PENDAHULUAN
3
1.4 TUJUAN DAN MANFAAT STUDI KASUS
Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah memberikan
tatalaksana masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang
utuh terdiri dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan
penyakit promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter
keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan pada hasil penelitian ilmu
kedokteran terkini (evidence based medicine).
5
normal, perbaikan gejala dapat dievaluasi setelah dilakukan penatalaksanaan dan
perbaikan diet.
6
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS
7
Gambar 2. Konsep Mandala
Gaya Hidup
Lingkungan Psiko-Sosial-
Ekonomi
Lingkungan Fisik
Komunitas padat
8
2.2 PENDEKATAN DIAGNOSIS HOLISTIK PADA PELAYANAN
KEDOKTERAN KELUARGA DI LAYANAN PRIMER
Pengertian holistik adalah memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososio-kultural pada ekosistemnya. Sebagai makhluk biologis manusia
adalah merupakan sistem organ, terbentuk dari jaringan serta sel-sel yang
kompleks fungsionalnya.
Diagnostik holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan menentukan
dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta kegawatan yang
diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat penyakit pasien,
pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang, penilaian risiko
internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta keluarganya.
Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem Kesehatan Nasional 2004,
maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan sebagai pelaku pelayanan
pertama (layanan primer).
10
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus
(preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan
kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation)
dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko-legal etika
kedokteran.
Pelayanan medis yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan
bersinambung, yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif
dan terus menerus demi kesehatan pasien.
Pelayanan medis yang terpadu, artinya pelayanan yang disediakan dokter
keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan
pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas
program dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik
dari formal maupun informal.
11
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat dari
beberapa aspek yaitu:
1. Aspek Personal :Keluhan utama, harapan, dan kekhawatiran
2. Aspek Klinis :Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup
dengan diagnosis kerja dan diagnosis banding
3. Aspek Internal :Kepribadian seseorang akan mempengaruhi
perilaku. Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.
4. Aspek Eksternal :Psikososial dan ekonomi keluarga.
5. Derajat Fungsi Sosial:
Derajat 1 : Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
Derajat 2 : Pasien mengalami sedikit kesulitan
Derajat 3 : Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa
dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan
Derajat 4 : Banyak kesulitan, dapat melakukan aktifitas kerja,
bergantung pada keluarga
Derajat 5 : Tidak dapat melakukan kegiatan.
12
2.3 DIABETES MELLITUS
2.3.1 DEFINISI
2.3.2 KLASIFIKASI4
Klasifikasi Diabetes Mellitus, yaitu:
1. Diabetes Mellitus Tipe 1
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi
akibat kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah
sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus,
sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus.
Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
2. Diabetes Mellitus Tipe 2
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik,
kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi
insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya
glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan
75% dari penderita DM tipe II ini dengan obesitas atau kegemukan dan
biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.
3. Diabetes Mellitus Tipe lain
a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
13
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional
2.3.3 EPIDEMIOLOGI
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang
mengalami peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. WHO memprediksi
kenaikan jumlah penderita Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik, diperkirakan jumlah penduduk
Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa, dengan
prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2
%. Penelitian terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok didapatkan
prevalensi DM Tipe 2 sebesar 14,7%.
14
1. Umur lebih dari 45 tahun (walaupun sekarang sudah mulai mengalami
pergeseran, dimana usia lebih muda juga dapat mengalami DM tipe 2)
2. Berat badan lebih dari 120% berat badan ideal
3. Riwayat DM pada keluarga derajat pertama (orangtua atau saudara
kandung)
4. Riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT)
5. Hipertensi (>140/90 mmHg) atau dislipidemia (kolesterol HDL <40
mg/dL atau kadar trigliserida >150 mg/dL)
6. Riwayat diabetes gestasional atau melahirkan anak dengan berat badan
lahir lebih dari 4 kg
7. Sindrom kista ovarium.
b) Faktor Agent
Penyakit Diabetes Melitus diduga terjadi akibat penurunan produksi
insulin ataupun resistensi reseptor insuin yang ada pada sel. Namun sampai
saat ini etiologi dari penyakit Diabetes Melitus masih belum diketahui
dengan jelas.3
c) Faktor Environment
Gaya hidup yang kebarat-baratan3:
1. Penghasilan per capita tinggi
2. Tersedianya banyak restoran makanan siap saji (Fast Food)
3. Teknologi canggih menimbulkan sedentary life, kurang gerakan badan.
Variabel Epidemiologi
1) Orang
Berdasarkan kriteria American Diabetes Asociation tahun 2012 (ADA
2012), sekitar 10,2 juta orang di Amerika Serikat menderita DM. Sementara
itu, di Indonesia prevalensi DM sebesar 1,5-2,3% penduduk usia >15
tahun,bahkan di daerah Manado prevalensi DM sebesar 6,1%.3
2) Tempat dan Waktu
15
Prevalensi terjadinya DM di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6 %,
kecuali di dua tempat yaitu di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang, 2,3
% dan di Manado 6%. Di Pekajangan prevalensinya sedikit tinggi,
dikarenakan di daerah tersebut banyak perkawinan antara kerabat.
Sedangkan di Manado, disimpulkan mungkin angka itu tinggi karena pada
studi itu populasinya terdiri dari dari orang-orang yang datang dengan
sukarela, jadi lebih selektif. Tetapi kalau dilihat dari segi geografi dan
budayanya yang dekat dengan Filipina, ada kemungkinan prevalensi di
Manado tinggi karena prevalensi di Filipina juga tinggi, yaitu sekitar 8,4%-
12% di daerah urban dan 3,85-9,7% di daerah rural. Penelitian terakhir
antara tahun 2006 dan 2011 di daerah Depok didapatkan prevalensi DM tipe
2 sebesar 14,7%, demikian juga di Makassar, prevalensi terakhir mencapai
12,5%.2
16
mengalami kemunduran produksi insulin, dan terjadilah keadaan insufisiensi
sekresi insulin.
Saat resistensi insulin dan insufisiensi sekresi insulin terjadi, maka terjadilah
keadaan diabetes. Gula darah akan meningkat, dan mekanisme lain untuk
mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap dalam kadar normal diambil
alih oleh ginjal. Ginjal akan mengekskresikan glukosa, sehingga akan timbul
glikosuria. Kadar glukosa yang tinggi di urin inilah yang menjadi alasan
diabetes mellitus juga disebut penyakit “kencing manis”.
Glikosuria akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotik urin. Hal ini
akan menyebabkan plasma darah yang melewati ginjal akan ditarik ke nefron
sehingga kadar air yang diekskresikan ginjal bertambah, menyebabkan poliuria.
Poliuria kemudian akan menyebabkan kadar cairan tubuh berkurang, sehingga
mekanisme fisiologis akan dehidrasi bekerja, menyebabkan rasa haus dan
polidipsia. Glikosuria menyebabkan sumber energi tubuh (glukosa) terbuang,
ditambah dengan ketidakmampuan relatif sel-sel tubuh mengonsumsi glukosa
karena resistensi insulin dan insufisiensi sekresi insulin, menyebabkan rasa
lapar, polifagia, mudah lelah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya pada pasien DM tipe 2. Oleh karena itu, poliuria,
polidipsia, dan polifagia adalah gejala klasik DM yang paling awal.
Ginjal tidak dapat menyekresikan glukosa hingga pada kadar yang normal,
sehingga walaupun sudah terjadi glikosuria dan poliuria, kadar glukosa darah
tetap tinggi. Kadar glukosa darah yang tinggi ini akan menyebabkan gangguan
metabolik dan penumpukan “produk glukosa” sistemik, yang terutama akan
menumpuk pada pembuluh darah dan neuron. Apabila keadaan hiperglikemia
tetap dibiarkan kronis, maka komplikasi metabolik akut, vaskular, dan
neurologis DM akan terjadi.
2.3.6 DIAGNOSIS5
Diagnosis Diabetes Mellitus (DM) ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar
glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Penggunaan bahan darah utuh (whole blood) vena ataupun kapiler tetap dapat
dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang
berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.
Ada perbedaan antara uji diagnostik Diabetes Mellitus (DM) dan
pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang
menunjukkan gejala atau tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring
bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang
mempunyai resiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan
kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk
memastikan diagnosis definitif.
Diagnosis klinis Diabetes Mellitus (DM) umumnya akan dipikirkan bila
ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang
mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanit a.
Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal
satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila
tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan
18
glukosa darah abnormal. Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui cara
pada tabel.
2. Atau, gejala klasik DM + Glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
19
Pemeriksaan penyaringan8
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko
Diabetes Melitus (DM) namun tidak menunjukkan adanya gejala DM.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT
(Toleransi Glukosa Terganggu) maupun GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan
TGT dan GDPT juga disebut sebagai prediabetes, merupakan tahapan sementara
menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya
DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada semua individu dewasa dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥ 25 Kg/m2 dengan faktor resiko lain sebagai
berikut
1. Aktivitas fisik kurang
2. Riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama (first degree relative)
3. Masuk kelompok etnik risiko tinggi (African American, Latino, Native
American, Asian American, Pasific Islander)
4. Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat > 4000 gram atau
riwayat DM gestasional (DMG)
5. Hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg atau sedang dalam terapi obat
anti hipertensi).
6. Kolesterol HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL
7. Wanita dengan sindrim polikistik ovarium
8. Riwayat Toleransi glukosa terganggu (TGT) atau Glukosa darah puasa
terganggu (GDPT)
9. Keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin (obesitas,
akantosis nigrikans)
10. Riwayat penyakit kardiovaskular.
20
Tabel 2. Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa
Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dL)
Bukan Belum pasti DM
DM DM
*
Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain,
kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi
metabolik berat, seperti ketoasidosis, gejala klasik : poliuri, polidipsi,
polifagi dan berat badan menurun cepat.
**
Cara Diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik, untuk
penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria
21
diagnostik kadar glukosa darah puasa dan dua jam pasca pembebanan.
Untuk DM gestasional juga dianjurkan kriteria diagnostik yang sama.
2.3.7 PENATALAKSANAAN
Karena banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi pada DM tipe 2,
dan sebagian besar mengenai organ vital yang dapat fatal, maka tatalaksana DM
tipe 2 memerlukan terapi agresif untuk mencapai kendali glikemik dan kendali
factor risiko kardiovaskular. Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
DM tipe 2 di Indonesia 2011, penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik
beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis,
latihan jasmani dan intervensi farmakologis. Berikut penatalaksanaan secara
nonfarmakologis:9
a) Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang
memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya edukasi
dilakukan secara komphrehensif dan berupaya meningkatkan motivasi
pasien untuk memiliki perilaku sehat. Tujuan dari edukasi diabetes adalah
mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan
alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/
komplikasi yang mungkin timbul secara dini/ saat masih reversible, ketaatan
perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri, dan
perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan. Edukasi pada
penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki,
ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok, meningkatkan aktifitas
fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak.
b) Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang
seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu, dengan
memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan.
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%,
22
lemak 20%-25%, protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g, dan diet cukup
serat sekitar 25g/hari.
c) Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama
kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobic
seperti berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang. Latihan jasmani
selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
meningkatkan sensitifitas insulin.
d) Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan
pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri
dari obat oral dan bentuk suntikan. Obat yang saat ini ada antara lain10:
1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Pemicu sekresi insulin:
Sulfonilurea
• Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas
• Pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau kurang
• Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada orang tua,
gangguan faal hati dan ginjal serta malnutrisi
Glinid
• Terdiri dari repaglinid dan nateglinid
• Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih ditekankan pada
sekresi insulin fase pertama.
• Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia postprandial
23
• Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya
terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin,
dan menurunkan produksi glukosa hati.
• Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita diabetes
gemuk, disertai dislipidemia, dan disertai resistensi insulin.
Tiazolidindionlerticle
• Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengangkut glukosa sehingga meningkatkan ambilan
glukosa perifer.
• Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal jantung karena
meningkatkan retensi cairan.
Penghambat glukoneogenesis:
Biguanid (Metformin).
• Selain menurunkan resistensi insulin, Metformin juga mengurangi
produksi glukosa hati.
• Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal
dengan kreatinin serum > 1,5 mg/dL, gangguan fungsi hati, serta
pasien dengan kecenderungan hipoksemia seperti pada sepsis
• Metformin tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti
golongan sulfonylurea.
• Metformin mempunyai efek samping pada saluran cerna (mual)
namun bisa diatasi dengan pemberian sesudah makan.
2. Obat Suntikan
Insulin
• Insulin kerja cepat
• Insulin kerja pendek
• Insulin kerja menengah
• Insulin kerja panjang
• Insulin campuran tetap
Agonis GLP-1/incretin mimetik
• Bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin tanpa
menimbulkan hipoglikemia, dan menghambat penglepasan
glukagon
• Tidak meningkatkan berat badan seperti insulin dan sulfonilurea
• Efek samping antara lain gangguan saluran cerna seperti mual
muntah
Dengan memahami 4 pilar tata laksana DM tipe 2 ini, maka dapat dipahami
bahwa yang menjadi dasar utama adalah gaya hidup sehat (GHS). Semua
pengobatan DM tipe 2 diawali dengan GHS yang terdiri dari edukasi yang terus
menerus, mengikuti petunjuk pengaturan makan secara konsisten, dan
melakukan latihan jasmani secara teratur. Sebagian penderita DM tipe 2 dapat
terkendali kadar glukosa darahnya dengan menjalankan GHS ini. Bila dengan
GHS glukosa darah belum terkendali, maka diberikan monoterapi OHO.
25
Pemberian OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap
sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Pemberian OHO berbeda-beda
tergantung jenisnya. Sulfonilurea diberikan 15-30 menit sebelum makan. Glinid
diberikan sesaat sebelum makan. Metformin bias diberikan
sebelum/sesaat/sesudah makan. Acarbose diberikan bersama makan suapan
pertama. Tiazolidindion tidak bergantung pada jadwal makan, DPP-4 inhibitor
dapat diberikan saat makan atau sebelum makan.11
Bila dengan GHS dan monoterapi OHO glukosa darah belum terkendali
maka diberikan kombinasi 2 OHO. Untuk terapi kombinasi harus dipilih 2 OHO
yang cara kerja berbeda, misalnya golongan sulfonilurea dan metformin. Bila
dengan GHS dan kombinasi terapi 2 OHO glukosa darah belum terkendali maka
ada 2 pilihan yaitu yang pertama GHS dan kombinasi terapi 3 OHO atau GHS
dan kombinasi terapi 2 OHO bersama insulin basal. Yang dimaksud dengan
insulin basal adalah insulin kerja menengah atau kerja panjang, yang diberikan
malam hari menjelang tidur. Bila dengan cara diatas glukosa darah terap tidak
terkendali maka pemberian OHO dihentikan, dan terapi beralih kepada insulin
intensif. Pada terapi insulin ini diberikan kombinasi insulin basal untuk
mengendalikan glukosa darah puasa, dan insulin kerja cepat atau kerja pendek
untuk mengendalikan glukosa darah prandial. Kombinasi insulin basal dan
prandial ini berbentuk basal bolus yang terdiri dari 1 x basal dan 3 x prandial..
Tes hemoglobin terglikosilasi (disingkat A1c), merupakan cara yang digunakan
untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Pemeriksaan ini
dianjurkan setiap 3 bulan, atau minimal 2 kali setahun.11
2.3.8 KOMPLIKASI
Komplikasi pada diabetes mellitus terbagi menjadi dua, komplikasi
metabolik akut dan komplikasi jangka panjang.12,13,14
a) Komplikasi Metabolik Akut
1. Ketoasidosis Diabetik (KAD)
2. Hyperglicemic Hyperosmolar State (HHS)
3. Hipoglikemia
26
b) Komplikasi Jangka Panjang
1. Lesi Mikrovaskular
Retinopati Diabetik, Nefropati Diabetik
2. Lesi Makrovaskular
Penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskular, ulkus diabetikum.
3. Neuropati diabetik
4. Katarak Diabetik
2.3.9 PENCEGAHAN15
a) Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi
untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi penyuluhan
meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani dan
menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan kesehatan ini
tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi penyakit ini,
pentingnya menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan
primer.6
b) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat dilakukan
dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini
penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyulihan ditujukan
terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan
selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian antiplatelet
dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada
penyandang Diabetes.
c) Pencegahan Tersier
27
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang
telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih
menlanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan kepada
pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang dapat
dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya rehabilitasi
pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan menetap,
misalnya pemberian aspirin dosis rendah 80-325 mg/hari untuk mengurangi
dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai
disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi,
rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk menunjang
keberhasilan pencegahan tersier.
28
BAB III
METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS
30
3.3.2 Keadaan Demografi Lokasi Studi Kasus
Wilayah kerja Puskesmas Jongaya terdiri dari tiga kelurahan dengan
jumlah 44.507 jiwa dengan rincian sebagai berikut:
Jumlah Penduduk RT
No. Kelurahan Total
Laki-Laki Perempuan (KK)
1 Bongaya 4.488 Jiwa 4.293 Jiwa 8.781 Jiwa 8.437
Pa’baeng-
2. 10.116 Jiwa 10.226 Jiwa 20.342 Jiwa 4.716
baeng
3. Jongaya 7.641 Jiwa 7.743 Jiwa 15348 Jiwa 3.669
Total 22.347 Jiwa 22.160 Jiwa 44.507 Jiwa 16.824
Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Kelurahan
31
Berdasakan komponen umur dan jenis kelamin maka
karakteristik penduduk dari suatu negara dapat debedakan menjadi 3
macam yaitu:
1. Ekspansif, jika sebagian besar penduduk berada dalam kelompok
umur termuda.
2. Konstruktif, jika penduduk berada dalam kelompok termuda
hampir sama besarnya.
3. Stasioner, jika banyaknya penduduk sama dalam tiap kelompok
umur tertentu.
32
d) Perkawinan dan Fertilitas
Rata-rata kawin pertama dari tahun ketahun datanya belum
ditemukan pada wilayah kerja puskesmas, namun berdasarkan profil
kesehatan tahun 1997 propinsi Sulawesi Selatan dari tahun ke tahun
mengalami kenaikan dari umur 19,4 Tahun.
e) Tingkat Pendidikan Penduduk
Pendidikan salah satu upaya membentuk manusia terampil dan
produktif sehingga pada gilirannya dapat mempercepat peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
1 TK 505 Jiwa
2 SD 758 Jiwa
3 SMP 1465 Jiwa
4 SMU/SMK 4821 Jiwa
5 DI-DIII 1644 Jiwa
6 SI-SII 1358 Jiwa
Tabel 7. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di
Wilayah Kerja Puskesmas Jongaya
33
f) Kegiatan Ekonomi
Mata pencaharian penduduk di wilayah kerja PKM Jongaya:
Kelurahan
No Mata Pencaharian
Pa’Baeng- baeng Jongaya Bongaya
1 PNS 525 615 433
2 Pengrajin Industri 80 52 -
3 Pedagang Keliling 765 243 10
4 Montir 5 18 2
5 Dokter Swasta 4 5 2
6 Bidan Swasta - 114 2
7 Pembantu RT 300 73 50
8 TNI 50 992 -
9 POLRI 500 77 100
10 Pensiunan
1.100 1081 1200
PNS,Polri,TNI
11 Pengusaha Kecil
250 49 200
dan Menengah
12 Pengacara 15 2 1
13 Notaris 2 2 1
14 Jasa Pengobatan
1 2 -
Alternatif
15 Dosen Swasta 10 11 10
16 Arsitektur 10 7 -
17 Karyawan
1200 1167 1130
Perusahaan Swasta
18 Kary. Perusahaan
250 31 20
Pemerintah
19 Lain-Lain 4367 4541 3161
Tabel 8. Distribusi Penduduk Menurut Pekerjaan di Wilayah Puskesmas Jongaya
tahun 2016
34
g) Agama
Dari 44.507 jiwa penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas
Jongaya, 36.433jiwa beragama Islam, 4.788 jiwa beragama Krsiten,
1.168 jiwa beragama Katolik,142 jiwa beragama Hindu dan 204 jiwa
beragama Budha.
No Agama Jumlah
1 Islam 36.433 Jiwa
2 Kristen 4.788 Jiwa
3 Katolik 1.168 Jiwa
4 Hindu 142 Jiwa
5 Budha 204 Jiwa
Tabel 9. Distribusi Penduduk Menurut Agama di Wilayah
Puskesmas Jongaya tahun 2016
36
STRUKTUR ORGANISASI PUSKESMAS JONGAYA MAKASSAR
37
d) Tenaga Kesehatan
Jumlah tenaga kesehatan yang terdapat di Puskesmas Jongaya tahun
2016 sebanyak 42 orang dengan berbagai spesifikasi, yang terdiri
dari:
No. Tenaga Kesehatan Jumlah
1. Dokter Umum 3
2. Dokter Gigi 2
3. Perawat 14
4. Bidan 7
5. Sanitarian 2
6. Nutrisionis 2
7. Pranata Laboratorium 2
8. Asisten Apoteker 1
9. Apoteker 2
10. Perawat Gigi 2
11. Rekam Medik 1
12. Sarjana Kesehatan Masyarakat
a. Epidemiologi 1
b. Promkes 1
c. AKK 2
Tabel 10. Tenaga Kesehatan Puskesmas Jongaya
e) Visi Dan Misi Puskesmas
Visi Puskesmas
“Mewujudkan pelayanan kesehatan yang terstandar di wilayah
kerja Puskesmas Jongaya”
Misi Puskesmas
- Menyediakan pelayanan kesehatan yang merata dan
terjangkau
- Menediakan pelayanan kesehatan berbasis teknologi
- Menciptakan lingkungan sehat berbasis masyarakat
38
- Meningkatkan peran serta masyarakat untuk mendukung
perilaku sehat
f) Upaya Kesehatan
Puskesmas Jongaya sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah
(UPTD) Dinas Kesehatan Kota Makassar yang bertanggung jawab
terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas
berperan menyelenggarakan upaya kesehatan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
penduduk agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Dengan demikian Puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga
dan masyarakat serta pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Upaya kesehatan di Puskesmas Jongaya terbagi atas 2(dua) upaya
Kesehatan Yaitu :
1. Upaya Kesehatan Wajib
Upaya Promosi Kesehatan ( Promkes )
Upaya Kesehatan Lingkungan ( Kesling )
Upaya Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA ) dan Keluarga
Berencana (KB)
Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat.
Upaya Pencegahan Penyakit Menular ( P2M )
Upaya Pengobatan
2. Upaya Kesehatan Pengembangan
Upaya Perkesmas
Upaya Kesehatan Jiwa
Upaya Kesehatan Indra
Upaya Kesehatan Kerja
Upaya Pokja HIV/IMS
Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
39
g) Sepuluh (10) Penyakit Utama Di Puskesmas
Kel.
No Nama Penyakit Kel.Jongaya Kel.Bongaya
PBB
1. Common cold 125 110 53
2. Hipertensi 99 67 52
3. ISPA 59 51 32
4. Gastritis 53 40 38
5. DM 49 40 39
6. Dermatitis 47 42 38
7. Myalgia 42 30 21
Rheumatoid
8. 41 21 15
Arthritis
9. Otitis Media 31 20 15
10. Diare 26 16 12
h) Alur Pelayanan
PASIEN
LOKET
- Poli Umum
- Poli Gigi LABORATORIUM
- Poli KIA/KB
RUANG TINDAKAN
APOTEK
40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
c) Status Generalis:
Kepala
42
Ukuran : Normocephal
Ekspresi : Normal
Simetris muka : Simetris kiri dan kanan
Rambut : Hitam-beruban, lurus, sulit dicabut
Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)
Kelopak Mata : Edema palpebra (-), ptosis (-)
Konjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterus (-)
Kornea : Jernih
Pupil : Bulat, isokor, ∅2,5mm/2,5mm,
Telinga
Deformitas : (-)
Sekret : (-)
Pendengaran : Menurun
NT di Proc. Mastoideus : (-)
Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
Mulut
Bibir : Kering (-)
Gusi : Perdarahan (-)
Gigi Geligi : Caries (-)
Lidah : Kotor (-)
Faring : Hiperemis (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Leher
Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran, nyeri tekan (-)
Kelenjar gondok : Tidak teraba pembesaran, nyeri tekan (-)
Dada
Inspeksi : Simetris hemithoraks kiri dan kanan
43
Bentuk : Normochest
Buah Dada : Tidak ada kelainan
Sela Iga : Tidak ada pelebaran
Massa Tumor : (-)
Thorax
Palpasi :
Fremitus Raba : Kiri = Kanan
Nyeri tekan : (-)
Perkusi :
Paru kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Batas paru hepar : ICS VI Dextra Anterior
Batas paru belakang kanan: V Th IX Dextra Posterior
Batas paru belakang kiri: V Th X Sinistra Posterior
Auskultasi :
Bunyi pernapasan : Vesikuler
Bunyi tambahan : Rhonki (-/-); Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal
Auskultasi :
Bunyi Jantung I/II : Murni reguler
Bunyi Tambahan : Bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan epigastrik (-)
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
Lain-lain : Kulit tidak ada kelainan
44
Perkusi : Timpani (+), Shifting dullness (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rektum : Tidak dilakukan pemeriksaan
Punggung
Inspeksi : Skoliosis (-), Kifosis (-), Lordosis (-)
Palpasi : Gibbus (-)
Nyeri Ketok : (-)
Auskultasi : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Gerakan : Dalam batas normal
Ekstremitas
Regio manus : Edema (-), eritema (-), nyeri tekan (-).
Regio pedis : Edema (-), eritema (-), nyeri tekan (+)
4.2.5 Diagnosis
Diabetes Mellitus tipe 2
45
4.2 PENDEKATAN HOLISTIK
4.2.1 Profil Keluarga
Pasien Ny. S (64 tahun) tinggal serumah bersama keluarga anak
keduanya. Anggota keluarga Ny. S terdiri atas Ny. Fi (anak ketiga) dan
An. A (cucu dari anak ketiga). Sedangkan anggota keluarga Tn. B (suami
anak keempat) terdiri atas Ny. Fa (anak keempat pasien) dan An. M (cucu
dari anak keempat pasien).
Status Jenis
No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan
Keluarga Kelamin
Kepala
1 Ny. S Perempuan 64 tahun Tamat SD IRT
keluarga
Belum
3 An. A Cucu Perempuan 9 tahun Pelajar
tamat SD
Status Jenis
No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan
Keluarga Kelamin
Kepala Tamat Karyawan
4 Tn. B Laki-laki 32 tahun
keluarga SMA swasta
Belum
6 An. M Anak Laki-laki 6 tahun Pelajar
tamat TK
46
4.2.3 Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup
Pekerjaan sehari-hari Ny. S adalah ibu rumah tangga. Suaminya sudah
meninggal. Kedua anaknya tidak memiliki pekerjaan. Hanya menantunya
yang memiliki pekerjaan yaitu sebagai karyawan swasta dengan
pendapatan setiap bulan (±2,5 juta) yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari keluarganya. Pasien ini tinggal di rumah yang
terletak di Jl. Andi Tonro 3 No. 21 B. Rumah pasien dalam kondisi cukup
baik dengan ventilasi yang cukup dan lingkungan rumah yang padat.
47
4.2.4 Kepemilikan Barang-barang Berharga
Keluarga Ny.S memiliki beberapa barang elektronik di rumahnya
antara lain yaitu, dau buah televisi yang terletak di ruang tamu (sekaligus
ruang keluarga) dan di kamar anaknya, satu kulkas di dapur, serta dua
buah rice cooker.
48
4.2.7 Pola Konsumsi Makanan Keluarga
Keluarga pasien Ny.S memiliki kebiasaan makan 3 kali dalam sehari
dengan nasi putih sebagai makanan pokok setiap hari. Keluarga ini suka
mengonsumsi ikan, telur, tahu dan tempe sebagai lauk utama. Selain itu
mereka juga mengonsumsi sayur hijau setiap hari. Terkadang pula mereka
mengonsumsi teh dan kue sebagai pengganti sarapan pagi hari.
49
c) Hensarling Diabetes Family Support Scale (HDFSS)
Tabel 15. Format Hensarling Diabetes Family Support Scale (HDFSS)
50
saya.
Keluarga mendorong saya untuk memeriksakan
18. 1
mata saya ke dokter.
Keluarga mendorong saya untuk memeriksakan
19. 1
kaki saya ke dokter.
Keluarga mendorong saya untuk periksa gigi ke
20. 1
dokter.
Saya merasakan kemudahan minta bantuan
21. keluarga untuk mendukung perawatan diabetes 4
saya.
Keluarga menyediakan makanan yang sesuai
22. 4
diet saya.
Keluarga mendukung usaha saya untuk makan
23. 4
sesuai diet.
Keluarga tidak menerima bahwa saya
24. 1
menderita diabetes.
Keluarga mendorong saya untuk memeriksakan
25 4
kesehatan saya ke dokter.
Keluarga membantu ketika saya cemas dengan
26. 3
diabetes.
Keluarga memahami jika saya sedih dengan
27. 3
diabetes.
Keluarga mengerti bagaimana cara membantu
28. 3
saya dalam mengatasi diabetes saya.
Keluarga membantu saya membayar
29. 4
pengobatan diabetes.
JUMLAH NILAI 8 4 21 48
TOTAL NILAI : 8 + 4 + 21 + 48 = 81
81
PERSENTASI : 116 x 100% = 69,82% dukungan keluarga
51
d) Kepatuhan Berobat
Tabel 16. 8-Item Morisky Medication Adherence Scale (8-MMAS)
NO PERTANYAAN NILAI
1. Apakah terkadang Anda lupa untuk minum obat? 1
2. Terkadang orang tidak meminum obat mereka bukan karena
lupa tetapi ada alasan lainnya. Selama 2 minggu terakhir, 1
apakah ada hari tertentu Anda tidak mengonsumsi obat Anda?
3. Apakah Anda pernah mengurangi atau berhenti minum obat
tanpa memberitahu dokter Anda karena Anda merasa lebih 1
buruk ketika Anda mengonsumsinya?
4. Saat Anda bepergian atau meninggalkan rumah, apakah Anda
1
kadang-kadang lupa untuk membawa obat Anda?
5. Apakah Anda mengonsumsi semua obat Anda kemarin? 0
6. Ketika Anda merasa seperti gejala Anda terkendali, apakah
1
Anda kadang-kadang berhenti minum obat Anda?
7. Minum obat tiap hari bagi sebagian orang merupakan sesuatu
yang tidak menyenangkan. Apakah Anda pernah merasa 1
terganggu tentang rencana pengobatan Anda?
8. Seberapa sering Anda mengalami kesulitan mengingat
1
mengonsumsi semua obat Anda?
Total 7
Interpretasi : Kepatuhan tinggi
Nilai nomor 1-7 : Tidak = 1 Ya = 0
Nilai nomor 8 : Tidak pernah/jarang = 1
Sekali-sekali = 0,75
Kadang-kadang = 0,5
Biasanya = 0,25
Terus-menerus =0
Interpretasi hasil : Kepatuhan rendah total score <5
Kepatuhan tinggi total score 6-8
52
4.2.9 Analisa Kedokteran Keluarga (Family Assesment Tools)
a) Fungsi Fisiologis (APGAR)
Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu keluarga
yang dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton, dengan menilai 5
Fungsi pokok keluarga, antara lain:
Adaptasi : Tingkat kepuasan anggota keluarga dalam
menerima bantuan yang dibutuhkan.
Partnership : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap
komunikasi dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.
Growth : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap
kebebasan yang diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan
dan kedewasaan semua anggota keluarga.
Affection : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih
sayang serta interaksi emosional yang berlangsung.
Resolve : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap
kebersamaan dalam membagi waktu, kekayaan dan ruang atas
keluarga.
Penilaian:
- Hampir Selalu = skor 2
- Kadang-kadang = skor 1
- Hampir tidak pernah = skor 0
Total Skor:
- 8-10 = Fungsi keluarga sehat
- 4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
- 0-3 = Fungsi keluarga sakit
53
Tabel 17. Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita Diabetes
Mellitus
PENILAIAN
Hampir
NO PERTANYAAN Hampir Kadang
Tidak
selalu Kadang
Pernah
(2) (1)
(0)
1. Adaptasi
Saya puas dengan keluarga saya karena masing –
masing anggota keluarga sudah menjalankan √
kewajiban sesuai dengan seharusnya.
2. Partnership (Kemitraan)
Saya puas dengan keluarga saya karena dapat
membantu memberikan solusi terhadap √
permasalahan yang saya hadapi
3. Growth (Pertumbuhan)
Saya puas dengan kebebasan yang diberikan
keluarga saya untuk mengembangkan √
kemampuan yang saya miliki
4. Affection (Kasih Sayang)
Saya puas dengan kehangatan/kasih sayang yang √
diberikan keluarga saya
5. Resolve (Kebersamaan)
Saya puas dengan waktu yang disediakan √
keluarga untuk menjalin kebersamaan
Total Skor 8
Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 8 ini menunjukkan Fungsi keluarga
sehat.
x x
x x
Keterangan :
: Keluarga Ny. S
: Laki-laki normal
: Wanita normal
: Laki-laki Diabetes Mellitus
: Wanita Diabetes Mellitus
X : Meninggal
Gambar 5. Genogram Penderita Diabetes Melitus
55
Hubungan Anggota Keluarga
Ny.S merupakan orang tua tunggal dari kedua anaknya (Ny. Fi dan
Ny. Fa) karena suami Ny.S telah meninggal. Anak pertama Ny. S yaitu
Ny. Fi juga merupakan orang tua tunggal karena telah bercerai dengan
suaminya dan memiliki seorang putri yaitu An. A. anak kedua Ny. S
yaitu Ny. Fa menikah dengan Tn. B (menantu Ny. S) dan memiliki
seorang putra yaitu An. M. Hubungan antara anggota keluarga cukup
baik. Mereka sering berkumpul dan berkomunikasi.
Keterangan:
: Laki-laki Hidup
: Laki-laki meninggal
: Wanita Hidup
: Wanita Meninggal
: Pasien
: Hubungan yang erat
: Cerai
Orange : Anggota keluarga yang tinggal serumah
Gambar 6. Family mapping
56
Indikator Keluarga Sehat
Tabel 18. Indikator Keluarga Sehat
57
4.3 PEMBAHASAN
Diagnosis pada pasien ini adalah Diabetes Mellitus Tipe II yang
didapatkan berdasarkan anamnesis secara holistik yaitu aspek personal,
aspek klinik, aspek risiko internal, dan aspek risiko eksternal dengan
melakukan pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnostik holistik.
59
Tabel 19. Rencana Pelaksanaan (Plan Of Action)
Hasil yang
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Biaya Ket.
diharapkan
Aspek Memberikan edukasi Pasien Saat Pasien dapat Tidak Tidak
personal kepada pasien mengenai pasien sadar dan ada menolak
penyakit diabetes melitus berobat ke mengerti
dan memberikan informasi Puskesmas akan
mengenai perkembangan pentingnya
penyakitnya. mengonsumsi
obat teratur
dan menjaga
diet.
Aspek Memberikan obat DM Pasien Saat Gula darah Tidak Tidak
klinik untuk mengontrol gula pasien dapat ada menolak
darah pasien berobat ke terkontrol
Puskesmas
Aspek Mengajarkan bagaimana Pasien Saat Gula darah Tidak Tidak
risiko pola makan yang baik, pasien dapat ada menolak
internal menganjurkan olahraga berobat ke terkontrol
teratur, menganjurkan Puskesmas
untuk menjaga hygenitas
diri
Aspek Menganjurkan keluarga Keluarga Pada saat Keluarga Tidak Tidak
risiko memberi dukungan kunjungan memberi ada menolak
external kepada pasien agar selalu rumah perhatian dan
menjaga kesehatannya dan dukungan
selalu mengingatkan lebih kepada
pasien untuk minum obat pasien dan
dan kontrol gula darah, pasien lebih
60
dan mendukung pola diet termotivasi
pasien. untuk
sembuh
Menganjurkan kepada
keluarga pasien untuk
meningkat-kan
komunikasi yang baik
dengan pasien
Aspek Menganjurkan untuk Pasien Pada saat Agar kondisi Tidak Tidak
fungsional olahraga teratur kunjungan tubuh selalu ada menolak
rumah sehat dan
bugar
b) Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum baik.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal.
- Tidak didapatkan kelainan klinis yang bermakna.
c) Pemeriksaan Penunjang
GDS = 378 mg/dl
61
4.3.2 Penatalaksanaan dan Edukasi
Penatalaksanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini meliputi
pencegahan primer, pencegahan sekunder (terapi untuk pasien dan
keluarga pasien).
a) Pencegahan Primer
Pencegahan primer diperlukan agar orang sehat tidak menderita
penyakit diabetes mellitus antara lain mengontrol kadar gula darah dengan
cara:
- Mengatur pola makan
- Olahraga teratur dan istirahat yang cukup
- Selalu memeriksakan kadar gula darah, rutin kontrol di Puskemas
ataupun Rumah Sakit
b) Pencegahan Sekunder
Pengobatan farmakologi berupa:
- Metformin tab 500 mg 2x1
- B1B6B12 1x1
62
4.3.3 Pendekatan Holistik
Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Pasien Diabetes Mellitus.
63
Klasifikasi skor kemampuan menyelesaikan masalah
Skor 1 : Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi.
Skor 2 : Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber
(hanya keinginan), penyelesaian masalah dilakukan sepenuhnya oleh
provider.
Skor 3 : Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang
belum dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian besar oleh
provider.
Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih
tergantung pada upaya provider.
Skor 5 : Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga.
Dengan hasil yang didapatkan pada tabel di atas berarti bahwa pasien dan
keluarga pasien dapat menyelesaikan masalah kesehatannya secara
mandiri.
64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
a) Untuk melakukan diagnosis secara klinis meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang, serta menginterpretasikan hasilnya
dalam mendiagnosis diabetes mellitus.
Dari uraian pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa diagnosis
pasien yaitu diabetes mellitus tipe 2 disertai dengan kurangnya kesadaran
akan menjaga pola diet yang baik.
b) Untuk melakukan prosedur tatalaksana dan edukasi diabetes mellitus
sesuai standar kompetensi dokter indonesia.
Dari uraian pada bab sebelumnya telah dipaparkan mengenai
penatalaksanaan pada pasien dengan diabetes mellitus berupa farmakologi
yaitu glimepiride dan metformin. Sedangkan edukasinya berupa
mengontrol kadar gula darah di Puskemas ataupun Rumah Sakit dan
menjaga pola makan dan diet yang sesuai, serta rajin berolahraga sehingga
penatalaksanaan yang diberikan pada pasien telah sesuai standar
kompetensi dokter indonesia.
5.2 SARAN
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Ny. S, maka disarankan
untuk :
Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit DM
tipe 2.
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya menjaga
pola makan dan diet yang sesuai dengan diabetes mellitus. Hasil yang
diharapkan keluarga dapat memahami sehingga dapat mengupayakan
pencegahan untuk penyakit tersebut.
Memberi edukasi pada pasien tentang penatalaksanaan diabetes mellitus.
65
Menyarankan kepada keluarga untuk selalu memberi perhatian dan
dukungan lebih kepada pasien dan pasien lebih termotivasi untuk
sembuh.
Menjelaskan kepada pasien untuk minum obat secara teratur dan
mengontrol penyakitnya secara rutin di pelayanan kesehatan terdekat.
66
DAFTAR PUSTAKA
1. Scobie I.N. Atlas of diabetes mellitus. 3rd. ed. Healthcare: Informa UK,
England. 2007
2. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
Indonesia. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta.
2011/
3. Nainggolan, O. d.k.k. Determinan Diabetes Melitus. Jakarta : Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan. 2013
4. Sudoyo Aru.W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV, jl III. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2006
5. Foster DW. Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit
dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000;
6. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus.
Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses Edisi 6. Jakarta;2014;
7. Ndraha, S. Diabetes Melitus Tipe II dan Tatalaksana Terkini. Jakarta :
Medicinus. 2014.
8. Arifin, A.L. Panduan Terapi Diabetes Melitus Tipe II terkini. Bandung :
Fakultas Kedokteran UNPAD. 2013
9. Haeria. Pelayanan Kefarmasian Dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus.
Makassar : Jurnal Kesehatan. 2009.
10. Suyono S. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2007;
11. Pedoman Pengobatan Dasar Puskesmas. Diabetes Melitus. Jakarta;
Departemen kesehatan R.I. 2007.
12. Casqueiro J, Casqueiro J, Alves C. Infection in patients with diabetes mellitus:
a review of pathogenesis. Indian J Endocr Metab 2012;
13. Quan, Diana. 2014. Diabetic Neuropathy. Diunduh di
www.emedicine.medscape.com
14. Bhavsar, Abdhish R. 2014. Diabetic Retinopathy. Diunduh di
www.emedicine.medscape.com
67
15. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis
dan strategi pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai
penerbit FKUI, 2006;
68
LAMPIRAN
69
Gambar 9. Tampak depan rumah pasien
Pasien tidak memiliki halaman rumah karena pagar rumah tepat berada satu meter
setelah tangga rumah. Tampak bunga-bunga yang tertata rapi dan di samping
tangga tampak jemuran.
70
Gambar 11. Ruang tamu sekaligus ruang keluarga
Segala aktivitas keluarga dilakukan di sini, seperti makan, menonton,
bercengkrama, menerima tamu, bermain anak, terkadang pula ada anggota
keluarga yang tidur siang di lantai ruangan ini.
71
Gambar 13. Jamban keluarga
Terdiri atas satu buah jamban yang kurang terjaga kebersihannya. Ventilasi dan
pencahayaannya pun kurang.
72