Anda di halaman 1dari 20

Eksistensi Apoteker di Era JKN dan

Program PP IAI

Disampaikan dalam kegiatan


Bimbingan Teknis Pengelola Obat Apotek & Rumah Sakit
di Kota Yogyakarta
10 Mei 2016

Nurul Falah Eddy Pariang, Apoteker


1 PERUNDANG-UNDANGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
Amanat dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
UUD 1945 sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”. Pasal 28H (1)

“Negara mengembangkan sistem jaminan sosial


bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
martabat kemanusiaan”. (Pasal 34 (1))

“Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas


pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum
yang layak”. (Pasal 34(3))

3
UU Kesehatan No.36/2009
Pasal 4
Setiap orang berhak atas Kesehatan
Pasal 5
1.Setiap orang mempunyai hak yang sama
dalam memperoleh akses atas sumber daya di
bidang kesehatan
2.Setiap orang mempunyai hak dalam
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, dan terjangkau.
UU Kesehatan No.36/2009
Pasal 7
• Setiap orang berhak untuk mendapatkan
informasi dan edukasi tentang kesehatan yang
seimbang dan bertanggung jawab.
Pasal 8
• Setiap orang berhak memperoleh informasi
tentang data kesehatan dirinya termasuk
tindakan dan pengobatan yang telah maupun
yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.
UU Kesehatan No. 36/2009
Pasal 108 Ayat (1)
Praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan, pendistribusian obat
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

6
Penjelasan Pasal 108 Ayat (1)
UU No.36/2009
Yang dimaksud dengan “tenaga kesehatan”
dalam ketentuan ini adalah tenaga kefarmasian
sesuai dengan keahlian* dan kewenangannya**.
Dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga
kesehatan tertentu dapat melakukan praktik
kefarmasian secara terbatas, misalnya antara
lain dokter dan/atau dokter gigi, bidan, dan
perawat, yang dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Amar Putusan MK : Atas Judicial Review Pasal 108
• Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;
• Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063) sepanjang kalimat, “... harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan” bertentangan dengan
UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa tenaga kesehatan
tersebut adalah tenaga kefarmasian, dan dalam hal tidak ada
tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan
praktik kefarmasian secara terbatas, antara lain, dokter dan/atau
dokter gigi, bidan, dan perawat yang melakukan tugasnya dalam
keadaan darurat yang mengancam keselamatan jiwa dan
diperlukan tindakan medis segera untuk menyelamatkan pasien;
• Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063) sepanjang kalimat,
“... harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan” adalah tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai
bahwa tenaga kesehatan tersebut adalah tenaga kefarmasian
dan dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga
kesehatan tertentu dapat melakukan praktik kefarmasian
secara terbatas, antara lain, dokter dan/atau dokter gigi,
bidan, dan perawat yang melakukan tugasnya dalam
keadaan darurat yang mengancam keselamatan jiwa dan
diperlukan tindakan medis segera untuk menyelamatkan
pasien;
• Penjelasan Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
• Penjelasan Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
• Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan
selebihnya;
• Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita
Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
INTERPRETASI PASAL 108 UU 36/2009
Praktik Kefarmasian sesuai
Undang Undang 36/2009
Liability Liability

Keahlian* Pembuatan,
Pengendalian Mutu,
Kewenangan**
Pengamanan,
Pengadaan,
Penyimpanan, Pengakuan oleh
Kompetensi Ilmu Kecukupan Pendistribusian Obat, Sistem Negara melalui
Pengetahuan dan Pengalaman Pelayanan obat atas
Tehnologi Farmasi Praktik
•Registrasi (STRA)
Resep Dokter, ,
Pelayanan Informasi •Lisensi Praktik
Sertifikat Produk Profesi Obat, Bahan Obat, (SIP/SIK)
Kompetensi yg dilayankan dan Obat Tradisional
Apoteker secara SPO Praktik
karakteristik HARUS Kefarmasian
Dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian
dan dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan praktik
kefarmasian secara terbatas, antara lain, dokter dan/atau dokter gigi, bidan, dan perawat yang melakukan
tugasnya dalam keadaan darurat yang mengancam keselamatan jiwa dan diperlukan tindakan medis segera
untuk menyelamatkan pasien; 11
IMPLIKASI UU 36/09 DAN PP 51/09
FORMAT PELAYANAN FARMASI
SAAT INI
• PROSES FARMASI DALAM
PELAYANAN PASIEN, BERBASIS
KOMODITI OBAT
• MEKANISME PELAYANAN PASIEN
BERBASIS TRANSAKSI” JUAL-BELI
“ OBAT, BUKAN PELAYANAN
KESEHATAN
• DIMENSI OBAT ADALAH
“BARANG” DAGANGAN
• TANPA “LIABILITY PELAYANAN”
• PASIEN HARUS MENERIMA DAN
MEMBAYAR HARGA OBAT YG
DITAGIHKAN
• NON TRANSPARANSI
• UMUMNYA TANPA SOP
• UMUMNYA TANPA JASA PROFESI
2 ERA JKN
ERA JKN
UU No.40 Th 2004 ttg Sistem Jaminan
Sosial Nasional (Pasal 23)
1. Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
diberikan pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta
yang menjalin kerjasama dengan Badan Penelenggara Jaminan
Sosial.
2. Dalam keadaan darurat, pelayanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak
menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
3. Dalam hal di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang
memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medik sejumlah
peserta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan
Kompensasi.
4. Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka
kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
UU No.40 Th 2004 ttg Sistem Jaminan
Sosial Nasional (Penjelasan Pasal 23)
Ayat (1)
Fasilitas kesehatan meliputi rumah sakit, dokter praktek, klinik, laboratorium,
apotek dan fasilitas kesehatan lainnya. Fasilitas kesehatan memenuhi syarat
tertentu apabila kesehatan tersebut diakui dan memiliki izin dari instansi
Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
Ayat (3)
Kompensasi yang diberikan pada peserta dapat dalam bentuk uang tunai, sesuai
dengan hak peserta.
Ayat (4)
Peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi dari haknya (kelas standar),
dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau
membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas
perawatan.
RESTRUKTURISASI PELAYANAN KESEHATAN
Sistem Kesehatan di Provinsi
TIDAK TERSTRUKTUR
TERSTRUKTUR

Tertiary Tertiary

Secondary

Rujukan -
Kewenangan
Primary Care
Pelayanan
Kesehatan Primer

Self Care

Sumber : Professor Dr Syed Mohamed Aljunid, 17


Pada Seminar SJSN Di Bidakara, 4 April 2013
Referral Health System

Sumber : Professor Dr Syed Mohamed Aljunid, Pada Seminar SJSN 18


Di Bidakara, 4 April 2013
Permenkes 59/2014
STANDAR TARIF PELAYANAN KESEHATAN DALAM PENYELENGGARAAN
PROGRAM JAMINAN KESEHATAN
Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1. Tarif Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang


dibayar dimuka oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan jumlah peserta
yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah
pelayanan kesehatan yang diberikan.

2. Tarif Non Kapitasi adalah besaran pembayaran klaim oleh


BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama berdasarkan jenis dan jumlah pelayanan
kesehatan yang diberikan.
Permenkes 59/2014
STANDAR TARIF PELAYANAN KESEHATAN DALAM PENYELENGGARAAN
PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

Pasal 1
3. Tarif Indonesian - Case Based Groups yang selanjutnya
disebut Tarif INA-CBG’s adalah besaran pembayaran klaim
oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada
pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur.

Pasal 2
Tarif pelayanan kesehatan pada FKTP meliputi:
a. Tarif Kapitasi; dan
b. Tarif Non Kapitasi.

Anda mungkin juga menyukai