Anda di halaman 1dari 33

PHARMACEUTICAL CARE

DI APOTEK

Purwokerto, Oktober 2017


Oleh: Khafidz Nasrudin, S.Farm., Apt.
DEFINISI PHARMACEUTICAL CARE

 Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 73 tahun 2016


tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
definisinya adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggungjawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien

 Menurut The American Society of Health System (ASHP)


Pharmaceutical Care is the direct responsible provision of
medication-related care the purpose of achieving definite
outcomes that improve a patient’s quality of life
KENDALA-KENDALA
PRAKTEK PELAYANAN
KEFARMASIAN
A. PENDAHULUAN

 Pergeseran orientasi pelayanan


kefarmasian:
 Drug oriented Patient oriented
 Tahun 50an Drug oriented
 Tahun 70an Clincal Pharmacy
 Tahun 80-90an Pharmaceutical
Care
 Apa perbedaannya?????
Tradisional Clinical Pharmaceutical
Pharmacy Pharmacy Care

Primary Focus Prescription Physician or Patients


order or OTC other profesional
Request

Continuity Upon demand Discontinues Continues


(Monitoring and
Follow up)

Strategy Obey Find Fault or Anticipate or


prevention improve quality
of life

Orientation Drug product Process Outcomes


B. SISTEM PELAYANAN KESEHATAN
DI INDONESIA

 Dahulu orientasi sistem pelayanan kesehatan di


Indonesia lebih ke arah Kuratif

 System pelayanan kesehatan berjenjang tidak aktif

 Sistem Yan Kes berubah seiring perubahan kebijakan


serta peraturan perundang-undangan di bidang
kesehatan pada umumnya dan bidang kefarmasian
pada khususnya
C. SISTEM JAMINAN SOSIAL
NASIONAL
Dasar Hukum:

1. UUD 45 beserta amandemennya, pasal 28 Ayat 1

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh Pelayanan
Kesehatan”

2. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

3. Undang-undang no. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial


(BPJS)

4. PP No. 101 tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan

5. Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan

6. PerMenKes no. 69 tahun 2013 tentang tarif JKN


3 AZAS SJSN (Pasal 2 UU No. 40 th 2004)
1. Kemanusiaan
2. Manfaat
3. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

5 PROGRAM SJSN (Pasal 18 UU No.40 th 2004)


1. Jaminan Kesehatan
2. Jaminan Kecelakaan Kerja
3. Jaminan Hari Tua
4. Jaminan Pensiun
5. Jaminan Kematian
8 PRINSIP (Pasal 2 UU No. 40 th 2004)
1. Kegotongroyongan
2. Keterbukaan
3. Kehati-hatian
4. Akuntabilitas
5. Portabilitas
6. Nirlaba
7. Dana amanat
8. Hasil pengelolaan dana digunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan sebesar-besarnya untuk
kepentingan peserta
KEPESERTAAN JKN
Pekerja Penerima
Upah

Bukan Penerima Pekerja Bukan


Bantuan Iuran (PBI) Penerima Upah

Bukan Pekerja
Peserta Jaminan
Kesehatan

Fakir Miskin
Penerima Bantuan
Iuran (PBI)
Orang Tidak Mampu
IURAN
• Dibayar oleh
PBI pemerintah

Pekerja • Dibayar oleh Pemberi


Penerima Upah Kerja dan Pekerja

Pekerja Bukan • Dibayar oleh peserta


Penerima Upah yang bersangkutan
MANFAAT JKN

* RJTP, RITP, RJTL dan RITL serta pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan
Menteri

Pasal 22 ayat 1 dan 2 UU Nomor 40 Tahun 2004


Pelayanan Kesehatan Yang Tidak Dijamin

1. Pelayanan kesehatan tidak sesuai prosedur


2. Pelayanan kesehatan diluar Faskes yang bekerjasama,
kecuali untuk kasus gawat darurat
3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin program jaminan
kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat
kecelakaan kerja atau hubungan kerja
4. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri
5. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik
6. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas
7. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi)
8. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat
dan/atau alkohol

Pasal 25 Perpres 12/2013


9. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau
hobi yang membahayakan diri sendiri
10. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk
akupuntur, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif
berdasarkan penilaian HTA
11. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai
percobaan (eksper imen)
12. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu
13. Perbekalan kesehatan rumah tangga
14. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap
darurat, Kejadian Luar Biasa (KLB)
15. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan
Manfaat Jaminan Kesehatan yang diberikan.
Model Sistem Pelayanan Kesehatan JKN

Penanganan
Tersier subspesialistik
Biaya sgt mhl
(BERJENJANG)
Koordinasi Timbal Balik
(Dukungan IT, Regulasi)
Sekunder
Penanganan
spesialistik
Biaya mahal

Gatekeeper
Primer
Equity besar (aksesibel bagi
semua golongan) Pengelolaan keluhan
Biaya terjangkau kesehatan, promotif,
preventif, survailans

FOKUS PADA PELAYANAN PRIMER


Dimensi Jaga Mutu JKN

STRUCTURE PROCESS OUTCOME

• Sistem gate keeper • Utilization Review • Indeks Kepuasan


• Sistem Rujuk Balik • Peer Review Peserta
• Seleksi Provider ( • Standar Waktu • Indeks Kepuasan
Kredensialing & Penyelesaian Klaim Faskes
Rekredensialing ) ( SPNM ) • Indeks Pelayanan
• Asosiasi Faskes • Monitoring Evaluasi Faskes
• Pola pentarifan program
• Risk Sharing
• Health Technology
Assesment ( HTA )
• Formularium
Nasional
• Prolanis ( Disease
Management
Program )
Pola Pembayaran BPJS

• Pelayanan Primer: dokter dan dokter gigi di Kapitasi


puskesmas, tempat praktik perorangan, klinik
pratama, klinik umum dibalai/lembaga pelayanan
kesehatan

• Pelayanan Sekunder: pelayanan kesehatan DRG/INA CBG’S


spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau
dokter gigi spesialis yang menggunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik
Indonesian Case Based Groups (INACBG’s).

DRG/INA CBG’S
• Pelayanan Tersier: pelayanan kesehatan sub
spesialistik yangdilakukan oleh dokter sub spesialis
atau dokter gigi sub spesialis yangmenggunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan sub
spesialistik
Penyelenggara Pelayanan Kesehatan

Fasilitas • memenuhi persyaratan


(credentialing)
Kesehatan • wajib bekerjasama dengan
milik BPJS Kesehatan

Pemerintah

• memenuhi persyaratan
Fasilitas (credentialing)
Kesehatan • dapat menjalin kerjasama
dengan BPJS Kesehatan
milik swasta
Undang-undang no. 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Pasal 5 : (2) BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) adalah:
a. BPJS Kesehatan; dan
b. BPJS Ketenagakerjaan.

Pasal 60: (1) BPJS Kesehatan mulai beroperasi


menyelenggarakan program jaminan
kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014.
PERTANYAN BESARNYA:
DIMANA POSISI APOTEK DALAM JKN
SEBAGAI SALAH SATU TEMPAT PRAKTEK
APOTEKER?
Apoteker dalam Promotif-Preventif

Sehat (70%) Mengeluh Sakit (30%)


Sumber: Susenas
2010 Selfcare (42%) Yankes (58%)
KIE, selfcare
Promosi kesehatan
Selfcare Sarana
rasional kesehatan
Apoteker di Apotek melaksanakan pemberian informasi,
edukasi kepada masyarakat tentang penggunaan obat ,
masalah terkait obat, pelayanan swamedikasi ,promosi Kualitas
obat generik dan promosi kesehatan yankes
FASILITAS KESEHATAN

Perpres 12 Tahun 2013, Pasal 30 (2):


Fasilitas Kesehatan rawat jalan yang tidak memiliki sarana
penunjang, wajib membangun jejaring dengan Fasilitas Kesehatan
penunjang untuk menjamin ketersediaan obat, bahan medis habis
pakai, dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.

APOTEK LAB OPTIK PMI


Jaringan Dokter + Apotek

Dokter
Keluarga

Dokter
Keluarga apotek Dokter
Keluarga

Dokter
Keluarga
Komponen Kapitasi
untuk rjtp

OBAT

JASA MEDIS/PARA
MEDIS/APOTEKER KAPITASI BMHP/ALKES

ADMINISTRASI
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan:
Pasal 108:
(1) Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan
obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat
dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penjelasan Pasal 108:


 Yang dimaksud dengan “tenaga kesehatan” dalam ketentuan ini adalah tenaga
kefarmasian sesuai dengan keahlian dan kewenangannya. Dalam hal tidak ada tenaga
kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan praktik kefarmasian secara
terbatas, misalnya antara lain dokter dan/atau dokter gigi, bidan, dan perawat, yang
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
PP 51 Tahun 2009 Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian
tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.
Permenkes No. 9 Tahun 2017 Apotek adalah sarana pelayanan
kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.
D. KOMITMEN UNTUK BERUBAH

1. Perubahan orientasi pelayanan kefarmasian


2. Perubahan kebijakan dan peraturan perundang-
undangan
3. Jumlah dan macam obat yang semakin banyak
4. Tingkat pengetahuan masyarakat yang semakin
tinggi
E. KENDALA-KENDALA

Ada beberapa hal yang menjadi kendala mengapa PC sulit dijalankan:


1. Boundary or turf concern
(Batasan yang kurang jelas antara tanggungjawab farmasis dengan
Nakes yang lain)
2. Communication break down
(Kurangnya atau tak adanya komunikasi antar Nakes dengan pasien)
3. Power issue
(Adanya anggapan masyarakat bhw profesi kesehatan yang dominan
adalah dokter)
4. Lack of trust in another’s competence
(Kurangnya kepercayaan terhadap kompetensi profesi kesehatan lain)
5. Practice site distant from one another
(Tempat praktek yang jauh antar tenaga profesi kesehatan)
F. TAHAPAN PENGATASAN KENDALA

1. Proffesional awarenes (Menyadari keberadaan)


2. Proffesional recognize (Pengakuan thd profesi)
3. Exploration and trial (Penjajakan dan percobaan)
4. Proffesional relationship expansion (Memperluas hubungan
profesonalisme)
5. Commitment to colaburative working relationship (Adanya
komitmen untuk bekerjasama secara profesional)
G. SYARAT TERJADINYA COLLABURATIVE
WORKING RELATIONSHIP

1. Close proximity (Kedekatan antar Nakes)


2. Time to interact (Adanya waktu untuk saling berinteraksi)
3. Appropriate clinical knowledge (Pengetahuan menginterpretasi
kondisi klinik pasien)
4. Receptivenes to collaburation (Penerimaan atas terjadinya
kolaburasi)
5. Interact in each other proffesional responsibility (Berinteraksi dlm
tanggungjawab profesional masing-masing tenaga kesehatan)
6. Active discussion of patient care issue (terlibat scr aktif dalam
diskusi ttg kondisi pasien)
7. Trust in each other competence (Percaya thd kompetensi masing-
masing profesi)
 Video 1
 Video 2
 Video 3
 Video 4
 Video 5
 Kasus Story
 Contoh

Anda mungkin juga menyukai