Anda di halaman 1dari 5

A.

Permasalahan Pembangunan Pertanian dalam negeri

1.masalah Pertama yaitu penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya lahan pertanian.
Dari segi kualitas, faktanya lahan dan pertanian kita sudah mengalami degradasi yang luar
biasa, dari sisi kesuburannya akibat dari pemakaian pupuk an-organik. Berdasarkan Data
Katalog BPS, Juli 2012, Angka Tetap (ATAP) tahun 2011, untuk produksi komoditi padi
mengalami penurunan produksi Gabah Kering Giling (GKG) hanya mencapai 65,76 juta ton
dan lebih rendah 1,07 persen dibandingkan tahun 2010. Jagung sekitar 17,64 juta ton pipilan
kering atau 5,99 persen lebih rendah tahun 2010, dan kedelai sebesar 851,29 ribu ton biji
kering atau 4,08 persen lebih rendah dibandingkan 2010, sedangkan kebutuhan pangan selalu
meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk Indonesia.

Berbagai hasil riset mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif di
Indonesia, terutama di Pulau Jawa telah menurun produktivitasnya, dan mengalami degradasi
lahan terutama akibat rendahnya kandungan C-organik dalam tanah yaitu kecil dari 2 persen.
Padahal, untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan kandungan C-organik lebih
dari 2,5 persen atau kandungan bahan organik tanah > 4,3 persen. Berdasarkan kandungan C-
organik tanah/lahan pertanian tersebut menunjukkan lahan sawah intensif di Jawa dan di luar
Jawa tidak sehat lagi tanpa diimbangi pupuk organik dan pupuk hayati, bahkan pada lahan
kering yang ditanami palawija dan sayur-sayuran di daerah dataran tinggi di berbagai daerah.
Sementara itu, dari sisi kuantitasnya konfeksi lahan di daerah Jawa memiliki kultur dimana
orang tua akan memberikan pembagian lahan kepada anaknya turun temurun, sehingga terus
terjadi penciutan luas lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi lahan bangunan dan
industri.

2.Masalah kedua yang dialami saat ini adalah terbatasnya aspek ketersediaan infrastruktur
penunjang pertanian yang juga penting namun minim ialah pembangunan dan pengembangan
waduk. Pasalnya, dari total areal sawah di Indonesia sebesar 7.230.183 ha, sumber airnya 11
persen (797.971 ha) berasal dari waduk, sementara 89 persen (6.432.212 ha) berasal dari non-
waduk. Karena itu, revitalisasi waduk sesungguhnya harus menjadi prioritas karena tidak
hanya untuk mengatasi kekeringan, tetapi juga untuk menambah layanan irigasi nasional.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, 42 waduk saat ini dalam
kondisi waspada akibat berkurangnya pasokan air selama kemarau. Sepuluh waduk telah
kering, sementara 19 waduk masih berstatus normal. Selain itu masih rendahnya kesadaran
dari para pemangku kepentingan di daerah-daerah untuk mempertahankan lahan pertanian
produksi, menjadi salah satu penyebab infrastruktur pertanian menjadi buruk.

3. masalah ketiga adalah adanya kelemahan dalam sistem alih teknologi. Ciri utama
pertanian modern adalah produktivitas, efisiensi, mutu dan kontinuitas pasokan yang terus
menerus harus selalu meningkat dan terpelihara. Produk-produk pertanian kita baik komoditi
tanaman pangan (hortikultura), perikanan, perkebunan dan peternakan harus menghadapi
pasar dunia yang telah dikemas dengan kualitas tinggi dan memiliki standar tertentu. Tentu
saja produk dengan mutu tinggi tersebut dihasilkan melalui suatu proses yang menggunakan
muatan teknologi standar. Indonesia menghadapi persaingan yang keras dan tajam tidak
hanya di dunia tetapi bahkan di kawasan ASEAN. Namun tidak semua teknologi dapat
diadopsi dan diterapkan begitu saja karena pertanian di negara sumber teknologi mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan negara kita, bahkan kondisi lahan pertanian di tiap daerah
juga berbeda-beda. Teknologi tersebut harus dipelajari, dimodifikasi, dikembangkan, dan
selanjutnya baru diterapkan ke dalam sistem pertanian kita. Dalam hal ini peran kelembagaan
sangatlah penting, baik dalam inovasi alat dan mesin pertanian yang memenuhi kebutuhan
petani maupun dalam pemberdayaan masyarakat. Lembaga-lembaga ini juga dibutuhkan
untuk menilai respon sosial, ekonomi masyarakat terhadap inovasi teknologi, dan melakukan
penyesuaian dalam pengambilan kebijakan mekanisasi pertanian

4.masalah keempat, muncul dari terbatasnya akses layanan usaha terutama di permodalan.
Kemampuan petani untuk membiayai usaha taninya sangat terbatas sehingga produktivitas
yang dicapai masih di bawah produktivitas potensial. Mengingat keterbatasan petani dalam
permodalan tersebut dan rendahnya aksesibilitas terhadap sumber permodalan formal, maka
dilakukan pengembangkan dan mempertahankan beberapa penyerapan input produksi biaya
rendah (low cost production) yang sudah berjalan ditingkat petani. Selain itu, penanganan
pasca panen dan pemberian kredit lunak serta bantuan langsung kepada para petani sebagai
pembiayaan usaha tani cakupannya diperluas. Sebenarnya, pemerintah telah menyediakan
anggaran sampai 20 Triliun untuk bisa diserap melalui tim Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan
Bank BRI khusus Kredit Bidang Pangan dan Energi.

5.masalah kelima adalah masih panjangnya mata rantai tata niaga pertanian, sehingga
menyebabkan petani tidak dapat menikmati harga yang lebih baik, karena pedagang telah
mengambil untung terlalu besar dari hasil penjualan.

Pada dasarnya komoditas pertanian itu memiliki beberapa sifat khusus, baik untuk hasil
pertanian itu sendiri, untuk sifat dari konsumen dan juga untuk sifat dari kegiatan usaha tani
tersebut, sehingga dalam melakukan kegiatan usaha tani diharapkan dapat dilakukan dengan
seefektif dan seefisien mungkin, dengan memanfaatkan lembaga pemasaran baik untuk
pengelolaan, pengangkutan, penyimpanan dan pengolahannya. Terlepas dari masalah-
masalah tersebut, tentu saja sektor pertanian masih saja menjadi tumpuan harapan, tidak
hanya dalam upaya menjaga ketahanan pangan nasional tetapi juga dalam penyediaan
lapangan kerja, sumber pendapatan masyarakat dan penyumbang devisa bagi negara.

http://setkab.go.id/artikel-5746-5-masalah-yang-membelit-pembangunan-pertanian-di-
indonesia.html

B.Permasalahan ekonomi pertanian di luar negeri (Malaysia)


Sektor pertanian sememangnya merupakan sektor yang terpenting bagi negara-negara
membangun seperti Malaysia. Malah ia merupakan antara ciri terpenting yang membezakan
status antara negara-negara membangun dan negara-negara maju. Sektor ini jugalah yang
telah menyumbang kepada asas pembentukan ekonomi Malaysia di dalam era selepas
merdeka yang mana pada masa tersebut, majoriti penduduk tertumpu kepada aktiviti ekonomi
berasaskan pertanian dan perlombongan.

Namun, dengan kepesatan pembangunan dan kemajuan negara, sektor pertanian beransur-
ansur dipandang sayu. Para petani juga tidak lagi berminat menjalankan kerja-kerja tani yang
dahulunya pernah menjadi pekerjaan turun-temurun. Lebih parah, generasi pelapis yang
diharapkan akan meneruskan pekerjaan turun-temurun itu lebih berminat berhijrah ke bandar-
bandar besar mencari pekerjaan yang lebih ´bermaruah´ dan menawarkan pendapatan yang
lebih tinggi dan terjamin dalam sektor perindustrian.
Hal ini kerana imej pekerjaan di sektor perindustrian dilihat lebih tinggi dan memiliki
kemudahan sosial yang lebih baik. Peluang membaiki taraf ekonomi melalui pendapatan di
sektor perkilangan dan perkhidmatan lebih terjamin. Sebaliknya, pendapatan di sektor
pertanian tidak stabil.

Penghijrahan tenaga buruh dari sektor pertanian ke sektor bukan pertanian ini mengakibatkan

1.kekurangan tenaga buruh di sektor pertanian. Malah, bilangan ladang di Semenanjung


Malaysia yang mengalami masalah tenaga buruh turut meningkat tahun demi tahun.

Kekurangan tenaga buruh yang mendesak menyebabkan ramai pekerja asing dibawa masuk.
Di antara tahun 2001-2003 sahaja, seramai 19,343 buruh asing tambahan telah diambil
bekerja dalam sektor pertanian (termasuk sektor peladangan). Lebih parah, petani asal yang
tinggal adalah terdiri daripada petani yang sudah tua dan uzur. Berdasarkan satu kajian yang
telah dijalankan oleh Kementerian pada tahun 2002/2003, 39% daripada petani yang
ditemubual berumur lebih dari 55 tahun.

2.saiz ladang yang berskala kecil dan tidak ekonomik. Saiz tanah yang tidak ekonomik
menyebabkan produktiviti dan kos pengeluaran yang tinggi.

Kajian yang dijalankan mendapati 65% pesawah padi mengusahakan sawah yang bersaiz
kurang dari satu hektar. Sub-sektor pengeluaran makanan pertanian juga terpaksa bersaing
dengan sektor perladangan untuk mendapatkan tanah yang baik. Umpamanya, sektor
perladangan sahaja menguasai 83% daripada 6.36 juta hektar tanah yang bertanam.

3.kekurangan tenaga buruh yang berpelajaran, produktif dan cekap.Kekurangan ini


akan menyebabkan perancangan yang baik dan pengurusan yang cekap tidak dapat
dilaksanakan. Juga, petani yang kurang pendidikan akan menghadapi masalah kekurangan
modal kerana mereka sukar memperolehi kredit daripada institusi kewangan. Untuk
mendapatkan kredit, mereka terpaksa memenuhi syarat dan keperluan yang kompleks yang
ditetapkan oleh institusi berkenaan.

4.Kekurangan modal . kekurangan modal pula merupakan penghalang untuk mereka


menyerap teknologi moden, terutamanya menanam semula tanaman getah yang telah tua
dengan baka benih atau klon yang tinggi daya pengeluarannya dan lumayan hasilnya.
Sebabnya untuk menanam semula, petani terpaksa menunggu sekurang-kurangnya empat
tahun untuk mendapatkan hasil. Dalam tempoh tersebut, mereka tidak mempunyai sebarang
sumber pendapatan semasa lagi. Dengan itu, walaupun teknologi moden berpotensi
memberikan manfaat yang besar, mereka tidak berkemampuan untuk menerimanya.

Disebabkan kekurangan pengetahuan tentang teknologi moden, kebanyakan petani tidak


mengguna baka benih atau klon yang berdaya pengeluaran tinggi yang terkini, tidak
menggunakan baja dan bahan kimia secara optimum dan betul, tidak melaksanakan pembaik
pulih tanah dan mengamalkan adat dan budaya tradisi yang tidak mendorong ke arah
memperoleh daya pengeluaran yang tinggi.

5.masalah kekurangan benih di sektor-sektor kecil tertentu. Bagi sektor sayur-sayuran


umpamanya, 95% benih yang diperlukan adalah diimport dari Thailand, Taiwan, China,
Australia dan lain-lain lagi. Benih buah-buahan seperti benih hybrid tembikai yang berhasil
tinggi pula perlu djimport dari luar negeri seperti Taiwan. Harga benih hybrid ini agak tinggi
dan mengakibatkan peningkatan kos pengeluaran. Negara juga perlu mengimport 25% benih
ikan untuk menampung keperluan semasa.

Dari segi pelaburan swasta dalam sektor makanan, ianya lebih rendah jika dibandingkan
dengan pelaburan di dalam sektor pembuatan atau sektor perladangan. Ini kerana masih
wujudnya persepsi bahawa sektor pertanian mundur dan memberi pulangan yang kurang
berbanding sektor lain.

6.Liberalisasi perdagangan di bawah WTO dan AFTA juga akan menyebabkan hasil
pertanian negara menghadapi persaingan lebih sengit daripada negara-negara pengeluar yang
lain yang mempunyai kelebihan kos pengeluaran yang rendah. Lambakan hasil pertanian
dijangka akan berlaku apabila sekatan bukan tarif di negara-negara ahli yang mempunyai kos
pengeluaran lebih tinggi dihapuskan.

Import makanan negara turut meningkat setiap tahun kesan dari pertambahan bilangan dan
taraf hidup penduduk. Pada tahun 1996, import makanan (termasuk makanan ternakan) dan
input pertanian adalah RM10.5 bilion berbanding dengan RM4.6 bilion pada 1990. Pada
tahun 1997 (Januari-Oktober) importnya adalah RM9.1 bilion.

Kenaikan permintaan makanan membawa kepada kenaikan harga makanan. Pada 1996,
kenaikan harga makanan menyumbangkan 57% daripada kenaikan Indeks Harga Pengguna.
Kejatuhan ringgit sejak Julai 1997 sebanyak 40% (RM2.6 kepada RM3.6 sedolar) telah
meningkatkan kos import makanan dan input pertanian.

Malaysia mengalami defisit dalam perdagangan makanan (termasuk makanan binatang) dan
input pertanian. Ini bermakna terdapat lebihan aliran keluar wang negara bagi membiayai
import. Pada tahun 1996 eksportnya adalah sebanyak RM4.2 bilion, dan pada 1997 (Januari-
Oktober 1997) adalah RM4.5 bilion. Ini bermakna defisit dalam perdagangan makanan dan
input pertanian ialah RM6.3 bilion pada 1996, dan RM4.6 bilion pada 1997.

Krisis kewangan telah menyedarkan Malaysia akan perlunya peningkatan dalam aspek
keselamatan makanan negara melalui pengeluaran makanan sendiri dan menyusun strategi
bagi mengurangkan pergantungan makanan dari negara lain. Juteru, di sinilah sektor
pertanian memainkan peranan pentingnya.

http://bobex.wordpress.com/2007/03/19/industri-pertanian-negara-menyingkap-potensi-dan-
cabaran/
Oleh

Nama : Muhammad Irfan

Nim : 05071281419070

Kelas : AET (A)

Anda mungkin juga menyukai