, kemudian terinfeksi dan kuman
tumbuh subur, hal ini akan membahayakan pasien karena infeksi bisa menjalar ke seluruh tubuh
(sepsis).
Keberadaan masalah tersebut pada kaki diabetes akan memicu timbulnya beberapa masalah baru
antara lain: Kapalan, mata ikan dan melepuh; cantengan (kuku masuk ke dalam jaringan); kulit
kaki retak; dan kutil pada telapak kaki radang ibu jari kaki.
C. FAKTOR RESIKO TERJADINYA KAKI DIABETIK
1. Penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia (usia pasien lebih dari 40 tahun) karena
semakin tua usia penderita Diabetes Mellitus semakin mudah untuk mendapatkan masalah yang
serius pada kaki dan tungkainya.
2. Lamanya menderita Diabetes Mellitus (menderita Diabetes Mellitus lebih dari 10 tahun).
3. Riwayat merokok.
4. Penurunan denyut nadi perifer.
5. Penurunan sensibilitas.
6. Deformitas Anatomis (bagian yang menonjol).
7. Riwayat ulkus kaki / amputasi.

D. GAMBARAN KLINIS KAKI DIABETIK


Adapun gambaran klinis kaki diabetik yang disebut 5P, yaitu :
a. Pain (nyeri).
b. Paleness (kepucatan)
c. Parestesia (parestesia dan kesemutan).
d. Pulselessness (denyut nadi hilang).
e. Paralisis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari Fontaine, yaitu :
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (semutan atau gringgingan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten.
c. Stadium III : timbul nyeri saat istirahat.
d. Stadium IV : berupa manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

E. KLASIFIKASI KAKI DIABETIK


Menurut berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetik dibagi dalam enam derajat menurut
Wagner,klasifikasi kaki diabetik yaitu ;
0 Kulit utuh; ada kelainan bentuk kaki akibat neuropati
1 Tukak superfisial
2 Tukak lebih dalam
3 Tukak dalam disertai abses dengan kemungkinan selulitis dan atau osteomielitis
4 Gangren jari
5 Gangren kaki

F. UPAYA PENCEGAHAN KAKI DIABETIK


Upaya pencegahan meliputi upaya pada penderita diabetes yang belum mengalami komplikasi
kaki diabetik,
1. Penyuluhan kesehatan DM, komplikasi dan kesehatan kaki.
2. Status gizi yang baik dan pengendalian DM (mengubah pola makan).
3. Pemeriksaan berkala DM dan komplikasinya (pengontrolan gula darah).
4. Pemeriksaan berkala kaki penderita.
5. Pencegahan / perlindungan terhadap trauma – sepatu khusus.
6. Higiene personal termasuk kaki.
7. Menghilangkan faktor biomekanis yang mungkin menyebabkan ulkus.
8. Mengubah gaya hidup.
9. Minum obat secara teratur
Sedangkan upaya pencegahan pada penderita diabetes dengan komplikasi kaki diabetik sama
dengan yang belum mengalami komplikasi, hanya ditambah dengan perawatan kaki yang baik.

PENATALAKSANAAN KAKI DIABETIK

A. PERAWATAN KAKI DIABETIK


Adapun cara perawatan kaki diabetik adalh :
1. Periksalah kaki setiap hari terutama telapak kaki, jari kaki dan sela jari kaki. Pemeriksaan
dilakukan di tempat yang terang, gunakan cermin untuk memudahkan pemantauan, untuk
melihat bagian bawah kaki, atau minta bantuan orang lain untuk memeriksa. Perhatikan apakah
ada luka atau tidak, kulit kemerahan atau penebalan kulit.
2. Bersihkan kaki setiap hari pada waktu mandi dengan air bersih (air hangat) dan sabun mandi.
Bila perlu gosok kaki dengan sikat lunak atau batu apung. Keringkan kaki dengan handuk bersih,
lembut, sela-sela jari kaki harus kering, terutama sela jari kaki ke-3-4 dan ke-4-5. jangan
gunakan air panas, suhu air yang digunakan untuk mencuci kaki antara 29,5 – 30 oc (85 – 90 oF)
dan bila perlu diukur dahulu dengan termometer. Atau periksa air dengan menggunakan sikut
tanggan (jangan menggunakan kaki).
3. Berikan pelembab / losion pada daerah kaki yang kering, teteapi tidak pada sela jari, gunanya
menjaga agar kaki tidak retak.
4. Perawatan kuku dilakukan setiap hari bersamaan dengan perawatan kulit kaki. Saat
pemotongan kuku, jika kuku terlalu keras dan kotor, rendam dalam air sabun hangat selama 5
menit agar kotoran mudah lepas dan kuku menjadi agak lunak. Jika penglihatan penderita
terganggu, sebaiknya minta tolong pada orang lain untuk memotong kukunya.
Arah pemotongan kuku sesuai dengan bentuk kuku. Gunting kuku kaki lurus mengikuti bentuk
normal jari kaki, tidak terlalu pendek atau terlalu dekat dengan kulit, kemudian kikir agar kuku
tidak tajam. Jika ditemukan adanya kelainan kuku atau luka dianjurkan berkonsultasi ke dokter.
Pada kulit kering dapat ditambahkan lotion, kecuali pada sela jari dan bila kulit sudah pecah-
pecah atau luka terbuka. Jangan memakai powder karena dapat menjadi lebih kering dan
merupakan bahan iritan kulit.
5. Pakai alas kaki sepatu atau sandal untuk melindungi kaki agar tidak terjadi luka, juga di dalam
rumah.
6. Sepatu yang dipakai harus sesuai dengan bentuk dan besarnya kaki. Hal ini dapat dilihat dari
gambaran telapak kaki yang dibuat pada kertas yang dapat dibuat sendiri. Permukaan atas sepatu
harus lunak, bagian tumit sepatu harus kokoh agar kaki stabil, bagian alas sepatu yang
bersentuhan dengan kaki (insole) permukaannya harus sesuai dengan bentuk permukaan telapak
kaki yang normal, yaitu memiliki kelengkungan (arch support). Dengan kelengkungan ini
seluruh permukaan telapak kaki akan tertahan dengan baik dan benar.
Alas sepatu ini harus dilapisi dengan bahan yang halus dan empuk agar permukaan telapak kaki
tidak lecet. Apabila sepatu yang dipakai baru dibeli, sebaiknya pada pemakaian awal diperiksa
adakah daerah kemerahan akibat penekanan yang berlebihan. Apabila memakai kaus kaki,
sebaiknya memakai kaus kaki dari bahan katun yang dapat menyerap keringat. Tebal kaus kaki
harus sesuai dengan sepatu yang dipakai, jangan terasa sempit.
7. Periksa sepatu sebelum dipakai, apakah ada kerikil / benda tajam lain. Lepas sepatu setiap 4-6
jam serta gerakkan pergelangan dan jari-jari kaki agar sirkulasi darah tetap baik.
8. Bila ada luka kecil, obati luka dan tutup dengan pembalut bersih. Periksa apakah ada tanda-
tanda radang.
9. Segera ke dokter bila kaki mengalami luka.
10. Periksakan kaki ke dokter secara rutin.
Adapun manfaat perawatan kaki diabetik adalah untuk mencegah terjadinya luka pada kaki ,
pencegahan ini secara langsung akan mengurangi kemungkinan terjadinya amputasi.

B. TINDAKAN YANG TIDAK BOLEH DILAKUKAN PADA PASIEN DM


Adapun beberapa tindakan yang tidak boleh dilakukan pada pasien Diabetes Mellitas :
1. Jangan merendam kaki.
2. Jangan gunakan botol panas atau peralatan listrik untuk memanaskan kaki.
3. Jangan gunakan batu / silet untuk mengurangi kapalan (callus).
4. Jangan merokok.
5. Jangan pakai sepatu / kaos kaki sempit.
6. Jangan menggunakan obat-obat tanpa anjuran dokter untuk menghilangkan mata ikan.
7. Jangan gunakan sikat atau pisau untuk kaki.
8. Jangan membiarkan luka kecil di kaki, sekecil apa pun luka tersebut.

C. SENAM KAKI DIABETIK


1. Cara Senam Kaki Diabetik.
a. Dilakukan dalam posisi berdiri, duduk dan tidur
b. Menggerakkan kaki dan sendi kaki
c. Berdiri dengan kedua tumit diangkat
d. Mengangkat dan menurunkan kaki
e. Gerakan menekuk, meluruskan, mengangkat, memutar keluar atau ke dalam dan
mencengkram pada jari-jari kaki.
2. Fungís Senam Kaki Diabetik.
a. Memperbaiki sirkulasi darah (melancarkan aliran darah kaki) sehingga nutrisi terhadap
jeringan lebih lancar.
b. Mennguatkan otot-otot betis dan telapak kaki sehingga sewaktu berjalan kaki menjadi lebih
stabil.
c. Mencegah terjadinya kelainan pada bentuk kaki.
d. Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha (gastrocnemius, hamstring, quadriceps).
e. Mengatasi keterbatasan sendi, menambah kelenturan sendi sehingga kaki terhindar dari sendi
kaku.
f. Memelihara fungsi syaraf.
g. Kondisi gerak tetap terpelihara, meningkatkan ketahanan jantung dan paru sehingga daya
tahan aktivitas fisik bertambah, menambah toleransi jalan dan meningkatkan skill dan motivasi.

DAFTAR PUSTAKA
Dr. F. Elina Taufik SpPd. 1994. Dibetes Millitus. (http // : http://www.google.co.id).
Dr. Nico. A. Lumenta. 1995. Konsultasi. (http // : http://www.google.co.id).
Dr. Teritanto Prabowo. 2000. Mengenal dan Merawat Kaki Diabetik. (http // :
http://www.google.co.id).
gmikro. 2006. Paling Ditakuti, Tetapi Bisa Dihindari. (http // : http://www.gizi.net).
Maryati. 1995. Salon Kaki Diabetasi. (http // : http://www.Yahoo.com).
Sarwono Waspadji. 2007. Kaki Diabetes. (http // : http://www.google.co.id).
ASUHAN KEPERAWATAN KAKI DIABETIK
Posted on 13 September 2011 by pataulanursing

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Kaki Diabetik adalah komplikasi diabetes melitus yang menyebabkan perubahan patologi pada
anggota gerak bawah.

2. Epidemiologi
Menurut laporan dari beberapa tempat di Indonesia, angka kejadian dan komplikasi Diabetes
Melitus cukup tersebar ,sehingga bisa dikatakan sebagai salah satu masalah nasional yang harus
mendapat perhatian. Selain itu sampai saat ini,masalah kaki diabetic kurang mendapat perhatian
sehingga masih muncul konsep dasar yang kurang tepat bagi pengelolaan penyakit ini, akibatnya
banyak penderita yang penyakitnya berkembang menjadi penderita osteomyelitis dan
teramputasi kakinya. Di Negara maju kaki diabetic memang masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang besar, tetapi dengan kemajuan cara pengelolaan dan adanya klinik
kaki diabetic yang aktif, maka nasib penyandang kaki dabetic menjadi lebih cerah, angka
kematian dan kaki diabetic teramputasi menurun 45-85 %.

3. Klasifikasi
Menurut Wagner, kaki diabetic diabagi dalam 6 draft, yaitu:
1). Kulit utuh tapi ada kelainan pada kaki akibat neuropati.
2). Draft I : terdapat ulkus superfisial, terbatas pada kulit.
3). Draft II : ulkus dalam menembus tendon/tulang.
4). Draft III : ulkus dengan atau tanpa asteomyelitis.
5). Draft IV : ganggren jari kaki atau bagian distal kaki, dengan atau tanpa selulitis (infeksi
jaringan).
6). Draft V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah.

4. Etiologi
Adapun etiologi dari kaki diabetic adalah :
1) Kelainan pada saraf
2) Kelainan pembuluh darah
3) Infeksi oleh mycobacteria

5. Patofisiologi
Seperti kita ketahui Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit yang harus tertangani dengan
baik, jika penanganan diabetes tidak bagus, maka akan muncul komplikasi-komplikasi yang bisa
memperburuk keadaan pasien penderita diabetes. Komplikasi dari diabetes dapat berupa
komplikasi metabolic akut dan komplikasi vascular jangka panjang. Dalam hal ini akan diulas
tentang patofisiologi komplikasi diabetes yang mengarah ke terjadinya “Kaki Diabetik”
Dari komplikasi metabolic akut selain ketoasidosis hal yang dapat terjadi juga adalah
hipoglikemia akibat dari pemakaian insulin dan obat oral yang tidak terkontrol serta tidak diikuti
asupan nutrisi yang memadai (factor eksogen), keganasan extrapankreatik, hipoglikemia organik
serta gangguan metabolisme bawaan(factor endogen).Dalam keadaan hipoglikemia maka lekosit
menjadi tidak normal sehingga fungsi kemotaksis di lokasi radang terganggu, hal tersebut akan
menyebabkan fungsi fagositosis dan bakterisid intrasel menurun, sehingga jika terjadi infeksi
bakteri akan sulit musnah dan disembuhkan maka akan muncul nekrosis atau gangren pada
jaringan yang radang. Selain ketidaknormalan lekosit hal yang dapat terjadi akibat dari
hipoglikemia adalah perubahan patologi pembuluh darah yang dapat menimbulkan penebalan
tunika intima (hyperplasia membrane basalis arteria), oklusi arteri (kekakuan arteri),
abnormalitas trombosit (reaktivitas meningkat) sehingga akan meningkatkan agregasi trombosit
yang nantinya dapat memperlambat sirkulasi darah, dari hal tersebut mengakibatkan gangguan
sirkulasi (oksigen,makanan dan antibiotic) dan kekakuan sendi yang nantinya menyebabkan
gangguan perfusi di bagian distal tungkai serta menimbulkan perubahan tekanan di daerah
tungkai akibat perubahan bentuk kaki (Charcof), jika kaki luka dan terinfeksi maka hal
tersebutlah yang dapat menimbulkan nekrosis atau gangren.
Dari komplikasi vascular jangka panjang dapat menyebabkan kelainan makroangiapati dan
mikroangiapati. Kelainan makroangiopati dapat menimbulkan Aterosklerosis yang menimbulkan
penyumbatan vascular terutama jika terjadi di arteri-arteri perifer maka sirkulasi darah akan
lambat dari hal tersebut mengakibatkan gangguan sirkulasi (oksigen,makanan dan antibiotic)
yang nantinya menyebabkan gangguan perfusi di bagian distal tungkai, hal tersebutlah yang
dapat menimbulkan nekrosis atau gangren. Kelainan mikroangiopati yang paling mempunyai
peran dalam menimbulkan kaki diabetic adalah kelainan neuropati. Neuropati autonom
menyebabkan terjadinya perubahan pola keringat sehingga kulit kaki menjadi kering dan pecah-
pecah, jika terinfeksi mycobakteria dan tidak teratasi dengan baik maka gangren atau nekrosis
akan terjadi. Neuropati sensorik menyebabkan kelainan pada otot dan kulit segingga
menimbulkan perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki, dalam hal ini kaki akan mati rasa
sehingga kawaspadaan proteksi kaki hilang, maka luka bisa terjadi dan jika terinfeksi serta
penanganan tidak baik, ganggren atau nekrosis tidak bisa dihindari. Neuropati motorik
menyebabkan atrofi otot interoseus pada kaki sehingga mengganggu keseimbangan otot kaki,
maka munculah deformitas jari kaki (cock up toes), luksasi (pergeseran sendi), dan penipisan
bantalan lemak dibawah daerah pangkal jari kaki, dengan demikian akan terjadi perluasan daerah
penekanan yang berakibat kaki akan mati rasa sehingga kawaspadaan proteksi kaki hilang, maka
luka bisa terjadi dan jika terinfeksi serta penanganan tidak baik, ganggren atau nekrosis tidak
bisa dihindari.
Dari patofisiologi yang telah diulas, jika pengelolaan kaki diabetic tidak bagus, maka komplikasi
terburuk yang bisa terjadi adalah osteomyelitis yang berakhir ke proses amputasi kaki.

6. Gejala Klinis
Menurut beberapa literature tentang diabetes, kaki diabetes adalah suatu penyakit penderita
diabetes bagian kaki, dengan gejala dan tanda sebagai berikut:
1). Sering kesemutan (asmiptomatus)
2). Kerusakan jaringan (nekrosis, ulkus)
3). Adanya kalus di telapak kaki
4). Kulit kaki kering dan pecah-pecah
5). Perubahan struktur dari kaki (charcof, cock up toes, luksasi)

7. Pemeriksaan Fisik
Secara umum pada pasien dengan kaki diabetic, pemeriksaan dapat kita fokuskan pada area
tempat luka, hal yang dapat kita kaji adalah sejak kapan pasien mengalami luka tersebut,
penyebab luka, penanganan apa yang telah dilakukan sebelum datang ke pelayanan medis,
seberapa parah keadaan luka (nekrosis, ada tidaknya infeksi), riwayat penyakit diabetes dan
pengobatan yang telah dijalani, riwayat rasa kebas pada kaki, serta kaji tingkat pengetahuan
pasien tentang penatalaksanaan penyakit diabetes yang dideritanya. Ada tidaknya rasa nyeri, luka
berbau atau tidak, ada tidaknya eksudat.

Bagan Patofisiologi

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
1). Pemeriksaan X-ray untuk mengetahui ada tidaknya osteomyelitis.
2). Pemeriksaan glukosa darah.
3). Kultur dan resistensi untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang menginfeksi luka
segingga dapat memilih obat antibiotik yang tepat.
4). Tes lain yang dapat dilakukan adalah: sensasi pada getaran, merasakan sentuhan ringan,
kepekaan terhadap suhu.

9. Pengelolaan
Menurut Levin(1988), penatalaksanaan ulkus kaki diabetic memerlukan pengobatan yang agresif
dalam jangka pendek, hal tersebut mencakup:
1). Debridement local radikal pada jaringan sehat.
2). Terapi antibiotic sistemik untuk memerangi infeksi, diikuti tes sensitivitas antibiotic,
contohnya :
 Untuk infeksi M.chelonei dapat digunakan quinolon (ciprofloxacin, ofloxacin), sulfonamides.
 Untuk infeksi M. fortuitum dapat digunakan quinolon dan B-lactams cefloxitin.
 Untuk infeksi M. haemophilum, M.Non-Chronogenicum, M. ulcerans yang paling umum
digunakan adalah quinolon G.
Beberapa obat lain yang biasa digunakan pada kasus kaki diabetic adalah insulin, neurotropik,
kompres luka, obat anti trombosit, neuromin, dan oksoferin solution.
3). Kontrol diabetes untuk meningkatkan efisiensi sistem imun.
4). Posisi tanpa bobot badan untuk ulkus plantaris

Adapun usaha pengelolaan kaki diabetik guna menyelamatkan dari amputasi secara umum:
1). Memperbaiki kelainan vaskular yanga ada.
2). Memperbaiki sirkulasi.
3). Pengamatan kaki teratur.
4). Pengelolaan pada masalah yang timbul(pengobatan vaskularisasi, infeksi, dan pengendalian
gula darah).
5). Sepatu khusus.
6). Kerjasama tim yang baik
7). Penyuluhan pasien.

Adapun tujuan dari penatalaksanaan lokal terhadap luka adalah untuk


1). Meningkatkan kenyamanan pasien.
2). Mengatasi dan mencegah perdarahan jaringan yang rapuh.
3). Mencegah atau mengurus infeksi.
4). Mengatasi bau.
5). Menahan eksudat.

Berikut ini akan dipaparkan tentang cara penanggulangan dan pencegahan kaki diabetik :
1). Diagnosis klinis dan laboratorium yang lebih teliti.
2). Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi, obat vaskular, obat penurun gula darah
maupun menghilangkan keluhan/gejala penyulit Diabetes.
3). Pemberian penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang penatalaksanaan kaki diabetik di
rumah.
4). Periksa kaki dan celah kaki setiap hari, apakah terdapat kalus, bula, lecet dan luka.
5). Bersihkan kaki setiap hari terutama di celah jari kaki.
6). Pakailah krim untuk mencegah kulit kering, tetapi jangan digunakan pada celah jari kaki.
7). Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas.
8). Memotong kuku secara berhati-hati dan jangan terlalu dalam.
9). Pakailah kaus kaki yang aps saat kaki terasa dingin dan ganti setiap hari.
10). Jangan berjalan tanpa alas kaki.
11). Hindari trauma berulang.
12). Memakai sepatu yang nyaman bagi kaki.
13). Periksalah bagian dalam sepatu dari benda-benda asing sebelum dipakai.
14). Olahraga teratur dan menjaga berat badan ideal
15). Periksalah diri secara rutin ke dokter dan periksakan kaki setiap kali kontrol walaupun
ganggren telah sembuh.
16). Jangan merendam kaki dalam jangka waktu yang lama.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Data subyektif
• Malu bersosialisasi karena luka berbau busuk
• Luka yang diderita lama sembuh
• Kebas di area kaki
• Punya riwayat penyakit diabetes
• Tidak taat terhadap pengelolaan diabetes

Data subyektif jika terjadi amputasi


• Merasa negatif terhadap tubuh
• Malu terhadap penampilan
• Merasa putus asa dan tidak berdaya
• Merasa takut ditolak dalam kehidupan sosial
• Mengeluh nyeri
• Mengatakan sulit menggerakan kakinya
• Sulit membalik badan
• Mengungkapkan adanya masalah

b. Data obyektif
• Terjadi infeksi pada luka
• Kulit pada telapak kaki pecah-pecah
• Luka tampak kotor
• Perubahan warna kulit diarea luka
• Kadar gula darah tinggi
• Adanya perubahan bentuk kaki (charcof, luksasi,cock up toes)

Data obyektif jika terjadi amputasi


• Tidak mau menyentuh bagian tubuh yang teramputasi
• Menarik diri tarhadap orang-orang disekitar tempat perawatan
• Tampak meringis, gelisah
• Tingkah laku berhati-hati
• Takikardi
• Mata sayu, tampak lelah
• Peningkatan pernapasan
• Hematoma dan edema jaringan post amputasi
• Penurunan kekuatan, kontrol dan massa otot
• Menolak upaya bergerak
• Apatis

2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa yang dapat muncul adalah
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sensasi, sirkulasi darah
b. Risiko tinggi terhadap isolasi sosial berhubungan dengan ansietas terhadap bau
c. Risiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regiment terapeutik berhubungan dengan
insufisiensi tentang penatalaksanaan dan komplikasi penyakit

Diagnosa keparawatan yang muncul jika amputasi terjadi


a. Gangguan citra diri berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera jaringan
c. Risiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
aliran darah
d. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan perifer
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan tungkai
f. Kurang pengetahuan tentang tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang interpretasi informasi
g. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri (pre-operasi)

3. Perencanaan
a. Prioritas masalah
Prioritas masalah yang dapat diambil sebelum amputasi terjadi adalah:
1). Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sensasi, dan sirkulasi darah
2). Risiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regiment terapeutik berhubungan dengan
insufisiensi tentang penatalaksanaan dan komplikasi penyakit
3). Risiko tinggi terhadap isolasi sosial berhubungan dengan ansietas terhadap bau

Prioritas masalah yang dapat diambil jika amputasi terjadi :


1). Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri (pre-operasi)
2). Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera jaringan
3). Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan tungkai
4). Kurang pengetahuan tentang tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang interpretasi informasi
5). Gangguan citra diri berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh
6). Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan perifer
7). Risiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan perifer

b. Rencana tindakan keperawatan


1). Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sensasi, dan sirkulasi darah
 Periksa kaki dan celah kaki setiap hari, apakah terdapat kalus, bula, lecet dan luka.
 Bersihkan kaki setiap hari terutama di celah jari kaki.
 Pakailah krim untuk mencegah kulit kering, tetapi jangan digunakan pada celah jari kaki.
 Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas.
 Potong kuku secara berhati-hati dan jangan terlalu dalam.
 Pakailah kaus kaki yang pas saat kaki terasa dingin dan ganti setiap hari.
 Jangan berjalan tanpa alas kaki.
 pakai sepatu yang nyaman bagi kaki.
 Periksalah bagian dalam sepatu dari benda-benda asing sebelum dipakai.
 Rawat luka secara tepat dan teratur sesuai indikasi
 Berikan obat antibiotik, obat vaskular dan obat penurun kadar gula sesuai indikasi
 Observasi adanya luka-luka baru, keadaan luka yang telah dirawat serta keadaan kulit disekitar
area luka secara rutin

2). Risiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regiment terapeutik berhubungan dengan
insufisiensi tentang penatalaksanaan dan komplikasi penyakit
 Beri penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya pengobatan yang teratur
 Periksalah diri secara rutin ke dokter dan periksakan kaki setiap kali kontrol walaupun
ganggren telah sembuh
 Anjarkan pasien dan keluarga cara mengelola luka dirumah
 Beri penjelasan ke pasien tentang pentingnya mentaati diet dan kontrol kadar gula darah
 berikan bahan informasi atau rujukan yang dapat membantu pasien mencapai tujuan.

3). Risiko tinggi terhadap isolasi sosial berhubungan dengan ansietas terhadap bau
 Ajarkan pasien cara merawat luka dirumah agar tidak berbau
 Tekankan perlunya higiene yang baik
 Diskusikan metode untuk menghilangkan bau
 Berikan dorongan pada klien untuk membangun kembali pola sosialisasinya seperti sediakala
 Sarankan klien untuk menemui dan berbagi pengalaman dengan orang-orang yang mengalami
hal yang sama
4).Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri (pre-operasi)
 Yakinkan informasi pasien tentang diagnosis, harapan intervensi pembedahan, dan terapi yang
akan datang,perhatikan adanya penolakan atau ansietas ekstrim
 Jelaskan tujuan dan persiapan untuk tes diagnostik
 Berikan lingkungan perhatian, keterbukaan dan penerimaan juga privasi untuk orang terdekat,
anjurkan bahwa orang terdekat ada kapan pun diinginkan
 Diskusikan peran rehabilitasi setelah pembedahan
 Dorong pertanyaan dan berikan waktu untuk mengekspresikan takut

5).Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera jaringan


 Catat lokasi dan intensitas nyeri serta selidiki perubahan karakteristik nyeri seperti kebas,
kesemutan
 Tinggikan bagian yang sakit dengan menaikkan kaki tempat tidur atau menambahkan bantal
dibawah kaki yang teramputasi
 Ubah posisi dan berikan pijitan punggung
 Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan sentuhan terapeutik
 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

6).Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan tungkai


 Berikan perawatan puntung secara teratur(inspeksi area, bersihkan dan keringkan serta tutup
kembali puntung)
 Tinggikan gips dan jangan sampai berubah posisi
 Dorong latihan isometrik untuk paha atas
 Berikan gulungan pada paha sesuai indikasi
 Bantu ambulansi
 Bantu teknik pemindahan dengan menggunakan alat mobilitas seperti trapeze, kruk atau
walker
 Rujuk ke terapi rehabilitasi
 Bantu pasien melanjutkan latihan otot praoperasi sesuai kemampuan

7).Kurang pengetahuan tentang tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurang interpretasi informasi
 Kaji ulang proses penyakit/prosedur bedah dan harapan yang akan datang
 Diskusikan perawatan puntung umum
 Dorong kesinambungan latihan pasca operasi
 Tekankan pentingnya diet dan masukan cairan yang adekuat
 Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik seperti edema, bau, warna kulit
dan perubahan sensasi
 Identifikasi dukungan komuniti dan rehabilitasi

8).Gangguan citra diri berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh


 Kaji persiapan pasien terhadap amputasi
 Dorong ekspresi ketakutan, perasaan negatif, dan kehilangan bagian tubuh
 Kaji derajat dukungan yang ada untuk pasien
 Diskusikan persepsi pasien tentang diri dan hubungannya dengan perubahan dan bagaimana
pasien melihat dirinya dalam peran dan fungsi yang biasa
 Perhatikan perilaku menarik diri, berbicara negatif tentang diri sendiri, dan penyangkalan
 Diskusikan tersedianya berbagai sumber contoh konseling dan terapi kejuruan
9).Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan perifer
 Pertahankan teknik antiseptik bila mengganti balutan luka
 Inspeksi balutan dan luka, perhatikan karakteristik drainase
 Pertahankan patensi dan pengosongan alat drainage secara rutin
 Tutup balutan dengan palastik jika terjadi inkontinensia
 Awasi tanda vital
 Kolaborasi dalam pemberian antibiotik

10).Risiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan perifer


 Awasi tanda vital
 Lakukan pengkajian neurovaskuler periodik(sensasi, gerakan, nadi, warna kulit dan suhu)
 Berikan tekanan secara langsung pada sisi perdarahan. Hubungi dokter dengan segera
 Berikan cairan IV dan produk darah sesuai indikasi
 Berikan anti koagulan dosis rendah sesuai indikasi
 Evaluasi tungkai bawah yang tidak diopersi untuk adanya inflamsi.

4. Evaluasi
Penentuan evaluasi dilihat dari tercapai atau tidaknya rencana tujuan yang telah kita tentukan
dalam pembuatan renpra, dalam hal ini evaluasi yang diharapkan dari perencanaan diatas adalah:
a. Kerusakan integritas jaringan dapat tertangani dengan baik
b. Regiment terapeutik efektif
c. Isolasi sosial tidak terjadi
d. Ansietas tertangani
e. Nyeri yang dirasakan berkurang
f. Kerusakam mobilitas fisik tertangani
g. Pengetahuan pasien dan keluarga cukup
h. Infeksi tidak terjadi
i. Perubahan perfusi tidak terjadi

B. Diagnosa
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen menurun karena penyempitan
pembuluh darah
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafsu makan
menurun dan mual muntah
3. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan pngobatan yang tidak adekuat
4. Gangguan rasa aman nyaman : nyeri berhubungan dengan iskemia atau kematian jaringan
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka yang diderita
6. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri yang dirasakan
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri yang dirasakan
8. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan bentuk jaringan
9. Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan klien tentang penyakitnya

C. Intervensi
Dx.1 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen menurun karena
penyempitan pembuluh darah
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam tidak terjadi gangguan
perfusi jaringan.
Kriteria Hasil :
a. Denyut nadi perifer teraba kuat dan regular
b. Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis.
c. Kulit sekitar luka teraba hangat.
d. Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
e. Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah : Atur kaki sedikit lebih
rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat), hindari penyilangkan kaki, hindari
balutan ketat, hindari penggunaan bantal di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional: meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi kolestrol, teknik
relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional: kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat
menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari
stres.
4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah
secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional: pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi
jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui
perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.

Dx.2 Gangguan pemenuhan kebutuhan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafsu makan
menurun dan mual muntah
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Kebutuhan nutrisi dapat
terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Berat badan dan tinggi badan ideal.
b. Pasien mematuhi dietnya.
c. Kadar gula darah dalam batas normal.
d. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat
diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu
indikasi untuk menentukan diet ).

4. Identifikasi perubahan pola makan.


Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga
gula darah menurun, pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan
mencegah komplikasi.
Dx.3 Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan pngobatan yang tidak adekuat
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi penyebaran
infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil :
a. Tanda-tanda infeksi tidak ada.
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S: 36 -37,50C )
c. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
Rencana tindakan :
1. Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu
menentukan tindakan selanjutnya.
2. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama perawatan.
Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi kuman.
3. Lakukan perawatan luka secara aseptik.
Rasional : Untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.
4. Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan.
Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan tubuh,
pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan terjadi
penyebaran infeksi.

5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika


Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman.

Dx.4 Gangguan rasa aman nyaman : nyeri berhubungan dengan iskemia atau kematian jaringan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :
a. Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang atau hilang.
b. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi nyeri.
c. Elspresi wajah klien rileks.
d. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.(S : 36 – 37,50 C, N: 60 – 80 x /menit,
T : 120/80mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan
pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional: Rangsang yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk
relaksasi seoptimal mungkin.
6. Lakukan massage saat rawat luka.
Rasional : Massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat-obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien
Dx.5 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka yang diderita
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6 x 24 jam tercapainya proses
penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
a. Berkurangnya oedema sekitar luka.
b. Pus dan jaringan berkurang
c. Adanya jaringan granulasi.
d. Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional: Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam
menentukan tindakan selanjutnya.
2. Rawat luka dengan baik dan benar : Membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan
yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang
mati.
Rasional: Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang
iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat
menghambat proses granulasi.
3. Ajarkan klien atau keluarga tentang perawatan luka yang baik dan benar
Rasional : mengajarkan klien tentang perawatan luka dengan baik dan benar diharapkan klien
dapat merawat lukanya dengan mandiri jika berada dirumah
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula
darah pemberian anti biotik.
Rasional: insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui
jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darah untuk
mengetahui perkembangan penyakit.

Dx.6 Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri yang dirasakan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam pasien dapat mencapai
tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil :
a. Pergerakan pasien bertambah luas
b. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).
c. Rasa nyeri berkurang.
d. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.
Rencana tindakan :
1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam
keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan
keperawatan.
3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesuai kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien
melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.

Dx.7 Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri yang dirasakan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam pasien dapat mencapai pola
tidur yang optimal.
Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat istirahat dengan nyaman
b. Rasa nyeri berkurang.
Rencana tindakan :
1. Kaji dan identifikasi tingkat pola tidur pasien
Rasional : Untuk mengetahui berapa jam pasien beristirahat.
2. Beri penjelasan tentang pentingnya beristirahat.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya beristirahat yang cukup untuk mempercepat kesembuhan.
3. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk kenyamanan beristirahat.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4. Beri rasa aman dan nyaman bagi pasien
Rasional : Agar mengoptimalkan istirahat pasien.

Dx.8 Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan bentuk jaringan


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam Pasien dapat menerima
perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secar positif.
Kriteria Hasil :
a. Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri.
b. Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :
1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan keadaan
anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal.
Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.
4. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.
Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan
menghilangkan perasaan terisolasi.
5. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.
Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal.
6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai pemecahan masalah
yang konstruktif dari pasien.
Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.

Dx.9 Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan klien tentang penyakitnya


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam rasa cemas
berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
b. Emosi stabil, pasien tenang
c. Istirahat cukup.
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa
memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien.
3. Gunakan komunikasi terapeutik.
Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
4. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam
tindakan keperawatan.
Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan
tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha
memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang
dirasakan pasien.
6. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.
Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
7. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Price, A.S (1995). Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (edisi 4), Jakarta: EGC
Brunner dan Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC
Doenges, M.E.et all. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (edisi 3). Jakarta: EGC
Evelyn C. Pearce (2003). Anatomi Fisiologi; untuk paramedis , Jakarta: PT Gramedia
http://internisjournal.blogspot.com/2009/02/ulkus-diabetikum.html
http://ifan050285.wordpress.com/2010/02/21/ulkus-diabetikum/

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ULKUS DIABETIK


A. Pengertian
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan ulkus adalah kematian jaringan
yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus
berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan
neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama morbiditas,
mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk
terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis
pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat Diabetes
Mellitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).

B. Etiologi
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi faktor endogen dan
ekstrogen.
a. Faktor endogen.
1) Genetik, metabolik.
2) Angiopati diabetik.
3) Neuropati diabetik
b. Faktor ekstrogen
1) Trauma
2) Infeksi
3) Obat
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angiopati, neuropati dan infeksi.
Adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga
akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik
juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang
menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang
lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu.
Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta
antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (Levin, 1993)
Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah
atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus
Diabetikum.(Askandar 2001).

C. Patofisiologi
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh
tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada
pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih
besar dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus
berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai
vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami
beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan
terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus.
Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit
menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat
menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal,
bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

D. Manifestasi Klinik
Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu
tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal .
Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli
memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh)

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine :
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Smeltzer dan Bare (2001: 1220).

Klasifikasi :
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu:
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki
seperti “ claw,callus “
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada ulkus diabetikum adalah
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat menurun, sehingga kulit kaki kering, pecah, rabut
kaki / jari (-), kalus, claw toe
Ulkus tergantung saat ditemukan ( 0 – 5 )
2) Palpasi
a) Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal
b) Klusi arteri dingin,pulsasi ( – )
c) Ulkus :kalus tebal dank eras.

b. Pemeriksaan fisik
1) Penting pada neuropati untuk cegah ulkus
2) Nilon monofilament 10 G
3) Nilai positif : nilon bengkok, tetapi tidak terasa
4) Positif 4 kali pada 10 tempat berbeda : spesifisitas (97%), sensitifitas (83%).

c. Pemeriksaan vaskuler
Tes vaskuler noninvasive : pengukuran oksigen transkutaneus, ankle brachial index (ABI), absolute toe
systolic pressure. ABI : tekanan sistolik betis dengan tekanan sistolik lengan.

d. Pemeriksaan Radiologis : gas subkutan, benda asing, osteomielitis

e. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :


1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial
> 200 mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict (
reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++
), dan merah bata ( ++++ ).
3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.

F. Penatalaksanaan
1. Medis
Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan Diabetes Mellitus meliputi:
a. Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin
3) Penghambat glukoneogenesis
4) Penghambat glukosidase alfa

b. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis
3) Ketoasidosis diabetik
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara
bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.

2. Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan antibiotika atau
kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan
antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus
dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap
kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM.
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Mellitus
adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya
adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan
Ulkus Diabetik:
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur makanan
esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan
kadar lemak
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada penderita
diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.

3. Terapi (jika diperlukan)


Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa
darah sesudah makan dan pada malam hari

4. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan dalam melakukan
penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri

5. Kontrol nutrisi dan metabolik


Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya anemia
dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12
gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau
gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%.
Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan
pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya
penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula
darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total

6. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight bearing meliputi
bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang
istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap
hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan
terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka

7. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan atau pembedahan
dapat ditentukan sebagai berikut:
a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
b. Derajat I – V : pengelolaan medik dan bedah minor.

G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Doenges (2000: 726), data pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus bergantung pada
berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik dan pengaruh fungsi pada organ, data yang perlu
dikaji meliputi :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot
Tanda : Penurunan kekuatan otot, latergi, disorientasi, koma
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki, IM akut
Tanda : Nadi yang menurun, disritmia, bola mata cekung
c. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuri ), nyeri tekan abdomen
Tanda : Urine berkabut, bau busuk ( infeksi ), adanya asites.
d. Makanan / cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan BB, haus
Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik, distensi abdomen
e. Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, gangguan penglihan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang
f. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi
g. Pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batu dengan / tanpa sputum
h. Tanda : Lapar udara, frekuensi pernafasan
i. Seksualitas
Gejala : Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
j. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, strok, hipertensi

H. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah
gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka
5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi
6. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh
I. Rencana intervensi keperawatan
1. Dx 1 : Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah
gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
a. Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal
b. Kriteria Hasil :
1) Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
2) Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
3) Kulit sekitar luka teraba hangat
4) Edema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah
5) Sensorik dan motorik membaik
d. Rencana tindakan :
1) Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
2) Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah : Tinggikan kaki sedikit lebih
rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan
ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
3) Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi,
menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
4) Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara
rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
2. Dx 2 : Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
a. Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka
b. Kriteria hasil :
1) Berkurangnya oedema sekitar luka
2) Pus dan jaringan berkurang
3) Adanya jaringan granulasi
4) Bau busuk luka berkurang
c. Rencana tindakan :
1) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan
2) Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang
tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati
3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah
pemberian anti biotik.
3. Dx 3 : Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
a. Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
b. Kriteria hasil :
1) Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang
2) Penderita dapat melakukan metode kan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri
3) Pergerakan penderita bertambah luas
4) Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T :
100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
c. Rencana tindakan :
1) Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien
2) Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri
3) Ciptakan lingkungan yang tenang
4) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
5) Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik
4. Dx 4 : Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki
a. Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
b. Kriteria Hasil :
1) Pergerakan paien bertambah luas
2) Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan )
3) Rasa nyeri berkurang
4) Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan
c. Rencana tindakan :
1) Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien
2) Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam
keadaan normal
3) Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan
4) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya
5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi.

DAFTAR PUSTAKA
Syaifuddin (2005). Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan (edisi 3), Jakarta: EGC
Price, A.S (1995). Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (edisi 4), Jakarta: EGC
Brunner dan Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC
Nurlatifah, Gita (2010). Makalah Ilmiah: Asuhan Keperawatan pada klien dengan Diabetes Mellitus.
Jakarta: Poltekkes Jakarta 3
http://yumizone.wordpress.com/2008/12/01/kaki-diabetik/
http://www.google.co.id/images?um=1&hl=id&client=firefox-
a&rls=org.mozilla:id:official&biw=1174&bih=552&tbs=isch:1&q=anatomi+pankreas&revid=1727137898
&sa=X&ei=qdBHTZXmBIWnrAfojsmTBA&ved=0CC8Q1QIoAA
http://www.google.co.id/images?q=kulit&oe=utf-8&rls=org.mozilla:id:official&client=firefox-
a&um=1&ie=UTF-8&source=og&sa=N&hl=id&tab=wi&biw=1174&bih=552
http://medicom.blogdetik.com/2009/03/11/ulkus-diabetik-2/
http://internisjournal.blogspot.com/2009/02/ulkus-diabetikum.html

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan Diabetes Millitus secara teori mnurut (Carpenito, Lyna juall. 2000).
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke
daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
b. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
c. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.
d. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
e. Ganguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang.
f. Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tingginya kadar gula
darah.
g. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
h. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.

3. Fokus Intrvensi dan Rasional


a. Diagnosa no. 1
Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren
akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
a. Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
b.Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosi.
c. Kulit sekitar luka teraba hangat.
d. Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
e. Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1). Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2). Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat), hindari
penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan
sebagainya.
Rasional: meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
3). Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan
penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional: kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat
menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari
stres.
4). Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah
secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional: pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi
jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui
perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.

b. Diagnosa no. 2
Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
a. Berkurangnya oedema sekitar luka.
b. Pus dan jaringan berkurang
c. Adanya jaringan granulasi.
d. Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional: Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam
menentukan tindakan selanjutnya.
2) Rawat luka dengan baik dan benar : Membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan
yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang
mati.
Rasional: Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang
iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat
menghambat proses granulasi.
3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula
darah pemberian anti biotik.
Rasional: insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui
jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darah untuk
mengetahui perkembangan penyakit.

c. Diagnosa no. 3
Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :
a. Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang atau hilang.
b. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi nyeri.
c. Elspresi wajah klien rileks.
d. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.(S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x
/menit, T : 120/80mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).

Rencana tindakan :
1). Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2). Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan
pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.
3). Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional: Rangasang yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
4). Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
5).Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk
relaksasi seoptimal mungkin.
6). Lakukan massage saat rawat luka.
Rasional : Massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus.
7). Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat-obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.

d. Diagnosa no. 4
Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil :
a. Pergerakan paien bertambah luas
b. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).
c. Rasa nyeri berkurang.
d.Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.
Rencana tindakan :
1). Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2). Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah
dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan
keperawatan.
3). Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesuai kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4). Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5). Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien
melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.

e. Diagnosa no. 5
Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Berat badan dan tinggi badan ideal.
b. Pasien mematuhi dietnya.
c. Kadar gula darah dalam batas normal.
d. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1). Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat
diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2).Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3). Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu
indikasi untuk menentukan diet ).
4). Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
5). Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga
gula darah menurun, pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan
mencegah komplikasi.

f. Diagnosa no. 6
Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar gula darah.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil :
a. Tanda-tanda infeksi tidak ada.
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S: 36 -37,50C )
c. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
Rencana tindakan :
1). Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu
menentukan tindakan selanjutnya.
2). Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama perawatan.
Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi kuman.
3). Lakukan perawatan luka secara aseptik.
Rasional : Untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.
4) Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan.
Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan tubuh,
pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan terjadi
penyebaran infeksi.
5). Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan menurunkan kadar gula
dalam darah sehingga proses penyembuhan akan lebih cepat.

g. Diagnosa no. 7
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil:
a. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat
menjelaskan kembali bila ditanya.
b.Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Rencana Tindakan :
1). Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren.
Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh
mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
2). Kaji latar belakang pendidikan pasien.
Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan
kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
3).Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa
dan kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan
kesalahpahaman.
4).Jelasakan prosedur yang akan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien
didalamnya.
Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secara langsung dalam tindakan yang
dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
5).Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada/memungkinkan).
Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.

Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah
ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual,
teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu
memperhatikan keamanan fisik dan psikologis.

4. Evaluasi
Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah
dilakukan dan bagaimana respon pasien. Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses
keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
1. Berhasil prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di
tujuan.
2. Tercapai sebagian pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam
pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan
sesuai dengan pernyataan tujuan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ulkus Diabetikum adalah Ulkus diabetik merupakan komplikasi kronik dari diabetes melitus
sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita diabetes. Kadar LDL yang
tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya ulkus diabetik melalui pembentukan plak
atherosklerosis pada dinding pembuluh darah.(Zaidah, 2005).
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan ulkus diabetikum adalah faktor endogen (genetik
metabolik, angiopati diabetik, neuropati diabetik) dan faktor estrogren (trauma, infeksi, obat).
Ada dua teori tentang patofisiologi ulkus diabetikum, yaitu teori sorbitol (penumpukan kadar
glukosa pada sel dan jaringan tertentu, dapat mentransport glukosa tanpa insulin) dan teori
glikosilasi (glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin).
Manifestasi klinik untuk ulkus diabetikum adalah 1. secara akut : pain (nyeri), paleness
(kepucatan), paresthesia (kesemutan), pulselessness (denyut nadi hilang), paralysis (lumpuh) 2.
sumbatan kronik : stadium I (asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)), stadium II
(terjadi klaudikasio intermiten), stadium III (timbul nyeri saat istitrahat), stadium IV (terjadinya
kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)) 3. menurut berat ringannya : derajat 0 (tidak ada lesi
terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai dengan kelainan bentuk kaki
“claw,callus”), derajat I (ulkus superficial terbatas pada kulit), derajat II (ulkus dalam,
menembus tendon atau tulang), derajat III (abses dalam dengan atau tanpa osteomilitas), derajat
IV (ulkus pada jari kaki atau bagian distal kaki atau tanpa selulitas), derajat V (ulkus pada
seluruh kaki atau sebagian tungkai).
Pemeriksaan dignostik yang dapat dilakukan pada ulkus diabetikum yaitu pemeriksaan fisik
(inspeksi dan palpasi), pemeriksaan sensorik, pemeriksaan vaskuler, pemeriksaan radiologis
(subkutan, benda asing, osteomielisis), pemerisaan lab (darah,urin,kultur pus).
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada ulkus diabetikum yaitu 1. pengendalian DM
(langkah awal penanganan pasien ulkus diabetikum adalah dengan melakukan manajemen medis
terhadap penyakit diabetes secara sistemik karena kebanyakan pasien dengan ulkus diabetikum
juga menderita malnutrisi, penyakit ginjal kronis dan infeksi kronis) 2. strategi pencegahan
(edukasi kepada pasien, perawatan kulit, kuku dan kaki serta pengunaan alas kaki yang dapat
melindungi. Pada penderita dengan resiko rendah boleh menggunakan sepatu hanya saja sepatu
yang digunakan jangan sampai sempit atau sesak. Perawatan kuku yang dianjurkan pada
penderita resiko tinggi adalah kuku harus dipotong secara tranversal untuk mencegah kuku yang
tumbuh kedalam dan merusak jaringan sekitar), 3. penanganan ulkus diabetikum : tingkat 0 (
penanganan pada tingkat ini meliputi edukasi kepada pasien tentang bahaya dari ulkus dan cara
pencegahan), tingkat I (memerlukan debrimen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksi usus,
perawatan lokal luka dan pengurangan beban), tingkat II (memerlukan debrimen antibiotik yang
sesuai dengan hasil kultur, perawatan luka dan pengurangan beban yang lebih berarti), tingkat III
(memerlukan debrimen yang sudah menjadi gangren, amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih
ketat dan pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur), tingkat IV (pada tahap ini
biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagaian atau seluruh kaki).

B. Saran
1. Untuk klien diharapkan mengontrol gula darah dan control ke dokter atau rumah sakit setiap
bulan dengan teratur, melakukan perawatan luka, memperhatikan pola makan, olahraga dan
minum obat dengan teratur.
2. Untuk perawat ruangan agar masalah yang teratasi sebagian dapat melanjutkan intervensi
keperawatan selanjut nya, sehingga klien sembuh guna mencapai keberhasilan perawatan dan
pengobatan.
3. Untuk institusi pendidikan diharapkan dapat melengkapi atau menambah buku-buku yang
berkaitan dengan penentuan kriteria hasil, waktu dan tujuan sehingga mahasiswa memperoleh
kemudahan dalam penyusunan makalah ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA

Syaifuddin (2005). Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan (edisi 3), Jakarta: EGC

Price, A.S (1995). Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (edisi 4), Jakarta: EGC

Brunner dan Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC

Doenges, M.E.et all. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (edisi 3). Jakarta: EGC

Nurlatifah, Gita (2010). Makalah Ilmiah: Asuhan Keperawatan pada klien dengan Diabetes
Mellitus. Jakarta: tidak dipublikasikan

Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa yang dapat muncul adalah
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sensasi, sirkulasi darah
b. Risiko tinggi terhadap isolasi sosial berhubungan dengan ansietas terhadap bau
c. Risiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regiment terapeutik berhubungan dengan
insufisiensi tentang penatalaksanaan dan komplikasi penyakit

Diagnosa keparawatan yang muncul jika amputasi terjadi


a. Gangguan citra diri berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera jaringan
c. Risiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
aliran darah
d. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan perifer
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan tungkai
f. Kurang pengetahuan tentang tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang interpretasi informasi
g. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri (pre-operasi)

3. Perencanaan
a. Prioritas masalah
Prioritas masalah yang dapat diambil sebelum amputasi terjadi adalah:
1). Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sensasi, dan sirkulasi darah
2). Risiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regiment terapeutik berhubungan dengan
insufisiensi tentang penatalaksanaan dan komplikasi penyakit
3). Risiko tinggi terhadap isolasi sosial berhubungan dengan ansietas terhadap bau

Prioritas masalah yang dapat diambil jika amputasi terjadi :


1). Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri (pre-operasi)
2). Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera jaringan
3). Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan tungkai
4). Kurang pengetahuan tentang tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang interpretasi informasi
5). Gangguan citra diri berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh
6). Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan perifer
7). Risiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan perifer

b. Rencana tindakan keperawatan


1). Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sensasi, dan sirkulasi darah
 Periksa kaki dan celah kaki setiap hari, apakah terdapat kalus, bula, lecet dan luka.
 Bersihkan kaki setiap hari terutama di celah jari kaki.
 Pakailah krim untuk mencegah kulit kering, tetapi jangan digunakan pada celah jari kaki.
 Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas.
 Potong kuku secara berhati-hati dan jangan terlalu dalam.
 Pakailah kaus kaki yang pas saat kaki terasa dingin dan ganti setiap hari.
 Jangan berjalan tanpa alas kaki.
 pakai sepatu yang nyaman bagi kaki.
 Periksalah bagian dalam sepatu dari benda-benda asing sebelum dipakai.
 Rawat luka secara tepat dan teratur sesuai indikasi
 Berikan obat antibiotik, obat vaskular dan obat penurun kadar gula sesuai indikasi
 Observasi adanya luka-luka baru, keadaan luka yang telah dirawat serta keadaan kulit disekitar
area luka secara rutin

2). Risiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regiment terapeutik berhubungan dengan
insufisiensi tentang penatalaksanaan dan komplikasi penyakit
 Beri penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya pengobatan yang teratur
 Periksalah diri secara rutin ke dokter dan periksakan kaki setiap kali kontrol walaupun
ganggren telah sembuh
 Anjarkan pasien dan keluarga cara mengelola luka dirumah
 Beri penjelasan ke pasien tentang pentingnya mentaati diet dan kontrol kadar gula darah
 berikan bahan informasi atau rujukan yang dapat membantu pasien mencapai tujuan.

3). Risiko tinggi terhadap isolasi sosial berhubungan dengan ansietas terhadap bau
 Ajarkan pasien cara merawat luka dirumah agar tidak berbau
 Tekankan perlunya higiene yang baik
 Diskusikan metode untuk menghilangkan bau
 Berikan dorongan pada klien untuk membangun kembali pola sosialisasinya seperti sediakala
 Sarankan klien untuk menemui dan berbagi pengalaman dengan orang-orang yang mengalami
hal yang sama
4).Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri (pre-operasi)
 Yakinkan informasi pasien tentang diagnosis, harapan intervensi pembedahan, dan terapi yang
akan datang,perhatikan adanya penolakan atau ansietas ekstrim
 Jelaskan tujuan dan persiapan untuk tes diagnostik
 Berikan lingkungan perhatian, keterbukaan dan penerimaan juga privasi untuk orang terdekat,
anjurkan bahwa orang terdekat ada kapan pun diinginkan
 Diskusikan peran rehabilitasi setelah pembedahan
 Dorong pertanyaan dan berikan waktu untuk mengekspresikan takut
5).Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera jaringan
 Catat lokasi dan intensitas nyeri serta selidiki perubahan karakteristik nyeri seperti kebas,
kesemutan
 Tinggikan bagian yang sakit dengan menaikkan kaki tempat tidur atau menambahkan bantal
dibawah kaki yang teramputasi
 Ubah posisi dan berikan pijitan punggung
 Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan sentuhan terapeutik
 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

6).Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan tungkai


 Berikan perawatan puntung secara teratur(inspeksi area, bersihkan dan keringkan serta tutup
kembali puntung)
 Tinggikan gips dan jangan sampai berubah posisi
 Dorong latihan isometrik untuk paha atas
 Berikan gulungan pada paha sesuai indikasi
 Bantu ambulansi
 Bantu teknik pemindahan dengan menggunakan alat mobilitas seperti trapeze, kruk atau
walker
 Rujuk ke terapi rehabilitasi
 Bantu pasien melanjutkan latihan otot praoperasi sesuai kemampuan

7).Kurang pengetahuan tentang tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurang interpretasi informasi
 Kaji ulang proses penyakit/prosedur bedah dan harapan yang akan datang
 Diskusikan perawatan puntung umum
 Dorong kesinambungan latihan pasca operasi
 Tekankan pentingnya diet dan masukan cairan yang adekuat
 Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik seperti edema, bau, warna kulit
dan perubahan sensasi
 Identifikasi dukungan komuniti dan rehabilitasi

8).Gangguan citra diri berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh


 Kaji persiapan pasien terhadap amputasi
 Dorong ekspresi ketakutan, perasaan negatif, dan kehilangan bagian tubuh
 Kaji derajat dukungan yang ada untuk pasien
 Diskusikan persepsi pasien tentang diri dan hubungannya dengan perubahan dan bagaimana
pasien melihat dirinya dalam peran dan fungsi yang biasa
 Perhatikan perilaku menarik diri, berbicara negatif tentang diri sendiri, dan penyangkalan
 Diskusikan tersedianya berbagai sumber contoh konseling dan terapi kejuruan

9).Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan perifer


 Pertahankan teknik antiseptik bila mengganti balutan luka
 Inspeksi balutan dan luka, perhatikan karakteristik drainase
 Pertahankan patensi dan pengosongan alat drainage secara rutin
 Tutup balutan dengan palastik jika terjadi inkontinensia
 Awasi tanda vital
 Kolaborasi dalam pemberian antibiotik

10).Risiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan perifer


 Awasi tanda vital
 Lakukan pengkajian neurovaskuler periodik(sensasi, gerakan, nadi, warna kulit dan suhu)
 Berikan tekanan secara langsung pada sisi perdarahan. Hubungi dokter dengan segera
 Berikan cairan IV dan produk darah sesuai indikasi
 Berikan anti koagulan dosis rendah sesuai indikasi
 Evaluasi tungkai bawah yang tidak diopersi untuk adanya inflamsi.

4. Evaluasi
Penentuan evaluasi dilihat dari tercapai atau tidaknya rencana tujuan yang telah kita tentukan
dalam pembuatan renpra, dalam hal ini evaluasi yang diharapkan dari perencanaan diatas adalah:
a. Kerusakan integritas jaringan dapat tertangani dengan baik
b. Regiment terapeutik efektif
c. Isolasi sosial tidak terjadi
d. Ansietas tertangani
e. Nyeri yang dirasakan berkurang
f. Kerusakam mobilitas fisik tertangani
g. Pengetahuan pasien dan keluarga cukup
h. Infeksi tidak terjadi
i. Perubahan perfusi tidak terjadi

Anda mungkin juga menyukai