Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak dalam bentuk
tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung. Mengandung
satu jenis obat dengan atau bahan tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat
berfungsi sebagai zat pengisi, zat penghancur, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah,
atau zat lain yang cocok (Anonim, 1979).
Tablet adalah sediaan yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan
tablet kempa. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan
bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan
memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja.
Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan
tergantung pada desain cetakan (Anonim, 2014).
Kelebihan sediaan tablet yaitu ringan, mudah dalam pembungkusan,
pemindahan dan penyimpanan. Pasien menemukan kemudahan untuk membawanya
dan tidak perlu menggunakan alat bantu seperti sendok untuk pemakaiannya (Parrott,
1971). Kerugian sediaan tablet yaitu beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi
padat dan kompak dan obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat
dihilangkan atau obat yang peka terhadap kelembaban udara perlu pengapsulan atau
penyelubungan dulu sebelum dikempa (bila mungkin) atau memerlukan penyalutan
dulu (Banker dan Anderson, 1986).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tablet
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak dalam bentuk
tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung. Mengandung
satu jenis obat dengan atau bahan tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat
berfungsi sebagai zat pengisi, zat penghancur, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah,
atau zat lain yang cocok (Anonim, 1979).
Tablet biasanya berisi beberapa atau paling banyak terdiri atas zat aktif,
pengisi, pengikat, pewarna, penghancur, pemberi rasa dan pelicin (Anonim, 1995).
a) Bahan pengisi (diluent atau filler)
Bahan pengisi ditambahkan dengan tujuan untuk memperbesar volume dan
berat tablet. Bahan pengisi yang umum digunakan adalah laktosa, pati, dekstrosa,
dikalsium fosfat dan mikrokristal selulosa (Avicel). Bahan pengisi dipilih yang dapat
meningkatkan fluiditas dan kompresibilitas yang baik.
b) Bahan pengikat (binder)
Bahan pengikat membantu perlekatan partikel dalam formulasi,
memungkinkan granul dibuat dan dijaga keterpaduan hasil akhir tabletnya (Ansel,
1989). Bahan pembantu ini bertanggung jawab terhadap kekompakan dan daya tahan
tablet. Oleh karena itu bahan pengikat menjamin penyatuan beberapa partikel serbuk
dalam sebuah butir granulat. Demikian pula kekompakan tablet dapat dipengaruhi,
baik oleh tekanan pencetakan maupun bahan pengikat. Bahan pengikat dalam jumlah
yang memadai ditambahkan ke dalam bahan yang akan ditabletasi melalui bahan
pelarut atau larutan bahan perekat yang digunakan pada saat granulasi (Voigt, 1984).
Bahan pengikat yang umum digunakan adalah gom akasia, gelatin, sukrosa, PVP
(povidon), metil selulosa, karboksimetil selulosa dan pasta pati terhidrolisa.
c) Bahan penghancur (disintegrant)
Bahan penghancur ditambahkan untuk memudahkan pecahnya atau hancurnya
tablet ketika kontak dengan cairan saluran pencernaan. Bahan penghancur akan
menarik air dalam tablet, mengembang dan menyebabkan tabletnya pecah menjadi
bagian-bagian kecil, sehingga memungkinkan larutnya obat dari obat dan tercapainya
bioavabilitas yang diharapkan. Bahan penghancur meliputi tepung jagung dan
kentang, turunan amilum seperti karboksimetil selulosa, resin, resin penukar ion dan
bahanbahan lain yang membesar atau mengembang dengan adanya lembab dan
mempunyai efek memecahkan atau menghancurkan tablet setelah masuk dalam
saluran pencernaan (Ansel, 1989).
d) Bahan pelicin (lubricant)
Digunakan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi diantara dinding die
dan tepi tablet selama proses penabletan berlangsung. Banyak bahan dapat dikempa
dan mempunyai hasil baik tanpa penambahan bahan pelicin tetapi untuk bahan
higroskopik perlu dilakukan penambahan bahan pelicin karena kadang terjadi
masalah. Hal ini tergantung dari tingkat kekeringan bahan. Proses granulasi yang
terlalu basah akan diperoleh hasil tablet yang terlalu ramping karena banyak bahan
yang lengket dalam mesin. Bahan pelicin biasanya digunakan dalam jumlah kecil
antara 0,5- 1% tetapi mungkin kurang dari 0,1% dan lebih dari 5%. Contoh umum
bahan pelicin antara lain petrolatum cair, talk, magnesium stearat dan stearan dan
asam stearat, kalsium stearat, likopodium (untuk tablet yang berwarna). Bahan pelicin
ditambahkan setelah terbentuk granul. Bahan pelicin bekerja paling efektif jika
terletak di luar granul (Ansel,1989).
Penggolongan tablet dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
 Tablet Implantasi adalah tablet yang pemakaiannya dengan cara
menanamkannya dalam jaringan bawah kulit. Contoh: tablet hormon.
 Tablet Effervescent adalah tablet yang penggunaannya dilarutkan terlebih
dahulu dalam air kemudian diminum. Didalam tablet selain zat aktif juga
mengandung campuran asam (asam sitrat, asam tartrat) dan natrium
bikarbonat yang jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan karbondioksida.
Contoh: tablet Calsium D Redokson (CDR).
 Tablet Vagina adalah tablet yang pemakaiannya melalui vagina, bentuk pipih,
oval dengan salah satu ujungnya kecil. Contoh: sulfasetamid, nistatin.
 Tablet Sublingual adalah tablet yang penggunaannya diletakkan di bawah
lidah. Tablet ini melarut dengan cepat dan bahan-bahannya cepat diabsorbsi.
Contoh: tablet isosorbid dinitrat.
 Tablet hisap adalah tablet yang dimaksudkan untuk pengobatan iritasi lokal
atau infeksi mulut atau tenggorokan yang ditujukan untuk absorbsi sistemik
setelah ditelan. Contoh: tablet Vitamin C.
 Tablet kunyah adalah tablet yang dimaksudkan untuk dikunyah, memberi
residu dengan rasa enak dalam rongga mulut, mudah ditelan dan tidak
meninggalkan rasa pahit atau tidak enak. Contoh: tablet antasida.
 Tablet Hipodermik adalah tablet yang mudah larut dalam air digunakan
sebagai injeksi untuk disuntikkan di bawah kulit.

2.2 Metode Pembuatan Tablet


1) Metode granulasi basah (wet granulation)
Granulasi basah merupakan suatu proses perubahan dari bentuk serbuk halus
menjadi granul dengan bantuan larutan bahan pengikat yang sesuai. Pada metode
granulasi basah ini bahan pengikat yang ditambahkan harus mempunyai jumlah
yang relatif cukup, karena kekurangan atau kelebihan sedikit saja bahan pengikat
akan menyebabkan granul yang tidak sesuai dengan yang diinginkan dan akan
mempengaruhi hasil akhir tablet (Ansel, 1989).
Keuntungan metode granulasi basah:
a. Meningkatkan kohesifitas dan kompaktibilitas serbuk sehingga diharapkan
tablet yang dibuat dengan mengempa sejumlah granul pada tekanan
kompresi tertentu akan menjadi massa yang kompak, mempunyai
penampilan, cukup keras dan tidak rapuh.
b. Untuk obat dengan sifat kompaktibilitas rendah, dalam takaran tinggi
dibuat dengan metode ini tidak perlu bahan penolong yang menyebabkan
bobot tablet lebih besar.
c. Sistem granulasi basah mencegah terjadinya segregasi komponen
penyusun tablet yang homogen selama proses pencampuran.
d. Untuk yang hidrofob maka granulasi basah dapat memperbaiki kecepatan
pelarutan kecepatan obat dengan memilih bahan pengikat yang cocok
Kelemahan granulasi basah yaitu tidak memungkinkan untuk dikerjakan
pada obat-obat yang sensitif terhadap kelembaban dan panas serta disolusi
obat lebih lambat. Pada metode ini memerlukan peralatan dan penanganan
khusus serta tenaga yang cukup besar.
2) Metode Granulasi Kering (Dry Granulation)
Metode pembuatan tablet yang digunakan jika dosis efektif terlalu tinggi
untuk pencetakan langsung, obatnya peka terhadap pemanasan, kelembaban, atau
keduanya yang mana merintangi dalam granulasi basah. Pada metode granulasi
kering, granul terbentuk oleh penambahan bahan pengikat kedalam campuran
serbuk obat dengan cara memadatkan massa yang jumlahnya lebih besar
(slugging) dari campuran serbuk, dan setelah itu memecahkannya menjadi
pecahan-pecahan kedalam granul yang lebih kecil (Ansel, 1989).
3) Metode Cetak Langsung (Direct Granulation)
Keuntungan penggunaan metode ini adalah waktu produksi yang lebih
singkat, dapat dipakai untuk bahan yang tidak tahan air, tetapi kerugiannya adalah
sering terjadi pemisahan antar partikel (segregation) pada waktu partikel turun di
hopper ke die sehingga terjadi ketidakseragaman bahan aktif (Ansel, 1989).
2.3 Formulasi Sediaan Tablet
1. Rancangan Formulasi

Sumber. Chandira (2012)

Nama Bobot Kegunaan


Ibuprofen 200 Zat Aktif
Hydroxypropil cellulose 32 Zat Pengikat
Magnesium stearate 2 Lubrikan
Crosscarmellose sodium 8 Zat Penghancur
Microcrystalline cellulose 158 Zat pengisi
Total 400
Tabel 1. Tabel Formulasi Tablet Ibuprofen

2. Preformulasi Zat Aktif dan Zat Tambahan (Anonim, 2014)


a) Ibuprofen

Ibuprofen mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari
103,0% C13H18O2, dihitung terhadap zat anhidrat.
Rumus Molekul : C13H18O2
Berat Molekul : 206,28
Pemerian : Serbuk hablur; putih hingga hamper putih, berbau
khas lemah.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam etanol, metanol, aseton dan
kloroform; sukar larut dalam etil asetat; praktis tidak
larut dalam air.
Khasiat : Analgetik Antipiretik dan Antiinflamasi
Kegunaan : Zat Aktif
Pka : 4,45
pH : 1-7,5
Media disolusi : 900 ml dapar fosfat pH 7,2.
Stabilitas : Dalam wadah tertutup baik
b) Magnesium Stearate
Nama lain : Magnesium stearat
Pemerian : Serbuk halus, putih dan voluminus; bau lemah khas;
mudah melekat di kulit; bebas dar ibutiran.
Kelarutan :Tidak larut dalam air, dalam etanol, dan dalam eter.
Kegunaan : lubrikan
Stabilitas : penyimpanan dalam wadah tertutup baik
c) Microcrystallin cellulose/ avicel
Nama resmi :Microcrystallin cellulose
Rumus molekul : (C6H10O5)n
Pemerian :serbuk Kristal yang terdiri dari partikel-partikel
penyerap, tidak berbau, tidak berasa
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, dalam alkohol dehidrasi,
dalam aseton, dalam toluena, dalam asam encer, dan
dalam larutan natrium hidroksida (1 dalam 20)
Kegunaan : sebagai pengisi
Stabilitas : stabil, higroskopis, tersimpan dalam wadah tertutup
baik
d) Hydroxypropyl Cellulosa
Nama resmi : Hydroxypropyl Cellulosa
Nama Lain :Hydroxy propyl celulosa, Hyprolosum.
Pemerian : serbuk Putih, Putih-kekuningan, higroskopik setelah
pengeringan
Kelarutan : Larut dalam air dingin, dalam alkohol dehidrasi,
dalam asam asetat glasial, dalam metil alkohol, dalam
propilen glikol, dan dalam campuran 10 bagian metil
alkohol dan 90 bagian diklorometana, membentuk
larutan koloid; praktis tidak larut dalam air panas,
dalam etilena glikol, dan dalam toluena; sedikit larut
atau sedikit larut dalam aseton.
Kegunaan : Zat pengikat
Stabilitas : Simpan dalam wadah kedap udara
e) Croscarmellose Sodium
Nama resmi : Croscarmellose Sodium
Pemerian : Serbuk putih, atau putih keabu-abuan
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam alkohol dehidrasi, dalam
aseton, dan dalam toluena. Bubuk putih, bebas luapan.
Sebagian larut dalam air; tidak larut dalam alkohol,
dalam eter, dan pelarut organik lainnya.
Kegunaan : digunakan sebagai disintegran
Stabilitas : Simpan dalam wadah kedap udara
2.2 Evaluasi Tablet
Uji sifat fisik tablet yang dilakukan meliputi :
1) Uji Keseragaman Sediaan (Anonim, 1979)
a) Keseragaman bobot
Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot. Keseragaman bobot ini
ditetapkan untuk menjamin keseragaman bobot tiap tablet yang dibuat.
Tablet yang bobotnya seragam diharapkan akan memiliki kandungan
bahan obat yang sama, sehingga akan mempunyai efek terapi yang sama.
Keseragaman bobot dapat ditetapkan sebagai berikut: ditimbang 20 tablet,
lalu dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Kemudian timbang tablet satu
persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet bobotnya menyimpang dari bobot
rata-rata lebih besar dari yang ditetapkan pada kolom A dan tidak boleh
satu tablet pun bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari
yang ditetapkan pada kolom B. Jika perlu gunakan 10 tablet yang lain dan
tidak satu tablet yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-
rata yang ditetapkan dalam kolom A maupun kolom B (Anonim, 1995).

Bobot rata-rata Penyimpangan bobot rata-rata


A B
25 mg atau kurang 15% 30%
26 mg-150 mg 10% 20%
151 mg-300 mg 7,5% 15%
Lebih dari 300 mg 5% 10%
Tabel 2. Persyaratan Penyimpangan Bobot Tablet

b) Uji Keseragaman Kandungan


Uji penetapan kadar zat berkhasiat dilakukan untuk mengetahui apakah
tablet tersebut memenuhi syarat sesuai dengan etiket. Bila kadar obat
tersebut tidak memenuhi syarat maka obat tersebut tidak memiliki efek
terapi yang baik dan tidak layak dikonsumsi. Uji penetapan kadar
dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang sesuai pada masing-
masing monografi antara lain di Farmakope Indonesia.Menurut
Farmakope Indonesia tablet Ibuprofen mengandung zat aktif tidak kurang
dari 90% dan tidak lebih dari 110,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket
(Anonim, 1995).
2) Uji Keseragaman Ukuran (Anonim, 1976)
Berhubungan dengan kekerasan tablet. Selama percetakan, perubahan
ketebalan merupakan indikasi adanya masalah pada aliran massa cetak atau pada
pengisian granul ke dalam die. Alat yang digunakan pada uji keseragaman ukuran
adalah jangka sorong.
Prosedur kerja uji keseragaman ukuran adalah sebagai berikut
1. Diambil 10 tablet
2. Tablet yang baik mempunyai diameter tidak lebih dari 3 kali dan tidak
kurang dari 11/3 tebal tablet.
3. Kekerasan Tablet (Hardness test or Crushing strength)
Uji kekerasan tablet merupakan uji kekuatan tablet yang mencerminkan
kekuatan tablet secara keseluruhan, yang diukur dengan memberi tekanan
terhadap diameter tablet. Kekuatan tablet diberi skala dalam kilogram. Kekerasan
tablet merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam
melawan tekanan mekanik seperti goncangan, benturan dan terjadi keretakan
tablet selama pengemasan, penyimpanan, transportasi sampai ke tangan
pengguna. Terdapat sejumlah alat yang dapat digunakan untuk mengukur
kekerasan tablet diantaranya Monsanto tester, Pfizer tester dan Strong cobb
hardness tester.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan tablet adalah tekanan kompresi
dan sifat bahan yang dikempa. Semakin besar tekanan yang diberikan saat
penabletan akan meningkatkan kekerasan tablet. Peningkatan jumlah bahan
pengikat akan meningkatkan kekerasan tablet meskipun tekanan kompresinya
sama. Kekerasan tablet berhubungan langsung dengan waktu hancur dan disolusi.
Tablet yang keras memiliki waktu hancur lama (lebih sukar hancur) dan disolusi
yang rendah,namun tidak selamanya seperti itu, kekerasan tablet juga
berhubungan dengan desitas dan porositas.
Tablet yang baik mempunyai kekerasan antara 4-10kg. Hal ini tidak mutlak,
artinya kekerasan tablet bisa lebih kecil dari 4 kg atau lebih tinggi dari 10kg.
kekerasan tablet kurang dari 4 kg masih dapat diterima asal kerapuhannya tidak
melebihi batas yang ditetapkan. Pada kasus tablet lepas lambat , dikehendaki
untuk melepaskan obat dalam jangka lama. Nilai kekekrasan tablet tergantung
pada bobot tablet. Semakin besar bobot suatu tablet maka kekerasan yang
diperlukan juga akan semakin besar .

4. Kerapuhan / Friabilitty
Kerapuhan merupakan parameter yang menggambarkan kekuatan permukaan
tablet dalam melawan berbagai perlakuan yang menyebabkan abrasi pada
permukaan tablet. Kerapuhan tablet dapat dievaluasi dengan menggunakan
friabilator.
Caranya : Tablet yang akan di uji sebanyak 20 tablet, terlebih dahulu di bebas
debukan dan di timbang. Tablet selanjutnya dimasukkan kedalam friabilator, dan
di putar sebanyak 100 putaran (4 menit), tablet selanjutnya di timbang kembali
dan di hitung presentase kehilangan bobot sebelum/sesudah perlakuan. Tablet
dianggap baik bila kerapuhan lebih kecil dari 0,8% (Ansel, 1989).
Uji kerapuhan berhubungan dengan kehilangan bobot akibat abrasi yang
terjadi pada permukaan tablet. Semakin besar harga presentase kerapuhan , maka
semakin besar tablet yang hilang. Kerapuhan yang tinggi akan mempengaruhi
konsentrasi / kadar zat aktif yang masih terdapat pada tablet. Tablet dengan
konsentrasi zat aktif yang kecil (tablet dengan bobot kecil) adanya kehilangan
masa akibat rapuh akan mempengaruhi kadar zat aktif yang masih terdapat dalam
tablet.
5. Uji Waktu Hancur
Agar bahan obat dapat secara utuh diserap pada sistem pencernaan, maka
tablet harus hancur dan melepaskan bahan obat kecairan tubuh. Waktu hancur
adalah waktu yang dibutuhkan oleh tablet untuk menjadi partikel-partikel kecil.
Tablet biasanya diformulasikan dengan bahan pengembang yang menyebabkan
tablet hancur didalam air atau cairan lambung (Soekemi, 1987). Uji waktu hancur
dilakukan pada 6 tablet dan menggunakan disintegratin tester (disentegrator).
Selama percobaan tablet diletakkan pada tiap lubang keranjang, kemudian
keranjang tersebut bergerak naik turun dalam larutan transparan dengan
kecepatan 29-32 putaran permenit. Interval waktu hancur adalah 5-30 menit
(Ansel, 1989). Uji waktu hancur sesuai dengan persyaratan FI adalah kecuali
dinyatakan lain, semua tablet harus tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak
bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet salut gula/salut selaput.
Apabila, tablet 2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12 tablet
lainnya, tidak kurang 16 dari 18 yang diuji harus hancur sempurna (Anonim,
1995).
6. Uji disolusi (Anonim, 1995).
Disolusi adalah suatu proses larutnya zat aktif dari suatu sediaan dalam
medium. Hal ini berlaku untuk obat-obat yang diberikan secara oral dalam bentuk
padat seperti tablet. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya zat aktif
yang terabsorbsi dan memberikan efek terapi di dalam tubuh. (Ansel, 1989). Uji
ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang
tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet atau kapsul, kecuali
pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak
berlaku pada kapsul gelatin lunak kecuali dinyatakan pada masing-masing
monografi. Bila pada etiket dinyatakan bahwa sediaan bersalut enteric, sedangkan
dalam masing-masing monografi, uji disolusi dan uji waktu hancur tidak secara
khusus dinyatakan untuk sediaan bersalut enterik, maka digunakan cara pengujian
untuk sediaan lepas lambat seperti yang tertera pada uji pelepasan obat (961),
kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi.
 Media disolusi
Gunakan pelarut seperti yang tertera dalam masing-masing monografi. Bila
media disolusi adalah suatu dapar, atur pH larutan sedemikian rupa sehingga
berda dalam batas 0,05 suatu pH yang tertera pada masing-masing monografi.
Catatan: gas terlarut dapat membentuk gelembung yang dapat merubah hasil
pengujian. Oleh sebab itu, gas terlarut harus dihilangkan terlebih dahulu
sebelum pengujian dimulai.
 Waktu
Bila dalam spesifikasi hanya terdapat satu waktu, pengujian dapat diakhiri
dalam waktu yang lebih singkat bila persyaratan jumlah minimum yang
terlarut telah dipenuhi. Bila dinyatakan dua waktu atau lebih, cuplikan dapat
diambil hanya pada waktu yang telah ditentukan dengan toleransi ± 2%.
 Prosedur Umum:
Masukkan sejumlah volume media disolusi seperti yang tertera pada masing-
masing monografi ke dalam wadah, pasang alat, biarkan media disolusi
hingga suhu 37o ± 0,5o, dan angkat thermometer. Masukkan satu tablet ke
dalam alat, hilangkan gelembung udara dari permukaan sediaan yang diuji
dan segera jalankan alat pada laju kecepatan seperti yang tertera pada
masing-masing monografi. Dalam interval waktu yang ditetapkan atau pada
tiap waktu yang dinyatakan, ambil cuplikan pada daerah pertengahan antara
permukaan media disolusi dan bagian atas dari keranjang berputar atau daun
dari alat dayung, tidak kurang 1 cm dari dinding wadah. Lakuakan penetapan
seperti yang tertera dalam masing-masing monografi (Anonim, 1995).
Tahap Sampel Uji Kriteria Penerimaan
S1 6 Tiap unit tidak kurang dari Q + 5%
S2 Ditambah 6 Rata-rata dari 12 unit (S1 + S2) adalah sama
dengan atau lebih dari Q dan tidak boleh ada
satupun unit yang kurang dari Q – 15%
S3 Ditambah 12 Rata-rata dari 24 unit (S1 + S2 + S3) adalah sama
dengan atau lebih dari Q dan tidak lebih dari 2
unit yang kurang dari Q-15% serta tidak boleh
ada satupun unit yang kurang dari Q – 25%
BAB III
KESIMPULAN

1. Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak dalam bentuk
tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung.
Mengandung satu jenis obat dengan atau bahan tambahan
2. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat
penghancur, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah, atau zat lain yang cocok.
3. Evaluasi tablet terdiri dari uji keseragaman bobot dan kandungan, uji
keseragam, uji kekerasan, uji waktu hancur, friabilitas, dan uji disolusi tablet.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, Jakarta, UI Press.
Chandira, R.M., Debjit, B., Rahul, Y.,2012, Formulation and Evaluation The Oral
Tablet Ibuprofen, The Pharma Inovation, Tamilnadu, India.
Parrott, E. L., 1971, Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutics 3nd .
Ed. Burgess Publishing Company, Mineapolis.
Voigt, R., 1984, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Soewandi,
N. S., Mathilda, B. W. M., dan Samhuldi, Edisi V, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai