Anda di halaman 1dari 56

UNIVERSITAS INDONESIA

PENATALAKSANAAN OKUPASI TERAPI PADA TN. DK DENGAN


DIAGNOSA ADHD DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN
BERKOMUNIKASI DENGAN PENDEKATAN BEHAVIOR THERAPY DI
RAM KARIM

LAPORAN PRAKTIK KLINIK II PERIODE 1 OKUPASI TERAPI

RAIHANA RIZKA ADRIANI

1706015995

PROGRAM PENDIDIKAN VOKASI


PROGRAM STUDI OKUPASI TERAPI
DEPOK
OKTOBER 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Telah diperiksa dengan saksama makalah:

“PENATALAKSANAAN OKUPASI TERAPI PADA TN. DK DENGAN DIAGNOSA


ADHD DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI DENGAN
PENDEKATAN BEHAVIOR THERAPY DI RAM KARIM”

pada kegiatan Praktek Klinik II Mahasiswi Program Vokasi Universitas Indonesia Program
Studi Okupasi Terapi yang diselenggarakan pada 21 Oktober 2019 – 15 November 2019,
bertempat di Rumah Anak Mandiri Karim, Depok.

Disusun oleh:

Raihana Rizka Adriani 1706015995

Disetujui oleh pembimbing dan instruktur mahasiswa:

Fauzan Safari, AMd.OT.S.Pd.MM


NIP : 197412151104011001

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Klinik II yang berjudul
“PENATALAKSANAAN OKUPASI TERAPI PADA TN. DK DENGAN DIAGNOSA
ADHD DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI DENGAN
PENDEKATAN BEHAVIOR THERAPY DI RAM KARIM” dengan baik dan tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan tugas Praktek Klinik II Periode I. Saya selaku penulis mengucapkan terima
kasih kepada keluarga, pembimbing, dosen, serta semua pihak yang telah membantu dan
terlibat dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis mengharapakan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi
penyempurnaan makalah, serta mohon maaf untuk kekurangan dalam penulisannya. Akhir
kata, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Terima kasih.

Depok, 14 November 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4
1.1 Tinjauan Pustaka .................................................................................................... 4
1.1.1 Definisi Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) ..................... 4
1.1.2 Prevalensi ................................................................................................... 4
1.1.3 Etiologi ....................................................................................................... 5
1.1.4 Gejala ADHD............................................................................................. 6
1.1.5 Prognosis .................................................................................................... 8
1.1.6 Okupasi Terapi......................................................................................... 9
1.1.7 Penatalaksanaan Okupasi Terapi................................................................... 9
1.1.8 Penatalaksanaan Okupasi Terapi pada ADHD .......................................... 10
1.1.9 Kerangka acuan Behavior Therapy ...................................................... 12
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................ 15
2.1 PENGUMPULAN DATA ..................................................................................... 15
2.1.1 Identitas Klien ......................................................................................... 15
2.1.2 Informasi Subjektif ................................................................................. 15
2.1.3 Informasi Objektif .................................................................................. 17
2.1.4 Assessment Okupasi Terapi ................................................................... 18
2.2 RINGKASAN KASUS .......................................................................................... 32
2.3 KESIMPULAN PROBLEMATIK OKUPASIONAL ....................................... 33
2.4 PRIORITAS MASALAH ............................................................................... 33
2.5 PROGRAM OKUPASI TERAPI .................................................................. 34
2.6 Home Program ................................................................................................ 46
BAB III PENUTUP............................................................................................................... 47
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 47
3.2 Saran ...................................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 48
LAMPIRAN ......................................................................................................................... 50

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tinjauan Pustaka


1.1.1 Definisi Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (Attention= Perhatian; Deficit=
Berkurang; Hyperactivity= Hiperaktif, dan Disorder= gangguan) atau lebih akrab
disebut dengan ADHD merupakan suatu gangguan neuro-biologis yang terjadi di
dalam otak sehingga mengancam tumbuh kembang seorang anak. Menurut National
Institute of Mental Health atau NIH (2016), ADHD merupakan suatu gangguan yang
menyebabkan seseorang kesulitan dalam memusatkan perhatian dan mengontrol
perilaku impulsifnya, ADHD juga memungkinkan seseorang untuk menjadi sering
merasa gelisah dan tidak bisa diam. ADHD bukan hanya gangguan yang terjadi pada
masa kecil. Walaupun gejala ADHD dimulai dari masa kanak-kanak, ADHD dapat
berlanjut sampai masa remaja dan dewasa. Kondisi buruk seperti kurangnya atensi,
disorganisasi, dan kontrol impuls yang buruk akan tetap dibawa oleh penyandang
ADHD sampai dewasa. (NIH, 2016)

Anak ADHD seringkali memiliki ciri khas yaitu perilaku tidak bisa diam atau
banyak gerak yang seringkali tidak dapat dikendalikan, sulit untuk tenang dan
memiliki masalah dalam berkonsentrasi. Akibatnya, anak dengan ADHD
memungkinkan untuk mengalami kesulitan dalam mendapatkan teman karena
perilakunya yang kacau sehingga sering mengundang kejengkelan bagi orang-orang
disekitarnya. Kondisi ini dapat membawa penyandang ADHD pada masalah-masalah
emosional, agresif atau pun sebaliknya perilaku menarik diri dan depresi (Paternotte
& Buitelaar dalam kholilah, 2017).

1.1.2 Prevalensi
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Edisi ke-
4, terjadinya ADHD di bawah usia 7 tahun. Gejala mulai timbul sejak usia dini dengan
usia awitan rata – rata 3 – 4 tahun. 2 Gangguan ini dijumpai 2 – 4 kali lebih besar pada
anak laki – laki dibandingkan anak perempuan. (Novriana, Yanis, & Masri, 2014)

4
Prevalensi ADHD dalam ruang lingkup lingkungan sekolah di dunia di
dapatkan sebesar 3.2%. Beberapa menunjukkan berbagai macam variasi dari nilai
prevalensi di dunia dengan kisaran terendah 1% hingga kisaran tertinggi 20%.
American Psychiatric Association menyatakan dalam Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder (DSM-5) bahwa 5% anak memiliki ADHD. Sekitar 11%
anak usia 5- 17 tahun (6.4 juta) telah didiagnosis dengan ADHD pada tahun 2011.
Persentasi anak dengan diagnosis ADHD terus meningkat dari 7.8% pada tahun 2003
hingga 9.5% tahun 2007 dan 11% tahun 2011. Sedangkan perbandingan antara anak
laki-laki (13.2%) lebih banyak jika dibandingkan dengan anak perempuan (5,6%)
yang didiagnosis dengan ADHD. Namun, kurang dari 1 diantara 3 anak dengan
ADHD menerima pengobatan medis dan terapi perilaku. Selain itu juga, hanya
setengah dari anak usia prasekolah (4-5 tahun) dengan ADHD menerima terapi
perilaku, meskipun saat ini telah direkomendasikan sebagai pengobatan lini pertama
pada kelompok usia tersebut. ADHD dapat menyebabkan masalah intelegensia.
(Primadhani, 2015). Sedangkan di Indonesia, masih sangat sedikit sehingga sampai
saat ini belum didapatkan angka pasti mengenai kejadian GPPH di Indonesia. Salah
satu data dari unit Psikiatri Anak RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, melaporkan 60 kasus
ADHD pada tahun 2000 dan 86 kasus pada tahun 2001. Salah satu penelitian yang
dilakukan oleh Dwidjo Saputro (2009) pada anak usia sekolah dasar di DKI Jakarta
didapatkan angka prevalensi sekitar 26,2% (Novriana, Yanis, & Masri, 2014).

1.1.3 Etiologi
Penyebab yang banyak diketahui mendasari ADHD adalah genetik.
Mekanisme dopaminergik noradrenergik, serotonergik dan gene yang terlibat dalam
perkembangan neuritik telah diterima sebagai dasar teori genetik, namun belum dapat
dibuat sebagai model kesatuan biologik. Ketiga jalur genetik ini terbukti memiliki
hubungan dengan tipe hiperaktif/impulsif ADHD. Defisit serotonin yang kronis dapat
menimbulkan gejala dari ADHD. Selain akibat dari genetik, ADHD juga didasari oleh
pola hidup ibu saat hamil atau prenatal. Kebiasaan merokok pada ibu hamil dapat
meninngkatkan resiko kelahiran anak dengan ADHD. Selain itu ayah yang perokok
juga dapat memungkinkan untuk memiliki keturunan dengan ADHD, hal ini memang
tidak secara langsung mempengaruhi intrauterin, namun dapat mempengaruhi faktor
genetik dan lingkungan terhadap janin yang dikandung oleh istrinya. Kebiasaan ibu
hamil mengkonsumsi alkohol yang berlebihan juga dapat menyebabkan memiliki

5
keturunan dengan ADHD. Hal ini disebabkan pengaruh genetik akibat alcohol use
disorder dapat memberikan efek tambahan yang menguntungkan yang kita kenal
sebagai pleiotropic genetic effect. Faktor lain yang dapat menyebabkan ADHD seperti
trauma otak, pemberian bahan additif pada makanan masih perlu dikaji lebih
mendalam. (Primadhani, 2015)

Mekanisme yang berperan penting dalam patofisiologi ADHD berkaitan


dengan korteks serebri pada lobus temporal dan parietal dan prefrontal cortex (PFC)
berhubungan langsung dalam mediasi aspek atensi. Lobus parietalis berhubungan
penting dalam mengenali dan memperhatikan segala sesuatu berkaitan dengan ruang
dan waktu, sedangkan lobus temporalis berhubungan dengan analisis visual untuk
mengidentifikasi objek atau tempat. Sedangkan PFC penting dalam mengendalikan
tingkah laku yang pantas sehingga PFC berperan untuk meregulasi perilaku
khususnya dalam mencegah emosi, kebiasaan dan impuls (kontrol perilaku) yang
kurang pantas. Selain itu PFC juga berfungsi untuk mengalokasikan dan
merencanakan sesuatu dan mengorganisir perilaku dan pikiran. (Primadhani, 2015)

1.1.4 Gejala ADHD


Kriteria ADHD menurut DSM IV dalam American Psychaitric Association
(APA, 2000) yaitu seseorang dengan ADHD menunjukkan pola inatensi dan / atau
hiperaktif-impulsif yang terus-menerus mengganggu fungsi atau perkembangan:

1. Inatensi
Enam atau lebih gejala inatensi (kurang perhatian) untuk anak-anak hingga usia 16,
atau lima atau lebih untuk remaja 17 dan lebih tua dan orang dewasa; gejala inatensi
telah hadir setidaknya selama 6 bulan, dan mereka tidak sesuai dengan tingkat
perkembangan:
 Seringkali gagal untuk memberikan perhatian pada detail atau membuat kesalahan
sembrono dalam pekerjaan sekolah, di tempat kerja, atau dengan kegiatan lainnya.
 Seringkali mengalami kesulitan memegang perhatian pada tugas atau kegiatan
bermain.
 Seringkali sepertinya tidak mendengarkan ketika diajak bicara langsung.
 Seringkali tidak menindaklanjuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas sekolah,
tugas, atau tugas di tempat kerja (mis., Kehilangan fokus, dilacak).
 Seringkali mengalami kesulitan mengelola tugas dan kegiatan.

6
 Sering kali menghindari, tidak suka, atau enggan melakukan tugas yang
membutuhkan upaya mental untuk jangka waktu yang lama (seperti tugas sekolah atau
pekerjaan rumah).
 Seringkali kehilangan hal-hal yang diperlukan untuk tugas dan kegiatan (mis. Materi
sekolah, pensil, buku, alat, dompet, kunci, dokumen, kacamata, telepon seluler).
 Seringkali mudah terganggu
 Sering pelupa dalam aktivitas sehari-hari.

2. Hiperaktif dan Impulsif: Enam atau lebih gejala hiperaktif-impulsif untuk anak-anak
hingga usia 16, atau lima atau lebih untuk remaja 17 dan lebih tua dan orang dewasa;
gejala hiperaktif-impulsif telah hadir selama setidaknya 6 bulan sampai batas yang
mengganggu dan tidak sesuai untuk tingkat perkembangan seseorang:
 Seringkali gelisah dengan atau mengetuk tangan atau kaki, atau menggeliat di kursi.
 Seringkali meninggalkan kursi dalam situasi-situasi di mana sisa waktu duduk
diharapkan.
 Sering berlari atau memanjat dalam situasi dimana tidak sesuai dengan perilaku
usianya (remaja atau orang dewasa mungkin terbatas untuk merasa gelisah).
 Seringkali tidak dapat bermain atau tidak dapat mengambil bagian dalam kegiatan
rekreasi dengan tenang.
 Sering kali "on the go" bertindak seolah-olah "dikendalikan oleh motoriknya".
 Seringkali berbicara berlebihan.
 Seringkali mengeluarkan jawaban sebelum pertanyaan selesai.
 Sering mengalami kesulitan menunggu giliran.
 Sering menyela atau mengganggu orang lain (mis., Menyinggung pembicaraan atau
permainan)

Selain itu, kondisi berikut harus dipenuhi:

a) Beberapa gejala inatensi atau hiperaktif-impulsif hadir sebelum usia 12 tahun.


b) Beberapa gejala hadir dalam dua pengaturan atau lebih, (mis., Di rumah, sekolah atau
kantor; dengan teman atau kerabat; dalam aktivitas lain).
c) Ada bukti jelas bahwa gejala mengganggu, atau mengurangi kualitas, sosial, sekolah,
atau fungsi kerja.

7
d) Gejala tidak terjadi hanya selama skizofrenia atau gangguan psikotik lainnya. Gejala-
gejalanya tidak dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain (mis.
Gangguan Suasana Hati, Gangguan Kecemasan, Gangguan Disosiosiatif, atau
Gangguan Kepribadian).

Berdasarkan pada jenis gejala, tiga jenis (presentasi) dari ADHD dapat terjadi:

A. Combined Presentation: jika cukup gejala dari kedua kriteria kekurangan perhatian
dan hiperaktif-impulsif hadir selama 6 bulan terakhir
B. Predominantly Inattentive Presentation: jika cukup gejala kekurangan perhatian,
tetapi tidak hiperaktif-impulsif, hadir selama enam bulan terakhir
C. Predominantly Hyperactive-Impulsive Presentation: jika cukup gejala hiperaktif-
impulsif tetapi tidak ada perhatian selama enam bulan terakhir.
D. Karena gejala dapat berubah seiring waktu, presentasi dapat berubah seiring waktu
juga.

1.1.5 Prognosis
ADHD adalah kelainan mental tanpa obat. Dengan demikian, ADHD dapat
memiliki dampak serius dan berangsur lama pada kehidupan seseorang. Hal ini
membuktian bahwa seseorang dengan gejala ADHD tidak akan pernah hilang
sepenuhnya. Ketika penyandang ADHD belajar mengelola gejala mereka secara
efektif, kualitas hidup mereka meningkat. Hal ini pada gilirannya mengarah pada
peningkatan kepercayaan diri dan motivasi untuk melanjutkan jalur yang sehat
menuju kehidupan yang bermakna dan memuaskan.

Menurut permyataan Gulf Bend Center, ADHD yang tidak segera ditangani
akan sangat mengganggu fungsi seseorang sehari-hari. Hal ini dapat menyebabkan
konsekuensi negatif di rumah, tempat kerja, dan sekolah. Seperti dibahas sebelumnya,
orang dewasa dengan ADHD yang tidak ditangani lebih mungkin untuk
mengembangkan gangguan penggunaan narkoba karena mereka menggunakan obat-
obatan legal dan ilegal untuk mengendalikan gejala mereka. Demikian juga, ADHD
yang tidak ditangani dapat menyebabkan perilaku impulsif yang dapat menyebabkan
orang dewasa penyandang ADHD mengalami masalah dengan hukum. (Margaret V.
Austin & C. E. Zupanick, t.thn.).

8
1.1.6 Okupasi Terapi
Okupasi terapi merupakan ilmu kesehatan yang berbasis pada client centered
yang berfokus pada promosi kesehatan dan kesejahteraan melalui aktivitas (okupasi).
Okupasi terapi mempunyai tujuan utama yaitu untuk membantu meningkatkan
kemandirian klien dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (WFOT, 2012).
Upaya untuk mencapai tujuan ini, Okupasi Terapi bekerjasama dengan orang-orang
dan komunitas yang berkaitan dan mendukung untuk terlibat dalam proses
mengembalikan kemandirian klien sesuai dengan peran dan atau produktifitas yang
mereka inginkan atau harapkan. Diantaranya adalah dengan memodifikasi pekerjaan
atau lingkungan untuk lebih mendukung kemampuan kerja mereka.

Selain untuk melatih kemandirian, Okupasi terapi juga berfokus pada


peningkatan kemampuan dalam Activities of Daily Living (misalnya, makan,
berpakaian, berhias, dll); Instrumental Activities of Daily Living (misalnya, mobilitas
masyarakat, prosedur keselamatan), pendidikan, pekerjaan, rekreasi, bermain, dan
partisipasi sosial. Bagi seorang individu dengan ADHD, layanan okupasi terapi di
definisikan menurut kebutuhan dan tujuan yang diinginkan atau diprioritaskan untuk
anak tersebut (AJOT, 2012).

1.1.7 Penatalaksanaan Okupasi Terapi


Penatalaksanaan okupasi terapi diberikan apabila seseorang individu (pasien)
mengalami keterbatasan, luka atau penyakit fisik, gangguan psikososial, gangguan
perkembangan dan belajar, atau pun proses penuaan dengan tujuan untuk
memaksimalkan kemandirian, mencegah ketidakmampuan, dan mempertahankan
kesehatan. Bentuk penatalaksanaan okupasi terapi meliputi evaluasi, penanganan, dan
konsultasi. Pelayanan okupasi terapi secara spesifik terdiri dari: mengajarkan aktivitas
kehidupan sehari-hari, mengembangkan keterampilan bermain, pre-vokasional, dan
kapasitas leisure, mendisain dan membuat atau memilih penggunaan alat bantu.
Pelayanan ini diberikan secara individu, kelompok, atau sistem sosial.
Penatalaksanaan okupasi terapi dapat dilaksanakan di rumah sakit, pusat pelayanan
kesehatan, rumah, industri, dan sekolah.

Hasil yang dicapai dari penatalaksanaan okupasi terapi adalah memberikan


kesempatan pada seseorang untuk melakukan sesuatu yang akan meningkatkan

9
kemampuannya saat berpartisipasi atau memodifikasi lingkungan untuk memberikan
dukungan yang terbaik (Kathlyn dalam Kembangkasih, 2016).

1.1.8 Penatalaksanaan Okupasi Terapi pada ADHD


Terapi okupasi yang dapat diterapkan kepada penyandang ADHD terdiri dari
terapi relaksasi, terapi perilaku kognitif (cognitive behavior therapy) dan terapi
perilaku, terapi sensori integrasi, terapi snoezellen, dan terapi musik (Chu & Reynolds
dalam Susanto & Sengkey, 2016)

1. Terapi relaksasi merupakan terapi yang menggunakan kekuatan pikiran dan tubuh
untuk mencapai suatu perasaan rileks. Tujuan dari terapi relaksasi adalah agar
seseorang dapat mengontrol kecemasan, stress, ketakutan dan ketegangan,
memperbaiki konsentrasi, meningkatkan kontrol diri, meningkatkan harga diri (self
efficacy) dan kepercayaan diri, serta meningkatkan kreativitas. (Tamin dalam Susanto
& Sengkey, 2016)
2. Terapi perilaku kognitif memiliki tujuan teruatma untuk mengubah perilaku seseorang
dengan mengubah pemikiran serta persepsinya khususnya pada pola berpikirnya.
Fokus dari terapi perilaku adalah untuk mengurangi respon kebiasaan yang maladaptif
seperti marah, takut dengan hal yang irasional melalui pengenalan terhadap situasi
atau stimulus. Terapi ini melatih kemampuan seseorang dalam berpikir, menggunakan
pendapat dan membuat keputusan, dengan fokus untuk memperbaiki defisit memori,
konsentrasi dan atensi, proses belajar, persepsi, membuat rencana, serta pertimbangan.
Pada anak-anak, terapi ini memerlukan dukungan penuh dari orang tua atau anggota
keluarga lain. Intervensi pada terapi ini juga dibuat menjadi semenarik mungkin,
misalnya dengan menggunakan media gambar kartun, permainan simulasi,
menggunakan bahasa menarik sesuai usianya, dan juga menggunakan media latihan
yang menyenangkan dan penuh warna. Bentuk lain dari intervensi ini dapat juga
berupa metode self recording. (Hersen & Gross, 2008)
3. Terapi perilaku dikenal sebagai tindakan yang bertujuan untuk mengubah perilaku.
Pada dasarnya terapi perilaku diarahkan untuk menghapus tingkah laku yang
maladaptif dan memunculkan perilaku tingkah laku baru yang diinginkan. Setelahnya,
perilaku baru tersebut akan dikuatkan dan dipertahankan. Penggunaan behavioral
therapy ini juga menekankan pada perubahan tingkah laku manusia agar manusia

10
tersebut dapat menemukan tingkah laku yang baru dan dapat menghilangkan perilaku
maladatif. (Kumalasari, 2017)
4. Terapi sensori integrasi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan proses sensoris
yakni dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Mengembangkan modulasi sensoris yang berhubungan dengan atensi dan kontrol
perilaku
b. Mengintegrasikan informasi sensoris untuk membentuk skema persepsi baik sebagai
dasar ketrampilan akademis, interaksi sosial dan kemandirian fungsional.
c. Fokus terapi diarahkan untuk memunculkan motivasi dalam diri anak untuk bermain
interaktif dan bermakna.

Terapi sensori integrasi berperan dalam memberikan stimulasi sensori dan interaksi
fisik dengan tujuan untuk mendapatkan peningkatkan integrasi sensori dan
peningkatan kemampuan belajar dan perilaku. Terapi ini merupakan terapi modalitas
yang kompleks dan memerlukan partisipasi aktif pasien dan bersifat individual
melalui aktivitas yang bertujuan melibatkan stimulasi sensorik untuk perbaikan
organisasi dan proses neurologis. (Susanto & Sengkey, 2016)

d. Terapi snoezellen dilakukan untuk memengaruhi sistem saraf pusat melalui


pemberian rangsangan yang cukup pada sistem sensori primer (penglihatan,
pendengaran, peraba, perasa lidah, penciuman) dan juga pada sistem sensori internal
(vestibular dan proprioseptif). Dalam bahasa Belanda kata snoezellen merupakan
gabungan dari 2 kata, yaitu: “snufflen” yang berarti eksplorasi aktif dan “doezelen”
yang berarti relaksasi atau pasif. Tujuan terapi snoezellen pada anak ADHD (Susanto
& Sengkey, 2016) (Coleman & King, 1996):
- Anak mampu konsentrasi dan atensi terhadap satu stimulus
- Anak mampu rileks secara psikis sehingga mengurangi perilaku impulsif
- Anak mampu memberikan reaksi yang tepat terhadap lingkungan - Anak mampu
melakukan kontak dengan orang lain
- Anak punya rasa percaya diri - Anak mampu mengeksplorasi lingkungan
- Anak mampu rileks secara fisik yang ditandai dengan penurunan muscle tension

e. Terapi musik mencakup beberapa hal, yaitu (Coleman & King, 1996):
a. Keterampilan kognitif: Musik berfungsi untuk memberikan stimulasi dan
memfokuskan atensi terutama untuk orang yang tidak respon dengan intervensi lain.

11
Seluruh intervensi terapeutik akan terstruktur dengan musik, untuk mempertahankan
atensi.
b. Keterampilan fisik: Terdapat bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa ritme teratur
dapat menstimulasi dan mengorganisasikan respon otot untuk menimbulkan rasa
rileks.
c. Keterampilan komunikasi: Efektif untuk menstimulasi dan memotivasi bicara, serta
memberi ruang untuk komunikasi non-verbal.
d. Keterampilan sosial: Memberi kesempatan untuk orang dengan disabilitas
perkembangan untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain.
e. Keterampilan emosional: Musik memberi kesempatan untuk mengekspresikan dan
merasakan berbagai emosi. Keinginan untuk berpartisipasi pada musik dapat
membantu untuk mengontrol emosi yang meledak-ledak, mengubah mood, serta dapat
mencapai efek positif dari harga diri

1.1.9 Kerangka acuan Behavior Therapy

A. Definisi Behavior Therapy

Behavioral Therapy dikenal sebagai tindakan yang bertujuan untuk mengubah


perilaku. Pada dasarnya terapi perilaku diarahkan untuk menghapus tingkah laku yang
maladaptif dan memunculkan perilaku tingkah laku baru yang diinginkan. Setelahnya,
peerilaku baru tersebut akan dikuatkan dan dipertahankan. Penggunaan behavioral
therapy ini juga menekankan pada perubahan tingkah laku manusia agar manusia
tersebut dapat menemukan tingkah laku yang baru dan dapat menghilangkan perilaku
maladatif. (Kumalasari, 2017)

Dalam pandangan behavioral, kepribadian manusia itu pada hakikatnya adalah


perilaku. Perilaku dibentuk berdasarkan hasil dari segenap pengalamanya berupa
interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya. Kepribadian seseorang merupakan
cerminan dari pengalaman, yaitu situasi atau stimulus yang diterimanya. Untuk itu
memahami kepribadian individu tidak lain adalah menilainya dari perilaku yang
tampak (Latipun dalam Kumalasari, 2017). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
perilaku dapat terbentuk karena adanya pengalaman dalam berinteraksi dengan
lingkungan atau stimulus-stimulus yang diberikan kepada individu tersebut.

12
Penggunaan metode ini membutuhkan penerimaan dari pandangan bahwa perilaku
baik dan buruk dapat dipelajari caranya dengan memodifikasi proses pembelajaran
yang dapat diyakini mampu merubah perilaku. Proses belajar dan pembentukan
perilaku melalui classical conditioning dan operant conditioning dengan
menitikberatkan pembentukan perilaku melalui pemberian reinforcement dan
punishment (Kazdin, 2008). Menurut skinner, Classical Conditioning merupakan
metode yang diharapkan dapat menghasilkan respondent behavior. Respons
dihasilkan oleh stimuli spesifik dan dapat diidentifikasi yang berasal dari lingkungan
(elicited). Contoh paling mudah diamati adalah perilaku refleks. Menurut skinner
pula, tidak semua perilaku merupakan respon langsung terhadap stimuli lingkungan.
Lingkungan dan frekuensi perilaku ditentukan dari reinforcement yang mengikuti.
Reinforcement tidak menyebabkan suatu perilaku (not a cause), tetapi reinforcement
meningkatkan kemungkinan pengulangan perilaku. Perilaku muncul karena sejarah
reinforcement yang dialami individu.

Kesimpulannya, perbedaan dari classical dan operant conditioning adalah


classical conditioning menghasilkan perilaku yang sebenarnya memang telah dibawa
oleh individu, sementara operant conditioning menghasilkan perilaku yang
dimunculkan.

Dalam penatalaksanaan kali ini, penulis menggunakan Behavior Therapy


dengan bentuk operant conditioning yang bertujuan untuk menghasilkan perilaku baru
yang dimunculkan. Oleh karena itu, dibutuhkan reinforcement untuk menguatkan
perilaku baru yang diharapkan.

B. Reinforcement

Reinforcement (penguat) dan punishment (hukuman) merupakan dua proses


utama dari terapi perilaku/ behavior therapy. Reinforcement muncul ketika respon
diperkuat oleh sebuah hasil, terdapat dua macam reinforcement yaitu:

1. Positive Reinforcement, muncul ketika perilaku diperkuat dengan penghargaan


positif. Contohya ketika anak berperilaku baik saat berada di kereta, anak tidak
mengusik barang-barang atau tidak bisa diam melaikan anak tersebut dapat duduk
dengan tenang. Sebagai bentuk penghargaan, maka anak tersebut diberikan makanan
kesukaannya.

13
2. Negative Reinforcement muncul ketika ada stimulus yang tidak menyenangkan atau
berbahaya dihentikan atau tidak ditampilkan lagi. Contohnya, pelatih atletik
memberikan hukuman berupa lari keliling lapangan apabila pemain melakukan
kesalahan dalam latihan. Jika para atlitmampu berlatih sesuai instruksi maka
keharusan mengelilingi lapangan dapat dikurangi jumlahnya atau dihentikan.

14
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGUMPULAN DATA


2.1.1 Identitas Klien
Nama : Tn. DK

Umur : 22 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jakarta

Pekerjaan :-

No. Registrasi : -

Diagnosis : Attention Deficit Hyperactivity Disorder

Pemeriksaan : Oktober 2019

Bagian : Ruang kelas wortel

2.1.2 Informasi Subjektif


A. Keluhan
Tn. DK cenderung sering menyendiri dan asik dengan diri sendiri, seringkali flapping,
kesulitan dalam mengontrol sehingga apabila Tn. DK dihadapkan oleh stressor atau
suatu hal yang tidak ia suka maka Tn. DK akan menggigit pergelangan tangannya
sendiri. Tn. DK masih belum mandiri dalam BADL (Basic Activity Daily Living)
contohnya dalam aktivitas BAK, Tn. DK masih perlu supervisi dan instruksi untuk
membilas alat kelaminnya. Tn. DK masih memerlukan instruksi dan supervisi dalam
melakukan aktivitas menggosok gigi, berhias, penggunaan transportasi umum,
penggunaan elektronik serta manajemen rumah tangga.

15
B. Riwayat Perkembangan
 Prenatal: Ibu Tn. DK tidak mengalami masalah selama masa kehamilan.
 Perinatal: Tn. DK lahir secara normal usia 9 bulan, berat lahir seberat 3,2 kg dengan
panjang lahir 52 cm.
 Postnatal: Tn. DK menerima ASI hingga usia 2 tahun. Menurut perkembangan
milestone Tn. DK dapat melakukan posisi tengkurap ketika berumur 2 bulan, posisi
duduk di usia 5 bulan, Merangkak usia 8 bulan, dan berjalan pada usia 10 bulan.

C. Riwayat Sekarang
Saat ini Tn. DK didiagnosa ADHD, menurut observasi di Rumah Anak Mandiri
Karim Tn. DK penyakit yang dialami Tn. DK adalah batuk dan pilek.

D. Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami kondisi seperti Tn. DK.

E. Sosial Ekonomi
Tn. DK merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Tn. DK tinggal bersama dengan
kedua orang tuanya. Ayahnya bekerja sebagai wirausahawan sedangkan ibunya bekerja
sebagai pegawai negeri dan Adiknya kini tengah menempuh jenjang perkuliahan. Tn.
DK belum mampu untuk berinteraksi dengan masyarakat secara mandiri, Tn. DK
cenderung menyendiri dan asik dalam dunianya sendiri. Pendidikan terakhir Tn. DK di
sekolah khusus cahaya anakku selama 3,5 tahun. Tn. DK pernah mengikuti terapi
okupasi dan terapi keterampilan.

F. Harapan
 Harapan dari kepala sekolah Rumah Anak Mandiri Karim (RAM Karim) Tn. DK
dapat bersosialisasi dengan teman-temannya maupun guru-guru dan staff di RAM
Karim.
 Harapan dari orang tua Tn. DK tidak lagi menyendiri dan dapat bersosialisasi, mampu
menyapu, mencuci baju serta mengepel lantai secara mandiri.

16
2.1.3 Informasi Objektif
A. Penampilan umum:
Tn. DK bertubuh sedang dengan tinggi badan sedang, berkulit sawo matang, postur
cenderung agak membungkuk dengan kepala ditundukkan. Bentuk mata, hidung,
telinga, dan mulut normal.
B. Ciri khas:
Suka tertawa sendiri, flapping, seringkali menggoyangkan badan, sering menyendiri.
C. Level kognitif menurut Allen: 3

Aset:

- Komponen sensori (taktil, proprioseptif, gustatori, auditori)

- Komponen neuromuskular ( LGS, Tonus otot, kekuatan otot)


- Komponen motorik
- Keterampilan psikososial (interest, ekspresi diri, komunikasi)

Limitasi:

- Vestibular (seeking vestibular)


- Visual (kontak mata)
- Ketahanan dan kontrol postural
- Kontrol oro-motor
- Level arousal dan mood
- Rentang atensi
- Inisiasi aktifitas
- Kontrol diri
- Manajeman stres

17
2.1.4 Assessment Okupasi Terapi
A. Occupational Performance Components

Occupational Komponen Aset Limitasi

Performance

Components

Sensori Kesadaran Tn. DK mampu merasakan


sensori sebagian stimulus
sensorinya.

Taktil Tn. DK mampu


merasakan sentuhan ujung
pulpen di telapak tangan,
menoleh ketika disentuh

Proprioseptive Tn. DK mampu merasakan


gerakan tubuh tanpa
bantuan visual ketika
memanjat dan menuruni
rintangan spider web saat
outbond

Vestibular Tn. DK memiliki


seeking vestibular, Tn.
DK terlihat sering
menggoyangkan
tubuhnya ke depan,
belakang, atau samping,
sering menggelengkan
kepalanya

18
Visual Tn. DK masih belum
mampu untuk
mempertahankan kontak
mata

Auditori Tn. DK menoleh ketika


dipanggil namanya atau
mendengar suara keras

Gustatory Tn. DK mampu


membedakan rasa asin dari
sop sayur dan manis dari
buah

Olfaktori Tn. DK belum mampu


menyadari bau badannya
sendiri

Persepsi Stereognosis Tn.DK mampu


mengambil pulpen dari
dalam kantung plastik
sesuai dengan instruksi
terapis

Kinesthesia Tn. DK mampu


mengangkat kedua
tangannya ketika
diinstruksikan oleh terapis

Body scheme Tn. DK mampu


menunjukkan letak mata
hidung telinga dan mulut

19
sesuai dengan instruksi
terapis

Diskriminasi Tn. DK mampu


kanan & kiri membedakan letak tangan
kanan dan tangan kirinya

Konstansi bentuk Tn. DK dapat


mengidentifikasi bentuk
segitiga dan sikat gigi
walau posisi benda diubah

Posisi dalam Tn. DK paham ketika


ruang dinstruksikan untuk duduk
di depan temannya

Visual closure Tn. DK mampu


mengidentifikasi pulpen
dan sikat gigi walau
dengan kondisi benda
ditutup sebagian

Figure-ground Tn. DK mampu


menemukan balok
berwarna merah berukuran
kecil di atas balok
berwarna merah ukuran
besar

Depth perception Tn. DK dapat


memperkirakan jarak
antara kursi dan
bokongnya

20
Orientasi Tn. DK mampu pergi ke
topografi ruang TV dari ruang kelas
bayam tanpa diberikan cue

Neuromuscular Reflek Tidak terdapat reflek


patologis

LGS Tn. DK mampu


menggerakan upper limb
dan lower limbnya dengan
full ROM

Tonus otot Tonus otot normal, tidak


ada hipertonus maupun
hipotonus

Kekuatan otot skor MMT 5, Tn. DK


mampu menggerakkan
upper limb dan lower limb
dengan full ROM, dapat
melawan gravitasi serta
menahan beban maksimal
(mengangkat matras)

Ketahanan Tn DK mampu
mempertahankan posisi
duduk tegak ketika
menjalankan kegiatan
terapi

Control postural Tn. DK cenderung


membungkuk dengan

21
kepala menunduk ketika
berjalan

Kelenturan Terdapat memar


jaringan lunak dipergelangan tangannya

Motorik Toleransi Tn. DK mampu


aktifitas menyelesaikan aktifitas
bermain balok dan outbond
sampai selesai

Koordinasi Tn. DK mampu melompat


motoric kasar naik turun tangga,
melewati rintangan
outbond

Crossing the Tn. DK mampu


midline memindahkan balok
melewati garis tubuhnya,
mampu untuk tos silang
dengan terapis

Laterality Tn. DK mampu


menendang bola degan
baik menggunakan kaki
kanannya

Integrasi Tn. DK mampu


bilateral menintegrasikan gerakan
kedua tangannya dan
kakinya secara bergantian
ketika berenang

22
Praksis Tn. DK mampu melewati
rintangan spider web tanpa
bantuan dengan mudah

Koordinasi Tn. DK belum mampu


motorik untuk menulis dengan
halus/Dexteritas baik

Integrase visual- Tn.DK mampu


motor mengitegrasikan visual
motornya ketika bermain
bulu tangkis dan basket

Control oro- Tn. DK belum mampu


motor berbicara dengan jelas,
cadel

Hand skill Tn. DK mampu


melakukan gerakan grasps
ketika menggenggam
raket, three jaw chuck
ketika menulis, manipulasi
gerakan pergelangan
tangan ketika minum

Komponen Level Level arousal cenderung


arousal/motivasi just right ke high,
kognitif dan
tergantung dengan mood

integrasi Tn. DK yang berubah


ubah. motivasi rendah
untuk mengikuti
kegiatan terapi

23
Orientasi (waktu, Tn. DK mampu
orang, tempat) mengidentifikasi waktu
ketika ditanya mengenai
hari, tanggal, dan tahun
oleh guru

Recognition Tn. DK mampu


mengidentifikasikan
pulpen dan buku note
ketika ditunjukkan oleh
terapis, memahami
instruksi sederhana

Rentang atensi Tn. DK masih sering


hilang atensi ketika
sedang diassesment.
Masih perlu instruksi
dari terapis untuk Tn.
DK dapat fokus kembali

Short term Tn. DK dapat menunjuk


memory gambar dengan tepat
ketika bermain tebak letak
kartu

Long term Tn. DK mampu


memory mengingat doa sebelum
dan sesudah makan

Remote memory N/A

24
Recent memory Tn. DK mampu
menyebutkan kembali
nama terapis ketika
perkenalan

Sequencing Tn. DK mampu


mengurutkan angka 1-10,
mampu melakukan
kegiatan makan sampai
cuci piring sesuai dengan
tahapan yang telah
diajarkan

Kategorisasi Tn.DK mampu


mengelompokan warna,
pakaian

Formasi konsep Tn. DK mengerti bagian


depan dan belakang baju

Mengelola waktu Tn. DK masih


memerlukan instruksi
dalam mengelola
waktunya

Pemecahan Tn. DK masih


masalah memerlukan cue dan
instruksi untuk
menyelesaikan
permainan memasang
balok

25
Generalization of Tn. DK mampu
learning menirukan cara
menggambar lingkaran
seperti yang dicontohkan
oleh terapis

Integration of Tn. DK belum mampu


learning untuk mengintegrasikan
gambar lingkaran

Synthesis of Tn. DK belum mampu


learning mensintesis gambar
lingkaran

Psikologis Peran Belum memiliki Peran


sebagai dewasa muda
yang seharusnya sudah
dapat hidup mandiri dan
dapat berproduktivitas,
peran sebagai
masyarakat yang perlu
bersosialisasi

Value Tn. DK belum


memahami nilai sebagai
orang beragama secara
mandiri, nilai kebersihan
diri dan kepentingan
untuk menjaga
kebersihan

Interest dapat menunjukkan


ketertarikan dengan

26
mainan balok dan makanan
yang disukai

Inisiasi aktivitas Tn. DK masih


memerlukan instruksi
untuk melakukan
aktivitas

Berhenti Tn.DK dapat berhenti


aktivitas aktifitas secara mandiri
sesuai dengan yang
diinstruksikan oleh terapis

Konsep diri Konsep kebersihan,


konsep sebagai dewasa
muda yang memiliki
tanggung jawab untuk
melakukan AKS secara
mandiri, konsep sebagai
masyarakat yang perlu
bersosialisasi

kontrol diri Tn.DK belum dapat


mengontrol mood dan
perilaku untuk tidak
menggigit pergelangan
tangannya ketika merasa
tertekan

Manajemen Tn.DK cenderung


stress/konflik menghindar ketika
diberikan tugas yang
dirasa sulit

27
Ekspresi diri Tn. DK mampu
mengekspresikan
kebutuhan ingin
BAB/BAKnya dengan
gestur menarik tangan
gurunya untuk pergi ke
toilet

Sosial Interaksi social Tn. DK masih


cenderung suka
menyendiri dan asik
dengan dirinya sendiri

Komunikasi Tn. Dk mampu


verbal dan non berkomunikasi dua arah,
verbal penggunaan bahasa lebih
sering menggunakan
gestur (non verbal)

28
b. Occupational Performance Area

Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) 4 3 2 1 0 N/A

a. Berhias

b. Hygiene oral

c. Mandi

d. Berpakaian

e. BAB/BAK

f. Makan dan minum

g. Sosialisasi

h. Komunikasi Fungsional

i. Mobilitass Fungsional

j. Aktivitas Seksual

k. Perawatan Alat Bantu

l. Rutinitas Pengobatan

m. Pemeliharaan Kesehatan

29
n. Penggunaan Transportasi

o. Respon Kedaruratan

Produktivitas 4 3 2 1 0 N/A

a. Manajemen Rumah tangga

1. Mencuci Pakaian

2. Membersihkan dan
Merapikan Rumah

3. Mempersiapkan makan dan


membereskan alat makan

4. Berbelanja

5. Mengelola Keuangan

6. Merawat lingkungan rumah

7. Prosedur Keselamatan

b. Aktivitas Sekolah

c. Aktivitas Vokasional/Bekerja

1. Eksplorasi Bekerja

30
2. Pekerjaan Pengganti

3. Kinerja Kerja

4. Perencanaan Pasca Kerja

5. Aktivitas Sukarela

Leisure dan Bermain 4 3 2 1 0 N/A

a. Eksplorasi Leisure dan bermain

b. Kinerja dan Leisure

31
2.2 Ringkasan Kasus
Tn. DK berusia 22 tahun dengan diagnosa ADHD diterima di Rumah Anak Mandiri
Karim sejak tahun 2015. Tn. DK masih belum mampu untuk berbicara dengan baik, suara yang
dikeluarkan kecil dengan kosa kata yang masih terbatas. Tn. DK dapat berkomunikasi dua arah
tergantung dari level arousal dan rentang atensi, namun Tn. DK mampu mengerti instruksi
sederhana dan mau melakukannya apabila moodnya sedang dalam kondisi baik. Tn. DK masih
kurang dalam menjaga kebersihannya, terutama kebersihan oralnya serta membersihkan
kelamin dan cuci tangan ketika selesai BAK. Dalam lingkungan sosial, Tn. DK cenderung
masih senang menyendiri dan asik dalam dunianya sendiri. Aktifitas ADL, Produktivitas serta
leissure sebagian besar masih memerlukan bantuan dan supervisi. Tn. DK masih kesulitan
dalam mengontrol diri dan memanajemen stress karena terganggunya kemampuan pemecahan
masalah, apabila diberikan tugas yang dirasa sulit, Tn. DK cenderung menghindar atau
menggigit pergelangan tangannya. Apabila sedang tidak ada kegiatan, Tn. DK sering
mengayunkan badannya ke kiri, kanan, depan atau belakang sambil tertawa sendiri.

Berdasarkan asesmen, aset yang dimiliki Tn. DK adalah sebagai berikut:

- Komponen sensori (taktil, proprioseptif, gustatori, auditori)


- Komponen persepsi
- Komponen neuromuskular ( LGS, Tonus otot, kekuatan otot)
- Komponen motorik
- Komponen kognitif (Orientasi, rekognisi, memori, sequencing, kategorisasi)
- Keterampilan psikososial (interest, terminasi aktifitas, ekspresi diri, komunikasi)

Limitasi:

- Vestibular (seeking vestibular)


- Olfaktori
- Visual (kontak mata)
- kontrol postural
- Motorik halus
- Kontrol oro-motor
- Level arousal dan mood
- Rentang atensi
- Mengelola waktu
- Problem solving

32
- Integration & Synthesis of learning
- Formasi konsep

Dalam keterampilan psikososial, Tn. DK memiliki limitasi pada peran, value, inisiasi aktifitas,
konsep diri, kontrol diri, manajeman stress dan interaksi sosial.

2.3 Kesimpulan Problematik Okupasional


a) Tn. DK belum mampu berinteraksi sosial secara mandiri karena adanya keterbatasan
pada kontrol diri, konsep diri, ketahanan dan kontrol postural, rentang atensi, kontrol
oro-motor, visual, peran, inisiasi aktifitas, level arousal dan mood, dan manajemen
stress.
b) Tn. DK belum mampu untuk menjaga kebersihan diri secara mandiri karena adanya
keterbatasan pada olfaktori, value, konsep diri, formasi konsep, mengelola waktu, level
arousal dan mood, inisiasi aktifitas, dan peran.
c) Tn. DK belum mampu melakukan aktifitas produktifitas (berbelanja, mengelola
keuangan, mencuci pakaian, membersihkan dan merapikan rumah) secara mandiri
karena adanya keterbatasan pada peran, value, konsep diri, mengelola waktu, rentang
atensi, inisiasi aktifitas, interaksi sosial, kontrol oro-motor.
d) Tn. DK belum mampu eksplorasi leisure dan bermain karena memiliki keterbatasan
pada inisiasi aktifitas, peran, value, konsep diri, interaksi sosial.

2.4 Prioritas Masalah


1. Tn. DK belum mampu berinteraksi sosial secara mandiri karena adanya
keterbatasan pada kontrol diri, konsep diri, ketahanan dan kontrol postural, rentang
atensi, kontrol oro-motor, visual, peran, inisiasi aktifitas, level arousal dan mood, dan
manajemen stress.

33
2.5 Program Okupasi Terapi
LTG : Tn. DK mampu meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi dua
arah secara verbal di lingkungan Rumah Anak Mandiri Karim secara
mandiri dalam waktu 20 kali pertemuan dalam sebulan.
STG1 : Tn. DK mampu mempertahankan kontak mata dengan lawan bicara
secara mandiri dalam 3 kali pertemuan dalam seminggu.
Metode : Behavior Therapy
Strategi selama kegiatan terapi:
1. Apabila Tn. DK tidak merespon instruksi terapis atau terdistraksi saat melakukan
kegiatan maka akan diberikan bantuan berupa prompt baik dengan bentuk verbal maupun
fisik.
2. Terapis akan memfasilitasi Tn. DK apabila Tn. DK terlihat kesulitan.

3. Apabila Tn. DK menunjukkan perilaku yang diinginkan maka terapis akan memberikan
reinforcement berupa tos dan pujian, saat tos terapis akan mencoba untuk membuat Tn. DK
mempertahankan kontak matanya dengan terapis.

4. Selama kegiatan berlangsung, diusahakan agar Tn. DK tidak menunduk dan memberikan
kontak mata pada terapis.

5. Apabila Tn. DK dapat menyelesaikan aktivitas dengan baik maka terapis akan
memberikan stiker di buku penghargaan Tn. DK.

Aktivitas 1 : Mewarnai
Frekuensi : 1 kali pertemuan
Durasi : 15 menit
Media : krayon, kertas bergambar, buku poin penghargaan, sticker
Teknik :
 Adjunctive
1. Terapis mengucapkan salam dan menyapa Tn. DK, kemudian menginstruksikan
Tn.DK untuk duduk di kursi dengan posisi badan tidak menyandar pada kursi,
terapis duduk di depan Tn. DK.
2. Terapis memberikan edukasi mengenai cara berkenalan, Tn. DK
memperkenalkan dirinya sendiri setelahnya.
3. Lalu dilanjutkan dengan berdoa bersama sebelum memulai aktifitas.
 Enabling

34
1. Mewarnai gambar untuk melatih Tn. DK dalam mempertahankan atensinya yang
termasuk kedalam komponen untuk berkomunikasi, sekaligus untuk melatih
motorik halusnya.
2. Terapis meletakkan pilihan krayon yang diinginkan oleh Tn. DK tepat di tengah
wajah terapis agar terdapat kontak mata antara terapis dan Tn. DK.
3. Menunjukkan krayon yang diinginkan saat terapis memberikan saran warna
kepada Tn. DK akan melatih inisiasi Tn.DK dalam hal ekspresi kebutuhan dan
keinginnannya.

Aktivitas 2: Masukan koin ke celengan


Durasi : 15 menit
Frekuensi : 1 kali pertemuan
Media : koin dan celengan, buku poin penghargaan, sticker
Teknik :
 Adjunctive
1. Instruksikan Tn.DK untuk duduk di kursi dengan posisi badan tidak menyandar
pada kursi, terapis duduk di depan Tn. DK.
2. Terapis memberikan edukasi mengenai cara berkenalan, Tn. DK dipersilahkan
untuk memperkenalkan dirinya sendiri terlebih dahulu.
4. Lalu dilanjutkan dengan berdoa bersama sebelum memulai aktifitas.
 Enabling Activity
1. Memasukan koin ke celengan dapat melatih kemampuan atensi, integrasi
visuomotor, hand skill, kontrol diri, toleransi aktivitas.
2. Pemindahan posisi celengan ke garis tengah wajah terapis, samping wajah atau
atas kepala akan melatih kemampuan Tn. DK dalam mempertahankan kontak
mata.

Aktivitas 3: Tebak ekspresi


Durasi : 15 menit
Frekuensi : 1 kali pertemuan
Media : Kartu ekspresi (Sedih, senang, marah, menangis dan tertawa), buku poin
penghargaan, sticker
Teknik :

35
 Adjunctive
1. Terapis mengucapkan salam dan menyapa Tn. DK, kemudian menginstruksikan
Tn.DK untuk duduk di kursi dengan posisi badan tidak menyandar pada kursi,
terapis duduk di depan Tn. DK.
2. Terapis memberikan edukasi mengenai cara berkenalan, Tn. DK
memperkenalkan dirinya sendiri setelahnya.
3. Lalu dilanjutkan dengan berdoa bersama sebelum memulai aktifitas.
 Enabling
Tebak ekspresi melatih Tn. DK dalam mempertahankan kontak mata, atensi,
memori, dan ekspresi diri.

STG 2 : Tn. DK mampu atensi selama beraktivitas secara mandiri dalam 5 kali
pertemuan dalam seminggu.
Metode : Behavior Therapy
Strategi selama kegiatan terapi:
1. Apabila Tn. DK tidak merespon instruksi terapis atau terdistraksi saat melakukan
kegiatan maka akan diberikan bantuan berupa prompt baik dengan bentuk verbal maupun
fisik.
2. Terapis akan memfasilitasi Tn. DK apabila Tn. DK terlihat kesulitan.

3. Apabila Tn. DK menunjukkan perilaku yang diinginkan maka terapis akan memberikan
reinforcement berupa tos dan pujian, saat tos terapis akan mencoba untuk membuat Tn. DK
mempertahankan kontak matanya dengan terapis.

4. Selama kegiatan berlangsung, diusahakan agar Tn. DK tidak menunduk dan memberikan
kontak mata pada terapis.

5. Apabila Tn. DK dapat menyelesaikan aktivitas dengan baik maka terapis akan
memberikan stiker di buku penghargaan Tn. DK.

Aktivitas 1 : Bermain game Jade autism dan educational games for kids menggunakan
ponsel
Durasi : 10 menit
Frekuensi : 1 kali pertemuan
Media : Handphone, buku poin penghargaan, sticker

36
Teknik :
 Adjunctive
1. Terapis mengucapkan salam dan menyapa Tn. DK, kemudian menginstruksikan
Tn.DK untuk duduk di kursi dengan posisi badan tidak menyandar pada kursi,
terapis duduk di depan Tn. DK.
2. Terapis mempersilahkan Tn. DK untuk memperkenalkan dirinya sendiri dan
terapis akan menanyakan tentang kabar dan cuaca di luar kepada Tn. DK.
3. Lalu dilanjutkan dengan berdoa bersama sebelum memulai aktifitas.
 Enabling
Game Jade autism dan Educational games for kids dapat melatih atensi, memori,

Aktivitas 2 : puzzle
Durasi : 15 menit
Frekuensi : 2 kali pertemuan
Media : Puzzle, buku poin penghargaan, sticker
Teknik :
 Adjunctive
1. Instruksikan Tn.DK untuk duduk di kursi dengan posisi badan tidak menyandar
pada kursi, terapis duduk di sebelah Tn. DK.
2. Terapis mempersilahkan Tn. DK untuk memperkenalkan dirinya sendiri dan
terapis akan menanyakan tentang kabar dan cuaca di luar kepada Tn. DK.
3. Lalu dilanjutkan dengan berdoa bersama sebelum memulai aktifitas.

 Enabling
1. Menyusun Puzzle dapat melatih atensi, kemampuan pemecahan masalah, kontrol
diri.
2. Dalam kegiatan ini, sesekali terapis akan mengambil dan mengarahkan kepingan
puzzle ke depan wajah terapis untuk memancing kontak mata.

Aktivitas 3: cari perbedaan


Durasi : 20 menit
Frekuensi : 2 kali pertemuan
Media : Gambar perbedaan, buku poin penghargaan, sticker

37
Teknik :
 Adjunctive
1. Instruksikan Tn.DK untuk duduk di kursi dengan posisi badan tidak menyandar
pada kursi, terapis duduk di sebelah Tn. DK.
2. Terapis mempersilahkan Tn. DK untuk memperkenalkan dirinya sendiri dan
terapis akan menanyakan tentang kabar dan cuaca di luar kepada Tn. DK
3. Lalu dilanjutkan dengan berdoa bersama sebelum memulai aktifitas.
 Enabling
Permainan mencari perbedaan dari dua gambar dapat melatih atensi, visual spatial,
visual scanning, kontrol diri, ketahanan.

Aktivitas 4: kuda bisik


Media :-
Durasi : 15 menit
Frekuensi: 1 kali pertemuan
Teknik:
 Adjunctive
1. Instruksikan Tn.DK dan co-terapis serta dua orang dari kelas brokoli untuk duduk
melingkar di atas matras
2.Semua partisipan diajak untuk berkenalan terlebih dahulu. Terapis
mempersilahkan Tn. DK untuk memperkenalkan dirinya sendiri dihadapan teman-

38
temannya, lalu terapis akan menanyakan tentang kabar dan cuaca di luar.
Dilanjutkan dengan partisipan lain untuk memperkenalkan diri.
3. Lalu dilanjutkan dengan berdoa bersama sebelum memulai aktifitas.
 Enabling
Permainan kuda bisik dapat melatih atensi, memori, inisiasi aktifitas, toleransi
aktifitas, kontrol diri, manajemen stress, ekspresi diri, value, meningkatkan self
esteem dan self efficacy serta meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi dan
berinteraksi sosial dengan kelompok.
 Purposeful Activity
Aktifitas berinteraksi sosial dan komunikasi dengan suatu kelompok dalam bentuk
permainan kuda bisik.

STG 3: Tn. DK mampu kontrol diri dalam berinteraksi sosial secara mandiri dalam
2 kali pertemuan dalam seminggu.
Metode: Behavior therapy
Strategi selama kegiatan terapi berlangsung:
1. Apabila Tn. DK tidak merespon instruksi terapis atau terdistraksi saat melakukan
kegiatan maka akan diberikan bantuan berupa prompt baik dengan bentuk verbal maupun
fisik.
2. Terapis akan memfasilitasi Tn. DK atau partisipan kelompok apabila terlihat kesulitan.

3. Apabila Tn. DK menunjukkan perilaku yang diinginkan maka terapis akan memberikan
reinforcement berupa tos dan pujian, saat tos terapis akan mencoba untuk membuat Tn. DK
mempertahankan kontak matanya dengan terapis.

4. Selama kegiatan berlangsung, diusahakan agar Tn. DK tidak menunduk dan memberikan
kontak mata pada terapis.

5. Terapis memberikan peraturan ringan sebelum permainan dimulai, yaitu untuk tetap
fokus dan tidak curang saat bermain serta membuat kegaduhan yang dapat mencelakai
temannya.

Aktivitas 1: Terapi kelompok interaksi, bermain game do mi ka do


Media: -
Durasi: 15 menit

39
Frekuensi: 1 kali pertemuan
Teknik:
 Adjunctive
1. Instruksikan partisipan terapi kelompok untuk duduk melingkar di matras dengan
posisi duduk tegak tidak menyandar.
2. Terapis meminta partisipan untuk berdiri secara bergiliran dan memperkenalkan
diri di depan teman-temannya.
3. Terapis meminta salah satu partisipan untuk memimpin doa sebelum game
dimulai.
 Enabling
Permainan kelompok do mi ka do dapat melatih atensi, kontrol diri, ekspresi diri,
interaksi dalam suatu kelompok, meningkatkan kemampuan berkomunikasi, value
mengenai kecurangan (tindakan benar dan salah sesuai dengan aturan dan norma),
menambah kosa kata, melatih memori.
 Purposeful Activity
Prrmainan kelompok do mi ka do bertujuan untuk melatih kemampuan dalam
berinteraksi, berkomunikasi dan mengontrol diri di suatu kelompok.

Aktivitas 2: Melukis topeng


Media: Topeng plastik, polybag, tisu, lap, cat akrilik, palet
Durasi: 15 menit
Frekuensi: 1 kali pertemuan
Teknik:
 Adjunctive
1. Instruksikan partisipan terapi kelompok untuk duduk melingkar di matras dengan
posisi duduk tegak tidak menyandar.
2. Terapis meminta partisipan untuk berdiri secara bergiliran dan memperkenalkan
diri di depan teman-temannya.
3. Terapis meminta salah satu partisipan untuk memimpin doa sebelum game
dimulai.
 Enabling

40
Melukis topeng dapat melatih kemampuan Tn. DK dalam atensi, inisiasi dalam
berkomunikasi untuk mengutarakan kebutuhannya, mengekspresikan dirinya
melalui media lukis topeng, kontrol diri dan manajemen stress.
 Purposeful Activity
Melukis topeng merupakan aktifitas leisure dengan bentuk kesenian yang
melibatkan Tn. DK dalam berinteraksi dalam suatu kelompok. Sehingga Tn. DK
dapat belajar untuk berperilaku di suatu kelompok, meningkatkan kemampuan
komunikasi, meningkatkan kemampuan dalam pemecahan masalah, dan
memanajemen stressnya.

STG 4: Tn DK mampu memulai dan dapat mengutarakan pendapat secara mandiri


dalam 2 kali pertemuan dalam seminggu.
Metode: Behavior Therapy
Strategi selama kegiatan terapi berlangsung:
1. Apabila Tn. DK tidak merespon instruksi terapis atau terdistraksi saat melakukan
kegiatan maka akan diberikan bantuan berupa prompt baik dengan bentuk verbal maupun
fisik.
2. Terapis akan memfasilitasi Tn. DK atau partisipan kelompok apabila terlihat kesulitan.

3. Apabila Tn. DK menunjukkan perilaku yang diinginkan maka terapis akan memberikan
reinforcement berupa tos dan pujian, saat tos terapis akan mencoba untuk membuat Tn. DK
mempertahankan kontak matanya dengan terapis.

4. Selama kegiatan berlangsung, diusahakan agar Tn. DK tidak menunduk dan memberikan
kontak mata pada terapis.

5. Terapis memberikan peraturan ringan sebelum permainan dimulai, yaitu untuk tetap
fokus dan tidak curang saat bermain serta membuat kegaduhan yang dapat mencelakai
temannya.

Aktivitas : Grup terapi menyanyi bersama


Media: -
Durasi: 15 menit
Frekuensi: 2 kali pertemuan
Teknik:
 Adjunctive

41
1. Instruksikan partisipan terapi kelompok untuk duduk melingkar di matras dengan
posisi duduk tegak tidak menyandar.
2. Terapis meminta partisipan untuk berdiri secara bergiliran dan memperkenalkan
diri di depan teman-temannya.
3. Terapis meminta salah satu partisipan untuk memimpin doa sebelum game
dimulai.
 Enabling
Permainan Tanya-jawab dengan media kartu kejujuran dapat melatih kemampuan
Tn. DK dalam kemampuan interaksi sosial dan kemampuan berkomunikasi, atensi,
ketahanan, kontrol postural, pemahaman, memori, ekspresi diri.

STG 5: Tn DK mampu menjawab pertanyaan dari lawan bicara secara mandiri


dalam waktu 4 kali pertemuan dalam seminggu.

Metode: Behavior Therapy

Strategi selama kegiatan terapi berlangsung:


1. Apabila Tn. DK tidak merespon instruksi terapis atau terdistraksi saat melakukan
kegiatan maka akan diberikan bantuan berupa prompt baik dengan bentuk verbal maupun
fisik.
2. Terapis akan memfasilitasi Tn. DK atau partisipan kelompok apabila terlihat kesulitan.

3. Apabila Tn. DK menunjukkan perilaku yang diinginkan maka terapis akan memberikan
reinforcement berupa tos dan pujian, saat tos terapis akan mencoba untuk membuat Tn. DK
mempertahankan kontak matanya dengan terapis.

4. Selama kegiatan berlangsung, diusahakan agar Tn. DK tidak menunduk dan memberikan
kontak mata pada terapis.

5. Terapis memberikan peraturan ringan sebelum permainan dimulai, yaitu untuk tetap
fokus dan tidak curang saat bermain serta membuat kegaduhan yang dapat mencelakai
temannya.

Aktivitas 1 : Grup terapi, kartu kejujuran

Media : Kartu dengan pertanyaan sehari-hari

Durasi : 15 menit

42
Frekuensi : 2 kali pertemuan

Teknik :

 Adjunctive

1. Instruksikan partisipan terapi kelompok untuk duduk melingkar di matras dengan


posisi duduk tegak tidak menyandar.

2. Terapis meminta partisipan untuk berdiri secara bergiliran dan memperkenalkan diri
di depan teman-temannya.

3. Terapis meminta salah satu partisipan untuk memimpin doa sebelum game dimulai.

 Enabling
Permainan Tanya jawab melalui media kartu pertanyaan dapat melatih kemampuan
atensi, kontrol diri, ekspresi diri, memori, interaksi sosial, komunikasi, value.

Aktivitas 2 : Grup terapi, simulasi berbelanja (roleplay)

Media: Mainan untuk berbelanja, uang mainan, meja

Durasi: 15 menit

Frekuensi: 2 kali pertemuan

Teknik:
 Adjunctive

1. Instruksikan partisipan terapi kelompok untuk duduk melingkar di matras dengan


posisi duduk tegak tidak menyandar.

2. Terapis meminta partisipan untuk berdiri secara bergiliran dan memperkenalkan diri
di depan teman-temannya.

3. Terapis meminta salah satu partisipan untuk memimpin doa sebelum game dimulai.

 Enabling
1. Tn. DK akan berperan sebagai tukang jualan yang akan menjawab pertanyaan
dari pembeli mengenai harga dan persediaan barang jualan untuk melatih inisiasi

43
Tn.DK dalam berkomunikasi, atensi, kontak mata, kontrol diri, memori, problem
solving yaitu dengan cara menjawab pertanyaan temannya.
2. Pemberian feedback dari partisipan akan melatih Tn. DK dalam ekspresi diri dan
komunikasi, menambah self esteem dan self efficacy melalui pengalaman Tn.DK
dalam bermain simulasi jual-beli.

 Purposeful Activity
Simulasi Jual-Beli dapat menjadi media untuk Tn. DK dalam berinteraksi sosial.
Dalam aktifitas ini, Tn. DK akan belajar mengenai tata cara berinteraksi yang benar
menurut nilai norma dan kesopanan. Tn. DK dapat belajar juga mengenai ekspresi
diri yaitu kebutuhan dan keinginan. Dalam aktifitas ini juga Tn. DK dapat belajar
mengenai mata uang. Diharapkan agar Tn.DK dapat melakukan kegiatan berbelanja
seacara mandiri setelahnya.

STG 6: Tn DK mampu menjawab dan memberi pertanyaan ke lawan bicara mandiri


dalam 4 kali pertemuan selama seminggu.

Metode: Behavior Therapy

Strategi selama kegiatan terapi berlangsung:


1. Apabila Tn. DK tidak merespon instruksi terapis atau terdistraksi saat melakukan
kegiatan maka akan diberikan bantuan berupa prompt baik dengan bentuk verbal maupun
fisik.
2. Terapis akan memfasilitasi Tn. DK atau partisipan kelompok apabila terlihat kesulitan.

3. Apabila Tn. DK menunjukkan perilaku yang diinginkan maka terapis akan memberikan
reinforcement berupa tos dan pujian, saat tos terapis akan mencoba untuk membuat Tn. DK
mempertahankan kontak matanya dengan terapis.

4. Selama kegiatan berlangsung, diusahakan agar Tn. DK tidak menunduk dan memberikan
kontak mata pada terapis.

5. Terapis memberikan peraturan ringan sebelum permainan dimulai, yaitu untuk tetap
fokus dan tidak curang saat bermain serta membuat kegaduhan yang dapat mencelakai
temannya.

Aktivitas : Grup terapi, bermain melempar bola

44
Media: Bola

Durasi: 15 menit

Frekuensi: 4 kali pertemuan.

Teknik:
 Adjunctive

1. Instruksikan partisipan terapi kelompok untuk duduk melingkar di matras dengan


posisi duduk tegak tidak menyandar.

2. Terapis meminta partisipan untuk berdiri secara bergiliran dan memperkenalkan diri
di depan teman-temannya.

3. Terapis meminta salah satu partisipan untuk memimpin doa sebelum game dimulai.

 Enabling
Dalam aktifitas Tanya-jawab melalui media melempar bola maka akan melatih Tn.
DK terutama dalam komponen inisiasi aktifitas, interaksi sosial, komunikasi dua
arah, atensi, memori, kontak mata.

45
2.6 Home Program

1. Libatkan Tn. DK dengan aktivitas-aktivitas yang melibatkan banyak orang untuk


diajak interaksi atau libatkan Tn. DK dalam permainan dengan sekelompok orang
agar Tn. DK dapat meningkatkan kemampuan interaksinya serta menambah kosa
katanya dengan mencontoh dari orang-orang lain.
2. Ajak Tn. DK untuk berkomunikasi ringan serta latih Tn. DK untuk menjaga
kontak mata saat berbicara dengan lawan jenisnya, jangan biarkan Tn. DK asik
dalam dunianya sendiri.
3. Mengatur jadwal kegiatan sehari-hari agar Tn. DK aktif beraktivitas, tidak hanya
berdiam diri.
4. Melakukan terapi perilaku di rumah maupun di lingkungan Rumah Anak Mandiri
Karim untuk membiasakan Tn. DK hidup dalam suatu aturan. Diharapkan dengan
ini, Tn. DK dapat belajar untuk mengendalikan emosi dan moodnya.
5. Edukasi Tn. DK untuk mengutarakan ekspresi kebutuhannya melalui verbal.

46
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menurut National Institute of Mental Health atau NIH (2016), ADHD merupakan suatu
gangguan yang menyebabkan seseorang kesulitan dalam memusatkan perhatian dan
mengontrol perilaku impulsifnya, ADHD juga memungkinkan seseorang untuk menjadi sering
merasa gelisah dan tidak bisa diam. ADHD bukan hanya gangguan yang terjadi pada masa
kecil. Walaupun gejala ADHD dimulai dari masa kanak-kanak, ADHD dapat berlanjut sampai
masa remaja dan dewasa seperti pada Tn.DK yang berusia 22 tahun, yang sampai sekarang
masih memiliki gejala-gejala dari ADHD tersebut, salah satunya adalah untuk memusatkan
perhatian dan duduk dengan tenang. Aset yang dimiliki oleh Tn. DK sebagian besar dalam
komponen sensori, neuromuskular, motoriknya yang berfungsi dengan baik sehingga Tn. DK
mampu melakukan AKSnya sendiri walau masih membutuhkan supervisi dan bantuan pada
area-area tertentu (terutama pada area produktifitas). Hasil dari asesmen ini sesuai dengan teori
yang menyatakan bahwa seseorang dengan ADHD mengalami defisit pada kemampuan
rentang atensi, kontrol dirinya serta manajemen stress. Hal ini juga berkaitan dengan penurunan
kemampuan Tn. DK dalam melakukan tiga area okupasionalnya (AKS, Produktivitas, Leisure)
yang mana juga sesuai dengan prognosis yang ada.

3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis untuk problem okupasional yang ditemui
berdasarkan asesmen diantaranya:

1. Memberikan fasilitasi agar Tn. DK dapat berinteraksi dengan teman-temannya dengan


cara mengadakan permainan yang melibatkan interaksi bukan hanya dengan guru-
gurunya saja namun dengan teman-teman lainnya di RAM Karim.
2. Melatih Tn. DK sesuai dengan minatnya, lalu apabila memungkinkan, ikut sertakan Tn.
DK dalam lomba-lomba. Hal ini akan menaikan rasa kepercayaan dirinya.
3. Memberikan edukasi kepada orang tua dari Tn. DK mengenai kemandirian serta hal-
hal yang berkaitan dengan keadaan Tn.DK. Diharapkan orang tua juga ikut berperan
aktif untuk mendukung kemajuan sosialisasi Tn. DK.
4. Fokuslah pada kekuatan dan kemampuan Tn. DK, jangan overpraise atau overcriticize.

47
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,


Fourth Edition, Text Revision. Washington, DC, American Psychiatric Association, 2000.

Coleman, K., & King, B. (1996). Music therapy and developmental disabilities. Diambil
kembali dari www.preludemusictherapy.com/dd.html

Hersen, M., & Gross, A. (2008). Handbook of Clinical Psychology, Children and
Adolescents. New Jersey : John Wiley.

Kasih, A. K. (2016). EFEKTIVITAS KERANGKA ACUAN BEHAVIOR THERAPY


PADA KASUS AUTISM SPERCTURM DISORDER DALAM MENINGKATKAN
ATENSI DI SEKOLAH HIGHSCOPE INDONESIA. Tugas Akhir Universitas
Indonesia, 30-31.

Kholihah, E. (2017). TERAPI BERMAIN DALAM MENINGKATKAN KONSENTRASI


PADA ANAK ADHD DI SLB LABORATORIUM AUTIS. Skripsi Universitas
Negeri Malang, 11-12.

Kumalasari, D. (2017). KONSEP BEHAVIORAL THERAPY DALAM MENINGKATKAN


RASA PERCAYA DIRI PADA SISWA TERISOLIR. HISBAH: Jurnal Bimbingan
Konseling dan Dakwah Islam, 16-19.

Margaret V. Austin, P., & C. E. Zupanick, P. (t.thn.). ADHD: ATTENTION DEFICIT


HYPERACTIVITY DISORDER PROGNOSIS AND LONG-TERM OUTCOME.
Diambil kembali dari Gulf Bend Center:
https://www.gulfbend.org/poc/view_doc.php?type=doc&id=13879&cn=3

NIH. (2016). National Institute of Mental Health. Diambil kembali dari Attention-Deficit/
Hyperactivity Disorder (ADHD): The Basics:
https://www.nimh.nih.gov/health/publications/attention-deficit-hyperactivity-
disorder-adhd-the-basics/index.shtml

Novriana, D. E., Yanis, A., & Masri, M. ( 2014). Prevalensi Gangguan Pemusatan Perhatian
dan Hiperaktivitas. Jurnal Kesehatan Andalas, 142.

48
Primadhani, S. W. (2015). Attention Deficit Hyperactivity Disorder: Diagnosis dan
Pendekatan Holistik. J Agromed Unil, 226-227.

Susanto, B. D., & Sengkey, L. S. (2016). Diagnosis dan penanganan rehabilitasi medik pada
anak dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Jurnal Biomedik (JBM),
Volume 8, Nomor 3, 161-163.

49
LAMPIRAN

50
51
52
53
54
55

Anda mungkin juga menyukai