Anda di halaman 1dari 15

REFERAT OCD – ILMU KESEHATAN JIWA

2BAB 1
PENDAHULUAN

Gangguan obsesif-kompulsif merupakan kelompok gejala yang dialami


oleh seseorang yang meliputi pikiran, ritual, kesenangan, maupun tekanan /
keharusan / kompulsi yang dirasakan berulang-ulang secara terus-menerus.
Prevalensi penderita gangguan obsesif-kompulsif di dunia sebesar 2-2,4%.
Menurut WHO, gangguan obsesif-kompulsif ini merupakan gangguan mental
terbanyak ke-empat setelah fobia, penyalahgunaan zat, dan depresi berat.
Penderita OCD dapat ditemukan pada seluruh golongan usia, gender, dan etnis.1
Oleh karena tingginya prevalensi penderita OCD di dunia dan sering
ditemukannya penderita OCD dalam kehidupan sehari-hari, penulis melakukan
penelusuran literatur mengenai OCD. Diharapkan dengan tinjauan pustaka ini,
penulis dapat menambah keilmuannya, khususnya dalam bidang ilmu kesehatan
jiwa, dan menjadi sumbangsih pengetahuan kepada masyarakat umum yang
membaca karya tulis ini.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1
Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
REFERAT OCD – ILMU KESEHATAN JIWA

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Obsessive-Compulsive Disorder / OCD / Gangguan Obsesif-Kompulsif
merupakan kelompok gejala yang dialami oleh seseorang yang meliputi
pikiran, ritual, kesenangan, maupun tekanan / keharusan / kompulsi yang
dirasakan berulang-ulang secara terus-menerus. Kelainan ini tentu saja
merupakan hal yang memakan waktu banyak secara percuma lebih dari 1 jam
dalam satu hari (Kriteria B), sehingga lama-kelamaan akan menyebabkan
distress pada orang yang mengalaminya, termasuk dalam masalah pekerjaan,
aktivitas sosial, hingga hubungan dengan orang sekitar. Seseorang yang
mengalami OCD bisa hanya mempunyai suatu obsesi saja atau kompulsi saja,
2,3
atau bahkan keduanya secara bersamaan (Kriteria A).
Obsesi merupakan pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang berulang dan
persisten serta mengganggu. Pikiran obsesional umumnya dirasakan
mengganggu dan penderita sering kali mencoba menghilangkannya tanpa
hasil hingga sering kali terlihat gejala otonomik dari ansietas. Bisa juga
terjadi perasaan tertekan dan ketegangan psikis tanpa disertai gejala otonomik
yang jelas. 2,3,4
Sedangkan kompulsi merupakan perilaku atau aksi mental yang disadari
dan dilakukan secara berulang, seperti misalnya menghitung, mengecek suatu
hal, atau menghindari sesuatu, sebagai respon terhadap obsesi dengan tujuan
untuk mengurangi pemicu distress dari obsesi atau untuk mencegah terjadinya
hal-hal yang ditakuti. Perilaku kompulsif tersebut tidak ada manfaatnya dan
penderita berupaya berulang kali untuk menentangnya. 2,3,4

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2
Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
REFERAT OCD – ILMU KESEHATAN JIWA

Gejala-gejala yang sering terlihat pada orang-orang dengan OCD meliputi


antara lain ialah membersihkan sesuatu, kesimetrisan suatu hal, pikiran-
pikiran yang aneh atau terlarang, dan maupun menyakiti diri sendiri atau
orang lain. Seseorang dengan OCD memiliki kepekaan yang terlalu tinggi
terhadap tanggung jawab dan kecenderungan untuk memperkirakan terlalu
tinggi suatu hal/ancaman, perfeksionisme dan intoleransi atas ketidakpastian,
dan terlalu sulit untuk mengontrol pikiran-pikirannya. Penderita OCD
memiliki tingkat insight yang beragam. Semakin buruk insight seorang
penderita OCD, maka semakin buruk prognosis penyakit ke depannya.3

2.2. Epidemiologi
Prevalensi penderita OCD sebesar 2-3%. OCD merupakan salah satu kelainan
psikiatri terbanyak keempat yang dialami oleh orang di dunia. Prevalensi usia
bervariasi. Pada masa remaja, remaja laki-laki lebih banyak menderita OCD
sedangkan pada masa dewasa, jumlah penderita pria dan wanita sama
besarnya. Rata-rata usia penderita OCD adalah sekitar 20 tahunan. OCD juga
lebih banyak diderita oleh mereka yang belum / tidak memiliki pasangan.
OCD seringkali memiliki penyakit psikiatri lain yang menyertai, seperti
penyalahgunaan alkohol, cemas menyeluruh, fobia spesifik, panik, gangguan
makan, dan kepribadian. Gangguan obsesif-kompulsif umumnya
dilatarbelakangi oleh ciri kepribadian anankastik yang menonjol.2,4

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3
Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
REFERAT OCD – ILMU KESEHATAN JIWA

2.3. Etiologi
a. Faktor Biologi2
 Neurotransmitter
o Disregulasi sistem serotonergik
o Disfungsi sistem noradrenergik
o Neuroimunologi – infeksi streptokokus
 Pencitraan Otak – Kelainan fungsi neurosirkuit antara orbitofrontal,
korteks, kauda, dan thalamus

 Genetik – kembar monozigot


 Data biologis lain – abnormalitas EEG tidur, sindrom tic motorik
b. Faktor Perilaku2
Obsesi merupakan suatu stimuli yang terkondisikan dan menyebabkan
timbulnya kekhawatiran. Kompulsi adalah tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi tingkat kekhawatiran tersebut.
c. Faktor Psikososial2
 Faktor kepribadian
 Faktor psikodinamik – memudahkan untuk mengerti kepatuhan untuk
menjalani pengobatan, dimensi interpersonal, mengenal dan
menemukan faktor presipitasi yang menginisiasi atau mengeksaserbasi
timbulnya gejala-gejala tersebut.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4
Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
REFERAT OCD – ILMU KESEHATAN JIWA

2.4. Risiko dan Faktor Prognostik2


 Temperamental – emosi-emosi negatif dan terlalu keras melarang
seseorang melakukan suatu atau beberapa hal dalam hidupnya pada masa
anak-anaknya cenderung merupakan faktor risiko timbulnya OCD.
 Environmental – kekerasan fisik atau seksual pada masa anak-anak
maupun berbagai macam kejadian yang menimbulkan stress atau trauma
pada seseorang berhubungan dengan peningkatan risiko seseorang
menderita OCD.
 Genetic & Physiological – hubungan kekerabatan tingkat pertama
dengan penderita OCD memiliki risiko 2 kali lebih tinggi untuk
menderita OCD, terlebih risiko bisa meningkat menjadi 10 kali lebih
besar jika hubungan kekerabatan tingkat pertama berlangsung dengan
seorang penderita OCD dengan onset timbul pada masa anak-anak atau
remaja. Kembar monozigot juga memiliki risiko lebih tinggi ketimbang
orang biasa maupun kembar dizigot. Disfungsi korteks orbitofrontal,
korteks anterior cingulated, dan striarum ditemukan juga berhubungan
dengan peningkatan risiko seseorang untuk menderita OCD.

2.5. Komorbiditas2
 Anxiety disorder – 76% (gangguan panik, gangguan cemas sosial,
gangguan cemas menyeluruh, fobia spesifik)
 Gangguan depresi atau bipolar – 63% (kelainan depresi mayor (41%))
 Tic disorders – banyak pada penderita pria dengan onset masa anak-anak
 Schizophrenia & schizoaffective disorder – prevalensi OCD 12%
 Gangguan makan (anoreksia nervosa dan bulimia nervosa)
 Tourette’s disorder

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5
Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
REFERAT OCD – ILMU KESEHATAN JIWA

2.6. Manifestasi Klinis & Diagnosis


Pada umumnya penderita gangguan obsesif-kompulsif ini mempunyai
gambaran klinis seperti:
 Memiliki ide atau impuls yang terus menerus menekan ke dalam
kesadaran individu
 Perasaan cemas / takut akan ide atau impuls yang aneh
 Obsesi dan kompulsi egoalien
 Mengenali obsesi dan kompulsi merupakan sesuatu yang abstrak dan
irasional
 Merasa adanya keinginan kuat untuk melawan5

Table 12
Nonpsychiatric Clinical Specialists Likely to See OCD Patients
Specialist Presenting Problem
Dermatologist Chapped hands, eczematoid appearance
Family practitioner Family member washing excessively, may mention
counting or checking compulsions
Oncologist, Insistent belief that person has acquired immune deficiency
infectious disease syndrome
internist
Neurologist Obsessive-compulsive disorder associated with Tourette’s
disorder, head injury, epilepsy, choreas, other basal ganglia
lesions or disorders
Neurosurgeon Severe, intractable obsessive-compulsive disorder
Obstetrician Postpartum obsessive-compulsive disorder
Pediatrician Parent’s concern about child’s behavior, usually excessive
washing
Pediatric Obsessive-compulsive disorder secondary to Sydenham’s
cardiologist chorea
Plastic surgeon Repeated consultant for “abnormal” features
Dentist Gum lesions from excessive teeth cleaning

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6
Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
REFERAT OCD – ILMU KESEHATAN JIWA

Table 22
Obsessive-Compulsive Symptoms in Adults
Variable %
Obsessions (N=200)
Contamination 45
Pathological doubt 42
Somatic 36
Need for symmetry 31
Aggressive 28
Sexual 26
Other 13
Multiple obsessions 60
Compulsions (N=200)
Checking 63
Washing 50
Counting 36
Need to ask or confess 31
Symmetry and precision 28
Hoarding 18
Multiple comparisons 48
Course of illness (N=100)
Type
Continuous 85
Deteriorative 10
Episodic 2
Not present 71
Present 29

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 7
Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
REFERAT OCD – ILMU KESEHATAN JIWA

Table 32
Reported Obsessions and Compulsions for 70 Consecutive Child and Adolescent
Patients
Major Presenting Symptom No. (%) Reporting Symptom
at Initial Review
Obsession
Concern or disgust with bodily wastes or 30 (43)
secretions (urine, stool, saliva), dirt, germs,
environmental toxins
Fear something terrible may happen (fire, death 18 (24)
or illness o loved one, self, or others)
Concern or need for symmetry, order, or 12 (17)
exactness
Scrupulosity (excessive praying or religious 9 (13)
concerns out of keeping with patient’s
background)
Lucky and unlucky numbers 6 (8)
Forbidden or perverse sexual thoughts, images, 3 (4)
or impulses
Intrusive nonsense sounds, words, or music 1 (1)
Compulsion
Excessive or ritualized hand washing, 60 (85)
showering, bathing, tooth brushing, or grooming
Repeating rituals (e.g., going in and out of door, 36 (51)
up and down from chair)
Checking doors, locks, stove, appliances, car 32 (46)
brakes
Cleaning and other rituals to remove contact with 16 (23)
contaminants
Touching 14 (20)
Ordering and arranging 12 (17)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 8
Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
REFERAT OCD – ILMU KESEHATAN JIWA

Measures to prevent harm to self or others (e.g., 11 (16)


hanging clothes a certain way)
Counting 13 (18)
Hoarding and collecting 8 (11)
Miscellaneous rituals (e.g., licking, spitting, 18 (26)
special dress pattern)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 9
Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
REFERAT OCD – ILMU KESEHATAN JIWA

 DSM-5 Diagnostic Criteria for Obsessive-Compulsive Disorder2,3

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 10
Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
REFERAT OCD – ILMU KESEHATAN JIWA

 Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III


(PPDGJ III)4
F. 42 Gangguan Obsesif-kompulsif
Gejala-gejala obsesional, atau tindakan kompulsif, atau keduanya, hampir
setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut dan menjadi sumber
distress atau menyebabkan gangguan pada aktivitas. Gejala obsesional harus
memiliki ciri:
a. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls dari diri sendiri
b. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita
c. Pikiran untuk melaksanakan tindakan tersebut tidak memberikan
kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan)
d. Pikiran, bayangan, atau impuls harus merupakan pengulangan yang
tidak menyenangkan

2.7. Diagnosis Banding


a. Kondisi medis – kelainan di basal ganglia (Syndenham’s chorea,
Huntington’s disease)
b. Tourette’s disorder
c. Kondisi psikiatri lainnya – gangguan kepribadian obsesif-kompulsif,
gejala-gejala psikotik, anxiety disorders, kelainan depresi mayor, kelainan
OCD lain yang berhubungan, kelainan makan2,3

2.8. Prognosis
Lebih dari setengah penderita OCD menderita onset gejala yang mendadak
dan muncul pada saat-saat yang dapat membuat seseorang merasa stress atau
tertekan. OCD biasanya berlangsung lama dan bervariasi, ada yang konstan,
ada juga yang progresif sehingga kelainan semakin memburuk.2 Munculnya
pikiran-pikiran untuk bunuh diri juga dilaporkan muncul pada setengah dari
penderita OCD, sedangkan percobaan untuk bunuh diri juga dilaporkan
terjadi pada seperempat penderita OCD dengan adanya komorbid penyerta
kelainan depresi mayor.3

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 11
Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
REFERAT OCD – ILMU KESEHATAN JIWA

Prognosis buruk ketika terdapat kompulsi yang diikuti, onset masa kanak,
kompulsi yang bizarre, memerlukan perawatan rumah sakit, ada komorbiditas
dengan gangguan depresi, adanya kepercayaan yang mengarah ke waham,
dan adanya gangguan kepribadian (terutama kepribadian skizotipal).
Prognosis yang baik didapatkan dengan adanya adaptasi sosial dan pekerjaan
yang baik, ada peristiwa pencetus, dan gejala yang episodik.5

2.9. Tatalaksana
Pada umumnya, penderita OCD enggan untuk mengonsumsi obat yang
diberikan kepadanya. Tatalaksana penderita OCD dapat dilakukan dengan 4
cara, yakni farmakoterapi, terapi perilaku, psikoterapi, dan macam-macam
terapi lainnya.2

 Farmakoterapi
Farmakoterapi yang dapat diberikan kepada penderita OCD antara lain
ialah:
 Golongan SSRI
 Fluoxetine (Prozac) 2 x 20mg
 Fluvoxamine (Luvox) 2 x 50mg
 Sertraline (Zolof) 2 x 50mg
 Citalopram (Celexa) (2 x 10mg), clomipramine (3 x 25mg)
 Paroxetine (Paxil)
 Obat-obat lainnya (valproate (Depakene), lithium (Eskalith),
carbamazepine (Tegretol), venlafaxine (Effexor), pindolol
(Visken), MAOIs (phenelzine (Nardil)), buspirone (BuSpar), 5-
hydroxytryptamine (5-HT), L-tryptophan, and clonazepam
(Klonopin), antipsikotik atipikal (risperidone (Risperdal)). 2,4

 Terapi Perilaku / Cognitive Behavioral Therapy (CBT)


Terapi perilaku / Cognitive Behavioral Therapy merupakan terapi
berbicara dengan tujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara pikiran,
pereasaan, dan perilaku. Terapi ini dapat dilakukan secara personal (one-

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 12
Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
REFERAT OCD – ILMU KESEHATAN JIWA

to-one) atau dalam kelompok. Terapi perilaku yang dapat dilakukan antara
lain dengan pemaparan dan pencegahan respon. Tujuan terapi ini adalah
untuk membantu meredakan kekhawatiran penderita tentang pikiran
obsesionalnya. Terapi perilaku berdasarkan penelitian memiliki tingkat
efektivitas sama dengan farmakoterapi dan efeknya juga lebih lama
ketimbang penggunaan farmakoterapi..2

 Psikoterapi
Psikoterapi suportif bertujuan untuk membantu pasien OCD mampu
bekerja dan melakukan adpatasi sosial walaupun dengan tingkat keparahan
beragam. Psikoterapi ini memerlukan orang yang profesional, tertarik,
simpatik, dan memberi semangat kepada pasien melalui kontak regular
dan terus-menerus. Anggota keluarga juga perlu memberikan dukungan
emosional penenangan, penjelasan, dan saran kepada pasien.2

 Terapi lain
Terapi lain yang dapat dilakukan antara lain electroconvulsive therapy
(ECT), psychosurgery, deep brain stimulation (DBS). Prosedur
psychosurgery yang paling lazim adalah cingulotomi, dengan komplikasi
timbulnya kejang yang dapat ditangani dengan terapi fenitoin (Dilantin).2

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 13
Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
REFERAT OCD – ILMU KESEHATAN JIWA

BAB 3
KESIMPULAN

Obsessive-Compulsive Disorders merupakan suatu gejala yang dialami


oleh seseorang dimana obsesi membuat seseorang memiliki pikiran, ritual atau
perasaan berulang-ulang tentang kekhawatiran akan sesuatu yang tidak
menyenangkan, mengganggu, dan dirasakan perlu untuk dilakukan dalam bentuk
kompulsi sehingga dapat mengurangi perasaan khawatir atau cemas tersebut.
Kelainan ini bisa hanya obsesif saja dan/atau dengan kompulsi. Kelainan ini jika
tidak ditangani dengan benar dan sesegera mungkin akan menyebabkan adanya
distress dan gangguan pada kehidupan sehari-hari orang tersebut.
OCD merupakan salah sau kelainan psikiatri terbanyak keempat yang
dialami oleh orang di dunia dengan rata-rata usia penderita adalah sekitar 20
tahunan. Penyebab etiologi OCD masih belum terlalu jelas, namun diduga
terdapat pengaruh dari faktor biologi, perilaku, dan psikososial.
Temperamental/emosi seseorang dan lingkungan penderita juga merupakan suatu
faktor risiko timbulnya OCD.
Kelainan OCD juga biasa muncul dengan satu/beberapa komorbiditas
kelainan psikiatrik lainnya. OCD dapat bermanifestasi klinis pada berbagai
macam hal, seperti membersihkan sesuatu, kesimetrisan suatu hal, pikiranpikiran
yang aneh atau terlarang, dan menyakiti diri sendiri atau orang lain. Kelainan
OCD dapat ditegakkan dengan kriteria diagnostik menurut DSM-V atau PPDGJ-
III. Untuk menegakkan diagnosis OCD, perlu disingkirkan kemugkinan diagnosis-
diagnosis lainnya, seperto kelainan di basal ganglia, Tourette’s disorder, atau
kondisi psikiatri lainnya. Gejala OCD ini memiliki prognosis beragam,
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, seperti insight penderita, onset
timbulnya gejala, komorbiditas, dan lain sebagainya. Tatalaksana OCD dapat
dilakukan dengan 4 macam cara, yakni dengan farmakoterapi, terapi perilaku,
psikoterapi, dan berbagai macam terapi lainnya.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 14
Rumah Sakit Khusus Dharma Graha
REFERAT OCD – ILMU KESEHATAN JIWA

DAFTAR PUSTAKA

1. OCD Education Station. Prevalence of OCD. Cited in: www.ocdeducation.org


2. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan and sadock’s synopsis of psychiatry
behavioral scieces/clinical psychiatry. 11th ed. New York: Wolters Kluwer;
2015.
3. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental
disorders. 5th ed. Arlington, VA: American Psychiatric Association, 2013.
4. Departemen Kesehatan RI. Pedoman pengelolaan diagnosis gangguan jiwa III.
Jakarta. Departemen Kesehatan RI; 1993.
5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku ajar psikiatri. Edisi kedua.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2014.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 15
Rumah Sakit Khusus Dharma Graha

Anda mungkin juga menyukai