Anda di halaman 1dari 21

GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN

HIPERAKTIVITAS DENGAN GANGGUAN BELAJAR

Disusun oleh:

Riza Pablessi 406171013


Fransiska M.T 406171014
Syafiranoor 406171015

Pembimbing:
dr. Ira Savitri Tanjung, Sp. KJ(K)

KEPANITERAAN BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT KHUSUS JIWA DHARMA GRAHA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
21 Agustus – 23 September 2017

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ. Dharma Graha


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat beserta karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas dengan Gangguan Belajar”, yang merupakan salah satu persyaratan
untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik dibagian ilmu kesehatan jiwa di RSKJ
Dharma Graha.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing referat, dr. Ira


Savitri Tanjung, Sp.KJ(K), berkat bantuan dan bimbingan dalam penyusunan
referat ini. Penulis juga berterima kasih atas bantuan dari teman-teman di bagian
ilmu kesehatan jiwa di RSKJ Dharma Graha, sehingga penyusunan referat ini
dapat diselesaikan. Dalam penyusunan referat ini penulis menyadari keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.

Semoga referat ini bisa bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya.
Penulis memohon maaf apabila terjadi kesalahan baik yang disengaja maupun
tidak dalam penulisan referat ini.

Tangerang, 4 September 2017

Penulis

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ. Dharma Graha


DAFTAR ISI ??????
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………………..
i
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………….ii
BAB I
PENDAHULUAN………………………………………………………………….
1
1.1 LATAR BELAKANG
………………………………………………………... 1

BAB II TINJAUAN
PUSTAKA…………………………………………………………...2

GANGGUAN PERKEMBANGAN PERVASIF


..............................................................................................................
……….. ................................................................................................ 2
2.1.1 EARLY INFANTILE
AUTISM................................................................4
2.1.2 SYNDROME
ASPERGER.......................................................................12
2.1.3 SYNDROME
RETT.................................................................................13
2.1.4 GANGGUAN DISINTEGRATIF MASA KANAK-
KANAK.................15
2.1.5GPPH...............................................................................................
.........16
BAB III
KESIMPULAN…………………………………………………………………...2
0
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………...21

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ. Dharma Graha


BAB 1
PENDAHULUAN

Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) dapat dijumpai dalam


kehidupan sehari – hari karena merupakan salah satu masalah psikiatri utama
yang sering ditemukan pada anak. Gangguan ini dapat ditemui pada anak usia
presekolah, remaja, maupun usia dewasa. (GPPH(1)) Anak dengan gangguan ini
adalah anak yang memperlihatkan perilaku yang hiperaktif, impulsif, dan sulit
memusatkan perhatian yang timbul lebih sering, persisten dengan tingkat yang
lebih berat jika dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (FKUI) karena
masyarakat belum mengenali gangguan ini, mereka menganggap gangguan ini
sebagai atensi anak yang kurang baik yang tidak dapat diterima oleh lingkungan.
Karena alasan tersebut maka para orang tua membawa anak mereka untuk
berkonsultasi dengan psikiater. Para orang tua mengeluhkan sikap anaknya yang
nakal, tidak mau belajar, tidak bisa diam, cepat beralih perhatian, baik itu saat
dirumah atau di sekolah. GPPH(1))

Kesulitan anak di sekolah baik dalam belajar atau berperilaku merupakan


masalah lazim pada GPPH, oleh karena itu sering mengakibatkan gangguan
komunikasi dan gangguan belajar. Komorbiditas yang sering pada GPPH adalah
gangguan belajar, menurut buku Kaplan & Saddock tahun 2014, gangguan belajar
lazim ditemukan 5% pada anak usia sekolah. DSM V memperkenalkan istilah
gangguan belajar yang secara formal disebut gangguan ketrampilan akademik.
Gangguan belajar menurut DSM V mencakup tiga kategori, yaitu: gangguan
membaca, gangguan matematika, dan gangguan ekspresi tertulis.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ. Dharma Graha


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.GPPH

2.1.1 Definisi GPPH


Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas adalah kondisi neuropsikiatrik
yang bisa terjadi pada anak prasekolah, anak-anak, remaja, dan orang dewasa di
seluruh dunia. ditandai dengan pola kesulitan memusatkan perhatian , impulsif
dan hiperaktif. (kaplan)

2.1.2 Epidemiologi GPPH


Berdasarkan hasil meta-analisis dari 175 studi global pada GPPH, persentasi anak
usia ≤ 18 tahun sebesar 7.2% (thomas et al). Pada populasi dewasa diperkirakan
3.4% berkisar antara 1.2%-7.3%. (Fayyad). Pada penelitian di Poliklinik
Tumbung Kembang Anak, Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar tahun
2005 – 2006 dari 111 subyek yang mengalami GPPH 51 anak (45,9%) yang
terbagi dari 43 (38,7%) anak laki-laki dan 8 (7,2%) anak perempuan. Dibedakan
dari tipe GPPH didapatkan jumlah GPPH tipe kombinasi 39 anak (76,5), GPPH
tipe kurangnya perhatian 7 anak (13,7%), dan GPPH tipe impulsivitas-
hiperaktivitas sebesar 5 anak (9,8%). (GPPH (2)) Selain di Denpasar, terdapat
penelitian di Kabupaten Sleman-DIY ditemukan 9,5% mengalami GPPH. Pada
penelitian di sejumlah SD wilayah Jakarta Pusat yang dilakukan oleh Ira Savitri
Tanjung, dkk tahun 2000 – 2001 didapatkan 4.2% dari 600 anak sekolah dasar
kelas 1 – 3 yang mengalami GPPH. (FKUI)

Pada orang tua dan saudara dari pasien (keluarga) GPPH memiliki resiko
2-8x untuk mengidap GPPH dibanding populasi umum. GPPH lebih sering terjadi
pada anak laki-laki dibanding perempuan, dengan rasio 2;1 sampai 9;1

2.1.3 Etiologi GPPH


Etiologi dari GPPH adalah genetik, faktor neurokimia, faktor neurofisiologis,
faktor neuroanatomi, faktor psikososial, dan faktor perkembangan

A. Genetik
Secara klinis, satu saudara mungkin memiliki gejala impulsif / hiperaktif
dan lainnya mungkin memiliki gejala kekurangan perhatian. Sampai 70
persen anak-anak dengan GPPH memenuhi kriteria untuk komorbid
dengan gangguan kejiwaan, termasuk gangguan belajar, gangguan
kecemasan, gangguan mood melakukan gangguan, dan gangguan
penggunaan zat.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ. Dharma Graha


Beberapa hipotesis tentang cara penularan GPPH telah diajukan,
termasuk hipotesis terkait seks, yang akan menjelaskan secara signifikan
meningkatkan tingkat GPPH pada pria. Teori lainnya berfokus pada model
interaksi beberapa gen yang menghasilkan berbagai gejala GPPH.
Sejumlah penyelidikan terus mengidentifikasi gen spesifik yang terlibat
dalam GPPH. Cook dan rekannya telah menemukan asosiasi gen
transporter dopamin (DAT1) dengan GPPH, walaupun data dari kelompok
penelitian lain belum mengkonfirmasi hal itu hasil.

B. Faktor Neurokimia
Banyak neurotransmitter dikaitkan dengan gejala GPPH. Namun, dopamin
adalah fokus utamanya, dan korteks prefrontal dikaitkan dengan perannya
dalam perhatian dan regulasi pengendalian impuls. Penelitian pada hewan
telah menunjukkan bahwa daerah otak lain seperti lokus ceruleus, yang
terdiri dari neuron noradrenergik, juga memainkan peran penting dalam
perhatian. Disfungsi pada epinephrine perifer menyebabkan hormon
menumpuk di sekeliling, berpotensi memberi umpan balik ke sistem
sentral dan "mengatur ulang" lokus ceruleus ke tingkat yang lebih rendah.
Stimulan, yang dikenal sebagai obat yang paling efektif dalam
pengobatan GPPH, mempengaruhi dopamin dan norepinefrin. Stimulan
meningkatkan konsentrasi katekolamin dengan mempromosikan
pelepasannya dan menghalangi serapannya.

C. Faktor Neurofisiologis
Studi EEG pada anak-anak dan remaja yang mengidap GPPH selama
beberapa dekade terakhir, terdapat peningkatan aktivitas theta, terutama di
daerah frontal. Studi lebih lanjut tentang remaja dengan GPPH
menunjukkan peningkatan aktivitas beta dalam studi elektroensefalografi
(EEG). Investigasi EEG saat ini pada remaja dengan GPPH telah
mengidentifikasi kelompok gejala perilaku di antara anak-anak dengan
profil EEG serupa.

D. Faktor Neuroanatomis
Korelasi neuroanatomis untuk korteks superior dan temporal dengan
pemusatan perhatian; daerah parietal dan korpus striatal eksternal dengan
fungsi eksekutif motor; hippocampus dengan pengkodean jejak memori;
dan korteks prefrontal dengan pergeseran dari satu rangsangan ke stimulus
lainnya. Sebuah review dari magnetic resonance imaging (MRI), positron
emission tomography (PET), dan single photon emission computerized
tomography (SPECT) menunjukkan bahwa populasi anak-anak dengan
GPPH menunjukkan bukti penurunan volume dan penurunan aktivitas di

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ. Dharma Graha


daerah prefrontal, anterior cingulated, globus pallidus, kaudatus, thalamus,
dan serebelum

E. Faktor Psikososial
Penyiksaan, penganiayaan, dan pembiaran/pengabaian terhadap anak
dikaitkan dengan gejala perilaku tertentu yang tumpang tindih dengan
GPPH termasuk pemusatan perhatian yang buruk dan kontrol impuls yang
buruk. Faktor predisposisi dapat mencakup temperamen anak dan faktor
keluarga.

F. Faktor Perkembangan
Prevalensi GPPH yang lebih tinggi pada anak-anak yang lahir prematur
dan ibunya yang terkena infeksi selama kehamilan. Saat perinatal, faktor
penyebab timbulnya gejala GPPH adalah infeksi, pembengkakan, dan
trauma dalam beberapa kasus.

2.1.4 Kriteria Diagnostik DSM V Untuk Gangguan Defisit Atensi /


Hiperaktivitas
A. Baik (1) atau (2)
(1) enam (atau lebih) dari gejala atensi ada sedikitnya selama 6 bulan hingga
suatu derajat yang tidak konsisten dengan tingkat perkembangan dan
mempengaruhi aspek sosial, dan akademik / pekerjaan:
Inatensi
a) Sering tidak dapat memberikan perhatian erat / membuat kesalahan
ceroboh pada pekerjaan sekolah, pekerjaan, atau aktivitas lain
b) Sering kesulitan mempertahankan perhatian tugas / aktivitas bermain
c) Sering tampak tidak mendengarkan ketika diajak bicara secara
langsung
d) Sering tidak mengikuti instruksi & tidak dapat menyelesaikan
pekerjaan sekolah, tugas, tempat kerja (tidak disebabkan oleh perilaku
oposisional / gagal memahami instruksi
e) Sering kesulitan mengatur tugas & aktivitas
f) Sering menghindari, tidak menyukai, enggan terlibat dalam tugas
memerlukan upaya mental yang lama (tugas sekolah / pekerjaan
rumah)
g) Sering kehilangan benda-benda penting untuk tugas /aktivitas (mainan,
tugas sekolah /pekerjaan rumah)
h) Sering mudah teralih perhatiannya oleh stimulus eksternal
i) Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ. Dharma Graha


(2) enam (atau lebih) gejala hiperaktivitas-impulsivitas sedikitnya selama 6
bulan hingga suatu derajat yang tidak konsisten dengan tingkat perkembangan
dan mempengaruhi aspek sosial, dan akademik / pekerjaan:
Hiperaktivitas
a) Sering gelisah dengan tangan atau kaki atau menggeliat di kursi
b) Sering meninggalkan bangku di ruang kelas atau situasi lain padahal
diharapkan ia tetap duduk
c) Sering berlari di sekeliling /memanjat pada situasi tidak sesuai (remaja
/orang dewasa terbataspada perasaan gelisah subjektif)
d) Sering kesulitan dalam bermain
e) Sering “sangat aktif” atau sering bertindak seolah – olah “dikendalikan
oleh motor”
f) Sering berbicara berlebihan

Impulsivitas
a) Sering menjawab pertanyaan segera sebelum pertanyaannya selesai
b) Sering kesulitan menunggu giliran
c) Sering mengganggu orang lain (memotong percakapan /permainan)

B. Beberapa gejala hiperaktif – impulsif atau inatensi yang menyebabkan


hendaya terjadi sebelum usia 12 tahun
C. Beberapa hendaya akibat gejala ada dua atau lebih keadaan (sekolah [atau
tempat kerja] dan rumah)
D. Harus ada bukti adanya hendaya dalam fungsi sosial,akademik, atau
pekerjaan yg secara klinis bermakna
E. Gejala tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan perkembangan
pervasif, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain serta tidak disebabkan oleh
gangguan jiwa lain(misal: gangguan mood, gangguan ansietas, gangguan
disosiatif, atau gangguan kepribadian)

Pemberian kode didasarkan atas tipe:


314.01 (F90.2) Gangguan defisit-atensi / hiperaktifitas, tipe kombinasi: jika
kriteria A1 dan A2 terpenuhi selama 6 bulan terakhir
314.00 (F90.0) Gangguan defisit-atensi / hiperaktifitas, dominan tipe
inatensi: jika kriteria A1 terpenuhi tetapi kriteria A2 tidak terpenuhi untuk 6
bulan terakhir
314.01 (F90.1) Gangguan defisit-atensi / hiperaktifitas, dominan tipe
hiperaktif-impulsif: jika kriteria A2 terpenuhi tetapi kriteria A1 tidak
terpenuhi untuk 6 bulan terakhir

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ. Dharma Graha


Remisi parsial : kriteria yang sebelumnya terpenuhi / kriteria sebagian yang
dialami selama 6 bulan terakhir, dengan gejala hendaya sosial, akademik, atau
pekerjaan.
Catatan pemberian kode: untuk individu (terutama remaja dan dewasa) yang
saat ini memiliki gejala yang tidak lagi memenuhi kriteria utuh, harus dirinci
“dalam remisi parsial”

2.1.5 Gambaran Klinis


Ciri khas anak dengan gangguan ini dengan urutan frekuensi tersering:
• Hiperaktivitas,
• Hendaya motorik perseptual,
• Labilitas emosi,
• Defisit atensi (atensi singkat, mudah teralih perhatiannya, pengulangan
respon tertentu / perseverasi (contoh: kata-kata, kalimat, atau gestur), gagal
menyelesaikan tugas, inatensi, konsentrasi buruk),
• Impulsivitas (bertindak sebelum berpikir, pergeseran tiba-tiba dalam
aktivitas, kurang teratur, melompat dalam kelas),
• Defisit daya ingat & berpikir,
• Ketidakmampuan belajar spesifik,
• Defisit pendengaran & bicara,
• Ketidakaturan EEG

2.1.6 Patologi dan Pemeriksaan Laboratorium


Tidak ada ukuran laboratorium spesifik untuk GPPH. Beberapa laboratorium yang
sering memberikan hasil abnormal tidak spesifik pada anak-anak hiperaktif,
seperti: hasil yang imatur & tidak teratur pada EEG & PET dapat menunjukkan
aliran darah otak yang menurun di regio frontalis.Tes kognitif membantu
mengonfirmasi inatensi anak dan impulsivitas mencakup tugas kinerja yang terus-
menerus, anak diminta untuk menekan tombol setiap rangkaian huruf atau angka
tertentu yang berkedip di layar

2.1.7 Diagnosis Banding


 Banyak anak dengan GPPH memiliki depresi sekunder dalam reaksi terhadap
frustasi mereka akibat kegagalan untuk belajar dan rendahnya harga diri,
harus dibedakan dengan depresif primer yang dibedakan dengan hipoaktivitas
& penarikan diri
 Jenis gangguan belajar harus dibedakan dengan GPPH. Seorang anak bisa
tidak dapat membaca atau matematik karena gangguan belajar, bukan karena
inatensi. GPPH sering bersamaan dengan satu atau lebih gangguan belajar
termasuk: gangguan membaca, gangguan matematik, gangguan ekspresi
penulisan.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ. Dharma Graha


 Manik dan GPPH memiliki gejala klinis yang sama seperti hiperaktivitas
motorik, mudah teralihkan perhatiannya, dan banyak bicara. Namun, anak
dengan manik iritabilitas lebih sering dibanding dengan euforia.
 Untuk membedakan GPPH & bipolar, GPPH terjadi secara kronis sedangkan
bipolar terjadi secara episodik

2.1.8 Perjalanan Gangguan dan Prognosis


Perjalanan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) bervariasi.
Gejala GPPH sebanyak 60 – 85% kasus dapat bertahan sampai remaja dan sekitar
60% kasus bertahan sampai dewasa. Gejala ini dapat pulih pada 40% kasus saat
pubertas atau gejala hiperaktivitas dapat menghilang tapi penurunan perhatian dan
masalah kontrol impuls dapat bertahan karena biasanya overaktivitas adalah gejala
yang pertama kali pulih dan gejala penurunan perhatian yang terakhir pulih.
Meskipun demikian ketidakpulihan berhubungan dengan riwayat gangguan pada
keluarga, kejadian hidup yang tidak menyenangkan, dan komorbiditas dengan
gejala perilaku, depresi, dan gangguan cemas. Biasanya diantara usia 12 tahun dan
20 tahun terjadi remisi. Remisi berhubungan dengan hidup produktif saat remaja
dan dewasa, hubungan interpersonal yang baik, dan sedikitnya sekuele yang
signifikan. Pada sebagian besar pasien yang mengalami gangguan ini mengalami
remisi parsial dan rentan dengan perilaku antisosial, gangguan zat, dan gangguan
mood. Gangguan belajar dapat berlangsung seumur hidup. (Kapplan saddock
indo+inggris)

2.1.9 Terapi
Menurut Kaplan and Sadock Synopsis of Psychiatry Eleventh Edition pengobatan
farmakologi dianggap sebagai lini pertama untuk pengobatan GPPH. Stimulan
sistem saraf pusat adalah lini pertama karena memiliki efektivitas yang signifikan
dengan efek samping yang bisa ditoleransi. Pada anak-anak, remaja, dan dewasa
yang diketahui memiliki risiko dan kelainan jantung.

Terdapat 3 macam obat golongan psikostimulan, yaitu golongan


metilfenidat yang merupakan satu-satunya di Indonesia, golongan
dekstroamfetamin (Dexedrine, Dexedrine spansul), dan golongan kombinasi
dekstroamfetamin dengan garam amfetamin (Adderall, Adderall XR). Penelitian
Barkley, dkk ditemukan efektivitas obat golongan metilfenidat sebesar 60 – 70%
dalam menurunkan gejala hiperaktivitas impulsivitas dan inatensi. (FKUI dan KS)
Obat yang termasuk golongan metilfenidat lepas-segera dan lepas-lama, yaitu
Ritalin, Ritalin-SR, Concerta, Metadate CD, Metadate ER. (KS) Efek samping
yang dapat terjadi berupa penarikan diri dari lingkungan sosial, over fokus,
letargi, agitasi, iritabel, mudah menangis, cemas, sulit tidur, penurunan nafsu
makan, sakit kepala, pusing, dan timbulnya tics yang sebelumnya tidak ada.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ. Dharma Graha


Terdapat satu bentuk tambahan metilfenidat hanya mengandung D-enantiomer
yaitu deksametilfenidat (Foculin).

Sebelum pengobatan stimulan untuk memonitor terapi stimulan menurut


American Academy of Child and Adolescent Psychiatry (AACAP), dianjurkan
pemeriksaan, yaitu pemeriksaan fisik setiap tahun, pemeriksaan tekanan darah,
denyut nadi, berat badan, dan tinggi badan setiap 3 bulan.

Selain golongan psikostimulan, terdapat antidepresan seperti bupropion


(Wellbutrin, Wellbutrin SR), venlafaksin (Effexor, Effexor SR), dan agonis
reseptor α-adrenergik klonidin (Catapres) dan guanfasin (Tenex) sebagai lini
kedua. (KS)

Nonstimulan untuk GPPH yang disetujui oleh FDA, yaitu atomoksetin


(Strattera) merupakan inhibitor uptake norepinefrin dan tidak mempengaruhi
dopamin. Dosisnya 40 – 100 mg per hari diberikan dalam dosis tunggal tidak
terbagi. (KS)

Menurut penelitian yang dilakukan Centers for Disease Control and


Prevention (CDC) pada Mei 2017 terapi perilaku merupakan terapi yang penting
untuk anak dengan GPPH. ( https://www.cdc.gov/ncbddd/GPPH/treatment.html )
Anak-anak dibawah usia 6 tahun dengan GPPH, first line treatment dianjurkan
terapi perilaku sebelum pengobatan. Terapi perilaku adalah terapi yang dilakukan
untuk mengurangi tingkah laku yang terjadi pada anak dengan GPPH.

Edukasi kepada orangtua anak yang mengalami GPPH:

 Membuat rutinitas dengan mengikuti jadwal yang sama setiap hari, mulai
dari bangun tidur hingga waktu tidur.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ. Dharma Graha


 Terorganisir mendorong anak untuk memasukkan tas sekolah, pakaian,
dan mainan di tempat yang sama setiap hari.
 Mengelola gangguan dengan cara mematikan TV, membatasi kebisingan,
dan memberikan ruang kerja yang bersih saat anak mengerjakan pekerjaan
rumah. Beberapa anak dengan GPPH belajar dengan baik jika mereka
bergerak, atau sambil mendengarkan musik.
 Membatasi pilihan dengan menawarkan pilihan antara beberapa hal
sehingga anak tidak merasa terbebani dan terlalu bersemangat.
 Jadilah jelas dan spesifik saat berbicara dengan anak. Orangtua
mereflesksikan apa yang anak ucapkan.
 Membantu anak dengan memecah tugas rumit menjadi lebih sederhana
dan langkahnya lebih pendek. Untuk tugas yang panjang, mulai awal dan
istirahat bisa membantu membatasi stres.
 Disiplin dan menghapus hak keistimewaan jika anak berperilaku yang
tidak pantas.
 Mencari faktor stresor anak di sekolah, dalam pelajaran dan mencari
solusinya
 Memberikan gaya hidup sehat dengan makanan bergizi, banyak aktivitas
fisik, dan tidur yang cukup.

2.2 Gangguan Belajar


Gangguan belajar adalah defisit pada anak dan remaja dalam mencapai
keterampilan membaca, menulis, berbicara, penggunaan pendengaran,
memberikan alasan, atau matematika yang diharapkan, dibandingkan dengan anak
lain berusia sama dan dengan kapasitas intelektual yang sama.
Menurut buku Kaplan & Saddock tahun 2014, gangguan belajar lazim
ditemukan 5% pada anak usia sekolah. Edisi ke-empat DSM IV memperkenalkan
istilah gangguan belajar yang secara formal disebut gangguan ketrampilan
akademik. Revisi teks DSM IV mencakup empat kategori, yaitu: gangguan
membaca, gangguan matematika, dan gangguan ekspresi tertulis.

Diagnosis Gangguan Belajar menurut DSM V:


A. Kesulitan belajar dan keterampilan akademik setidaknya salah satu dari
gejala berikut yang bertahan setidaknya 6 bulan:
1. Pembacaan kata yang tidak tepat atau lambat dan mudah dilakukan
(misalnya membaca satu kata dengan lantang salah atau lambat dan ragu-
ragu, sering menebak kata-kata, memiliki kesulitan untuk mengeluarkan
kata-kata).
2. Kesulitan memahami arti dari apa yang dibaca (misalnya, dapat
membaca teks secara akurat tetapi tidak mengerti urutan, hubungan,
kesimpulan, atau makna yang lebih dalam dari apa yang dibaca).

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ. Dharma Graha


3. Kesulitan dengan ejaan (mis., dapat menambahkan, menghilangkan,
atau mengganti vokal atau konsonan).
4. Kesulitan dengan ekspresi tertulis (misalnya, membuat banyak
kesalahan tata bahasa atau tanda baca dalam kalimat; menggunakan
paragraf yang buruk; ungkapan tertulis gagasan tidak memiliki kejelasan).
5. Kesulitan menguasai jumlah angka, jumlah fakta, atau perhitungan
(misalnya, memiliki pemahaman angka, besaran, dan hubungan;
mengandalkan jari untuk menambahkan angka satu digit alih-alih
mengingat fakta matematika seperti yang dilakukan oleh teman
seumurannya; di tengah perhitungan aritmatika dan dapat beralih
prosedur).
6. Kesulitan dengan penalaran matematis (mis., Memiliki kesulitan dalam
menerapkan konsep matematika, besaran, atau prosedur untuk
memecahkan masalah kuantitatif).

B. Keahlian akademis yang terkena dampak secara substansial dan kuantitatif di


bawah yang diharapkan untuk usia kronologis individu, dan menyebabkan
gangguan yang signifikan dengan kinerja akademik atau pekerjaan, atau dengan
aktivitas kehidupan sehari – hari dikonfirmasi dengan ukuran pencapaian standar
yang dikelola secara individual dan penilaian klinis yang komprehensif. Bagi
individu usia 17 tahun ke atas, riwayat terdokumentasi tentang gangguan kesulitan
belajar dapat digantikan dengan penilaian standar.

C. Kesulitan belajar dimulai pada usia sekolah namun mungkin tidak sepenuhnya
Terwujud sampai tuntutan untuk keterampilan akademik yang terpengaruh
melebihi kemampuan individu kapasitas terbatas (misalnya, seperti dalam tes
berjangka waktu, membaca atau menulis kompleks yang panjang laporan untuk
tenggat waktu yang ketat, beban akademis yang terlalu berat).

D. Kesulitan belajar tidak diperhitungkan dengan baik oleh ketidakmampuan


intelektual, ketajaman visual atau pendengaran yang tidak dikoreksi, gangguan
mental atau neurologis lainnya, kesulitan psikososial, kurangnya kemampuan
dalam bahasa pengajaran akademik, atau instruksi pendidikan yang tidak
memadai

315.00 (F81.0) Dengan gangguan membaca:


Ketepatan membaca kata
Tingkat membaca atau kelancaran
Pemahaman membaca
315.2 (F81.81) Dengan penurunan ekspresi tertulis:
Ketepatan ejaan
Keakuratan tata bahasa dan tanda baca

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ. Dharma Graha


Kejelasan atau pengorganisasian ekspresi tertulis
315.1 (F81.2) Dengan gangguan dalam matematika:
Jumlah angka
Menghafal fakta aritmatika
Perhitungan yang akurat atau lancar
Penalaran matematika yang akurat

2.3 Gangguan Membaca


Dalam DSM IV TR, gangguan membaca (dahulu disebut disleksia) didefinisikan
sebagai pencapaian membaca di bawah tingkat yang diharapkan untuk usia,
pendidikan, dan intelegensi anak, hendaya ini menganggu keberhasilan akademik
atau aktivitas harian yang melibatkan membaca. Gangguan ini ditandai dengan
gangguan kemampuan mengenali kata, membaca dengan lambat dan tidak akurat,
serta pemahaman yang buruk. Anak dengan gangguan defisit atensi /
hiperaktivitas (GPPH) memiliki risiko tinggi gangguan membaca.

2.3.1 Epidemiologi
Suatu perkiraan sebesar 4% anak usia sekolah di Amerika Serikat memiliki
gangguan membaca; studi prevalensi menemukan angka berkisar antara 2% dan
8%. Anak laki-laki tiga hingga empat kali lebih banyak dibandingkan dengan
anak perempuan.

2.3.2 Komorbiditas
Data mengesankan bahwa 25% anak dengan gangguan membaca juga memiliki
GPPH. Studi keluarga menunjukkan bahwa mungkin terdapat faktor genetik yang
menyebabkan gangguan membaca dan sindrom yang terkait dengan perhatian.
Anak dengan gangguan membaca memiliki angka depresi yang lebih tinggi dan
mengalami ansietas yang tinggi dibandingkan dengan anak tanpa gangguan
belajar. Anak dengan gangguan membaca cenderung memiliki kesulitan dalam
hubungan dengan teman sebaya, dengan lebih sedikit keterampilan berespon
dalam situasi sosial.

2.3.3 Etiologi
Tidak ada satu etiologi tunggal yang diidentifikasi sebagai penyebab utama
gangguan membaca; faktor genetik, faktor perkembangan, dan faktor lingkungan
dapat turun berperan terhadap defisit inti gangguan membaca.
Riset terkini mengenai gangguan membaca menunjukkan bahwa pada
sebagian besar kasus, anak yang bergulat dalam membaca memiliki defisit
keterampilan memproses fonologis. Anak-anak ini tidak mampu mengidentifikasi
bagian dari kata secara efektif yang menunjukkan bunyi spesifik, menimbulkan

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ. Dharma Graha


kesulitan berat dalam mengenali dan menyebut kata. Anak dengan gangguan
membaca ditemukan lebih lambat dalam menamai huruf dan angka, bahkan saat
dikontrol untuk IQ. Dengan demikian, defisit utama anak dengan gangguan
membaca terletak dalam domain penggunaan bahasa.
Faktor genetik memainkan peran utama gangguan membaca sebanyak 35-
40% kerabat derajat pertama anak dengan gangguan membaca memiliki hendaya
membaca. Pemahaman fonologis terkait dengan kromosom 6, kemampuan
identifikasi kata tunggal terkait dengan kromosom 15. Komplikasi selama
kehamilan, kesulitan pranatal dan perinatal termasuk prematuritas dan berat lahir
rendah lazim dalam riwayat anak dengan gangguan membaca.

2.3.4 Diagnosis
Diagnosis khas mencakup kesulitan mengingat kembali, membangkitkan,
merangkai huruf dan kata yang tercetak, dan membuat kesimpulan.

2.3.5 Gambaran Klinis


Anak yang mengalami gangguan membaca biasanya dapat diidentifikasi pada usia
7 tahun (kelas 2). Anak kadang-kadang dapat mengkompensasi gangguan
membaca pada tingkat dasar awal dengan menggunakan memori dan kesimpulan.
Pada keadaan ini, gangguan bisa tidak terlihat sampai usia 9 tahun. (kelas 4) atau
lebih. Sebagian besar anak tidak menyukai dan menghindari membaca serta
menulis. Banyak anak dengan gangguan ini memiliki rasa malu atau terhina
karena kegagalan yang terus menerus dan frustasi. Anak yang lebih tua cenderung
depresi dan marah.

2.3.6 Patologi dan Pemeriksaan Laboratorium


Tidak ada tanda fisik atau ukuran laboratorium spesifik yang membantu dalam
menegakkan diagnosis gangguan membaca. Diagnosis gangguan membaca
ditegakkan setelah mengumpulkan data dari tes intelegensi standar dan penilaian
pencapaian pendidikan. Rangkaian diagnostik mencakup tes mengeja, komposisi
tulisan, memproses dan menggunakan bahasa oral serta membuat salinan dengan
pensil. Subtes membaca yaitu Woodcock-Johnson Psycho Educational Battery
Revised dan Peabody Individual Achievement Test Revised berguna untuk
mengidentifikasi gangguan membaca.

2.3.7 Perjalanan Gangguan dan Prognosis


Banyak anak dengan gangguan membaca mendapatkan pengetahuan dari bahasa
yang dicetak pada masa 2 tahun pertama sekolah dasar. Jika diberikan dini, pada
kasus yang lebih ringan, tidak diperlukan terapi perbaikan diakhir kelas satu atau
kelas dua. Pada kasus berat dan bergantung pad apola defisit dan kekuatan, terapi
remedial dapat dilanjutkan hingga sekolah menengah atau tingkat SMU.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ. Dharma Graha


2.3.8 Diagnosis Banding
GPPH dan retardasi mental.

2.3.9 Terapi
Program terapi remedial yang efektif dimulai dengan mengajari anak untuk
membuat hubungan akurat antara huruf dan bunyi. Setelah dikuasai, terapi
remedial menargetkan komponen membaca yang lebih besar, seperti suku kata
dan kata.
a) Strategi koping
Kelompok membaca kecil dan terstruktur memberikan perhatian
individual sehingga membuat anak mudah untuk meminta bantuan.
b) Program Merill dan SRA Basic Reading program
Dimulai dengan memperkenalkan keseluruhan kata, kemudian
mengajari anak bagaimana cara memecahnya dan mengenali bunyi
suku kata serta setiap huruf dalam kata tersebut
c) Bridge Reading program
Mengajari anak untuk mengenali keseluruhan kata melalui bantuan
visual dan meminta proses “membunyikannya”
d) Metode Ferald
Menggunakan pendekatan multisensorik yang mengombinasikan
antara mengajari keseluruhan kata dengan teknik melacak sehingga
anak tersebut memiliki stimulasi kinestetik sambil belajar membaca
kata-kata.

2.4 Gangguan Ekspresi Tertulis


Ekspresi tertulis adalah keterampilan yang paling kompleks yang diperoleh untuk
menyampaikan pemahaman bahasa dan untuk mengekspresikan pemikiran dan
gagasan. Defisit dalam ekspresi tertulis ditandai dengan kemampuan menulis yang
jauh di bawah tingkat yang diharapkan untuk anak seusianya atau sama
pendidikannya. Defisit tersebut mengganggu akademis dan penulisan anak dalam
kehidupan sehari-hari. Komponen gangguan menulis termasuk ejaan yang buruk,
kesalahan dalam tata bahasa dan tanda baca, dan tulisan tangan yang buruk.
Kesalahan ejaan adalah salah satu kesulitan yang paling umum terjadi pada
seorang anak gangguan menulis Kesalahan ejaan paling sering terjadi kesalahan
fonetik; Artinya, ejaan salah yang terdengar seperti ejaan yang benar.

2.4.1 Epidemiologi
Prevalensi gangguan belajar spesifik dengan penurunan ekspresi tertulis
dilaporkan terjadi pada 5 -15% persen anak usia sekolah. Seiring waktu, terjadi
remisi gangguan belajar spesifik pada banyak kaum muda, sehingga menyebabkan
tingkat gangguan belajar spesifik sebesar 4% pada orang dewasa. Rasio jenis

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ. Dharma Graha


kelamin dalam gangguan ekspresi tertulis adalah 2-3 : 1 pada anak laki-laki
dibandingkan dengan anak perempuan.

2.4.2. Komorbiditas
Anak dengan gangguan ekspresi tertulis, cenderung memiliki gangguan bahasa,
gangguan membaca dan berhitung dibanding populasi umum. GPPH sering terjadi
pada anak yang memiliki gangguan menulis dibanding populasi umum.

2.4.3 Etiologi
Penyebab gangguan menulis yaitu defisit yang mendasari penggunaan komponen
bahasa yang terkait dengan suara huruf. Faktor genetik merupakan faktor
signifikan dalam perkembangan gangguan menulis. Kesulitan menulis sering
menyertai gangguan bahasa, menyebabkan anak mengalami masalah dengan
memahami peraturan gramatikal, menemukan kata-kata, dan mengekspresikan
gagasan dengan jelas. Menurut satu hipotesis, gangguan ekspresi tertulis dapat
terjadi akibat gabungan efek gangguan bahasa, dan gangguan membaca.
Predisposisi herediter terhadap gangguan penulisan didukung oleh temuan bahwa
sebagian besar remaja dengan gangguan ekspresi tertulis memiliki kerabat tingkat
pertama dengan kesulitan yang serupa.

2.4.4 Diagnosis
Diagnosis DSM-5 dari gangguan belajar spesifik dengan gangguan ekspresi
tertulis didasarkan pada kemampuan yang kurang baik untuk menggunakan tanda
baca dan tata bahasa secara akurat dalam kalimat, ketidakmampuan untuk
mengatur paragraf atau menyusun gagasan dengan baik secara tertulis.
Penyusunan teks tertulis yang kurang baik termasuk tulisan tangan yang buruk
dan kemampuan untuk mengeja dan meletakkan kata-kata secara berurutan dalam
kalimat yang koheren, dibandingkan dengan orang lain pada usia yang sama.

2.4.5 Diagnosis Banding


Gangguan seperti GPPH atau depresi berat dapat mengganggu fokus anak,
sehingga mengganggu kemampuan anak dalam menulis tanpa adanya gangguan
penulisan tertentu.

2.4.6 Gambaran Klinis


Anak dengan gangguan ekspresi tertulis memiliki kesulitan dalam mengeja kata-
kata dan mengekspresikan pikirannya sesuai dengan norma tata bahasa yang
sesuai usianya. Gambaran ini mencakup kesalahan pengejaan, tata bahasa, tanda
baca, penyusunan paragraf yang buruk, dan tulisan tangan yang buruk. Gambaran
lainnya adalah keengganan pergi kesekolah dan melakukan pekerjaan rumah
tertulis yang ditugaskan, dan bolos.

2.4.7 Patologi Dan Pemeriksaan Laboratorium

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ. Dharma Graha


Tes pendidikan digunakan didalam menegakkan diagnosis gangguan ekspresi
tertulis. Tes bahasa tertulis yang tersedia adalah TOWL, DEWS dan TEWL.
Seorang anak yang dicurigai memiliki gangguan ekspresi tertulis, pertama kali
harus diberikan tes intelektual standar seperti WISC-III / WAIS-R, untuk
mengetahui intelektual anak.

2.4.8 Tatalaksana
Terapi remedial untuk gangguan ekspresi tertulis mencakup praktik mengeja, dan
menulis kalimat, serta mengkaji ulang aturan tata bahasa. Pemberian terapi
menulis kreatif dan ekspresif yang intensif, berkelanjutan, dan dirancang khusus
secara individual tampak memberikan hasil yang baik.

2.4.9 Perjalanan Gangguan Dan Prognosis


Gangguan belajar spesifik seperti gangguan menulis, membaca dan matematika,
sering terjadi bersamaan, bisa juga terjadi gangguan bahasa. Anak dengan
gangguan-gangguan diatas, biasanya didiagnosis pertama kali mengalami
gangguan bahasa, dan didiagnosis gangguan ekspresi tertulis terakhir. Gangguan
ekspresi tertulis berat bisa tampak pada anak usia 7 tahun, dan pada kasus ringan
bisa tampak pada anak usia 10 tahun.

Prognosis tergantung pada keparahan gangguan, usia ketika intervensi


remedial dimulai, lama, dan kelanjutan terapi, dan ada atau tidaknya masalah
prilaku atau emosional sekunder terkait.

2.5 Gangguan Matematika


Dikatakan terdapat gangguan matematika adalah disaat anak kesulitan untuk
mempelajari dan mengingat angkat. Empat kelompok keterampilan di dalam
gangguan matematika, yaitu keterampilan linguistik (pemahaman tentang istilah
matematis dan perubahan soal tertulis menjadi suatu simbol matematika),
keterampilan persepsi ( mampu mengenali dan memahami simbol, dan
mengurutkan serangkaian angka), keterampilan matematis ( berhitung dasar,
seperti penambahan, pengurangan, pengalian, dan pembagian dasar), dan
keterampilan atensional (menyalin angka dengan benar dan mengamati simbol-
simbol operasional dengan benar).

2.5.1 Epidemiologi
Prevalensi kira-kira 1 persen pada anak-anak usia sekolah dengan gangguan
matematika. Anak perempuan memiliki frekuensi lebih tinggi. (KS)

2.5.2 Komorbiditas
Gangguan membaca dan gangguan ekspresi tertulis biasanya ditemukan
bersamaan dengan gangguan matematika. Pada anak dengan gangguan
matematika memiliki risiko tinggi mengalami gangguan bahasa ekspresif,

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ. Dharma Graha


gangguan campuran bahasa reseptif-ekspresif, dan gangguan koordinasi
perkembangan. (KS)

2.5.3 Etiologi
Faktor genetik memiliki kecenderungan menjadi penyebab timbulnya gangguan
matematika. Pada teori awal dikatakan bahwa kejadian ini menunjukan defisit
neurologis di hemisfer serebri kanan, yang utama area lobus oksipitalis yang
memiliki tanggung jawab untuk memroses stimulus visuospasial yang juga
selanjutnya bertanggung jawab untuk keterampilan matematis. Selain faktor
genetik sebenarnya penyebab gangguan matematika ini dianggap multifaktor.

2.5.4 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan hanya setelah anak menjalani tes aritmatika standar
yang nilainya berada di bawah tingkat yang diharapkan. Dalam hal ini gangguan
lain, seperti gangguan perkembangan pervasif dan retardasi mental harus
disingkirkan.

2.5.5 Gambaran Klinis


Dapat ditemukan mencakup kesulitan, seperti sulit mempelajari nama angka,
mengingat tanda untuk penambahan dan pengurangan, sulit belajar tabel
perkalian, sulit menerjemahkan soal dalam kata menjadi perhitungan, dan sulit
berhitung dengan kecepatan yang diharapkan. Gangguan ini sering timbul
bersamaan dengan gangguan lain dalam hal membaca, tulisan ekspresif,
koordinasi, bahasa ekspresif, dan reseptif. Selain gangguan itu, masalah dalam
mengeja, defisit atensi atau memori, masalah emosional, dan perilaku. Anak
dengan palsi serebral dapat memiliki gangguan matematika dengan normalnya
intelegensi menyeluruh.

2.5.6 Patologi dan Pemeriksaan Laboratorium


Keymath Diagnostic Arithmetic Test untuk mengukur beberapa area matematika,
kandungan, fungsi, dan perhitungan matematis. Dilakukannya tes ini untuk
menilai kemampuan matematika pada anak kelas 1 sampai 6.

2.5.7 Perjalanan Gangguan dan Prognosis


Pada usia 8 tahun atau setara dengan kelas 3 biasanya dapat diidentifikasi
memiliki gangguan matematika tapi pada beberapa anak, gangguan ini dapat
terlihat pada usia 6 tahun setara kelas 1. Pada beberapa anak bisa tidak terlihat
sampai usia 10 tahun setara kelas 5.

Anak dengan gangguan matematika sedang yang tidak mendapat intervensi


bisa mengalami komplikasi, yaitu kesulitan akademik yang berlanjut, rasa malu
konsep diri yang buruk, frustasi, dan depresi. Karena terjadinya komplikasi ini,

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ. Dharma Graha


bisa menyebabkan anak tidak ingin datang ke sekolah, bolos, dan akhirnya putus
asa mengenai keberhasilan akademiknya.

2.5.8 Diagnosis Banding


Gangguan fungsi seperti sindrom retardasi mental dapat menyebabkan gangguan
matematika, dengan hendaya menyeluruh di dalam keseluruhan fungsi intelektual.
Pada gangguan tingkah laku atau GPPH dapat terjadi bersamaan dengan gangguan
matematika.

2.5.9 Terapi
Terapi yang paling efektif untuk gangguan matematika menggabungkan antara
mengajarkan konsep matematika dengan praktik terus-menerus di dalam
menyelesaikan soal matematika.

BAB 3

KESIMPULAN
 Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) adalah kondisi
neuropsikiatrik yang bisa terjadi pada anak prasekolah, anak-anak, remaja,
dan orang dewasa di seluruh dunia. ditandai dengan pola kesulitan
memusatkan perhatian , impulsif dan hiperaktif.
 Etiologi dari GPPH belum diketahui tetapi diduga yang berperan
menyebabkan GPPH adalah pajanan toksik pranatal, prematuritas, cedera
mekanis pranatal pada sistem saraf janin, faktor genetik, kerusakan otak,
faktor neurokimia, faktor neurofisiologis, dan faktor psikososial.
 GPPH dapat menyebabkan gangguan penyerta lain, salah satunya adalah
gangguan belajar. Keduanya merupakan dua hal yang berbeda karena pada
gangguan belajar tidak disertai dengan gangguan atensi.
 Gangguan belajar adalah defisit pada anak dan remaja dalam mencapai
keterampilan membaca, menulis, berbicara, penggunaan pendengaran,
memberikan alasan, atau matematika yang diharapkan, dibandingkan
dengan anak lain berusia sama dan dengan kapasitas intelektual yang
sama.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ. Dharma Graha


 Terdapat tiga kategori gangguan belajar, yaitu gangguan membaca,
gangguan matematika, dan gangguan ekspresi tertulis.
 Terapi GPPH di Indonesia menggunakan terapi stimulan golongan
metilfenidat yang dapat mengurangi gejala hiperaktivitas-impulsivitas
sebesar 60 – 70%. Selain terapi farmakologi, dilakukan juga terapi
pendekatan psikososial.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ. Dharma Graha

Anda mungkin juga menyukai