Anda di halaman 1dari 10

Analisis Kandungan Minyak Atsiri dan Uji

Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Rimpang


Kencur (Kaempferia galanga L.)
Aliya Nur Hasanah, Fikri Nazaruddin, Ellin Febrina, dan Ade Zuhrotun
Fakultas Farmasi
Universitas Padjadjaran, Bandung
e-mail : aliya_nh@yahoo.com
Diterima 11 April 2011, disetujui untuk dipublikasikan 28 April 2011
Abstrak
Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan salah satu tanaman Suku Zingiberaceae yang diketahui
mengandung
minyak atsiri. Secara empirik rimpang kencur sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya untuk
mengobati radang (inflamasi). Sampai saat ini, belum pernah dilaporkan aktivitas antiinflamasi dari ekstrak
rimpang kencur. Penelitian ini bertujuan mempelajari aktivitas antiinflamasi, kandungan minyak atsiri, dan
pengaruh kandungan minyak atsiri tersebut terhadap aktivitas antiinflamasi rimpang kencur. Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang kencur yang berasal dari dua daerah yaitu Kabupaten Subang
dan
Kabupaten Sukabumi. Aktivitas antiinflamasi ditentukan melalui uji terhadap inflamasi akut yang diinduksi
dengan
karagenan dan analisis kandungan minyak atsirinya dilakukan menggunakan GC/MS. Hasil pengujian aktivitas
antiinflamasi menunjukkan bahwa ekstrak rimpang kencur dari Kab. Subang dapat menginhibisi inflamasi
sebesar
36,47±2,46; 40,07±2,09; dan 51,27±2,63 % sedangkan dari Kab. Sukabumi menghambat sebesar 40,19±4,12;
39,44±6,66; dan 48,90±5,09 % berturut-turut pada dosis 18, 36, dan 45 mg/kg bobot badan tikus. Kadar
minyak
atsiri ekstrak rimpang kencur dari Kab. Subang lebih kecil yaitu sebesar 5,825% dibandingkan kadar minyak
atsiri
ekstrak kencur dari Kab. Sukabumi(14,41%), namun rimpang kencur dari Kabupaten Subang maupun dari
Sukabumi mengandung minyak atsiri yang sama yaitu 2,4,6-trimetil oktan, etilsinamat, limonen dioksida, asam
etil
ester 3-(4-metoksifenil)-2-propenoat, dan etil p-metoksisinamat.
Kata kunci : Kaempferia galanga L., Aktivitas antiinflamasi, Minyak atsiri, etil-p-metoksisinamat
Abstract
Kencur (Kaempferia galanga L.) is a plant of Zingiberaceae family which is well known as essential oil
containing
plant. Traditionally, kaempferia rhizome was used to treat inflammation. Untill now, there is no report of the
antiinflammatory
activity of this plant rhizome extract. This research aim is to study the anti-inflammatory activity of
the extract, its essential oil contents, and the influence of its essential oil contents on its anti-inflammatory
activity.
The kaempferia rhizome used in this research was collected from two diffrent parts that is from Kabupaten
Subang
and Kabupaten Sukabumi. The anti-inflammmatory activity of the extract was detemine through acute
inflammatory
test which is induced by carrageenan and analysis of the essential oil contents was done using GC/MS. The
antiinflammatory
activity test showed that at the same tested doses i.e. 18, 36, and 45 mg/kg rat body weight,
kaempferia rhizome extract from Kabupaten Subang inhibited the inflammatory response: 36.47±2,46;
40.07±2,09; and 51.27±2,63 % while kaempferia rhizome extract from Sukabumi inhibited: 40.19±4,12;
39.44±6,66; and 48.90±5,09%, respectively. The essential oil contents of Kaempferia rhizome from Kabupaten
Subang lower that is 5.825% compared to the amount of essential oil from Kabupaten Sukabumi (14.41%).
However, the rhizomes either collected from Sukabumi or Subang contained the same essential oil i.e. 2,4,6-
trimethyl octane, ethyl cinnamate, limonene dioxide, ethyl ester 3-(4-methoxyphenyl)-2-propenoic acid, and
ethyl pmethoxycinnamate.
Keywords : Kaempferia galanga, L., Anti-inflammatory activity, Essential oils, etil-p-metoksisinamat.
1. Pendahuluan
Radang atau inflamasi merupakan respon
protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau
kerusakan pada jaringan yang berfungsi untuk
menghancurkan, mengurangi, atau melokalisasi
(sekuster) baik agen pencedera maupun jaringan yang
cedera itu. Tanda-tanda pokok peradangan akut
mencakup pembengkakan/edema, kemerahan, panas,
nyeri, dan perubahan fungsi. Hal-hal yang terjadi pada
proses radang akut sebagian besar dimungkinkan oleh
pelepasan berbagai macam mediator kimia, antara lain
amina vasoaktif, protease plasma, metabolit asam
arakhidonat dan produk leukosit (Erlina dkk, 2007).
Beberapa tahun terakhir ini penelitian
antiinflamasi dipusatkan pada metabolit asam
arakhidonat sebagai mediator peradangan yang
penting. Asam arakhidonat banyak berasal dari
Hasanah dkk., Analisis Kandungan Minyak Atsiri dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak ............................ 148
fosfolipid membran sel yang diaktifkan oleh cedera.
Asam arakhidonat dapat dimetabolisme melalui dua
jalur yang berbeda, yaitu jalur siklooksigenase (COX)
menghasilkan sejumlah prostaglandin dan tromboksan
serta jalur lipooksigenase (LOX) yang menghasilkan
leukotrien (Price dan Wilson, 1995).
Dalam pengobatan inflamasi, kelompok obat
yang banyak diberikan adalah obat antiinflamasi non
steroid (AINS). Obat ini merupakan obat sintetik
dengan struktur kimia heterogen. Prototipe obat
golongan ini adalah aspirin, karena itu sering disebut
juga obat mirip aspirin (aspirin like drugs) (Wilmana
dan Gan, 2007). Efek terapi AINS berhubungan
dengan mekanisme kerja penghambatan pada enzim
siklooksigenase-1 (COX-1) yang dapat menyebabkan
efek samping pada saluran cerna dan penghambatan
pada enzim siklooksigenase-2 (COX-2) yang dapat
menyebabkan efek samping pada sistem
kardiovaskular. Kedua enzim tersebut dibutuhkan
dalam biosintesis prostaglandin (Lelo dan Hidayat,
2004).
Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan
salah satu dari lima jenis tumbuhan yang
dikembangkan sebagai tanaman obat asli Indonesia.
Kencur merupakan tanaman obat yang bernilai
ekonomis cukup tinggi sehingga banyak
dibudidayakan. Bagian rimpangnya digunakan sebagai
bahan baku industri obat tradisional, bumbu dapur,
bahan makanan, maupun minuman penyegar lainnya
(Rostiana dkk., 2003).
Secara empirik, kencur berkhasiat sebagai obat
untuk batuk, gatal-gatal pada tenggorokan, perut
kembung, mual, masuk angin, pegal-pegal,
pengompres bengkak/radang, tetanus dan penambah
nafsu makan (Miranti, 2009). Sulaiman dkk. (2007),
menyatakan bahwa rimpang kencur dapat digunakan
sebagai untuk hipertensi, rematik, dan asma.
Penelitian yang dilakukan Sulaiman dkk. (2007) ini
juga melaporkan bahwa ekstrak air daun kencur
mempunyai aktivitas antiinflamasi yang diuji pada
radang akut yang diinduksi dengan karagenan.
Kandungan minyak atsiri dari rimpang kencur
diantaranya terdiri atas miscellaneous compounds
(misalnya etil p-metoksisinamat 58,47%, isobutil β-2-
furilakrilat 30,90%, dan heksil format 4,78%); derivat
monoterpen teroksigenasi (misalnya borneol 0,03%
dan kamfer hidrat 0,83%); serta monoterpen
hidrokarbon (misalnya kamfen 0,04% dan terpinolen
0,02%) (Sukari dkk., 2008).
Berdasarkan data empirik penggunaan rimpang
kencur sebagai obat untuk radang maka dilakukan uji
aktivitas antiinflamasi dari ekstrak rimpang kencur.
Penelitian dilakukan terhadap ekstrak rimpang kencur
yang berasal dari Kab. Sukabumi dan Kab. Subang
Propinsi Jawa Barat. Penelitian diawali dengan
analisis kandungan minyak atsiri ekstrak
menggunakan GC/MS kemudian diuji khasiat
antiinflamasinya dengan metode radang akut yang
diinduksi dengan karagenan.
2. Metode
2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah alat untuk maserasi, rotavapor, pletismometer,
waterbath, oven (Memmert), seperangkat alat distilasi
(Schott Duran), timbangan analitis (AND EK-300i),
GC/MS (QP5000 Shimadzu), dan alat gelas lain yang
biasa digunakan di Laboratorium Kimia Bahan Alam
dan Laboratorium Farmakologi.
2.2 Bahan
Bahan kimia yang diperlukan dalam penelitian
ini yaitu amil alkohol, aquadest (Agung Menara
Abadi), asam asetat glasial (Merck), etanol 95%, eter,
etil asetat (Bratachem), larutan besi(III)klorida,
natrium diklofenak (Voltaren®), λ-karagenan (Harum
Sari), kloroform (Bratachem), metanol teknis
(Baratchem), n-heksan (Bratachem), NaCl fisiologis
0,9% (Otsuka Pharmaceutical), Pulvis Gummi
Arabicum (Brataco), pereakasi Mayer, pereaksi
Dragendorff, pereaksi Lieberman-Bourchard, serbuk
logam magnesium, toluen (Quadrant Lab), larutan
amonia 10%, larutan asam klorida 2N (Agung Menara
Abadi), larutan gelatin 1%, larutan kalium hidroksida
5%, larutan asam-sulfat 5% dan larutan vanilin-asam
sulfat.
Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus
putih jantan galur Wistar berumur 3 bulan dengan
berat 180-250 g dan sehat. Tikus diperoleh dari
Jurusan Biologi Institut Teknologi Bandung.
2.3 Metode
Metode penelitian yang digunakan adalah
metode eksperimental di laboratorium dengan tahapan
sebagai berikut :
1. Ekstraksi menggunakan pelarut etanol 95%
dengan metode maserasi.
2. Skrining fitokimia, meliputi penapisan fitokimia
alkaloid, flavonoid, saponin, tanin/polifenol,
monoterpenoid/seskuiterpenoid, teroid/triterpenoid,
dan kuinon.
3. Pemeriksaan parameter ekstrak, meliputi
pemeriksaan rendemen, bobot jenis, kadar air,
kadar minyak atsiri, kadar sari larut air, kadar sari
larut etanol dan profil kromatografi lapis tipis
(KLT).
4. Analisis kandungan minyak atsiri ekstrak dengan
menggunakan Gas Chromatography/Mass
Spectrometry (GC/MS).
7. Uji aktivitas antiinflamasi dengan metode radang
akut yang di induksi dengan karagenan.
8. Analisis data secara statistik menggunakan
ANAVA desain acak sempurna, dilanjutkan
dengan uji rentang Newman-Keuls.
3. Hasil dan Diskusi
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah rimpang kencur yang diperoleh dari
perkebunan Manoko, Lembang, dalam kondisi telah
149 Jurnal Matematika & Sains, Desember 2011, Vol. 16 Nomor 3
dirajang dan dikeringkan menjadi simplisia yang
berasal dari daerah Kab. Subang dan Kab. Sukabumi
Propinsi Jawa Barat. Hasil determinasi menunjukkan
bahwa bahan tumbuhan yang digunakan adalah kencur
(Kaempferia galanga L.).
Pada tahap ekstraksi dengan cara maserasi
menggunakan pelarut etanol 95%, diperoleh hasil
sebagai berikut:
a. Ekstrak rimpang kencur 1 (Kab. Subang)
sebanyak 20,88 g ekstrak kental dari 1014,92 g
berat total simplisia (rendemen 2,057%).
b. Ekstrak rimpang kencur 2 (Kab. Sukabumi)
sebanyak 34,22 g ekstrak kental dari 978,0 g berat
total simplisia yang diekstraksi (rendemen
3,499%).
Tahapan skrining fitokimia dilakukan untuk
mengetahui kandungan golongan metabolit sekunder
dalam ekstrak rimpang kencur (Kaempferia galanga
L.). Hasil penapisan fitokimia ekstrak rimpang kencur
dari kedua lokasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa ekstrak
rimpang kencur 1 dan ekstrak rimpang kencur 2
terdeteksi mengandung senyawa kimia golongan
flavonoid, polifenol, tanin, kuinon, dan monoterpen/
seskuiterpen. Kandungan senyawa kimia golongan
triterpenoid hanya terdeteksi pada ekstrak rimpang
kencur 2. Hal ini diduga karena perbedaan umur dan
daerah tempat tumbuh dari rimpang kencur yang
didapat sehingga mempengaruhi jumlah senyawa
kimia golongan triterpenoid yang dikandung kedua
rimpang kencur tersebut.
Tabel 1. Hasil skrining fitokimia ekstrak rimpang
kencur.
Golongan Senyawa Rimpang
kencur 1
Rimpang
kencur 2
Alkaloid
Flavonoid
Polifenol
Tanin
Monoterpen &
Seskuiterpen
Triterpenoid
Steroid
Kuinon
Saponin
-
+
+
+
+
-
-
+
-
-
+
+
+
+
+
-
+
-
Keterangan: (+) = terdeteksi; (-) = tidak terdeteksi
Pemeriksaan parameter ekstrak yang telah
dilakukan meliputi penetapan kadar air, penetapan
kadar minyak atsiri, penetapan kadar sari larut etanol
dan kadar sari larut air, penetapan berat jenis, dan
profil kromatografi lapis tipis (KLT). Hasil
pemeriksaan parameter ekstrak dapat dilihat pada
Tabel. 2.
Tabel 2. Hasil pemeriksaan parameter ekstrak
rimpang kencur.
Parameter ekstrak Rimpang
kencur 1
Rimpang
kencur 2
Kadar air (%) v/b
Kadar minyak atsiri (%) v/b
Kadar sari larut air (%) b/b
Kadar sari larut etanol (%) b/b
Berat jenis
22,39
5,82
13,40
14,47
1,530
19,85
14,41
13,92
13,54
1,24
Pada Tabel 2, dapat terlihat bahwa ekstrak
rimpang kencur yang berasal dari kedua tempat yang
berbeda mempunyai parameter ekstrak yang tidak
jauh berbeda. Hanya pada kandungan minyak atsiri,
terdapat perbedaan yang cukup besar di mana ekstrak
rimpang kencur 2 (Kab Sukabumi) lebih besar
daripada ekstrak rimpang kencur 1 (Kab. Subang). Hal
ini diduga karena umur rimpang kencur yang didapat
berbeda (umur rimpang kencur 1 lebih muda dari
rimpang kencur 2) sehingga kandungan minyak
atsirinya berbeda.
Berdasarkan hasil KLT diketahui bahwa
komponen kimia dalam ekstrak rimpang kencur dari
kedua daerah hampir sama, yaitu terdapat minimal 13
senyawa kimia. Dari hasil KLT dengan pereaksi
penampak bercak FeCl3 dan vanilin-sulfat, dipastikan
salah satu diantaranya merupakan senyawa kimia
golongan polifenol dan tiga diantaranya merupakan
senyawa kimia golongan monoterpen/seskuiterpen.
Hal ini menguatkan hasil skrining fitokimia pada
tahapan sebelumnya yang menunjukkan bahwa dalam
ekstrak rimpang kencur terdeteksi mengandung
senyawa kimia golongan polifenol dan monoterpen/
seskuiterpen.
Analisis minyak atsiri dilakukan untuk
mengetahui komposisi senyawa yang terdapat dalam
minyak atsiri hasil distilasi uap dari masing-masing
ekstrak rimpang kencur. Analisis dilakukan dengan
menggunakan GC/MS karena sifat dari komponen
minyak atsiri yang mudah menguap sehingga dapat
dielusikan dengan fase gerak GC/MS yang berupa gas.
Analisis dilakukan dengan membandingkan data
spektrum masa Wiley dan indeks retensi Kovat.
Hasil analisis minyak atsiri ekstrak rimpang kencur 1
dan ekstrak rimpang kencur 2 dapat dilihat lebih
lengkap pada Tabel 3.
Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa
kandungan etil-p-metoksisinamat yang merupakan
komponen utama minyak atsiri ekstrak rimpang
kencur, pada ekstrak rimpang kencur 2 ternyata lebih
sedikit dari dari ekstrak rimpang kencur 1 walaupun
kadar minyak atsiri pada rimpang kencur 2
berdasarkan pemeriksaan parameter ekstrak
menghasilkan nilai yang lebih besar daripada ekstrak
rimpang kencur 1. Hal ini diduga karena perbedaan
tempat tumbuh tanaman kencur, termasuk lokasi,
jenis tanah, iklim, tingkat kesuburan, dan intensitas
cahaya matahari, mempengaruhi jumlah minyak atsiri
dan kandungan etil-p-metoksisinamatnya.
Hasanah dkk., Analisis Kandungan Minyak Atsiri dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak ............................ 150
Pengujian aktivitas antiinflamasi menggunakan
metode Winter. Metode Winter merupakan metode
yang paling banyak digunakan untuk pertama kali
menguji agen antiinflamasi baru dengan melihat
kemampuan suatu senyawa dalam mengurangi
induksi radang/edema lokal pada telapak kaki tikus
oleh injeksi induktor radang (Ravi dkk. 2009).
Pengujian aktivitas antiinflamasi ini
berdasarkan pada besarnya persentase radang yang
dapat dihambat oleh sediaan yang akan diuji.
Pengamatan dilakukan tiap satu jam selama 5-6 jam
dengan mengukur volume tiap kaki tikus
menggunakan pletismometer. Aktivitas antiinflamasi
suatu obat/sediaan uji dinyatakan dengan persentase
radang dan persentase inhibisi radang. Persentase
radang rata-rata dan persentase inhibisi radang ratarata
yang diberikan oleh tiap kelompok perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Hasil analisis komponen minyak atsiri ekstrak rimpang kencur dengan GC/MS.
Minyak atsiri Puncak Waktu retensi
(Rt)
Berat molekul
(BM)
Kemungkinan komponen
senyawa Kadar (%)
1 15,449 156 2,4,6-trimethyl octane 25,03
2 19,292 186 2-butyl-1-octanol 1,49
3 19,394 176 Ethyl cinnamate 8,49
4 21,613 168 Limonene dioxide 1,73
5 23,463 206 Ethyl ester 3-(4-
methoxyphenyl) 2-
propenoic acid
Ekstrak Rimpang 9,19
kencur 1
6 24,885 206 Ethyl pmethoxycinnamate
54,07
1 12,122 154 Isoborneol 0,30
2 15,524 156 2,4,6-trimethyl octane 28,41
3 19,496 176 Ethyl cinnamate 16,32
4 21,669 168 Limonene dioxide 2,58
5 23,528 206 Ethyl ester 3-(4-
methoxyphenyl) 2-
propenoic acid
9,71
Ekstrak Rimpang
kencur 2
6 24,930-24,971 206 Ethyl pmethoxycinnamate
43,23
Tabel 4. Persentase inhibisi radang kaki tikus setelah
pemberian ekstrak rimpang kencur.
Kelompok
perlakuan
Persentase
radang
Persentase
inhibisi
Kontrol (+): Nadiklofenak
9
mg/kg bobot
badan
42,28±11,85 36,72±8,75
Ekstrak 1, 18 mg/kg
bobot badan 42,24±6,19 36,47±2,46
Ekstrak 1, 36 mg/kg
bobot badan 40,08±4,65 40,07±2,09
Ekstrak 1, 45 mg/kg
bobot badan 32,62±3,10 51,27±2,63
Ekstrak 2, 18 mg/kg
bobot badan 39,96±9,86 40,19±4,12
Ekstrak 2, 36 mg/kg
bobot badan 40,22±8,62 39,44±6,66
Ekstrak 2, 45 mg/kg
bobot badan 34,34±3,66 48,90±5,09
n=6
Dari Tabel 4 di atas, diketahui bahwa semakin
tinggi dosis ekstrak rimpang kencur yang diberikan
maka semakin kecil persentase radang yang terjadi
dan semakin tinggi pula persentase inhibisi radangnya
atau semakin tinggi dosis ekstrak maka semakin baik
efeknya sebagai antiinflamasi. Pengecualian terdapat
pada ekstrak rimpang kencur 2 dengan dosis 36 mg/kg
bobot badan, di mana pada dosis tersebut, ekstrak
rimpang kencur 2 memberikan efek antiinflamasi yang
sedikit lebih kecil (atau dapat dikatakan sama) dengan
dosis 18 mg/kg bobot badan. Hal tersebut terjadi
diperkirakan karena adanya pengaruh faktor
homogenitas dari tikus yang digunakan, diantaranya
adanya pengaruh perbedaan dalam berat badan,
volume darah, dan luas jaringan tubuh tikus yang
digunakan dalam penelitian.
Penelitian Ravi dkk. (2009) dan Linnet dkk.
(2010) menunjukkan bahwa waktu terbentuknya
radang/edema akibat dari induksi karagenan terdiri
dari dua fase. Fase pertama (early phase), yaitu 1-2
jam setelah injeksi karagenan, menyebabkan trauma
akibat radang yang ditimbulkan oleh karagenan.
Trauma tersebut disebabkan oleh pelepasan serotonin
dan histamin ke tempat radang serta terjadi
peningkatan sintesis prostaglandin pada jaringan yang
151 Jurnal Matematika & Sains, Desember 2011, Vol. 16 Nomor 3
rusak. Pada fase kedua (late phase), 3 jam setelah
diinjeksi karagenan, terjadi pelepasan prostaglandin
dan dimediasi oleh bradikinin, leukotrien, sel
polimorfonuklear, dan produksi prostaglandin oleh
makrofag.
Berdasarkan penelitian tersebut, bila mengacu
pada ersentase penurunan radang oleh ekstrak rimpang
kencur dimulai pada waktu pengamatan jam ke-1
sampai jam ke-2, diduga ekstrak rimpang kencur
bekerja pada fase pertama (early phase), yaitu melalui
penghambatan pelepasan mediator kimia serotonin
dan histamin ke tempat terjadinya radang. Selain itu,
juga menghambat sintesis prostaglandin yang
merupakan mediator utama dari inflamasi.
Penghambatan sintesis prostaglandin diduga dengan
cara menghambat kerja siklooksigenase (COX) yang
berfungsi merubah asam arakhidonat menjadi
prostaglandin bila terjadi radang.
Berdasarkan analisis data secara statistik
dengan metode ANAVA desain acak sempurna
diketahui bahwa pada umumnya perlakuan pemberian
yang berbeda terhadap tiap kelompok ekstrak rimpang
kencur (1 dan 2) dan kelompok kontrol (+) tidak
memperlihatkan perbedaan yang signifikan antara satu
dengan yang lainnya.
Perbedaan nilai persentase radang rata-rata
yang dihasilkan antar kelompok perlakuan ekstrak
rimpang kencur sendiri tidak terlalu signifikan.
Perbedaan nilai persentase radang rata-rata yang
signifikan diberikan oleh kelompok perlakuan ekstrak
rimpang kencur 1 dan ekstrak rimpang kencur 2
dengan dosis 45 mg/kgbobot badan tikus ketika
dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya.
Artinya, perlakuan pemberian kedua ekstrak rimpang
kencur dengan dosis 45 mg/kg bobot badan tikus
menghasilkan nilai persentase radang rata-rata yang
berbeda secara signifikan dengan nilai persentase
radang rata-rata yang dihasilkan oleh pemberian kedua
ekstrak rimpang kencur dengan dosis 18 mg/kg bobot
badan dan 36 mg/kg bobot badan tikus.
Tabel 5. Persentase Inhibisi Radang Rata-rata, Kandungan Minyak Atsiri dan Kandungan Etil-p-metoksisinamat
Ekstrak Rimpang Kencur.
Ekstrak Dosis Persentase inhibisi
radang rata-rata
Kandungan
minyak atsiri (%)
Kandungan etil-pmetoksisinamat
(%)
18 mg/kg bobot badan 36,47±0,02
Rimpang 36 mg/kg bobot badan 40,07±0,02
kencur 1 45 mg/kg bobot badan 51,27±0,02
5,825 54,07
18 mg/kg bobot badan 40,19±0,04
Rimpang 36 mg/kg bobot badan 39,44±0,06
kencur 2 45 mg/kg bobot badan 48,90±0,05
14,410 43,23
Berdasarkan Tabel 5, ekstrak rimpang kencur 1
dan ekstrak rimpang kencur 2 memiliki kandungan
minyak atsiri dan kadar ethyl p-methoxycinnamte yang
berbeda. Namun kedua ekstrak rimpang kencur
tersebut memberikan aktivitas antiinflamasi yang
hampir sama (tidak berbeda secara signifikan). Dari
hasil tersebut diasumsikan bahwa kandungan minyak
atsiri (dan komponen ethyl p-methoxycinnamte) dalam
ekstrak rimpang kencur tidak berpengaruh terhadap
aktivitas antiinflamasinya.
Berdasarkan hasil skrining fitokimia yang telah
dilakukan, maka golongan senyawa yang memberikan
aktivitas antiinflamasi ekstrak rimpang kencur diduga
berasal dari senyawa golongan lain, yaitu polifenol,
kuinon, triterpenoid, tanin, dan flavonoid. Khusus
flavonoid, telah banyak dilaporkan dari berbagai
penelitian bahwa diduga golongan senyawa tersebut
yang memberikan efek antiinflamasi dari berbagai
bahan alam (Serafini dkk., 2010; Robert dkk., 2001;
Garcia-Lafuente dkk., 2009).
4. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa ekstrak rimpang kencur (Kaempferia galanga
L.) memiliki aktivitas antiinflamasi. Aktivitas
antiinflamasi ekstrak rimpang kencur yang berasal
dari Kabupaten Subang dan Sukabumi pada dosis 18,
36, dan 45 mg/kg bobot badan tikus, tidak berbeda
secara statistik. Kandungan minyak atsiri ekstrak
rimpang kencur yang berasal dari Kab. Subang lebih
rendah (5,825%) dari kandungan minyak atsiri ekstrak
rimpang kencur yang berasal dari Kab. Sukabumi
(14,41%). Kadar minyak atsiri dalam rimpang kencur
dari kedua kabupaten tidak mempengaruhi aktivitas
antiinflamasi ekstrak rimpang kencur.
Daftar Pustaka
Erlina, R., A. Indah, dan Yanwirasti. 2007, Efek
Antiinflamasi Ekstrak Etanol Kunyit
(Curcuma domestica Val.) pada Tikus Putih
Jantan Galur Wistar, J. Sains dan Teknologi
Farmasi, 12:2, 112-115.
Garcia-Lafuente, A., E. Guillamo´n, A. V. Mauricio,
A. R. Jose, and A. Martı´nez, 2009,
Flavonoids as Anti-inflammatory Agents:
Implications in Cancer and Cardiovascular
Disease, Inflam. Res., 58, 537–552.
Lelo, A. dan D. S. Hidayat, 2004, Penggunaan
Antiinflamasi Non Steroid yang Rrasional
pada Penanggulangan Nyeri Reumatik.
http://library.usu.ac.id/download/fk/farmakol
Hasanah dkk., Analisis Kandungan Minyak Atsiri dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak ............................ 152
ogi-aznan4.pdf. [Diakses tanggal 12
November 2009].
Linnet, A., P. G. Latha, M. M. Gincy, G. I. Anuja, S.
R. Suja, S. Shymal, V. J. Shine, S. Sini, P.
Shikha, M. Dan, and S. Rajasekharan, 2010,
Anti-inflammatory, Analgesic and Anti-lipid
Peroxidative Effects of Rhaphidophora
pertusa (Roxb.) and Epipremnum pinnatum
(Linn.) Engl. aerial parts, Indian J. Nat. Prod.
and Res., 1:1, 5-10.
Miranti, L., 2009, Pengaruh Konsentrasi Minyak
Atsiri Kencur (Kaempferia galanga L.)
dengan Basis Salep Larut Air terhadap Sifat
Fisik Salep dan Daya Hambat Bakteri
Staphylococcus aureus secara In vitro.
Skripsi. Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Price, S. A. dan L. M. Wilson, 1995, Respon Tubuh
terhadap Cedera Peradangan dan Perbaikan.
Pathophysiology: Clinical Concepts of
Disease Processes. 4th ed., Penerjemah: B.U.
Pendit, Huriawati H., P. Wulansari, dan D. A.
Mahanani, Jakata, EGC, 56-80.
Ravi, V., T. S. M. Saleem, S. S. Patel, J.
Raamamurthy, and K. Gauthaman, 2009,
Anti-inflammatory Effect of Methanolic
Extract of Solanum nigrum Linn. Berries,
Inter. J. App. Res. Nat. Prod., 2:2, 33-36.
Robert, J. N., Els van Nood, Danny EC van Hoorn, P.
G. Boelens, Klaske van Nood, and Paul A.M.
van Leeuwe, 2001, Flavonoids: A Review of
Probable Mechanisms of Action and Potential
Application, Am. J. Clin. Nutr., 74, 418–425.
Rostiana, O., S. M. Rosita, H. Wawan, Supriadi, dan
A. Siti, 2003, Status Pemuliaan Tanaman
Kencur. Perkembangan Teknologi TRO, 15,
2, 25-38.
Serafini, M., I. Peluso, and A. Raguzzini, 2010.
Flavonoids as Anti-inflammatory Agents,
Proc. Nutr. Soc., 69, 273-278.
Sukari, M. A., N. W. M. Sharif, A. L. C. Yap, S. W.
Tang, B. K. Neoh, M. Rahmani, G. C. L. Ee,
Y. H. Taufiq-Yap, and U. K. Yusof, 2008,
Chemical Constituens Variations of Essential
Oils from Rhizomes of Four Zingiberaceae
Species, The Malaysian J. Anal. Sci., 12(3),
638-644.
Sulaiman, M. R., Z. A. Akaria, I. A. Daud, F. N. Ng,
Y.C. Ng, and M. T. Hidayat, 2007,
Antinociceptive and Anti-inflammatory
Activities of the Aqueous Extract of
Kaempferia galanga Leaves in Animal
Models. J. Nat. Med., 62, 221-227.
Wilmana, P. F. dan S. Gan, 2007, Farmakologi dan
Terapi. Edisi ke lima, Gaya Baru, Jakarta,
230-246.

Anda mungkin juga menyukai