Anda di halaman 1dari 72

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO, dikatakan bahwa diabetes
mellitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang
jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan
problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor
dimana didapati defisiensi absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat
pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang di produksi secara efektif. Diabetes Mellitus (DM) merupakan
penyakit menahun yang dewasa ini prevalensinya makin meningkat. Diabetes
mellitus tipe 2 merupakan jenis diabetes mellitus yang paling sering ditemukan di
praktek, diperkirakan sekitar 90% dan semua penderita diabetes melitus di
Indonesia.1
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang
mengalami peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. WHO memprediksi
kenaikan jumlah penderita Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia
yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa, dengan prevalensi DM
pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2 %. Penelitian
terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok didapatkan prevalensi DM
Tipe 2 sebesar 14,7%.1,2
Jumlahnya meningkat seiring dengan bentuk gaya hidup, pola konsumsi
makanan yang tidak sehat termasuk diantaranya kurangnya aktivitas fisik dan
konsumsi junk food, dan lain-lain. Soewondo (2005), menyatakan bahwa stres
yang dialami penderita baik fisik maupun mental berhubungan dengan sakitnya
1
dan secara tidak disadari atau tidak langsung dirasakan oleh orang tua dan
keluarga penderita, maka akan timbul suatu kesalahan-kesalahan sikap keluarga
dan penderita. Lingkungan yang mempengaruhi perilaku tidak hanya terbatas
pada lingkungan fisik saja, tetapi juga lingkungan psikologis, sosial, ekonomi, dan
budaya. Hal ini selanjutnya akan mempengaruhi cara hidup sehat manusia.
Sehingga peran keluarga seperti sikap, perilaku, dan partisipasi keluarga
dipandang sebagai naluri untuk melindungi anggota keluarga yang sakit.1,2

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa saja faktor yang mengakibatkan terjadinya diabetes melitus?
2. Bagaimana tingkat pengetahuan keluarga dalam menyikapi penyakit
diabetes mellitus?
3. Bagaimana hasil dari terapi yang diberikan kepada penderita diabetes
mellitus?
4. Bagaimana upaya pencegahan yang dapat dilakukan pada penderita
diabetes mellitus?

1.3 ASPEK DISIPLIN ILMU YANG TERKAIT DENGAN


PENDEKATAN DIAGNOSIS HOLISTIK KOMPREHENSIF
PENDERITA DIABETES MELLITUS
Untuk pengendalian masalah diabetes melitus baik pada tingkat individu
maupun masyarakat dilakukan secara komprehensif dan holistik yang disesuaikan
dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka mahasiswa program
profesi dokter Universitas Muslim Indonesia melakukan kegiatan kepaniteraan
klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas
dilayanan primer (Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi
yang dilandasi oleh profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan
diri, serta komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai landasan berupa
pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis,
dan pengelolaan masalah kesehatan.
Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
2
1. Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1) : Untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian diabetes melitus secara
individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama,
etika, moral, dan peraturan perundangan.
2. Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa mampu
mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisik, psikis, sosial dan
budaya sendiri dalam penanganan diabetes melitus, melakukan rujukan
sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang berlaku serta
mengembangkan pengetahuan.
3. Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian diabetes melitus.
4. Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu
memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan
dalam praktik kedokteran.
5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah pengendalian diabetes melitus secara holistik dan
komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas
berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang
optimum.
6. Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan
prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah diabetes melitus dengan
menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan
keselamatan orang lain.
7. Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu
mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat
secara komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif dan
berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer.

3
1.4 TUJUAN DAN MANFAAT STUDI KASUS
Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah memberikan
tatalaksana masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang
utuh terdiri dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan
penyakit promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter
keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan pada hasil penelitian ilmu
kedokteran terkini (evidence based medicine).

1.4.1 Tujuan Umum:


Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah dapat menerapkan
penatalaksanaan diabetes melitus dengan pendekatan kedokteran keluarga
secara komprehensif dan holistik, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter
Indonesia, berbasis evidence based medicine (EBM) pada pasien dengan
mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis serta prinsip penatalaksanaan
diabetes mellitus dengan pendekatan diagnostik holistik di Puskesmas Jongaya
Makassar.

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Untuk penerapan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang, serta menginterpretasikan hasilnya dalam mendiagnosis
diabetes melitus.
2. Untuk melakukan prosedur tatalaksana dan edukasi diabetes melitus sesuai
Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
3. Untuk menggunakan landasan Ilmu Kedokteran Klinis dan Kesehatan
Masyarakat dalam melakukan upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif dalam pengendalian diabetes melitus.

1.4.3 Manfaat Studi Kasus


1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
4
2. Bagi Penderita (pasien)
Menambah wawasan akan diabetes melitus yang meliputi proses penyakit
dan penanganan menyeluruh sehingga dapat memberikan keyakinan untuk
menghindari faktor pencetus.
3. Bagi Tenaga Kesehatan
4. Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah
daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya
mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita diabetes melitus.
5. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka
memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai Evidence Based
Medicine dan pendekatan diagnosis holistik diabetes melitus serta dalam
hal penulisan studi kasus.

1.5 INDIKATOR KEBERHASILAN TINDAKAN


Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan pasien
dengan prinsip pelayanan dokter keluarga yang holistik berbasis Kedokteran
Keluarga adalah:
1. Pasien mampu mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor penyebab
diabetes melitus.
2. Kepatuhan penderita datang berobat ke Puskesmas secara teratur.
3. Perbaikan gejala dan penurunan kadar gula darah dapat dievaluasi setelah
dilakukan penatalaksanaan dan perbaikan diet pada pasien diabetes
melitus.
4. Perbaikan gaya hidup yang di lakukan pasien, seperti melakukan aktivitas
fisik, dan mengkonsumsi makanan yang di anjurkan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian keberhasilan tindakan
pengobatan didasarkan atas kadar gula darah pasien menurun mendekati batas

5
normal, perbaikan gejala dapat dievaluasi setelah dilakukan penatalaksanaan dan
perbaikan diet.

6
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1 KERANGKA TEORI


Gambaran Penyebab Diabetes Melitus

Gambar 1. Gambaran penyebab diabetes melitus

7
Gambar 2. Konsep Mandala

Gaya Hidup

- Diet tinggi lemak dan


tinggi karbohidrat
- Aktivitas fisik kurang
- Istirahat kurang

Lingkungan Psiko-Sosial-
Ekonomi

Perilaku Kesehatan - Kondisi ekonomi pasien


cukup.
- Tidak mentaati diet - Tingkat pengetahuan
- Kurang rutin kontrol tentang diet yang tepat
ke Puskesmas untuk penderita DM masih
kurang.
- Kecemasan dan
kekhawatiran tentang
Pasien penyakit pasien
Pelayanan Kesehatan
1 bulan
- Status Generalis:
- Tenaga kesehatan kurang
Gizi lebih.
memberi penyuluhan
tentang diet untuk - Kesemutan pada
Lingkungan Kerja
penderita DM kedua tangan
- Layanan home care belum - Gejala klasik DM - Pasien bekerja sebagai
terlalu maksimal. (+) ibu rumah tangga
- Pasien menggunakan -
fasilitas kesehatan BPJS
- GDS: 378 mg/dl

Lingkungan Fisik

Faktor Biologi - Letak rumah berada di


lorong sisi jalan raya
Ayah pasien
sehingga berjalan kaki,
menderita DM
karena jarak tempuh
- Resistensi insulin
yang cukup dekat
Kurang ke
bersih
- Insufisiensi sekresi
puskesmas
insulin
- Faktor imunologi
Komunitas

Komunitas padat

8
2.2 PENDEKATAN DIAGNOSIS HOLISTIK PADA PELAYANAN
KEDOKTERAN KELUARGA DI LAYANAN PRIMER
Pengertian holistik adalah memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososio-kultural pada ekosistemnya. Sebagai makhluk biologis manusia
adalah merupakan sistem organ, terbentuk dari jaringan serta sel-sel yang
kompleks fungsionalnya.
Diagnostik holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan menentukan
dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta kegawatan yang
diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat penyakit pasien,
pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang, penilaian risiko
internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta keluarganya.
Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem Kesehatan Nasional 2004,
maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan sebagai pelaku pelayanan
pertama (layanan primer).

Tujuan Diagnosis Holistik:


1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam kehidupannya)
5. Jangka waktu pengobatan pendek
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi sosial
7. Terproteksi dari risiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah

Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan terapi,


tujuannya yakni:
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan patogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi
organ
9
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya
5. Menentukan interval kunjungan terapi.

Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :


1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi
(penerimaan, pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien
3. Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan lembaran
penyaring
4. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
5. Melakukan anamnesis
6. Melakukan pemeriksaan fisik
7. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,
prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
8. Menentukan resiko individual  diagnosis klinis sangat dipengaruhi
faktor individual termasuk perilaku pasien
9. Menentukan pemicu psikososial  dari pekerjaan maupun komunitas
kehidupan pasien
10. Menilai aspek fungsi sosial.

Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran keluarga


di layanan primer antara lain :
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai
bagian dari keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara
terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu.

10
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus
(preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan
kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation)
dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko-legal etika
kedokteran.
Pelayanan medis yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan
bersinambung, yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif
dan terus menerus demi kesehatan pasien.
Pelayanan medis yang terpadu, artinya pelayanan yang disediakan dokter
keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan
pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas
program dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik
dari formal maupun informal.

Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:


a. Comprehensive care and holistic approach
b. Continuous care
c. Prevention first
d. Coordinative and collaborative care
e. Personal care as the integral part of his/her family
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care

Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien adalah


seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan spiritual,
serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.

11
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat dari
beberapa aspek yaitu:
1. Aspek Personal :Keluhan utama, harapan, dan kekhawatiran
2. Aspek Klinis :Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup
dengan diagnosis kerja dan diagnosis banding
3. Aspek Internal :Kepribadian seseorang akan mempengaruhi
perilaku. Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.
4. Aspek Eksternal :Psikososial dan ekonomi keluarga.
5. Derajat Fungsi Sosial:
 Derajat 1 : Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
 Derajat 2 : Pasien mengalami sedikit kesulitan
 Derajat 3 : Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa
dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan
 Derajat 4 : Banyak kesulitan, dapat melakukan aktifitas kerja,
bergantung pada keluarga
 Derajat 5 : Tidak dapat melakukan kegiatan.

12
2.3 DIABETES MELLITUS
2.3.1 DEFINISI

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan kesehatan


yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula dalam darah. Tingginya kadar
gula karena kurang maksimalnya pemanfaatan gula oleh tubuh sebagai sumber
energi karena kurangnya hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas atau
tidak berfungsinya hormon insulin dalam menyerap gula secara maksimal.4

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes Mellitus


(DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.5

2.3.2 KLASIFIKASI4
Klasifikasi Diabetes Mellitus, yaitu:
1. Diabetes Mellitus Tipe 1
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi
akibat kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah
sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus,
sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus.
Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
2. Diabetes Mellitus Tipe 2
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik,
kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi
insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya
glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan
75% dari penderita DM tipe II ini dengan obesitas atau kegemukan dan
biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.
3. Diabetes Mellitus Tipe lain
a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin

13
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional

2.3.3 EPIDEMIOLOGI
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang
mengalami peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. WHO memprediksi
kenaikan jumlah penderita Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik, diperkirakan jumlah penduduk
Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa, dengan
prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2
%. Penelitian terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok didapatkan
prevalensi DM Tipe 2 sebesar 14,7%.

Epidemiologi Diabetes Mellitus Berdasarkan Trias Epidemiologi:


a) Faktor Host
Pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 (DM tipe 2), etiologi pada
pasien dapat berupa kelainan familial yang diturunkan. Pasien dengan DM
memiliki setidaknya 40% resiko terkena diabetes apabila memiliki saudara
kandung dengan diabetes, dan 33% untuk cucunya nanti.2
Beberapa gen telah diketahui berhubungan erat dengan kejadian DM tipe
2 dengan pola familial yang kuat. Kerusakan gen-gen tersebut menyebabkan
dua mekanisme utama dalam DM tipe 2, yaitu resistensi insulin dan sekresi
inadekuat insulin.4
Faktor resiko utama dalam perkembangan DM tipe 2 pada seseorang
dapat:5

14
1. Umur lebih dari 45 tahun (walaupun sekarang sudah mulai mengalami
pergeseran, dimana usia lebih muda juga dapat mengalami DM tipe 2)
2. Berat badan lebih dari 120% berat badan ideal
3. Riwayat DM pada keluarga derajat pertama (orangtua atau saudara
kandung)
4. Riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT)
5. Hipertensi (>140/90 mmHg) atau dislipidemia (kolesterol HDL <40
mg/dL atau kadar trigliserida >150 mg/dL)
6. Riwayat diabetes gestasional atau melahirkan anak dengan berat badan
lahir lebih dari 4 kg
7. Sindrom kista ovarium.
b) Faktor Agent
Penyakit Diabetes Melitus diduga terjadi akibat penurunan produksi
insulin ataupun resistensi reseptor insuin yang ada pada sel. Namun sampai
saat ini etiologi dari penyakit Diabetes Melitus masih belum diketahui
dengan jelas.3
c) Faktor Environment
Gaya hidup yang kebarat-baratan3:
1. Penghasilan per capita tinggi
2. Tersedianya banyak restoran makanan siap saji (Fast Food)
3. Teknologi canggih menimbulkan sedentary life, kurang gerakan badan.

Variabel Epidemiologi
1) Orang
Berdasarkan kriteria American Diabetes Asociation tahun 2012 (ADA
2012), sekitar 10,2 juta orang di Amerika Serikat menderita DM. Sementara
itu, di Indonesia prevalensi DM sebesar 1,5-2,3% penduduk usia >15
tahun,bahkan di daerah Manado prevalensi DM sebesar 6,1%.3
2) Tempat dan Waktu

15
Prevalensi terjadinya DM di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6 %,
kecuali di dua tempat yaitu di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang, 2,3
% dan di Manado 6%. Di Pekajangan prevalensinya sedikit tinggi,
dikarenakan di daerah tersebut banyak perkawinan antara kerabat.
Sedangkan di Manado, disimpulkan mungkin angka itu tinggi karena pada
studi itu populasinya terdiri dari dari orang-orang yang datang dengan
sukarela, jadi lebih selektif. Tetapi kalau dilihat dari segi geografi dan
budayanya yang dekat dengan Filipina, ada kemungkinan prevalensi di
Manado tinggi karena prevalensi di Filipina juga tinggi, yaitu sekitar 8,4%-
12% di daerah urban dan 3,85-9,7% di daerah rural. Penelitian terakhir
antara tahun 2006 dan 2011 di daerah Depok didapatkan prevalensi DM tipe
2 sebesar 14,7%, demikian juga di Makassar, prevalensi terakhir mencapai
12,5%.2

2.3.4 PATOGENESIS DIABETES MELLITUS6


Mekanisme utama patofisiologi DM tipe 2 adalah terjadinya resistensi
insulin dan insufisiensi sekresi insulin. Resistensi insulin berhubungan erat
dengan kondisi obesitas, dimana obesitas akan menyebabkan peningkatan kadar
sitokin proinflamasi sistemik, menyebabkan sel-sel tidak peka terhadap insulin.
Mekanisme persisnya yang menyebabkan sitokin proinflamasi dapat
menyebabkan penurunan kepekaan sel terhadap insulin masih belum dapat
diketahui pasti.
Karena resistensi insulin, maka sel beta pankreas akan meningkatkan
produksi insulin untuk menyesuaikan keadaan glukosa darah dan kebutuhan
relatif sel akan insulin dimana kepekaannya telah berkurang. Oleh karena itu,
pada keadaan prediabetik, akan ditemukan keadaan hiperinsulinemia dengan
kadar glukosa darah yang masih normal. Namun kemampuan pankreas untuk
mempertahankan sekresi insulin yang tinggi tersebut terbatas, dan semakin lama
resistensi insulin yang semakin meningkat akan meningkatkan stres sel beta
pankreas memproduksi insulin, sehingga pelan-pelan sel-sel beta akan

16
mengalami kemunduran produksi insulin, dan terjadilah keadaan insufisiensi
sekresi insulin.
Saat resistensi insulin dan insufisiensi sekresi insulin terjadi, maka terjadilah
keadaan diabetes. Gula darah akan meningkat, dan mekanisme lain untuk
mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap dalam kadar normal diambil
alih oleh ginjal. Ginjal akan mengekskresikan glukosa, sehingga akan timbul
glikosuria. Kadar glukosa yang tinggi di urin inilah yang menjadi alasan
diabetes mellitus juga disebut penyakit “kencing manis”.
Glikosuria akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotik urin. Hal ini
akan menyebabkan plasma darah yang melewati ginjal akan ditarik ke nefron
sehingga kadar air yang diekskresikan ginjal bertambah, menyebabkan poliuria.
Poliuria kemudian akan menyebabkan kadar cairan tubuh berkurang, sehingga
mekanisme fisiologis akan dehidrasi bekerja, menyebabkan rasa haus dan
polidipsia. Glikosuria menyebabkan sumber energi tubuh (glukosa) terbuang,
ditambah dengan ketidakmampuan relatif sel-sel tubuh mengonsumsi glukosa
karena resistensi insulin dan insufisiensi sekresi insulin, menyebabkan rasa
lapar, polifagia, mudah lelah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya pada pasien DM tipe 2. Oleh karena itu, poliuria,
polidipsia, dan polifagia adalah gejala klasik DM yang paling awal.
Ginjal tidak dapat menyekresikan glukosa hingga pada kadar yang normal,
sehingga walaupun sudah terjadi glikosuria dan poliuria, kadar glukosa darah
tetap tinggi. Kadar glukosa darah yang tinggi ini akan menyebabkan gangguan
metabolik dan penumpukan “produk glukosa” sistemik, yang terutama akan
menumpuk pada pembuluh darah dan neuron. Apabila keadaan hiperglikemia
tetap dibiarkan kronis, maka komplikasi metabolik akut, vaskular, dan
neurologis DM akan terjadi.

2.3.5 GEJALA KLINIS7


 Penderita pada umumnya mengalami poliuria (banyak berkemih),
polidipsia (banyak minum), dan polifagia (banyak makan).
 Penderita sering mengeluh lemah, kadang-kadang terasa kesemutan atau
17
rasa baal serta gatal yang kronis.
 Penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan.
 Selain itu penderita merasa sangat haus, kehilangan energy, rasa lemas
dan cepat lelah
 Pada keadaan lanjut mungkin terjadi penurunan ketajaman penglihatan,
penyembuhan luka yang buruk,disfungsi ereksi pada pria, serta
pruritus vulvae pada pasien wanita.

2.3.6 DIAGNOSIS5
Diagnosis Diabetes Mellitus (DM) ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar
glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Penggunaan bahan darah utuh (whole blood) vena ataupun kapiler tetap dapat
dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang
berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.
Ada perbedaan antara uji diagnostik Diabetes Mellitus (DM) dan
pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang
menunjukkan gejala atau tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring
bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang
mempunyai resiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan
kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk
memastikan diagnosis definitif.
Diagnosis klinis Diabetes Mellitus (DM) umumnya akan dipikirkan bila
ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang
mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanit a.
Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal
satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila
tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan
18
glukosa darah abnormal. Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui cara
pada tabel.

Tabel 1. Kriteria Diagnosis DM

1. Gejala klasik DM + Glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)


Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir

2. Atau, gejala klasik DM + Glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)


TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

Cara Pelaksanaan TTGO (PERKENI) 2 :


 Tiga (3) hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat
cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti yang biasa
dilakukan
 Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan,
minum air putih tanpa gula diperbolehkan
 Diperiksa kadar glukosa darah puasa
 Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB
(anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 15
menit
 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan
2 jam setelah minum larutan glukosa selesai
 Diperiksa kadar glukosa darah dua jam sesudah beban glukosa
 Selama proses pemeriksaan subyek yang dipeiksa tetap istirahat dan
tidak merokok.

19
Pemeriksaan penyaringan8
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko
Diabetes Melitus (DM) namun tidak menunjukkan adanya gejala DM.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT
(Toleransi Glukosa Terganggu) maupun GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan
TGT dan GDPT juga disebut sebagai prediabetes, merupakan tahapan sementara
menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya
DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada semua individu dewasa dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥ 25 Kg/m2 dengan faktor resiko lain sebagai
berikut
1. Aktivitas fisik kurang
2. Riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama (first degree relative)
3. Masuk kelompok etnik risiko tinggi (African American, Latino, Native
American, Asian American, Pasific Islander)
4. Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat > 4000 gram atau
riwayat DM gestasional (DMG)
5. Hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg atau sedang dalam terapi obat
anti hipertensi).
6. Kolesterol HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL
7. Wanita dengan sindrim polikistik ovarium
8. Riwayat Toleransi glukosa terganggu (TGT) atau Glukosa darah puasa
terganggu (GDPT)
9. Keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin (obesitas,
akantosis nigrikans)
10. Riwayat penyakit kardiovaskular.

20
Tabel 2. Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa
Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dL)
Bukan Belum pasti DM
DM DM

Kadar glukosa darah Plasma < 110 110-199 > 200


sewaktu (mg/dl) vena

Darah < 90 90-199 > 200


kapiler

Kadar glukosa darah Plasma < 110 110-125 > 126


puasa (mg/dl) vena

Darah < 90 90-199 > 110


kapiler

Tabel 3. Kriteria diagnostik diabetes mellitus* dan


gangguan toleransi glukosa
1. Konsentrasi glukosa darah sewaktu (plasma vena)  200
mg/dl
2. Konsentrasi glukosa darah puasa > 126 mg/dL atau
3. Kadar glukosa plasma  200 mg/dl pada dua jam sesudah
beban glukosa 75 gram pada TTGO **

*
Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain,
kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi
metabolik berat, seperti ketoasidosis, gejala klasik : poliuri, polidipsi,
polifagi dan berat badan menurun cepat.
**
Cara Diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik, untuk
penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria

21
diagnostik kadar glukosa darah puasa dan dua jam pasca pembebanan.
Untuk DM gestasional juga dianjurkan kriteria diagnostik yang sama.

2.3.7 PENATALAKSANAAN
Karena banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi pada DM tipe 2,
dan sebagian besar mengenai organ vital yang dapat fatal, maka tatalaksana DM
tipe 2 memerlukan terapi agresif untuk mencapai kendali glikemik dan kendali
factor risiko kardiovaskular. Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
DM tipe 2 di Indonesia 2011, penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik
beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis,
latihan jasmani dan intervensi farmakologis. Berikut penatalaksanaan secara
nonfarmakologis:9
a) Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang
memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya edukasi
dilakukan secara komphrehensif dan berupaya meningkatkan motivasi
pasien untuk memiliki perilaku sehat. Tujuan dari edukasi diabetes adalah
mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan
alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/
komplikasi yang mungkin timbul secara dini/ saat masih reversible, ketaatan
perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri, dan
perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan. Edukasi pada
penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki,
ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok, meningkatkan aktifitas
fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak.
b) Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang
seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu, dengan
memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan.
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%,

22
lemak 20%-25%, protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g, dan diet cukup
serat sekitar 25g/hari.
c) Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama
kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobic
seperti berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang. Latihan jasmani
selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
meningkatkan sensitifitas insulin.
d) Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan
pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri
dari obat oral dan bentuk suntikan. Obat yang saat ini ada antara lain10:
1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Pemicu sekresi insulin:
 Sulfonilurea
• Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas
• Pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau kurang
• Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada orang tua,
gangguan faal hati dan ginjal serta malnutrisi
 Glinid
• Terdiri dari repaglinid dan nateglinid
• Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih ditekankan pada
sekresi insulin fase pertama.
• Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia postprandial

Peningkat sensitivitas insulin:


 Biguanid
• Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah
Metformin.

23
• Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya
terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin,
dan menurunkan produksi glukosa hati.
• Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita diabetes
gemuk, disertai dislipidemia, dan disertai resistensi insulin.
 Tiazolidindionlerticle
• Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengangkut glukosa sehingga meningkatkan ambilan
glukosa perifer.
• Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal jantung karena
meningkatkan retensi cairan.

Penghambat glukoneogenesis:
 Biguanid (Metformin).
• Selain menurunkan resistensi insulin, Metformin juga mengurangi
produksi glukosa hati.
• Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal
dengan kreatinin serum > 1,5 mg/dL, gangguan fungsi hati, serta
pasien dengan kecenderungan hipoksemia seperti pada sepsis
• Metformin tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti
golongan sulfonylurea.
• Metformin mempunyai efek samping pada saluran cerna (mual)
namun bisa diatasi dengan pemberian sesudah makan.

Penghambat glukosidase alfa:


 Acarbose
• Bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus.
• Acarbose juga tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti
golongan sulfonilurea.
• Acarbose mempunyai efek samping pada saluran cerna yaitu
kembung dan flatulens.
24
• Penghambat dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) Glucagon-like
peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptide yang
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi bila ada
makanan yang masuk. GLP-1 merupakan perangsang kuat bagi
insulin dan penghambat glukagon. Namun GLP-1 secara cepat
diubah menjadi metabolit yang tidak aktif oleh enzim DPP-4.
Penghambat DPP-4 dapat meningkatkan penglepasan insulin dan
menghambat penglepasan glucagon.

2. Obat Suntikan
 Insulin
• Insulin kerja cepat
• Insulin kerja pendek
• Insulin kerja menengah
• Insulin kerja panjang
• Insulin campuran tetap
 Agonis GLP-1/incretin mimetik
• Bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin tanpa
menimbulkan hipoglikemia, dan menghambat penglepasan
glukagon
• Tidak meningkatkan berat badan seperti insulin dan sulfonilurea
• Efek samping antara lain gangguan saluran cerna seperti mual
muntah

Dengan memahami 4 pilar tata laksana DM tipe 2 ini, maka dapat dipahami
bahwa yang menjadi dasar utama adalah gaya hidup sehat (GHS). Semua
pengobatan DM tipe 2 diawali dengan GHS yang terdiri dari edukasi yang terus
menerus, mengikuti petunjuk pengaturan makan secara konsisten, dan
melakukan latihan jasmani secara teratur. Sebagian penderita DM tipe 2 dapat
terkendali kadar glukosa darahnya dengan menjalankan GHS ini. Bila dengan
GHS glukosa darah belum terkendali, maka diberikan monoterapi OHO.

25
Pemberian OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap
sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Pemberian OHO berbeda-beda
tergantung jenisnya. Sulfonilurea diberikan 15-30 menit sebelum makan. Glinid
diberikan sesaat sebelum makan. Metformin bias diberikan
sebelum/sesaat/sesudah makan. Acarbose diberikan bersama makan suapan
pertama. Tiazolidindion tidak bergantung pada jadwal makan, DPP-4 inhibitor
dapat diberikan saat makan atau sebelum makan.11
Bila dengan GHS dan monoterapi OHO glukosa darah belum terkendali
maka diberikan kombinasi 2 OHO. Untuk terapi kombinasi harus dipilih 2 OHO
yang cara kerja berbeda, misalnya golongan sulfonilurea dan metformin. Bila
dengan GHS dan kombinasi terapi 2 OHO glukosa darah belum terkendali maka
ada 2 pilihan yaitu yang pertama GHS dan kombinasi terapi 3 OHO atau GHS
dan kombinasi terapi 2 OHO bersama insulin basal. Yang dimaksud dengan
insulin basal adalah insulin kerja menengah atau kerja panjang, yang diberikan
malam hari menjelang tidur. Bila dengan cara diatas glukosa darah terap tidak
terkendali maka pemberian OHO dihentikan, dan terapi beralih kepada insulin
intensif. Pada terapi insulin ini diberikan kombinasi insulin basal untuk
mengendalikan glukosa darah puasa, dan insulin kerja cepat atau kerja pendek
untuk mengendalikan glukosa darah prandial. Kombinasi insulin basal dan
prandial ini berbentuk basal bolus yang terdiri dari 1 x basal dan 3 x prandial..
Tes hemoglobin terglikosilasi (disingkat A1c), merupakan cara yang digunakan
untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Pemeriksaan ini
dianjurkan setiap 3 bulan, atau minimal 2 kali setahun.11

2.3.8 KOMPLIKASI
Komplikasi pada diabetes mellitus terbagi menjadi dua, komplikasi
metabolik akut dan komplikasi jangka panjang.12,13,14
a) Komplikasi Metabolik Akut
1. Ketoasidosis Diabetik (KAD)
2. Hyperglicemic Hyperosmolar State (HHS)
3. Hipoglikemia
26
b) Komplikasi Jangka Panjang
1. Lesi Mikrovaskular
Retinopati Diabetik, Nefropati Diabetik
2. Lesi Makrovaskular
Penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskular, ulkus diabetikum.
3. Neuropati diabetik
4. Katarak Diabetik

2.3.9 PENCEGAHAN15
a) Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi
untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi penyuluhan
meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani dan
menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan kesehatan ini
tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi penyakit ini,
pentingnya menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan
primer.6

b) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat dilakukan
dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini
penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyulihan ditujukan
terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan
selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian antiplatelet
dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada
penyandang Diabetes.

c) Pencegahan Tersier
27
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang
telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih
menlanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan kepada
pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang dapat
dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya rehabilitasi
pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan menetap,
misalnya pemberian aspirin dosis rendah 80-325 mg/hari untuk mengurangi
dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai
disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi,
rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk menunjang
keberhasilan pencegahan tersier.

28
BAB III
METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS

3.1 METODOLOGI PENELITIAN


Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk mempelajari
hubungan antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan),
dengan memilih kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko.
Kemudian mengikuti sepanjang periode waktu tertentu untuk melihat berapa
banyak subjek dalam masing-masing kelompok yang mengalami efek
penyakit atau masalah kesehatan untuk melakukan penerapan pelayanan
dokter layanan primer secara paripurna dan holistik terutama mengenai
penatalaksanaan penderita diabetes mellitus dengan pendekatan kedokteran
keluarga di Puskesmas Jongaya Makassar pada bulan Januari tahun 2018.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode
wawancara dan observasi dengan pasien dan keluarganya dengan cara
melakukan home visit untuk mengetahui secara holistik keadaan penderita.
Wawancara merupakan suatu cara mengumpulkan data dengan cara
mengajukan pertanyaan langsung kepada seorang informan atau autoritas
atau seorang ahli yang berwenang dalam suatu masalah. Sedangkan
observasi adalah pengamatan dan juga pencatatan sistematik atas unsur-
unsur yang muncul dalam suatu gejala atau gejala-gejala yang muncul dalam
suatu objek penelitian. Hasil dari observasi tersebut akan dilaporkan dalam
suatu laporan yang tersusun secara sistematis mengikuti aturan yang berlaku

3.2 LOKASI DAN WAKTU STUDI KASUS


3.2.1 Lokasi Studi Kasus
Studi kasus bertempat di Puskesmas Jongaya Kota Makassar, Provinsi
Sulawesi Selatan
3.2.2 Waktu studi kasus
Studi kasus dilakukan pertama kali saat penderita datang berobat di
Puskesmas Jongaya pada hari Rabu tanggal 10 Januari 2018. Selanjutnya
29
dilakukan home visit untuk mengetahui secara holistik keadaan dari
penderita.

3.3 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


3.3.1 Letak Geografi
Studi kasus bertempat di Puskesmas Jongaya saat pasien pertama
kali datang ke puskesmas, kemudian berlanjut ke rumah pasien yang
berlokasi di Jl. Andi Tonro 2 Stap 4 No. 13 Kec.Tamalate Kota
Makassar.
Puskesmas Jongaya berlokasi di Jl. Andi Mangerangi Lorong Buntu
No. 22 kelurahan P’baeng-baeng, kelurahan Jongaya, dan kelurahan
Bongaya yang merupakan bagian dari kecamatan Tamalate Kota Madya
Makassar, dengan batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Parang Kecamatan
Mamajang
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Manuruki
c. Sebelah timur berbatasan dengan Maccini Sombala
d. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Sambung Jawa

No. Kelurahan Luas/km2 RW


1. Bongaya 0,998 km2(99,8 Ha) 12
2. Pa’baeng-baeng 0,577 km2(57,7 Ha) 10
3. Jongaya 0,4775 km2(47,75 Ha) 14
Tabel 4. Luas Wilayah Kerja

30
3.3.2 Keadaan Demografi Lokasi Studi Kasus
Wilayah kerja Puskesmas Jongaya terdiri dari tiga kelurahan dengan
jumlah 44.507 jiwa dengan rincian sebagai berikut:

Jumlah Penduduk RT
No. Kelurahan Total
Laki-Laki Perempuan (KK)
1 Bongaya 4.488 Jiwa 4.293 Jiwa 8.781 Jiwa 8.437
Pa’baeng-
2. 10.116 Jiwa 10.226 Jiwa 20.342 Jiwa 4.716
baeng
3. Jongaya 7.641 Jiwa 7.743 Jiwa 15348 Jiwa 3.669
Total 22.347 Jiwa 22.160 Jiwa 44.507 Jiwa 16.824
Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Kelurahan

a) Pertumbuhan Penduduk/Jumlah Penduduk


Dalam upaya menekan laju pertumbuhan penduduk dilaksanakan
melalui tingkat kelahiran dan penurunan angka kematian (bayi, anak
balita dan ibu) dimana pertumbuhan yang tinggi akan menambah
beban pembangunan.
b) Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan
anak serta masalah sosial ekonomi. Hal ini terjadi karena faktor gizi
yang berhubungan dengan lingkungan, perumahan dan sanitasi yang
kotor menyebabkan berbagai macam penyakit yang muncul.
Di samping itu kepadatan penduduk sebagai lambang
perkembangan suatu daerah. Berdasarkan data yang diperoleh dari
puskesmasJongaya, kepadatan penduduk adalah jiwa per kilometer
persegi, jumlah kepala keluarga (KK) tahun 2016 di wilayah kerja
Puskesmas Jongaya adalah 16.284 KK.
c) Struktur Penduduk Menurut Usia Dan Jenis Kelamin

31
Berdasakan komponen umur dan jenis kelamin maka
karakteristik penduduk dari suatu negara dapat debedakan menjadi 3
macam yaitu:
1. Ekspansif, jika sebagian besar penduduk berada dalam kelompok
umur termuda.
2. Konstruktif, jika penduduk berada dalam kelompok termuda
hampir sama besarnya.
3. Stasioner, jika banyaknya penduduk sama dalam tiap kelompok
umur tertentu.

Kelompok Umur Jumlah Penduduk


No.
(Tahun) Laki-Laki Perempuan Total
1. 0-4 2497 2200 4697
2. 5-9 2033 1852 3885
3. 10-14 1672 1653 3325
4. 15-19 2214 2347 4561
5. 20-24 2870 3132 6002
6. 25-29 2535 2447 4982
7. 30-34 2003 2030 4033
8. 35-39 1477 1383 2860
9. 40-44 1168 1210 2378
10. 45-49 1025 972 1997
11. 50-54 816 863 1679
12 55-59 597 696 1293
.13 60-64 609 629 1238
14. +75 710 867 1577
Jumlah 22.226 22.281 44.507
Tabel 6. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Jongaya Tahun 2016

32
d) Perkawinan dan Fertilitas
Rata-rata kawin pertama dari tahun ketahun datanya belum
ditemukan pada wilayah kerja puskesmas, namun berdasarkan profil
kesehatan tahun 1997 propinsi Sulawesi Selatan dari tahun ke tahun
mengalami kenaikan dari umur 19,4 Tahun.
e) Tingkat Pendidikan Penduduk
Pendidikan salah satu upaya membentuk manusia terampil dan
produktif sehingga pada gilirannya dapat mempercepat peningkatan
kesejahteraan masyarakat.

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 TK 505 Jiwa
2 SD 758 Jiwa
3 SMP 1465 Jiwa
4 SMU/SMK 4821 Jiwa
5 DI-DIII 1644 Jiwa
6 SI-SII 1358 Jiwa
Tabel 7. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di
Wilayah Kerja Puskesmas Jongaya

33
f) Kegiatan Ekonomi
Mata pencaharian penduduk di wilayah kerja PKM Jongaya:

Kelurahan
No Mata Pencaharian
Pa’Baeng- baeng Jongaya Bongaya
1 PNS 525 615 433
2 Pengrajin Industri 80 52 -
3 Pedagang Keliling 765 243 10
4 Montir 5 18 2
5 Dokter Swasta 4 5 2
6 Bidan Swasta - 114 2
7 Pembantu RT 300 73 50
8 TNI 50 992 -
9 POLRI 500 77 100
10 Pensiunan
1.100 1081 1200
PNS,Polri,TNI
11 Pengusaha Kecil
250 49 200
dan Menengah
12 Pengacara 15 2 1
13 Notaris 2 2 1
14 Jasa Pengobatan
1 2 -
Alternatif
15 Dosen Swasta 10 11 10
16 Arsitektur 10 7 -
17 Karyawan
1200 1167 1130
Perusahaan Swasta
18 Kary. Perusahaan
250 31 20
Pemerintah
19 Lain-Lain 4367 4541 3161
Tabel 8. Distribusi Penduduk Menurut Pekerjaan di Wilayah Puskesmas Jongaya
tahun 2016
34
g) Agama
Dari 44.507 jiwa penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas
Jongaya, 36.433jiwa beragama Islam, 4.788 jiwa beragama Krsiten,
1.168 jiwa beragama Katolik,142 jiwa beragama Hindu dan 204 jiwa
beragama Budha.
No Agama Jumlah
1 Islam 36.433 Jiwa
2 Kristen 4.788 Jiwa
3 Katolik 1.168 Jiwa
4 Hindu 142 Jiwa
5 Budha 204 Jiwa
Tabel 9. Distribusi Penduduk Menurut Agama di Wilayah
Puskesmas Jongaya tahun 2016

3.3.3 Sarana Kesehatan


a) Data Dasar Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat atau yang selanjutnya disebut
PUSKESMAS adalah fasilitas pelayananan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perorangan tingkat pertama dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat
tingkat pertama esensial dan pengembangan, dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama berupa rawat jalan, pelayanan gawat
darurat, one day care,dan home care berdasarkan pertimbangan
kebutuhan pelayanan.
b) Sarana Pelayanan Kesehatan
1. Gedung Puskesmas
Terdiri dari 1 (satu) gedung untuk pelayanan pasien rawat jalan
2. Kendaraan
35
Dua (2) unit kendaraan beroda empat yang sampai saat ini masih
dalam keadaan baik dan terpakai, yakni berupa Mobil
Ambulance dan Mobil Home Care (Dottoro’ta). 4 (empat) unit
kendaraan beroda dua yang sampai saat ini dalam keadaan baik
dan terpakai.
3. Ruangan Medis
• Lantai 1, terdiri dari : ruangan periksa, KIA/KB, ruangan
obat, WC, laboratorium, ruangan poli manula, poli umum,
ruangan konseling/EKG, UGD dan perawatan, ruangan
bersalin, ruangan nifas, dan bilik ASI.
• Lantai 2, terdiri dari : Ruangan perawatan laki-laki, ruangan
perawatan perempuan, Pokja, ruangan sanitasi dan surveilans,
ruangan gizi dan promkes, ruang pertemuan, ruang kepala
puskesmas, keuanagan, ruang tata usaha, pengaduan dan
mushollah.
c) Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Puskesmas Jongaya berdasarkan Peraturan
Walikota No. 41 Tahun 2012 terdiri atas:
 Kepala Puskesmas
 Kepala Tata Usaha
 Unit Pelayanan Teknis Fungsional Puskesmas
- Unit Kesehatan Masyarakat
- Unit Kesehatan Perorangan
 Unit Jaringan Pelayanan Puskesmas
- Unit Puskesmas Pembantu (Pustu)
- Unit Puskesmas Keliling (Puskel)
- Unit Bidan Komunitas

36
STRUKTUR ORGANISASI PUSKESMAS JONGAYA MAKASSAR

Gambar 3. Struktur Organisasi

37
d) Tenaga Kesehatan
Jumlah tenaga kesehatan yang terdapat di Puskesmas Jongaya tahun
2016 sebanyak 42 orang dengan berbagai spesifikasi, yang terdiri
dari:
No. Tenaga Kesehatan Jumlah
1. Dokter Umum 3
2. Dokter Gigi 2
3. Perawat 14
4. Bidan 7
5. Sanitarian 2
6. Nutrisionis 2
7. Pranata Laboratorium 2
8. Asisten Apoteker 1
9. Apoteker 2
10. Perawat Gigi 2
11. Rekam Medik 1
12. Sarjana Kesehatan Masyarakat
a. Epidemiologi 1
b. Promkes 1
c. AKK 2
Tabel 10. Tenaga Kesehatan Puskesmas Jongaya
e) Visi Dan Misi Puskesmas
 Visi Puskesmas
“Mewujudkan pelayanan kesehatan yang terstandar di wilayah
kerja Puskesmas Jongaya”
 Misi Puskesmas
- Menyediakan pelayanan kesehatan yang merata dan
terjangkau
- Menediakan pelayanan kesehatan berbasis teknologi
- Menciptakan lingkungan sehat berbasis masyarakat

38
- Meningkatkan peran serta masyarakat untuk mendukung
perilaku sehat
f) Upaya Kesehatan
Puskesmas Jongaya sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah
(UPTD) Dinas Kesehatan Kota Makassar yang bertanggung jawab
terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas
berperan menyelenggarakan upaya kesehatan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
penduduk agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Dengan demikian Puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga
dan masyarakat serta pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Upaya kesehatan di Puskesmas Jongaya terbagi atas 2(dua) upaya
Kesehatan Yaitu :
1. Upaya Kesehatan Wajib
 Upaya Promosi Kesehatan ( Promkes )
 Upaya Kesehatan Lingkungan ( Kesling )
 Upaya Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA ) dan Keluarga
Berencana (KB)
 Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat.
 Upaya Pencegahan Penyakit Menular ( P2M )
 Upaya Pengobatan
2. Upaya Kesehatan Pengembangan
 Upaya Perkesmas
 Upaya Kesehatan Jiwa
 Upaya Kesehatan Indra
 Upaya Kesehatan Kerja
 Upaya Pokja HIV/IMS
 Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut

39
g) Sepuluh (10) Penyakit Utama Di Puskesmas
Kel.
No Nama Penyakit Kel.Jongaya Kel.Bongaya
PBB
1. Common cold 125 110 53
2. Hipertensi 99 67 52
3. ISPA 59 51 32
4. Gastritis 53 40 38
5. DM 49 40 39
6. Dermatitis 47 42 38
7. Myalgia 42 30 21
Rheumatoid
8. 41 21 15
Arthritis
9. Otitis Media 31 20 15
10. Diare 26 16 12

Tabel 11. 10 Penyakit Terbanyak Bulan November Tahun 2017 di


Puskesmas Jongaya

h) Alur Pelayanan

PASIEN

LOKET

KAMAR PERIKSA RUJUK

- Poli Umum
- Poli Gigi LABORATORIUM
- Poli KIA/KB
RUANG TINDAKAN

APOTEK

Gambar 4. Alur Pelayanan Puskesmas Jongaya

40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL STUDI KASUS


4.1.1 Identitas Pasien
 Nama : Ny. S
 Umur : 64 tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 Bangsa/Suku : Indonesia/Bugis
 Agama : Islam
 Pekerjaan : IRT
 Tanggal Pemeriksaan : Rabu, 10 Januari 2018

4.1.2 Anamnesis (Autoanamnesis)


a) Keluhan Utama
Kesemutan pada kedua tangan
b) Anamnesis Terpimpin
Kesemutan pada kedua tangan dirasakan sejak ±1 minggu yang lalu.
Keluhan ini dirasakan terus menerus. Selain itu, pasien juga mengeluh
sering terbangun pada malam hari karena bolak-balik ke WC untuk buang
air kecil. Dalam semalam bisa 4-5 kali ke WC untuk buang air kecil.
Keluhan ini sudah dialami sejak bulan Desember dan disertai rasa gatal di
seluruh badan, rasa sering haus dan sering lapar namun berat badan terasa
terus menurun sejak bulan Oktober. Saat ini nyeri kepala (-), demam (-),
pilek (-), batuk (-), sesak napas (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-),
BAB sekali sehari berwarna kuning konsistensi padat lunak, dan BAK
lancar berwarna kuning.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat penyakit yang sama sebelumnya : disangkal
 Riwayat penyakit kronis (seperti hipertensi) : disangkal
 Riwayat trauma : disangkal
41
 Riwayat alergi : disangkal
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien memiliki keluarga dengan keluhan yang sama yaitu ayah dan
saudara pasien.
e) Riwayat Sosio-Ekonomi
Pasien tinggal di rumah sendiri bersama anak-anak, menantu, dan cucu-
cucunya. Pasien sehari-hari hanya berada di lingkungan rumah, melakukan
urusan rumah dan berinteraksi dengan anggota keluarganya. Di antara
anggota keluarganya, hanya satu orang yang bekerja yaitu menantunya
sebagai karyawan swasta.
f) Riwayat Kebiasaan
 Merokok : disangkal
 Konsumsi alkohol : disangkal
 Pasien memiliki kebiasaan konsumsi teh
g) Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat sebelumnya.

4.2.3 Pemeriksaan Fisis


a) Keadaan Umum
Pasien tampak sakit sedang, gizi lebih, dan kesadaran compos mentis.
 Tinggi Badan : 150 cm
 Berat Badan : 53 kg
 IMT : 23,5 kg/m2 (overweight)
b) Tanda Vital
 Tekanan Darah : 110/70 mmHg
 Nadi : 80 x/menit
 Pernapasan : 18 x/menit
 Suhu : 36,5 oC

c) Status Generalis:
 Kepala
42
Ukuran : Normocephal
Ekspresi : Normal
Simetris muka : Simetris kiri dan kanan
Rambut : Hitam-beruban, lurus, sulit dicabut
 Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)
Kelopak Mata : Edema palpebra (-), ptosis (-)
Konjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterus (-)
Kornea : Jernih
Pupil : Bulat, isokor, ∅2,5mm/2,5mm,
 Telinga
Deformitas : (-)
Sekret : (-)
Pendengaran : Menurun
NT di Proc. Mastoideus : (-)
 Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
 Mulut
Bibir : Kering (-)
Gusi : Perdarahan (-)
Gigi Geligi : Caries (-)
Lidah : Kotor (-)
Faring : Hiperemis (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
 Leher
Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran, nyeri tekan (-)
Kelenjar gondok : Tidak teraba pembesaran, nyeri tekan (-)
 Dada
Inspeksi : Simetris hemithoraks kiri dan kanan
43
Bentuk : Normochest
Buah Dada : Tidak ada kelainan
Sela Iga : Tidak ada pelebaran
Massa Tumor : (-)
 Thorax
Palpasi :
Fremitus Raba : Kiri = Kanan
Nyeri tekan : (-)
Perkusi :
Paru kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Batas paru hepar : ICS VI Dextra Anterior
Batas paru belakang kanan: V Th IX Dextra Posterior
Batas paru belakang kiri: V Th X Sinistra Posterior
Auskultasi :
Bunyi pernapasan : Vesikuler
Bunyi tambahan : Rhonki (-/-); Wheezing (-/-)
 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal
Auskultasi :
Bunyi Jantung I/II : Murni reguler
Bunyi Tambahan : Bising (-)
 Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan epigastrik (-)
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
Lain-lain : Kulit tidak ada kelainan
44
Perkusi : Timpani (+), Shifting dullness (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
 Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Anus dan Rektum : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Punggung
Inspeksi : Skoliosis (-), Kifosis (-), Lordosis (-)
Palpasi : Gibbus (-)
Nyeri Ketok : (-)
Auskultasi : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Gerakan : Dalam batas normal
 Ekstremitas
Regio manus : Edema (-), eritema (-), nyeri tekan (-).
Regio pedis : Edema (-), eritema (-), nyeri tekan (+)

4.2.4 Pemeriksaan Penunjang


GDS = 378 mg/dl

4.2.5 Diagnosis
Diabetes Mellitus tipe 2

4.2.6 Penatalaksanaan dan Edukasi


a) Penatalaksanaan
Farmakologis: Metformin tab 500 mg 2x1
Vit. B1B6B12 1x1
b) Edukasi
- Diet rendah karbohidrat untuk menjaga gula darah dalam batas normal
- Istirahat cukup dan rajin berolahraga
- Rutin mengonsumsi obat yang diberikan oleh dokter
- Rutin kontrol ke puskesmas

45
4.2 PENDEKATAN HOLISTIK
4.2.1 Profil Keluarga
Pasien Ny. S (64 tahun) tinggal serumah bersama keluarga anak
keduanya. Anggota keluarga Ny. S terdiri atas Ny. Fi (anak ketiga) dan
An. A (cucu dari anak ketiga). Sedangkan anggota keluarga Tn. B (suami
anak keempat) terdiri atas Ny. Fa (anak keempat pasien) dan An. M (cucu
dari anak keempat pasien).

4.2.2 Karakteristik Demografi Keluarga


 Identitas kepala keluarga : Ny. S
 Identitas Pasangan : Tn. D (Almarhum)
 Alamat : Jl. Andi Tonro 3 No. 21 B, RT3/RW7,
Kel.Pa’baeng-baeng, Kec.Tamalate, Kota Makassar.
 Bentuk Keluarga : Keluarga besar (Extended Family)

Tabel 12. Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah

Status Jenis
No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan
Keluarga Kelamin
Kepala
1 Ny. S Perempuan 64 tahun Tamat SD IRT
keluarga

2 Ny. Fi Anak Perempuan 35 tahun Tamat S1 IRT

Belum
3 An. A Cucu Perempuan 9 tahun Pelajar
tamat SD
Status Jenis
No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan
Keluarga Kelamin
Kepala Tamat Karyawan
4 Tn. B Laki-laki 32 tahun
keluarga SMA swasta

5 Ny.Fa Istri Perempuan 32 tahun Tamat D3 IRT

Belum
6 An. M Anak Laki-laki 6 tahun Pelajar
tamat TK
46
4.2.3 Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup
Pekerjaan sehari-hari Ny. S adalah ibu rumah tangga. Suaminya sudah
meninggal. Kedua anaknya tidak memiliki pekerjaan. Hanya menantunya
yang memiliki pekerjaan yaitu sebagai karyawan swasta dengan
pendapatan setiap bulan (±2,5 juta) yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari keluarganya. Pasien ini tinggal di rumah yang
terletak di Jl. Andi Tonro 3 No. 21 B. Rumah pasien dalam kondisi cukup
baik dengan ventilasi yang cukup dan lingkungan rumah yang padat.

Tabel 13. Lingkungan Tempat Tinggal


Status kepemilikan rumah : Milik Pribadi
Daerah perumahan : Padat
Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan
Luas rumah : 12 x 6 m2 Keluarga Ny. S tinggal di rumah
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 6 pribadi sejak 2 tahun lalu bersama 5
orang orang lainnya. Ny.S tinggal dalam
Luas halaman rumah : 1 x 1 m2 rumah yang kurang sehat dengan
Lantai rumah dari : kayu, jarak lantai dari lingkungan rumah yang padat dan
permukaan tanah 2,5 meter (rumah ventilasi tidak cukup memadai dan
panggung) penerangan listrik pada kamar tidur
Dinding rumah dari : kayu tidak cukup. Dapur yang cukup
Jamban keluarga : ada, 1 wc sempit, tempat penyimpanan bahan
Tempat bermain : tidak ada makanan dengan ventilasi yang
Penerangan listrik : ada kurang, kamar mandi dengan tidak
Ketersediaan air bersih : ada, PAM adanya ventilasi. Air PDAM sebagai
Tempat pembuangan sampah : ada sarana air bersih keluarga.
Kamar tidur : 4

47
4.2.4 Kepemilikan Barang-barang Berharga
Keluarga Ny.S memiliki beberapa barang elektronik di rumahnya
antara lain yaitu, dau buah televisi yang terletak di ruang tamu (sekaligus
ruang keluarga) dan di kamar anaknya, satu kulkas di dapur, serta dua
buah rice cooker.

4.2.5 Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga


Jenis tempat berobat : Puskesmas
Balita :-
Asuransi / Jaminan Kesehatan : BPJS

4.2.6 Sarana Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)

Tabel 14. Pelayanan Kesehatan


Faktor Keterangan Kesimpulan
Cara mencapai pusat Keluarga berjalan kaki Letak puskesmas agak
pelayanan kesehatan untuk menuju ke dekat dari tempat tinggal
puskesmas. pasien, sehingga untuk
Tarif pelayanan Menurut keluarga biaya mencapai puskesmas
kesehatan pelayanan kesehatan keluarga pasien dapat
cukup murah. berjalan kaki. Untuk
Kualitas pelayanan Menurut keluarga biaya pengobatan diakui
kesehatan kualitas pelayanan oleh keluarga pasien
kesehatan yang didapat yaitu setiap kali datang
memuaskan. berobat tidak dipungut
biaya dan pelayanan
puskesmas dirasakan
keluarga pasien cukup
memuaskan pasien.

48
4.2.7 Pola Konsumsi Makanan Keluarga
Keluarga pasien Ny.S memiliki kebiasaan makan 3 kali dalam sehari
dengan nasi putih sebagai makanan pokok setiap hari. Keluarga ini suka
mengonsumsi ikan, telur, tahu dan tempe sebagai lauk utama. Selain itu
mereka juga mengonsumsi sayur hijau setiap hari. Terkadang pula mereka
mengonsumsi teh dan kue sebagai pengganti sarapan pagi hari.

4.2.8 Pola Dukungan Keluarga


a) Faktor Pendukung Terselesaikannya Masalah dalam Keluarga
Salah satu faktor pendukung dalam penyelesaian masalah dalam
keluarga pasien adalah komunikasi yang baik di antara mereka. Selain itu
adanya hubungan yang harmonis antara anggota keluarga dan adanya
dukungan dan motivasi dari semua anggota keluarga baik secara moral dan
materi.
b) Faktor Penghambat Terselesaikannya Masalah dalam Keluarga
Faktor yang menjadi penghambat terselesaikannya masalah dalam
keluarga yaitu kurangnya pengetahuan keluarga mengenai penyakit yang
diderita pasien sehingga tidak ada upaya pencegahan faktor penyebab
diabetes mellitus.

49
c) Hensarling Diabetes Family Support Scale (HDFSS)
Tabel 15. Format Hensarling Diabetes Family Support Scale (HDFSS)

Tidak Jarang Sering Selalu


NO PERNYATAAN
Pernah (1) (2) (3) (4)
Keluarga memberi saran supaya saya kontrol ke
1. 4
dokter.
Keluarga memberi saran supaya saya mengikuti
2. 1
edukasi diabetes.
Keluarga memberikan informasi baru tentang
3. 2
diabetes kepada saya.
Keluarga mengerti saat saya mengalami
4. 4
masalah yang berhubungan diabetes.
Keluarga mendengarkan jika saya bercerita
5. 3
tentang diabetes.
Keluarga mau mengerti tentang bagaimana saya
6. 4
merasakan diabetes.
Saya merasakan kemudahan mendapatkan
7. 2
informasi
Keluarga mengingatkan saya untuk mengontrol
8. 4
gula darah jika saya lupa.
Keluarga mendukung usaha saya untuk
9. 1
olahraga.
Kaluarga mendorong saya untuk mengikuti
10. 4
rencana diet/makan.
Keluarga membantu saya untuk menghindari
11. 4
makanan yang manis.
Keluarga makan makanan pantangan saya di
12. 3
dekat saya.
Diabetes yang saya alami membuat keluarga
13. 1
saya merasa susah.
Keluarga mengingatkan saya untuk memesan
14. 3
obat diabetes.
Saya merasakan kemudahan minta bantuan
15. kepada keluarga dalam mengatasi masalah 4
diabetes.
Keluarga mengingatkan saya tentang
16. 3
keteraturan waktu diet.
17. Keluarga merasa terganggu dengan diabetes 1

50
saya.
Keluarga mendorong saya untuk memeriksakan
18. 1
mata saya ke dokter.
Keluarga mendorong saya untuk memeriksakan
19. 1
kaki saya ke dokter.
Keluarga mendorong saya untuk periksa gigi ke
20. 1
dokter.
Saya merasakan kemudahan minta bantuan
21. keluarga untuk mendukung perawatan diabetes 4
saya.
Keluarga menyediakan makanan yang sesuai
22. 4
diet saya.
Keluarga mendukung usaha saya untuk makan
23. 4
sesuai diet.
Keluarga tidak menerima bahwa saya
24. 1
menderita diabetes.
Keluarga mendorong saya untuk memeriksakan
25 4
kesehatan saya ke dokter.
Keluarga membantu ketika saya cemas dengan
26. 3
diabetes.
Keluarga memahami jika saya sedih dengan
27. 3
diabetes.
Keluarga mengerti bagaimana cara membantu
28. 3
saya dalam mengatasi diabetes saya.
Keluarga membantu saya membayar
29. 4
pengobatan diabetes.
JUMLAH NILAI 8 4 21 48
TOTAL NILAI : 8 + 4 + 21 + 48 = 81
81
PERSENTASI : 116 x 100% = 69,82% dukungan keluarga

51
d) Kepatuhan Berobat
Tabel 16. 8-Item Morisky Medication Adherence Scale (8-MMAS)

NO PERTANYAAN NILAI
1. Apakah terkadang Anda lupa untuk minum obat? 1
2. Terkadang orang tidak meminum obat mereka bukan karena
lupa tetapi ada alasan lainnya. Selama 2 minggu terakhir, 1
apakah ada hari tertentu Anda tidak mengonsumsi obat Anda?
3. Apakah Anda pernah mengurangi atau berhenti minum obat
tanpa memberitahu dokter Anda karena Anda merasa lebih 1
buruk ketika Anda mengonsumsinya?
4. Saat Anda bepergian atau meninggalkan rumah, apakah Anda
1
kadang-kadang lupa untuk membawa obat Anda?
5. Apakah Anda mengonsumsi semua obat Anda kemarin? 0
6. Ketika Anda merasa seperti gejala Anda terkendali, apakah
1
Anda kadang-kadang berhenti minum obat Anda?
7. Minum obat tiap hari bagi sebagian orang merupakan sesuatu
yang tidak menyenangkan. Apakah Anda pernah merasa 1
terganggu tentang rencana pengobatan Anda?
8. Seberapa sering Anda mengalami kesulitan mengingat
1
mengonsumsi semua obat Anda?
Total 7
Interpretasi : Kepatuhan tinggi
Nilai nomor 1-7 : Tidak = 1 Ya = 0
Nilai nomor 8 : Tidak pernah/jarang = 1
Sekali-sekali = 0,75
Kadang-kadang = 0,5
Biasanya = 0,25
Terus-menerus =0
Interpretasi hasil : Kepatuhan rendah total score <5
Kepatuhan tinggi total score 6-8

52
4.2.9 Analisa Kedokteran Keluarga (Family Assesment Tools)
a) Fungsi Fisiologis (APGAR)
Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu keluarga
yang dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton, dengan menilai 5
Fungsi pokok keluarga, antara lain:
 Adaptasi : Tingkat kepuasan anggota keluarga dalam
menerima bantuan yang dibutuhkan.
 Partnership : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap
komunikasi dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.
 Growth : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap
kebebasan yang diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan
dan kedewasaan semua anggota keluarga.
 Affection : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih
sayang serta interaksi emosional yang berlangsung.
 Resolve : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap
kebersamaan dalam membagi waktu, kekayaan dan ruang atas
keluarga.
Penilaian:
- Hampir Selalu = skor 2
- Kadang-kadang = skor 1
- Hampir tidak pernah = skor 0
Total Skor:
- 8-10 = Fungsi keluarga sehat
- 4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
- 0-3 = Fungsi keluarga sakit

53
Tabel 17. Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita Diabetes
Mellitus

PENILAIAN
Hampir
NO PERTANYAAN Hampir Kadang
Tidak
selalu Kadang
Pernah
(2) (1)
(0)
1. Adaptasi
Saya puas dengan keluarga saya karena masing –
masing anggota keluarga sudah menjalankan √
kewajiban sesuai dengan seharusnya.
2. Partnership (Kemitraan)
Saya puas dengan keluarga saya karena dapat
membantu memberikan solusi terhadap √
permasalahan yang saya hadapi
3. Growth (Pertumbuhan)
Saya puas dengan kebebasan yang diberikan
keluarga saya untuk mengembangkan √
kemampuan yang saya miliki
4. Affection (Kasih Sayang)
Saya puas dengan kehangatan/kasih sayang yang √
diberikan keluarga saya
5. Resolve (Kebersamaan)
Saya puas dengan waktu yang disediakan √
keluarga untuk menjalin kebersamaan
Total Skor 8
Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 8 ini menunjukkan Fungsi keluarga
sehat.

b) Fungsi Patologis (SCREEM)


Aspek sumber daya patologi
 Sosial : Pasien dapat hidup bermasyarakat dengan cukup baik.
 Cultural : Pasien dan keluarganya mengadakan acara pernikahan,
aqiqah, dan khitanan sesuai adat istiadat daerah setempat.
 Religious : Keluarga pasien rajin melakukan ibadah sebagai umat
Islam, seperti: sholat lima waktu, tadarrus dan puasa pada bulan
Ramadhan.
54
 Economy : Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi tercukupi.
 Education : Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu S1.
 Medication: Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan
kesehatan dari puskesmas dan memiliki jaminan kesehatan BPJS.

c) Fungsi Keturunan (Genogram)


 Bentuk keluarga
Bentuk keluarga ini adalah keluarga besar (extended family)
dengan dua kartu keluarga. Anggota keluarga Ny. S terdiri atas Ny. Fi
(anak ketiga) dan An. A (cucu dari anak ketiga). Sedangkan anggota
keluarga Tn. B (suami anak keempat) terdiri atas Ny. Fa (anak
keempat pasien) dan An. M (cucu dari anak keempat pasien). Seluruh
anggota keluarga ini tinggal dalam satu rumah.
 Tahapan siklus keluarga
Tahapan siklus keluarga Ny. S dan Tn. B termasuk ke dalam tahap
keluarga dengan anak dan cucu.

x x

x x

Keterangan :
: Keluarga Ny. S
: Laki-laki normal
: Wanita normal
: Laki-laki Diabetes Mellitus
: Wanita Diabetes Mellitus
X : Meninggal
Gambar 5. Genogram Penderita Diabetes Melitus

55
 Hubungan Anggota Keluarga
Ny.S merupakan orang tua tunggal dari kedua anaknya (Ny. Fi dan
Ny. Fa) karena suami Ny.S telah meninggal. Anak pertama Ny. S yaitu
Ny. Fi juga merupakan orang tua tunggal karena telah bercerai dengan
suaminya dan memiliki seorang putri yaitu An. A. anak kedua Ny. S
yaitu Ny. Fa menikah dengan Tn. B (menantu Ny. S) dan memiliki
seorang putra yaitu An. M. Hubungan antara anggota keluarga cukup
baik. Mereka sering berkumpul dan berkomunikasi.

Keterangan:
: Laki-laki Hidup
: Laki-laki meninggal
: Wanita Hidup
: Wanita Meninggal
: Pasien
: Hubungan yang erat
: Cerai
Orange : Anggota keluarga yang tinggal serumah
Gambar 6. Family mapping

56
 Indikator Keluarga Sehat
Tabel 18. Indikator Keluarga Sehat

Ny. S Tn. B Ny. Fa An. Ny. Fi An. A


No Indikator (64 (32 (32 M (6 (35 (9 Nilai
thn) thn) thn) thn) thn) thn)

1 Keluarga mengikuti program KB Y Y 1


Ibu hamil melahirkan di
2 N
fasyankes
Bayi usia 0-11 bulan diberikan
3 N
imunisasi lengkap
Pemberian ASI eksklusif bayi 0-6
4 N
bulan
5 Pemantauan pertumbuhan balita N
Penderita TB paru yang berobat
6 N N N N N N N
sesuai standar
Penderita hipertensi yang berobat
7 N N N N N
teratur
Tidak ada anggota keluarga yang
8 Y Y Y Y 1
merokok
Sekeluarga sudah menjadi
9 Y Y Y Y Y Y 1
anggota JKN
Mempunyai dan menggunakan
10 Y Y Y Y Y Y 1
sarana air bersih
11 Menggunakan jamban keluarga Y Y Y Y Y Y 1
Penderita gangguan jiwa berat
12 N N N N N
berobat dengan benar
∑ indikator bernilai 1 /(12-∑N)
Indikator keluarga Sehat 5/(12-7) = 5/5 = 1 (Keluarga Sehat) 1
Kategori Keluarga:
 Tidak Sehat <0,5
 Pra Sehat 0,5-0,8
 Sehat >0,8

57
4.3 PEMBAHASAN
Diagnosis pada pasien ini adalah Diabetes Mellitus Tipe II yang
didapatkan berdasarkan anamnesis secara holistik yaitu aspek personal,
aspek klinik, aspek risiko internal, dan aspek risiko eksternal dengan
melakukan pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnostik holistik.

4.3.1 Diagnosis Klinis


a) Anamnesis Holistik
 Aspek Personal
Ny. S, wanita 64 tahun datang ke Puskesmas Jongaya Makassar
pada Rabu, 10 Januari 2018 dengan keluhan kesemutan pada kedua
tangan dirasakan sejak ±1 minggu yang lalu. Keluhan ini dirasakan
terus menerus. Selain itu, pasien juga mengeluh sering terbangun pada
malam hari karena bolak-balik ke WC untuk buang air kecil. Dalam
semalam bisa 4-5 kali ke WC untuk buang air kecil. Keluhan ini sudah
dialami sejak bulan Desember dan disertai rasa gatal di seluruh badan,
rasa sering haus dan sering lapar namun berat badan terasa terus
menurun sejak bulan Oktober.
Kekhawatiran : Takut penyakitnya memburuk
Harapan : Gula darah dapat terkontrol dan terhidar dari
komplikasi
 Aspek Klinik
- Berdasarkan hasil anamnesis terdapat gejala klasik diabetes
mellitus yaitu poliuri, polidipsi, dan polifagi. Selain itu terdapat
penuruna berat badan dan kesemutan pada kedua tangan yang
merupakan salah satu gejala tidak khas pada diabetes mellitus.
- Pada pemeriksaan penunjang didapatkan GDS: 378 mg/dl
(hiperglikemia).
- Mengacu pada kriteria diagnosis diabetes mellitus, didapatkannya
keluhan khas diabetes mellitus + GDS ≥ 200 mg/dl sehingga dapat
ditegakkan diagnosis diabetes mellitus tipe II.
58
 Aspek Faktor Risiko Internal
- Riwayat DM pada keluarga derajat pertama yaitu ayah saudara
kandung.
- Kurangnya pengetahuan tentang diabetes mellitus.
- Pasien tidak menjaga diet dengan baik.
- Pasien tidak bekerja dan lingkup kerja hanya sekitar rumah
sehingga kurang aktivitas fisik.
 Aspek Faktor Risiko Eksternal
Kurangnya pengetahuan keluarga mengenai diabetes mellitus.
 Aspek Fungsional
Sejauh ini Ny. S tidak merasakan adanya gangguan dalam
melakukan aktivitasnya, hanya saja kadang-kadang merasa kelelahan
jika bekerja berlebihan. Ny. S menjalankan fungsi sosial dengan baik.
 Derajat Fungsional
Derajat 1 yaitu tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri.
 Rencana Pelaksanaan (Plan Of Action)
- Pertemuan ke-1 : Puskesmas Jongaya Makassar, Rabu 10
Januari 2018 pukul 09.00 WITA.
- Pertemuan ke-2 : Rumah pasien, Kamis 11 Januari 2018
pukul 14.00 WITA.
- Pertemuan ke-3 : Rumah pasien, Jumat 12 Januari 2018
pukul 11.00 WITA.
- Pertemuan ke-4 : Rumah pasien, Sabtu 13 Januari 2018
pukul 11.00 WITA
- Pertemuan ke- 5 : Puskesmas Jongaya Makassar, Senin 15
Januari 2018 pukul 10.00 WITA.

59
Tabel 19. Rencana Pelaksanaan (Plan Of Action)
Hasil yang
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Biaya Ket.
diharapkan
Aspek Memberikan edukasi Pasien Saat Pasien dapat Tidak Tidak
personal kepada pasien mengenai pasien sadar dan ada menolak
penyakit diabetes melitus berobat ke mengerti
dan memberikan informasi Puskesmas akan
mengenai perkembangan pentingnya
penyakitnya. mengonsumsi
obat teratur
dan menjaga
diet.
Aspek Memberikan obat DM Pasien Saat Gula darah Tidak Tidak
klinik untuk mengontrol gula pasien dapat ada menolak
darah pasien berobat ke terkontrol
Puskesmas
Aspek Mengajarkan bagaimana Pasien Saat Gula darah Tidak Tidak
risiko pola makan yang baik, pasien dapat ada menolak
internal menganjurkan olahraga berobat ke terkontrol
teratur, menganjurkan Puskesmas
untuk menjaga hygenitas
diri
Aspek Menganjurkan keluarga Keluarga Pada saat Keluarga Tidak Tidak
risiko memberi dukungan kunjungan memberi ada menolak
external kepada pasien agar selalu rumah perhatian dan
menjaga kesehatannya dan dukungan
selalu mengingatkan lebih kepada
pasien untuk minum obat pasien dan
dan kontrol gula darah, pasien lebih

60
dan mendukung pola diet termotivasi
pasien. untuk
sembuh
Menganjurkan kepada
keluarga pasien untuk
meningkat-kan
komunikasi yang baik
dengan pasien
Aspek Menganjurkan untuk Pasien Pada saat Agar kondisi Tidak Tidak
fungsional olahraga teratur kunjungan tubuh selalu ada menolak
rumah sehat dan
bugar

b) Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum baik.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal.
- Tidak didapatkan kelainan klinis yang bermakna.

c) Pemeriksaan Penunjang
GDS = 378 mg/dl

d) Diagnosis Holistik (Biopsikososial)


 Diagnosa Klinis: Diabetes Mellitus tipe 2.
 Diagnosa Psikososial:
- Kurangnya kesadaran untuk menjaga diet dan pola makan yang
baik.
- Kecemasan dan kekhawatiran tentang penyakit yang diderita

61
4.3.2 Penatalaksanaan dan Edukasi
Penatalaksanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini meliputi
pencegahan primer, pencegahan sekunder (terapi untuk pasien dan
keluarga pasien).
a) Pencegahan Primer
Pencegahan primer diperlukan agar orang sehat tidak menderita
penyakit diabetes mellitus antara lain mengontrol kadar gula darah dengan
cara:
- Mengatur pola makan
- Olahraga teratur dan istirahat yang cukup
- Selalu memeriksakan kadar gula darah, rutin kontrol di Puskemas
ataupun Rumah Sakit

b) Pencegahan Sekunder
Pengobatan farmakologi berupa:
- Metformin tab 500 mg 2x1
- B1B6B12 1x1

c) Terapi untuk Keluarga


Terapi untuk keluarga hanya berupa terapi non farmakologi terutama
yang berkaitan dengan emosi, psikis dan proses pengobatan pasien.
Anggota keluarga diberikan pemahaman agar bisa memberikan dukungan
dan motivasi kepada pasien untuk berobat secara teratur dan membantu
memantau terapi pasien serta pentingnya menjaga pola makan pasien.

62
4.3.3 Pendekatan Holistik
Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Pasien Diabetes Mellitus.

Tabel 20. Skoring Kemampuan Pasien dan Keluarga dalam Penyelesaian


Masalah dalam keluarga
Skor Resume Hasil Skor
Masalah Upaya Penyelesaian
Awal Akhir Perbaikan Akhir
Faktor biologis - Edukasi mengenai -Terselenggara
- Diabetes 2 penyakit dan penyuluhan 4
mellitus pencegahannya -Keluarga
merupakan melalui penyuluhan memahami bahwa
penyakit gaya hidup sehat penyakit Diabetes
genetic dengan makanan yg mellitus dapat
bergizi dan olahraga dicegah
teratur -Keluarga mau
menerapkan gaya
hidup sehat
Faktor Perilaku - Edukasi untuk - Pasien selalu
Kesehatan menjaga pola makan menjaga pola
- Kurang dan memperhatikan makan sesuai yang 5
menjaga pola 2 diet yang disarankan disarankan dokter
makan dokter
Faktor Psikologis - Edukasi untu tidak - Pasien melakukan
- Kecemasan 2 cemas dan berobat berobat secara 4
tentang secara teratur agar teratur dab kontrol
penyakitnya gula darah gula darah teratur
- Keluarga yang terkontrol - Keluarga pasien
acuh terhadap - Edukasi agar memperhatikan
pasien 2 keluarga dan memberi 5
memperhatikan dan dukungan kepada
memberi dukunagn pasien terhadap
kepada pasien penyakitnya
terhadap
penyakitnya
Total Skor 8 18
Rata-rata Skor 2 4.5

63
Klasifikasi skor kemampuan menyelesaikan masalah
Skor 1 : Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi.
Skor 2 : Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber
(hanya keinginan), penyelesaian masalah dilakukan sepenuhnya oleh
provider.
Skor 3 : Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang
belum dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian besar oleh
provider.
Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih
tergantung pada upaya provider.
Skor 5 : Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga.
Dengan hasil yang didapatkan pada tabel di atas berarti bahwa pasien dan
keluarga pasien dapat menyelesaikan masalah kesehatannya secara
mandiri.

64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
a) Untuk melakukan diagnosis secara klinis meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang, serta menginterpretasikan hasilnya
dalam mendiagnosis diabetes mellitus.
Dari uraian pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa diagnosis
pasien yaitu diabetes mellitus tipe 2 disertai dengan kurangnya kesadaran
akan menjaga pola diet yang baik.
b) Untuk melakukan prosedur tatalaksana dan edukasi diabetes mellitus
sesuai standar kompetensi dokter indonesia.
Dari uraian pada bab sebelumnya telah dipaparkan mengenai
penatalaksanaan pada pasien dengan diabetes mellitus berupa farmakologi
yaitu glimepiride dan metformin. Sedangkan edukasinya berupa
mengontrol kadar gula darah di Puskemas ataupun Rumah Sakit dan
menjaga pola makan dan diet yang sesuai, serta rajin berolahraga sehingga
penatalaksanaan yang diberikan pada pasien telah sesuai standar
kompetensi dokter indonesia.

5.2 SARAN
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Ny. S, maka disarankan
untuk :
 Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit DM
tipe 2.
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya menjaga
pola makan dan diet yang sesuai dengan diabetes mellitus. Hasil yang
diharapkan keluarga dapat memahami sehingga dapat mengupayakan
pencegahan untuk penyakit tersebut.
 Memberi edukasi pada pasien tentang penatalaksanaan diabetes mellitus.

65
 Menyarankan kepada keluarga untuk selalu memberi perhatian dan
dukungan lebih kepada pasien dan pasien lebih termotivasi untuk
sembuh.
 Menjelaskan kepada pasien untuk minum obat secara teratur dan
mengontrol penyakitnya secara rutin di pelayanan kesehatan terdekat.

66
DAFTAR PUSTAKA

1. Scobie I.N. Atlas of diabetes mellitus. 3rd. ed. Healthcare: Informa UK,
England. 2007
2. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
Indonesia. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta.
2011/
3. Nainggolan, O. d.k.k. Determinan Diabetes Melitus. Jakarta : Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan. 2013
4. Sudoyo Aru.W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV, jl III. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2006
5. Foster DW. Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit
dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000;
6. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus.
Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses Edisi 6. Jakarta;2014;
7. Ndraha, S. Diabetes Melitus Tipe II dan Tatalaksana Terkini. Jakarta :
Medicinus. 2014.
8. Arifin, A.L. Panduan Terapi Diabetes Melitus Tipe II terkini. Bandung :
Fakultas Kedokteran UNPAD. 2013
9. Haeria. Pelayanan Kefarmasian Dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus.
Makassar : Jurnal Kesehatan. 2009.
10. Suyono S. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2007;
11. Pedoman Pengobatan Dasar Puskesmas. Diabetes Melitus. Jakarta;
Departemen kesehatan R.I. 2007.
12. Casqueiro J, Casqueiro J, Alves C. Infection in patients with diabetes mellitus:
a review of pathogenesis. Indian J Endocr Metab 2012;
13. Quan, Diana. 2014. Diabetic Neuropathy. Diunduh di
www.emedicine.medscape.com
14. Bhavsar, Abdhish R. 2014. Diabetic Retinopathy. Diunduh di
www.emedicine.medscape.com
67
15. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis
dan strategi pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai
penerbit FKUI, 2006;

68
LAMPIRAN

Gambar 7. Wawancara dengan pasien


Bertempat di ruang tamu yang berfungsi juga sebagai ruang keluarga. Ventilasi
dan pencahayaan cukup namun tidak terdapat kursi dan meja. Selain itu ruangan
ini juga ditempati untuk menjemur pakaian bila sedang hujan.

Gambar 8. Kepadatan lingkungan rumah


Lingkungan sekitar rumah pasien sangat padat. Tidak ada jarak dari rumah ke
rumah. Rumah pasien terletak di dalam jalan setapak sempit yang hanya bisa
dilalui oleh sepeda motor. Apabila hujan deras selokan dangkal di depan rumah
pasien dapat meluap dan membuat banjir di depan rumah pasien.

69
Gambar 9. Tampak depan rumah pasien
Pasien tidak memiliki halaman rumah karena pagar rumah tepat berada satu meter
setelah tangga rumah. Tampak bunga-bunga yang tertata rapi dan di samping
tangga tampak jemuran.

Gambar 10. Kondisi 4 Kamar Tidur


Keempat kamar tidur sangat sempit hanya muat untuk satu tempat tidur (2x2
meter) dengan ventilasi dan pencahayaan yang sangat kurang.

70
Gambar 11. Ruang tamu sekaligus ruang keluarga
Segala aktivitas keluarga dilakukan di sini, seperti makan, menonton,
bercengkrama, menerima tamu, bermain anak, terkadang pula ada anggota
keluarga yang tidur siang di lantai ruangan ini.

Gambar 12. Dapur sekaligus tempat cuci piring


Pencahayaan dan ventilasi sangat kurang. Barang-barang tidak tertata rapi dan
tampak jemuran di dalam ruangan ini.

71
Gambar 13. Jamban keluarga
Terdiri atas satu buah jamban yang kurang terjaga kebersihannya. Ventilasi dan
pencahayaannya pun kurang.

72

Anda mungkin juga menyukai