Anda di halaman 1dari 69

KECURANGAN (FRAUD) DALAM

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN


NASIONAL DI RUMAH SAKIT
Puti Aulia Rahma, drg., MPH, CFE
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK)
Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK KMK) UGM
PERKENALAN
Puti Aulia Rahma, drg., • Jakarta, 6 September 1985

MPH, CFE • Dokter Gigi  Fakultas Kedokteran Gigi – UGM (2003 –

2010)

• MPH  Magister Manajemen Rumah Sakit (MMR) –

IKM FK KMK UGM) (2008 – 2010)

• Konsultan Manajemen Kesehatan  Ikatan Konsultan

Kesehatan Indonesia (IKKESINDO) (2018)

Konsultan & Peneliti Bidang Anti Fraud Kesehatan


• Certified Fraud Examiner (CFE)  Associated of
di Pusat Kebijakan & Manajemen Kesehatan (PKMK)
FK KMK UGM (2010) Certified Fraud Examiner (ACFE) Global (2018)
Hanevi Djasri, dr., • Jakarta, 11 Agustus 1969

MARS • Dokter Umum  Fakultas Kedokteran Umum – UI

(1994)

• MARS  Magister Administrasi Rumah Sakit – UI (1997)

• Konsultan Manajemen Kesehatan  Ikatan Konsultan

Kesehatan Indonesia (IKKESINDO) (2018)

• Fellow  International Society for Quality in Healthcare


Konsultan & Peneliti Bidang Clinical Quality
(ISQua) (2018)
di Pusat Kebijakan & Manajemen Kesehatan (PKMK)
FK KMK UGM (2003)
Keterlibatan dalam Pengembangan Upaya
Pencegahan Kecurangan (Fraud) JKN
1. Edukasi dan sosialisasi, pembinaan, dan peningkatan keterampilan anti kecurangan (fraud)
JKN kepada BPJS Kesehatan, lebih dari 20 Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan lebih dari
200 fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, maupun FKTP (sejak awal 2014 – saat ini).
2. Terlibat dalam penyusunan Permenkes No. 36/ 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud)
dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan pada Sistem Jaminan Sosial Nasional
bersama Kementerian Kesehatan RI (mulai pertengahan tahun 2014 – pertengahan 2015).
3. Terlibat dalam penyusunan Alat Diagnostik Pemenuhan PMK No. 36/ 2015 di FKRTL bersama
KPK (akhir tahun 2015).
4. Membentuk dan mengelola Community of Practice (CoP) Anti Fraud Layanan Kesehatan
yang saat ini sudah beranggotakan lebih dari 350 orang (tahun 2016 – saat ini).
5. Deteksi potensi fraud di lebih dari 30 rumah sakit seluruh Indonesia (sejak tahun 2016).
6. Penelusuran lanjut potensi fraud di total di 6 rumah sakit seluruh Indonesia (sejak tahun 2016).
7. Terlibat dalam revisi dan pengembangan Pedoman Pencegahan Kecurangan JKN bersama
KPK, Kementerian Kesehatan RI, dan BPJS Kesehatan (tahun 2018).
Fanpage CoP Anti Fraud Layanan Kesehatan
bit.ly/fb-copantifraud
Website CoP Anti Fraud Layanan Kesehatan
bit.ly/web-copantifraud
SISTEMATIKA PRESENTASI
SISTEMATIKA PRESENTASI
1. Regulasi Tentang Kecurangan (Fraud) JKN di Indonesia
2. Pengertian Kecurangan (Fraud)
3. Pelaku Kecurangan (Fraud)
4. Dampak Kecurangan (Fraud)
5. Contoh Bentuk Kecurangan (Fraud) di Rumah Sakit
6. Amanat PMK No. 36/ 2015 Tentang Pencegahan Kecurangan
(Fraud) JKN di Rumah Sakit
7. Pasal dalam KUHP Tentang Fraud
8. Diskusi
REGULASI TENTANG KECURANGAN
(FRAUD) DALAM JKN
Regulasi Terkait Fraud JKN
Baru ada 3 regulasi yang resmi berlaku terkait kecurangan (fraud)
JKN:
1. Permenkes No. 36/ 2015
• Permenkes No. 36 Tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud)
dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan pada SJSN
• Latar Belakang:
• Potensi Fraud
• Perlu upaya pencegahan
• Sistematika:
• 7 Bab
• 31 Pasal
2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/72/2015
• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/72/2015 Tentang Tim
Pencegahan Fraud dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Pada Sistem
Jaminan Sosial Nasional
•Berisi tentang SusunanKeanggotaan Tim Pencegahan Fraud dalam
Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan pada Sistem Jaminan Sosial Nasional,
yang terdiri dari:
• Pelindung: Menteri Kesehatan
• Tim Pengarah Ketua: Inspektur Jenderal,
Kementerian Kesehatan (memiliki 6 anggota)
• Tim Teknis Ketua: Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (memiliki
1 wakil (Dir. BUK Rujukan) dan 15 anggota)
• Sekretariat
3. Perpres 82/ 2018 Tentang Jaminan Kesehatan
• Bab X - Pencegahan Dan Penanganan Kecurangan (Fraud) Dalam
Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan
• Pasal 92 – 95

4. Permenkes No .... Tahun .... >>> revisi PMK No. 36/ 2015
PENGERTIAN KECURANGAN
(FRAUD)
Pengertian Kecurangan (Fraud) dalam Law
Dictionar y

“Fraud consists of some deceitful practice or willful device, resorted to


with intent to deprive another of his right, or in some manner to do
him an injury”
Pengertian Kecurangan (Fraud) menurut
ACFE – AICPA - IIA

“Any intentional act or omission design to deceive others, resulting in


the victim suffering a loss and/ or the perpetrator achieving a gain”
Kecurangan (Fraud) JKN dalam PMK No.
36/ 2015

“… tindakan yang dilakukan dengan sengaja oleh … untuk


mendapatkan keuntungan finansial dari program jaminan kesehatan
dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui perbuatan curang
yang tidak sesuai dengan ketentuan”
PELAKU KECURANGAN (FRAUD)
Pelaku Fraud Layanan Kesehatan
• Peserta
• Petugas BPJS Kesehatan
• Pemberi pelayanan kesehatan
• Penyedia obat dan alat kesehatan
• Regulator
10%
10%
Medical
8% Professional
Facility

Consumer
72%

Other

America’s Health Insurance Program


4%

33%
Medical Doctor
59% Dentist
Miscellaneous
4%
Chiropractor

America’s Health Insurance Program


Regulator

Supplier Pihak
Pembayar

Pasien Provider
DAMPAK KECURANGAN (FRAUD)
LAYANAN KESEHATAN
Dampak Fraud Layanan Kesehatan
• Fraud dalam bidang kesehatan terbukti berpotensi menimbulkan kerugian
finansial dalam jumlah yang tidak sedikit.
• Merugikan berbagai pihak
• Di USA, potensi kerugian akibat fraud sebesar 3 -10% dari dana yang dikelola
(data FBI)
• Di Indonesia, dana kesehatan yang berpotensi digunakan dengan cara yang
tidak layak oleh berbagai pihak adalah 40 T pertahun (KPK, 2014)
• Fraud dalam JKN seperti gunung es  175.774 klaim Juni 2015 dengan nilai
sebesar Rp. 440 Milyar yang terduga Fraud (data BPJS Kesehatan, per Juni
2015)  Per Februari 2017, sudah mencapai 1 juta klaim terdeteksi fraud.
Fraud VS Mutu Layanan Kesehatan
Di Amerika Serikat, kasus fraud layanan kesehatan terbukti berkaitan
dengan penurunan mutu & keselamatan pasien:
1. Perawatan saluran akar (PSA) pada gigi yang secara medis lebih tepat dicabut,
karena klaim PSA lebih tinggi dari pencabutan (Joan H. Krause, 2006).
2. Faskes mempekerjakan staf klinis yang (sebenarnya) tidak memiliki kompetensi
pelayanan kesehatan jiwa, agar faskes dapat mengklaim biaya pelayanan yang
lebih tinggi (DoJ, 2016).
3. Faskes bekerja sama dengan perusahaan radiologi yang buruk yang
menghasilkan ronsen berkualitas rendah. Dampaknya terdapat salah baca hasil
ronsen kasus pasien congestive heart failure  salah tindakan  2 pasien
meninggal (Pacific Prime, 2017).
4. Kateterisasi jantung yang tidak perlu pada 750 pasien, 2 pasien meninggal
(NHCAA, 2016).
CONTOH BENTUK KECURANGAN
(FRAUD) DI RUMAH SAKIT
Bentuk-Bentuk Fraud oleh Provider*
Terkait Klaim Terkait Klaim dan Mutu
No medical value (86%)
Upcoding (100 %)
Standard of care (86%)
Cloning Unnecessary treatment
Phantom billing
Inflated bills
Service unbundling or fragmentation
Self-referral
Repeat billing
Length of stay
Type of room charge
Time in OR
Keystroke mistake (100 %) *Sumber PMK No.36/ 2015
Cancelled services (86%) **Cetak tebal = hasil FGD dengan 7 RS besar di
Indonesia
Tindakan Definisi Operasional Persentasi Potensi terjadi di 7
RS
Upcoding Memasukkan klaim penagihan atas dasar 100%
kode yang tidak akurat, yaitu diagnosa
atau prosedur yang lebih kompleks atau
lebih banyak menggunakan sumber
dayanya, sehingga menghasilkan nilai
klaim lebih tinggi dari yang seharusnya.

Keystroke Mistake Kesalahan dalam mengetikkan kode 100%


diagnosa dan atau prosedur, yang dapat
mengakibatkan klaim lebih besar atau
lebih kecil
Cancelled Services Penagihan terhadap obat, prosedur atau 86%
layanan yang sebelumnya sudah
direncanakan namun kemudian
dibatalkan
No Medical Value Penagihan untuk layanan yang tidak 86%
meningkatkan derajat kesembuhan
pasien atau malah memperparah kondisi
pasien. Khususnya yang tidak disertai
bukti efikasi secara ilmiah.
Standard of Care Penagihan layanan yang tidak sesuai 86%
standar kualitas dan keselamatan pasien
yang berlaku
Service Unbundling Menagihkan beberapa prosedur secara 71%
or fragmentation terpisah yang seharusnya dapat
ditagihkan bersama dalam bentuk paket
pelayanan, untuk mendapatkan nilai
klaim lebih besar pada satu episode
perawatan pasien

Unnecessary Penagihan atas pemeriksaan atau terapi 71%


Treatment yang tidak terindikasi untuk pasien

Phantom Billing Tagihan untuk layanan yang tidak 57%


pernah diberikan

Inflated Bills Menaikkan tagihan global untuk 57%


prosedur dan perawatan yang digunakan
pasien khususnya untuk alat implant dan
obat-obatan
Self Referral Penyedia layanan kesehatan yang merujuk 57%
kepada dirinya sendiri atau rekan kerjanya
untuk memberikan layanan, umumnya
disertai insentif uang atau komisi

Type of Room Charge Menagihkan biaya perawatan untuk 57%


ruangan yang kelas perawatanya lebih
tinggi daripada yang sebenarnya
digunakan pasien

Repeat Billing Menagihkan lebih dari satu kali untuk 43%


prosedur, obat-obatan dan alkes yang
sama padahal hanya diberikan satu kali
Time In OR Menagihkan prosedur menggunakan 43%
waktu rata-rata maksimal operasi, bukan
durasi operasi yang sebenarnya.
Khususnya jika durasi operasi tersebut
lebih singkat daripada reratanya

Cloning Menggunakan sistem rekam medis 29%


elektronik dan membuat model
spesifikasi profil pasien yang terbentuk
secara otomatis dengan mengkopi profil
pasien lain dengan gejala serupa untuk
menampilkan kesan bahwa semua
pasien dilakukan pemeriksaan lengkap

Length of Stay Menagihkan biaya perawatan pada saat 29%


pasien tidak berada di rumah sakit atau
menaikkan jumlah hari rawat untuk
meningkatkan nilai klaim
AMANAT PMK No. 36/ 2015 TENTANG
PENCEGAHAN KECURANGAN (FRAUD)
DI RUMAH SAKIT
Siklus Anti Fraud (European Commission, 2013)

Awareness Reporting

Sanctioning Detection

Investigation
1. Membangun Sistem
Pencegahan Kecurangan JKN
• Dalam pasal 9 disebutkan bahwa FKRTL yang bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan harus membangun sistem pencegahan Kecurangan
JKN melalui:
• a. penyusunan kebijakan dan pedoman pencegahan Kecurangan JKN  mendorong
semua SDM untuk bekerja sesuai etika, standar profesi, dan standar pelayanan
• b. pengembangan pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada kendali mutu dan
kendali biaya*  manajemen yang efektif dan efisien
• c. pengembangan budaya pencegahan Kecurangan JKN sebagai bagian dari tata kelola
organisasi dan tata kelola klinis yang berorientasi kepada kendali mutu dan kendali biaya
 transparan, akuntabel, rensponsibel, independen, dan wajar

* Menggunakan PPK (Pedoman Praktek Klinik)


Sumber:

https://www.cms.gov/Outrea
ch-and-Education/Medicare-
Learning-Network-
MLN/MLNProducts/Download
s/Avoiding_Medicare_FandA_
Physicians_FactSheet_905645.
pdf
Sumber:

https://www.cms.gov/Outre
ach-and-
Education/Medicare-
Learning-Network-
MLN/MLNProducts/downloa
ds/Fraud_and_Abuse.Pdf
2. Membentuk Tim Pencegahan
Kecurangan JKN
• Dalam pasal 18 disebutkan mengenai pembentukan Tim Pencegahan
Kecurangan JKN di FKRTL
• Tim pencegahan Kecurangan JKN di FKRTL terdiri atas unsur satuan
pemeriksaan internal, komite medik, perekam medis, Koder, dan
unsur lain yang terkait
• Tim dapat bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sewaktu-waktu
• Tugas:
• a. melakukan deteksi dini Kecurangan JKN berdasarkan data Klaim
pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh FKRTL;
• b. menyosialisasikan kebijakan, regulasi, dan budaya baru yang berorientasi
pada kendali mutu dan kendali biaya;
• c. mendorong pelaksanaan tata kelola organisasi dan tata kelola klinik yang
baik;
• d. meningkatkan kemampuan Koder, serta dokter dan petugas lain yang
berkaitan dengan Klaim;
• e. melakukan upaya pencegahan, deteksi dan penindakan Kecurangan JKN;
• f. monitoring dan evaluasi; dan
• g. pelaporan.
• Dalam pasal 19 disebutkan bahwa bila FKRTL belum memiliki tim
pencegahan Kecurangan JKN, pencegahan Kecurangan JKN dapat
dilakukan oleh tim pencegahan kecurangan JKN di FKTP yang
dibentuk oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
3. Melakukan Upaya-Upaya
Pencegahan Kecurangan
• Dalam pasal 19 disebutkan bahwa bila FKRTL belum memiliki tim
pencegahan Kecurangan JKN, pencegahan Kecurangan JKN dapat
dilakukan oleh tim pencegahan kecurangan JKN di FKTP yang
dibentuk oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
• Dalam pasal 20 disebutkan bentuk-bentuk upaya pencegahan
kecurangan sebagai berikut:
• a. peningkatan kemampuan Koder, dokter, serta petugas lain yang berkaitan
dengan Klaim; dan
• b. peningkatan manajemen dalam upaya deteksi dini Kecurangan JKN 
analisis data klaim, investigasi, dan pelaporan hasil analisis data klaim dan
investigasi.
• Analisis data klaim dapat bekerjasama dengan verifikator BPJS
Kesehatan.
• Investigasi dilakukan oleh tim investigasi yang ditunjuk oleh tim
pencegahan Kecurangan JKN dengan melibatkan unsur pakar,
asosiasi rumah sakit/asosiasi fasilitas kesehatan, dan organisasi
profesi.
• Investigasi dengan cara audit.
4. Membuat Pelaporan Hasil Deteksi dan
Investigasi
• Dalam pasal 24 disebutkan mengenai pelaporan hasil deteksi dan
investigasi:
• (1) Pelaporan hasil deteksi dan investigasi adanya dugaan Kecurangan
JKN dilakukan oleh tim pencegahan Kecurangan JKN kepada
pimpinan fasilitas kesehatan.
• (2) Pelaporan paling sedikit memuat:
a. ada atau tidaknya kejadian Kecurangan JKN yang ditemukan;
b. rekomendasi pencegahan berulangnya kejadian serupa di kemudian hari;
dan
c. rekomendasi sanksi administratif bagi pelaku Kecurangan JKN.
5. Menerima Pengaduan Kecurangan
• Dalam pasal 25 disebutkan tentang proses pengaduan potensi fraud:
• (1)Setiap orang yang mengetahui adanya tindakan Kecurangan JKN dapat
melakukan pengaduan secara tertulis.
• (2)Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
pimpinan fasilitas kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau
Dinas Kesehatan Provinsi.
• (3)Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat paling
sedikit:
• a. identitas pengadu;
• b. nama dan alamat instansi yang diduga melakukan tindakan
Kecurangan JKN; dan
• c. alasan pengaduan.
Mengapa Penting Memiliki Sarana Pengaduan?
• Bukti dampak manfaat sistem pengaduan
• Sistem pelaporan yang baik dan melindungi informan, mendorong terjadinya
pelaporan fraud dari staf internal (50,9%)
• Organisasi yang memiliki sistem pelaporan fraud (hotline) menerima lebih
banyak laporan fraud (50,9%) dibandingkan dengan organisasi yang tidak
memiliki hotline (35%)

ACFE, 2012, Report to The Nations on Occupational Fraud and Abuse


Contoh Layanan Pengaduan Rumah Sakit
Contoh Layanan Pengaduan BPJS Kesehatan
Bentuk sarana pengaduan
kecurangan pelayanan
kesehatan dapat
menggunakan contoh dari
website pengaduan fraud
Medicare:

https://www.medicare.gov
/forms-help-and-
resources/report-fraud-
and-abuse/report-
fraud/reporting-
fraud.html)
6. Menindaklanjuti Pengaduan
dengan Investigasi Internal
• Dalam pasal 26 disebutkan tentang tindak lanjut pasca pelaporan
potensi fraud yaitu dengan investigasi:
1. Pimpinan fasilitas kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan/atau Dinas Kesehatan Provinsi harus menindaklanjuti pengaduan
dengan cara melakukan investigasi.
2. Investigasi dilakukan dengan melibatkan BPJS Kesehatan, tim
pencegahan Kecurangan JKN di FKTRL, atau tim pencegahan Kecurangan
JKN FKTP yang dibentuk Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
3. Pimpinan fasilitas kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau
Dinas Kesehatan Provinsi setelah melakukan investigasi harus menetapkan
ada tidaknya tindakan Kecurangan JKN.
4. Dalam hal terjadi perselisihan pendapat terhadap penetapan ada tidaknya
Kecurangan JKN, Dinas Kesehatan Provinsi atau Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat meneruskan pengaduan kepada Tim pencegahan
Kecurangan JKN yang dibentuk oleh Menteri
7. Pembinaan dan Pengawasan
• Dalam pasal 27 disebutkan mengenai pembinaan dan pengawasan:
• (1) Pembinaan dan pengawasan pencegahan Kecurangan JKN dilakukan oleh
Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing.
• (2) Di rumah sakit, dapat melibatkan badan pengawas rumah sakit, dewan
pengawas rumah sakit, perhimpunan/asosiasi perumahsakitan, dan
organisasi profesi.
• (3) Di klinik utama atau yang setara dan FKTP, dapat melibatkan asosiasi
fasilitas kesehatan dan organisasi profesi.
• (4) Dilaksanakan melalui:
• a.advokasi, sosialisasi, dan bimbingan teknis;
• b.pelatihan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia; dan
• c.monitoring dan evaluasi.
8. Memberikan Sanksi Administrasi
• Dalam pasal 28 disebutkan tentang sanksi administrasi bagi pelaku
fraud:
• (1)Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Menteri, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
memberikan sanksi administratif bagi fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan,
dan penyedia obat dan alat kesehatan.
• (2)Sanksi administratif berupa:
• a. teguran lisan;
• b. teguran tertulis; dan/atau
• c. perintah pengembalian kerugian akibat Kecurangan JKN kepada pihak yang
dirugikan.
• (3)Dalam hal tindakan Kecurangan JKN dilakukan oleh pemberi pelayanan
atau penyedia obat dan alat kesehatan, sanksi administrasi dapat ditambah
dengan denda paling banyak sebesar 50% dari jumlah pengembalian kerugian
akibat tindakan Kecurangan JKN.
• (5)Sanksi administrasi tidak menghapus sanksi pidana
• (3)Dalam hal tindakan Kecurangan JKN dilakukan oleh pemberi pelayanan
atau penyedia obat dan alat kesehatan, sanksi administrasi dapat ditambah
dengan denda paling banyak sebesar 50% dari jumlah pengembalian kerugian
akibat tindakan Kecurangan JKN.
• (5)Sanksi administrasi tidak menghapus sanksi pidana
PASAL DALAM KUHP TERKAIT FRAUD
Pasal dalam KUHP Terkait Fraud
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan beberapa pasal yang
mencakup pengertian fraud seperti:

1. Pasal 362 tentang Pencurian (definisi KUHP: :mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya
atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum”);
2. Pasal 368 tentang Pemerasa dan Pengancaman (definisi KUHP:”dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, memaksa seseorang
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagaian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya
membuat hutang maupun menghapuskan piutang”);
3. Pasal 372 tentang Penggelapan (definisi KUHP: “dengan sengaja dan melawan hukum
memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi
yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan”);
4. Pasal 378 tentang Perbuatan Curang (definisi KUHP:”dengan maksud untuk menguntungkan
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau
martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan
orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang
maupun menghapus piutang”);

5. Pasal 396 tentang Merugikan Pemberi Piutang dalam keadaan Pailit;

6. Pasal 406 tentang menghancurkan atau merusakkan barang memberikan definisi “dengan
sengaja atau melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membuat tidak dapat dipakai
atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain”);

7. Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435 yang secara khusus diatur
dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999).

*Referensi: M. Tuanakotta, Theodorus (2010). Akuntansi Forensik & Audit Investigatif. Bogor: Penerbit Salemba Empat
TERIMA KASIH
putiauliarahma@gmail.com
0813 293 58583

Anda mungkin juga menyukai