Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ELECTRO CONVULSIVE THERAPY (ECT)


DI WISMA SHINTA (UPI WANITA)
RSJ Prof dr. SOEROJO MAGELANG

Di susun oleh :
AFIFAH DYAH WULAN PRATIWI
070116B002

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

ECT merupakan salah satu terapi pada psikiatri yang tidak banyak diketahui
oleh banyak masyarakat, ECT adalah suatu terapi kejut dengan menggunakan sebuah
instrumen khusus yang dinamakan sebagai ECT (Electro Convulsion Therapy). Zaman
dahulu penanganan pasien gangguan jiwa adalah dengan dipasung, dirantai, atau diikat,
lalu ditempatkan di rumah atau hutan jika gangguan jiwa berat. Tetapi bila pasien
tersebut tidak berbahaya, dibiarkan berkeliaran di desa, sambil mencari makanan dan
menjadi tontonan masyarakat.
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan
menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik. Tindakan ini adalah
bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang
ditempelkan pada pelipis klien untuk membangkitkan kejang grandmal.
Electro Convulsive therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan somatik.
Terapi ini dilakukan dengan pemberian arus listrik yang berkekuatan cukup rendah
yang diberikan secara singkat melalui elektroda yg ditempelkan pada temporal kepala
(pelipis kiri & kanan). ECT digunakan untuk menghasilkan suatu kejang tonik klonik
umum (berlangsung 25-30 detik) dengan efek terapeutik. ECT merupakan pengobatan
kedua yang dianggap sebagai alternatif pengobatan yang aman dan efektif untuk pasien
dengan gangguan depresi berat, episode mania dan gangguan skizofrenia.
Terapi kejang listrik merupakan salah satu terapi dalam kelompok terapi total.
Pada pelaksanaan pengobatan ECT, mekanismenya sebenarnya tidak diketahui, tapi
diperkirakan bahwa ECT menghasilkan perubahan-perubahan biokimia dalam otak.
Suatu peningkatan kadar norefinefrin dan serotonin, mirip efek obat antidepresan.
Kehilangan memori dan kekacauan mental sementara merupakan efek samping yang
paling umum dimana perawat merupakan hal yang penting hadir pada saat pasien sadar
setelah ECT, supaya dapat mengurangi ketakutan-ketakutan yang disertai dengan
kehilangan memori.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang prosedur tindakan ECT
2. Tujuan Khusus
a. Memahami definisi tindakan ECT.
b. Mengetahui indikasi tindakan ECT.
c. Mengetahui kontraindikasi tindakan ECT.
d. Mengetahui efek samping tindakan ECT.
e. Mengetahui komplikasi tindakan ECT.
f. Mengetahui peran perawat dalam prosedur tindakan ECT.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
ECT adalah pengobatan gangguan kejiwaan yang menggunakan arus listrik
singkat pada otak dengan menggunakan mesin khusus dimana pasien di anastesi terlebih
dahulu dan akan menimbulkan efek convulsi karena relaksasi otot (Rantawan, 2012).
Terapi elektrokonvulsif (ECT) adalah perawatan dengan cara mengalirkan energy
listrik bertegangan rendah kedalam dan melintasi otak seseorang.
Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana
arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus
tersebut cukup menimbulkan kejang grand mal, yang darinya diharapkan efek yang
terapeutik tercapai.Mekanisme kerja ECT sebenarnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan
bahwa ECT menghasilkan perubahan-perubahan biokimia didalam otak (Peningkatan
kadar norepinefrin dan serotinin) mirip dengan obat anti depresan (Manol, 2012).
Jadi Terapi elektrokonvulsif (ECT) adalah pengobatan yang menggunakan arus
listrik yang cukup menimbulkan kejang diharapkan efek yang terapeutik tercapai.

B. Tujuan Terapi ECT


1. Mengembalikan fungsi mental klien
2. Meningkatkan ADL klien secara periodik.

C. Indikasi ECT
1. Episode Depresi Mayor.
Depresi mayor merupakan kondisi yang paling sering diberlakukan ECT. Hal
ini terutama diindikasikan jika pengobatan secara medikamentosa telah gagal atau
terdapat resiko yang besar akan bunuh diri. ECT aktif telah dikatakan superior
daripada placebo pada banyak penelitian. ECT juga dikatakan superior daripada obat
antidepresan pada beberapa penelitian.
2. Skizofrenia
ECT saat ini digunakan pada skizofrenia ketika ditemukan gambaran katatonik
dengan asupan makanan dan cairan yang terbatas dan jika gejala psikotik tidak
resonsif terhadap medikamentosa.
3. ECT rumatan
Saat pengobatan telah gagal dan ECT dibutuhkan untuk mengiduksi remisi
pada depresi mayor dan pengobatan gagal mencegah relapse, ECT rumatan
dipertimbangkan. Hal ini dilakukan pada pasien rawat jalan. Frekuensi ECT
ditentukan menurut respon klinis. Seringkali, untuk melengkapi rangkaian ECT,
ketika remisi telah dicapai, ECT terus diberikan dengan interval seminggu. Kemudian
jarak terapi ini diperpanjang hingga empat sampai enam minggu

D. Kontraindikasi ECT
1. Tumor intra kranial, karena dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
2. Kehamilan, karena dapat mengakibatkan keguguran.
3. Osteoporosis, karena dapat berakibat terjadinya fraktur tulang.
4. Infark Miokardium, karena dapat terjadi henti jantung.
5. Asma bronchiale, dapat memperberat keadaan penyakit yang diderita

E. Jenis ECT
Jenis ECT ada 2 macam :
1. ECT konvensional
ECT konvensional ini menyebabkan timbulnya kejang pada pasien sehingga
tampak tidak manusiawi.Terapi konvensional ini di lakukan tanpa menggunakan
obat-obatan anastesi seperti pada ECT premedikasi.
2. ECT pre-medikasi
Terapi ini lebih manusiawi dari pada ECT konvensional, karena pada terapi ini
di berikan obat-obatan anastesi yang bisa menekan timbulnya kejang yang terjadi
pada pasien.

F. Mekanisme Kerja ECT


Aliran listrik kejang (fase 10 dtk: tonik,30-40 dtk: fase klonik)  peningkatan
aliran darah ke otak (perubahan permaebilitas BBB) terjadi keseimbangan nor
adrenalin, adrenalin, serotinin transmisi cholinergic sehigga pasien lebih tenang
proses pikir dan kondisi afek membaik.
G. Efek Samping
Efek samping ECT secara fisik hampir mirip dengan efek samping dari anesthesi
umum. Secara psikis efek samping yang paling sering muncul adalah kebingungan dan
memory loss (75% kasus) setelah beberapa jam kemudian (biasanya hilang satu minggu
sampai beberapa bulan setelah perawatan). Biasanya ECT akan menimbulkan amnesia
retrograde terhadap peristiwa tepat sebelum masing-masing pengobatan dan anterograde,
gangguan kemampuan untuk mempertahankan informasi baru. Beberapa ahli juga
menyebutkan bahwa ECT dapat merusak struktur otak. Namun hal ini masih
diperdebatkan karena masih belum terbukti secara pasti Efek samping khusus yang perlu
diperhatikan yaitu :
1. Cardiovaskuler :
a. Segera : stimulasi parasimpatis (bradikardi, hipotensi)
b. Setelah 1 menit : Stimulasi simpatis (tachycardi, hipertensi, peningkatan
konsumsi oksigen otot jantung, disritmia)
c. ECT dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, atau kematian (kasus yang
sangat jarang). Orang dengan masalah jantung tertentu biasanya tidak
diindikasikan untuk ECT.
2. Efek Cerebral :
a. Peningkatan konsumsi oksigen.
b. Peningkatan cerebral blood flow
c. Peningkatan tekanan intra cranial
d. Amnesia (retrograde dan anterograde) bervariasi, dimulai setelah 3-4 terapi,
berakhir 2-3 bulan atau lebih. Lebih berat pada terapi dengan metode bilateral,
jumlah terapi yang semakin banyak, kekuatan listrik yang meningkat dan
adanya organisitas sebelumnya.
3. Efek lain :
a. Peningkatan tekanan intra okuler.
b. Peningkatan tekanan intragastric.
c. Kebingungan (biasanya hanya berlangsung selama jangka waktu yang
singkat), pusing.
d. Mual, Headache/ sakit kepala, nyeri otot.
e. Fraktur vertebral dan ekstremitas dan Rahang sakit. Efek ini dapat
berlangsung dari beberapa jam sampai beberapa hari. Jarang terjadi bila
relaksasi otot baik.
H. Komplikasi
1. Amnesia (retrograd dan anterograd) bervariasi dimulai setelah 3-4 terapi berakhir
2-3 bulan (tetapi kadang-.kadang lebih lama dan lebih berat dengan metode bilateral,
jumlah terapi yang semakin banyak, kekuatan listrik yang meningkat dan adanya
organik sebelumnya.
2. Sakit kepala, mual, nyeri otot.
3. Kebingungan.
4. Reserpin dan ECT diberikan secara bersamaan akan berakibat fatal.
5. Fraktur jarang terjadi dengan relaksasi otot yang baik.
6. Risiko anestesi pada ECT, atropin mernperburuk glaukom sudut sempit, kerja
Suksinilkolin diperlama pada .keadaan defisiensi hati dan bisa menyebabkan
hipotonia

I. Persiapan Electro Convulsive Therapy (ECT)


ECT dilakukan dengan mengirimkan sinyal listrik ke otak yang menyebabkan kejang
sementara. Mesti terlihat menakutkan, tak perlu khawatir karena sebelum menjalaninya
pasien terlebih dahulu diberikan anestesi umum untuk menghilangkan rasa sakit pada
tubuh. Rangkaian terapi ECT biasanya dilakukan 6-12 kali selama beberapa minggu.
ECT dilakukan dengan mengalirkan listrik melalui dua elektroda yang dilekatkan
pada daerah temporal kepala. Sebelum menjalani pengobatan, pasien diberikan anestesi
umum dan menerima relaksasi otot guna mencegah cedera
Persiapan sebelum dilakukan tindakan ECT :
1. Inform consent
2. Puasa 6 jam
3. Stop obat psikiatri oral
4. Premedikasi sedatif tidak direkomendasikan karena dapat memperpanjang
maspulih.
5. Pilihan obat anestesi short acting (propofol atau thiopental) + muscle elaxant
(succinylcholine).
6. Untuk mencegah efek parasimpatik dapat diberikan atropine.
7. Untuk mencegah efek simpatis pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler dapat
diberikan atenolol 50 mg pada saat preoperatif.
8. Elektrode dapat diletakkan di sisi yang sama pada kepala (unilateral) untuk
mengurangi efek samping memory loss dan meminimalisir efek kognitif ataupun
diletakkan pada kedua sisi dari kepala (bilateral). Namun metode bilateral
biasanya lebih efektif dan lebih direkomendasikan dibandingkan unilateral.
9. Level stimulus untuk bilateral ECT adalah ½ kali ambang kejang, sedangkan
untuk unilateral bisa melebihi12 kali ambang kejang. Ambang kejang dapat
ditentukan dengan sistem trial and error ataupun menggunakan standar yang sudah
ada.

J. Pelaksanaan Electro Convulsive Therapy (ECT)


Pelaksanaan electroconvulsive (ECT) yaitu :
1. Buat pasien merasa nyaman. Pindahkan ke tempat dengan permuka¬an rata dan
cukup keras.
2. Hiperekstensikan punggung dengan bantal.
3. Bila sudah siap, berikan premedikasi dengan atropin (0,6-1,2 mg SC, IM atau IV).
Antikolinergik ini mengendalikan aritmia vagal dan menurunkan sekresi
gastrointestinal.
4. Sediakan 90-100% oksigen dengan kantung oksigen ketika respirasi tidak spontan.
5. Beri natrium metoheksital (Brevital) (40-100 mg IV, dengan cepat). Anestetik
barbiturat kerja singkat ini dipakai untuk menghasilkan koma yang ringan.
6. Selanjutnya, dengan cepat berikan pelemas otot suksinilkolin (Anectine) (30-80 mg
IV, secara cepat awasi kedalaman relaksasi melalui fasikulasi otot yang dihasilkan)
untuk menghindari kemungkinan kejang umum (seperti plantarfleksi) meskipun
jarang.
7. Setelah lemas, letakkan balok gigi di mulut kemudian berikan stimulus listrik (dapat
dilakukan secara bilateral pada kedua pelipis ataupun unilateral pada salah satu
pelipis otak yang dominan).

K. Post Electro Convulsive Therapy (ECT)


1. Awasi pasien dengan hati-hati sampai dengan klien stabil kebingungan biasanya
timbul kebingungan pasca kejang 15-30 menit.
2. Pasien berada pada resiko untuk terjadinya apneu memanjang dan delirium
pascakejang (5 10 mg diazepam IV dapat membantu).
L. Peran Perawat Dalam Pemberian Electro Convulsive Therapy (ECT)
1. Peran perawat dalam persiapan klien sebelum tindakan ECT
a. Anjurkan pasien dan keluarga untuk tenang dan beritahu prosedur tindakan yang
akan dilakukan.
b. Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya
kelainan yang merupakan kontraindikasi ECT.
c. Siapkan surat persetujuan tindakan.
d. Klien dipuasakan 4-6 jam sebelum tindakan.
e. Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau jepit rambut yang mungkin dipakai
klien.
f. Klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan defekasi.
2. Persiapan alat
a. Perlengkapan dan peralatan terapi, termasuk pasta dan gel elektroda, bantalan
kasa, alkohol, saling,elektroda elektroensefalogram (EEG), dan kertas grafik.
b. Peralatan untuk memantau, termasuk elektrokardiogram (EKG) dan elektroda
EKG.
c. Manset tekanan darah, stimulator saraf perifer, dan oksimeter denyut nadi.
d. Stetoskop.
e. Peralatan intravena.
f. Penahan gigitan dengan wadah individu.
g. Pelbet dengan kasur yang keras dan bersisi pengaman serta dapat meninggikan
bagian kepala dan kaki.
h. Peralatan penghisap lender.
i. Peralatan ventilasi, termasuk slang, masker, ambu bag, peralatan jalan nafas oral,
dan peralatan intubasi dengan sistem pemberian oksigen yang dapat memberikan
tekanan oksigen positif. Obat untuk keadaan darurat dan obat lain sesuai
rekomendasi staf anastesi.
3. Prosedur pelaksanaan
Berikut prosedur pelaksanaan terapi kejang listrik:
a. Lepaskan perhiasan, jepit rambut, kaca mata, dan alat bantu pendengaran. Semua
gigi palsu dilepaskan
b. Pakaikan baju yang longgar dan nyaman.
c. Kosongkan kandung kemih pasien.
d. Berikan obat praterapi.
e. Pastikan obat dan peralatan yang diperlakukan tersedia dan siap pakai.
f. Bantu pelaksanaan ECT.
1) Tenangkan pasien.
2) Dokter atau ahli anastesi memberikan oksigen untuk menyiapkan pasien bila
terjadi apnea karena relaksan otot.
3) Berikan obat.
4) Pasang spatel lidah yang diberi bantalan untuk melindungi gigi pasien.
5) Pasang elektroda. Kemudian berikan syok.
6) Pantau pasien selama masa pemulihan
4. Peran perawat setelah ECT
Berikut adalah hal-hal yang harus dilakukan perawat untuk membantu klien
dalam masa pemulihan setelah tindakan ECT dengan memantau klien dalam masa
pemulihan yaitu dengan cara sebagai berikut:
a. Bantu pemberian oksigen dan pengisapan lendir sesuai kebutuhan.
b. Pantau tanda-tanda vital.
c. Setelah pernapasan pulih kembali, atur posisi miring pada pasien sampai sadar.
Pertahankan jalan napas paten.
d. Jika pasien berespon, orientasikan pasien.
e. Ambulasikan pasien dengan bantuan, setelah memeriksa adanya hipotensi
postural.
f. Izinkan pasien tidur sebentar jika diinginkannya.
g. Berikan makanan ringan.
h. Libatkan dalam aktivitas sehari-hari seperti biasa, orientasikan pasien sesuai
kebutuhan.
i. Tawarkan analgesik untuk sakit kepala jika diperlukan.
jika terjadi kehilangan memori dan kekacauan mental sementara yang
merupakan efek samping ECT yang paling umum hal ini penting untuk perawat
hadir saat pasien sadar supaya dapat mengurangi ketakutan-ketakutan yang disertai
dengan kehilangan memori. Implementasi keperawatan yang harus dilakukan adalah
sebagai berikut:
a. Berikan ketenangan dengan mengatakan bahwa kehilangan memori tersebut
hanya sementara.
b. Jelaskan kepada pasien apa yang telah terjadi.
c. Reorientasikan pasien terhadap waktu dan tempat.
d. Biarkan pasien mengatakan ketakutan dan kecemasannya yang berhubungan
dengan pelaksanaan ECT terhadap dirinya.
e. Berikan sesuatu struktur perjanjian yang lebih baik pada aktivitas-aktivitas rutin
pasien untuk meminimalkan kebingungan.
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, Ermawati dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta: Trans Info Media
Maramis, W.F. 2007. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press
Riyadi, S dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Manol, Evart. 2012. Persiapan Pemeriksaan ETC. Manado
Pridmore. 2009. Download of Psychiatry Chapter 28: Electro Convulsive Therapy

Anda mungkin juga menyukai