1706015995
pada kegiatan Praktek Klinik II Mahasiswi Program Vokasi Universitas Indonesia Program
Studi Okupasi Terapi yang diselenggarakan pada 21 Oktober 2019 – 15 November 2019,
bertempat di Rumah Anak Mandiri Karim, Depok.
Disusun oleh:
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Klinik II yang berjudul
“PENATALAKSANAAN OKUPASI TERAPI PADA TN. DK DENGAN DIAGNOSA
ADHD DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI DENGAN
PENDEKATAN BEHAVIOR THERAPY DI RAM KARIM” dengan baik dan tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan tugas Praktek Klinik II Periode I. Saya selaku penulis mengucapkan terima
kasih kepada keluarga, pembimbing, dosen, serta semua pihak yang telah membantu dan
terlibat dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis mengharapakan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi
penyempurnaan makalah, serta mohon maaf untuk kekurangan dalam penulisannya. Akhir
kata, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Terima kasih.
Penulis
2
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4
1.1 Tinjauan Pustaka .................................................................................................... 4
1.1.1 Definisi Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) ..................... 4
1.1.2 Prevalensi ................................................................................................... 4
1.1.3 Etiologi ....................................................................................................... 5
1.1.4 Gejala ADHD............................................................................................. 6
1.1.5 Prognosis .................................................................................................... 8
1.1.6 Okupasi Terapi......................................................................................... 9
1.1.7 Penatalaksanaan Okupasi Terapi................................................................... 9
1.1.8 Penatalaksanaan Okupasi Terapi pada ADHD .......................................... 10
1.1.9 Kerangka acuan Behavior Therapy ...................................................... 12
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................ 15
2.1 PENGUMPULAN DATA ..................................................................................... 15
2.1.1 Identitas Klien ......................................................................................... 15
2.1.2 Informasi Subjektif ................................................................................. 15
2.1.3 Informasi Objektif .................................................................................. 17
2.1.4 Assessment Okupasi Terapi ................................................................... 18
2.2 RINGKASAN KASUS .......................................................................................... 32
2.3 KESIMPULAN PROBLEMATIK OKUPASIONAL ....................................... 33
2.4 PRIORITAS MASALAH ............................................................................... 33
2.5 PROGRAM OKUPASI TERAPI .................................................................. 34
2.6 Home Program ................................................................................................ 46
BAB III PENUTUP............................................................................................................... 47
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 47
3.2 Saran ...................................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 48
LAMPIRAN ......................................................................................................................... 50
3
BAB I
PENDAHULUAN
Anak ADHD seringkali memiliki ciri khas yaitu perilaku tidak bisa diam atau
banyak gerak yang seringkali tidak dapat dikendalikan, sulit untuk tenang dan
memiliki masalah dalam berkonsentrasi. Akibatnya, anak dengan ADHD
memungkinkan untuk mengalami kesulitan dalam mendapatkan teman karena
perilakunya yang kacau sehingga sering mengundang kejengkelan bagi orang-orang
disekitarnya. Kondisi ini dapat membawa penyandang ADHD pada masalah-masalah
emosional, agresif atau pun sebaliknya perilaku menarik diri dan depresi (Paternotte
& Buitelaar dalam kholilah, 2017).
1.1.2 Prevalensi
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Edisi ke-
4, terjadinya ADHD di bawah usia 7 tahun. Gejala mulai timbul sejak usia dini dengan
usia awitan rata – rata 3 – 4 tahun. 2 Gangguan ini dijumpai 2 – 4 kali lebih besar pada
anak laki – laki dibandingkan anak perempuan. (Novriana, Yanis, & Masri, 2014)
4
Prevalensi ADHD dalam ruang lingkup lingkungan sekolah di dunia di
dapatkan sebesar 3.2%. Beberapa menunjukkan berbagai macam variasi dari nilai
prevalensi di dunia dengan kisaran terendah 1% hingga kisaran tertinggi 20%.
American Psychiatric Association menyatakan dalam Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder (DSM-5) bahwa 5% anak memiliki ADHD. Sekitar 11%
anak usia 5- 17 tahun (6.4 juta) telah didiagnosis dengan ADHD pada tahun 2011.
Persentasi anak dengan diagnosis ADHD terus meningkat dari 7.8% pada tahun 2003
hingga 9.5% tahun 2007 dan 11% tahun 2011. Sedangkan perbandingan antara anak
laki-laki (13.2%) lebih banyak jika dibandingkan dengan anak perempuan (5,6%)
yang didiagnosis dengan ADHD. Namun, kurang dari 1 diantara 3 anak dengan
ADHD menerima pengobatan medis dan terapi perilaku. Selain itu juga, hanya
setengah dari anak usia prasekolah (4-5 tahun) dengan ADHD menerima terapi
perilaku, meskipun saat ini telah direkomendasikan sebagai pengobatan lini pertama
pada kelompok usia tersebut. ADHD dapat menyebabkan masalah intelegensia.
(Primadhani, 2015). Sedangkan di Indonesia, masih sangat sedikit sehingga sampai
saat ini belum didapatkan angka pasti mengenai kejadian GPPH di Indonesia. Salah
satu data dari unit Psikiatri Anak RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, melaporkan 60 kasus
ADHD pada tahun 2000 dan 86 kasus pada tahun 2001. Salah satu penelitian yang
dilakukan oleh Dwidjo Saputro (2009) pada anak usia sekolah dasar di DKI Jakarta
didapatkan angka prevalensi sekitar 26,2% (Novriana, Yanis, & Masri, 2014).
1.1.3 Etiologi
Penyebab yang banyak diketahui mendasari ADHD adalah genetik.
Mekanisme dopaminergik noradrenergik, serotonergik dan gene yang terlibat dalam
perkembangan neuritik telah diterima sebagai dasar teori genetik, namun belum dapat
dibuat sebagai model kesatuan biologik. Ketiga jalur genetik ini terbukti memiliki
hubungan dengan tipe hiperaktif/impulsif ADHD. Defisit serotonin yang kronis dapat
menimbulkan gejala dari ADHD. Selain akibat dari genetik, ADHD juga didasari oleh
pola hidup ibu saat hamil atau prenatal. Kebiasaan merokok pada ibu hamil dapat
meninngkatkan resiko kelahiran anak dengan ADHD. Selain itu ayah yang perokok
juga dapat memungkinkan untuk memiliki keturunan dengan ADHD, hal ini memang
tidak secara langsung mempengaruhi intrauterin, namun dapat mempengaruhi faktor
genetik dan lingkungan terhadap janin yang dikandung oleh istrinya. Kebiasaan ibu
hamil mengkonsumsi alkohol yang berlebihan juga dapat menyebabkan memiliki
5
keturunan dengan ADHD. Hal ini disebabkan pengaruh genetik akibat alcohol use
disorder dapat memberikan efek tambahan yang menguntungkan yang kita kenal
sebagai pleiotropic genetic effect. Faktor lain yang dapat menyebabkan ADHD seperti
trauma otak, pemberian bahan additif pada makanan masih perlu dikaji lebih
mendalam. (Primadhani, 2015)
1. Inatensi
Enam atau lebih gejala inatensi (kurang perhatian) untuk anak-anak hingga usia 16,
atau lima atau lebih untuk remaja 17 dan lebih tua dan orang dewasa; gejala inatensi
telah hadir setidaknya selama 6 bulan, dan mereka tidak sesuai dengan tingkat
perkembangan:
Seringkali gagal untuk memberikan perhatian pada detail atau membuat kesalahan
sembrono dalam pekerjaan sekolah, di tempat kerja, atau dengan kegiatan lainnya.
Seringkali mengalami kesulitan memegang perhatian pada tugas atau kegiatan
bermain.
Seringkali sepertinya tidak mendengarkan ketika diajak bicara langsung.
Seringkali tidak menindaklanjuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas sekolah,
tugas, atau tugas di tempat kerja (mis., Kehilangan fokus, dilacak).
Seringkali mengalami kesulitan mengelola tugas dan kegiatan.
6
Sering kali menghindari, tidak suka, atau enggan melakukan tugas yang
membutuhkan upaya mental untuk jangka waktu yang lama (seperti tugas sekolah atau
pekerjaan rumah).
Seringkali kehilangan hal-hal yang diperlukan untuk tugas dan kegiatan (mis. Materi
sekolah, pensil, buku, alat, dompet, kunci, dokumen, kacamata, telepon seluler).
Seringkali mudah terganggu
Sering pelupa dalam aktivitas sehari-hari.
2. Hiperaktif dan Impulsif: Enam atau lebih gejala hiperaktif-impulsif untuk anak-anak
hingga usia 16, atau lima atau lebih untuk remaja 17 dan lebih tua dan orang dewasa;
gejala hiperaktif-impulsif telah hadir selama setidaknya 6 bulan sampai batas yang
mengganggu dan tidak sesuai untuk tingkat perkembangan seseorang:
Seringkali gelisah dengan atau mengetuk tangan atau kaki, atau menggeliat di kursi.
Seringkali meninggalkan kursi dalam situasi-situasi di mana sisa waktu duduk
diharapkan.
Sering berlari atau memanjat dalam situasi dimana tidak sesuai dengan perilaku
usianya (remaja atau orang dewasa mungkin terbatas untuk merasa gelisah).
Seringkali tidak dapat bermain atau tidak dapat mengambil bagian dalam kegiatan
rekreasi dengan tenang.
Sering kali "on the go" bertindak seolah-olah "dikendalikan oleh motoriknya".
Seringkali berbicara berlebihan.
Seringkali mengeluarkan jawaban sebelum pertanyaan selesai.
Sering mengalami kesulitan menunggu giliran.
Sering menyela atau mengganggu orang lain (mis., Menyinggung pembicaraan atau
permainan)
7
d) Gejala tidak terjadi hanya selama skizofrenia atau gangguan psikotik lainnya. Gejala-
gejalanya tidak dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain (mis.
Gangguan Suasana Hati, Gangguan Kecemasan, Gangguan Disosiosiatif, atau
Gangguan Kepribadian).
Berdasarkan pada jenis gejala, tiga jenis (presentasi) dari ADHD dapat terjadi:
A. Combined Presentation: jika cukup gejala dari kedua kriteria kekurangan perhatian
dan hiperaktif-impulsif hadir selama 6 bulan terakhir
B. Predominantly Inattentive Presentation: jika cukup gejala kekurangan perhatian,
tetapi tidak hiperaktif-impulsif, hadir selama enam bulan terakhir
C. Predominantly Hyperactive-Impulsive Presentation: jika cukup gejala hiperaktif-
impulsif tetapi tidak ada perhatian selama enam bulan terakhir.
D. Karena gejala dapat berubah seiring waktu, presentasi dapat berubah seiring waktu
juga.
1.1.5 Prognosis
ADHD adalah kelainan mental tanpa obat. Dengan demikian, ADHD dapat
memiliki dampak serius dan berangsur lama pada kehidupan seseorang. Hal ini
membuktian bahwa seseorang dengan gejala ADHD tidak akan pernah hilang
sepenuhnya. Ketika penyandang ADHD belajar mengelola gejala mereka secara
efektif, kualitas hidup mereka meningkat. Hal ini pada gilirannya mengarah pada
peningkatan kepercayaan diri dan motivasi untuk melanjutkan jalur yang sehat
menuju kehidupan yang bermakna dan memuaskan.
Menurut permyataan Gulf Bend Center, ADHD yang tidak segera ditangani
akan sangat mengganggu fungsi seseorang sehari-hari. Hal ini dapat menyebabkan
konsekuensi negatif di rumah, tempat kerja, dan sekolah. Seperti dibahas sebelumnya,
orang dewasa dengan ADHD yang tidak ditangani lebih mungkin untuk
mengembangkan gangguan penggunaan narkoba karena mereka menggunakan obat-
obatan legal dan ilegal untuk mengendalikan gejala mereka. Demikian juga, ADHD
yang tidak ditangani dapat menyebabkan perilaku impulsif yang dapat menyebabkan
orang dewasa penyandang ADHD mengalami masalah dengan hukum. (Margaret V.
Austin & C. E. Zupanick, t.thn.).
8
1.1.6 Okupasi Terapi
Okupasi terapi merupakan ilmu kesehatan yang berbasis pada client centered
yang berfokus pada promosi kesehatan dan kesejahteraan melalui aktivitas (okupasi).
Okupasi terapi mempunyai tujuan utama yaitu untuk membantu meningkatkan
kemandirian klien dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (WFOT, 2012).
Upaya untuk mencapai tujuan ini, Okupasi Terapi bekerjasama dengan orang-orang
dan komunitas yang berkaitan dan mendukung untuk terlibat dalam proses
mengembalikan kemandirian klien sesuai dengan peran dan atau produktifitas yang
mereka inginkan atau harapkan. Diantaranya adalah dengan memodifikasi pekerjaan
atau lingkungan untuk lebih mendukung kemampuan kerja mereka.
9
kemampuannya saat berpartisipasi atau memodifikasi lingkungan untuk memberikan
dukungan yang terbaik (Kathlyn dalam Kembangkasih, 2016).
1. Terapi relaksasi merupakan terapi yang menggunakan kekuatan pikiran dan tubuh
untuk mencapai suatu perasaan rileks. Tujuan dari terapi relaksasi adalah agar
seseorang dapat mengontrol kecemasan, stress, ketakutan dan ketegangan,
memperbaiki konsentrasi, meningkatkan kontrol diri, meningkatkan harga diri (self
efficacy) dan kepercayaan diri, serta meningkatkan kreativitas. (Tamin dalam Susanto
& Sengkey, 2016)
2. Terapi perilaku kognitif memiliki tujuan teruatma untuk mengubah perilaku seseorang
dengan mengubah pemikiran serta persepsinya khususnya pada pola berpikirnya.
Fokus dari terapi perilaku adalah untuk mengurangi respon kebiasaan yang maladaptif
seperti marah, takut dengan hal yang irasional melalui pengenalan terhadap situasi
atau stimulus. Terapi ini melatih kemampuan seseorang dalam berpikir, menggunakan
pendapat dan membuat keputusan, dengan fokus untuk memperbaiki defisit memori,
konsentrasi dan atensi, proses belajar, persepsi, membuat rencana, serta pertimbangan.
Pada anak-anak, terapi ini memerlukan dukungan penuh dari orang tua atau anggota
keluarga lain. Intervensi pada terapi ini juga dibuat menjadi semenarik mungkin,
misalnya dengan menggunakan media gambar kartun, permainan simulasi,
menggunakan bahasa menarik sesuai usianya, dan juga menggunakan media latihan
yang menyenangkan dan penuh warna. Bentuk lain dari intervensi ini dapat juga
berupa metode self recording. (Hersen & Gross, 2008)
3. Terapi perilaku dikenal sebagai tindakan yang bertujuan untuk mengubah perilaku.
Pada dasarnya terapi perilaku diarahkan untuk menghapus tingkah laku yang
maladaptif dan memunculkan perilaku tingkah laku baru yang diinginkan. Setelahnya,
perilaku baru tersebut akan dikuatkan dan dipertahankan. Penggunaan behavioral
therapy ini juga menekankan pada perubahan tingkah laku manusia agar manusia
10
tersebut dapat menemukan tingkah laku yang baru dan dapat menghilangkan perilaku
maladatif. (Kumalasari, 2017)
4. Terapi sensori integrasi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan proses sensoris
yakni dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Mengembangkan modulasi sensoris yang berhubungan dengan atensi dan kontrol
perilaku
b. Mengintegrasikan informasi sensoris untuk membentuk skema persepsi baik sebagai
dasar ketrampilan akademis, interaksi sosial dan kemandirian fungsional.
c. Fokus terapi diarahkan untuk memunculkan motivasi dalam diri anak untuk bermain
interaktif dan bermakna.
Terapi sensori integrasi berperan dalam memberikan stimulasi sensori dan interaksi
fisik dengan tujuan untuk mendapatkan peningkatkan integrasi sensori dan
peningkatan kemampuan belajar dan perilaku. Terapi ini merupakan terapi modalitas
yang kompleks dan memerlukan partisipasi aktif pasien dan bersifat individual
melalui aktivitas yang bertujuan melibatkan stimulasi sensorik untuk perbaikan
organisasi dan proses neurologis. (Susanto & Sengkey, 2016)
e. Terapi musik mencakup beberapa hal, yaitu (Coleman & King, 1996):
a. Keterampilan kognitif: Musik berfungsi untuk memberikan stimulasi dan
memfokuskan atensi terutama untuk orang yang tidak respon dengan intervensi lain.
11
Seluruh intervensi terapeutik akan terstruktur dengan musik, untuk mempertahankan
atensi.
b. Keterampilan fisik: Terdapat bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa ritme teratur
dapat menstimulasi dan mengorganisasikan respon otot untuk menimbulkan rasa
rileks.
c. Keterampilan komunikasi: Efektif untuk menstimulasi dan memotivasi bicara, serta
memberi ruang untuk komunikasi non-verbal.
d. Keterampilan sosial: Memberi kesempatan untuk orang dengan disabilitas
perkembangan untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain.
e. Keterampilan emosional: Musik memberi kesempatan untuk mengekspresikan dan
merasakan berbagai emosi. Keinginan untuk berpartisipasi pada musik dapat
membantu untuk mengontrol emosi yang meledak-ledak, mengubah mood, serta dapat
mencapai efek positif dari harga diri
12
Penggunaan metode ini membutuhkan penerimaan dari pandangan bahwa perilaku
baik dan buruk dapat dipelajari caranya dengan memodifikasi proses pembelajaran
yang dapat diyakini mampu merubah perilaku. Proses belajar dan pembentukan
perilaku melalui classical conditioning dan operant conditioning dengan
menitikberatkan pembentukan perilaku melalui pemberian reinforcement dan
punishment (Kazdin, 2008). Menurut skinner, Classical Conditioning merupakan
metode yang diharapkan dapat menghasilkan respondent behavior. Respons
dihasilkan oleh stimuli spesifik dan dapat diidentifikasi yang berasal dari lingkungan
(elicited). Contoh paling mudah diamati adalah perilaku refleks. Menurut skinner
pula, tidak semua perilaku merupakan respon langsung terhadap stimuli lingkungan.
Lingkungan dan frekuensi perilaku ditentukan dari reinforcement yang mengikuti.
Reinforcement tidak menyebabkan suatu perilaku (not a cause), tetapi reinforcement
meningkatkan kemungkinan pengulangan perilaku. Perilaku muncul karena sejarah
reinforcement yang dialami individu.
B. Reinforcement
13
2. Negative Reinforcement muncul ketika ada stimulus yang tidak menyenangkan atau
berbahaya dihentikan atau tidak ditampilkan lagi. Contohnya, pelatih atletik
memberikan hukuman berupa lari keliling lapangan apabila pemain melakukan
kesalahan dalam latihan. Jika para atlitmampu berlatih sesuai instruksi maka
keharusan mengelilingi lapangan dapat dikurangi jumlahnya atau dihentikan.
14
BAB II
PEMBAHASAN
Umur : 22 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jakarta
Pekerjaan :-
No. Registrasi : -
15
B. Riwayat Perkembangan
Prenatal: Ibu Tn. DK tidak mengalami masalah selama masa kehamilan.
Perinatal: Tn. DK lahir secara normal usia 9 bulan, berat lahir seberat 3,2 kg dengan
panjang lahir 52 cm.
Postnatal: Tn. DK menerima ASI hingga usia 2 tahun. Menurut perkembangan
milestone Tn. DK dapat melakukan posisi tengkurap ketika berumur 2 bulan, posisi
duduk di usia 5 bulan, Merangkak usia 8 bulan, dan berjalan pada usia 10 bulan.
C. Riwayat Sekarang
Saat ini Tn. DK didiagnosa ADHD, menurut observasi di Rumah Anak Mandiri
Karim Tn. DK penyakit yang dialami Tn. DK adalah batuk dan pilek.
D. Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami kondisi seperti Tn. DK.
E. Sosial Ekonomi
Tn. DK merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Tn. DK tinggal bersama dengan
kedua orang tuanya. Ayahnya bekerja sebagai wirausahawan sedangkan ibunya bekerja
sebagai pegawai negeri dan Adiknya kini tengah menempuh jenjang perkuliahan. Tn.
DK belum mampu untuk berinteraksi dengan masyarakat secara mandiri, Tn. DK
cenderung menyendiri dan asik dalam dunianya sendiri. Pendidikan terakhir Tn. DK di
sekolah khusus cahaya anakku selama 3,5 tahun. Tn. DK pernah mengikuti terapi
okupasi dan terapi keterampilan.
F. Harapan
Harapan dari kepala sekolah Rumah Anak Mandiri Karim (RAM Karim) Tn. DK
dapat bersosialisasi dengan teman-temannya maupun guru-guru dan staff di RAM
Karim.
Harapan dari orang tua Tn. DK tidak lagi menyendiri dan dapat bersosialisasi, mampu
menyapu, mencuci baju serta mengepel lantai secara mandiri.
16
2.1.3 Informasi Objektif
A. Penampilan umum:
Tn. DK bertubuh sedang dengan tinggi badan sedang, berkulit sawo matang, postur
cenderung agak membungkuk dengan kepala ditundukkan. Bentuk mata, hidung,
telinga, dan mulut normal.
B. Ciri khas:
Suka tertawa sendiri, flapping, seringkali menggoyangkan badan, sering menyendiri.
C. Level kognitif menurut Allen: 3
Aset:
Limitasi:
17
2.1.4 Assessment Okupasi Terapi
A. Occupational Performance Components
Performance
Components
18
Visual Tn. DK masih belum
mampu untuk
mempertahankan kontak
mata
19
sesuai dengan instruksi
terapis
20
Orientasi Tn. DK mampu pergi ke
topografi ruang TV dari ruang kelas
bayam tanpa diberikan cue
Ketahanan Tn DK mampu
mempertahankan posisi
duduk tegak ketika
menjalankan kegiatan
terapi
21
kepala menunduk ketika
berjalan
22
Praksis Tn. DK mampu melewati
rintangan spider web tanpa
bantuan dengan mudah
23
Orientasi (waktu, Tn. DK mampu
orang, tempat) mengidentifikasi waktu
ketika ditanya mengenai
hari, tanggal, dan tahun
oleh guru
24
Recent memory Tn. DK mampu
menyebutkan kembali
nama terapis ketika
perkenalan
25
Generalization of Tn. DK mampu
learning menirukan cara
menggambar lingkaran
seperti yang dicontohkan
oleh terapis
26
mainan balok dan makanan
yang disukai
27
Ekspresi diri Tn. DK mampu
mengekspresikan
kebutuhan ingin
BAB/BAKnya dengan
gestur menarik tangan
gurunya untuk pergi ke
toilet
28
b. Occupational Performance Area
a. Berhias
b. Hygiene oral
c. Mandi
d. Berpakaian
e. BAB/BAK
g. Sosialisasi
h. Komunikasi Fungsional
i. Mobilitass Fungsional
j. Aktivitas Seksual
l. Rutinitas Pengobatan
m. Pemeliharaan Kesehatan
29
n. Penggunaan Transportasi
o. Respon Kedaruratan
Produktivitas 4 3 2 1 0 N/A
1. Mencuci Pakaian
2. Membersihkan dan
Merapikan Rumah
4. Berbelanja
5. Mengelola Keuangan
7. Prosedur Keselamatan
b. Aktivitas Sekolah
c. Aktivitas Vokasional/Bekerja
1. Eksplorasi Bekerja
30
2. Pekerjaan Pengganti
3. Kinerja Kerja
5. Aktivitas Sukarela
31
2.2 Ringkasan Kasus
Tn. DK berusia 22 tahun dengan diagnosa ADHD diterima di Rumah Anak Mandiri
Karim sejak tahun 2015. Tn. DK masih belum mampu untuk berbicara dengan baik, suara yang
dikeluarkan kecil dengan kosa kata yang masih terbatas. Tn. DK dapat berkomunikasi dua arah
tergantung dari level arousal dan rentang atensi, namun Tn. DK mampu mengerti instruksi
sederhana dan mau melakukannya apabila moodnya sedang dalam kondisi baik. Tn. DK masih
kurang dalam menjaga kebersihannya, terutama kebersihan oralnya serta membersihkan
kelamin dan cuci tangan ketika selesai BAK. Dalam lingkungan sosial, Tn. DK cenderung
masih senang menyendiri dan asik dalam dunianya sendiri. Aktifitas ADL, Produktivitas serta
leissure sebagian besar masih memerlukan bantuan dan supervisi. Tn. DK masih kesulitan
dalam mengontrol diri dan memanajemen stress karena terganggunya kemampuan pemecahan
masalah, apabila diberikan tugas yang dirasa sulit, Tn. DK cenderung menghindar atau
menggigit pergelangan tangannya. Apabila sedang tidak ada kegiatan, Tn. DK sering
mengayunkan badannya ke kiri, kanan, depan atau belakang sambil tertawa sendiri.
Limitasi:
32
- Integration & Synthesis of learning
- Formasi konsep
Dalam keterampilan psikososial, Tn. DK memiliki limitasi pada peran, value, inisiasi aktifitas,
konsep diri, kontrol diri, manajeman stress dan interaksi sosial.
33
2.5 Program Okupasi Terapi
LTG : Tn. DK mampu meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi dua
arah secara verbal di lingkungan Rumah Anak Mandiri Karim secara
mandiri dalam waktu 20 kali pertemuan dalam sebulan.
STG1 : Tn. DK mampu mempertahankan kontak mata dengan lawan bicara
secara mandiri dalam 3 kali pertemuan dalam seminggu.
Metode : Behavior Therapy
Strategi selama kegiatan terapi:
1. Apabila Tn. DK tidak merespon instruksi terapis atau terdistraksi saat melakukan
kegiatan maka akan diberikan bantuan berupa prompt baik dengan bentuk verbal maupun
fisik.
2. Terapis akan memfasilitasi Tn. DK apabila Tn. DK terlihat kesulitan.
3. Apabila Tn. DK menunjukkan perilaku yang diinginkan maka terapis akan memberikan
reinforcement berupa tos dan pujian, saat tos terapis akan mencoba untuk membuat Tn. DK
mempertahankan kontak matanya dengan terapis.
4. Selama kegiatan berlangsung, diusahakan agar Tn. DK tidak menunduk dan memberikan
kontak mata pada terapis.
5. Apabila Tn. DK dapat menyelesaikan aktivitas dengan baik maka terapis akan
memberikan stiker di buku penghargaan Tn. DK.
Aktivitas 1 : Mewarnai
Frekuensi : 1 kali pertemuan
Durasi : 15 menit
Media : krayon, kertas bergambar, buku poin penghargaan, sticker
Teknik :
Adjunctive
1. Terapis mengucapkan salam dan menyapa Tn. DK, kemudian menginstruksikan
Tn.DK untuk duduk di kursi dengan posisi badan tidak menyandar pada kursi,
terapis duduk di depan Tn. DK.
2. Terapis memberikan edukasi mengenai cara berkenalan, Tn. DK
memperkenalkan dirinya sendiri setelahnya.
3. Lalu dilanjutkan dengan berdoa bersama sebelum memulai aktifitas.
Enabling
34
1. Mewarnai gambar untuk melatih Tn. DK dalam mempertahankan atensinya yang
termasuk kedalam komponen untuk berkomunikasi, sekaligus untuk melatih
motorik halusnya.
2. Terapis meletakkan pilihan krayon yang diinginkan oleh Tn. DK tepat di tengah
wajah terapis agar terdapat kontak mata antara terapis dan Tn. DK.
3. Menunjukkan krayon yang diinginkan saat terapis memberikan saran warna
kepada Tn. DK akan melatih inisiasi Tn.DK dalam hal ekspresi kebutuhan dan
keinginnannya.
35
Adjunctive
1. Terapis mengucapkan salam dan menyapa Tn. DK, kemudian menginstruksikan
Tn.DK untuk duduk di kursi dengan posisi badan tidak menyandar pada kursi,
terapis duduk di depan Tn. DK.
2. Terapis memberikan edukasi mengenai cara berkenalan, Tn. DK
memperkenalkan dirinya sendiri setelahnya.
3. Lalu dilanjutkan dengan berdoa bersama sebelum memulai aktifitas.
Enabling
Tebak ekspresi melatih Tn. DK dalam mempertahankan kontak mata, atensi,
memori, dan ekspresi diri.
STG 2 : Tn. DK mampu atensi selama beraktivitas secara mandiri dalam 5 kali
pertemuan dalam seminggu.
Metode : Behavior Therapy
Strategi selama kegiatan terapi:
1. Apabila Tn. DK tidak merespon instruksi terapis atau terdistraksi saat melakukan
kegiatan maka akan diberikan bantuan berupa prompt baik dengan bentuk verbal maupun
fisik.
2. Terapis akan memfasilitasi Tn. DK apabila Tn. DK terlihat kesulitan.
3. Apabila Tn. DK menunjukkan perilaku yang diinginkan maka terapis akan memberikan
reinforcement berupa tos dan pujian, saat tos terapis akan mencoba untuk membuat Tn. DK
mempertahankan kontak matanya dengan terapis.
4. Selama kegiatan berlangsung, diusahakan agar Tn. DK tidak menunduk dan memberikan
kontak mata pada terapis.
5. Apabila Tn. DK dapat menyelesaikan aktivitas dengan baik maka terapis akan
memberikan stiker di buku penghargaan Tn. DK.
Aktivitas 1 : Bermain game Jade autism dan educational games for kids menggunakan
ponsel
Durasi : 10 menit
Frekuensi : 1 kali pertemuan
Media : Handphone, buku poin penghargaan, sticker
36
Teknik :
Adjunctive
1. Terapis mengucapkan salam dan menyapa Tn. DK, kemudian menginstruksikan
Tn.DK untuk duduk di kursi dengan posisi badan tidak menyandar pada kursi,
terapis duduk di depan Tn. DK.
2. Terapis mempersilahkan Tn. DK untuk memperkenalkan dirinya sendiri dan
terapis akan menanyakan tentang kabar dan cuaca di luar kepada Tn. DK.
3. Lalu dilanjutkan dengan berdoa bersama sebelum memulai aktifitas.
Enabling
Game Jade autism dan Educational games for kids dapat melatih atensi, memori,
Aktivitas 2 : puzzle
Durasi : 15 menit
Frekuensi : 2 kali pertemuan
Media : Puzzle, buku poin penghargaan, sticker
Teknik :
Adjunctive
1. Instruksikan Tn.DK untuk duduk di kursi dengan posisi badan tidak menyandar
pada kursi, terapis duduk di sebelah Tn. DK.
2. Terapis mempersilahkan Tn. DK untuk memperkenalkan dirinya sendiri dan
terapis akan menanyakan tentang kabar dan cuaca di luar kepada Tn. DK.
3. Lalu dilanjutkan dengan berdoa bersama sebelum memulai aktifitas.
Enabling
1. Menyusun Puzzle dapat melatih atensi, kemampuan pemecahan masalah, kontrol
diri.
2. Dalam kegiatan ini, sesekali terapis akan mengambil dan mengarahkan kepingan
puzzle ke depan wajah terapis untuk memancing kontak mata.
37
Teknik :
Adjunctive
1. Instruksikan Tn.DK untuk duduk di kursi dengan posisi badan tidak menyandar
pada kursi, terapis duduk di sebelah Tn. DK.
2. Terapis mempersilahkan Tn. DK untuk memperkenalkan dirinya sendiri dan
terapis akan menanyakan tentang kabar dan cuaca di luar kepada Tn. DK
3. Lalu dilanjutkan dengan berdoa bersama sebelum memulai aktifitas.
Enabling
Permainan mencari perbedaan dari dua gambar dapat melatih atensi, visual spatial,
visual scanning, kontrol diri, ketahanan.
38
temannya, lalu terapis akan menanyakan tentang kabar dan cuaca di luar.
Dilanjutkan dengan partisipan lain untuk memperkenalkan diri.
3. Lalu dilanjutkan dengan berdoa bersama sebelum memulai aktifitas.
Enabling
Permainan kuda bisik dapat melatih atensi, memori, inisiasi aktifitas, toleransi
aktifitas, kontrol diri, manajemen stress, ekspresi diri, value, meningkatkan self
esteem dan self efficacy serta meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi dan
berinteraksi sosial dengan kelompok.
Purposeful Activity
Aktifitas berinteraksi sosial dan komunikasi dengan suatu kelompok dalam bentuk
permainan kuda bisik.
STG 3: Tn. DK mampu kontrol diri dalam berinteraksi sosial secara mandiri dalam
2 kali pertemuan dalam seminggu.
Metode: Behavior therapy
Strategi selama kegiatan terapi berlangsung:
1. Apabila Tn. DK tidak merespon instruksi terapis atau terdistraksi saat melakukan
kegiatan maka akan diberikan bantuan berupa prompt baik dengan bentuk verbal maupun
fisik.
2. Terapis akan memfasilitasi Tn. DK atau partisipan kelompok apabila terlihat kesulitan.
3. Apabila Tn. DK menunjukkan perilaku yang diinginkan maka terapis akan memberikan
reinforcement berupa tos dan pujian, saat tos terapis akan mencoba untuk membuat Tn. DK
mempertahankan kontak matanya dengan terapis.
4. Selama kegiatan berlangsung, diusahakan agar Tn. DK tidak menunduk dan memberikan
kontak mata pada terapis.
5. Terapis memberikan peraturan ringan sebelum permainan dimulai, yaitu untuk tetap
fokus dan tidak curang saat bermain serta membuat kegaduhan yang dapat mencelakai
temannya.
39
Frekuensi: 1 kali pertemuan
Teknik:
Adjunctive
1. Instruksikan partisipan terapi kelompok untuk duduk melingkar di matras dengan
posisi duduk tegak tidak menyandar.
2. Terapis meminta partisipan untuk berdiri secara bergiliran dan memperkenalkan
diri di depan teman-temannya.
3. Terapis meminta salah satu partisipan untuk memimpin doa sebelum game
dimulai.
Enabling
Permainan kelompok do mi ka do dapat melatih atensi, kontrol diri, ekspresi diri,
interaksi dalam suatu kelompok, meningkatkan kemampuan berkomunikasi, value
mengenai kecurangan (tindakan benar dan salah sesuai dengan aturan dan norma),
menambah kosa kata, melatih memori.
Purposeful Activity
Prrmainan kelompok do mi ka do bertujuan untuk melatih kemampuan dalam
berinteraksi, berkomunikasi dan mengontrol diri di suatu kelompok.
40
Melukis topeng dapat melatih kemampuan Tn. DK dalam atensi, inisiasi dalam
berkomunikasi untuk mengutarakan kebutuhannya, mengekspresikan dirinya
melalui media lukis topeng, kontrol diri dan manajemen stress.
Purposeful Activity
Melukis topeng merupakan aktifitas leisure dengan bentuk kesenian yang
melibatkan Tn. DK dalam berinteraksi dalam suatu kelompok. Sehingga Tn. DK
dapat belajar untuk berperilaku di suatu kelompok, meningkatkan kemampuan
komunikasi, meningkatkan kemampuan dalam pemecahan masalah, dan
memanajemen stressnya.
3. Apabila Tn. DK menunjukkan perilaku yang diinginkan maka terapis akan memberikan
reinforcement berupa tos dan pujian, saat tos terapis akan mencoba untuk membuat Tn. DK
mempertahankan kontak matanya dengan terapis.
4. Selama kegiatan berlangsung, diusahakan agar Tn. DK tidak menunduk dan memberikan
kontak mata pada terapis.
5. Terapis memberikan peraturan ringan sebelum permainan dimulai, yaitu untuk tetap
fokus dan tidak curang saat bermain serta membuat kegaduhan yang dapat mencelakai
temannya.
41
1. Instruksikan partisipan terapi kelompok untuk duduk melingkar di matras dengan
posisi duduk tegak tidak menyandar.
2. Terapis meminta partisipan untuk berdiri secara bergiliran dan memperkenalkan
diri di depan teman-temannya.
3. Terapis meminta salah satu partisipan untuk memimpin doa sebelum game
dimulai.
Enabling
Permainan Tanya-jawab dengan media kartu kejujuran dapat melatih kemampuan
Tn. DK dalam kemampuan interaksi sosial dan kemampuan berkomunikasi, atensi,
ketahanan, kontrol postural, pemahaman, memori, ekspresi diri.
3. Apabila Tn. DK menunjukkan perilaku yang diinginkan maka terapis akan memberikan
reinforcement berupa tos dan pujian, saat tos terapis akan mencoba untuk membuat Tn. DK
mempertahankan kontak matanya dengan terapis.
4. Selama kegiatan berlangsung, diusahakan agar Tn. DK tidak menunduk dan memberikan
kontak mata pada terapis.
5. Terapis memberikan peraturan ringan sebelum permainan dimulai, yaitu untuk tetap
fokus dan tidak curang saat bermain serta membuat kegaduhan yang dapat mencelakai
temannya.
Durasi : 15 menit
42
Frekuensi : 2 kali pertemuan
Teknik :
Adjunctive
2. Terapis meminta partisipan untuk berdiri secara bergiliran dan memperkenalkan diri
di depan teman-temannya.
3. Terapis meminta salah satu partisipan untuk memimpin doa sebelum game dimulai.
Enabling
Permainan Tanya jawab melalui media kartu pertanyaan dapat melatih kemampuan
atensi, kontrol diri, ekspresi diri, memori, interaksi sosial, komunikasi, value.
Durasi: 15 menit
Teknik:
Adjunctive
2. Terapis meminta partisipan untuk berdiri secara bergiliran dan memperkenalkan diri
di depan teman-temannya.
3. Terapis meminta salah satu partisipan untuk memimpin doa sebelum game dimulai.
Enabling
1. Tn. DK akan berperan sebagai tukang jualan yang akan menjawab pertanyaan
dari pembeli mengenai harga dan persediaan barang jualan untuk melatih inisiasi
43
Tn.DK dalam berkomunikasi, atensi, kontak mata, kontrol diri, memori, problem
solving yaitu dengan cara menjawab pertanyaan temannya.
2. Pemberian feedback dari partisipan akan melatih Tn. DK dalam ekspresi diri dan
komunikasi, menambah self esteem dan self efficacy melalui pengalaman Tn.DK
dalam bermain simulasi jual-beli.
Purposeful Activity
Simulasi Jual-Beli dapat menjadi media untuk Tn. DK dalam berinteraksi sosial.
Dalam aktifitas ini, Tn. DK akan belajar mengenai tata cara berinteraksi yang benar
menurut nilai norma dan kesopanan. Tn. DK dapat belajar juga mengenai ekspresi
diri yaitu kebutuhan dan keinginan. Dalam aktifitas ini juga Tn. DK dapat belajar
mengenai mata uang. Diharapkan agar Tn.DK dapat melakukan kegiatan berbelanja
seacara mandiri setelahnya.
3. Apabila Tn. DK menunjukkan perilaku yang diinginkan maka terapis akan memberikan
reinforcement berupa tos dan pujian, saat tos terapis akan mencoba untuk membuat Tn. DK
mempertahankan kontak matanya dengan terapis.
4. Selama kegiatan berlangsung, diusahakan agar Tn. DK tidak menunduk dan memberikan
kontak mata pada terapis.
5. Terapis memberikan peraturan ringan sebelum permainan dimulai, yaitu untuk tetap
fokus dan tidak curang saat bermain serta membuat kegaduhan yang dapat mencelakai
temannya.
44
Media: Bola
Durasi: 15 menit
Teknik:
Adjunctive
2. Terapis meminta partisipan untuk berdiri secara bergiliran dan memperkenalkan diri
di depan teman-temannya.
3. Terapis meminta salah satu partisipan untuk memimpin doa sebelum game dimulai.
Enabling
Dalam aktifitas Tanya-jawab melalui media melempar bola maka akan melatih Tn.
DK terutama dalam komponen inisiasi aktifitas, interaksi sosial, komunikasi dua
arah, atensi, memori, kontak mata.
45
2.6 Home Program
46
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut National Institute of Mental Health atau NIH (2016), ADHD merupakan suatu
gangguan yang menyebabkan seseorang kesulitan dalam memusatkan perhatian dan
mengontrol perilaku impulsifnya, ADHD juga memungkinkan seseorang untuk menjadi sering
merasa gelisah dan tidak bisa diam. ADHD bukan hanya gangguan yang terjadi pada masa
kecil. Walaupun gejala ADHD dimulai dari masa kanak-kanak, ADHD dapat berlanjut sampai
masa remaja dan dewasa seperti pada Tn.DK yang berusia 22 tahun, yang sampai sekarang
masih memiliki gejala-gejala dari ADHD tersebut, salah satunya adalah untuk memusatkan
perhatian dan duduk dengan tenang. Aset yang dimiliki oleh Tn. DK sebagian besar dalam
komponen sensori, neuromuskular, motoriknya yang berfungsi dengan baik sehingga Tn. DK
mampu melakukan AKSnya sendiri walau masih membutuhkan supervisi dan bantuan pada
area-area tertentu (terutama pada area produktifitas). Hasil dari asesmen ini sesuai dengan teori
yang menyatakan bahwa seseorang dengan ADHD mengalami defisit pada kemampuan
rentang atensi, kontrol dirinya serta manajemen stress. Hal ini juga berkaitan dengan penurunan
kemampuan Tn. DK dalam melakukan tiga area okupasionalnya (AKS, Produktivitas, Leisure)
yang mana juga sesuai dengan prognosis yang ada.
3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis untuk problem okupasional yang ditemui
berdasarkan asesmen diantaranya:
47
DAFTAR PUSTAKA
Coleman, K., & King, B. (1996). Music therapy and developmental disabilities. Diambil
kembali dari www.preludemusictherapy.com/dd.html
Hersen, M., & Gross, A. (2008). Handbook of Clinical Psychology, Children and
Adolescents. New Jersey : John Wiley.
NIH. (2016). National Institute of Mental Health. Diambil kembali dari Attention-Deficit/
Hyperactivity Disorder (ADHD): The Basics:
https://www.nimh.nih.gov/health/publications/attention-deficit-hyperactivity-
disorder-adhd-the-basics/index.shtml
Novriana, D. E., Yanis, A., & Masri, M. ( 2014). Prevalensi Gangguan Pemusatan Perhatian
dan Hiperaktivitas. Jurnal Kesehatan Andalas, 142.
48
Primadhani, S. W. (2015). Attention Deficit Hyperactivity Disorder: Diagnosis dan
Pendekatan Holistik. J Agromed Unil, 226-227.
Susanto, B. D., & Sengkey, L. S. (2016). Diagnosis dan penanganan rehabilitasi medik pada
anak dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Jurnal Biomedik (JBM),
Volume 8, Nomor 3, 161-163.
49
LAMPIRAN
50
51
52
53
54
55