Anda di halaman 1dari 114

omasti

PERSALINAN PRE TERM


Batasan:
 Berat badan lahir kurang dari 2500 gram, atau
 Bayi yang lahir pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
Kriteria Diagnosis:
1) Subyektif : Pasen mengeluh adanya kontraksi uterus seperti mau melahirkan
sebelum kehamilan aterm.
2) Obyektif :
 Adanya kontraksi uterus minimal 2 kali dalam 10 menit, pembukaan
lebih atau sama dengan 2 cm dan penipisan lebih atau sama dengan 50 %
dan ditemukan pembawa tanda (darah campur lendir), atau
 Adanya pembukaan serviks yang bermakna yaitu : ada kemajuan
pembukaan yang diperiksa oleh pemeriksa yang sama dalam selang
waktu 2 jam.
Penatalaksanaan:
1) Tirah baring ke satu sisi
2) Monitor kontraksi uterus dan denyut jantung janin.
3) Cari kemungkinan penyebab terjadinya persalinan pre term :
a. Sistitis.
b. Pielonefritis.
c. Bakteriuria asimptomatis.
d. Inkompetensi serviks, dll
4) Tentukan umur kehamilan lebih pasti dengan :
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan klinis
c. Kalau perlu lakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG)
5) Pemberian tokolitik pada prinsipnya diperlukan, tapi dengan berbagai
pertimbangan
a. Tokolitik tidak diberikan pada keadaan-keadaan :
 Adanya infeksi intra-uterin
 Adanya solusio plasenta.
 Adanya lethal fetal malformation
 Adanya kematian janin dalam rahim (KJDR).
b. Keputusan pemberian tokolitik pada kasus-kasus Diabetus Militus (DM),
Hipertensi dalam kehamilan, Insufisiensi plasenta dan dugaan adanya
pertumbuhan janin terhambat (PJT) harus dilakukan penilaian
kesejahteraan janin terlebih dahulu atau dikonsultasikan kepada
Supervisor
c. Pemberian Tokolitik dengan memakai :
 MgS04 (Magnesium Sulfat).
 Ritodrine (lihat protap pemakaian Ritodrine)
d. Pemberian Glukokortikoid pada umur kehamilan kurang dari
35 minggu :
 Deksametason 5 mg intra muskular (im), 4 dosis setiap 6 jam yang
dapat diulang 1 minggu kemudian.
 Glukokortikoid tidak boleh diberikan apabila ada tanda-tanda infeksi.
Protokol Pemberian Tokolitik Pada Persalinan Pre Term
1) Protokol Pemberian Magnesium Sulfat (MgSO4)
a. Dosis awal 4 gr MgSO4 10% atau 40 ml MgSO4 10% dalam larutan
IGst Agung MAP,S.Ked
1
omasti
Dekstrose 5 dalam 0,9% normal salin, diberikan intravena pelan-pelan
dalam 15 menit.
b. Dosis lanjutan dipertahankan 2 gr/jam atau 40 gr MgSO4 20% dalam
1000 ml Dekalitrosa 5% atau dalam 0,9% normal salin dan diberikan 50
ml/jam.
c. Dosis MgSO4 dinaikkan I gr/jam sampai kontraksi uterus kurang dari I
kali tiap 10 menit atau maksimum dosis 4 gr/jam tercapai.
d. Setelah dosis efektif untuk menghilangkan kontraksi uterus tercapai,
pertahankan dosis tersebut selama 12 jam.
e. Setelah 12 jam dosis pemeliharaan dipertahankan, dosis MgSO4
diturunkan 0,5 gr/jam tiap 30 menit sampai mencapai dosis 2 gr/jam atau
50 ml/jam dan dipertahankan sampai 24 jam.
f. Selama pemberian MgSO4 refleks patela dan tanda vital diperiksa setiap
I jam, serta keseimbangan cairan masuk dan cairan keluar setiap 4 jam.
g. Jika kontraksi uterus timbul kembali setelah dosis efektif diturunkan,
maka dosis MgSO4 tersebut dinaikkan kembali sampai tercapai dosis
dimana kontraksi uterus kurang dari I kali 10 menit atau maksimal dosis
4 gr/jam.
h. Dosis MgSO4 2 gr/jam dipertahankan selama 24 jam, kemudian 30 menit
sebelum infus dilepas berikan 2 gr MgSO4 20% intramuskuler masing-
masing I gr di bokong kanan dan I gr di bokong kiri, dan pemberian yang
sama dilanjutkan setiap 6 jam sampai 24 jam.
i. Pemberian MgSO4 dikatakan gagal bila setelab 4 jam dari tercapainya
dosis maksimum MgSO4 kontraksi uterus tetap berlangsung, refleks
patela menghilang atau terjadi depresi pemafasan.
j. Selama pemberian MgSO4, batasi cairan masuk intravena 125 ml/jam
dan monitor cairan masuk dan produksi urine.
2) Protokol Pemberian Ritodrine
a. Dosis inisial diberikan intravena 50 mcg atau I ampul dilarutkan dalam
500 ml dekstrose 5%, diberikan 10 tetes/menit, kemudian dinaikkan 50
mcg setiap 10 menit sampai kontraksi hilang atau maksimum dosis 350
mcg/menit dan dipertahankan selama 12 jam.
b. Setelah 12 jam dosis pemeliharaan dipertahankan, dosis diturunkan 50
mcg setiap 30 menit sampai dosis minimal 100 mcg/menit dan
dipertahankan selama 24 jam.
c. Ritodrine oral diberikan 30 menit sebelum infus dihentikan, diberikan 2
tablet tiap 4 jam, maksimum 12 tablet, sampai 24 jam kemudian.
Ritodrine oral dapat diberikan sampai umur kehamilan 36 minggu atau
lebih untuk mempertahankan kehamilan.
d. Jika kontraksi uterus muncul kembali setelah dosis diturunkan, maka
dosis dinaikkan 50 mcg/menit setiap 10 menit samapai kontraksi uterus
hilang atau maksimum dosis 350 mcg/menit dan dipertahankan selama
12 jam.
e. Pemberian ritrodrine dianggap gagal apabila dalam 4 jam setelah tercapai
dosis maksimum atau 350 mcg/menit kontraksi uterus tetap berlangsung.
f. Selama pemberian ritodrine harus observasi tanda vital, keluhan
penderita, den jantung janin, dan keseimbangan cairan masuk dan cairan
keluar.
g. Jika timbul efek samping obat, dosis diturunkan 50 mcg/menit sampai
dosis minimal yang dianjurkan dan jika setelah I jam diobservasi tetap
terjadi efek samping maka pemberian obat harus dihentikan.
IGst Agung MAP,S.Ked
2
omasti
KEHAMILAN POST TERM
Batasan:
Adalah kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu (294 hari) atau
melebihi dua minggu dari perkiraan tanggal persalinan dihitung mulai hari
pertama haid terakhir (HPHT) menurut rumus Naegle.
Diagnosis:
1. Diagnosis kehamilan post term ditegakkan apabila kehamilan sudah
berlangsung melebihi 42 minggu (294 hari).
2. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menegakkan diagnosa
kehamilan post term antara lain:
a. HPHT jelas.
b. Dirasakan gerakan janinnya pada umur kehamilan (UK)16-18 minggu.
c. Terdengar denyut jantung janin (normal 10-12 minggu dengan dopler,
dan 19-20 minggu dengan fetoskop).
d. Umur kehamilan yang sudah ditetapkan dengan ultrasonografi pada
umur kehamilan kurang dari atau sama dengan 20 minggu
e. Test kehamilan (urin) sudah positip dalam 6 minggu pertama telat haid.
Penatalaksanaan
Pada dasarnya penatalaksanaan kehamilan post term adalah merencanakan
pengakhiran kehamilan.
Cara mengakhiri kehamilan:
Cara pengakhiran kehamilan, tergantung dari hasil pemeriksaan kesejahteraan
janin dan penilaian pelvik skore (PS).
1) Bila kesejahteraan janin baik (NST Baik).
a. PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan drips oksitosin.
b. PS kurang dari 5, dilakukan pemantauan serial Non Stres Test(NST) dan
USG tiap satu minggu, sampai umur kehamilan 44 minggu atau sampai
PS lebih atau sama dengan 5.
2) Bila kesejahteraan janin mencurigakan :
a. PS lebih atau sama dengan 5 :
 Dilakukan oksitosin drip dengan pemantauan kardio tokografi
(KTG).
 Bila terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan diakhiri
dengan seksio sesaria (SC).
b. PS kurang dari 5 dilakukan pemeriksaan ulangan keesokan harinya :
 Bila tetap hasilnya mencurigakan, dilakukan oxytocin chalenge test
(OCT) :
o Bila hasil pemeriksaan OCT (+) dilakukan SC
o Bila hasil pemeriksaan OCT (-)dilakukan pemeriksaan serial
sampai 44 minggu /PS lebih dari 5
o Bila hasil pemeriksaan OCT meragukan/tidak memuaskan
dilakukan pemeriksaan OCT ulangan keesokan harinya
 Bila hasilnya baik, dilakukan pemeriksaan serial sampai 44 minggu
/PS lebih dari 5
3) Bila kesejahteraan janin jelek.(terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta dari
NST/OCT), dilakukan SC
4) Kehamilan dengan preeklampsia, PJT dan diabetes melitus gestasi tidak
boleh dibiarkan sampai melebihi 40 minggu

IGst Agung MAP,S.Ked


3
omasti

KETUBAN PECAH DINI


Batasan:
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan
pada saat belum inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda
awal persalinan.
Gejala Klinis/Diagnosis
1) Anamnesis:
a. Kapan keluarnya cairan, wama dan bau
b. Adakah partikel-partikel di dalam cairan (lanugo dan vernik)
2) Inspeksi : keluar cairan pervaginam
3) Inspikulo : bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah digoyangkan,
keluar cairan dari ostium uteri intemum (OUI)
4) Pemeriksaan dalam :
a. Ada cairan dalam vagina.
b. Selaput ketuban sudah pecah.
5) Pemeriksaan laboratorium :
a. Dengan lakmus, menunjukkan reaksi basa (perubahan menjadi warna
biru).
b. Mikroskopis, tampak lanugo atau vernik kaseosa (tidak selalu
dikerjakan).
Catatan :
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada KPD adalah :
1) Saat ketuban pecah ditentukan berdasarkan anamnesis diketahui pasti kapan
ketuban pecah.
2) Kalau anamnesis tidak dapat memastikan kapan ketuban pecah, maka saat
ketuban pecah adalah saat penderita masuk rumah sakit (MRS)
3) Kalau berdasarkan anamnesis pasti bahwa ketuban sudah pecah lebih dari 12
jam, maka di kamar bersalin dilakukan observasi selama dua jam. Bila
setelah dua jam tidak terdapat tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi
kehamilan.
Komplikasi
1) Infeksi intrauterin.
2) Tali Pusat menumbung.
3) Kelahiran prematur.
4) Amniotic Band Syndrome (kelainan bawaan akibat ketuban pecah sejak
hamil muda).
Penatalaksanaan
Prinsip penanganan Ketuban Pecah Dini adalah memperpanjang kehamilan
sampai paru-paru janin matang atau dicurigai adanya/terdiagnosis khorio
amnionitis.

A.KPD Dengan Kehamilan Aterm.


1) Diberikan antibiotika prafilaksis, Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari
2) Dilakukan pemeriksaan "admision test" bila hasilnya patologis dilakukan
terminasi kehamilan
3) Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan
meningkat lebih atau sama dengan 37,6° C, segera dilakukan terminasi
4) Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12
IGst Agung MAP,S.Ked
4
omasti
jam. Setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan
terminasi.
5) Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi
obstetrik
6) Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi PS :
a. Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan
oksitosin drip.
b. Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan
Misoprostol 50 µgr setiap 6 jam oral maksimal 4 kali pemberian

B.KPD Dengan Kehamilan Pre Term.


1) Penanganan Di rawat di RS
2) Diberikan antibiotika : Ampicillin 4 x 500 mg selama 7 hari.
3) Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid (untuk UK
kurang dari 35 minggu) : Deksametason 5 mg setiap 6 jam.
4) Observasi di kamar bersalin :
a. Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetri.
b. Dilakukan observasi temperatur rektal tiap 3 jam, bila ada
kecenderungan terjadi peningkatan temperatur rektal lebih atau sama
dengan 37,6° C, segera dilakukan terminasi.
5) Di ruang Obstetri :
a. Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam.
b. Dikerjakan pemeriksaan laboratorium : leukosit dan laju endap darah
(LED) setiap 3 hari.
6) Tata cara perawatan konservatif :
a. Dilakukan sampai janin viable
b. Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan
pemeriksaan dalam
c. Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan USG
untuk menilai air ketuban:
 Bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan.
 Bila air ketuban kurang (oligohidramnion), dipertimbangkan
untuk terminasi kehamilan.
d. Pada perawatan konservatif, pasen dipulangkan pada hari ke-7
dengan saran sebagai berikut :
 tidak boleh koitus.
 tidak boleh melakukan manipulasi vagina.
 segera kembali ke RS bila ada ke!uar air lagi
e. Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan dengan
melihat pemeriksaan lab. Bila terdapat leukositosis / peningkatan
LED lakukan terminasi
Terminasi Kehamilan:
1) Induksi persalinan dengan drip oksitosin.
2) Seksio sesaria bila prasyarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau bila drip
oksitosin gagal.
3) Bila skor pelvik jelek, dilakukan pematangan dan induksi persalinan dengan
Misoprostol 50 µgr oral tiap 6 jam, maksimal 4 kali pemberian.

IGst Agung MAP,S.Ked


5
omasti

PRE EKLAMPSIA RINGAN


Batasan:
Timbulnya hipertensi yang disertai protein urine dan/atau oedem setelah umur
kehamilan 20 minggu.
Gejala Klinis:
1) Hipertensi.
a. Tekanan darah sama dengan atau lebih dari 140/90 mmHg dan kurang
dari 160/ll0 mmHg.
b. Kenaikan tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 30 mmHg.
c. Kenaikan tekanan darah diastolik lebih atau sama dengan 15 mmHg.
2) Protein uria 0,3 gr/L dalam 24 jam atau secara kwalitatif sampai (+ +)
Penatalaksanaan

1)Rawat Jalan (Pada Umur Kehamilan Kurang Dari 37 minggu)


a. Banyak istirahat (berbaring /tidur miring).
b. Diet biasa.
c. Dilakukan pemeriksaan fetal assessment (USG dan NST) setiap 2
minggu.
d. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, homosistein, urine lengkap,
fungsi ginjal, gula darah acak.
e. Kunjungan ulang setiap 1 minggu.
f. Jika terdapat peningkatan protein uri dirawat sebagai preeklamsi berat

2)Rawat Tinggal :
a. Kriteria untuk rawat tinggal :
 Hasil fetal assessment meragukan atau jelek dilakukan terminasi
 Kecenderungan menuju gejala pre-eklamsia berat (timbul salah satu
atau lebih gejala pre-eklampsia berat).
 Bila dalam dua kali kunjungan tidak ada perbaikan (2 minggu).
b. Evaluasi/pengobatan selama rawat tinggal.
 Tirah baring total.
 Pemeriksaan Laboratorium :
 Darah lengkap
 Homosistein
 Fungsi hati/ginjal
 Urine lengkap.
 Dilakukan fetal Assessment (USG dan NST)
 Dilakukan pemeriksaan indeks gestosis

3)Evaluasi hasil pengobatan


Pada dasarnya evaluasi pengobatan dilakukan berdasarkan hasil dari fetal
assessment. Bila didapatkan hasil :
a. Jelek, dilakukan terminasi kehamilan.
b. Ragu-ragu, dilakukan evaluasi ulang NST kesejahteraan janin, 1 hari
kemudian.
c. Baik :
 Penderita dirawat sekuran-kurangnya 4 hari.
 Bila preterm penderita dipulangkan.
IGst Agung MAP,S.Ked
6
omasti
 Bila aterm dengan PS baik lebih dari 5 dilakukan terminasi dengan
oksitosin drip
d. Bila didapatkan keluhan subyektif seperti di bawah ini dirawat sebagai
preeklamsia berat :
 Nyeri ulu hati.
 Mata berkunang-kunang
 Irritable
 Sakit Kepala.
e. Bila umur kehamilan aterm (lebih dari 37 minggu) langsung dilakukan
terminasi kehamilan

IGst Agung MAP,S.Ked


7
omasti

PRE EKLAMPSIA BERAT


Batasan:
Suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi lebih
atau sama dengan 160/110 mmHg disertai protein uria pada umur kehamilan 20
minggu atau lebih.
Gejala Klinis :
Bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini :
1) Tekanan darah sistol lebih atau sama dengan 160 mmHg dan diastol lebih
atau sama dengan 110 mmHg. Tekanan darah ini tidak turun walaupun ibu
hamil sudah dirawat dan menjalani tirah baring.
2) Protein uria lebih dari 5 gram dalam 24jam atau kualitatif +4 (++++)
3) Oligouria, jumlah produksi urine kurang dari 500 cc dalam 24 jam yang
disertai kenaikan kadar kreatinin darah.
4) Adanya keluhan subyektif:
a. Gangguan visus : mata berkunang-kunang
b. Gangguan serebral : kepala pusing
c. Nyeri epigastrium, pada kuadran kanan atas abdomen.
d. Hiper refleks.
5) Adanya sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver enzyme, Low Platelet
count)
6) Sianosis
7) PJT
Diagnosis
1) Umur kehamilan 20 minggu atau lebih.
2) Didapatkan satu atau lebih gejala-gejala pre-eklampsia berat.
Diagnosis Banding
1) Hipertensi kronik dalam kehamilan.
2) Kehamilan dengan sindroma nefrotik.
3) Kehamilan dengan payah jantung.
PenatalaksanaanA.Perawatan Konservatif
1) Bila umur kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa adanya tanda-tanda
impending eklampsia atau keluhan subyektif dengan keadaan janin baik.
2) Pengobatan dilakukan di kamar bersalin (selama 24 jam).
a. Tirah baring.
b. Infus ringer laktat yang mengandung 5% dekstrose, 60-125 cc/jam.
c. Pemberian MgSO4 :
 Dosis awal MgSO4 20 %, 4 gr i.m.,dilanjutkan dengan MgSO4
50 % 5 gr i.m.
 Dosis pemeliharaan : MgSO4 50 %, 5 gr tiap 4 jam sampai 24
jam.
 Ingat harus selalu tersedia Calsium glukonas 10% sebagai
antidotum.
d. Diberikan antihipertensi, yang digunakan adalah :
 Bila sistole lebih atau sama dengan 180 mmHg atau diastole lebih
atau sama dengan 110 mmHg digunakan injeksi satu ampul
Clonidin yang dilarutkan dengan 10 cc larutan. Mula-mula
disuntikkan 5 cc perlahan-lahan selama 5 menit, 5 menit
kemudian tekanan darah diukur, bila belum ada penurunan maka
IGst Agung MAP,S.Ked
8
omasti
diberikan lagi 5 cc i.v. dalam 5 menit sampai tekanan darah
diastole normal, dilanjutkan dengan Nifedipin 3 x 10 mg
 Bila tekanan darah sistole kurang dari 180 mmHg dan diastole
kurang dari 110 mmHg antlhipertensi yang diberikan adalah
Nifedipin 3 x 10 mg.

e. Dilakukan pemeriksaan laboratorium tertentu (fungsi hati dan ginjal)


dan jumlah produksi urine 24 jam
f. Konsultasi dengan bagian penyakit dalam, bagian mata, bagian
jantung dan bagian lain sesuai dengan indikasi.
3) Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di ruang bersalin (selama
24 jam di ruang bersalin)
a. Tirah baring
b. Medikamentosa :
c. Pemeriksaan Laboratorium :
 Darah lengkap dan hapusan darah tepi
 Homosistein
 Fungsi ginjal dan hati
 Urine lengkap
 Produksi urine 24 jam, penimbangan BB setiap hari/indeks
gestosis
d. Diet biasa
e. Dilakukan penilaian kesejahteraan janin (USG/NST/doppler USG)
4) Perawatan konservatif dianggap gagal bila :
a. Adanya tanda-tanda impending eklampsia (keluhan subyektif)
b. Kenaikan progresif dari tekanan darah
c. Adanya sindroma HELLP
d. Adanya kelainan fungsi ginjal
e. Penilaian kesejahteraan janin jelek
5) Penderita boleh pulang bila :
Penderita sudah mencapai perbaikan dengan tanda-tanda pre ekiamspsia
ringan, perawatan dilanjutkan sekurang-kurangnya selama 3 hari lagi.
6) Bila keadaan penderita tetap, dilakukan pematangan paru dilanjutkan
dengan terminasi

B.Perawatan Aktif
1) Indikasi:
a. Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek.
b. Adanya keluhan subyektif
c. Adanya sindroma HELLP.
d. Kehamilan aterm (lebih atau sama dengan 37 mg).
e. Apabila perawatan konservatif gagal.
f. Dalam 24 jam setelah pengobatan konservatif di kamar bersalin
tekanan darah tetap lebih atau sama dengan 160/110 mmHg.
2) Pengobatan medisinal:
a. Segera rawat inap.
b. Tirah baring miring ke satu sisi.
c. Infus ringer laktat yang mengandung Dekstrose 5% dengan 60-125
cc/jam.
d. Pemberian anti kejang MgS04
e. Pemberian Anti Hipertensi berupa Clonidin intra vena (iv).
IGst Agung MAP,S.Ked
9
omasti
dilanjutkan dengan Nifedipin 3 x 10 mg atau Metildopa 3 x 250 mg,
dapat dipertimbangkan bila :
 Sistol lebih atau sama dengan 180 mmHg.
 Diastol lebih atau sama dengan 110 mmHg.
3) Pengobatan Obstetrik.
a. Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif, pada setiap penderita
dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin.
b. Tindakan seksio sesaria dikerjakan bila :
 Hasil kesejahteraan janin jelek.
 Penderita belum inpartu dengan PS jelek (kurang dari 5).
 Kegagalan drip oksitosin.
c. Induksi dengan drip oksitosin dikerjakan bila NST baik & PS baik.
d. Pada PE Berat persalinan harus terjadi dalam 24 jam

IGst Agung MAP,S.Ked


10
omasti

EKLAMPSIA
Batasan:
Eklampsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau
masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, di mana sebelumnya
sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklamsia (Hipertensi, edema, proteinuria).
Patogonesis:
Sama dengan pre-eklampsia, dengan akibat yang lebih serius pada organ-organ
hati, ginjal, otak, paru Jantung, yakni terjadinya nekrosis dan perdarahan pada
organ-organ tersebut.
Gejala Klinis:
1) UKlebih dari20minggu.
2) Tanda-tanda pre-eklamsia (hipertensi, proteinuria).
3) Kejang-kejang dan atau koma, saat persalinan atau sampai 10 hari saat nifas
4) Kadang-kadang disertai dengan gangguan fungsi organ
Pemeriksaan dan Diagnosis:
1) Pemeriksaan laboratorium.
a. Protein dalam air seni.
b. Fungsi organ hepar, ginjal, jantung.
c. Hemostasis.
2) Konsultasi dengan disiplin lain kalau dipandang perlu.
a. Kardiologi
b. Neurologi
c. Anestesiologi
d. Neonatologi
Diagnosis Banding:
Kehamilan disertai kejang oleh karena sebab-sebab yang lain misalnya :
1) Febril convulsion (panas +).
2) Epilepsi (anamnesa epilepsi +).
3) Tetanus (kejang tonik/kaku kuduk).
4) Meningitis/ensefalitis (pungsi lumbal).
Penatalaksanaan:
Prinsip pengobatan:
1) Menghentikan kejang-kejang yang terjadi dan mencegah kejang-kejang
ulangan.
2) Mencegah dan mengatasi komplikasi.
3) Memperbaiki keadaan umum ibu maupun anak seoptimal mungkin.
4) Pengakhiran kehamilan/persalinan mempertimbangkan keadaan ibu.

A.Obat-obat untuk anti kejang


1) MgSO4, protokol sama dengan pemberian MgSO4 pada Pre Eklampsia
berat, diteruskan sampai 24 jam pasca persalinan atau 6 jam bebas
kejang.
2) Syarat :
a. Refleks patela harus positip
b. Tidak ada tanda-tanda depresi pernapasan (respirasi lebih dari 16
kali/menit)
IGst Agung MAP,S.Ked
11
omasti
c. Produksi urine tidak kurang dari 25 cc/jam atau 150 cc/6jam
3) Apabila ada kejang-kejang lagi, diberikan sekali saja MgS04, dan bila
masih timbul kejang lagi maka diberikan Pentotal 5 mg/Kg berat
badan/i.v. pelan-pelan.
4) Bila ada tanda-tanda keracunan, MgSO4 diberikan antidotum Kalsium
Glukonas 10%, 10 cc i.v. pelan-pelan selama 3 menit atau lebih.
5) Apabila diluar sudah diberikan pengobatan diazepam, maka dilanjutkan
pengobatan dengan MgSO4.

B.Mencegah Komplikasi :
1) Obat-obat anti hipertensi, bila sistole lebih atau sama dengan 180 mmHg
atau diastole lebih atau sama dengan 110 mmHg digunakan injeksi 1
amp. Klonidin (lihat pre-eklamsia berat).
2) Diuretika, hanya diberikan atas indikasi :
a. Edema paru-paru
b. Kelainan fungsi ginjal (bila faktor pre-renal sudah teratasi) diberikan
Furosemid inj. 40 mg/im.
3) Kardiotonika, diberikan atas indikasi :
a. Adanya tanda-tanda payah jantung
b. Edema paru : diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid
4) Antibiotika, diberikan Ampisilin 3 kali I gr iv.
5) Antipiretika, diberikan Xylomidon 2 cc/im dan atau kompres alkohol.

C.Memperbaiki keadaan umum ibu


1) Infus RL/Dextrose 5 %
2) Pasang CVP untuk pemantauan keseimbangan cairan
3) Pemberian kalori (Dektrose 10%)
4) Koreksi keseimbangan asam basa (pada keadaan asidosis maka diberikan
Na. Bic/Meylon 50 meq/i.v).

D.Perawatan Penderita dengan Koma:


1) Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai Glasgow - Pittsburg
- Coma Scale
2) Pada perawatan koma, perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan
makanan penderita.
3) Pada koma yang lama, bila nutrisi tidak mungkin; cukup diberikan dalam
bentuk Naso Gastric Tube (NGT).

E.Pengobatan Obstetrik:
Sikap terhadap kehamilan:
1) Sikap dasar adalah semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri
tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
2) Bilamana diakhiri:
Sikap dasar adalah kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi
(pemulihan). Stabilisasi hemodinamik dan metabolisme ibu dicapai
dalam 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di bawah ini :
a. Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
b. Setelah kejang terakhir
c. Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir.
d. Penderita mulai sadar (responsif dan orientasi).
3) Cara terminasi kehamilan :
IGst Agung MAP,S.Ked
12
omasti
a. Induksi persalinan bila hasil KTG Normal
b. Drip Oksitosin; dengan syarat PS sama dengan atau lebih dari 5
c. Seksio Sesaria bila :
 Syarat drip oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontraindikasi
drip oksitosin
 Persalinan belum terjadi dalam waktu 12 jam
 Bila hasil KTG patologis
4) Perawatan pasca persalinan :
a. Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital
dilakukan sebagaimana lazimnya
b. Pemeriksaan laboratorium dikerjakan setelah 24 jam persalinan
Prognosis :
Prognosis eklampsia ditentukan oleh Kriteria Eden (tahun 1922)
1) Koma yang lama,
2) Nadi diatas 120 per menit,
3) Suhu diatas 103° F,
4) Desakan darah sistolik diatas 200 mmHg,
5) Kejang lebih dari 10 kali,
6) Proteinuria lebih 10 gr/liter, dan
7) Tidak ada edema.
Bila didapatkan dua atau lebih dari gejala tersebut, maka prognosis ibu adalah
buruk.

IGst Agung MAP,S.Ked


13
omasti

DM GESTASI (DMG)
Batasan
Adanya intoleransi karbohidrat, baik ringan (Toleransi Glukosa Terganggu =
TGT), maupun berat (Diabetes Mellitus) yang terjadi atau diketahui pertama kali
pada saat kehamilan berlangsung.
Tidak memandang apakah pasen dikelola dengan insulin/perencanaan makan
saja, diabetes mellitus tersebut menetap setelah persalinan atau pasen yang
sudah mengidap diabetes mellitus sebelum hamil.
Cara Penapisan:
a. Sasaran penapisan adalah semua ibu hamil baik yang berisiko/tidak
berisiko.
b. Faktor risiko DMG :
 Riwayat Kebidanan:
 Beberapa kali keguguran
 Riwayat pemah melahirkan anak mati tanpa sebab yang jelas
 Riwayat pemah melahirkan bayi dengan cacat bawaan
 Pernah pre-eklamsia
 Polihidramnion
 Riwayat Ibu:
 Umur ibu hamil lebih dari 30 tahun
 Riwayat DM dalam keluarga
 Pemah DMG pada kehamilan sebelumnya
 Infeksi saluran kemih berulang-ulang sebelum hamil
c. Waktu penapisan
 Untuk ibu hamil yang berisiko penapisan dilakukan pada umur
kehamilan kurang dari 24 minggu (pertemuan pertama dengan ibu
hamil).
 Bila hasilnya negatip, pemeriksaan diulang pada umur kehamilan 24-
26 mg.
 Untuk ibu hamil yang tidak berisiko penapisan dilakukan pada umur
kehamilan 24-26 minggu.
d. Cara Penapisan
Pemeriksaan gula darah sewaktu atau dengan tes toleransi glukosa
3) Persiapan Penapisan:
Pasien harus makan yang mengandung cukup karbohidrat minimal 3 hari
sebelumnya kemudian puasa 8-12 jam, baru dilakukan pemeriksaan gula
darah, puasa pada pagi hari setelah itu diberikan beban glukosa 75 gram
dalam 200 ml air, dua jam setelah itu diambil contoh darah vena untuk
dipastikan pemeriksaan gula darah 2 jam.

IGst Agung MAP,S.Ked


14
omasti

WANITA HAMIL

 Makanan cukup karbohidrat + 3 hari


 Puasa 8-12 jam

Gula darah puasa

Glukosa 75 gram

Glukosa – Plasma Vena dua jam

Kriteria Diagnosis Menurut WHO


Glukosa Plasma Vena (mg/dl)
Puasa 2 jam
Normal < 100 < 140
Diabetes Mellitus > 140 > 200
TGT 100-139 140-199
Catatan : TGT tetap dikelola sebagai DMG.

IGst Agung MAP,S.Ked


15
omasti

KEHAMILAN DAN PENYAKIT JANTUNG

Batasan :
Kehamilan yang disertai dengan gangguan fungsi jantung (Pregnancy
complicated by impaired heart funation)
Pengaruh Penyakit Jantung Terhadap Kehamilan
Prinsip : Jantung tidak mampu memberikan nutrisi dan oksigenasi pada janin
yang sedang tumbuh.
1) Akibatnya untuk bayi
a. Abortus
b. Prematuritas
c. PJT
d. Cacat bawaan
e. Asfiksia janin intrauterine
f. Tumbuh kembang janin akan terhambat setelah lahir
2) Untuk ibu
Terjadi payah jantung (Decompensatio Cordis = DC) kematian meningkat
Pembagian Klinik Penyakit Jantung Pada Kehamilan

Klas Deskripsi
Klas I Tidak ada keluhan
Klas II Bekerja berat-sedang, mengakibatkan sesak, dyspnoe
d'effort
Klas III Kerja ringan, mengakibatkan sesak
Klas IV Sesak terus menerus

Kira-kira 90 % dari kehamilan dengan penyakit jantung termasuk klas I dan II


hanya 10 % yang berada dalam klas III dan IV (angka kematian ibu 80 %)
Saat-saat Kritis
1) Hiperemesis Gravidarum :
Mual, muntah dan intake menurun, terjadi hemokonsentrasi, sedangkan
metabolisme dan konsurnsi 02 menmgkat, paru-paru sulit mengembang,
menyebabkan beban jantung menmgkat.
2) Umur Kehamilan 32-34 minggu :
Terjadi puncak hidremia (25-50%), mengakibatkan beban jantung
menmgkat.
3) Partus Kala II
Venus return meningkat, shunt berhenti, mengakibatkan beban jantung tiba-
tiba menmgkat.
4) Puerperium :
a. Dini (3-5hari) :
Shunt yang berhenti, mengakibatkan volume darah yang kembali ke
jantung mendadak meningkat.
b. Lanjut :
Bahaya infeksi puerperalis, endometritis, infeksi organ lain, berlanjut
IGst Agung MAP,S.Ked
16
omasti
menyebar secara hematogen, mengakibatkan sub akut bakterial
endokarditis (SBE).
Penatalaksanaan
A. Waktu ANC
1) Kehamilan boleh diteruskan bila penyakit jantung fungsional klas I & II.
Bila klas III & IV dipertimbangkan abortus provocatus medicinalis
2) Perawatan bersama kardiologi
3) Pencegahan terhadap :
a. Anemia defisiensi besi
b. Infeksi
c. Toksemia gravidarum
d. Obesitas
e. Pekerjaan fisik, cemas, aritmia
B. Waktu Inpartu
1) Kala I :
a. Induksi persalinan atas indikasi obstetrik (bukan karena DC)
b. Berikan digitalisasi cepat, bila ada tanda-tanda akut DC seperti
 Nadi lebih dari110 kali permenit
 Sesak, respirasi lebih dari 28-30 kali permenit
 Ronki basal paru-paru
 Suara jantung (S 1 ) mengeras
 Gallop rhythm
 Paroksismal atrial tachycardia
2) Kala II :
a. Dipercepat dengan forsep ekstraksi
b. Seksio sesaria dikerjakan atas indikasi obstetri
c. Hindari trauma berlebihan dan infeksi
d. Didampingi seorang kardiolog
3) Kala III :
Cegah akut refluk darah ke jantung dengan cara Fowler (gravitasi) dan
pemasangan torniquet pada kedua tungkai.
C. Waktu Puerperium
1) Bed rest, dirawat 5-10 hari mengingat bahaya DC akut dan SBE
2) Kalau perlu berikan sedatif
3) Cegah konstipasi
4) Laktasi dibatasi untuk DC klas III dan IV oleh karena :
a. Menyusui, komplikasi berupa lecet pada niple, terkena infeksi,
berlanjut inenjadi mastitis, mengakibatkan SBE
b. Menyusui, mengakibatkan keseimbangan cairan berubah,
menimbulkan dehidrasi (pada DC, cairan harus seimbang)
D. Keluarga Berencana
1) Bila jumlah anak sudah cukup dianjurkan kontap (MOW/MOP)
2) Bila menolak kontap, dianjurkan memakai IUD
3) Sebaiknya anak tidak lebih dari dua.

IGst Agung MAP,S.Ked


17
omasti

PLASENTA PREVIA
Batasan:
Suatu keadaan dimana insersi plasenta di segmen bawah uterus (SBR) sehingga
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum pada kehamilan 28
minggu atau lebih.
Pembagian (Berdasarkan derajat penutupan OUI)
1) Plasenta previa totalis.
2) Plasenta previa partialis.
3) Plasenta previa marginalis.
4) Plasenta letak rendah.
Gejala Klinis:
1) Kehamilan 28 minggu atau lebih dengan perdarahan pervaginam yang
sifatnya tidak nyeri, darah segar
2) Keadaan umum sesuai dengan banyaknya perdarahan terjadi
3) Sering disertai dengan kelainan letak janin
4) Bagian terendah masih tinggi/tidak masuk pintu atas panggul (PAP)
Diagnosis:
1) Anamnesis :
Hamil 28 minggu atau lebih dengan perdarahan pervaginam tanpa nyeri,
berulang, merah segar, berulang.
2) Gejala Klinis (lihat gejala klinis).
3) Menentukan letak plasenta.
a. USG, dilakukan dalam keadaan kantung kencing terisi secukupnya
b. Menentukan asal perdarahan untuk menyingkirkan kemungkinan yang
bukan plasenta previa (inspikulo). Dilakukan bila perdarahan sudah
berhenti.
c. Periksa Dalam
d. Double Set Up (DSU/Examination in theatre) yaitu pemeriksaan dalam
dikamar operasi dengan persiapan seksio sesaria.
Penatalaksanaan
Semua penderita yang datang dengan perdarahan antepartum tidak boleh
dilakukan VT di VK kecuali kemungkinan plasenta previa sudah disingkirkan
dan diagnosis solusio plasenta sudah ditegakkan.
A. Penanganan Aktif
1) Tujuannya adalah segera melahirkan anak (terminasi)
2) Indikasi :
a. Jika perdarahan merembes dan diagnose sudah ditegakkan Plasenta
Previa langsung seksio sesaria tanpa DSU, dengan memperhatikan
keadaan umum ibu, perbaikan keadaan umum dilakukan dalam
waktu relatif cepat. Lakukan konsultasi dengan anastesi selama
menunggu persiapan operasi sampai memungkinkan untuk dilakukan
operasi,
b. Gawat janin, perdarahan aktif dan banyak dengan evaluasi bertahap
(perdarahan profuse lebih dari 500 cc dalam 30 menit)
3) Double Set Up (DSU)
a. Batasan
 Examination in theater
IGst Agung MAP,S.Ked
18
omasti
 Merupakan cara pemeriksaan yang akurat tentang hubungan
antara plasenta dengan OUI
b. Indikasi
 Dilakukan hanya bila kehamilan akan diakhiri
 Kehamilan aterm
 Kehamilan preterm dimana perawatan konservatif diputuskan
gagal, yaitu :
 perdarahan masih merembes keluar dari vagina,
 perdarahan bercak, akan tetapi menyebabkan penurunan
HB lebih dari 2gr% dengan pemeriksaan serial 3 kali tiap
6 jam.
 Diagnosis plasenta previa dari USG meragukan (inkonklusif)
 Adanya perdarahan pervaginam yang tidak aktif pada saat inpartu
dengan kecurigaan plasenta letak rendah / plasenta marginalis
c. Persiapan
 Persiapan darah
 Tim kamar operasi sudah siap operasi (operator, asisten dan
instrumen menggunakan gaun operasi)
d. Prosedur dan tata laksana
 Pasien dikerjakan di meja operasi dengan posisi litotoni
 Kandung kencing dikosongkan
 Masukkan 2 jari kedalam vagina, raba setiap bagian dari fornik,
apakah teraba ada plasenta antara jari dengan bagian terbawah
janin (bantalan)
 Bila tidak teraba bantalan, maka jari dimasukkan ke cervical os
dan raba sekitarnya hingga teraba ujung plasenta
 Bila tidak ada teraba plasenta, diagnosis plasenta previa dapat
disingkirkan
 Bila ujung plasenta teraba, tetapi tidak meluas sampai di servical
os, dan tidak ada perdarahan pecahkan ketuban, dan tunggu
partus pervaginam (sesuai penatalaksanaan plasenta previa
parsialis)
 Bila teraba plasenta, hentikan pemeriksaan dan lakukan SC
a. Interpretasi hasil temuan saat DSU :
 Bila plasenta previa totalis, dilakukan seksio sesaria
 Bila plasenta previa parsialis, dilakukan amniotomi. Pada
keadaan ini seksio dilakukan bila:
 Setelah 12jam tak terjadi persalinan
 Terjadi perdarahan lagi
 Terjadi gawatjanin
 Terjadi febris (infeksi intra uterin)
 Bila tak teraba plasenta, dilakukan inspikulo untuk melihat asal
perdarahan, bila perdarahan berasal dari OUI tetap dilakukan
amniotomi, selanjutnya sama dengan penatalaksanaan plasenta
previa parsialis

B. Perawatan Konservatif
1) Dilakukan pada bayi prematur (EFW kurang dari 2500 gr dan atau umur
kehamilan kurang dari 37 minggu) dengan syarat bayi hidup dengan
IGst Agung MAP,S.Ked
19
omasti
perdarahn sedikit/berhenti
2) Cara perawatan konservatif
a. Observasi di kamar bersalin IRD selama 24 jam
b. Keadaan umum ibu diperbaiki, berikan transfusi sampai HB lebih
dari 10 gr%
c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (menjaga
kemungkinan perawatan konservatif gagal), dengan deksametasone 5
mg, 4 kali tiap 6 jam.
d. Bila perdarahan berhenti penderita dipindahkan ke ruangan setelah
sebelumnya dilakukan USG di IRD
e. Observasi Hb setiap hari, tensi, nadi denyut jantung janin, perdarahan
setiap 6 jam.
f. Perawatan .konservatif gagal bila terjadi perdarahan berulang
(penanganan aktif).
g. Penderita dipulangkan bila tidak terjadi perdarahan ulang setelah
dilakukan mobilisasi.
h. Nasehat waktu pulang :
 Istirahat.
 Dilarang koitus/manipulasi vagina.
 MRS bila terjadi perdarahan lagi.
 Periksa ulang (ANC) I minggu kemudian.
C. Berdasarkan hasil pemeriksaan USG persalinan direncanakan sebagai
berikut :
1) Bila plasenta menutupi OUI, tunggu sampai kehamilan aterm kemudian
USG ulang (dipertimbangkan) bila hasil tetap, persalinan direncanakan
secara seksio sesaria.
2) Bila plasenta letaknya normal, ditunggu inpartu, persalinan diharapkan
normal.

IGst Agung MAP,S.Ked


20
omasti

LETAK SUNGSANG
Batasan:
Disebut letak sungsang apabila janin membujur dalam uterus dengan
bokong/kaki pada bagian bawah.
Tergantung dari bagian mana yang terendah, dapat dibedakan menjadi :
1) Presentasi bokong mumi
2) Presentasi bokong kaki
3) Presentasi kaki
Diagnosis:
1) Pemeriksaan Fisik
a. Palpasi
 Leopold I : Kepala/ballotement di fundus.
 Leopold II : Teraba punggung disatu sisi dan bagian kecil disisi
lain.
 Leopold III-IV : Bokong teraba di bagian bawah uterus.
b. Pemeriksaan dalam.
2) Pemeriksaan Penunjang:
a. Ultrasonografi, diperlukan untuk :
 Konfirmasi letak janin, bila pemeriksaan fisik tidak jelas.
 Menentukan letak plasenta.
 Menentukan kemungkinan cacat bawaan.
b. Foto Rontgen (bila perlu), untuk :
 Menentukan posisi tungkai bawah.
 Konfirmasi letak janin serta fleksi kepala.
 Menentukan kemungkinan adanya kelainan bawaan anak.
Penanggulangan Letak Sungsang

A. Waktu Hamil (Antenatal)


1) Pada umur kehamilan 28-30 minggu, mencari kausa.
a. USG:
 Plasenta previa.
 Kelainan kongenital.
 Kehamilan ganda.
 Kelainan uterus.
b. Ukuran dan evaluasi panggul. Bila tidak ditemukan kelainan,
dilakukan perawatan konservatif, dan rencana persalinan lebih
agresif.
2) Bila hasil pemeriksaan USG tidak menemukan kelainan, maka dilakukan
a. Knee chest position.
b. Versi luar (bila tidak ada kontra indikasi), dilakukan pada umur
kehamilan lebih atau sama dengan 37 minggu
3) Bila versi luar berhasil, kontrol 1 minggu lagi, dan dikelola sebagai
presentasi kepala.
4) Bila versi luar gagal, kontrol kembali 1 minggu, dicoba versi luar sekali
lagi.

IGst Agung MAP,S.Ked


21
omasti
B. Waktu Persalinan
1) Pada kasus dimana versi luar gagal/janin tetap letak sumgsang, maka
penatalaksanaan persalinan lebih waspada.
2) Persalinan pervaginam diberi kesempatan asal tidak ada hambatan pada
pembukaan. Urutan cara persalinan :
a. Usahakan spontan Bracht.
b. Manual aid/Lovset-Mauriceau.
c. Total ekstraksi (harus dipertimbangkan terlebih dahulu).
3) Persalinan diakhiri dengan seksio sesaria bila :
a. Persalinan pervaginam diperkirakan sukar dan berbahaya
(disproporsi feto pelvik atau Skor Zachtuchni Andros kurang dari 3).

Skor Zachtuchni Andros :


Nilai
Parameter
0 1 2
Paritas Primi Multi
Pernah letak sungsang Tidak 1kali 2kali
PBB > 3650 3629-3176 > 3176
Usia kehamilan gr 38 mgg < 37
Station > 39 mg -2 mgg
Pembukaan serviks < -3 3 cm -1 atau >
2 cm 4 cm

Syarat :
 ZA hanya berlaku untuk kehamilan aterm atau pbb > 2500
gram
 Skor kurang dari 3 : persalinan perabdominal
 Skor 4 : perlu evaluasi lebih cermat
 Skor 5 atau lebih : persalinan pervaginam

b. Tali pusat menumbung pada primi/multigravida.


c. Didapatkan distosia
d. Umur kehamilan:
 Prematur (EFBW kurang dari 2.000 gr)
 Post date (umur kehamilan lebih dari: 42 minggu)
e. Nilai anak (hanya sebagai pertimbangan). Riwayat persalinan yang
lalu :
 BOH.
 HSVB.
f. Komplikasi kehamilan dan persalinan :
 Hipertensi dalam kehamilan.
 Ketuban Pecah Dini.

IGst Agung MAP,S.Ked


22
omasti

PARTUS KASEP
Batasan:
Partus kasep adalah suatu keadaan dimana persalinan mengalami kemacetan dan
berlangsung lama sehingga menimbulkan komplikasi baik pada ibu ataupun
anaknya.
Gcjala Klinis:
1) Komplikasi pada Anak.
a. Kaput suksedanium besar.
b. Fetal Distress.
c. Kematian Janin.
2) Komplikasi pada Ibu
a. Vagina/Vulva edema.
b. Porsio edema.
c. Ruptura Uteri.
d. Febris.
e. Ketuban hijau.
f. Dehidrasi.
3) Tanda-tanda infeksi intrauterin:
Kriteria Gibbs: temperatur rektal lebih dari 37,8°C disertai dengan 2 atau
lebih tanda-tanda berikut :
a. Maternal tachycardia (lebih dari 100 kali permenit).
b. Fetal tachycardia (lebih dari 160 kali permenit).
c. Uterine Tenderness
d. Foul Odour of Amniotic Fluid
e. Maternal leucocytosis (lebih dari 15.000 cel / mm3)
4) Tanda-tanda ruptura uteri :
a. Perdarahan melalui OUE.
b. His hilang.
c. Bagian anak mudah teraba dari luar.
d. VT : Bagian terendah janin mudah didorong ke stas.
e. Robekan dapat meluas ke servik dan vagina.
5) Tanda-tanda gawat Janin :
a. Air ketuban bercampur mekonium.
b. Denyut jantung janin bradikardia/takikardia/ireguler.
c. Gerak anak berkurang.
Diagnosis :
Diagnosis ditegakkan berdasarkan ditemukannya partus lama yaitu terdapat
perpanjangan dari fase-fase persalinan ditambah dengan gerak akibat dari partus
lama yaitu :
1) Kelelahan ibu dan dehidrasi.
2) Kaput suksedonium / Vulva edema.
3) Infeksi intra uterin.
4) Ruptura uteri.
5) Gawat janin.
IGst Agung MAP,S.Ked
23
omasti
Penatalaksanaan:
1) Perbaikan keadaan umum ibu.
a. Pasang infus & kateter urine.
b. Beri cairan kalori dan elektrolit.
 Normal salin, 500 cc.
 Dekalitrose 5-10%, 500 cc
c. Koreksi asam basa dengan pemeriksaan gas darah.
d. Pemberian antibiotika berspektrum luas :
 Ampicillin 3 kali I gr/hari i.v. dilanjutkan 4 kali 500 mg po selama 3
hari.
 Metronidazole 3 x 1 gr supositoria selama 5-7 hari.
e. Pemberian obat penurun panas :
 Xylomidon 2 cc im.
2) Terminasi kehamilan:
Pengakhiran kehamilan tergantung syarat dan kontra indikasi saat itu.

IGst Agung MAP,S.Ked


24
omasti

KEHAMILAN / PERSALINAN DENGAN


JARINGAN PARUT UTERUS
Batasan :
Kehamilan yang disertai riwayat seksio sesaria sekali/lebih atau pasca
miomektomi/kornuektomi pada kehamilan sebelumnya.
Hal-hal yang perlu dijawab :
1) Apa indikasi SC sebelumnya ?
2) Berapa kali SC sebelumnya ?
3) Jenis sayatannya bagaimana ?
4) Apakah ada komplikasi pada SC sebelumnya ?
5) Apakah pemah melahirkan pervaginam sebelumnya ?

IGst Agung MAP,S.Ked


25
omasti

Alur Penanganan Kehamilan / Persalinan Dengan Jaringan Parut Uterus:

 Indikasi Bekas SC
 Jumlah
 Jenis
 Komplikasi Jenis sayatan

 Klasik / korpore SC TP
 > 2 kali seksio

38 minggu

Menetap/Berulang Indikasi Operasi

Ada penyulit seperti : letsu, Tak berulang


KPD ,plasenta previa

Penyulit Kehamilan (+)

Kehamilan 42 minggu Tunggu spontan

Kehamilan aterm Inpartu

Nilai kemajuan
Distosia/gawat janin
Persalinan

Baik

Pervaginam (dengan
SC / Steril
Kala II dipercepat)

IGst Agung MAP,S.Ked


26
omasti

KEMATIAN JANIN DALAM RAHIM (KJDR)


Batasan :
Kematian janin dalam rahim adalah kematian janin dalam uterus yang beratnya,
500 gr atau lebih, usia kehamilan telah mencapai 20 minggu atau lebih.
Yang perlu diperhatikan :
1) Kejadian KJDR mengambil porsi hampir 50% dari jumlah kematian
perinatal
2) Kejadian ini merupakan trauma berat bagi penderita dan keluarga serta
menunjukkan kegagalan satu aspek pelayanan obstetri ; simpati, empati serta
perhatian terhadap guncangan emosional penderita dan keluarganya harus
diberikan perlakuan tersendiri. Yakinkan bahwa besar kemungkinan dapat
lahir pervaginam.
3) KJDR ini bisa terjadi saat hamil (prematur atau aterm), saat inpartu (partus
lama/partus kasep, belitan tali pusat dll) dengan sebab yang bisa jelas dan
bisa juga tidak diketahui sebabnya.
4) Kecuali terjadi saat inpartu maka penundaan evakuasi diperlukan untuk
mempersiapkan fisik dan mental penderita dan keluarganya serta persiapan
untuk terminasi (sebaiknya jangan lebih dari 2 minggu setelah kematian
janin).
5) Jika persalinan tidak terjadi segera setelah kematian janin, terutama pada
kehamilan lanjut, koagulopati maternal dapat terjadi, bila kematian janin
berlangsung lebih dari 2 minggu, walaupun koagulopati ini jarang terjadi
sebelum empat sampai enam minggu setelah KJDR.
KJDR saat Inpartu.
1) Penyebabnya bisa karena partus lama atau partus kasep, belitan tali pusat,
insufisiensi plasenta, solusio plasenta, letak sungsang dengan after coming
head (badan lahir, kepala nyangkut), kelainan kongenital dll.
2) Pada partus lama dan kasep, maka pasien biasanya dalam keadaan kelelahan,
dehidrasi dan kemungkinan infeksi.
3) Sambil melakukan simpati, empati serta konseling, persiapan untuk
memperbaiki keadaan umum ibu misalnya : pemberian cairan infus, anti
biotika dan persiapan donor darah kalau perlu dll.
4) Prinsip melahirkan anak dengan sesedikit mungkin trauma pada ibu
5) Kalau bisa lahirkan anak dengan utuh
6) Kalau KJDR pada kala I dapat dilakukan drip oksitosin dan menunggu lahir
spontan biasa.
7) Kilau tidak bisa spontan lakukan embriotomi .dengan cara : perforasi dan
kranioklasi, dekapitasi, eviserasi, bisection.
8) Setelah kelahiran anak dicari penyebab kematiannya dan dilakukan evaluasi
untuk kepentingan kehamilan berikutnya.
Diagnosis:
1) Klinis :
 Bayi tak bergerak,
 Perut mengecil,

IGst Agung MAP,S.Ked


27
omasti
 Berat badan ibu menurun,
 Ada krepitasi,
 Kalau keluar air ketuban akan berwama coklat kemerahan kental.
2) Denyut jantung janin tak terdeteksi baik dengan funduskop dan Doppler
3) Pemeriksaan human chorionic gonadotropin (hCG) urine menjadi negatif
beberapa hari setelah kematian janin
4) Diagnosis pasti dengan USG, tidak ditemukan pulsasi jantung. Dapat
ditemukan gambaran Deformed or collapsed head, dan overlapping the
skull bones.
Laboratorium yang diperlukan :
1) Golongan darah ABO dan Rhesus
2) Hematokrit
3) Fibrinogen
4) Waktu perdarahan
5) Waktu pembekuan
6) Hitung trombosit
Penanganan :
1) Konservatif/pasif :
a. Rawat jalan
b. Menunggu persalinan spontan 1-2 minggu
c. Pematangan serviks : misoprostol, estrogen
d. Pemeriksaan kadar hematokrit, trombosit dan fibrinogen tiap minggu
2) Aktif :
a. Dilatasi serviks dengan :
 batang laminaria
 balon kateter (Foley Catheter)
b. Induksi :
 misoprostol
 prostaglandin tablet vagina (Prostin E)
 oksitosin
3) Perawatan Rumah Sakit :
a. Bila harus segera ditangani
b. Bila ada gangguan pembekuan darah (Koagulopati)
c. Bila ada penyulit infeksi berat
Penyulit :
1) Koagulopati
2) Infeksi
3) Perforasi
Catatan :
Informed Consent diperlukan sebelum tindakan

IGst Agung MAP,S.Ked


28
omasti

Skema Penanganan KJDR :

KJDR
 Faal hemostasis
 Donor

Inpartu Tidak inpartu

Kasep* Tidak kasep Keadaan Serviks

Pertimbangan Kelola
Embriotomi/S Partograf WHO Matang Belum Matang
C

Misoprostol,
Estrogen
Prostin E

Belum
Spontan / Embriotomi/SC** Induks Matang
Matang
i

 Laminaria
 Foley Chateter
Catatan :
 Inpartu kasep, misalnya : sisa dukun
 Seksio sesaria dapat merupakan pilihan, misalnya : pada letak lintang

IGst Agung MAP,S.Ked


29
omasti

KEHAMILAN KEMBAR
Batasan:
Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan lebih dari satu embrio/anak dalam
satu Gestasi.
Fakta:
1) Hukum Helin, kejadian :  Twin/kembar dua : 1 : 89,
 Triplet : 1 : 892,
 Quadriplet : 1 : 893,
 Quintiplet : 1 : 894 dan seterusnya.
2) Ada tipe :  identik/monovuler/dizygotik/homolog, 30%
 fratemal/biovuler/dizygotik/heterolog, 70%
3) Faktor :  bangsa, umur, paritas
 herediter (dizygotik, dari pihak ibu)
4) Kembar monozygot :  cenderung lebih kecil,
 kemungkinan KJDR,
 cacat bawaan,
 sering timbul arterio-venous shunt.
5) Cara Membedakan :

Kembar homolog Kembar heterolog


Plasenta 1 (70%)
2 (100%)
2 (30%)
Khorion 1(70%)
2(100%)
2 (30%)
Amnion 1(70%)
2(100%)
2 (30%)
Tali pusat 2 2
Seks Sama Bisa lain
Rupa Sama Tidak sama
Sidikjari Sama Tidak sama

6) Komplikasi pada ibu :  anemia, preeklampsia


 persalinan prematur
 inersia/atonia uteri
 plasenta previa
solusio plasenta
 perdarahan post partum
7) Komplikasi pada anak :  BBLR
 KJDR
 Cacat bawaan (kembar siam)

IGst Agung MAP,S.Ked


30
omasti
 morbiditas dan mortalitas perinatal
 distosia : kelainan letak, "interlocking"
Diagnosa :
1. Pemeriksaan Leopold - uterus lebih besar, teraba 3 bagian besar
2. Dua denyut jantung janin, ditempat berbeda
3. Konfirmasi dengan USG

Penanganan :
1) Saat ANC
a. Perawatan antenatal seperti biasa, antisipasi kemungkinan komplikasi di
atas
b. Lebih banyak istirahat saat kehamilan 7 bulan sampai aterm
2) Saat persalinan:
a. Diharapkan pervaginam kecuali anak pertama letak lintang
b. Kalau perlu inisiasi persalinan dengan pemecahan ketuban
c. Drip oksitosin bukan kontraindikasi absolut
d. Setelah anak pertama lahir, lakukan membuat posisi bujur untuk anak II
tunggu his dan lakukan amniotomi. Persalinan bisa spontan, vakum atau
berbagai manuver pertolongan letak sungsang tergantung posisi anak II.
Versi ekstraksi hanya dilakukan pada letak lintang anak II, yang gagal
dibuat membujur atau ada indikasi emergency obstetri.
e. Hati-hati kemungkinan HPP
Skenario:
1) bila let-kep/let-kep, let-kep/let-su, masih diberikan kesempatan lahir
pervaginam
2) bila anak I bukan let-kep. Let su/let su atau kombinasi yang lain dianjurkan
untuk seksio sesaria primer.
3) bila tidak over distensi, setelah amniotomi, tetap inersia uteri, drip oksitosin
hati-hati masih ada tempatnya.
4) bila diijinkan pervaginam maka tindakan seksio berdasarkan indikasi
obstetri.
5) bila anak pertama letak lintang, langsung seksio sesaria primer.
6) Setelah anak pertama lahir, tentukan denyut jantung janin anak II, buat letak
kepala/membujur, tunggu ada his (atau diberikan oksitosin), dan pecahkan
ketuban. Selanjutnya pimpin sampai lahir spontan atau, kalau perlu, bantuan
vakum atau forsep sesuai dengan indikasi obstetri
7) Bila anak kedua letak lintang dan gagal usaha di atas maka dapat dilakukan
tindakan versi ekstraksi.
8) Kala uri seperti biasa. manuil plasenta bila ada indikasi.
9) Memberikan uterotonika untuk mencegah perdarahan post partum.

IGst Agung MAP,S.Ked


31
omasti

Skema Penanganan Persalinan Gemeli

Hamil Gemeli Aterm

Kedua anak :
Membujur, Anak I letak
1) letak lintang
kepala
2) letak bokong

Monitor denyut jantung


Gawat Janin
janin

Kala II Persalinan Kembar


I Pervaginam

Periksa kembar II
dengan segera

Salah letak Longitudinal (membujur)

Versi luar His (+), (K/P Oksitosin)


Amniotomi

Gagal berhasil

Seksio Versi Persalinan II Pervaginam


Sesaria ekstraksi Spontan / Vacum / Forcep Bracht

IGst Agung MAP,S.Ked


32
omasti

SOLUSIO PLASENTA

Batasan :
Terlepasnya plasenta dari posisinya yang normal pada uterus, sebelum janin
dilahirkan.
Difinisi ini berlaku pada UK diatas 28 minggu atau berat badan janin 1000 gram
Faktor Predisposisi :
1. Trauma
2. Pecah Ketuban
3. Versi luar
4. Abnormalitas plasenta
Gambaran khusus :
1) Gambaran klasik :  perdarahan pervaginam,
 nyeri perut,
 kontraksi uterus
 dan perut kaku seperti papan (woodly hard)
2) Ciri perdarahan warna kehitaman.
3) Ciri nyeri perut :  tajam,
 besar dan
 berlangsung tiba-tiba (berbeda dengan his)
4) Keluhan lain : mual, gerak menurun sampai hilang
5) Bila kehilangan darah banyak, bisa terjadi shock
6) Pemeriksaan palpasi, sulit teraba bagian-bagian janin
7) Pemeriksaan auskultasi, djj sulit didengar
8) Bisa terjadi gangguan hemostasis (35 %)
Diagnosis :
1) Tanda dan gejala yang jelas baru terjadi pada solusio plasenta yang
sedang/berat, pada yang ringan seringkali tidak diketahui ante partum
2) USG tidak sensitif untuk diagnostik solusio plasenta tetapi mampu
menyingkirkan plasenta previa
3) Bila bekuan darah banyak, pada USG akan tampak daerah hiperekoik
dibandingkan dengan daerah plasenta yang lain

IGst Agung MAP,S.Ked


33
omasti

Grading Solusio Plasenta

Grade Deskripsi
Asimtomatis, ditemukan secara kebetulan, adanya retro
0
plasental clot yang kecil
Terdapat perdarahan perpavinam. Tetani uteri
1
positif,tidak ada gawat janin, ibu dalam keadaan baik
Terdapat atau tidak perdarahan pervaginam, tetapi ada
2
tanda-tanda gawat janin, ibu masih dalam keadaan baik
Terdapat/tidak perdarahan pervaginam, tetania uteri jelas,
3
ibu syok, gawat janin sampai mati, kagulopati

Penatalaksanan :
1) Pada solusio plasenta grade 0-1 persalinan diusahakan pervaginam dengan
monitoring KTG.
2) Pada grade 2-3 persalinan dilakukan dengan SC.
3) Pada KJDR dilakukan amiotomi dilanjutkan dengan drip oksitosin,
persalinan harus terjadi dalam 6 jam.

IGst Agung MAP,S.Ked


34
omasti
KEHAMILAN DENGAN

INFEKSI HUMAN IMUNODEFISIENSI VIRUS (HIV)

Batasan
Infeski sistemik oleh virus HIV yang menyerang sistem kekebalan tubuh,
dengan menginvasi sel limfosit T (T helper), sehingga terjadi kerusakan sistem
kekebalan tubuh secara bertahap. Sekali orang terinfeksi oleh HIV maka selama
hidupnya virus tersebut akan ada di dalam tubuhnya, karena virus HIV akan
bergabung dengan DNA sel.
Orang yang terinfeksi HIV disebut dengan ODHA (Orang dengan HIV/AIDS)
Perjalanan penyakit infeksi HIV berlangsung secara kronik progresif dimana
penyakit berkembang secara bertahap sesuai dengan kerusakan sistem kekebalan
tubuh yang berlangsung bertahap, oleh karena itu gejala penyakit ini bisa tanpa
gejala sampai menimbulkan keluhan dan tanda klinis yang berat.
Gejala infeksi HIV
Gambaran Klinis :
1) Tahap infeksi akut :
Tidak semua infeksi HIV mengalami tanda-tanda infeksi akut, hanya sekitar
20-30 % dari infeksi HIV menimbulkan tanda dan gejala akut, yaitu sakit
pada otot dan sendi, sakit menelan, pembesaran kelenjar getah bening.
Gejala ini muncul pada 6 minggu pertama setelah infeksi HIV, dan biasanya
hilang sendiri.
2) Tahap Asimtomatik (tanda gejala) :
Tahap ini berlangsung tanpa gejala antara 6 minggu sampai 6 bulan setelah
infeksi.
3) Tahap simtomatik ringan :
Tahap ini muncul beberapa tahun kemudian dengan gejala berat badan
menurun, ruam pada kulit/mulut, infeksi jamur pada kuku, sariawan
berulang, ISPA berulang. Aktifitas masih normal, bila makin berat akan
terjadi penurunan berat badan yang makin berat, diare lebih dari 1 bulan,
panas yang tidak diketahui penyebabnya, radang paru dan TBC paru.
4) Tahap AIDS (tahap lanjut) :
Mulai muncul adanya infeksi opurtunistik misalnya, pneumonia pneumonitis
kranii, toksoplasma otak, diare, infeksi virus CMV, herpes, kandisosis,
kanker kelenjar getah bening dan sarkoma kaposi.
Diagnosis :
Diagnostik infiksi HIV/AIDS ditegakkan berdasarkan adanya tanda-tanda klinis
serta pemeriksaan laboratorium
Deteksi infeksi HIV dapat dilakukan dengan pemeriksaan langsung virus HIV-
nya atau dengan pemeriksaan antibodi HIV.
Cara pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis HIV adalah sbb :

IGst Agung MAP,S.Ked


35
omasti
Terduga infeksi HIV

Test inisial (Elisa)

Antibodi HIV negatif Antibodi HIV positif

Test konfirmasi

Test negatif Test positif


(bukan HIV) (Dx pasti HIV)

Untuk mendeteksi seseorang terinfeksi HIV, dapat dilakukan dengan cara tidak
langsung yaitu dengan menemukan antibodi. Bila seseorang mempunyai anti
terhadap HIV berarti dia terinfeksi HIV. Test lebih murah dan mudah serta
hasilnya akurat bila dibandingkan dengan test langsung terhadap virusnya.
Setiap test yang dilakukan hendaknya disertai dengan konseling pra dan post
test. Dalam hal test konfirmasi tidak tersedia, maka dilakukan ulangan test
inisial dan alternatif.

Cara Penularan HIV


Yang potensial sebagai media penularan adalah : semen, darah, air ketuban dan
cairan vagina. Hingga saat ini cara penularan HIV yang diketahui adalah :
1) Hubungan seksual
2) Darah
3) Perinatal
Penularan HIV Pada Ibu Hamil
Seorang ibu hamil bisa tertular HIVmelalui hubungan seksual dengan
pasangan/suami yang terinfeksi HIV, dan melalui transfusi darah/pengguna obat
bius melalui suntikan (IDU= Injecting drug users).
Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV-nya pada bayi yang
dikandungnya. Penularan HIV terjadi melalui :
1) In utero/transplasental
2) Pada saat proses persalinan berlangsung
3) Melalui ASI

Penatalaksanaan Kehamilan / Persalinan Dengan HIV


1) Antenatal Care :
ANC dilakukan sesuai standar, disertai dengan konseling. Pencegahan
penularan perinatal dilakukan dengan pemberian obat AZT (Zidovudine)
dengan cara :
a. Setiap penderita yang dicurigai terinfeksi HIV harus diambil darahnya
untuk pemeriksaan CD4 dan viral load awal.

IGst Agung MAP,S.Ked


36
omasti
b. Pemberian obat AZT (Zidovudine) :
 Diberikan pada umur kehamilan setelah 14 minggu, dengan dosis 2
kali 300 mg/hari, diteruskan selama hamil
 Bila ditemukan pada kehamilan lanjut, AZT akan efektif bila
diberikan mulai umur kehamilan 34-36 minggu, selama 4 minggu
dengan dosis 2 kali 300 mg/hari
2) Persalinan :
Prinsip penanganan ibu hamil dengan HIV pada saat inpartu yaitu :
a. Penanganan Medis
b. Penanganan Obstetri
3) Penanganan Medis
Pemberian obat anti retrovirus sangat penting diberikan pada saat ini karena
penularan ke bayi paling banyak terjadi pada saat inpartu. AZT diberikan
300 mg per oral setiap 3 jam sampai bayi lahir.
4) Penanganan Obstetri
Prosedur di kamar bersalin merupakan tindakan bedah sehingga sikap
penolong dan petugas lainnya harus memenuhi standar kewaspadaan
universal. Prinsipnya adalah memperlakukan setiap spesimen darah dan
cairan tubuh sebagai bahan infeksius. Harus diperhatikan kemungkinan
penolong kontak dengan spesimen darah dan cairan tubuh infeksius dari
penderita.
Prosedur tetap penanganan ibu hamil dengan HIV adalah sebagai berikut :
A. Cara kerja yang higienis :
1) Dilarang makan dan minum di kamar bersalin
2) Rambut harus diikat dan ditutup
3) Selalu memakai jubah plastik, sarung tangan dan kaca mata pelindung
bila menolong persalinan
4) Cuci tangan sebelum memakai sarung tangan dan setelah membuka
sarung tangan
5) Dilarang bekerja bila menderita luka terbuka pada kulit
B. Persiapan :
1). Persiapan alat :
a. Partus set
b. Alat resusitasi bayi
c. Hecting set
d. Sarana pencegahan infeksi (ember berisi larutan klorin 0,5 %)
e. Obat-obatan : AZT, oksitosis dalam semprit, anestesi lokal
2) Persiapan penolong
a. Bersikap wajar
b. Tidak menderita lukan/lesi pada kulit
c. Memakai topi, jubah, masker, sarung tangan dan sepatu boot
3) Persiapan ibu bersalin
Dijelaskan proses pertolongan persalinan yang akan dilakukan.
C. Persalinan :
Untuk mencegah penularan pada bayi dan petugas maka prosedur
pertolongan persalinan berikut harus dilakukan :
1) Ibu :
a. Persalinan Kala I :
 Batasi pemeriksaan dalam

IGst Agung MAP,S.Ked


37
omasti
 Desinfeksi vagina dengan antisptik
 Fase latent hanya diijinkan selama 8 jam.Bila melebihi 8 jam
dilakukan SC
 SC dipertimbangkan untuk keadaan-keadaan sebagai berikut :
 Kadar CD4 kurang dari 500
 Kadar viral load kurang dari 10.000 turunan/ml)
 Ibu menyusui (tidak mungkin untuk membeli PASI)
 Elektif SC dilakukan pada usia kehamilan 38 minggu
 Hindari amniotomi, kecuali pembukaan lengkap dan akan
dilakukan pimpinan persalinan
b. Persalinan Kala II :
 Sedapat mungkin episiotomi dikerjakan atas indikasi. Batasi
tindakan yang traumatik untuk bayi dan ibu (mis. Vakum dan
Forsep)
 Setelah bayi lahir segera gunting tali pusat
 Darah tali pusat diambil 10 ml untuk pemeriksaan HIV bayi.
c. Persalinan Kala III :
 Penatalaksanaan persalinan kala III sesuai dengan
penatalaksanaan aktif kala III.
 Dilakukan pemeriksaan spesimen plasenta (Patologi Anatomi)
d. Persalinan Kala IV :
 Penatalaksanaan sesuai dengan prosedur standar persalinan kala
IV.
 Waspada terhadap paparan urin, tinja, darah dan cairan vagina.
2) Bayi
a. Segera setelah bayi lahir, bayi dimandikan dengan sabun antiseptik
b. Jangan diberikan ASI, berikan susu pengganti.
c. Bila ibu dan bayi dalam kondisi baik, boleh rawat gabung.
d. Berikan profilaksis AZT pada bayi dengan AZT sirop 2 mg/kg BB
tiap 6 jam mulai umur 12 jam sampai dihentikan pada umur 6
minggu.
e. Sekitar 99% dari bayi yang terinfeksi HIV dapat terdeteksi pada 2
minggu pertama setelah lahir dengan teknik PCR/Kultur.
3) Post Partum
Berikan pardodel oral untuk menghentikan ASI
4) Alat bekas pakai :
a. Alat-alat tenun bekas pakai segera direndam dengan larutan klorin
secara terpisah selama 10 menit.
b. Jarum habis pakai dan semprit dimasukkan ke dalam wadah yang
anti tembus ke incenerator.
c. Sarung tangan, kasa, sampah medis lainnya ditampung dalam
kantong plsatik khusus dan dibakar.

IGst Agung MAP,S.Ked


38
omasti
PERDARAHAN PASCA PERSALINAN
Batasan
Perdarahan pervaginam melebihi 500 cc setelah bersalin. Bila dalam 24 jam pertama
disebut perdarahan pasca persalinan primer. Bila terjadi setelah 24 jam pasca
persalinan
disebut perdarahan pasca persalinan sekunder.
Diagnosis dan terapi

Perdarahan Pervaginam

Periksa Uterus

Uterus Kontraksi Baik Uterus tdk Berkontraksi/Lembek Uterus Tdk Teraba

Periksa Jalan Lahir Atonia Uteri (C) Inversio Uteri (D)

Masase uterus Reposisi/


Robekan (+) Robekan (-)
Operasi

Pemeriksaan
Jahit (A) digital Lembek Uterus berkontraksi/
Perdarahan (-)

Sisa plasenta (+)(B) Sisa plasenta (-) KBI

Kuret/Digital Evaluasi Pembekuan Lembek Uterus berkontraksi/


darah (E) Perdarahan (+) Perdarahan (-)

Perdarahan Perdarahan Infus Oksitosin 20 IU, Uterotonika


berhenti tetap (Metil ergometrin 0,2 mg IV, Misoprostol 400
mg),KBE

Lembek Uterus berkontraksi/Perdarahan (-)

KBI

OPERASI Perdarahan Perdarahan


tetap berhenti

IGst Agung MAP,S.Ked


39
omasti
Keterangan :
A : Apabila robekan jalan lahir sudah terjahit dengan baik dan perdarahan masih
berlangsung, coba dievaluasi penyebab lainnya, misalnya gangguan pembekuan
darah.
B : Pada perdarahan pasca persalinan primer oleh karena sisa plasenta, pengeluaran sisa
plasenta dengan digital biasanya memadai. Kadangkala kuretase diperlukan seperti
halnya pada perdarahan pasca persalinan sekunder.
C : Perdarahan pasca persalinan yang secara primer disebabkan atonia uteri, ditangani
secara khusus (lihat tabel).
D : Untuk operasi uterus pada kasus-kasus inversio uteri lebih baik memakai narkose
(pasien tidak nyeri dan lebih mudah).
Bila tidak berhasil, pertimbangkan operasi.
E : Perdarahan pasca persalinan karena gangguan faktor pembekuan darah, harus
disiapkan darah segar dan kerja sama dengan Lab. Penyakit Dalam serta Patologi
Klinik.
Jenis uterotonika dan cara pemberiannya untuk atonia uteri
Jenis dan cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol

Dosis dan cara IV : infus 20 unit dalam IM atau IV (secara Oral 600 mcg
pemberian awal 1 ltr larutan garam perlahan) : 0,2 mg atau rektal 400
fisiologik dengan 60 mcg
tetesan permenit
IM: 10 unit
Dosis lanjutan IV : infus 20 unit dalam Ulangi 0,2 mg setelah 400 mcg 2-4
1 liter lar. garam 15 menit jika masih jam setelah
fisiologik dgn 40 diperlukan, beri IM/IV dosis awal
tetes/menit setiap 2-4 jam
Dosis maksimal Tidak lebih dari 3 liter Total 1 mg atau 5 dosis Total 1200 mcg
perhari larutan dengan oksitosin atau 3 dosis
Indikasi kontra Tidak boleh memberi IV Preeklampsia, vitium Nyeri kontraksi,
atau hati-hati secara cepat atau bolus kordis, hipertensi asma

IGst Agung MAP,S.Ked


40
omasti
PENATALAKSANAAN KELAINAN HIS
( INERSIA UTERUS)

Batasan
Kelainan kontraksi uterus dalam hal amplitudo, frekwensi, durasi, konfigurasi
dan ritmisitas yang dapat menimbulkan hambatan kemajuan persalinan,
perubahan denyut jantung janin, dan komplikasi lain pada ibu dan janin
Penilaian His
1) His adekuat : adalah his persalinan yang menyebabkan kemajuan persalinan
2) Kriteria KTG :
 Pada Kala I, dalam 10 menit terdapat 3-5 kali kontraksi, lamanya 45-90
detik, dengan amplitudo 50-75 mmHg
 Pada kala II, amplitudo lebih dari 80 mmHg pada kala II,
F (2)

(1) (3)
A

20
D BT
0

konfigurasi "Bell Shape" dengan irama yang ritmis.


Komponen dari his adalah : ascending Limb (1) acme (2) dan Descending Limb(3)
Jenis Kelainan His
Kelainan his dibagi 2 yaitu :
1) Inersia uterus hipotonik, yaitu kontraksi uterus yang terkoordinasi, tetapi
tidak adekuat.
2) Inersia uterus hipertonik, yaitu kontraksi uterus yang kuat, tidak
terkoordinasi, dan tidak adekuat.
Etiologi
1) Inersia uterus hipotonik :
a. penggunaan analgesia,
b. peregangan dinding uterus berlebihan,
c. perasaan takut pada ibu.
2) Inersia uterus hipertonik :
a. disproporsi kepala-panggul (Cephalo pelvic disproportion= CPD),
b. dosis oksitosin yang berlebihan.
Macam-macam Kelainan His Menurut Rekaman KTG
1) Kontraksi uterus hipotonus adalah amplitudo kontraksi uterus kurang dari 45
mmHg pada kala I atau kurang dari 80 mmHg pada kala II.
2) Kontraksi uterus hipertonus :
a. Amplitudo kontraksi uterus lebih dari 75 mmHg pada kala I atau tonus
basal lebih dari 20 mmHg. Amplitudo berlebihan (lebih dari100 mmHg)
yang akan menimbulkan gambaran Picket Fence pada konfigurasi
kontraksi.
IGst Agung MAP,S.Ked
41
omasti
b. Durasi kontraksi yang lamanya lebih dari 90 detik.
3) Takisistol adalah jumlah kontraksi utarus lebih dari 5 kali /10 menit
4) Doubling, tripling dan Quadripling adalah bila timbul kontraksi-kontraksi
prematur segera setelah descending limb dari setiap kontraksi. Bila timbul
satu kontraksi prematur disebut Doubling/coupling, dua kontraksi disebut
tripling, dan tiga kontraksi disebut quadripling
5) Hiperstimulasi adalah suatu sindroma yang ditandai dengan perubahan garis
dasar denyut jantung janin. akibat adanya kontraksi hipertonus.
6) Patterns of hipertonus adalah suatu gambaran kontraksi uterus yang terdiri
dari kontraksi hipertonus, takisistole "coupling" dan peningkatan durasi.
Akibat Kelainan His Terhadap Kemajuan Persalinan :
Setiap kelainan his dapat mengakibatkan perubahan perjalanan persalinan.
1) Kontraksi hipotonus, dapat menyebabkan inersia uteri primer (bila terjadi
sejak awal persalinan), sedangkan inersia uteri sekunder (bila terjadi setelah
kontraksi yang adekuat). Inersia uteri mengakibatkan melambatnya
persalinan.
2) Kontraksi hipertonus, dapat mengakibatkan partus presipitatus bila sifat
kontraksinya Coordinated (Coordinated uterine action), persalinan tidak
maju atau distosia bila sifat kontraksinya Uncoordinated (Uncoordinated
uterine action).
Skema Penatalaksanaan Kelainan His

Kelainan His
Kriteria
 KTG
Inersia uteri
 Kemajuan persalinan
 Kaput suksedaneum

Hipotonik Hipertonik

Amniotomi + Tetes Oksitosin Resusitasi intraUterine 30 menit

Tanda-tanda Tanda-tanda
Berhasil Tidak berhasil
Hiperstimulasi (+) Hiperstimulasi (-)

Pervaginam Seksio Sesaria Pemantauan Lanjutan

IGst Agung MAP,S.Ked


42
omasti
ADMISSION TEST,
TEST TANPA KONTRAKSI (NST),
TEST DENGAN TEKANAN
ATAU TEST DENGAN OKSITOSIN
DAN RESUSITASI INTRA UTERIN

Admission Test
1) Batasan
Pemeriksaan kesejahteraan janin dengan menggunakan kardiotokografi,
yang dipantau secara singkat yaitu10-30 menit, dibuat segera setelah pasien
masuk rumah sakit. Pemeriksaan ini diutamakan untuk kasus-kasus risiko
tinggi dengan dugaan insufisiensi plasenta.
2) Tujuan
Untuk mengetahui kasus-kasus yang berisiko pada persalinan yaitu:
a. Post date (umur kehamilan lebih atau sama dengan 41 minggu) atau
diduga hamil lewat waktu
b. Ketuban Pecah Dini
c. Hipertensi dalam kehamilan
d. Diabetes melitus
e. Pertumbuhan Janin Terhambat/ Kecurigaan Pertumbuhan Janin
Terhambat (PJT)
f. Dugaan gawat janin
g. Penyakit jantung
h. Astma Bronkhiale (serangan) dan penyakit paru lainnya.
i. Pernah melahirkan dengan KJDK.
3) Prosedur Pelaksanaan
a. Pasien ditidurkan secara santai semi Fowler 450 miring ke kiri.
b. Tekanan darah diukur setiap 10 menit.
c. Dipasang kardiotokografi.
d. Dilakukan pemantauan selama 30 menit
e. Dapat dilakukan kurang dari 30 menit bila terdapat gambaran KTG yang
normal.
f. Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan denyut jantung janin
ataupun kontraksi uterus maka pemantauan dilanjutkan dengan
Intermittent monitoring yaitu pemantauan setiap 2 jam selama 30 menit.
4) Kriteria Pembacaan Hasil
a. Normal :
 Garis dasar denyut jantung janin antara 110-150 kali permenit.
 Variabilitas antara 10-25 kali permenit.
b. Mencurigakan :
 Garis dasar denyut jantung janin lebih dari 150 kali per menit,
kurang dari170 kali permenit atau antara 100-110 kali permenit
 Variabilitas antara 5-10 kali permenit,
 Terdapat deselerasi variabel
c. Patologis:
 Garis dasar denyut jantung janin kurang dari 100, atau lebih dari 170
kali permenit.
 Variabilitas kurang dari5 kali permenit atau lebih dari 25 kali
permenit.
 Deselerasi Variabel berat, memanjang, dini yang berulang, atau
IGst Agung MAP,S.Ked
43
omasti
deselerasi lain.
 Terdapat pola sinusoidal .
Test Tanpa Kontraksi (Non Stress Test=NST)
1) Batasan
Cara pemeriksaan kesejahteraan janin dengan menggunakan kardiotokograf
untuk melihat hubungan antara perubahan denyut jantung janin dengan
gerakan janin. Pra syarat test ini dikerjakan pada umur kehamilan  34
minggu.
2) Indikasi
Dugaan insufisiensi plasenta, dan bila akan dlilakukan perubahan
penatalaksanaan antenatal.
3) Prosedur pelaksanaan
a. Pemeriksaan dilakukan sebaiknya pada pagi hari 2 jam setelah makan,
dan tidak boleh diberikan sedativa, kecuali dalam keadaan darurat
dengan konsultasi.
b. Pasien secara santai dengan posisi tidur terlentang semi Fowler miring
ke kiri. 45
c. Tekanan darah diukur setiap 10 menit.
d. Dipasang kardiotokograf.
e. Dilakukan pemantauan selama 30 menit.
f. Bila hasil rekaman selama 10 menit pertama menunjukkan hal yang
mencurigakan atau patologis, maka perhatikan posisi pasien, posisi
transducer dan goyangkan fundus uteri untuk membangunkan bayi.
g. Bila hasil rekaman tetap mencurigakan atau patologis maka pemantauan
dihentikan.
h. Bila hasil rekaman normal, maka pemantauan dilanjutkan selama 30
menit
4) Kriteria pembacaan hasil
a. Normal :
 Garis dasar denyut jantung janin 110-150 kali permenit
 Garis dasar variabilitas 10-25 kali permenit
 Tidak ada deselerasi, kecuali ringan, sangat pendek dan sporadis
 Terdapat dua atau lebih akselerasi.
b. Mencurigakan :
Bila terdapat salah satu dari kriteria berikut :
 Garis dasar denyut jantung janin : 150-170 kali permenit atau 110-
100 kali permenit
 Garis dasar Variabilitas : 5-10 kali permenit, dalam waktu lebih dari
40 menit, atau meningkat di atas 25 kali permenit.
 Tidak ada akselerasi dalam waktu lebih dari 30 menit.
c. Patologis:
 Garis dasar denyut jantung janin kurang dari 100 kali permenit,
lebih dari 170 kali permenit
 Garis dasar Variabilitas : kurang dari 5 kali permenit dalam waktu
lebih dari 40 menit
 Terdapat deselerasi berulang dalam berbagai tipe
 Terdapat deselerasi variabel berat, memanjang atau deselerasi
lambat.
 Pola sinusoidal (kurang dari6 siklus/menit,amplitudo lebih dari 10
IGst Agung MAP,S.Ked
44
omasti
kali permenit, lama lebih dari 20 menit).
Test Dengan Tekanan (Stress Test) Atau Test Dengan Oksitosin (Oxytocin
Challenge Test=OCT)
1) Batasan
Cara pemeriksaan kesejahteraan janin dengan menggunakan kardiotokografi,
untukmelihat hubungan antara perubahan denyut jantung janin dengan
kontraksi uterus (ekstrinsik).
2) Indikasi
Ada gambaran NST yang mencurigakan atau patologis
3) Indikasi Kontra
a. Bekas seksio
b. Kehamilan ganda
c. Disproporsi Kepala-Panggul (DKP)
d. Perdarahan ante partum
e. Inkompetensi serviks/pasca operasi serviks
4) Komplikasi
Persalinan preterm.
5) Prosedur Pelaksanaan:
a. Prinsipnya adalah mengusahakan terbentuknya kontraksi uterus 3 kali
dalam 10 menit dengan menggunakan titrasi oksitosin sintetik.
 Pasien ditidurkan secara semi Fowler, miring ke kiri 45º
 Tekanan darah diukur setiap 10 menit
 Dipasang alat kardiotokografi
 Selama 10 menit pertama supaya dicatat data dasar seperti frekuensi,
akselerasi, variabilitas,
 gerakan janin dan kontraksi uterus yang spontan.
 Pemberian titrasi oksitosin
d. Bila belum ada kontraksi uterus, tetesan oksitosin dimulai 8 tetes/menit,
dan dinaikkan 4 tetes setiap 15 menit sampai didapatkan kontraksi uterus
3 kali per10 menit.
e. Bila sudah ada kontraksi uterus, tetapi frekuensinya kurang dari 3-kali /
10 menit, maka tetesan oksitosin di mulai dari 4 tetes dan dinaikkan 4
tetes setiap 15 menit sampai didapatkan kontraksi uterus 3 kali/10 menit.
f. Bila kontraksi uterus yang diinginkan belum tercapai, maka tetesan
oksitosin dinaikkan sampai maksimal 40 tetes/menit.
g. Tetesan oksitosin dihentikan bila terjadi :
 Tiga kali kontraksi dalam 10 menit lama 60 detik
 Kontraksi uterus hipertonus (tonus basal lebih dari 20 mmHg)
 Deselerasi lambat
 Deselerasi memanjang
 Selama satu jam hasilnya tetap mencurigakan (suspisious)
h. Bila hasil yang diperoleh negatif, mencurigakan, tidak memuaskan, dan
hiperstimulasi maka pasien tetap diawasi selama dua jam setelah tetesan
oksitosin dihentikan.
6) Kriteria pembacaan hasil
a. Negatif :
 Tidak terdapat deselerasi lambat
 Garis dasar denyut jantung janin normal

IGst Agung MAP,S.Ked


45
omasti
 Garis dasar variabilitas denyut jantung janin normal
 Terjadi akselerasi pada gerakan janin
Bila hasil OCT negatif maka kehamilan dapat diteruskan sampai 7 hari
lagi, selanjutnya dilakukan OCT ulangan.
b. Positif :
 Terjadi deselerasi lambat menetap dari sebagian besar kontraksi
uterus (lebih dari2/3 kontraksi) meskipun variabilitas normal dan
terdapat akselerasi.
 OCT positif menandakan adanya insufisiensi utero plasenta.
Kehamilan harus segera diakhiri
c. Mencurigakan :
 Terjadi deselerasi lambat, yang tidak menetap/hanya terjadi bila ada
kontraksi yang hipertonus (basal tonelebih dari20mmHg/
Amplitudolebih dari80mmHg /menit)
 Bila dalam pemantauan 10 menit meragukan kearah positif atau
negatif
 Takikardia positif
OCT mencurigakan maka harus dilakukan pemeriksaan ulangan 1-2 hari
kemudian
d. Tidak memuaskan:
 Kontraksi uterus kurang dari 3x/10 menit
 Pencatatan tidak sempuma, terutama pada akhir kontraksi uterus
 Pemeriksaan harus diulang pada hari berikutnya.
e. Hipertimulasi:
 Terjadi lebih dari 5 kontraksi uterus dalam 10 menit
 Lama kontraksi lebih dari 90 detik
 Tonus basal uterus meningkat lebih dari20mmHg/menit
 Tetesan oksitosin harus distop atau dikurangi.
Resusitasi Intra Uterin
1) Batasan:
Suatu tindakan sementara pada keadaan hipoksia janin akut, sebagai usaha
untuk mengurangi stres yang timbul pada persalinan.
Prosedur ini dilakukan sambil menunggu tindakan yang sesuai.
2) Tatacara
a. Memperbaiki sirkulasi darah intra uterin
 Posisi ibu : miring ke kiri
 Pemberian cairan : Infus Dektrose 5%, RL atau NaCI 0,9% 28
tetes/menit
 Relaksasi uterus dengan cara : hentikan oksitosin, berikan tokolitik
Magnesium Sulfat.
b. Memperbaiki oksigenasi janin dengan pemberian Oksigen 5-7 l / menit

IGst Agung MAP,S.Ked


46
omasti

Bagan Pemeriksaan Kesejahteraan Janin Ante Dan Intra Partum Dengan


Menggunakan Kardiotokografi

PASEN RISIKO TINGGI


(Dengan dugaan Insufisiensi Plasenta)
Intra Partum
Ante Partum Pasien masuk
Kamar bersalin

Non Stress Test Admission Test

Normal Mencurigakan Patologis Mencurigakan atau Normal


Patologis

Ulangi esok hari Lahirkan atau


Pantau dengan KTG
tiap 2 jam selam 30
Mencurigakan OCT mnt sampai lahir


Negatip Mencurigakan Positip
Tidak memuaskan
Hiperstimulasi
Rawat Pemantauan
Jalan Ulangi esok hari Lahirkan dihentikan

♥ Bila terdapat kelainan denyut jantung janin (auskultasi dan his dilakukan pemantauan dengan
KTG untuk mendapatkan diagnosis gawat janin dan kelainan his.

Biophysical Profile Scoring : Technique And Interpretation

Biophysical Variable Normal (Score = 2) Abnormal (Score = 0)


At least one episode pf FBM of least 30 s duration Absent FBM or no episode of > 30s in
FBM
in 30 min observation 30 min
At least three discrete body/limb movements in 30 Two of fewer episodes of body/limb
Gross body
min (episode of active continuous movement movements in 30 min
movement
considered as single movement)
At least one episode of active ekalitension with Either slow ekalitension with return to
return to flekaliion of fetal limb (s) or trunk. Opening partial flekaliion or movement of limb
Fetal Tone
and closing of hand considered normal tone in full ekalitension. Absent fetal
movement.
At least two episodes of FHR acceleration of > 15 Less than two episodes of
Reactive FHR beats/min and of at least 15 s duration associated acceleration of FHR or acceleration of
with fetal movement in 30 min < beats/min in 30 min
At least one pocket of AF that measures at least 2 Either no AF pockets or a pocket < 2
Qualitative AFV
cm in two perpendicular planes cm in two perpendicular planes

FBM, Fetal breathing movement; FHR, fetal heart rate; AFV, amniotic fluid volume; AF, amniotic fluid.

IGst Agung MAP,S.Ked


47
omasti
Interpretation Of Fetal Biophysical Profile Score Results And Recommended
Clinical Management

PNM1 Within
Test Score Result Interpretation 1 wk Without Management
Intervention
10 of 10, Risk of fetal Intervention only for obstetric and
8 of 10 (normal fluid) asphykaliia 1 per 1000 maternal factors. No indication for
8 of 8 (NST not done) ekalitremely rate intervention for fetal disease
8 of 10 (abnormal Probable chronic Determine that there is functioning
89 per 10001
fluid) fetal compromise renal tissue and for fetal indications
Equivocal test, If the fetus is mature, deliver. In the
6 of 10 (normal fluid) possible fetal Variable immature fetus, repeat test within 24
asphykaliia hr. if < 6/10, deliver
6 of 10 (abnormal Probable fetal Deliver for fetal indications
89 per 100011
fluid) asphykaliia
High probability of Deliver for fetal indications
4 0f 10 91 per 10001
fetal asphykaliia
Fetal asphykaliia Deliver for fetal indications
2 of 10 125 per 10001
almost certain
Fetal asphykaliia Deliver for fetal indications
0 of 10 600 per 10001
certain

PNM, Perinatal mortality; NST, nonstress test.

IGst Agung MAP,S.Ked


48
omasti
PARTOGRAF WHO

Batasan:
Partograf WHO, adalah alat sederhana untuk pemantauan ibu bersalin yang
berisi tentang kemajuan persalinan, kondisi ibu dan kondisi anak.
Tujuan : mencegah partus lama dan partus kasep dan juga memberi petunjuk
kapan seharusnya melakukan rujukan/konsultasi atau tindakan.
Indikasi Partograf WHO :
Partograf WHO dipakai untuk :
1) Kasus kehamilan resiko rendah.
2) Pada kasus KRT yang diduga bisa lahir pervaginanm boleh dipantau dengan
partograf WHO dengan persetujuan supervisor.
Ketentuan Pemakaian Partograf WHO :
1) Pengisian kolom-kolom mengenai data tentang ibu dan anak sesuai dengan
cara pengisian partograf WHO .
2) Tidak membedakan primigravida dan multigravida.
3) Kriteria penetapan inpartu bila minimal 2 tanda dibawah ini
a. Minimal ada his 3kali dalam 10 menit.
b. Ada penipisan serviks serta pembukaan.
c. Pembawa tanda : lendir campur darah (+)
4) Tidak ada penggunaan istilah observasi inpartu. Bila tanda-tanda inpartu
seperti (ad.3) tidak ada, maka pasen dipulangkan dengan Komunikasi
Informasi Edukasi kapan seharusnya melakukan pemeriksaan ulang. Untuk
pasien dari luar kota. pasien dipulangkan atas persetujuan chief.
5) Bila grafik/garis pembukaan melewati garis waspada, maka merupakan
kasus patologis dan selanjutnya ditangani oleh peserta PPDS I tingkat patol.
Dan bila garis pembukaan memotong garis tindakan, maka peserta FPDS I
tingkat patol menyerahkan penanganan kepada peserta PPDS I tingkat chief
dan mengambil tindakan/keputusan sesuai dengan indikasi serta syarat yang
ada dengan memperhatikan catatan observasi sebelumnya.
6) Bila terjadi seperti (ad.5) maka penderita harus diobservasi dengan seksama
dan tetap memperhatikan CHPB, temperatur dan tanda-tanda vital lainnya
sampai tindakan dilakukan.
7) Tindakan hanya dilakukan bila grafik memotong garis tindakan. Untuk kasus
KRT yang dievaluasi dengan Partograf maka bila grafik memotong garis
waspada, maka sudah harus dipikirkan untuk mengambil tindakan yang
keputusannya diambil setelah konsultasi dengan supervisor jaga.
8) Penderita dengan rujukan, dengan partograf maupun tidak, ditangani
langsung oleh residen tingkat patol. Rujukan dengan partograf yang diisi
dengan benar akan dilanjutkan evaluasinya dengan tetap memperhitungkan
jam pemeriksaan terdahulu.
9) Pemeriksaan dalam dilakukan setiap 4 jam sekali, kecuali bila ada indikasi
seperti ketuban pecah, gawat janin, RUI, dan ibu ingin mengejan.
10) Partograf dipakai hanya untuk menilai partus kala I dan bila pembukaan
lengkap (kala II), maka tindakan selanjutnya berdasarkan indikasi obstetri
biasa (seperti misal terjadinya : kala II lama, gawat bayi, ruptura uteri
iminens (RUI), Retensio plasenta, HPP dll.
11) Pengawasan harus lebih ditingkatkan, segera dilaporkan bila : ibu panas,
ketuban hijau / berbau / keruh.

IGst Agung MAP,S.Ked


49
omasti
KETENTUAN TENTANG PELAKSANAAN
OPERASI BEDAH SESAR (OBS)

Definisi
Operasi bedah sesar (OBS) adalah cara melahirkan anak dengan cara melakukan
pembedahan / operasi lewat dinding perut dan dinding uterus untuk melahirkan
anak yang tidak bisa dilakukan pervaginam atau oleh karena keadaan lain yang
mengancam ibu dan atau bayi yang mengharuskan kelahiran dengan cara segera
sedangkan persyaratan pervaginam tidak memungkinkan.
Pegangan dasar
1) Persalinan terbaik adalah yang alamiah,pervaginam dan non trauma baik
untuk ibu dan bayinya.
2) Bila cara tersebut gagal barulah dipikirkan untuk melakukan tindakan
operatif.
3) OBS dilakukan berdasarkan indikasi tertentu.
4) Dilakukan di kamar operasi IRD atau IBS oleh dokter setingkat Chief
Residen dan spesialis.
5) Tim operasi terdiri dari minimal: seorang operator,seorang staf anastesi,
seorang asisten residen, seorang perawat instrumen, staf terampil dari unit
neonatal dan paramedis pembantu.
6) Pilihan operasi utama adalah yang tipe irisan melintang di segmen bawah
uterus sedangkan OBS tipe klasik menjadi pilihan yang kedua.
7) Operasi dapat bersifat primer,elektif atau darurat cito.
8) OBS yang ketiga diusulkan pada pasen untuk melakukan sterilisasi/
tubektomi.

Indikasi
1) Plasenta previa totalis
2) CPD,distosia oleh karena bayi dan panggul
3) Kesempitan panggul
4) Bayi letak lintang
5) Ruptura uteri iminens dan atau gawat bayi sedang persyaratan lahir
pervaginam tidak memungkinkan.
6) Distosia servikalis
7) Distosia karena tumor jalan lahir
8) Distosia pada letak sungsang
9) Distosia pada kehamilan pasca OBS
10) Kasus infertilitas dan atau anak mahal
11) Insufisiensi utero plasenta dengan skor pelvis yang buruk
12) Dan lain-lain persalinan dengan distosia setelah dilakukan konsultasi.
Persiapan Operasi
1) Pasen dipasagn infus larutan RL/RD/NaCL 0,9% dan daerah operasi
dibersihkan dengan melakukan pencukuran rambut. Pemasangan kateter
Foley serta kantung penampungan urine.
2) Mengambil contoh darah untuk persiapan donor darah
3) Dipastikan lagi KIE, konseling serta permintaan informed consent pada
pasen dan keluarganya.
4) Penggantian pakaian operasi untuk pasen
5) Persiapan instrumen :OBS kit yang sudah steril
IGst Agung MAP,S.Ked
50
omasti
6) Persiapan operator & asisten memakai pelindung plastik, masker dan
penutup kepala serta mencuci tangan dengan hibiscrub dan selanjutnya
memakai jas operasi steril.
Peralatan operasi:
1) Di ruang operasi IBS dan IRD memang sudah ada pertolongan
gawat/emergency saat operasi berlangsung. Peralatan anestesi, tabung gas
N20 serta Oksigen.
2) Alat-alat untuk OBS biasa dilakukan persiapan dan kemungkinan dilengkapi
dengan persiapan bila ada komplikasi operasi.
Alat-alat yang disiapkan:
1) Duk steril, pakaian steril operator, asisten, instrumen dan penerima bayi
2) Klem untuk duk sebanyak 6 buah
3) Pisau bedah tajam 1 buah
4) Arteri klem 6 buah
5) Hack fascia kecil I buah.
6) Hack/retractor abdomen 2 buah
7) Klemp Mickulik 4 buah
8) Kasa abdomen dua rol
9) Gunting tajam 2 buah
10) Pemegang jarum 2 buah, panjang dan pendek, serta satu set jarum tajam dan
tumpul dan cat gut bermacam ukuran
11) Alat kuret, untuk persediaan
12) Klem Kromp 4 buah
13) Klem Kocher 4 buah
14) Alat isap dan kanulnya
15) Spuit steril serta obat-obatan : methergin, oksitosin sinietis, bethadine,
alkohol dll
Protokol Operasi
1) Protokol Umum
a. Jenis anestesi yang dilakukan tergantung pertimbangan saat itu, dan bisa
berupa anestesi umum (general) atau memakai lumbal block anestesi
sesuai dengan keperluannya.
b. Daerah operasi, vulva dan perut bagian bawah sampai daerah dada
pasen dilakukan tindakan asepsis dengan memakai larutan Bethadine
atau memakai larutan iodium dan alkohol 90%.
c. Pasen ditutup dengan kain steril untuk mempersempit lapangan operasi
d. Irisan pada dinding perut linea mediana membujur (pilihan pertama) atau
memilih cara insisi Pfannenstil, sepanjang 10-12 cm, diperdalam sampai
peritonium, sambil merawat perdarahan yang ada.
e. Setelah masuk ruang peritonium dimasukkan kasa steril dibasahkan
dengan larutan garam fisiologis untuk menyisihkan usus ke arah atas.
f. Uterus diidentifikasi dan dicari segmen bawah uterus (SBR) dan
dilakukan insisi melintang dengan pisau tajam dan diperlebar kesamping
dengan gunting dengan perlindungan tangan yang satunya. Insisi
diperdalam sampai tembus dan kantong ketuban kelihatan.
g. Kantong ketuban dipecahkan dan bagian terendah anak diluksir dan
dikeluarkan dibantu tangan asisten mendorong fundus uteri sampai anal:
lahir. Tali pusat segera di klem dan dipisahkan bersamaan dengan
membersihkanjalan nafas anak dan segera menyerahkan pada Tim
Neonatus yang sudah siap menerimanya.
IGst Agung MAP,S.Ked
51
omasti
h. Sumber perdarahan di klem, suntikan oksitosin smtetis satu ampul pada
komu dekstra uterus, dan bersamaan petugas anestesi memberikan
suntikan methergin secara intra muskuler dan oksitosin drip per infus.
i. Plasenta dikeluarkan secara manual dan diyakinkan bersih dan komplit.
j. Jahitan dilakukan lapis demi tapis dengan cat gut atau monocryl
(tergantung mana yang tersedia) dan dilakukan retro-peritonialisasi.
Sambil memeriksa kedua adneksa maka pada kasus yang membutuhkan
dilakukan tubektomi bilateral secara Pomeroy.
k. Setelah diyakini tidak ada perdarahan lagi maka kasa steril dikeluarkan
dan rongga abdornen dicuci dan dibersihkan dengan cairan NaCI 0.9%
sambil meraba fundus uteri agar berkontraksi kuat.
l. Selanjutnya dinding luka operasi dijahit lapis demi lapis, pilihan antara
cat gut, monocryl dan vicryl.
m. Luka operasi ditutup dengan bethadine, kasa steril serta plester
secukupnya.
n. Operasi selesai, sambil dibersihkan dari darah serta air ketuban, diperiksa
tanda-tanda vital seperti : tensi, nadi, pemafasan serta perfusi akral.
2) Protokol Khusus
a. Tindakan yang lain dari prosedur diatas dapat diambil setelah melakukan
jalur konsultasi dengan konsultan diatasnya.
b. Kesulitan dan kedaruratan saat operasi yang perlu diantisipasi :
c. Bila waktu melahirkan bayi, robekan meluas kelateral dan merobek arteri
uterina, perdarahan harus segera dikuasai dengan klem danjahitan.
d. Bila segmen bawah ada perlekatan hebat, varises berat, anak letak lintang
dan SBR yang belum terbentuk dipertimbangkan OBS korpore.
e. Bila kesulitan melahirkan anak pada irisan profunda dimungkinkan
untuk melakukan insisi I terbalik.

IGst Agung MAP,S.Ked


52
omasti
INDUKSI DAN AKSELERASI PERSALINAN
SERTA PROTAP OKSITOSIN INFUS
Induksi Dan Akselerasi Persalinan
1) Sebelum dimulai PASTIKAN apakah tidak ada KONTRA INDIKASI
(kelainan letak dan penempatan , plasenta previa , bekas seksio dll)
2) Induksi : merangsang uterus untuk memulai persalinan
3) Akselerasi : meningkatkan frekwensi , lama serta kekuatan his dalam
persalinan
4) Lebih berhasil bila skor pelvic (Bishop’s score) lebih dari/ 6

Bishop score for status of the cerviks


SCORE 0 1 2 3
Dilation 0 1-2 3-4 5+
Length of cerviks (cm) 3 2 1 0
Station -3 -2 -1 +1, +2
Consistency firm medium soft
Position posterior mid anterior
Score each component, then add scores for total Bishop score

5) Pada umumnya untuk akselerasi dibutuhkan jumlah tetesan infuse yang lebih
sedikit , oleh karena itu setiap mau menambah tetesan harus memperhatikan
his yang sudah timbul.
6) Bisa terjadi hiperstimulasi , timbulnya gawat bayi atau rupture uteri iminen
7) Ibu dengan infuse oksitosin tidak boleh ditinggal sendirian tanpa
pengawasan
Protap Oksitosin Infus
1) Dengan adanya Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal yang menjadi pegangan nasional serta akan menjadi bahan yang
akan diujikan pada ujian residen nasional maka dilakukan perubahan tata
cara oksitosin infuse yang mengacu pada buku tersebut.
2) Infus oksitosin 2,5 unit dalam 500 cc dekstrose (atau garam fisiologik) mulai
dengan 10 tetes per menit (Tabel 36.2 dan Tabel 36.3).
3) Naikkan kecepatan infuse 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai kontraksi
adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik) dan
pertahankan sampai terjadi kelahiran.

IGst Agung MAP,S.Ked


53
omasti

Tabel 36.2. Kecepatan infuse oksitosin untuk induksi persalinan


Waktu
Tetes Dosis Total
sejak Konsentrasi Volume
per (mIU/ volume
Induksi Oksitosin infuse
menit menit) infus
(jam)
2,5 unit dalam 500 ml
0,0 dekstrose atau garam 10 3 0 0
fisiologik (5 mIU/ml)
0,5 sama 20 5 15 15
1,0 sama 30 8 30 45
1,5 sama 40 10 45 90
2,0 sama 50 13 60 150
2,5 sama 60 15 75 225
5 unit dalam 500 ml
3,0 dekstrose atau garam 30 15 90 315
fisiologik (10 mIU/ml)
3,5 sama 40 20 45 360
4,0 sama 50 25 60 420
4,5 sama 60 30 75 495
10 unit dalam 500 ml
5,0 dekstrose atau garam 30 30 90 585
fisiologik (20 mIU/ml)
5,5 sama 40 40 45 630
6,0 sama 50 50 60 690
6,5 sama 60 60 75 765
7,0 sama 60 60 90 855

Tabel 36.3. Eskalasi cepat pada primigravida. Kecepatan infus


oksitosin untuk induksi persalinan
Waktu
Tetes Dosis Total
sejak Konsentrasi Volume
per (mIU/ volume
Induksi Oksitosin infuse
menit menit) infus
(jam)
2,5 unit dalam 500 ml dekstrose
0,0 15 4 0 0
atau garam fisiologik (5 mIU/ml)
0,5 sama 30 8 23 23
1,0 sama 45 11 45 68
1,5 sama 60 15 58 135
5 unit dalam 500 ml dekstrose
2,0 30 15 90 225
atau garam fisiologik (10 mIU/ml)
2,5 sama 45 23 45 270
3,0 sama 60 30 68 338
10 unit dalam 500 ml dekstrose
3,5 30 30 90 428
atau garam fisiologik (20 mIU/ml)
4,0 sama 45 45 45 473
4,5 sama 60 60 68 540
5,0 sama 60 60 90 630

4) Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi lebih dari 60 detik) atau lebih dari
4 kali kontraksi dalam 10 menit, hentikan infuse dan kurangi hiperstimulasi
dengan :
a. terbutalin 250 mcg i.v. pelan-pelan selama 5 menit, atau
b. salbutomal 5 mg dalam 500 ml cairan (garam fisiologik atau Ringer
Laktat) 10 tetes per menit.
5) Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama
lebih dari 40 detik) setelah infus oksitosin mencapai 60 tetes per menit :
IGst Agung MAP,S.Ked
54
omasti
a. Naikkan konsetrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml dekstrose
(atau garam fisiologik) dan sesuaikan kecepatan infus sampai 30 tetes
per menit (15 mIU/menit);
b. Naikkan kecepatan infus 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai
kontraksi adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik)
atau setelah infus oksitosin mencapai 60 tetes per menit.
6) Jika masih tidak tercapai kontraksi yang adekuat dengan kontraksi yang
lebih tinggi :
Pada multigravida, induksi dianggap gagal, lakukan seksio sesaria.
Pada primigravida, infus oksitosin bisa dinaikkan konsentrasinya yaitu:
 10 unit dalam 500 ml dekstrose (atau garam fisiologik) 30 tetes per
menit.
 Naikkan 10 tetes tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat
 Jika kontraksi tetap tidak adekuat setelah 60 tetes per unit (60 mIU
per menit), lakukan seksio sesaria
 Jangan berikan oksitosin 10 unit dalam 500 ml pada multigravida dan
pada bekas seksio sesarea

IGst Agung MAP,S.Ked


55
omasti
AMENORE
Batasan Amenore Primer
1) Sampai umur 14 tahun belum mendapat menstruasi disertai belum
berkembangnya tanda seks sekunder.
2) Sampai umur 16 tahun belum mendapat menstruasi, tanda seks sekunder
berkembang normal.
Batasan Amenore Sekunder
Sudah pernah menstruasi, kemudian tidak mendapat menstruasi selama 3 siklus
atau 6 bulan.
Amenore Primer
Pada amenore primer perlu diperiksa pertumbuhan payudara, ada tidaknya
uterus dan pada keadaan ada tidaknya uterus diperiksa hormon FSH dan LH atau
testosteron atau kariotyping.

Bagan Penanganan Amenore

GOLONGAN I GOLONGAN II GOLONGAN III GOLONGAN IV


Buah dada (-) Buah dada (+) Payudara (-) Payudara (+)
Uterus (+) Uterus (-) Uterus (-) Uterus (+)

FSH & LH TESTOSTERON (JARANG) Evaluasi seperti


KARYOTIPING Amenore
sekunder
Normal / Rendah Tinggi Rendah Tinggi
(sentral) (gonadal- XY
disgenesis) FSH/LH Tinggi
BBT Kariotyping Testosteron
(Female)

Foto Sella
Kariotyping
Tursica
Tes Anosmia XY Laparotomi
(S. Kallman)

RKH Testikular
XX XY Feminisasi Gonad (-) Gonad (+)

Testosteron
(Hanya bila ada Testis Angkat Angkat
tanda testosteron :
Hirsutism, klitoris Sesudah puber
membesar)

HRT
Rendah Tinggi LAP
HRT
(Biopsi/angkat)
VAGINOPLASTI
HRT

Terapi
Dengan mengikuti alur di atas maka pengobatan selanjutnya disesuaikan.

IGst Agung MAP,S.Ked


56
omasti

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL


Batasan
Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah perdarahan abnormal yang terjadi
di dalam atau di luar siklus haid, oleh karena gangguan mekanisme kerja poros
hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium tanpa disertai kelainan organik
baik dari genital maupun ekstragenital.
Patofisiologi
PUD dapat terjadi pada siklus ovulatorik, anavulatorik maupun pada keadaan
dengan folikel persisten.
1) Pada siklus ovulatorik.
a. Perdarahan pada pertengahan siklus haid atau bersamaan dengan haid.
b. Kadar estrogen rendah.
c. Progesteron terus terbentuk.
 Endometrium yang tebal dan rapuh.
 Pelepasan endometrium tidak bersamaan.
 Tidak terjadi kontraksi yang ritmis.
 Tidak ada kolaps jaringan.
2) Pada folikel persisten.
a. Sering pada masa perimenopause.
b. Jarang pada masa reproduksi.
c. Kadar estrogen tinggi.
d. Hiperplasia endometrium:
 Jenis simplek.
 Jenis kistik.
 Jenis adenomatus.
 Jenis atipik.
Gambaran klinik
1) Perdarahan dapat terjadi setiap waktu dalam siklus haid.
2) Perdarahan dapat bersifat sedikit-sedikit, terus menerus atau banyak dan
berulang-ulang.
3) Paling sering dijumpai pada usia menarche atau perimenopause.
Etiologi
1) Sulit diketahui dengan pasti.
2) Sering dijumpai pada:
a. Sindroma polikistik ovarii.
b. Obesitas.
c. Imaturitas dari poros hipotalamik-hipofisis-ovarium, misalnya: pada
menarche.
d. Gangguan kejiwaan, dll.
Diagnosis
1) Anamnesa.
a. Anamnesa yang cermat sangat penting.
b. Tanyakan usia menarche, siklus haid setelah menarche, lama dan jumlah
darah haid, latar belakang keluarga dan latar belakang emosionalnya.
2) Pemeriksaan umum:
a. Pemeriksaan umum untuk mengetahui kemungkinan adanya kelainan
yang menjadi penyebab perdarahan.
IGst Agung MAP,S.Ked
57
omasti
b. Pada gadis tidak dilakukan kuretase.
c. Pada wanita yang sudah menikah, sebaiknya dilakukan kuretase untuk
menegakkan diagnosis.
d. Pada pemeriksaan histopatologi, biasanya didapatkan endometrium yang
hiperplasia.
3) Diagnosis banding.
Semua perdarahan yang dapat menimbulkan perdarahan abnormal dari
uterus.
Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan.
1) membuat diagnosis PUD, dengan menyingkirkan kemungkinan kelainan
organik.
2) Menghentikan perdarahan.
3) Memperbaiki keadaan umum penderita, bila anemis diberi tranfusi dan haid
diatur.
A. Menghentikan perdarahan.
1) Kuretase, dilakukan untuk penderita yang sudah kawin.
2) Obat-obatan: (prioritas pilihan menurut urutan).
a. Estrogen:
 Biasanya dipilih estrogen alamiah seperti estrogen konyugasi.
Jenis estrogen yang lain adalah Etinil estradiol.
 Dosis: 25 mg i.v., diulang setiap 3-4 jam maksimal 4 kali
pemberian (bila perdarahan banyak).
b. Pregesteron:
 Tujuan adalah untuk memberikan keseimbangan pengaruh
pemberian estrogen.
 Progesteron yang dipilih adalah jenis progesteron yang
molekulnya mempunyai progesteron alamiah. Termasuk dalam
jenis ini adalah medroksi progesteron asetat (MPA) dan
progesteron.
 Dosis: 10-20 mg per hari (MPA) selama 7-10 hari, atau
Norethisteron 3 x 1 tablet, 7-10 hari.
a. Pil Kombinasi:
 Tujuan adalah: merubah endometrium menjadi reaksi
psudodesidual.
 Dosis: bila perdarahan banyak dapat diberikan 4 x 1 selama 7-10
hari kemudian dilanjutkan 1 x 1 selama 3-6 siklus.

IGst Agung MAP,S.Ked


58
omasti
Skema Penatalaksanaan PUD

PERDARAHAN UTERUS
DISFUNGSIONAL

Belum Menikah Sudah Menikah

Dilatasi-Kuretase / Mikro
Medika Mentosa Kuretase, PA

Simpleks Adenomato Kompleks


Simpleks Kistik
Atipik sa Atipik

Umur < 35 thn


Umur >
35 thn

Ingin Tidak Ingin


Anak Anak

 Provera Tab 2 X
 Picu ovulasi Estrogen- 50 mg selama 3-
 Progesteron 10 Progesteron 6 bln
mg/hr selama 10 hari  Dilatasi-Kuretase /  Dilatasi-Kuretase
sebelum haid Mikro Kuretase @ 3 bln / Mikro Kuretase @
3 bln

Semb Memb Semb Memb Semb


Tetap
uh aik uh aik uh

Henti Henti
Henti Lanjut Lanjut
kan kan Prover
kan kan kan
Peng Peng a
pengo pengo pengo
obata obata tablet
batan batan batan
n n

IGst Agung MAP,S.Ked


59
omasti
Dilatasi-Kuretase Dilatasi-Kuretase Dilatasi-Kuretase
/ Mikro Kuretase / Mikro Kuretase / Mikro Kuretase
@ 3 bln atau bila @ 3 bln atau bila @ 3 bln atau bila
perdarahan ulang perdarahan ulang perdarahan ulang

Tetap / Tetap / Tetap /


memburuk memburuk memburuk

Membur
Dosis dinaikkan Provera tablet
uk

Dilatasi-Kuretase Dilatasi-Kuretase
/ Mikro Kuretase / Mikro Kuretase
@ 3 bln atau bila @ 3 bln atau bila
perdarahan ulang perdarahan ulang

Histerek
Tetap/ memburuk Tetap/ memburuk
tomi

IGst Agung MAP,S.Ked


60
omasti
b. Senyawa Antiprostaglandin:
Pemakaian senyawa antiprostaglandin ini terutama diberikan pada
penderita dengan kontraindikasi memberikan estrogen progesteron,
misalnya kegagalan fungsi hati atau keganasan.

B. Mengatur haid
1) Segera setelah perdarahan berhenti, dilanjutkan terapi untuk mengatur
haid.
2) Untuk mengatur haid dapat diberikan:
 Pil KB selama 3–6 bulan.
 Progesteron 2 x 1 tablet selama 10 hari, dimulai pada hari ke 16-25
haid.

IGst Agung MAP,S.Ked


61
omasti
MENOPAUSE
Batasan
Haid terakhir yang masih dikendalikan oleh fungsi hormon endogen, dipastikan
setelah: amenore 12 bulan dan bila dilakukan pemeriksaan ditandai oleh kadar
FSH dan LH yang tinggi serta kadar estrogen dan progesteron yang rendah.
Menopause iatrogenik adalah pengangkatan kedua ovarium atau kerusakan
ovarium akibat radiasi atau penggunaan obat sitostatika, atau penyebab lainnya.
Gejala
1) Kulit:
 Kering/menipis.
 Gatal-gatal.
 Keriput.
 Kuku rapuh, berwarna kuning.
2) Tulang:
 Nyeri tulang/otot.
3) Mata:
 Kerato konjungtivitis sicca.
 Kesulitan menggunakan kotak lensa.
4) Rambut:
 Menipis.
 Tumbuh rambut di sekitar bibir, hidung, dan telinga.
5) Metabolisme:
 Kolesterol tinggi.
 HDL turun, LDL naik.
6) Jangka Panjang:
 Osteoporosis.
 Penyakit jantung koroner.
 Aterosklerosis.
 Stroke.
 Dimensia tipe Alzheimer (DAT).
 Kanker usus berat.
7) Jangka pendek:
 Gejolak panas.
 Jantung berdebar-debar.
 Sakit kepala.
 Keringat banyak malam hari.
8) Psikologi:
 Perasaan takut, gelisah.
 Mudah tersinggung.
 Lekas marah.
 Tidak konsentrasi.
 Perubahan perilaku.
 Depresi.
 Gangguan libido.
9) Urogenital:
 Nyeri sanggama.
 Vagina kering.
 Keputihan/infeksi.
 Perdarahan pasca sanggama.
IGst Agung MAP,S.Ked
62
omasti
 Infeksi saluran kemih.
 Gatal pada vagina/vulva.
 Iritasi.
 Prolaps uteri/vagina.
 Nyeri berkemih.
 Inkontinensia urine.

Diagnosis
1) Usia 40-65 tahun.
2) Keluhan sesuai gejala klinis.
3) Amenore lebih dari 6 bulan.
4) Lab : FSH lebih dari 20 IU/ml.
5) E2 kurang dari 50 pg/ml.

2.Tujuan
1. Mengetahui batasan menopause
2. Mengetahui gejala menopause
3. Mampu mendiagnosis menopause
4. Mengetahui penatalaksanaan menopause

3.Kebijakan
- Pelayanan dilaksanakan oleh residen yang kompeten untuk kasus ini
sesuai dengan jenjang pendidikan dengan bimbingan konsultan jaga
atau supervisor ruangan.
- Pada kasus-kasus yang khusus ,perawatan atau penanganan pasien
agar dikonsulkan ke sub.bagian FER

5. Prosedur
Terapi
1) Tanpa uterus.
Estrogen kontinyu 1 x 0,625 mg (25 hari).
2) Menopause alamiah.
a. Sekuensial: Estrogen konjugasi 1 x 0,625 mg (25 hari), ditambah 10 hari
terakhir MPA 1 x 10 mg.
b. Kontinyu: Estrogen konjugasi 1 x 0,625 mg dan Progesteron. 1 x 10 mg.

IGst Agung MAP,S.Ked


63
omasti
Skema Penatalaksanaan Menopause

Menopause
Usia > 40 tahun dan < 40 tahun

Keluhan (+) Keluhan (-)

Tidak ada Tidak ada


sarana sarana
Ada sarana
Usia amenore Usia amenore
> 6 bulan > 6 bulan

Pencegahan Konsultasi
 FSH, E2 Bagian Lain
 sitologi Vagina
 Densitometer
tulang Konsultas Tidak Ada
 USG calcaneus i Kelainan
HRT
 Rontgen tulang Bagian
Lain

 FSH > 40 IU/ml Observasi


 E2 < 30 pg/ml
 Sitologi : atrofi Terapi/ Terapi
 Osteoporosis Pencegahan
Timbul
(+)
Keluhan Atau
Menopause >1
 FSH & E2 Pencegahan
tahun tanpa
Normal keluhan
 Osteoporosis (+)

IGst Agung MAP,S.Ked


64
omasti
PENANGANAN INFERTILITAS
Bagan Alir Penanganan Pasutri Dengan Infertilitas

Pasangan Suami-Istri
Dengan Infertilitas

Poliklinik Infertilitas : Singkirkan :


 Wawancara  Amenore
 Pemeriksaan Fisik  Galaktore
Umum
 Pemeriksaan Genital
Terapi sesuai
Siklus Haid Spontan temuan

Sperma Analisa

Normal Abnormal

Post Coital Test Ulang SA 2-3


Terjadwal kali interval 1
bulan

Normal Abnormal Tetap


Abnormal
Ulang 1 Siklus
Usia Ibu Umur > Dgn Ethinil Konsultasi
<30 thn 30 Estradiol Bagian
thn dan Andrologi
atau
Kawin > 2
thn
 Induksi dgn CC 3
siklus
 Monitoring Folikel Kualitas Penetrasi
(TVS) Lendir Sperma (-)
 Senggama Serviks Jelek
Terjadwal

Laparosko Laparosko
pi pi
Tidak Hamil
Diagnosti Diagnosti
k k

Normal Abnormal Normal

Konservat I.U.I. 6
if Siklus
IGst Agung MAP,S.Ked
65
omasti

Hamil (-) I V F Hamil (-)

Catatan:
 PCT : Post Coital Test
 EE : Etinyl Estradiol
 IUI : Intra Uterine Insemination
 IVF : In Vitro Fertilization
Uji Mukus Serviks Dan Uji Pasca Sanggama(Post Coital Test/PCT)
1) Tujuannya adalah mengevaluasi faktor serviks pada pasangan infertil dengan
haid spontan, tanpa galaktore.
2) Prosedur:
a. Pasangan diminta tidak bersanggama 3 hari sebelum pemeriksaan.
b. Sanggama pada hari pemeriksaan dilakukan pada dini hari/pagi-pagi dan
pemeriksaan dilakukan 2–8 jam setelah sanggama, pada hari XII
menstruasi.
c. Istri dibaringkan pada meja ginekologi.
d. Mulut rahim ditampakkan dengan menggunakan spekulum yang kering.
e. Dengan spuit tuberculin + abbocath sediaan diambil dari forniks
posterior, dan ditaruh di gelas objek, ditutup dengan gelas penutup
(sediaan UPS I).
f. Mulut rahim dibersihkan dengan kapas kering.
g. Dengan spuit tuberculin lain lendir serviks diambil dari kedalaman 1-2,5
cm, dilihat jumlah lendir (ml), dan ditaruh di gelas objek kemudian
ditutup dengan gelas penutup.
h. Gelas penutup diangkat untuk menilai pembenangan (senti meter).
i. Selanjutnya diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 x.
j. Setelah pemeriksaan UPS selesai dilanjutkan dengan melihat apakah
terdapat sel-sel radang kuman atau parasit.
k. Selanjutnya gelas objek dikeringkan perlahan-lahan pada nyala api
alkohol, dan diperiksa sekali lagi di bawah mikroskop, untuk menilai
daya mendaun pakis.
3) Penilaian:
a. Uji Mukus Serviks.

Skor
0 1 2 3
Jumlah (ml) 0 0,1 0,2  0,3
Spinbarkeit
<1 1-4 5-8 >8
(cm)
Daya
Bentu Ada cabang Ada cabang
mendaun Tidak
k tdk pertama & ketiga dan
pakis (fern ada
jelas kedua keempat
test)
Sangat Kental
Viskositas Kental ringan Encer
kental sedang
Jumlah sel
> 20 11-20 1-10 0
radang

IGst Agung MAP,S.Ked


66
omasti
Interpretas Skor 15 : Skor 10-14 :
Skor < 10 : jelek
i: optimal, baik,

b. Uji Pasca Sanggama (UPS/PCT)


Jumla Motalitas (%)
h Kualitas
Sediaan Kuantit
Sperm
as 0 1 2 3
a
Forniks
posterior
Endoserviks
Kualit Kuantitas : 1+2+3
as :
0 : Tidak Bergerak Memuask 20 sperma
an dengan
1 : Bergerak ditempat : skor 3
2 : bergerak lambat lurus atau Jelek : < 10
tidak lurus sperma
3 : bergerak maju cepat dan lu
Inseminasi Intra Uterin

Inseminasi Intra Uterin

Inseminasi intra uterin adalah salah satu tehnik inseminasi semen yang
dilakukan intra uterin, sebagai bagian dari ruang lingkup inseminasi artifisial
yang dapat juga dilakukan intra vaginal, intra servikal dan intra peritoneal. IUI
di Rumah Sakit Sanglah hanya dilakukan dengan semen suami (Tidak boleh
donor).
Seleksi Penderita
Inseminasi termasuk pada tindakan “pengobatan” sehingga sebelumnya harus di
dahului dengan pemeriksaan infertilitas dasar meliputi faktor suami (AS), faktor
serviks (UPS), faktor uterus, tuba dan peritoneum (HSG/histeroskopi dan atau
Laparoskopi), serta faktor ovulasi.
Kontra Indikasi IUI
1) Patologi Tuba.
2) Infeksi traktus genitalia.
3) Abnormalitas semen yang berat.
4) Abnormalitas genetik suami.
5) Perdarahan-perdarahan yang tidak diketahui penyebabnya.
6) Massa pelvis.
7) Wanita tua.
8) Infertilitas dengan penyebab multipel.
9) Pelvic surgery.
10) Keadaan dimana kehamilan merupakan kontra indikasi.
11) Penyakit berat pada pasangan/keduanya.
12) Mendapat Kemoterapi/Radioterapi.
13) Kegagalan IUI yang berulang (lebih dari 6 siklus).
Indikasi IUI
1) Faktor serviks.
IGst Agung MAP,S.Ked
67
omasti
2) Gangguan Ovulasi.
3) Endometriosis ringan.
4) Faktor Imunologi.
5) Faktor suami.
6) Unexplained Infertility.

HCG(malam) Inseminasi Support Iuteal II

Induksi Ovulasi Support Iuteal I


34-36 Jam

1 2 3 12 Haid hari 14
“0” “+4” “+7” “+16”
 TVS
 Lab : LH, FSH,E2, &
PRL Lab hormon:
 hCG, E2
 TVS
 Lab. : E2 (pagi)

BAYI TABUNG
(IVF = IN VITRO FERTILIZATION)
(ET = EMBRYO TRANSFER)

Indikasi
1. Kerusakan kedua tuba.
2. Faktor suami.
3. Faktor serviks abnormal.
4. Faktor Imunologik.
5. Infertilitas yang tidak diketahui penyebabnya.
6. Infertilitas karena endometriosis.
Syarat
1. Telah dilakukan pengelolaan infertilitas selengkapnya.
2. Indikasi jelas.
3. Telah memahami secara umum langkah-langkah prosedur IVF.
4. Informed Consent.
5. Mampu membiayai prosedur, dan jika berhasil mampu menjaga kehamilan,
membiayai persalinan dan membesarkan bayi.
Tahapan Pelaksanaan
1. Pemeriksaan penyaring pasutri.
2. Pemilihan protokol stimulasi.
3. Stimulasi indung telur yang dijadwalkan.
4. Pemantauan perkembangan folikel.
5. Pengambilan oosit (ovum pick up).
6. Persiapan dan prosedur Lab.
7. Perkembangan embryo dalam medium biakan.
8. Transfer Embryo.
9. Pemantauan & support fase luteal.
10. Diagnosis kehamilan.
11. Analisa sebab kegagalan.
IGst Agung MAP,S.Ked
68
omasti
12. Perawatan obstetrik.
Tabel Waktu Program IVF Short Protocol

1
HCG 5.000 – 10.000 IU
(malam)
2
ET
3
Gonadotropin
75-225 mg(1-4 Amp)
OPU Luteal Support I hCG
Buserelin 1.500 IU
0,2 mg (0,2cc)

“2”
Haid hari ke- “3” “9” “11” “13” “0” “3” “5” “8” “11” “15”

TVS + 34 – 36 jam
-hCG
Lab : dan E2
 LH, FSH, E2, Prl TVS dan E2
 MAR Direk, Hb, WBC,
PLT, PVC, UL, BUN/SC,
LFT, HbsAg, HIV (?)

Tabel Waktu Program IVF long Protocol

1
HCG 5.000 – 10.000 IU
(malam) 2
ET
3
Gonadotropin
75-225 mg(1-4 Amp) OPU Luteal Support I hCG
Buserelin 1.500 IU
Buserelin
0,4 mg (0,4cc) 0,2 mg (0,2cc)

-2 -21 0 Haid hari ke- 7 9 11 “0” “3” “5” “8” “11” “15”

TVS + 34 – 36 jam
-hCG
Lab : dan E2
 LH, FSH, E2, Prl TVS dan E2
 MAR Direk, Hb, WBC,
PLT, PVC, UL, BUN/SC,
LFT, HbsAg, HIV (?)

IGst Agung MAP,S.Ked


69
omasti

SUB. BAGIAN
GINEKOLOGI ONKOLOGI

IGst Agung MAP,S.Ked


70
omasti

ABORTUS
Batasan
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum viabel, disertai atau tanpa
pengeluaran hasil konsepsi.
Insiden abortus  10-15% kehamilan.
Klasifikasi
1) Menurut mekanisme terjadinya:
a. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya, tanpa
provokasi dan intervensi.
b. Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi karena diprovokasi, yang
dibedakan atas:
 Abortus provokatus terapeutikus; yaitu abortus provokatus yang
dilakukan atas indikasi medis dengan alasan bahwa kehamilan
membahayakan ibu dan atau janin.
 Abortus provokatus kriminalis; yaitu abortus provokatus yang
dilakukan tanpa indikasi medis.
2) Menurut klinis:
a. Abortus Iminens.
b. Abortus Insipiens.
c. Abortus Inkomplit.
d. Abortus Komplit.
e. Abortus Habitualis.
f. Abortus Infeksiosus.
g. Missed Abortion.
Etiologi
1) Kelainan hasil konsepsi oleh karena kelainan ovum atau spermatozoa:
a. Blighted ova.
b. Kelainan kromosom trisomi atau monosomi.
2) Kelainan Bentuk Uterus:
a. Mioma uterus.
b. Inkompeten serviks.
3) Penyakit-penyakit ibu :
a. Hipertensi.
b. Diabetes mellitus.
c. Infeksi seperti toksoplasma dan sifilis.
d. Kelainan imunologis inkompatibilitas rhesus dan ABO.
e. Gangguan psikologi.
f. Trauma.
g. Malnutrisi.
IGst Agung MAP,S.Ked
71
omasti
Patofisiologi
Proses terjadinya adalah berawal dari perdarahan pada desidua basalis yang
menyebabkan nekrosis jaringan diatasnya. Selanjutnya sebagian atau seluruh
hasil konsepsi terlepas dari dinding uterus. Hasil konsepsi yang terlepas menjadi
benda asing terhadap uterus sehingga akan dikeluarkan langsung atau tertahan
untuk beberapa waktu.
Komplikasi
1) Perdarahan ringan sampai berat.
2) Infeksi ringan sampai dengan berat.
3) Kelainan fungsi pembekuan darah.
Gejala Klinis dan Penatalaksanaan

A. Abortus Iminens
1) Gejala klinis:
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Perdarahan pervaginam.
d. Nyeri perut bagian bawah derajat ringan, dan
e. Vaginal toucher didapatkan osteum uteri tertutup dan tinggi fundus
uterus sesuai dengan umur kehamilan.
2) Penatalaksanaan:
a. Rawat jalan.
b. Banyak istirahat, hindari hubungan seksual.
c. Medikamentosa (kalau perlu):
 Penenang: Luminal, Diazepam.
Diazepam 3 kali 2 mg, per oral selama 5 hari atau
Luminal 3 kali 30 mg.
 Tokolitik: Papaverin, Isoksuprine.
Isoksuprine 3 kali 10 mg per oral selama 5 hari.
 Plasentotrofik:
Allylesterenol 10 mg, 3 kali 1 tab.
d. Bila penyebab diketahui maka dilakukan terapi terhadap penyebab.
e. Pada kasus tertentu seperti abortus habitualis dan riwayat infertilitas
dilakukan rawat inap.

B. Abortus Insipiens
1) Gejala Klinis:
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Perdarahan pervaginam banyak.
d. Nyeri perut bagian bawah derajat sedang- berat, dan
e. Vaginal toucher didapatkan osteum uteri terbuka, ketuban utuh, dan
tinggi fundus uterus sesuai dengan umur kehamilan.
2) Penatalaksanaan:
a. Perbaikan keadaan umum.
b. Umur kehamilan kurang dari 12 minggu dilakukan kuretasi, lebih
dari12 minggu dilakukan oksitosin titrasi dan kuretase.
c. Medikamentosa.
 Metil ergometrin 3 kali 5 mg per oral selama 5 hari.
 Amoksisilin 3 kali 500 mg per oral selama 5 hari.
IGst Agung MAP,S.Ked
72
omasti
C. Abortus inkomplit
1) Gejala Klinis:
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Perdarahan pervaginam banyak.
d. Nyeri perut bagian bawah derajat berat, dan
e. Vaginal toucher didapatkan osteum uteri terbuka teraba jaringan
kehamilan dan tinggi fundus uterus lebih kecil dari umur kehamilan.
2) Penatalaksanaan:
a. Perbaikan keadaan umum.
b. Kuretase dengan atau tanpa digital plasenta pre kuretase.
c. Medikamentosa.
 Metilergometrin 3 kali 5 mg per oral selama 5 hari.
 Amoksisilin 3 kali 500 mg per oral selama 5 hari.

D. Missed Abortion
1) Gejala Klinis:
a. Tanda-tanda kehamilan.
b. Perdarahan atau tanpa perdarahan pervaginam, dan
c. Tinggi fundus uterus sesuai/ lebih kecil dari umur kehamilan.
2) Penatalaksanaan:
a. Persiapan evakuasi poliklinis dan periksa faal hemostasis.
b. Evakuasi tergantung umur kehamilan:
 Umur kehamilan kurang dari 12 minggu dilakukan kuretase
langsung.
 Umur kehamilan lebih dari 12 minggu diberikan:
 Estradiol benzoas 2 kali 20-40 mg atau i.m. selama 3 selama
5 hari.
 Rawat inap; dipasang stiff laminaria 12-24 jam, dan
 Titrasi oksitosin atau Prostaglandin seperti Prostin E.

E. Abortus infeksiosus
1) Gejala Klinis:
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Sering diawali oleh abortus provokatus.
d. Febris.
e. Perdarahan pervaginam.
f. Nyeri supra pubik, dan
g. Tinggi fundus uteri sesuai atau lebih kecil umur kehamilan, nyeri
tekan, osteum uteri terbuka atau tertutup, dan flour panas dan atau
berbau.
2) Penatalaksanaan:
a. Perbaikan keadaan umum.
b. Antipiretik injeksi 2 cc i.m.
c. Sulbenisilin 3 kali l g, Gentamisin 2 kali 80 gr, Metronidazol supp 3
kali 1 gr.
d. Kuretase dilakukan dalam tempo 6 jam bebas panas atau dalam
waktu 12-24 jam apabila panas tidak turun.

IGst Agung MAP,S.Ked


73
omasti

ASPIRASI VAKUM MANUAL (AVM) PADA ABORTUS INKOMPLIT

Batasan
Aspirasi Vakum Manual (AVM) adalah merupakan salah satu cara efektif untuk
tindakan penanganan terhadap abortus inkomplit. Dilakukan dengan cara
mengisap sisa hasil konsepsi dari kavum uteri dengan tekanan negatif (vakum).

Prinsip-prinsip dalam teknik melakukan AVM


- Hanya dilakukan pada abortus inkomplit hingga usia kehamilan 12–14 minggu
(trimester pertama), serta dapat dilakukan tanpa anestesi umum. Dari hasil
beberapa penelitian dikatakan bahwa AVM memberikan risiko yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan kuretase tajam.
- Evakuasi sisa hasil konsepsi abortus inkomplit pada usia kehamilan diatas 14
minggu (trimester kedua) dapat dilakukan dengan Dilatasi dan Evakuasi (D&E).
Risiko komplikasi yang dihadapi diantaranya perdarahan yang hebat dan
perforasi. Oleh karena itu tindakan ini harus dilakukan dengan perlindungan
oksitosin drip (200 unit oksitosin dalam500 ml ciran infus, dengan kecepatan
30–40 tetes permenit) serta persiapan transfusi. Tindakan evakuasi
menggunakan kanula dan tabung AVM, sebaiknya dikombinasi dengan
penggunaan klem ovum (klem Fenster/Foerster) sebagai upaya pembersihan
pendahuluan.
- Dilatasi serviks jika perlu dilakukan untuk mendapatkan ukuran yang sesuai
dengan diameter kanula yang hendak dimasukkan ke dalam kavum uteri.
- Mula-mula dimasukkan kanula (yang sesuai dengan bukaan serviks) ke dalam
kavum uteri.
- Setelah itu hubungkan kanula dengan tabung pengisap (yang telah disiapkan
tekanan negatifnya) melalui adaptor.
- Buka katup pengatur di bagian depan tabung sehingga tekanan negatif (sekitar
satu atmosfir atau 26 inchi/660 mmHg) mulai mengisap masa sisa hasil konsepsi
di dalam kavum uteri.
- Kanula digerakkan maju-mundur sambil dirotasikan ke kanan dan ke kiri
sehingga meliputi semua permukaan dalam dinding uterus.
- Tekanan negatif atau vakum tersebut akan menarik massa kehamilan melalui
IGst Agung MAP,S.Ked
74
omasti
kanula ke dalam tabung penghisap.
- Setelah dipastikan kavum uteri bersih dari sisa hasil konsepsi, tindakan selesai.

IGst Agung MAP,S.Ked


75
omasti
BAGAN
Langkah evaluasi dan penatalaksanaan
Pasien dengan abortus inkomplit yang ditangani dengan AVM

Bila ditemui syok,segera


Penampilan Langkah awal Lakukan stabilisasi
Wanita usia reproduksi : Nilai tanda syok ( penatalaksanaan syok )
 Terlambat haid Nadi cepat, lemah
 Perdarahan Hipotensi
 Kram atau nyeri perut Pucat, berkeringat Setelah syok teratasi,
bawah Gelisah, apatis atau tidak lanjutkan evaluasi klinis
 Keluar massa kehamilan sadar
 Demam, mengigil Temperatur > 38  C
EVALUASI KLINIS

Anamnesa HPHT, terlambat haid, lama, jumlah perdarahan, lama/intensitas kram,


kontrasepsi yang digunakan, nyeri perut/punggung, alergi, gangguan
perdarahan/pembekuan
Px Fisik Tanda vital, pemeriksaan jantung, paru abdomen dan ekstremitas
Px Vagina Tanda-tanda gangguan sistemik ( sepsis, perdarahan intra abdomen )
Trauma vagina/serviks, pus, nyeri tekan/goyang, besar/arah/konsistensi uterus,
Lain-lain dinding perut tegang, derajat abortus
Bersihkan massa kehamilan, konfirmasi Rh negatif dan pemberian TT

PENATALAKSANAAN

Perdarahan ringan Perdarahan hebat Trauma intra abdomen Infeksi/Sepsis


hingga sedang
Jumlahnya Perut kembung Demam, menggigil
banyak, Bising usus Sekret berbau
Kain pembalut Segar, dengan atau melemah Riwayat abortus
tanpa Dinding perut provokatus
tidak basah setelah bekuan tegang Nyeri perut
5 menit Pembalut, handuk Nyeri ulang-lepas Perdarahan lama
atau pakaian, Mual, muntah Gejala seperti
Darah segar tanpa segera basah oleh Nyeri punggung influenza
bekuan darah Demam
Pucat Nyeri perut, kram
Darah campur
lendir Pikirkan Tangani sesuai abortus
Bila komplikasi kemungkinan infeksiosus
Setelah itu lakukan AVM
teratasi dan pasien perforasi uterus
stabil, lakukan Tunda AVM
Lakukan AVM AVM

IGst Agung MAP,S.Ked


76
omasti
LEKORE
Batasan
Adalah setiap pengeluaran cairan pervaginam lebih dari normal dan bukan
darah. Lekore bukanlah penyakit tersendiri tetapi merupakan gejala yang
menunjukkan keadaan fisiologis dan patologis.
Jenis Lekore

Lekore fisiologis
1) Bayi baru lahir.
2) Sekitar menarche.
3) Keinginan seks meningkat.
4) Sekitar ovulasi, dan
5) Kehamilan.

Lekore Patologis
A. Pada infeksi genitalia
1) Trickomonas Vaginalis.
a. Gejala Klinis berupa flour encer sampai kental,.warna
kekuningan, berbau, rasa gatal sampai membakar, dan
disuria.
b. Diagnosis.
 Gejala klinis seperti diatas.
 Inspekulo lekore seperti diatas, tanda peradangan, dan
bintik-bintik merah pada vagina (fly bitten).
 Preparat basah (PZ): parasit lonjong berflagella dengan
gerakan lincah.
c. Terapi.
Ditujukan pada penderita dan pasangan seksualnya.
 Perempuan (penderita):
 Metronidazole 2 kali 500mg per oral selama 5 hari.
 Metronidazole supp pervaginam.
 Canesten SD l kali.
 Laki-laki pasangan seksual:
 Metronidazole 2 kali 500 mg selama 5 hari per oral.
2) Vaginosis bakterial oleh Gardenella. vaginalis.
a. Gejala klinis lekore agak lengket dan terasa gatal, berbau
amis seperti bau ikan tuna.
b. Kriteria diagnosis:
 sekret vagina putih homogen dan lengket.
 tes amin positip.
 Clue-cell positip, dan
 pH cairan vagina lebih dari 4,5.
c. Terapi.
Terapi ditujukan kepada penderita dan pasangannya.
 Metronidazole 2 kali 500 mg selama 7 hari per oral.
 Klindamicin 2 kali 300 mg selama 7 hari per oral.
3) Candida Albicans.
a. Gejala: lekore seperti susu basi, warna kehijauan, berbau
dan gatal, dan terasa panas dan nyeri.
IGst Agung MAP,S.Ked
77
omasti
b. Diagnosis.
 Gejala klinis.
 Sekret vagina seperti susu basi, tanda radang, biten
apparence, dan
 mudah berdarah.
 Preparat Gram tampak hifa jamur positif.
c. Terapi.
 Ketokonazole l50 mg, l kali dosis tunggal per oral.
 Trikonazole 2 kali 500 mg selama selama 5 hari per
oral.
4) Nesseria. Gonore.
a. Kriteria diagnosis:
 Sekret vagina kuning, nyeri dan panas, disuria, kadang
kala disertai
 bartholinitis, servisitis akut.
 Preparat Gram diplokokus berpasangan ekstra seluler.
b. Terapi.
 Ampisilin 1000 mg dosis tunggal, atau
 Thiamfenikol 1000 mg dosis tunggal.
5) C. Trakhomatis.
a. Kriteria diagnosis:
 Sekret vagina tidak khas, disuria, lekore, dan ektopi
hiperkeratik pada porsio.
 Preparat kultur pengecatan Gram dan Polymerase Chain
Reaction (PCR).
B. Benda asing pada anak-anak.
C. Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim.
D. Degenerasi jinak.
E. Degenerasi ganas.

IGst Agung MAP,S.Ked


78
omasti
KEHAMILAN EKTOPIK
Batasan
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana ovum yang dibuahi berimplantasi
dan tumbuh di tempat yang tidak normal; termasuk kehamilan servikal dan
kehamilan kornual.
Patofisiologi
Kehamilan ektopik terutama akibat gangguan transportasi ovum yang telah
dibuahi dari tuba Fallopii ke rongga rahim, selain akibat kelainan ovum yang
dibuahi itu sendiri adalah predisposisi kehamilan ektopik.
Faktor risiko
1) Gangguan transportasi hasil konsepsi:
a. Radang panggul.
b. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).
c. Penyempitan lumen tuba akibat tumor.
d. Tindakan operasi pada tuba pasca bedah mikro, dan
e. Abortus.
2) Kelainan Hormonal:
a. Induksi ovulasi.
b. Invitro fertilisasi (IVF).
c. Ovulasi yang terlambat, dan
d. Trasmigrasi ovum.
3) Penyebab yang masih diperdebatkan:
a. Endometriosis.
b. Cacat bawaan.
c. Kelainan kromosom.
d. Kualitas sperma, dan sebagainya.
Pembagian
Menurut lokasi maka kehamilan ektopik dibagi atas:
1) Kehamilan Tuba (95-98%) yaitu:
a. Kehamilan tuba pars interstitial.
b. Kehamilan tuba pars ismika.
c. Kehamilan tuba pars ampularis.
d. Kehamilan tuba pars infundibularis.
e. Kehamilan tuba pars fimbrialis.
2) Kehamilan Ektopik pada uterus:
a. Kehamilan servikalis dan
b. Kehamilan kornual.
3) Kehamilan Ovarium.
4) Kehamilan Abdominal.
a. Primer dan
b. Sekunder.
5) Kehamilan kombinasi, dimana kehamilan ektopik dan kehamilan intra uterus
didapatkan bersamaan.
Gejala Klinis
1) Bervariasi.
2) Pada Kehamilan Ektopik yang belum terganggu:
 Terdapat gejala-gejala seperti kehamilan normal yakni amenore, mual,
muntah, dan lainnya.
IGst Agung MAP,S.Ked
79
omasti
 Pada pemeriksaaan fisik didapatkan rahim membesar dan tumor di
daerah adneksa.
 Trias klasik yang sering didapatkan adalah amenore, perdarahan, dan
nyeri abdomen.
3) Kehamilan Ektopik Terganggu.
Disamping gejala-gejala di atas, didapatkan gejala-gejala akut abdomen
akibat pecahnya kehamilan ektopik dan gangguan hemodinamik berupa
hipovolemik akibat perdarahan.

Diagnosis dan Penatalaksanaan

KEHAMILAN EKTOPIK

Tidak terganggu Terganggu


(Observasi KE) (Curiga KET)

Akut (KET)
MRS, Rapid Test, USG Kronik
Douglas
Transvaginal (Hemato
Punctie
Obs 24 jam T/N/R/ Keluhan / Hb cele)
(KP)

GS (+)
Intra Uteri

GS (-) / GS (+)
PPT (-) Extra Uteri

GS (-)/
PPT (+)

Bukan KE Laparotomi/Proof Lap

IGst Agung MAP,S.Ked


80
omasti

PENYAKIT RADANG PANGGUL

Batasan
Adalah penyakit peradangan organ genitalia diatas niveu orifisium uteri
internum; termasuk endometritis, miometritis, pelvik selulitis, salpingitis,
salpingo-oovoritis, pelvioperitonitis, dan abses (abses tubo-ovarial dan abses
kavum Douglasi).
Klasifikasi
1) Penyakit Radang Panggul.
2) Infeksi yang berhubungan dengan abortus.
3) Infeksi pada masa nifas.
4) Infeksi pasca operasi.
5) Sekunder dari organ lain.
Patofisiologi

1) Gangguan barier fisiologis.


Secara fisiologis kuman mengalami hambatan mekanik, biokemik, dan
imunologik pada:
a. Vagina.
b. Ostium uteri eksternum.
c. Kavum uterus (deskuamasi endometrium), dan
d. Lumen tuba uterina Fallopii.
Barier fisiologis terganggu pada keadaan-keadaan perdarahan, abortus,
instrumentasi kanalis servikalis, dan abortus.

2) Vektor.
a. T. Vaginalis dapat menembus barier fisiologik bergerak sampai tuba

Falopii di mana E. Coli dapat melekat pada T. Vaginalis.

b. Spermatozoa dapat sebagai vektor kuman N. Gonorea, U. Urealitika, dan


C Trachomatis.

3) Faktor risiko.
a. Aktivitas seksual.
Pada saat orgasme terjadi kontraksi uterus yang dapat menarik sperma
dan kuman-kuman yang lain ke dalam kavum uterus melalui kanalis
servikalis.
b) Haid.
Periode paling rawan untuk radang panggul adalah minggu pertama haid.
Jaringan nekrotik merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan
N. Gonorea.

IGst Agung MAP,S.Ked


81
omasti
Gejala Klinik

1) Pemeriksaan Fisik.
a. Suhu meningkat disertai takikardia.
b. Nyeri suprasimfiser biasanya bilateral.
c. Rebound tendernes, dan
d. Dapat disertai menoragia, metroragia, dan ileus paralitik.

2) Pemeriksaan Ginekologik.
a. Nyeri dan pembengkakan labia sekitar kelenjar Bartholin.
b. Lekore.
c. Perdarahan oleh karena endometritis.
d. Nyeri di daerah para rektum.
e. Di daerah adneksa teraba massa bila terbentuk abses, dan
f. Peradangan akut serviks.
g. Abses pecah memberikan gambaran khas yaitu nyeri mendadak pada
perut bagian bawah, mulai daerah sekitar abses pecah menjalar ke
seluruh dinding perut yang mengakibatkan peritonitis generalisata, dan
h. Anemia dapat dijumpai pada abses pelvik yang telah berlangsung
beberapa minggu.
Diagnosis
Berdasarkan kriteria Infection Disease Society for Obstetric & Gynecology
(USA, 1983):
1) Kriteria mayor:
 Nyeri tekan pada abdomen dengan atau tanpa rebound.
 Nyeri bila serviks uterus digerakkan, dan
 Nyeri pada adneksa.
2) Disertai oleh salah satu atau lebih hal di bawah ini:
 Mikroorganisme patologi pada sekret endoserviks.
 Suhu rektal diatas 38°C.
 Leukosit lebih dari 10.000/mm3.
 Pus dalam kavum peritoneum (dengan kuldosintesis atau laparoskopi).
 Abses padat pada pemeriksaan bimanual atau USG.
Klasifikasi

Derajat Deskripsi
Derajat I Radang panggul tanpa penyulit, terbatas pada tuba dan
ovarium, dengan atau tanpa pelvio-peritonitis
Derajat II Radang panggul dengan penyulit, didapatkan massa radang
atau abses pada kedua tuba atau ovarium
Derajat IIII Radang panggul dengan penyebaran diluar organ-organ
pelvik

Diagnosis Banding
1) Kehamilan Ektopik Terganggu.
2) Abortus septik.
3) Ruptur kista.
4) Apendisitis.

IGst Agung MAP,S.Ked


82
omasti
Penyulit
1) Jangka pendek/segera: pembentukan abses, peritonitis, peri-hepatitis, dan
selulitis.
2) Jangka panjang: infeksi berulang, infertilitas, hamil ektopik, dan nyeri kronik.

Penatalaksanaan

A. Rawat jalan untuk Penyakit Radang Panggul Derajat I.


1) Antibiotika:
a. Amoksisilin 3 gr x/hari selama 1 hari.
b. Thiamfenikol: 3,5 gr per oral pada hari pertama.
c. Dilanjutkan dengan 4 x 500 mg/hari/per oral selama 7-10 hari.
d. Eritromisin: 4x 500 mg/hari/per oral selama 7-10 hari.
2) Analgetik.

B. Rawat Inap untuk Penyakit Radang Panggul Derajat II dan III.


1) Antibiotika.
a. Kombinasi I.
 Ampisilin 4 x 1-2 gr/hari iv selama 5-7 hari.
 Gentamisin 5 mg/Kg BB/hari im/iv 2 x /hari selama 5-7 hari.
 Metronidazole 1 g rektal supp 2 x/hari selama 5-7 hari.
b. Kombinasi II.
 Sefalosporin generasi III, 2-3 x l g/hari selama7 hari.
 Metronidazole 1 g rektal supp, 2 x/hari selama 5-7 hari.
2) Analgetik.

IGst Agung MAP,S.Ked


83
omasti

ABSES TUBO OVARIAL

Batasan
Abses Tubo Ovarial (ATO) adalah radang bernanah yang terjadi pada ovarium
dan atau tuba fallopii unilateral/bilateral.
Patofisiologi
Bakteri menyebar dari vagina ke uterus, tuba fallopii (salpingitis), ovarium
(oovoritis) secara tersendiri atau bersama-sama. Mekanisme pembentukan ATO
belum jelas, pada permulaan proses lumen tuba masih terbuka, eksudat
menyebar dari fimbria dan menyebabkan peritonitis; ovarium terkena dan
mengalami peradangan di daerah tempat ovulasi. Proses ini dapat hanya
mengenai tuba dan ovarium; dapat pula mengenai organ-organ yang lain
misalnya kandung kemih.
Gejala Klinik
Gejala klinis bervariasi:
1) Ringan tanpa keluhan.
2) Berat dengan keluhan.
a. Suhu badan naik, akut abdomen sampai syok septik.
b. Nyeri panggul dan nyeri perut bagian bawah.
c. Febris pada 60-80% kasus.
d. Takikardia.
e. Ileus, dan
f. Pembentukan massa.
Diagnosis
1) Gejala klinis seperti diatas.
2) Leukositosis lebih dari 12.000 dan peningkatan LED.
3) Tanda-tanda ileus (Rontgen BOF).
4) Massa di adneksa (USG), dan
5) Pus positif pada punksi kavum Douglasi.
Diagnosis Banding
1) ATO utuh tanpa keluhan:
a. Tumor ovarium.
b. Kehamilan ektopik.
c. Abses periapendiks.
d. Hidrosalping.
e. Mioma uteri.
2) ATO dengan keluhan:
a. Perforasi appendisitis.
b. Perforasi divertikel.
c. Perforasi ulkus peptikum.
d. Kista ovarium terinfeksi/terpeluntir.
Komplikasi
1) ATO utuh:
IGst Agung MAP,S.Ked
84
omasti
a. Pecah sampai sepsis (jangka pendek).
b. Ileus, infertil, kehamilan ektopik dan nyeri (jangka panjang).
2) ATO pecah :
a. Syok septik.
b. Abses (intra abdominal, subprenikus, paru, dan otak).
Penatalaksanaan
1) ATO utuh.
a. Konservatif.
b. MRS kalau perlu IVFD.
c. Tirah baring semi Fowler.
d. Observasi tanda vital dan produksi urine.
e. Antibiotika.
 Kombinasi I:
 Ampisilin 4 x 1-2 g/hari iv selama 5-7 hari.
 Gentamisin 5 mg/kg BB im/iv 2 x/hari selama 5-7 hari.
 Metronidazole 1 gr rektal supp 2 x/hari selama 5-7 hari.
 Kombinasi II:
 Sefalosporin generasi III 2-3x1 g/hari selama 5-7 hari.
 Metronidazole 1 gr rektal supp 2 x/hari selama 5-7 hari.
f. Operatif laparotomi.

2) ATO Pecah.
a. Laparotomi (salpingoooforektomi), kultur pus, dan pasang drainase.
b. Antibiotika:
 Sefalosporin generasi III, 2-3 x 1 g l /hari selama 5-7 hari.
 Metronidazole I gr rektal supp 2 x/hari selama 5-7 hari.

IGst Agung MAP,S.Ked


85
omasti

1.Pengertian

MIOMA UTERUS
Batasan
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat
kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau
multipel.
Lokasi Tumor
1) Submukus.
2) Intramural.
3) Subserous.
4) Intraligamenter.
5) Pedunculated (bertangkai).
6) Wondering (bebas migrasi sehingga disebut mioma parasitik).
Patofisiologi
Berasal dari sel totipotensial primitif atau Immature Muscle Cell Nest, dalam
miometrium yang berproliferasi akibat rangsangan terus menerus oleh hormon
estrogen. Tumor terdiri atas jaringan otot, jaringan ikat fibrous, dan banyak
pembuluh darah. Mioma uteri sering ditemukan pada masa reproduksi, jarang
ditemukan sebelum menarche dan setelah menopause. Tumor membesar oleh
karena pengaruh estrogen.
Gejala Klinik
1) Tanpa Gejala.
2) Dengan Gejala.
 Rasa penuh dan berat pada perut bagian bawah dan teraba benjolan
padat kenyal.
 Gangguan haid: menoragia, metroragia,dan dismenorea.
 Akibat penekanan: disuria, polakisuria, retensio urine, konstipasi, edema
tungkai, varises, nyeri dan rasa kemeng didaerah pelvis.
 Infertilitas dan kehamilan ektopik.
 Tanda abdomen akut.
Diagnosis
1) Anamnesis.
2) Palpasi abdomen terdapat masa padat, batas jelas, dan tanpa nyeri.
3) Pemeriksaan dalam ditemukan tumor menyatu dengan uterus.
4) USG didapatkan gambaran khusus.
5) Dilatasi dan kuretasi dengan pemeriksaan PA pada gangguan perdarahan.
6) PA pasca operatif.
Diagnosis Banding
1) Tumor solid ovarium.
2) Adenomiosis.
3) Kelainan bentuk uterus.
4) Tumor solid non ginekologi.
5) Kehamilan.
6) Miosarkoma.
Komplikasi
1) Perdarahan sampai dengan anemia.
IGst Agung MAP,S.Ked
86
omasti
2) Torsi pada mioma yang bertangkai.
3) Infeksi.
4) Degenerasi merah sampai nekrosis.
5) Degenerasi ganas miosarkoma.
6) Degenerasi hialin.
7) Degenerasi kistik.
8) Infertilitas.

Penatalaksanaan
Berdasarkan besar kecilnya tumor, ada tidaknya keluhan, umur dan paritas
penderita.

Mioma

Besar < 14 mgg Besar > 14 mgg

Tanpa keluhan Dengan keluhan

Konservatif Operatif

Catatan:
1) Keluhan adalah gangguan haid dan atau keluhan pendesakan.
2) Operatif pada:
 Umur lebih dari50 tahun dilakukan TAH-BSO.
 Menginginkan anak: miomektomi atau hanya enukleasi mioma.
3) Pada kasus dengan gangguan menstruasi; apabila umur lebih dari 40 tahun
dilakukan D & C + PA untuk melihat kemungkinan keganasan.

IGst Agung MAP,S.Ked


87
omasti
LESI PRAKANKER
Batasan
Lesi prakanker adalah Neoplasia Intraepithelial Serviks (NIS) atau Low grade
Squamous Intraepithelial Lesion (L-SIL) dan NIS II-III atau High grade
Squamous Intraepithelial Lesion (H-SIL).
Etiologi
Etiologi pasti belum diketahui; diduga yang berperan penting adalah Human
Papilloma Virus (HPV) onkogenik tinggi yaitu tipe 16, 18, 45, 56. Konsep
multifaktorial masih dianut dimana pajanan HPV adalah faktor risiko mayor.
Faktor Risiko
1) Faktor Epidemiologi:
a. Hubungan seksual usia muda.
b. Hubungan seksual dengan multi partner.
c. Kawin usia muda.
d. Hamil usia muda.
e. Multiparitas.
f. Prostitusi.
g. Suami berisiko.
h. Sosial ekonomi rendah.
i. Infeksi veneral.
2) Faktor lain yang potensial:
a. Status imunitas rendah seperti pada HIV.
b. Kontrasepsi oral.
c. Perokok.
d. Riwayat lesi serviks.
e. Pernah terapi DES.
f. Defisiensi vitamin A dan C.
3) Faktor Infeksi Virus:
a. Human Papilloma Virus (HPV).
b. Herpes Simplex Virus (HSV).
c. Cyto Megalo Virus (CMV).
Gejala Klinis
1) Tanpa gejala.
2) Dengan gejala seperti keputihan/berbau, perdarahan pasca senggama, nek
suprasimfisis.
3) Inspekulo nampak erosi, ektropion, dan servisitis.
Diagnosis
1) Sitologi dengan Pap Smear.
2) Kolposkopi untuk diagnostik dan biopsi terarah.
3) Kuretasi endoserviks (KES).

IGst Agung MAP,S.Ked


88
omasti
Penanganan

PAP SMEAR
LESI PRA KANKER (LSIL/H
SIL)

KOLPOSKOPI

Memuaskan Tidak memuaskan

Normal Abnormal Normal Abnormal

Biopsi +
Ulang Pap Biopsi KES/ECC
KES/ECC

Pemeriksaan PA

Normal Lesi pra kanker Kanker

L SIL H SIL Kanker

CIN II H SIL

Ulang Pap Ulang pap Konisasi


Kauter
6-12 bulan 3 bulan Histerektomi

IGst Agung MAP,S.Ked


89
omasti

MOLA HIDATIDOSA
Batasan
Mola hidatidosa adalah neoplasma jinak sel trofoblas di mana terjadi kegagalan
plasentasi atau fekundasi fisiologis yang mengakibatkan vili menggelembung
menyerupai buah anggur.
Etiopatogenesis
Penyebab mola hidatidosa belum diketahui pasti. Beberapa teori menyatakan
beberapa faktor risiko seperti:
1) Umur ibu di bawah 15 tahun atau diatas 40 tahun.
2) Sosial ekonomi rendah yang dihubungkan dengan defisiensi nutrisi.
3) Riwayat kehamilan mola, abortus spontan berulang.
4) Ras, dll.
Pembagian
1) Mola Hidatidosa Risiko Rendah dengan kriteria:
 Serum -hCG kurang dari 100.000 IU/ml.
 Besar uterus < umur kehamilan, dan
 Kista ovarium kurang dari 6 cm.
2) Mola Hidatidosa Risiko Tinggi dengan kriteria:
 -hCG > 100.000 IU/ml.
 Besar uterus lebih dari umur kehamilan.
 Kista ovarium > 6 cm, dan
 Terdapat faktor metabolik atau epidemiologik seperti umur lebih dari 40
tahun, toksemia, koagulopati, emboli sel trofoblas, dan hipertiroidisme.
Diagnosis
1) Gejala klinis.
Keluhan dan tanda-tanda klinis mola hidatidosa pada umumnya muncul pada
20 minggu kehamilan, antara lain:
a. Besar uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan (50% kasus
menunjukkan besar uterus lebih dari dari usia kehamilan).
b. Perdarahan pervaginam, biasanya berulang dari bentuk spotting sampai
dengan perdarahan banyak. Pada kasus dengan perdarahan banyak sering
disertai dengan pengeluaran gelembung dan jaringan mola.
c. Tidak ditemukan ballotement dan detak jantung janin.
d. Sering disertai hiperemesis gravidarum, toksemia, dan tirotoksikosis.
2) USG.
a. Complete Mole, tampak gambaran ekogenik merata seperti badai salju
intra uterin dan tidak terlihat sakus gestasional.
b. Partial Mole, tampak gambaran daerah kistik yang disertai "echogenic
chorionic material". Mungkin pula tampak sakus gestasional dengan
fetus hidup seperti kehamilan normal.
3) Kadar -hCG darah atau urine pada umumnya tinggi.
4) Histopatologik.
Gambaran patologik pada mola hidatidosa:
a. Degenerasi hidropik vili korealis.
b. Berkurang atau hilangnya pembuluh darah vili, dan
c. Proliferasi sel-sel trofoblas.

IGst Agung MAP,S.Ked


90
omasti
5 Lain-lain.
Uji sonde Hanifa dan Rontgen abdomino-pelvis apabila pemeriksaan USG
tidak bisa dikerjakan.
Diagnosis Banding
1) Abortus iminens.
2) Kehamilan kembar.
3) Kehamilan dengan mioma uteri.
Komplikasi
1) Perdarahan profus.
2) Perforasi uterus spontan atau iatrogenik.
3) Emboli sel trofoblas.
4) Generasi ganas berupa Penyakit Trofoblas Ganas (PTG).
5) Tirotoksikosis.
Penatalaksanaan
Pada prinsipnya ada 2 hal:
1) Evakuasi mola hidatidosa.
2) Pengawasan lanjut pasca evakuasi.

A.Evakuasi mola hidatidosa.


1) MRS walaupun tanpa perdarahan.
2) Persiapan pre evakuasi terdiri atas:
a. Pemeriksaan fisik.
b. Foto rontgen toraks.
c. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, fungsi ginjal, faal hemostasis,
dan kalau perlu elektrolit, T3, dan T4.
d. Catatan:
Pada kasus abortus mola hidatidosa dengan perdarahan banyak dan
atau keluar jaringan mola, persiapan untuk evakuasi segera. Jenis
pemeriksaan persiapan pre evakuasi hanya yang dianggap perlu.
3) Evakuasi:
a. Besar uterus kurang dari 20 minggu, dilakukan evakuasi satu kali.
b. Besar uterus lebih dari. 20 minggu dilakukan evakuasi dua kali
dengan interval satu minggu.
c. Osteum uterus belum terbuka dan serviks kaku dilakukan
pemasangan stif laminaria selama 12-24 jam.
d. Pada saat evakuasi dipasang venous line dengan drip oksitosin 10-40
IU/500cc dektrosa 5%:28 tetes/menit dan cairan fisiologis. Evakuasi
dilakukan dengan kuret isap dilanjutkan dengan kuret tumpul,
diakhiri dengan kuret tajam.
e. Diambil spesimen pemeriksaan Patologi Anatomi yang dibagi atas
dua sampel yaitu:
 PA1 adalah jaringan dan gelembung mola.
 PA2 adalah kerokan endometrial uterus yaitu jaringan mola
hidatidosa yang melekat pada dinding uterus.
f. Penderita dipulangkan satu hari pasca evakuasi, kecuali diperlukan
perbaikan keadaan umum.
g. Evakuasi yang kedua dilakukan dengan kuret tajam dan dilakukan
pemeriksaan Patologi Anatomi.
h. Histerektomi:
IGst Agung MAP,S.Ked
91
omasti
 Indikasi umur > 40 tahun dan anak cukup.
 Dapat dilakukan langsung atau 7-10 hari pasca kuret
pertama/satu.

B.Pengawasan Lanjut.
1) Kasus mola hidatidosa dengan kuret 2 kali maka yang dimaksud dengan
pasca evakuasi adalah pasca kuret kedua.
2) Pemeriksaan -hCG urine semi kuantitatif:
a. Setiap minggu untuk kasus mola hidatidosa risiko tinggi, setiap 2
minggu untuk kasus mola hidatidosa risiko rendah.
b. Pemeriksaan dimulai dari tes dengan kepekaan paling rendah: PPT
(kepekaan: 1.500  400 SI/L), hCG slide test (kepekaan  800
SI/L),dan test pack (kepekaan 25-50 SI/L).
c. Pemeriksaan -hCG serum kuantitatif dilakukan untuk konfirmasi
diagnostik yaitu mengetahui kadar hCG normal atau sebaliknya
terjadi Penyakit Trofoblas Ganas.
3) Batas akhir penilaian:
a. PPT harus negatif pada minggu ke-4, atau -hCG kurang dari 1.000
m IU/ml).
b. -hCG slide test harus negatip pada minggu ke-8 atau -hCG serum
kurang dan 500 mUl/ml.
c. Test Pack harus negatif pada minggu ke-12 atau kadar -hCG serum
adalah normal (ELISA: 0-15 mlU/ml).
4) Pengawasan lanjut setelah -hCG serum normal, atau Test pack negatif
dua kali berturut-turut dengan interval dua minggu.
a. Pemeriksaan meliputi:
 Keluhan.
 Fisik dan Ginekologik.
 hCG urin dengan Test Pack atau -hCG serum, dan
 Lain-lain kalau diperlukan misalnya: foto toraks.
b. Jadwal Pemeriksaan:
 Satu tahun pertama setiap bulan.
 Satu tahun kedua setiap 3 bulan.
 Selanjutnya sewaktu-waktu apabila ditemukan keluhan.
5) Kontrasepsi.
a. Sebelum tercapai -hCG serum normal atau Test Pack 2 kali
berturut-turut interval dua minggu negatif, dianjurkan memakai alat
kontrasepsi kondom.
b. Setelah tercapai -hCG serum normal atau Test Pack negatif,
dianjurkan memakai kontrasepsi dengan ketentuan:
 Satu tahun untuk pasien yang belum mempunyai anak.
 Dua tahun atau lebih untuk pasien yang sudah mempunyai anak.
 Kontap untuk pasien yang tidak menginginkan tambahan anak.

IGst Agung MAP,S.Ked


92
omasti

Skema Penanganan

CURIGA MOLA
HIDATIDOSA
Klinis
USG
hCG

Ab. Imminen MOLA HIDATIDOSA


Hamil Kembar
Persiapan komplit
Hamil + Mioma
/seperlunya

Umur > 40 th Belum Punya anak


dan anak cukup / ingin anak lagi

Evakuasi Kuret siap


Histerektomi PA
1 atau 2 kali PA

MOLA. Korio Karsinoma


HIDATIDOSA

Pengawasan lanjut
 12 minggu
 Mola RR tiap 2 TERAPI
mg
 Mola RT tiap 1
mg
 Klinis & hCG
urine / serum

Normal/Remisi
 hCG serum normal PTG
Test Pack 2x negatif

Pengawasan lanjut KB
 belum punya anak 1
Terapi ~ Korio
th
karsinoma
 sudah punya anak 2
th

IGst Agung MAP,S.Ked


93
omasti

PENYAKIT TROFOBALAST GANAS


Batasan
Penyakit trofoblastik ganas (PTG) adalah penyakit trofoblas yang mempunyai
tendensi neoplastik, termasuk: mola invasif, karsinoma korion dan plasental site
trophoblastic tumor.
Diperkirakan 80% mola hidatidosa akan mengalami remisi pasca evakuasi dan
20% akan berkembang menjadi PTG.
Klasifikasi
Berdasarkan perluasan di luar uterus maka PTG dapat dibedakan atas:
1) PTG Non Metastatik.
PTG terbatas pada uterus. Secara patologik dapat berupa gambaran mola
hidatidosa atau karsinoma korion yang terdiri atas sel anaplastik sito dan
sinsitio trofoblas tanpa pembentukan vili korealis. Dapat pula dalam bentuk
lain yaitu Plasental site trophoblastic tumor di mana pada PA ditemukan
predominan sel-sel trofoblas intermediet.
2) PTG Metastatik.
Terjadi perluasan penyakit ke luar uterus. Umumnya, bentuk ini adalah
karsinoma korion yang sejak awal mempunyai tendensi untuk menginvasi
pembuluh darah sehingga terjadi penyebaran jauh.
Stadium
Berdasarkan Anatomik maka stadium PTG dibedakan atas (FIGO):

Stadium Diskripsi
Stadium I Penyakit terbatas pada uterus
Stadium II Penyakit menyebar ke vagina dan atau pelvis
Stadium III Penyakit menyebar ke paru dengan atau tanpa adanya
penyakit pada uterus, vagina atau pelvis
Stadium IV Penyakit menyebar ke otak, hati, ginjal, dan atau saluran
cerna

Sistem Skor risiko WHO

Skor
Faktor Prognosis
0 1 2 4
Umur (tahun) < 39 > 39
Antaseden MH Abortus H.aterm
Bulan dari Kehamilan
4 4-6 7-12 12
sebelumnya
hCG (IU/L) 103 103- 103- 103-
ABO (laki x - OxA B
perempuan) AxO AB
IGst Agung MAP,S.Ked
94
omasti
Besar tumor (cm) 3-5 5
Tempat Lien, Ginjal GI, hati Otak
Jumlah Metastasis 1-4 4-8 8
Khemoterapi 1 obat > 2 obat
sebelumnya

Catatan
Skor kurang dari 4 = risiko rendah
5-7 = risiko sedang
>7 = risiko tinggi
Kriteria Diagnosis
1) Gejala Klinis.
a. Riwayat pasca evakuasi mola hidatidosa atau kehamilan lain.
b. Perdarahan pervaginam tidak teratur.
c. Batuk darah, sesak nafas, dan nyeri ulu hati.
d. Keluhan sesuai dengan perluasan penyakit ke sistem lainnya.
2) Pemeriksaan Fisik Umum.
Tanda-tanda kelainan fisik adalah sesuai dengan organ yang terkena
penyebaran penyakit misalnya paru-paru, hati, otak dan lain-lain.
3) Pemeriksaan Ginekologi.
a. HBEs (Trias Acostasizon):
 H (History) yaitu pasca mola hidatidosa, partus, abortus, dan hamil
ektopik.
 B (Bleeding) yaitu perdarahan pervaginam tidak teratur.
 Es (Enlargement and softness) yaitu uterus membesar dan lunak.
b. Kista theca lutein unilateral/bilateral.
c. Bintik tumor kebiruan pada dinding/mukosa vagina.
4) Laboratorium.
-hCG serum/urine tinggi atau tidak turun memadai pada pemantauan pasca
evakuasi mola hidatidosa.
5) Pemeriksaan Penunjang.
a. Foto toraks.
b. DL, LFT, RFT.
c. Kalau perlu: USG abdomen/pelvis, CT-scan, fungsi tiroid, dll.

Skema Penatalaksanaan PTG

PENYAKIT TROFOBLAS
GANAS
Stadium
Sistem skor

Stadium
Stadium I Stadium II-III
IV

IGst Agung MAP,S.Ked


95
omasti
Ingin Anak Risiko Risiko
Anak Cukup rendah tinggi

Histerektomi

MAC
Radiasi +
MTX / AC D MCA
2.000 –
3.000 rad

Catatan.
Terapi radiasi dipilih apabila terdapat metastasis ke otak/hati dengan dosis
2.000-3.000 rad.
Sitostatika.
1) Syarat seperti syarat umum pemberian sitostatika/kemoterapi.
2) Diberikan sampai -hCG normal, dilanjutkan 1-3 seri after course.
3) Perubahan regimen apabila:
 Titer hCG terus meningkat atau menetap setelah pemberian 2 seri.
 Terdapat tanda-tanda metastase.
 Resisten apabila 5 seri pemberian -hCG mengalami penurunan tetapi
tidak mencapai normal.
4) Dikatakan remisi apabila -hCG normal 3 kali berturut-turut interval 2
minggu.
 MTX : 20 mg/hari atau 0,4 mg/kgBB/hari im. atau 3 x 5
mg/hari oral selama 5 hari interval 7-10 hari.
 Actinomycin D : 0,5 mg/hari atau 10-12 mcg/kgBB iv selama 5 hari
interval 7-10 hari.
 MCA : MTX 15 mg/hari im, Ac.D 0,5 mg/hari iv dan
Chlorambucil 10 mg/hari per oral selama 5 hari
interval 2 minggu.
Pengawasan Lanjut
1) Dilakukan anamnesis/pemeriksaan.
 Keluhan.
 Pemeriksaan fisik umum.
 Pemeriksaan ginekologi dan vaginal toucher (VT).
 -hCG, dan
 Lain-lain berdasarkan indikasi.
2) Jadwal pengawasan lanjut.
 Tiga bulan I : setiap 2 mmggu.
 Tiga bulan II : setiap 4 minggu.
 Enam bulan II : setiap 8 minggu.
 Satu tahun II : setiap 3 bulan.
 Selanjutnya : setiap 6 bulan.
3) Tidak diijinkan hamil selama 2 tahun.

IGst Agung MAP,S.Ked


96
omasti

KANKER SERVIKS

Batasan
Kanker serviks adalah penyakit keganasan yang berasal dari leher rahim.
Etiopatogenesis
1) Penyebab pasti belum ada yang diketahui.
2) Beberapa faktor (multifaktorial) yang diduga:
a. Umur ( 40–60 th/ 20–30 th).
b. Paritas (  4).
c. Koitus usia dibawah 16 tahun dan berganti partner seksual;
dihubungkan dengan sifat komplemen histon sperma dan alkalis
semen.
d. Merokok aktif dan atau pasif.
e. Akseptor pil kontrasepsi.
f. Status gizi, sosial ekonomi kultural.
g. Status imunitas seperti penderita HIV-AIDS.
h. Infeksi: Mikoplasma, Klamidia, dan Virus Herpes Simplek tipe 2.
i. Pajanan Virus Human Papilloma onkogenik terutama tipe 16, 18, 33,
35, 45, 58.
3) Kanker serviks berawal dari lesi prakanker yang dalam kurun waktu 5-15
tahun dapat menjadi kanker serviks invasif.
Patologi
Diagnosis kanker serviks ditegakkan berdasarkan histopatologik dimana
dibedakan atas:
1) Tipe Epidermoid (80%).
2) Tipe Adeno (15%).
3) Tipe lain (5%).

Stadium Klinik

Stadiu Deskripsi
m
0 Karsinoma insitu
I Karsinoma terbatas pada serviks
Ia Tampak serviks tidak mencurigakan
Ib Tampak serviks mencurigakan
II Karsinoma menyebar ke Vagina dan atau Parametrium
II a Menyebar ke Vagina 2/3 proksimal
Menyebar ke Parametrium tetapi tidak sampai ke dinding
II b
pelvis
Karsinoma menyebar ke Vagina 1/3 distal, mencapai dinding
III pelvis, atau terjadi gangguan fungsi ginjal tanpa penyebab
yang jelas
III a Penyebaran sampai ke vagina 1/3 distal
Sampai ke dinding pelvis atau karsinoma dengan gangguan
III b
fungsi ginjal tanpa penyebab yang jelas
IGst Agung MAP,S.Ked
97
omasti
IV Karsinoma serviks menyebar ke organ sekitar atau jauh
IV a Penyebaran ke organ sekitar di daerah pelvis
IV b Penyebaran jauh

Kriteria Diagnosis
1) Gejala Klinis.
a. Perhatikan faktor risiko.
b. Tanpa keluhan.
c. Dengan keluhan:
 Keputihan.
 Perdarahan pervaginam abnormal.
 Perdarahan post koital.
 Perdarahan pasca menopause.
 Gangguan kencing dan defekasi.
 Nyeri daerah pelvis, pinggang/punggung, dan tungkai.
 Keluhan-keluhan lain sesuai dengan lokasi penyebaran penyakit.
2) Pemeriksaan Fisik Umum.
a. Pembesaran kelenjar limfe supra klavikula dan inguinal.
b. Pembesaran lever, ascites, dan atau lain-lain sesuai dengan organ yang
terkena.
3) Pemeriksaan Ginekologi.
a. Vaginal toucher.
 Vagina: fluor, fluksus, dan tanda-tanda penyebaran/infiltrasi pada
vagina.
 Porsio: berdungkul, padat, rapuh, dengan ukuran bervariasi,
eksofitik atau endofitik.
 Korpus uteri: normal atau lebih besar, kalau perlu dilakukan
sondase untuk konfirmasi besar dan arah uterus dan apakah terjadi
piometra dan hematometra.
 Adneksa/parametrium: tanda-tanda penyebaran, teraba kaku/ padat,
apakah terdapat tumor.
b. Rectal Toucher.
 Menilai penyebaran penyakit kearah dinding pelvis yaitu Cancer Free
Space (CFS) merupakan daerah bebas antara tepi lateral serviks dengan
dinding pelvis.
 Kriteria : CFS 100% : berarti belum ada tanda-tanda
penyebaran.
CFS 25-100% : berarti ada penyebaran, tetapi belum
mencapai dinding pelvis.
CFS 0% : berarti penyebaran mencapai dinding
pelvis.
c. Pemeriksaan VT dan RT untuk menilai penyebaran ke organ sekitar
kolon, rektum dan vesika urinaria.
4) Pemeriksaan Penunjang.
a. Pap smear sebagai skrining.
b. Biopsi dengan/tanpa tuntunan kolposkopi.
c. Konisasi.
d. Tes fungsi ginjal, hati, dll.
e. Pemeriksaan lain sesuai dengan keperluan:
IGst Agung MAP,S.Ked
98
omasti
 Foto toraks.  Sistoskopi.
 USG ginjal/abdomen.  CT Scan.
 IVP.  Rektoskopi.
Skema Penalaksanaan Kanker Serviks Uteri

KARSINOMA SERVIKS
UTERI

Stadium Stadium Stadium


Stadium 0 Stadium I-IIA
IIB III IV

Ingin Radikal Khem


Neo
Anak Histerektomi oradia
adjuvant:
si
Khemot
(kemo
Sel ganas (+) erapi
Tidak -
Pd kel. Limfe / Khemo+ radiasi
Ingin
limfe vaskuler radia si
Anak ekster
inolvement (+) internal nal)

Konisa Sel ganas (-) Opera Radia


si Pd kel. bel si
Limfe/ limfe ekster Paliatif
vaskuler nal  Radiasi
Histerekt inolvement /operasi
Non
omi (-) /
Operab sitostati
el ka
Adjuvant terapi paliatif
Eksternal radiasi  Simpto
Radikal
4.000 – 5.000 rad matis
Sitostatika PVB / Histerek
BOM tomi

Pengaw Eksternal
asan Radiasi
lanjut 4.000-5.000 rad

Catatan.
1) Terapi radiasi dapat diberikan pada setiap stadium.
2) Paliatif anti nyeri selain untuk pasien stadium invasif-lanjut juga dapat
diberikan pada setiap stadium sesuai dengan keluhan.
3) Pada kanker serviks stadium Ib ke atas dengan kehamilan diberikan
khemoterapi neo-adjuvant setelah dilakukan KIE kepada pasien, suami,
dan keluarga.
Pengawasan Lanjutan
1) Pemeriksaan.
a. Anamnesis.
b. Pemeriksaan fisik umum.
IGst Agung MAP,S.Ked
99
omasti
c. Pemeriksaan ginekologi.
d. Pap Smear:
 Tiga bulan I setiap bulan.
 Dua tahun II setiap 3 bulan.
 Selanjutnya setiap 6 bulan.
2) Kalau perlu pemeriksaan penunjang:
a. Laboratorium: LFT, RFT, HB, Leuko, Trombosit.
b. Foto Toraks, IVP.

IGst Agung MAP,S.Ked


100
omasti
Skema Penalaksanaan Kanker Serviks Uteri Dengan Kehamilan

KARSINOMA SERVIKS UTERI DENGAN


KEHAMILAN

Stadiu
Stadium 0 S t a d i u m I b ke atas
m Ia

Prematur: PAP Tungg


Aterm–Partus Smear Terapi sesuai karsinoma
u
pervaginam / serviks tanpa
Kolposkopi tiap aterm
SC kehamilan
bulan SC

Setelah masa UK  20
Konisasi Tri II
Nifas mg

Operas
Tdk UK 20-30
Std. 0 i
ingin mg
radikal
anak
pd
lagi
Waktu
Std selesai Eks. UK > 30
Invasif masa Radiasi / mg
Ingin nifas Histerekt
anak omi
lagi Aterm
Spt / SC SC
Hister Sesuai
ek Terapi terapi
tomi sesuai Std. Ca Tunggu
invasif Servik pematan
s tdk gan paru,
Konisa SC
si hamil
Pengawas
an

Std.
Std. 0 Operasi radikal dan atau
invasif
khemoradiasi

Pengaw Terapi
a sesuai
Std.
san invasif

IGst Agung MAP,S.Ked


101
omasti
KARSINOMA VULVA

Batasan
Karsinoma vulva adalah keganasan primer pada vulva.
Etiopatogenesis
1) Penyebab belum diketahui dengan pasti.
2) Diduga karena rangsangan kronis berupa iritasi/trauma pada lesi preinvasif
seperti: VIN, Vulvar distrofi, dan Paget's diseases.
3) Dicurigai sebagai faktor predisposisi adalah:
a. Multi partner seksual.
b. Riwayat genital warts oleh HPV, dan
c. Perokok.
Patologi
1) Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi.
2) Jenis histopatologis:
a. Squamous cell carcinoma (90%).
b. Melanoma (4-5%).
c. Verrucous carcinoma (2-3%).
d. Adeno carcinoma, basal cell carcinoma, sarcoma (2-4%).

Penentuan Stadium Klinis

Stadium TNM Klinik


0 - Karsinoma insitu VIN 3 non invasive Pagets
disease
I Ti No Mo Tumor terbatas pada vulva diameter kurang dari 2
Ti Ni Mo cm
Tak ada pembesaran kelenjar limfe inguinal yang
mencurigakan
II T2 No Mo Tumor terbatas pada vulva, diameter > 2 cm
T2 Ni Mo Tidak ada pembesaran kelenjar yang
mencurigakan
III T3 No Mo Tumor dengan berbagai ukuran:
T3 Ni Mo 1. Penyebaran ke uretra dan/atau vagina,
T3 M2 perineum/anus
Mo 2. Secara klinis pembesaran kelenjar inguinal
dicurigai metastase
IV Tx N3 Mo 1. Infiltrasi ke mukosa kandung kencing, mukosa
T4 No Mo rektum, 1/3 bagian atau mukosa uretra dan atau
T4 Ni Mo 2. Terfiksir ke tulang dan atau
Tu Nx 3. Penyebaran jauh
Mia
Tx Nx
Mib

IGst Agung MAP,S.Ked


102
omasti
Kriteria Diagnosis
1) Gejala Klinis.
a. Sering ditemukan pada masa menopause, rata-rata umur 65 tahun.
b. Keluhan yang sering adalah pruritus dan massa di daerah vulva.
c. Kadang-kadang disertai perdarahan.
d. Keluhan yang lain sesuai dengan organ yang terkena perluasan
penyakit.
2) Pemeriksaan fisik dan Ginekologi.
a. Pembesaran kelenjar inguinal berupa masa padat atau ulkus.
b. Tumor berdungkul seperti bloom kol atau bentuk ulkus di daerah vulva.
c. Tanda-tanda lain sesuai luasnya penyakit.
3) Pemeriksaan Penunjang.
a. Pap Smear.
b. Kolposkopi.
c. Biopsi.
Skema Penatalaksanaan Karsinoma Vulva

KARSINOMA VULVA

Stadium Stadium I-II Stadium III - IV


0

Vulvektomi Radiasi Radikal


Eksisi Groin eksternal vulvektomi/ Palia
Lokal disection 2.000-3.000 yg lebih tif
Limfadenek rad advance
tomi
Non Opera
Opera bel
bel
Post Operasi
Radiasi eksternal 4.000 – 5.000 rad

Sel Ganas Sel Ganas


(-) pd kel. (+) pd kel.
Limfe Limfe

Catatan :
Sitostatika biasanya
Eksternal
diberikan untuk
Pengawasan Radiasi
radiosensitisasi
lanjutan 4.000 –
5.000 rad

IGst Agung MAP,S.Ked


103
omasti
Pengawasan Lanjutan
1) Pemeriksaan.
a. Anamnesis.
b. Fisik Umum.
c. Ginekologi, dan
d. Kalau perlu Pap Smear, kolposkopi atau biopsi.
2) Jadwal.
a. Tiga bulan I : setiap minggu.
b. Sembilan bulan II : setiap bulan.
c. Satu tahun II : setiap 3 bulan.
d. Selanjutnya : setiap 6 bulan.

IGst Agung MAP,S.Ked


104
omasti
KARSINOMA ENDOMETRIUM

Batasan
Karsinoma endometrium adalah keganasan yang berasal dari endometrium.
Etiopatogenesis
Penyebab belum diketahui pasti.
Dikemukakan bahwa peranan estrogen sebagai karsinogenik dimana faktor
risiko adalah:
1) Hiperplasia glandulare.
2) Obesitas.
3) Terapi estrogen.
4) Diabetes Melitus.
5) Lain-lain seperti nulipara, late menopause, dan hipertensi.
Patologi
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis.
Jenis histopatologis:
1) Adeno karsinoma (65%).
2) Adenoma akantoma (19%).
3) Lain-lain (16%).
Stadium Klinik

Stadium Deskripsi
Stadium 0 Karsinoma insitu
Stadium I Karsinoma terbatas pada uterus
Stadium IaKedalaman kavum uteri kurang dari 8 cm
Stadium IbKedalaman kavum uteri lebih dari 8 cm.
Gl = Well differentiated Adeno Ca
G2 = Moderately differentiated Adeno Ca
G3 = Undifferentiated Adeno Ca
Stadium II Karsinoma menyebar ke serviks uteri.
Karsinoma menyebar ke luar uterus tapi tidak keluar
Stadium III
dari true pelvic
Stadium IV Karsinoma menyebar ke luar dari true pelvic
Stadium IVa Pada organ yang berhubungan
Stadium IVb Penyebaran ke organ jauh

Kriteria Diagnosis
1) Gejala Klinis.
a. Umur rata-rata 60 tahun.
b. Perdarahan pervaginam.
c. Lekore.
d. Ada masa atau perasaan tidak enak pada perut bagian bawah.
2) Pemeriksaan fisik umum.
a. Kegemukan.
b. Hipertensi.
c. Bila terjadi metastasis.
 Asites.
 Tanda-tanda lain sesuai dengan organ yang terkena.
IGst Agung MAP,S.Ked
105
omasti
3) Pemeriksaan Ginekologi.
a. Perdarahan pervaginam, lekore.
b. Piometra, dan
c. Evaluasi besar dan mobilitas uterus, tanda-tanda penyebaran pada
adneksa, parametrium, dan kavum Douglasi.
4) Pemeriksaan Penunjang.
a. Kuretasi endoserviks dan endometrium.
b. Endometrial aspirasi biopsi.
c. Pap Smear sebagai skrining.
d. Histeroskopi.
e. Pemeriksaan lain sesuai keperluan, misalnya: Ca 125. CEA, reseptor
estrogen, dll.
Skema Penanganan Karsinoma Endometrium

KARSINOMA ENDOMETRIUM

Stadium 0 Stadium I-II Stadium III-IV

Stadium Stadium Radikal TAH


Radiasi Intra
I-G1 I-G2-3 histerektomi / BSO
kaviter
TAH BSO Ekstend
3.000 mgh
Ekstended + ed + Ex.
Ex. Radiasi :
Selektif Pelvik / Radiasi/
Pelvis :
Aortik Sitostati
4.000–5.000
Limfadenektomi ka /
rad
Progrest
Abdomen :
eron
2.000–3.000
Radiasi
rad
TAH BSO TAH BSO intrakaviter
+ Pelvik Ekstended 3.000 mgh,
& Para + pelvik & setelah 6 mgg
aortik aortik lanjutkan TAH Radiasi intra kaviter
limfa limfadene BSO 3.000 mgh + TAH
denektomi ktomi Ekstended+selekt BSO Ekstended +
selektif selektif if pelvik & aortik Radiasi Eksterna
limfadenektomi pelvik &
abd./Sitostatika/
progresteron
Post Operasi

Sel ganas (+) pd kel. Sel ganas (-) pd kel.


Limfe Limfe

Ex. Rad pelvik (4.000-


5.000 rad)/ Sitostatika / Pengawasan
progesteron
IGst Agung MAP,S.Ked
106
omasti

Catatan.
1) Pada waktu laparotomi.
a. Dilakukan sitologi cairan/pencucian kavum peritoneum.
b. Setiap daerah yang mencurigakan penyebaran keganasan dilakukan
biopsi.
c. Setelah uterus terangkat, dibelah dan diperhatikan luas penyebaran/
dalamnya penyakit pada dinding uterus.
2) Sitostatika.
Regimen : CAP (Cyclophoshamide + Adriamicin + Cis. Platinum)
Melphalan + 5 Fluro urasil (5 FU)
Adriamycin + Cyclophosphamide.
3) Progesteron.
a. Megistrol 180 mg - 320 mg/hari per oral.
b. Medroksi progesteron asetat/kaproat 1000 mg/minggu i.m.
c. Medroksi progesteron asetat 150-200 mg/hari per oral.
4) Tamoksifen (anti estrogen): 20-40 mg/hari dan lama pemberian seperti
pada terapi progesteron.
5) Terapi definitif diberikan selama tidak terjadi rekurensi atau bila tidak
progresif.
6) Terapi adjuvant 8-12 minggu.
Pengawasan Lanjutan
1) Komponen yang dievaluasi:
a. Keluhan.
b. Keadaan fisik.
c. Pemeriksaan ginekologi bimanual.
d. Pemeriksaan lain kalau perlu seperti: Pap Smear, foto toraks, CT-Scan,
dan tumor marker.
2) Jadwal pengawasan lanjut:
a. Satu tahun I : setiap 1 bulan.
b. Satu tahun II : setiap 3 bulan.
c. Selanjutnya : setiap 6 bulan.

IGst Agung MAP,S.Ked


107
omasti
KANKER OVARIUM
Batasan
Kanker ovarium adalah keganasan pada organ ovarium baik primer maupun
sekunder.
Tumor neoplastik ovarium berasal dari:
1) Coelomic epithelium.
2) Germ cell.
3) Metastatic dari organ lain.
Etiopatogenesis
Etiologi belum diketahui dengan pasti.
Diduga berhubungan dengan faktor:
1) Herediter.
2) Lingkungan fisik dan kimia.
3) Ovulasi.
4) Abnormalitas gonad.
5) Virus.
Patologi
Diagnosis keganasan dan tipe histopatologis berdasarkan atas pemeriksaan
histopatologi.
1) Derajat Keganasan.
a. Borderline/low potential malignancy.
b. Frankly malignant.
2) Tipe Histopatologis.
a. Epithelial (90%).
b. Nonepithelial (10%).
Kriteria Diagnosis
1) Gejala Klinis.
a. Dicurigai kanker ovarium usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 60
tahun /menopause dengan:
 Tumor kistik atau solid.
 Mobile atau terfiksir.
b. Sangat dicurigai kanker ovarium:
 Tumor cepat membesar, padat berdungkul, dan terfiksir.
 Dapat disertai keadaan umum yang menurun sampai kacheksia,
asites, efusi pleura, gangguan pasase usus, pembesaran kelenjar
limfe supra klavikula dan lain-lain sesuai dengan luas penyebaran
penyakit ke organ lainnya.
2) Pemeriksaan Penunjang.
a. USG (dikerjakan pada setiap kasus tumor ovarium).
b. Tumor marker.
c. Laparoskopi.
d. Sitologi cairan ascites dan pleura.
e. Biopsi kelenjar limfe yang membesar.
f. Foto toraks, rektosigmoidoskopi, CT-scan, dan barium enema.
g. Pemeriksaan lain kalau perlu.
3 ) Stadium klinis kanker ovarium (FIGO), berdasarkan evaluasi klinik dan

atau operatif:

IGst Agung MAP,S.Ked


108
omasti

Stadium Deskripsi
Stadium I Tumor tumbuh terbatas pada ovarium
Stadium  Terbatas pada satu ovarium, kapsul intak, tidak ada
Ia tumor pada permukaan dan sel ganas (-) pada cairan
ascites.
Stadium  Terbatas pada kedua ovarium, kapsul intak, tidak
Ib ada tumor pada permukaan dan sel ganas negatif
pada cairan ascites atau cucian peritoneum
 Adalah stadium Ia dan Ib dengan tumor pada
Stadium Ic permukaan ovarium atau ruptur kapsul atau ascites
dengan sel ganas (+) atau cucian peritoneum sel
ganas (+)
Stadium Pertumbuhan tumor pada satu atau kedua ovarium
II dengan penyebaran pada pelvis
 Penyebaran ke uterus atau tuba
Stadium  Penyebaran ke organ pelvis lainnya
IIa  Stadium IIa/IIb dengan tumor pada permukaan
Stadium ovarium atau ruptur kapsul, atau asites dengan sel
IIb ganas (+) atau cucian peritoneum sel ganas (+)
Stadium
IIc
Stadium Tumor pada satu/kedua ovarium dengan implantasi
III tumor pada peritoneum diluar kavum pelvis
dan/atau pembesaran kelenjar limfe
retroperitoneal/inguinal (+), Metastasis ke bagian
superfisial hati atau tumor terbatas pada rongga
pelvis tetapi pemeriksaan histopatologi terhadap
Stadium perluasan pada usus halus atau omentum.
IIIa  Tumor secara makros terbatas pada true pelvis
dengan pembesaran kelenjar limfe (-) tetapi secara
histologi ada perluasan pada peritoneum abdomen.
Stadium  Stadium IIIa dan perluasan tumor pada peritoneum
IIIb abdomen kurang dari 2 cm, pembesaran kelenjar
limfe (-).
Stadium  Stadium IIIa + pertumbuhan tumor pada peritoneum
IIIc abdomen lebih dari 2 cm dan atau pembesaran kel
limfe retroperitoneal/inguinal (+).
Stadium Tumor pada satu atau kedua ovarium dengan
IV metastase jauh berupa pleural efusion dengan
sitologi (+) atau penyebaran pada parenkim hati.
Catatan :
Stadium lc apabila stadium Ia terjadi:
a. Kapsul ruptur spontan atau dipecahkan oleh operator.
b. Sitologi (+) dari cairan peritoneum atau ascites.

IGst Agung MAP,S.Ked


109
omasti
Penatalaksanaan
A. Tindakan Operatif (Surgical Staging).
1) Insisi pada garis tengah.
2) Setiap cairan bebas di kavum peritoneum diambil untuk pemeriksaan
sitologi terutama di kavum Douglasi.
3) Bila cairan bebas tidak ada, dilakukan pencucian peritoneum dengan
NaCI 0,9% 5-10 cc kemudian dilakukan pemeriksaan sitologi.
4) Eksplorasi terutama kavum Douglasi, parakoloiliakal, dan
subdiafragma.
5) Setiap daerah yang mencurigakan ganas atau perlekatan pada
peritoneum hendaknya dibiopsi.
6) Daerah retroperitoneum yaitu daerah pelvis dan para aorta dievaluasi,
bila pembesaran kelenjar limfe positif maka dilakukan limfadenektomi.
7) Pengangkatan tumor:
a. Diusahakan mengangkat tumor secara utuh.
b. Bila tidak bisa, dilakukan debulking yaitu mengangkat tumor
semaksimalnya.
c. Perhatikan tumor secara makroskopis dengan teliti, bila ada
keraguan dilakukan Frozen Section.
8) Pengangkatan uterus dan ovarium melalui TAH-BSO dilakukan pada
kasus-kasus yang sudah jelas ganas atau usia diatas atau sama dengan
50 tahun.
9) Omentektomi, dilakukan pada kasus yang sudah jelas ganas secara
makros/mikros. Dikerjakan mulai kolon trasversum.
B. Terapi.
Terapi berdasarkan stadium dan tipe histopatologik.
1) Keganasan Boderline.
a. Stadium I : Salpingoooforektomi Unilateral.
b. Stadium Ic-IV : TAH-BSO/Debulking + Omentektomi +
Kemo/radioterapi.
2) Frankly Malignant.
a. Epithelial.
 Stadium la-G1 ingin anak dilakukan SO unilateral dengan
catatan:
 Post operasi dapat dilakukan follow-up teratur secara klinis
dan tumor marker.
 Setelah anak cukup maka uterus dan ovarium kontralateral
diangkat.
 Tidak ada kelainan lain pada pelvis.
 Kapsul utuh dan tidak ada perlekatan.
 Tidak ada invasi ke kapsul, kelenjar limfe dan omentum.
 Stadium Ib-Gl, dilakukan TAH-BSO + Omentektomi.
 Stadium Ia, b, c,-G2-3 sampai stadium IV dilakukan TAH-
BSO/Debulking + Kemo/radioterapi.
b. Nonepithelial .
 Stadium Ia-Gl, ingin anak dilakukan SO Unilateral.
 Stadium Ia, G2-3- IV dilakukan TAH-BSO + Omentektomi +
Kemo/radioterapi.
3) Sitostatika pilihan utama dan radiasi:
a. Jenis epitelial adalah CAP (Cyclophosphamide, Adriamycine dan
IGst Agung MAP,S.Ked
110
omasti
Cis Platinum).
b. Jenis nonepitelial adalah:
 PVC (Cis Platinum, Vinblastin dan Bleomycine).
 VAC (Vincristin,Actinomycin D. dan Cyclophosphamide).
c. Radiasi Ekstemal:
 Pelvis : 4.000-5.000 rad.
 Abdomen/Tempat lain : 2.000-3.000 rad.
C. Operasi Second Look.
Dilakukan dengan tujuan:
1) Konfirmasi staging, bila pada operasi sebelumnya tidak dilakukan
staging secara lengkap.
2) Reduksi massa tumor, pasca terapi sitostatika dimana telah terjadi
regresi atau progresi tumor.
3) Evaluasi pasca terapi sitostatika, secara klinis penderita bebas dari
penyakit yang dilakukan 4-12 bulan setelah terapi sitostatika.
D. Kasus kanker ovarium dengan kehamilan.
1) Adjuvant kemoterapi dapat diberikan setelah kehamilan 16 minggu.
2) Operasi komplit (TAH-BSO + Omentektomi) dilakukan setelah anak
lahir atau pada waktu SC. Tehnik operasi sama dengan eksplorasi
seperti laparotomi awal.

IGst Agung MAP,S.Ked


111
omasti

Skema Penatalaksanaan Tumor Ovarium

TUMOR OVARIUM

Tidak Curiga Ganas


Curiga Ganas
 Tumor Kistik 
 Tumor solid, mobil tidak
< 7 cm
berdungkul Sangat Curiga Ganas
 Tumor Kistik 
Kistik  > 7 cm, usia < 20
> 7 cm, usia
dan > 60 tahun, menopause
20-60 tahun

Kistik Kistik,
Lapatomi
 < Umur 20- Solid Kistik
Tumor di belah
7 cm 60 thn

Obser Usia > 50 Usia < 50 Usia < Keganas


vasi thn thn 60 thn Keganasan an
2-3 TAH- meragukan meyakin
bulan BSO kan
Pil
KB

Usia > 50
Usia 20-50 tahun Usia > 60 Usia > TAH-BSO
thn/
 Kistektomi thn/ meno 50 Debulking
menopau
 Ooforektom se
pause tahun Omentek
i tomi
 SO Laparotomi Tumor
Unilateral dibelah
Usia
< 50
tahun

Tidak
Curiga
curiga
Ganas
ganas

TAH-
BSO+
TAH-BSO
Omentekt
omi

IGst Agung MAP,S.Ked


112
omasti

Frozen Section/Cito Frozen Sect


ion

Ganas Tidak Ganas

TAH-BSO+
SO Unilateral
Omentektomi

IGst Agung MAP,S.Ked


113
omasti

Pengawasan Lanjutan
1) Pemeriksaan meliputi:
a. Anamnesis.
b. Pemeriksaan fisik umum.
c. Pemeriksaan ginekologi.
d. Tumor marker (kalau perlu).
e. Fungsi hati, ginjal dan sumsum tulang (kalau perlu).
2) Jadwal.
a. Tiga bulan I: setiap 2 minggu.
b. Sembilan bulan II: setiap 4 minggu.
c. Tahun II: setiap 3 bulan.
d. Tahun-tahun berikutnya: setiap 6 bulan

IGst Agung MAP,S.Ked


114

Anda mungkin juga menyukai