Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam
bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan
kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Salah satu sarana kesehatan
untuk melaksanakan upaya kesehatan adalah apotek. Apotek adalah suatu
tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnyakepada masyarakat. Adapun
pekerjaan kefarmasian tersebut meliputi pembuatan termasuk pengendalian
mutu sediaan farmasi, pengamanan,pengadaan, penyimpanan dan distribusi
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat,bahan obat, dan obat tradisional.

Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan
melalui pembangunan yang berkesinambungan. Pembangunankesehatan diarahkan guna
tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal, maka perlu
dilakukan suatu upaya kesehatan misalnya dengan carapeningkatan kualitas
tenaga kesehatan, adanya sistem pelayanan yang teroganisir dengan baik dan
ditunjang oleh sarana kesehatan yang memadai.

Apotek dipimpin oleh seorang apoteker yang disebut Apoteker Pengelola


Apotek (APA), untuk dapat mengelola apotek seorang apoteker tidak cukup
dengan berbekal ilmu teknis kefarmasian saja tetapi juga harus memiliki
kemampuan memahami manajerial yang meliputi pengelolaan administrasi,
persediaan sarana keuangan dan pengelolaan sumberdaya manusia serta sediaan
obat.

1
Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan yang dilakukan di Apotek
sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku dimana pengelolaan
sediaan farmasi bertujuan untuk menjaga dan menjamin ketersediaan barang
di apotek sehingga tidak terjadi kekosongan barang. Selain itu juga bertujuan
untuk memperoleh barang yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dengan
kualitas harga yang dapat dipertanggung jawabkan dalam waktu tertentu
secara efektif dan efisien, menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Manajemen Farmasi ?
2. Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengelola dan
mengendalikan persediaan obat diapotek?
3. Apa definisi dari pengelolaan dan pengendalian SDM serta persediaan
obat di apotek?
4. Bagaimana metode pengelolaan dan pengendalian SDM serta persediaan
obat diapotek?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari manajemen farmasi.
2. Mengetahui defini pengelolaan dan pengendalian SDM serta persediaan
obat diapotek.
3. Mengetahui metode pengelolaan dan pengendalan SDM serta persediaan
obat diapotek.
4. Mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengelola dan
mengendalian SDM serta obat diapotek.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Apotek
2.1.1 Definisi apotek
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam
membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan
secara sendirisendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atau masyarakat.
2.1.2 Tugas dan Fungsi Apotek
Menurut PP No.51 tahun 2009, tugas dan fungsi apotek adalah :
1. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
2. Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
3. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan
farmasi antara lain obat, bahan obat, obat tradisional, kosmetika.
4. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau
penyaluran obat pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional.
2.2 Apoteker
Definisi apoteker yaitu untuk menjadi seorang apoteker, seseorang harus
menempuh pendidikan di perguruan tinggi farmasi baik di jenjang S-1
maupun jenjang pendidikan profesi. Apoteker/farmasis memiliki suatu
perhimpunan dalam bidang keprofesian yang bersifat otonom yaitu ISFI
(Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia) yang sekarang menjadi IAI.

3
2.3 Definisi Pengelolaan atau Kontroling Obat
Pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
menyangkut aspek perencanaan selesi, pengadaan, pendistribusian,
dan penggunaan obat dengan memanfaatkan sumber -sumber yang
tersedia seperti tenaga, dan, sarana dan perangkat lunak (metode
dan tatalaksana) dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.Sistem
pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi
aspek seleksi dan perumusan kebutuhan, pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian dan penggunaan obat. Dari pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa masing -masing tahap
p e n g e l o l a a n o b a t m e r u p a k a n s u a t u r a n g k a i a n ya n g t e r k a i t ,
d e n g a n demikian dimensi pengelolaan obat akan dimulai dari perencanaan
pengadaan yang merupakan dasar pada dimensi pengadaan obat di apotek.
Tujuan dari pengadaan yaitu untuk memperoleh barang atau jasa
yangd i b u t u h k a n d a l a m j u m l a h ya n g c u k u p d e n g a n k u a l i t a s
h a r g a ya n g d a p a t dipertanggung jawabkan, dalam waktu dan tempat
tertentu secara efektif dan efisien, menurut tata cara dan ketentuan yang
berlaku.
Sistem pengelolaan obat mempunyai empat fungsi dasar untuk
mencapai tujuan yaitu :
1. Perumusan keutungan atau perencanaan (selection)
2. Pengadaan
3. Distribusi
4. Penggunaan
Keempat fungsi tersebut didukung oleh sistem penunjang pengelolaanyang
terdiri dari :
1. Organisasi
2. Pembiayaan dan kesinambungan
3. Pengelolaan informasi
4. Pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia

4
2.4 Standar pelayanan kefarmasian di apotek
Standar pelayanan kefarmasian di apotek mencakup aspek :
2.4.1 Pengelolaan sumber daya
a. Sumber daya manusia
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola
oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek,
apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan
memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang
tepat, mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri
sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan
mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan
membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk
meningkatkan pengetahuan.
b. Sarana dan Prasarana
Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh
masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan
jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah
diakses oleh anggota masyarakat. Dalam Permenkes No.922 tahun
1993 ayat 2 sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama
dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan
farmasi dan ayat 3 apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan
komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.

2.4.2 Pengelolaan obat dan Perbekalan Kesehatan


a. Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah
dan harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan
jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran,
serta menghindari kekosongan obat. Dalam perencanaan
pengadaan ini, ada empat metode yang sering dipakai yaitu:

5
1) Metode epidemiologi yaitu berdasarkan pola penyebaran
penyakit dan pola pengobatan penyakit yang terjadi dalam
masyarakat sekitar.
2) Metode konsumsi yaitu berdasarkan data pengeluaran barang
periode lalu. Selanjutnya data tersebut dikelompokkan dalam
kelompok fast moving (cepat beredar) maupun yang slow
moving.
3) Metode kombinasi yaitu gabungan dari metode epidemiologi
dan metode konsumsi. Perencanaan pengadaan barang dibuat
berdasarkan pola penyebaran penyakit dan melihat kebutuhan
sediaan farmasi periode sebelumnya.
4) Metode just in time yaitu dilakukan saat obat dibutuhkan dan
obat yang tersedia di apotek dalam jumlah terbatas. Digunakan
untuk obat-obat yang jarang dipakai atau diresepkan dan
harganya mahal serta memiliki waktu kadaluarsa yang pendek.
Di Apotek perencanaan pengadaan sediaan farmasi seperti obat-
obatan dan alat kesehatan dilakukan dengan melakukan pengumpulan
data obat-obatan yang akan dipesan. Data tersebut ditulis dalam buku
defecta yaitu jika barang habis atau persediaan menipis berdasarkan
jumlah barang yang tersedia pada bulan-bulan sebelumnya. Selain
dengan menggunakan data di buku defecta, perencanaan pengadaan
obat dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan berdasarkan analisis
pareto (Sistem ABC) yang berisi daftar barang yang terjual yang
memberikan kontribusi terhadap omzet, disusun berurutan
berdasarkan nilai jual dari yang tertinggi sampai yang terendah, dan
disertai jumlah dan kuantitas barang yang terjual. Keuntungan dengan
menggunakan analisis pareto adalah perputaran lebih cepat sehingga
modal dan keuntungan tidak terlalu lama berwujud barang, namun
dapat segera berwujud uang, mengurangi resiko penumpukan barang,
mencegah terjadinya kekosongan barang yang bersifat fast moving
dan meminimalisasikan penolakan resep.

6
Pengelompokan berdasarkan pareto di Apotek antara lain:
a) Pareto A: 20-25% total item mengasilkan 80% omzet
b) Pareto B: 25-40% total item menghasilkan 15% omzet
c) Pareto C: 50-60% total item menghasilkan 5% omzet
Pemesanan rutin dilakukan terhadap produk yang tergolong dalam
pareto A dan B. Untuk produk yang termasuk ke dalam pareto C
dilakukan pemesanan bila produk tersebut akan habis.
b. Pengadaan
Pengadaan perbekalan farmasi di Apotek dilakukan oleh bagian
unit pembelian yang meliputi pengadaan obat bebas, obat bebas
terbatas, obat keras tertentu, narkotika dan psikotropika, dan alat
kesehatan.
Pengadaan perbekalan farmasi dapat berasal dari beberapa sumber,
yaitu:
1) Pengadaan Rutin
Merupakan cara pengadaan perbekalan farmasi yang paling
utama. Pembelian rutin yaitu pembelian barang kepada para
distributor perbekalan farmasi untuk obat-obat yang kosong
berdasarkan data dari buku defekta.
Pemesanan dilakukan dengan cara membuat Surat Pesanan
(SP) dan dikirimkan ke masing-masing distributor/PBF yang
sesuai dengan jenis barang yang dipesan. PBF akan mengirim
barang-barang yang dipesan ke apotek beserta fakturnya
sebagai bukti pembelian barang.
2) Pengadaan Mendesak (Cito)
Pengadaan mendesak dilakukan, apabila barang yang diminta
tidak ada dalam persediaan serta untuk menghindari penolakan
obat/resep. Pembelian barang dapat dilakukan ke apotek lain
yang terdekat sesuai dengan jumlah sediaan farmasi yang
dibutuhkan tidak dilebihkan untuk stok di apotek.
3) Konsinyasi

7
Konsinyasi merupakan suatu bentuk kerja sama antara Apotek
dengan suatu perusahaan atau distributor yang menitipkan
produknya untuk dijual di apotek, misalnya alat kesehatan,
obat-obat baru, suplemen kesehatan, atau sediaan farmasi, dan
perbekalan kesehatan yang baru beredar di pasaran. Setiap dua
bulan sekali perusahaan yang menitipkan produknya akan
memeriksa produk yang dititipkan di apotek, hal ini bertujuan
untuk mengetahui berapa jumlah produk yang terjual pada
setiap dua bulannya. Pembayaran yang dilakukan oleh apotek
sesuai jumlah barang yang laku. Apabila barang konsinyasi
tidak laku, maka dapat diretur/dikembalikan ke
distributor/perusahaan yang menitipkan.
Apotek melakukan kegiatan pembelian hanya ke distributor
atau PBF resmi. Pemilihan pemasok didasarkan pada beberapa
kriteria, antara lain legalitas PBF, kecepatan dalam mengirim
barang pesanan, jangka waktu pembayaran, harga yang
kompetitif dan untuk obat-obat golongan narkotika hanya dapat
dipesan ke PBF yang ditunjuk oleh pemerintah yaitu PBF
Kimia Farma.
c. Penerimaan Perbekalan Farmasi
Penerimaan Barang Setelah dilakukan pemesanan maka
perbekalan farmasi akan dikirim oleh PBF disertai dengan faktur.
Barang yang datang akan diterima dan dipriksa oleh petugas
bagian penerimaan barang. Produsen penerimaan barang
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Pemeriksaan barang dan kelengkapannya
a) Alamat pengirim barang yang dituju.
b) Nama, kemasan dan jumlah barang yang dikirim harus
sesuai denganyang tertera pada surat pesanan dan faktur.
Apabila terdapat ketidaksesuaian, petugas penerimaan

8
akan mengembalikan atau menolak barang yang dikirim
(retur) disertai nota pengembalian barang dari apotek.
c) Kualitas barang serta tanggal kadarluasa. Kadaluarsa
tidak kurang dari satu tahun untuk obat biasa dan tiga
bulan untuk vaksin.
2) Jika barang-barang tersebut dinyatakan diterima, maka
petugas akan memberikan nomor urut pada faktur
pengiriman barang, membubuhkan cap apotek dan
menandatangani faktur asli sebagai bukti bahwa barang
telah diterima. Faktur asli selanjutnya dikembalikan,
sebagai bukti pembelian dan satu lembar lainnya disimpan
sebagai arsip apotek. Barang tersebut kemudian disimpan
pada wadahnya masing-masing.
3) Salinan faktur dikumpulin setiap hari lalu dicatat sebagai
data arsip faktur dan barang yang diterima dicatatat sebagai
data stok barang dalam komputer.
Jika barang yang diterima tidak sesuai pesanan atau
terdapat kerusakan fisik maka bagian pembelian atau membuat
nota pengembalian barang (retur) dan mengembalikan barang
tersebut ke distrbitor yang bersangkutan untuk kemudian
ditukar dengan barang yang sesuai. Barang-barang yang tidak
sesuai dengan faktur harus dikembalikan, hal ini bertujuan
untuk mencegah terjadinya praktek penyalahgunaan obat yang
dilakukan oleh pihak tertentu.
d. Penyimpanan
Perbekalan farmasi yang telah diterima kemudian disimpan
didalam gudang obat secara alfabetis yang tersedia di apotek
dengan sebelumnya mengisi kartu stok yang berisikan tanggal
pemasukan obat, nomor dokumen, jumlah barang, sisa, nomor
batch, tanggal kadaluarsa, dan paraf. Contoh kartu stok obat.

9
Penyimpanan barang di Apotek dilaksanakan berdasarkan
sistem FIFO (first in first out) dan FEFO (first expired first out).
Sistem FIFO (first in first out) adalah penyimpanan barang
dimana barang yang datang lebih dulu akan disimpan di depan
sehingga akan dikeluarkan lebih dulu dari yang lainnya,
sedangkan barang yang terakhir datang ditaruh dibelakang,
demikian seterusnya. Sistem FEFO (first expired first out) adalah
penyimpanan barang dimana barang yang mendekati tanggal
kadaluarsanya diletakkan di depan sehingga akan dikeluarkan
lebih dulu dari yang lainnya, sedangkan barang yang tanggal
kadaluarsanya masih lama diletakkan dibelakang, demikian
seterusnya. Sistem ini digunakan agar perputaran barang di
apotek dapat terpantau dengan baik sehingga meminimalkan
banyaknya obat-obat yang mendekati tanggal kadaluarsanya
berada di apotek.
Sistem penyimpanan obat di Apotek antara lain:
4) Berdasarkan golongan obat :

10
a) Narkotika dan psikotropika di dalam lemari khusus dua
pintu yang dilengkapi dengan kunci dan terletak
menempel pada lemari besar dengan tujuan tidak bisa
dipindahkan sehingga sulit untuk dicuri.
b) Obat bebas dan obat bebas terbatas, disebut sebagai obat
OTC (over the counter) disimpan di rak penyimpanan dan
swalayan. Disimpankan berdasarkan kegunaannya.
Penyusunan OTC digolongkan menjadi milk dan
nutrision, medical cabinet, vitamin dan suplement,
tradisional medicine, topical, tetes mata, beauty care, oral
care, baby & child care, produk konsinyasi, food, snack &
drink, feminine care.
c) Obat keras disimpan di rak penyimpanan dan disusun
alfabetis dan sesuai dengan efek farmakologinya.
5) Bentuk sediaan Obat disimpan berdasarkan bentuk
sediaannya yaitu: Padat, Cair, semi solid, tetes mata, tetes
hidung, tetes telinga, oral drop, Inhaler, aerosol, Suppositoria,
ovula.
6) Obat Generik disimpan di dalam rak penyimpanan dengan
label warna hijau, obat lainnya (paten) disimpan dengan label
warna yang berbeda-beda berdasarkan efek farmakologinya.
7) Efek farmakologinya Berdasarkan efek farmakologinya,
penyimpanan obat dibagi menjadi :Antibiotik,
Kardiovaskular, Sistem saraf pusat, Endokrin, Hormon,
Pencernaan, Muskuloskeletal, Pernafasan, Anti alergi,
Kontrasepsi,Vitamin dan suplemen.
8) Berdasarkan sifat obat, terdapat obat yang disimpan dilemari
es. : insulin, suppositoria, ovula, dan obat yang mengandung
Lactobacillus sp. Contoh : Lacto-B.
9) Alat kesehatan disimpan dalam etalase dekat penyimpanan
obat bebas.

11
10) Kosmetik, multivitamin, jamu, makanan, dan minuman di
swalayan.
e. Pelayanan
Penjualan di Apotik meliputi penjualan tunai dan kredit.
Penjualantunai meliputi pelayanan berdasarkan resep dokter baik
resep dari dokter yang melakukan praktek di Apotek maupun
dokter praktek luar apotek, serta pelayanan non-resep yang terdiri
dari pelayanan obat bebas, UPDS (Upaya Pengobatan Diri
Sendiri), serta alat kesehatan.
1) Pelayanan obat tunai dengan resep
dokter Pelayanan obat dengan resep tunai dilakukan terhadap
konsumen yang langsung datang ke apotek untuk menebus
resep obat yang dibutuhkan dan dibayar secara tunai. Alur
pelayanan resep tunai dengan penjelasan sebagai berikut :
a) Penerimaan resep
Pemeriksaan keabsahan dan kelengkapan resep, meliputi:
Nama, alamat nomor SIP dan paraf/tanda tangan dokter
penulis resep, Nama obat, dosis, jumlah dan aturan pakai,
Nama pasien, umur, alamat, nomor telepon, Pemberian
nomor resep, Penetapan harga, Pemeriksaan ketersediaan
obat.
b) Perjanjian dan pembayaran, meliputi: Pengambilan obat
semua atau sebagian, Ada atau tidaknya penggantian obat
atas persetujuan dokter/pasien, Pembayaran, Pembuatan
kuitansi dan salinan resep (apabila diminta).
c) Penyiapan obat/peracikan, meliputi: Penyiapan etiket atau
penandaan obat dan kemasan, Peracikan obat (hitung
dosis/penimbangan, pencampuran, pengemasan),
Penyajian hasil akhir peracikan atau penyiapan obat.
d) Pemeriksaan akhir, meliputi : Kesesuaian hasil penyajian
atau peracikan dengan resep (nama obat, jenis, dosis,

12
jumlah, aturan pakai, nama pasien, umur, alamat dan
nomor telepon), Kesesuaian antara salinan resep dengan
resep asli, Kebenaran kuitansi.
e) Penyerahan obat dan pemberian informasi, meliputi:
Nama obat, kegunaan obat, dosis jumlah dan aturan pakai,
Cara penyimpanan, Efek samping yang mungkin timbul
dan cara mengatasinya.
2) Pelayanan obat kredit dengan resep dokter
Alur pelayanan yang dilakukan hampir sama dengan
pelayanan obat dengan resep tunai, perbedaanya adalah pada
pelayanan ini tidak terdapat perincian harga obat dan
penyerahan uang tunai dari pasien kepada apotek. Oleh karena
itu, pencatatan terhadap pelayanan obat dengan resep dokter
secara kredit ini dipisahkan dengan pelayanan obat dengan
resep dokter secara tunai. Struk resep kredit dan fotocopy resep
disimpan dan disusun berdasarkan Nama Perusahaan atau
Instansi yang bekerja sama dengan Apotek, yang selanjutnya
dilakukan penagihan kepada perusahaan atau instansi yang
bersangkutan.
Pelayanan resep kredit ini hanya diberikan kepada pasien
yang merupakan karyawan atau anggota instansi/perusahaan
yang membuat kesepakatan kerja sama dengan Apotek Apotek.
Untuk alur pelayanan resep kredit.
Tahap pelayanan resep kredit antara lain:
a) Petugas penerima resep menerima resep dari pasien.
b) Apoteker melakukan skrining resep.
c) Resep diserahkan ke petugas peracikan untuk kemudian
dilakukan penyiapan atau peracikan obat.
d) Asisten Apoteker atau Apoteker memeriksa kembali
kesesuaian hasil penyiapan atau peracikan obat dengan

13
resep (nama obat, bentuk, jenis, dosis, jumlah, aturan
pakai, nama pasien).
e) Apoteker menyerahkan obat kepada pasien dengan
memberikan informasi mengenai dosis, cara pakai obat
dan informasi lain yang diperlukan.
f) Berkas copy resep dan surat keterangan instansi disimpan
dan disusun berdasarkan Nama Perusahaan atau Instansi
yang bekerja sama dengan Apotek.
3) Pelayanan obat non resep
Pelayanan obat tanpa resep merupakan pelayanan obat yang
diberikan apotek kepada konsumen atas permintaan langsung
pasien atau tanpa resep dari dokter. Obat yang dapat dilayani
tanpa resep dokter meliputi obat bebas, obat bebas terbatas,
obat keras yang termasuk dalam Daftar Obat Wajib Apotek
(DOWA), obat tradisional, kosmetik, dan alat kesehatan.
Alur pelayanan UPDS sama seperti pelayanan terhadap
obat bebas. Pasien UPDS harus mengisi blanko permintaan
UPDS.
4) Pelayanan resep narkotik dan psikotropik Pengertian
narkotika menurut Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, adalah zat atau
obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam tiga
golongan yaitu golongan I, II, dan III. Sedangkan pengertian
psikotropika menurut Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, adalah zat atau
obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan

14
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.
Apotek hanya melayani resep narkotika dan psikotropika dari
resep asli atau salinan resep yang dibuat oleh Apotek sendiri yang
belum diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek
tidak melayani pembelian obat narkotika tanpa resep atau
pengulangan resep yang ditulis oleh apotek lain. Pelayanan obat-
obat narkotik berlaku untuk resep dari wilayah setempat atau
resep dokter setempat. Pada resep yang mengandung narkotik
harus dicantumkan tanggal, nama obat, yang digaris bawah
merah, jumlah obat, nama dan alamat praktek dokter serta
pasien.Resep-resep dikumpulkan terpisah. Obat-obat narkotik dan
psikotropik yang telah dikeluarkan, dilaporkan dalam laporan
penggunaan narkotik dan psikotropika setiap bulan.
5) Pelayanan Swalayan Farmasi Pelayanan swalayan farmasi
meliputi penjualan obat dan perbekalan farmasi lainnya yang
dapat dibeli tanpa resep dari dokter seperti obat OTC (over
the counter) baik obat bebas maupun bebas terbatas.
Penjualan ini dikenal sebagai pelayanan HV (Hand Verkoop).
Barang-barang yang dijual seperti : suplemen, vitamin, susu,
perawatan kulit, perawatan rambut, kosmetik, herbal health
care, alat kontrasepsi, dan alat kesehatan. Prosedur penjualan
bebas adalah sebagai berikut: Petugas penjualan bebas
menanyakan obat dan perbekalan farmasi lainnya yang
diperlukan oleh pelanggan, Memeriksa ketersediaan barang
dan menginformasikan harganya kepada pembeli. Bila
pembeli setuju maka pembeli langsung membayar dan
petugas akan memasukkan data pembelian ke dalam
komputer dan mencetak struk pembayaran untuk diserahkan
kepada pemebeli dan untuk arsip.

15
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Apotek

Peraturan Pemerintah No. 26 tahun1965 tentang apotek pada pasal


1 menyebutkan bahwa “yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat
tertentu dimana dilakukan usaha-usaha dalam bidang farmasi dan
pekerjaan kefarmasian” Peraturan pemerintah tersebut kemudian dirubah
dengan keluarnya PP no.25 tahun 1980 tentang perubahan atas PP no.26
tahun 1965 tentang apotek menjadi “apotek adalah suatu tempat, tertentu,
tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada
masyarakat”

Apotek merupakan salah satu sarana kesehatan yang diperlukan


dalam menunjang upaya layanan kesehatan. Apotek adalah suatu tempat
tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat
kepada masyarakat (PP no.25 tahun 1998 dan Keputusan Menkes
no.1332/Menkes/SK/X/2002).

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun


2009 tentang pekerjaan kefarmasian, apotek adalah sarana pelayanan
kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker.

3.2 Landasan Hukum

Landasan Hukum Apotek

Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang


diatur dalam:

a. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.


b. Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
c. Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

16
d. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP
No. 26 tahun 1965 mengenai Apotek.
e. Peraturan Pemerintah No 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti dan Izin
kerja Apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri
kesehatan No. 184/MENKES/PER/II/1995.
f. Peraturan Menteri Kesehatan No. 695/MENKES/PER/VI/2007
tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 184
tahun 1995 tentang penyempurnaan pelaksanaan masa bakti dan izin
kerja apoteker.
g. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
h. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Apotek.

3.3 Tugas dan Fungsi Apotek

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.25 tahun 1980, tugas dan


fungsi apotek adalah sebagai berikut:

a. Tempat pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan sumpah


jabatan.
b. Sarana farmasi yang telah melaksanakan peracikan, pengubahan
bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
c. Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyalurkan obat
yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata.
d. Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi
lainnya kepada masyarakat.

17
3.4 Manajemen Apotek

Manajemen Apotek, adalah manajemen farmasi yang diterapkan di


apotek. Sekecil apapun suatu apotek, sistem manajemEnnya akan terdiri
atas setidaknya beberapa tipe manajemen, yaitu :
1. Manajemen keuangan tentunya berkaitan dengan pengelolaan
keuangan, keluar masuknya uang, penerimaan, pengeluaran, dan
perhitungan farmako ekonominya.
2. Manajemen pembelian meliputi pengelolaan defekta, pengelolaan
vendor, pemilihan item barang yang harus dibeli dengan
memperhatikan FIFO dan FEFO, kinetika arus barang, serta pola
epidemiologi masyarakat sekitar apotek.
3. Manajemen penjualan meliputi pengelolaan penjualan tunai, kredit,
kontraktor.
4. Manajemen persediaan barang meliputi pengelolaan gudang,
persediaan bahan racikan, kinetika aarus barang. Manajemen
persediaan barang berhubungan langsung dengan manajemen
pembelian.
5. Manajemen pemasaran , berkaitan dengan pengelolaan dan teknik
pemasaran untuk meraih pelanggan sebanyak-banyaknya. Manajemen
pemasaran ini tampak padaapotek modern, tetapi jarang diterapkan
pada apotek-apotek konvensional.
6. Manajemen khusus, merupakan manajemen khas yang diterapkan
apotek sesuai dengan kekhasannya, contohnya pengelolaan untuk
apotek yang dilengkapi dengan laboratorium klinik, apotek dengan
swalayan, dan apotek yang bekerjasama dengan balai pengobatan, dan
lain-lain.

18
3.5 Prosedur Pendirian Apotek

Menurut KepMenKes RI No.1332/Menkes/SK/X/2002, disebutkan


bahwa persyaratan-persyaratan apotek adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang


bekerjasama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan
harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan
perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik
pihak lain.
2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan
pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.
3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain di
luar sediaan farmasi.Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan
dalam pendirian apotek adalah:

3.6 Lokasi dan Tempat

1. Jarak antar apotek

2. Jumlah penduduk, dan kemampuan daya beli penduduk di sekitar lokasi


apotek

3. Kesehatan lingkungan, keamanan dan mudah dijangkau masyarakat


dengan kendaraan.

3.6.1 Bangunan dan Kelengkapan

Bangunan apotek harus mempunyai luas dan memenuhi


persyaratan yang cukup, serta memenuhi persyaratan teknis
sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi
apotek serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang
farmasi.

Bangunan apotek sekurang-kurangnya terdiri dari :

19
1. Ruang tunggu, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker,
ruang penyimpanan obat, ruang peracikan dan penyerahan
obat, tempat pencucian obat, kamar mandi dan toilet.
2. Bangunan apotek juga harus dilengkapi dengan : Sumber air
yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang baik, Alat
pemadam kebakaran yang befungsi baik, Ventilasi dan sistem
sanitasi yang baik dan memenuhi syarat higienis, Papan nama
yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA, alamat
apotek, nomor telepon apotek.

3.6.2 Perlengkapan Apotek

Apotek harus memiliki perlengkapan, antara lain:

1. Alat pembuangan, pengolahan dan peracikan seperti


timbangan, mortir, gelas ukur dll.
2. Perlengkapan dan alat penyimpanan khusus narkotika dengan
ukuran 140x80x100 cm dan terbuat dari kayu, dan lemari
penyimpanan bahan beracun.
3. perbekalan farmasi, seperti lemari obat dan lemari pendingin.
4. Wadah pengemas dan pembungkus, etiket dan plastik
pengemas.
5. Buku standar Farmakope Indonesia, ekstra Farmakope
Indonesia edisi terbaruyang di tetapkan oleh Direktorat
Jendral, ISO, MIMS, DPHO, serta kumpulan peraturan per-UU
yang berhubungan dengan apotek.
6. Alat administrasi, seperti blanko pesanan obat, faktur,
kwitansi, salinan resep dan lain-lain.

20
3.6.3 Struktur Organisasi Apotek
Struktur organisasi di apotek diperlukan untuk
mengoptimalkan kinerja apotek dalam pelayanan kesehatan
terhadap masyarakat ddan dengan adanya struktur organisasi dalam
apotek maka setiap pegawai memiliki tugas dan tanggung jawab
masing – masing, sesuai dengan jabatan yang diberikan, serta untuk
mencegah tumpang tindih kewajiban serta wewenang maka dengan
adanya suatu struktur organisasi sebuah apotek akan memperjelas
posisi hubungan antar elemen orang.

a. Tugas APJ / Apoteker Penanggung Jawab :


1) Memimpin seluruh kegiatan di apotek
2) Membuat SPO (standart Prosedur Operasional)
3) Mampu mengelola SDM
4) Mengawasi pelayanan resep yang masuk di apotek agar
berkualitas
5) Bertanggung jawab kepada PSA
6) Melaksanakan pelayanan kefarmasian
b. Tugas Tenaga Teknis Kefarmasian
1) Fungsi Pembelian
a) Mendata kebutuhan barang
b) Merencanakan dan melakukan pembelian sesuai
dengan yang di butuhkan
c) Memeriksa harga
d) Bertanggung jawab atas kelengkapan barang
2) Fungsi Gudang
a) Pemesanan obat
b) Mencek stok obat dan obat kadarluarsa
c) Menerima dan mengeluarkan barang berdasarkan fisik
d) Menata, merawat dan menjaga keamanan barang

21
e) Bertanggung jawab terhadap resiko barang hilang,
rusak di gudang
3) Fungsi Pelayanan
a) Melayani pemberian resep / skrinning resep
b) Melayani dengan ramah dan santun
c) Menjaga dan memelihara kebersihan dan keamanan
barang
4) Fungsi Lain
a) Pelayanan resep
b) Pembuatan persediaan obat
c) Membuat laporan narkotika, psikotropika, generik
d) Pembukuan resep
e) Menyusun obat
f) Mengisi kartu stok
g) Mencek obat kadarluarsa
5) Tugas dan tanggung jawab bagian administrasi
a) Membuat laporan harian
b) Bertanggung jawab kepada APJ sesuai tugas yang
diberikan kepadanya
c) Melaksanakan kegiatan administrasi, pembukuan.

22
3.7 Definisi Sumber Daya Kesehatan

Menurut Undang – undang nomor 36 tahun 2009 Sumber daya di bidang


kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan
farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi
yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

3.7.1 Pengelolaan Sumber Daya Manusia

Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola


oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek,
apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan
memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat,
mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai
pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM
secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu member
pendidikandan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.

3.7.2 Pengelolaan Sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya

Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya


dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi
:perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran
obat memakai sistim FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first
out)

a. Perencanaan.
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu
diperhatikan :
1) Pola penyakit.
2) Kemampuan masyarakat.
3) Budaya masyarakat.

23
b. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan
sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai peraturan
perundang undangan yang berlaku.
c. Penyimpanan.
6) Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan
pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi
dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah
sekurang kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan
tanggal kadaluarsa.
7) Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai,
layak dan menjamin kestabilanbahan.
d. Administrasi.
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu
dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi:
1) Administrasi Umum, meliputi :Pencatatan, pengarsipan,
Pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku
2) Administrasi Pelayanan, meliputi :Pengarsipan resep,
pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil
monitoring penggunaan obat.

24
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa :


1. Apotek merupakan suatu tempat tertentu untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat.
2. Apotek mempunyai dua fungsi:
a. Memberikan layanan kesehatan, sekaligus tempat usaha yang
menerapkan prinsip laba.
b. Fungsi tersebut dijalankan secara beriringan tanpa meninggalkan satu
sama lain.
c. Pengelolaan apotek meliputi Pembuatan, Pengolahan, Peracikan,
pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan
obat atau bahan obat, pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan
penyerahan perbekalan farmasi lainnya.
d. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi meliputi
pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya
yang diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan Iainnya
maupun kepada masyarakat, pengamatan dan pelaporan informasi
mengenai khasiat keamanan,bahaya atau mutu obat dan perbekalan
farmasi lainnya
4.2 Saran
Semoga makalah ini bisa memberi pengetahuan yang mendalam kepada
para mahasiswa khususnya pengetahuan mengenai pengelolaan apotek dan
semoga makalah ini bisa dimanfaatkan dan dipergunakan dengan sebaik-
baiknya.

25
DAFTAR PUSTAKA

Andalusia.,Rizka. 2014.,Implementasi Pengelolaan Perbekalan Farmasi Satu


Pintu Di rumah sakit. Universitas sumatera Utara.

Anonim, 1992, Undang-undang Rl No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan,


Depkes Rl, Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Repulik Indonesia Nomer 35 Tahun 2014., Tentang


Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek.

Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, 2009. Jakarta.

Rosmania., Fenty.A., Dkk, 2015., Jurnal Adminstrasi Kesehatan Indonesia


Volume 3(1) Januari-Juni. Analisis Pengelolaan Obat Sebagai Dasar
Pengendalian Safety Stock Pada Stagnant Dan Stock Obat. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Airlangga: Surabaya.

26

Anda mungkin juga menyukai