Anda di halaman 1dari 32

Referat

ETIOLOGI, PATOGENESIS DAN TATALAKSANA


ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)
PADA ANAK

Oleh:

Afifah Ikhwan 1210313014


Endri Pristiwadi 0910312144
Telu Rahmat Chamtio .M 1110312009
Ardila Arsa 1210311003
Indri Elsa Putri 1210311023
Putri Pratiwi 1210313022
Novri Ellyza 1740312131
Fanisa Dwi Felly Ramda 1740312100
Muhammad Irfan 1740312263

Preseptor:
Dr. dr. Eva Chundrayetti, Sp.A (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
referat ini dengan judul “Etiologi, Patogenesis, dan Tatalaksana Attention Deficit
Hyperactivity Disorder (ADHD) Pada Anak”. Shalawat beriring salam senantiasa
tercurah kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr.dr. Eva Chundrayetti, Sp.A (K) sebagai
Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam
penyusunan referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Prima
Yosi sebagai Residen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan saran
dalam penyusunan referat ini.
Referat ini dibuat untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Anak dan menambah wawasan mengenai etiologi, patogenesis, dan
tatalaksana ADHD pada anak. Akhir kata, segala tegur sapa berupa kritik dan saran
sangat diharapkan demi kesempurnaan referat ini.

Padang, 7 Mei 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. 2


Daftar Isi........................................................................................................... 3
Daftar Tabel .................................................................................................... 4
Daftar Gambar .................................................................................................. 5
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 6
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 6
1.2 Batasan Masalah………………………………………………… 7
1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………... 8
1.4 Metode Penulisan……………………………………………….. 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 9
2.1 Definisi ............................................................................................ 9
2.2 Etiologi dan Faktor Risiko ............................................................... 9
2.3 Klarifikasi ........................................................................................ 11
2.4 Patogenesis………………………………………………………... 12
2.5 Manifestasi Klinis ............................................................................ 13
2.6 Deteksi Dini……………………………………………………….. 16
2.7 Diagnosis………………………………………………………….. 17
2.8 Tatalaksana………………………………………………………... 22
2.9 Prognosis ......................................................................................... 25
2.10 Kompilkasi..................................................................................... 26
BAB 3 PENUTUP ........................................................................................... 29
3.1 Kesimpulan.................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 30

3
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kuesioner Deteksi Dini ADHD…………………………………… 17


Tabel 2.2 Subtipe ADHD menurut DSM-IV ................................................... 18
Tabel 2.3 Kriteria DSM-IV-TR untuk ADHD ................................................. 20
Table 2.4 Kriteria ICD-10 untuk gangguan hiperkinetik ................................. 21
Tabel 2.5 Obat-obatan stimulan ....................................................................... 23
Tabel 2.6 Daftar obat golongan Metilfenidat yang beredar di Indonesia ........ 23

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Diagnosis ADHD ............................................................. 19

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah suatu kondisi
medis yang ditandai oleh ketidakmampuan memusatkan perhatian, hiperaktivitas,
dan impulsivitas, yang terjadi pada lebih dari satu situasi, dengan frekuensi lebih
sering dan intensitas lebih berat dibandingkan dengan anak-anak seusianya.1
ADHD merupakan gangguan psikiatri pada anak yang secara umum menjadi salah
satu masalah utama bagi kesehatan jiwa anak saat ini. Pineda mengemukakan
prevalensi ADHD pada anak sekolah berkisar 3-10%.1 Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder edisi ke-4 yang direvisi (DSM IV TR) melaporkan
prevalensi ADHD sebesar 2-7% diantara anak usia sekolah.3
American Psychiatric Association memperkirakan 3-7 dari 100 anak
sekolah menderita ADHD.1 Penelitian lain menyebutkan prevalensi ADHD pada
anak di seluruh dunia berkisar 4-7%.4 Penelitian mengenai prevalensi ADHD di
Indonesia masih sangat sedikit sehingga sampai saat ini belum didapatkan angka
pasti mengenai kejadian ADHD di Indonesia.5 Badan Penelitian dan
Pengembangan Direktorat Pendidikan Luar Biasa pada tahun 2006 melaporkan
bahwa dari 696 siswa SD yang berasal dari empat provinsi di Indonesia dengan
rata-rata nilai rapor kurang dari 6, terdapat 33% siswa yang dinyatakan mengalami
gangguan emosi dan perilaku,yang didalamnya termasuk ADHD.5
Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tidak memiliki angka
pasti kejadian ADHD, begitu pula dengan data dari Dinas Kesehatan Kota Padang.
Berdasarkan data tahunan dari Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2014 yang
berasal dari 22 puskesmas kecamatan hanya tercantum laporan gangguan psikiatri
yang bermula dari bayi, anak, dan remaja yang berjumlah 176 kasus. Penelitian oleh
Novriana pada anak sekolah dasar di Kecamatan Padang Timur Kota Padang tahun
2013 menemukan angka prevalensi ADHD sebesar 8%. Berdasarkan laporan rawat
jalan dari RSJ Prof. HB Saanin Padang terdapat peningkatan jumlah kunjungan
kasus ADHD yang signifikan yakni sebanyak 700 kasus pada tahun 2014 dan 1360
kasus pada tahun 2015. ADHD juga termasuk dalam sepuluh besar diagnosa rawat

6
jalan terbanyak di RSJ Prof. HB Saanin Padang, dimana pada tahun 2014
menduduki peringkat ke-6 dan pada tahun 2015 naik menjadi peringkat ke-4.
Saputro (2009) menemukan bahwa gangguan ini menjadi alasan tersering orang tua
membawa anaknya ke psikiater. Sebagian besar orang tua yang membawa anak
dengan ADHD memiliki keluhan utama seperti nakal, malas belajar, dan kurang
konsentrasi, baik di sekolah maupun di rumah. Adanya gangguan ini merupakan
masalah utama yang mengakibatkan anak mengalami kesulitan belajar dan
kesulitan berinteraksi dengan anak lain atau guru.2
ADHD pada anak dapat berdampak buruk pada kehidupan anak di masa
depan. Sekitar 65-80% anak dengan ADHD akan memiliki gejala yang menetap
hingga usia remaja.4 Gejala ADHD menetap hingga usia dewasa pada 15-20%
kasus.6 Gejala juga dapat hilang pada saat memasuki masa pubertas. Gejala
hiperaktivitas umumnya menghilang, namun gejala penurunan rentang perhatian
dan masalah pengendalian impuls mungkin menetap.7
Anak dengan ADHD yang gejalanya menetap hingga masa remaja berisiko
tinggi untuk mengalami gangguan tingkah laku. Sekitar 50% anak dengan
gangguan tingkah laku akan mengalami gangguan kepribadian antisosial di masa
dewasanya.7 Anak dengan ADHD dan gangguan tingkah laku juga berisiko
mengalami gangguan yang berhubungan dengan penyalahgunaan zat.4 Orang
dewasa dengan riwayat ADHD pada masa kanak berisiko memiliki perilaku
kriminal, masalah pernikahan, dan masalah pekerjaan.4
Berdasarkan pemaparan tentang ADHD yang telah disebutkan diatas,
diperlukan penatalaksanaan yang baik dari segi terapi maupun pencegahan. Oleh
karena itu perlu diketahui definisi, faktor risiko,etiologi dari terjadinya ADHD.
Serta cara menegakkan diagnosis dan tatalaksana pada ADHD.

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas tentang definisi, klasifikasi, etiologi, faktor resiko,

patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan ADHD.

7
1.3 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui definisi, klasifikasi, etiologi, faktor resiko, patogenesis,

diagnosis dan penatalaksanaan ADHD.

1.4 Metode Penulisan

Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang

merujuk dari berbagai literatur.

8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (ADHD) adalah suatu kondisi medis yang
ditandai oleh ketidakmampuan memusatkan perhatian, hiperaktivitas, dan
impulsivitas, yang terjadi pada lebih dari satu situasi, dengan frekuensi lebih sering
dan intensitas lebih berat dibandingkan dengan anak-anak seusianya.8 Attention
Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan neurobehavioral yang
paling umum pada masa kanak-kanak dan salah satu di antara kondisi kesehatan
kronis yang paling sering mempengaruhi anak usia sekolah. ADHD ditandai dengan
kurangnya perhatian, termasuk peningkatan distraktibilitas dan kesulitan
mempertahankan perhatian; kontrol impuls yang buruk dan penurunan kapasitas
penghambatan diri; dan overaktivitas motorik dan kegelisahan motorik. Defnisi
ADHD bervariasi di negara yang berbeda.9
Anak-anak dengan ADHD umumnya memiliki prestasi yang kurang,
masalah hubungan interpersonal dengan anggota keluarga dan teman sebaya, dan
rendah diri. ADHD sering terjadi bersamaan dengan gangguan emosi, perilaku,
bahasa, dan belajar lainny. Sekitar 40-50 % akan tetap bermanifestasi hingga
dewasa, dan mengarah bisanya akan mengakibatkan pengangguran, peningkatan
risiko perilaku antisosial termasuk penyalahgunaan zat, kesulitan mempertahankan
hubungan, dan pelanggaran hukum lain.9

2.2 Etiologi dan Faktor Risiko


ADHD merupakan hasil akhir berbagai proses perkembangan otak yang
kompleks. Penyebab pasti dari ADHD masih belum jelas. Pemeriksaan genetika
pada dua kandidat gen yaitu gen transporter dopamin (DAT1) dan bentuk khusus
dari gen reseptor dopamin 4 (DRD4) berkaitan dengan perkembangan ADHD. Gen
tambahan yang mungkin berkontribusi pada ADHD termasuk DOCK2 yang terkait
dengan inversi pericentrik 46N inv (3) (p14: q21) yang terlibat dalam regulasi
sitokin, gen pertukaran natrium-hidrogen, gen dopaminergik lainnya (DRD5), gen
serotonergik (5HTT, HTR1B) dan protein sinaptosomalassociated, SNAP-25.7

9
Faktor resiko dari ADHD tidak hanya dari faktor genetik, dari penelitian didapatkan
estimasi faktor genetik dalam ADHD sekitar 10% sampai 40% .10

ADHD dapat muncul di awal kehiduan dan faktor prenatal berperan banyak
dalam perkembangan ADHD.10 Ibu dengan stress selama kehamilan dan persalinan,
seperti toksemia, persalinan lama, dan terdapat penyulit dalam persalinan,
penggunaan obat-obatan, merokok dan konsumsi alkohol selama kehamilan,
paparan timbal atau merkuri (prenatal atau postnatal) berkaitan dengan ADHD.
Riwayat BBLR juga diduga dapat meningkatkan risiko kejadian ADHD pada anak,
meskipun belum diketahui apakah gejala ADHD akan ada sampai anak menjadi
dewasa.12 Faktor riwayat lahir prematur juga diduga meningkatkan kejadian ADHD
dan hal ini diperkuat beberapa penelitian lain yang melaporkan bahwa 30% anak
yang lahir pada usia kehamilan 36 minggu mengalami ADHD pada usia sekolah.
Faktor risiko lain seperti riwayat persalinan dengan forceps yang juga diduga dapat
meningkatkan kejadian ADHD.8 Hasil penelitian lain yang cukup menarik adalah
adanya dugaan bahwa konsumsi makanan manis dapat meningkatkan kejadian
ADHD.8 Pewarna makanan dan pengawet secara juga dikaitkan dengan hiperaktif
pada anak-anak ADHD.7
Struktur otak abnormal juga dihubungkan dengan peningkatan risiko
ADHD; 20% anak-anak dengan cedera otak traumatis berat dilaporkan mengalami
onset gejala substansial impulsivitas dan kurangnya perhatian. Pada anak ADHD
sering datang karena cedera, karena anak dengan ADHD memiliki keseimbangan
yang lemah atau perilaku impulsif sehingga dapat dengan mudah menyebabkan
cedera. 10 Faktor riwayat kejang demam juga diduga meningkatkan kejadian ADHD
selain faktor riwayat trauma kepala pada anak.14
Pada anak ADHD terdapat abnormalitas struktur dan fungsional otak. Ini
termasuk disregulasi sirkuit subkortikal frontal, volume kortikal yang kecil pada
bagian tersebut, volume otak yang menyusut, dan kelainan serebelum, khususnya
pada bagian midline/vermia. Kelainan pada jaringan saraf atau sirkuit telah
diidentifikasi dengan MRI fungsional.9
Tidak ada satu penyebab tunggal pada ADHD. Faktor-faktor tersebut
mungkin saling berhubungan dan tidak selalu memiliki implikasi langsung. Faktor
lain seperti perceraian, pola asuh orang tua, orang tua berpendidikan rendah,

10
kekesaran seksual, gangguan tidur, penggunaan telepon genggam, dan besar di
wilayah dengan sinar matahari yang sedikit.11 Aspek psikososial lain juga dapat
berkontribusi atau memperburuk gejala ADHD, termasuk kemiskinan, paparan
terhadap kekerasan, dan malnutrisi.7 Faktor-faktor diatas akan mempengaruhi pada
gangguan prilaku hiperaktivitas dan kebiasaan inantensi namun tidak ada satu
faktor defenitif sebagai penyebab pasti.11

2.3 Klasifikasi
Dalam Auatralian Guidelines on ADHD, secara umum ADHD dibagi
menjadi 2 kelompok:
1. Tipe kombinasi yang memiliki gejala kurang perhatian dan gejala hiperaktif-
impulsif
2. Tipe sebagian yang dibagi lagi menjadi subtipe sebagian inattentive dan subtipe
sebagian hiperaktif impulsif.
ADHD juga dibagi berdasarkan derajad keparahan berdasarkan DSM V
yaitu:
1. Ringan, jika gejala yang muncul menimbulkan sedikit gangguan pada kehidupan
sosial dan fungsi okupasi
2. Sedang, jika efek yang muncul cukup menggganggu fungsi okupasi dan
kehidupan sosial.
3. Berat, jika gejala yang muncul sangat parah dan menyebabkan gangguan yang
sangat mencolok pada kehidupan sosial dan fungsi okupasi.13
Pada remaja atau orang dewasa dengan ADHD, umumnya gejala gangguan
yang muncul tidak disertai hiperaktifitas, hanya gangguan perhatian disertai
impulsivitas, sehingga untuk dewasa dan remaja dengan ADHD, Weiss
menggolongkan ADHD menjadi 3 tipe, yaitu:
1. ADD yang diekspresikan ke luar,
2. ADD yang ditujukan ke dalam
3. ADD yang sangat berstruktur
Weiss menggunakan istilah ADD karena pada remaja dan orang dewasa
gejala hiperaktifitas tidak terlihat.Dari berbagai kategorisasi ADHD diatas, dapat

11
disimpulkan bahwa kategorisasi yang sering digunakan berdasarkan gejala yang
muncul adalah:
1. Tipe gabungan dengan gejala kurang perhatian dan hiperaktif-impulsif muncul
sama banyak
2. Tipe kurang perhatian dominan yang dapat dibagi lagi menjadi subtipe ekspresif
keluar, subtipe tertutup dan subtipe terstruktur.
3. Tipe hiperaktif- impulsif dominan.13

2.4 Patogenesis
Penyebab pasti dari ADHD belum diketahui, penyakit ini bersifat
multifaktorial. Area kortek frontal, seperti frontosubcortical pathways dan bagian
frontal kortek merupakan area utama untuk terjadinya ADHD. Mekanisme inhibitor
di kortek, sistem limbik, serta sistem aktivasi reticular juga berpengaruh. ADHD
dapat mempengaruhi satu, dua, tiga, atau seluruh area ini sehingga muncul tipe dan
profil yang berbeda dari ADHD.15 Terdapat pengaruh faktor genetik dan lingkungan
yang berperan dalam terjadinya ADHD.17
Lobus frontal berfungsi mengatur pusat perhatian pada perintah, konsentrasi
yang terfokus, membuat keputusan yang baik, membuat suatu rencana, belajar, dan
mengingat, serta menyesuaikan diri dengan situasi yang tepat. Mekanisme inhibisi
di kortek befungsi untuk mencegah agar kita tidak hiperaktif, berbicara sesuatu
yang tidak terkontrol, serta marah pada keadaan yang tidak tepat. Ditemukan 70 %
dari otak kita berfungsi untuk menghambat 30 % yang lain.15,16
Tidak dapat berfungsinya mekanisme inhibitor otak sebagaimana mestinya
akan menyebabkan kondisi yang disebut dengan ”dis-inhibitor disorder” seperti
perilaku impulsif, quick temper, membuat keputusan yang buruk, dan hiperaktif.
Sedangkan sistem limbik mengatur emosi dan kewaspadaan seseorang, ketika
sistem limbik teraktivasi secara berlebihan, maka seseorang memiliki mood yang
labil, temperamen yang meledak-ledak, menjadi mudah terkejut, selalu menyentuh
apapun yang ada di sekitarnya, memiliki kewaspadaan berlebihan. Sistem limbik
yang normal mengatur perubahan emosional yang normal, level energi normal,
rutinitas tidur normal, dan level stress yang normal. Beberapa data mendukung hal
ini yaitu pemeriksaan MRI pada kortek prefrontal mesial kanan penderita ADHD

12
menunjukkan penurunan aktivasi. Selama pemeriksaan juga terlihat hambatan
respon motorik yang berasal dari isyarat sensorik. MRI pada penderita ADHD juga
menunjukkan aktivitas yang melemah pada korteks prefrontal inferior kanan dan
kaudatum kiri. Neurotransmiter utama yang teridentifikasi lewat fungsi lobus
frontal adalah katekolamin.15,17
Neurotransmiter dopamin dan norepinephrin sering dikaitkan dengan
ADHD. Dopaminergik dan noradrenergik terlihat sebagai fokus utama aktifitas
pengobatan yang digunakan untuk penanganan ADHD. Dopamin merupakan
neurotransmitter yang bertanggung jawab pada tingkah laku dan hubungan sosial,
serta mengontrol aktivitas fisik. Norepinefrin berkaitan dengan konsentrasi,
memusatkan perhatian, dan perasaan. Dukungan terhadap peranan norepinefrin
dalam menimbulkan ADHD juga ditunjukkan dari hasil penelitian yang
menyatakan adanya peningkatan kadar norepinefrin dengan penggunaan stimulan
dan obat lain seperti desipramine efektif dalam memperbaiki gejala dari ADHD.
Pengurangan gejala juga terlihat setelah penggunaan monoamine oxidase inhibitor,
yang mengurangi pemecahan terhadap norepinefrin sehingga kadar norepinefrin
tetap tinggi dan menyebabkan gejala ADHD berkurang.15,17

2.5 Manifestasi Klinis


Gejala ADHD lebih jelas terlihat pada aktivitas-aktivitas yang
membutuhkan usaha mental yang terfokus. Agar dapat didiagnosa dengan ADHD,
tanda dan gejalanya harus muncul sebelum usia 7 tahun dan kadang sampai usia 2-
3 tahun. Gejala ADHD terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu kurang perhatian,
hiperaktivitas dan perilaku impulsif. Gejala akan meringan seiring pertumbuhan
anak, tetapi tidak akan menghilang semuanya.18 Pada beberapa anak gejala yang
muncul dapat mendominasi gejala lainnya, salah satunya adalah hiperaktivitas atau
kurangnya perhatian.19 Gejala ini akan timbul lebih sering, menetap, dan lebih berat
dibanding anak seusianya. Gejala ini pada umunya muncul sebelum anak berusia
tujuh tahun, tetapi kebanyakan orang tua menganggap gejala yang muncul pada
anak mereka adalah suatu hal yang wajar sesuai perkembangannya. Terlebih jika
gejala ini muncul pada usia dibawah 4 tahun, karena hiperaktivitas, impulsivitas,
ataupun defisit perhatian seringkali dianggap sebagai hal yang wajar di usianya.18

13
ADHD pada bayi ditandai dengan terlalu sensitifnya bayi terhadap
rangsangan dan mudah marah yang disebabkan oleh kebisingan, cahaya, suhu,
perubahan lingkungan lainnya. Dapat juga ditandai dengan penurunan jumlah tidur
, menangis banyak, tidak mau diam dalam gendongan.20 Pada anak usia pra sekolah
dengan ADHD akan bergerak aktiof di dalam ruangan, sering melompat-lompat,
berlari, memanjat tanpa kontrol. Sering menyentuh dan memanipulasi benda sesuka
hati, berisik, dan sulit dikendalikan saat berinteraksi dengan teman sebayanya.18
Anak dengan usia sekolah mungkin menunjukkan perilaku yang lebih
ringan, seperti sulit memusatkan perhatian dalam kelas, tampak melamun, atau
tampak gelisah di sekolah. Orangtua mengeluhkan sikap anak yang tidak patuh.18
Terkadang ADHD melibatkan gangguan membaca, aritmatika, bahasa, dan
berkoordinasi.20
2.5.1 Tanda dan Gejala Inatensi pada anak
1. Seringkala gagal memperhatikan perincian atau membuat kecerobohan
dalam mengerjakan tugas dari sekolah ataupun aktivitas lainnya, serta
berganti-ganti kegiatan dengan cepat.
2. Sering mengalami kesulitan untuk menjaga tingkat atensi yang sama selama
mengerjakan tugas atau bermain atau kesulitan berkonsentrasi pada satu
kegiatan.
3. Terlihat seperti tidak mendengar walaupun diajak berbicara langsung
4. Mengalami kesulitan untuk mengikuti perintah dan sering gagal
menyelesaikan tugas dari sekolah, pekerjaan rumah ataupun tugas-tugas
lainnya
5. Menghindari atau tidak menyukai atau mengalami kesulitan tugas-tugas
yang membutuhkan usaha mental yang lama, seperti tugas dari sekolah atau
pekerjaan rumah
6. Seringkali kehilangan barang yang diperlukan seperti buku, pensil, mainan
atau peralatan
7. Mudah bosan pada suatu tugas atau kegiatan kecuali melakukan sesuatu
yang disukai
8. Kesulitan untuk mengikuti instruksi
9. Seperti tidak mendengar ketika diajak berbicara

14
10. Pelupa
2.5.2 Tanda dan Gejala Perilaku yang Hiperaktivitas
1. Gelisah, tidak bisa diam ditempat duduk, selalu bergerak ditempat duduk
2. Berbicara tidak bisa berhenti
3. Seringkali berdiri dan meninggalkan bangkunya dikelas atau situasi lainnya
dimana seharusnya tetap duduk
4. Sulit untuk bermain dengan tenang
5. Selalu siap bergerak
2.5.3 Tanda dan Gejala Impulsivitas
1. Berbicara berlebihan
2. Menjawab pertanyaan sebelum pertanyaannya selesai dikatakan
3. Seringkali sulit menunggu gilirannya
4. Seringkali menyela atau mengganggu pembicaraan orang lain
Jika ditemukan tanda dan gejala diatas dapat digolongkan dengan ADHD, apabila:
1. Berlangsung lebih dari enam bulan
2. Muncul sebelum berusia 7 tahun
3. Terjadi pada lebih dari satu setting (sekolah dan rumah)
4. Menganggu aktivitas sekolah, bermain dan aktivitas sehari-hari lainnya
secara regular
5. Menyebabkan masalah dalam hubungannya dengan orang dewasa dan anak-
anak lainnya
2.5.4 Tanda dan gejala pada bayi
1. Sensitif terhadap bunyi, cahaya, suhu dan perubahan lingkungan
2. Aktif biasanya saat di buaian dan tidur sangat sedikit
3. Sering menangis
4. Bahkan perilaku biasa sebaliknya, tenang dan lemas, tidur berlebihan dan
berkembangannya sangat lambat pada bulan pertama.
Jika ditemukan perilaku-perilaku diatas dapat digolongkan dengan ADHD
apabila:15,16
1) Berlangsung minimal enam bulan
2) Muncul sebelum berusia 7 tahun
3) Terjadi pada lebih dari satu setting (seperti sekolah dan rumah)

15
4) Telah terbukti mengganggu sosial secara signifikan, akademik atau fungsi
sehari-hari.
5) Menyebabkan masalah dalam hubungannya dengan orang dewasa dan anak-
anak lainnya.
6) Tidak ditemukan gangguan jiwa lainnya.
2.6 Deteksi dini ADHD31
Deteksi dini ADHD menggunakan formulir ADHD
Deteksi dini ini dilakukan jika orang tua atau guru menemukan kondisi anak:
1. Anak tidak bisa duduk tenang.
2. Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah.
3. Perubahan suasana hati yang mendadak /impulsif.
Caranya pengisian formulir ADHD adalah dengan:
1. Ajukan pertanyaan
2. Lakukan pengamatan
3. Keadaan diamati pada anak dimanapun dia berada
4. Catat
Interpretasi:
1. Nilai 0: tidak ditemukan
2. Nilai 1: kadang-kadang
3. Nilai 2: sering ditemukan
4. Nilai 3: selalu ada
Intervensi: bila total 13 , maka uji ulang 1 bulan lagi. Anak dengan ADHD
perlu dirujuk ke rumah sakit.

16
Tabel 2.1 Kuesioner Deteksi Attention Deficit Hyperactivity Disorders32
Tidak Kadang Sering Selalu
No Pertanyaan pernah (1) (2) (3)
(0)
1 Tidak kenal lelah, aktifitas
berlebihan
2 Mudah gembira, impulsif
3 Mengganggu anak lain
4 Gagal selesaikan kegiatan,perhatian
singkat
5 Gerakkan anggota badan atau kepala
terus menerus
6 Kurang perhatian, mudah teralihkan
7 Permintaan harus segera dipenuhi,
mudah frustasi
8 Mudah menangis
9 Suasana hati mudah berubah, cepat
dan drastis
10 Ledakkan kekesalan, tingkah laku
eksplosif dan tak terduga
Nilai

2.7 Diagnosis
Diagnosis ADHD perlu ditegakkan secara akurat untuk keperluan
pengobatan nantinya. Sampai saat ini belum ada tes diagnostik untuk ADHD
sehingga diagnosis klinis sangat diperlukan, berdasarkan kriteria-kriteria di atas.
Secara umum, terdapat dua kriteria diagnosis ADHD yaitu menurut Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IVTR) yang dipublikasikan oleh
American Psychiatric Association (4thedition) dan 10th edition of the International
Classification of Diseases (ICD-10) yang dipublikasikan oleh World Health
Organization (WHO). DSM-IV sering dipakai di USA dan Afrika Selatan,

17
sedangan ICD-10 sering dipakai di Inggris dan Eropa. Pada DSM-IV menggunakan
istilah ADHD, sedangan ICD-10 menggunakan istilah “hyperkinetic disorder”.21
Dikarenakan diagnosis ADHD didasarkan pada faktor waktu yaitu terus-
menerus dan menetap sehingga diagnosis akurat bergantung pada dokumentasi
gejala yang berhubungan gangguan fungsional dari berbagai lingkungan. Oleh
karena itu, peran berbagai pihak sangat penting termasuk anggota keluarga, guru
dan dokter. Wawancara dengan orang tua atau wali adalah hal utama untuk menilai
gejala ADHD karena mungkin anak tidak mampu melaporkan secara akurat.21

Menurut DSM-IV subtype ADHD dibagi menjadi 3 jenis yaitu:21


Tabel 2.2 Subtipe ADHD menurut DSM-IV
Predominan Inatensi Kombinasi Inatensi, Predomina Hiperaktif dan
Hiperaktif dan Impusif Impulsif
1. Terjadi sekitar 30-40% 1. Jenis terbanyak dari 1. Persentase sedikit (10%)
pada anak dengan ADHD ADHD pada anak dengan ADHD
2. Pada anak yang tidak 2. Terjadi sekitar 50- 2. Karakteristik: hiperaktif
terlalu aktif, gejala 60% pada anak dengan dan perilaku impulsif
mungkin sulit dikenali ADHD 3. Mampu memperhatikan
3. Terjadi hampir semua
pada anak perempuan
dengan ADHD

18
Gambar 2.1 Skema diagnosis ADHD23

19
Tabel 2.3 Kriteria DSM-IV-TR untuk Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD)21
A. Salah satu (1) atau (2)
1. Gangguan pemusatan perhatian (inatensi) : enam (atau lebih) gejala inatensi berikut
telah menetap seama sekurang-kurangnya 6 bulan bahkan sampai tingkat yang
maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan.
a. Sering gagal dalam memberikan perhatian pada hal yang detail dan tidak teliti
dalam mengerjakan tugas sekolah, pekerjaan atau aktivitas lainnya.
b. Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian terhadap tugas
atau aktivitas bermain.
c. Sering tidak tampak mendengarkan apabila berbicara langsung
d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelessaikan tugas sekolah,
pekerjaan, atau kewajiban di tempat kerja (bukan karena perilaku menentang
atau tidak dapat mengikuti instruksi)
e. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas
f. Sering menghindari, membenci atau enggan untuk terlibat dalam tugas yang
memiliki usaha mental yang lama ( seperti tugas disekolah dan pekerjaan rumah)
g. Sering menghilangkan atau ketinggalan hal-hal yang perlu untuk tugas atau
aktivitas (misalnya tugas sekolah, pensil, buku ataupun peralatan)
h. Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimuladir dari luar.
i. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari
2. Hiperaktivitas impulsivitas : enam (atau lebih) gejala hiperkativitas-implusivitas
berikut ini telah menetap selama sekurang-kurangnya enam bulan sampai tingkat
yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan.
Hiperaktivitas
a. Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau sering menggeliat-geliat di tempat duduk
b. Sering meninggalkan tempat duduk dikelas atau di dalam situasi yang diharapkan
anak tetap duduk
c. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak tepat
(pada remaja mungkin terbatas pada perasaan subyektif kegelisahan)
d. Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas waktu luang secara
tenang
e. Sering “siap-siap pergi” atau seakan-akan “didorong oleh sebuah gerakan”
f. Sering berbicara berlebihan Impusivitas
g. Sering menjawab pertanyaan tanpa berfikir lebih dahulu sebelum pertanyaan selesai
h. Sering sulit menunggu gilirannya
i. Sering menyela atau mengganggu orang lain (misalnya : memotong masuk ke
percakapan atau permainan)
B. Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatentif yang menyebabkan gangguan telah ada
sebelum usia 7 tahun
C. Beberapa gangguan akibat gejala terdapat dalam 2 (dua) atau lebih situasi (misalnya
disekolah atau pekerjaan di rumah)
D. Harus terdapat bukti yang jelas adanya gangguan yang bermakna secara klinis dalam
fungsi sosial, akademik dan fungsi pekerjaan
E. Gejala tidak semata-mata selama gangguan perkembangan pervasif, skizopfrenia atau
gangguan psikotik lain dan bukan merupakan gangguan mantal lain (gangguan mood,
gangguan kecemasan, gangguan disosiatif atau gangguan kepribadian)

20
Table 2.4 Kriteria ICD-10 untuk gangguan hiperkinetik
1. Kekurangan perhatian - Setidaknya enam gejala perhatian telah berlangsung selama
minimal 6 bulan, untuk tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat
perkembangan anak:
a. Sering gagal untuk memberikan perhatian dekat dengan rincian, atau
membuat kesalahan ceroboh dalam pekerjaan sekolah
b. pekerjaan atau kegiatan lain
c. Sering gagal mempertahankan perhatian dalam tugas-tugas atau kegiatan
bermain
d. Sering tampak tidak mendengarkan apa yang dikatakan kepadanya
e. Sering gagal menindaklanjuti instruksi atau untuk menyelesaikan tugas
sekolah, tugas atau tugas di tempat kerja (bukan karena perilaku oposisi
atau kegagalan untuk memahami instruksi)
f. Apakah sering terganggu dalam mengatur tugas dan kegiatan
g. Sering menghindari atau sangat tidak menyukai tugas-tugas, seperti
pekerjaan rumah, yang memerlukan berkelanjutan mental usaha
h. Sering kehilangan hal yang diperlukan untuk tugas-tugas tertentu dan
kegiatan, seperti sekolah, tugas, pensil, buku, mainan atau alat
i. Apakah sering mudah terganggu oleh rangsangan eksternal
j. Apakah sering pelupa dalam rangka kegiatan sehari-hari
2. Hiperaktif - Setidaknya tiga gejala hiperaktif telah berlangsung selama minimal 6
bulan, untuk tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat
perkembangan anak:
a. Sering gelisah dengan tangan atau kaki atau menggeliat di tempat duduk
b. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau dalam situasi lain di mana
sisa duduk adalah diharapkan
c. Sering berjalan sekitar atau memanjat berlebihan dalam situasi di mana
tidak patut (dalam remaja atau orang dewasa, hanya perasaan gelisah dapat
hadir
d. Apakah sering terlalu berisik dalam bermain atau memiliki kesulitan dalam
melakukan tenang di waktu luang kegiatan
e. Sering menunjukkan pola gigih dari aktivitas motorik yang berlebihan yang
tidak substansial diubah oleh konteks sosial atau tuntutan
3. Impulsif - Setidaknya salah satu gejala berikut impulsif telah berlangsung selama
minimal 6 bulan, untuk tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan
tingkat perkembangan anak:
a. Sering blurts keluar jawaban sebelum pertanyaan yang telah diselesaikan
b. Sering gagal menunggu di garis atau menunggu putaran dalam permainan
atau situasi kelompok
c. Sering menyela atau intrudes pada orang lain (misalnya, puntung ke
percakapan orang lain atau permainan)
d. Sering berbicara berlebihan tanpa respon yang tepat untuk kendala social
4. Timbulnya gangguan tersebut tidak lebih dari usia 7 tahun.
5. Pervasiveness - Kriteria harus dipenuhi lebih dari situasi tunggal, misalnya,
kombinasi dari kurangnya perhatian dan hiperaktif harus hadir baik di rumah
maupun di sekolah, atau di sekolah baik dan pengaturan lain mana anak-anak yang
diamati, seperti klinik. (Bukti untuk crosssituationality biasanya akan
membutuhkan informasi dari lebih dari satu sumber, laporan orang tua tentang
perilaku kelas, misalnya, tidak akan cukup.)
6. Gejala dalam 1 dan 3 menyebabkan distress klinis signifikan atau penurunan fungsi
sosial, akademis atau pekerjaan.

21
2.8 Tatalaksana
Berdasarkan evidence based, National Institute of Mental Health, dan
organisasi professional lainnya di dunia seperti AACAP (American Academy of
Child and Adolescent Psychiatry), penanganan terbaik untuk anak dengan ADHD
adalah pendekatan komprehensif berdasarkan prinsip pendekatan yang
multidisiplin. Pendekatan ini meliputi farmakoterapi, terapi perilaku, terapi
kognitif, dan latihan keterampilan sosial. Psikoedukasi juga perlu diberikan kepada
orangtua, pengasuh, dan guru yang sehari-harinya berhadapan dengan anak
tersebut.8

2.8.1 Terapi Psikofarmaka


Psikofarmaka yang menjadi pilihan pertama pada ADHD yaitu golongan
psikostimulan. Sekitar 80% anak dengan ADHD respon dengan golongan
psikostimulan. Jika golongan psikostimulan tidak efektif atau menimbulkan efek
samping pada anak maka dapat digunakan golongan non-stimulan.24
a. Golongan stimulan
Terdapat tiga macam obat golongan psikostimulan yaitu :
a. Golongan Metilfenidat
b. Golongan Deksamfetamin
c. Golongan Pemolin

Psikostimulan bekerja dengan meningkatkan dan menyeimbangkan keadaan


neurotransmitter otak, sehingga dapat memperbaiki gejala-gejala inti. Metilfenidat
merupakan satu-satunya obat psikostimulan yang dapat ditemukan di Indonesia.
Salah satu target utama dari metilfenidat adalah dopamin. Metilfenidat bekerja
dengan menghambat protein tertentu dalam mereabsorpsi dopamin. Penelitian lain
juga mengungkapkan bahwa metilfenidat dapat menormalkan kembali fungsi
neuron di korteks prefrontal, dimana korteks prefrontal ini merupakan area penting
yang mengatur atensi, impulsivitas, dan pengambilan keputusan.1 Contoh obat
Metilfenidat yaitu Ritalin, Concerta, Metadate, dan Focalin.3 Daftar obat-obatan
psikostimulant dapat terlihat pada tabel 2.5 di bawah ini.

22
Tabel 2.5 Obat-obatan stimulan24
Generic class Dosis Schedule Behavioral Prescribing
(Brand name) effect, hours schedule
Methylphenidate
Short acting: BID to TID 3-5 2.5-20 mg BID to
(Ritalin, Metadate, TID
Methylin) 2.5-10 mg BID to
(Focalin) BID to TID 3-5 TID
Intermediate-acting: 10-40 mg QD or 40
(Ritaline SR, mg in the morning
Metadate ER) QD to BID 3-8 and 20 mg early
(Methylin ER, Ritalin afternoon
LA)
Long acting: QD 10-12 18-72 mg
(Concerta, Metadate
CD) (Focalin XR) QD 10-12 5-30 mg QD
Deytrana
(transdermal patch) QD 9 10-30 mg QD
Amphetamines
Short-acting: BID to TID 4-6 5-15 mg BID or 5-
(Dexedrine, 10 mg TID
Dextrostant)
Intermediate-acting: QD to BID 4-6 5-30 mg QD or 5-
(Adderall, Dexedrine 15 BID
Spansules)
Long-acting:
(Adderall XR) QD 10-12 10-40 mg QD
Lisdexamfetamine QD 12 30-70 mg QD

Tidak semua obat-obatan stimulan diatas yang beredar di Indonesia. Obat-


obatan stimulan yang beredar di Indonesia dapat terlihat pada tabel 2.6 dibawah ini.
Tabel 2.6 Daftar obat golongan Metilfenidat yang beredar di Indonesia1
Jenis Stimulan / Nama Generik Sediaan yang Ada Lama Kerja dengan
Nama Dagang di Indonesia Dosis Optimal
Ritalin Immediate Metilfenidat Tablet 10 mg 3-4 jam
Release (IR)
Ritalin Slow Metilfenidat Tablet 20 mg 4-6 jam, bervariasi
Release (SR)
Ritalin Long Metilfenidat Kapsul 20 mg 6-8 jam
Acting (LA)
Concerta (OROS) Metilfenidat Tablet 18 mg dan 8-12 jam
36 mg

23
Barkley mengatakan bahwa efektivitas Metilfenidat dalam mengurangi
gejala utama ADHD adalah sebesar 60-70%.8 Efek samping yang sering ditemukan
dalam pemakaian obat ini adalah nyeri kepala, nyeri lambung, mual, insomnia, dan
supresi pertumbuhan.26
Efek samping ini umumnya timbul pada saat pemakaian pertama kali atau
jika terjadi peningkatan dosis obat yang diberikan. Gejala efek samping ini akan
hilang dalam beberapa jam hingga beberapa hari setelah obat dihentikan atau
diturunkan dosisnya. Penghentian obat golongan psikostimulan sebaiknya
dilakukan secara bertahap untuk menghindari efek yang tidak menguntungkan.8
b. Golongan non-stimulan
Obat-obatan non-stimulan dapat diberikan pada anak dengan ADHD yang
tidak efektif dengan penggunaan obat stimulan atau jika terdapat efek samping
yang timbul pada penggunaan obat-obatan stimulan. Beberapa contoh obat
golongan non-stimulan adalah Atomoxetine (Strattera), Methylphenidate, The
tricyclic antidepressants (TCAs), Bupropion, Clonidine dan Guanfancine. Obat ini
meningkatkan pengambilan kembali norepinefrin dan menghambat presynaptic
norepinefrin transporter pada prefrontal korteks.24

2.8.2 Pendekatan Psikososial


Pendekatan psikososial yang bisa dilakukan untuk menangani anak dengan
ADHD adalah:
a. Latihan keterampilan sosial bagi anak dengan ADHD yang bertujuan
agar anak dapat lebih mengerti norma-norma sosial yang berlaku,
sehingga mereka dapat berperilaku serta bereaksi sesuai dengan norma
yang ada dan dapat berinteraksi dengan lebih optimal.8
b. Edukasi bagi orangtua agar mereka dapat menghadapi perilaku anaknya
dengan lebih baik.27
c. Edukasi dan pelatihan bagi guru yang bertujuan untuk:
1) Mengurangi terjadinya stigmatisasi pada anak dengan ADHD di
sekolah, sehingga menghindari adanya anggapan buruk terhadap
anak-anak ini, misalnya label sebagai anak nakal, bandel, atau
pemalas.

24
2) Meningkatkan kemampuan guru dalam berempati terhadap
perilaku dan reaksi emosi anak didik mereka yang mengalami
ADHD.8

2.9 Prognosis
Perjalanan ADHD itu bervariasi, ada yang mengalami remisi dan menetap.
1. Persisten atau menetap.
Pada 40-50% kasus, gejala akan persisten hingga masa remaja atau
dewasa.Gejala akan lebih cenderung menetap jika terdapat riwayat keluarga,
peristiwa negatif dalam hidupnya, komobiditas dengan gejala-gejala perilaku,
depresi dan gangguan cemas. Dalam beberapa kasus, hiperaktivitasnya akan
menghilang, tetapi tetap mengalami inatensi dan kesulitan mengontrol impuls
(tidak hiperaktif, tetapi impulsif dan ceroboh). Anak ini rentan dengan
penyalahgunaan alkohol dan narkoba, kegagalan disekolah, sulit
mempertahankan pekerjaan, serta pelanggaran hukum.28
2. Remisi.
Pada 50% kasus, gejalanya akan meringan atau menghilang pada masa remaja
atau dewasa muda. Biasanya remisi terjadi antara usia 12 hingga 20 tahun.
Gejala yang pertama kali memudar adalah hiperaktivitas dan yang paling
terakhir adalah distractibility.28
a. Remisi total.
Anak yang mengalami remisi total akan memiliki masa remaja dan
dewasa yang produktif, hubungan interpersonal yang memuaskan, dan
memiliki gejala sisa yang sedikit.
b. Remisi parsial.
Pada masa dewasanya, anak dengan remisi parsial mudah menjadi
antisosial, mengalami gangguan mood, sulit mempertahankan pekerjaan,
mengalami kegagalan disekolah, melanggar hukum, dan
menyalahgunakan alkohol dan narkoba.

Prognosis anak dengan ADHD tergantung dari derajat persistensi


psikopatologi komorbidnya, terutama gangguan perilaku, disabilitas sosial, serta
faktor-faktor keluarga. Prognosis yang optimal dapat didukung dengan cara

25
memperbaiki fungsi sosial anak, mengurangi agresivitas anak, dan memperbaiki
keadaan keluarganya secepat mungkin.30

2.10 Komplikasi
Adanya gangguan yang dimiliki oleh anak ADHD tentu menimbulkan
permasalahan pada hampir semua aspek kehidupannya. Permasalahan
permasalahan ini dapat mengganggu kelancaran hidup anak ADHD itu sendiri,
orang tua, dan bahkan lingkungan sekitar. Permasalahan yang muncul dapat
berupa:30
1. Masalah dalam Kehidupan Sehari-hari.
Anak ADHD yang memiliki gangguan perilaku hiperaktif akan kesulitan
mengontrol atau menghentikan aktivitas atau gerakan yang tidak penting.
Aktivitas atau perilaku tidak terkontrol dan tidak terduga ini bisa
menyebabkan peningkatan resiko terjadinya kecelakaan atau terluka pada
anak tersebut .Kecelakaan yang diakibatkan oleh aktivitas berlebihan ini
tidak hanya membahayakan diri sendiri, namun juga dapat membahayakan
orang lain. Selain itu, pengendalian emosi anak ADHD yang buruk akan
mengakibatkan tindakan agresif, kemarahan yang meluap-luap, dan reaksi
berlebihan pada hal kecil. Anak ini bisa tiba-tiba marah besar pada orang
lain hanya karena kesalahan kecil, atau tiba-tiba merasa sangat sedih karena
suatu kejadian sepele. Gangguan kurangnya perhatian pada anak ADHD
juga menimbulkan masalah pada kehidupan sehari-hari. Anak yang
memiliki gangguan kurang perhatian akan cenderung mudah lupa. Mereka
mudah lupa dengan kegiatan-kegiatan yang rutin, mudah melupakan janji,
dan sulit tepat waktu. Anak-anak ini mengalami disorganisasi aktivitas,
sehingga dalam melakukan aktivitas sehari-hari cenderung ceroboh,
terburu-buru dan acak-acakan.30
2. Masalah Kesehatan Anak ADHD yang memiliki gejala hiperaktif.
Anak ADHD akan selalu bergerak seakan tidak kenal lelah. Keadaan ini
juga dapat memengaruhi pola tidur anak. Beberapa anak ADHD memiliki
pola tidur yang cenderung pendek dan tidak nyenyak. Menurut hasil
penelitian terdahulu, orang tua dari anak ADHD sering melaporkan anak

26
mereka mengalami infeksi pernafasan, masalah telinga, alergi, dan asma
.Terkait dengan pengendalian diri, sebagian anak ADHD mengalami
kesulitan mengendalikan diri terhadap makanan. Hal ini menyebabkan
sebagian anak tersebut mengalami obesitas.30
3. Masalah Interaksi Sosial.
Sebagian besar anak ADHD mengalami masalah dengan teman-teman
sebaya. Anak ADHD cenderung lebih ditolak oleh teman sebayanya,
memiliki lebih sedikit hubungan pertemanan, dan memiliki keterampilan
sosial yang lebih rendah. Hal tersebut dikarenakan kecenderungan impulsif
dan kesulitan menguasai diri pada anak ADHD. Anak ADHD tidak dapat
menunggu gilirannya bicara, sehingga ia cenderung terlalu banyak bicara,
sering menyela pembicaraan, menguasai atau mendominasi percakapan dan
diskusi .Hal tersebut menyebabkan anak-anak sebayanya enggan bermain
dan bercakap-cakap dengannya. Anak ADHD tipe hiperaktif – impulsif
dominan dapat menunjukkan perilaku yang agresif dan sangat mengganggu,
sedangkan pada tipe kurang perhatian cenderung lebih penyendiri.
Kecenderungan berperilaku agresif dan penyendiri menyebabkan anak-anak
ADHD dikucilkan dari lingkungan sosial. Anak ADHD yang berperilaku
agresif mengganggu aktivitas bermain atau berkelompok, sedangkan anak
ADHD yang penyendiri sulit bergabung dengan temanteman sebayanya.
NIMH, Swanson, Waslick & Greenhill menyebut anak-anak dari kedua tipe
ADHD ini kurang kooperatif dengan teman-teman sebaya mereka dan
kurang dapat menunggu giliran atau permainan berdasarkan aturan.
Terdapat beberapa perilaku lain anak ADHD yang menyebabkan dikucilkan
atau dijauhi teman-temannya, antara lain tidak menuruti perintah orang lain,
mendebat, marah yang meledak-ledak, perilaku menyimpang dan
bertentangan seperti senang pamer dan berdusta. Perilaku-perilaku ini
membutuhkan penanganan yang tepat dan segera, supaya tidak mengganggu
kehidupan anak ADHD di masa depan. 30
4. Masalah Akademik.
Hasil penelitian terdahulu menyebutkan banyak anak ADHD memiliki
prestasi akademik yang rendah. Pada anak ADHD tipe kurang perhatian,

27
prestasi belajar anak dalam hal membaca, mengeja, dan matematika sering
lebih rendah dari anak-anak lain di kelasnya. Hal ini dikarenakan gangguan
kurang perhatian memengaruhi anak dalam mendengarkan penjelasan,
mengikuti petunjuk/arahan, dan mempertahankan perhatian terhadap materi
yang diberikan. Anak ADHD di dalam kelas juga identik dengan tulisan
yang jelek dan tugas yang tidak tuntas. Tulisan yang jelek bisa jadi
disebabkan masalah aktivitas motorik dan sikap impulsif yang terburu-buru.
Sedangkan tugas yang tidak tuntas disebabkan anak kurang dapat
menghargai waktu dan frustasi terhadap tugas yang sulit dan
membosankan.30

28
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah suatu kondisi
medis yang ditandai oleh ketidakmampuan memusatkan perhatian,
hiperaktivitas, dan impulsivitas, yang terjadi pada lebih dari satu situasi,
dengan frekuensi lebih sering dan intensitas lebih berat dibandingkan
dengan anak-anak seusianya
2. Etiologi utama penyakit ADHD merupakan hasil akhir berbagai proses
perkembangan otak yang kompleks, penyebab dari ADHD masih belum
jelas, pada pemeriksaan genetika pada dua kandidat gen yaitu gen
transporter dopamin (DAT1) dan bentuk khusus dari gen reseptor dopamin
4 (DRD4) berkaitan dengan perkembangan ADHD
3. Manifestasi klinis ADHD yaitu inatensi, hiperaktivitas, dan impulsi
4. Penegakan diagnosis ADHD berdasarkan DSM IV
5. Tatalaksana ADHD menggunakan dua pendekatan, yaitu dengan
psikofarmaka dan psikososial
6. Prognosis anak dengan ADHD tergantung dari derajat persistensi
psikopatologi komorbidnya, terutama gangguan perilaku, disabilitas
sosial, serta faktor-faktor keluarga.
7. Komplikasi yang timbul dapat mengganggu kelancaran hidup anak ADHD
itu sendiri, orang tua, dan bahkan lingkungan sekitar.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 330/MENKES/PER/II/2011


tentang pedoman Deteksi Dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas (GPPH) pada Anak serta Penanganannya, Depkes RI, Jakarta.
2011
2. Saputro, D. ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity Disorder). Sagung Seto,
Jakarta. 2009: 153
3. Forgey, M. dan S. DeJong. Childhood Disorders That Persist Into Adolescence
and Adulthood. Dalam Psychiatry: Just The Facts.Editor R.C. Albucher. The
Mc-Graw Hill Companies. USA. 2008
4. Spencer, T. Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Dalam Current
Diagnosis & Treatment: Psychiatry. Editor M.H. Ebert, B. Nurcombe, P.T.
Loosen, dan J.F. Leckman. Second Edition. The Mc-Graw Hill Companies.
USA. 2008
5. Novriana DE, Yanis A, dan Masri M. Prevalensi Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktivitas pada Siswa dan Siswi Sekolah Dasar Negeri
Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Andalas
2008 (2): 141-46
6. Mahabbati A. Mengenali Gangguan Attention Deficit Hyperactivity
Disorder (ADHD) pada Anak. Wuny Majalah Ilmiah Populer. Mei.
Yogyakarta. 2013: 14-26
7. Kaplan HI, Sadock BJ, dan Grebb JA. Synopsis of Psychiatry. Terjemahan W.
Kusuma. Sinopsis Psikiatri. Jilid 2. Binarupa Aksara.Tangerang. 2010
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
330/Menkes/Per/II/2011. Pedoman Deteksi Dini Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) pada Anak serta Penanganannya. Diakses
6 Mei 2018. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 107.
Jakarta.
9. Urion DK, Attention-Deficit Hyperactivity Disorder. In Kliegman RM, Staton
BF, Geme JW, Schor NF, Behrman RE (Eds). Nelson textbook of pediatrics
edition 20th. Philadhelpia: Elsevier. 2015: 200-4
10. Sciberras E, Mulraney M Silva D & Coghil D. Prenatal Risk Factors and the
Etiology of ADHD - Review of Existing Evidence. Curr Psychiatry Rep.
2017.19(1): 1-8
11. Meerman S. Batsra L, Grietens H, Frances A. ADHD: a critical update for
educational professionals. International Journal of Qualitative Studies on
Health and Well-being, 12(1).1298267, 2017: 1-8

30
12. Kaplan HI, Sadock BJ, dan Grebb JA. Synopsis of Psychiatry. Terjemahan W.
Kusuma. Sinopsis Psikiatri. Jilid 2. Binarupa Aksara. Tangerang. 2010.
13. Rusiana I, Rumidi M. Identifikasi ADHD pada Anak. Jakarta. 2010
14. Adiputra M, Sutarga I, Pirahil I. Faktor Risiko Attention Deficit Hyperactivity
Disorder Pada Anak. Public Health and Preventive Medicine Archive. 2015.
1(3)
15. Albrecht B, Uebel-von H, Sandersleben, Gevensleben H, dan Rothenberger A.
Pathophysiology of ADHD and associated problems—starting points for NF
interventions. NCBI frontier in human neuroscience. 2015 (9):359
16. Willcutt E. The Etiology of ADHD: Behavioral and Molecular Genetic
Approaches. University of Colorado, Boulder In press in D. Barch (Ed.),
Cognitive and Affective Neuroscience of Psychopathology. Oxford University
Press. Diakses pada 9 Mei 2018.
17. Tripp G, Wickens JR. Neurobiology of ADHD. Elsevier Neuropharmachology.
2009 (57): 579-89
18. Wiguna T. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH), dalam:
Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2010: 441-54
19. Kay J & Tasman A. Childhood Disorders: Attention deficit and disruptive
Behavior Disorders. Dalam Essentials of Psychiatry. West Sussex: John Wiley
& Sons, Ltd, 2006. Hal.321-30
20. Kaplan HI & Sadock BJ. Attention Deficit Disorder. Dalan Kaplan HI &
Sadock BJ, editor. Synopsis of psychiatry. 8th ed. Maryland: Wiliam &
Wilkins, 1998. Hal.1063-8
21. Schellack N and Meyer H. The management of attention deficit hyperactivity
disorder in children. S Af Pharmacy Journal. 2012. 10 (79). 1-9.
22. Hanna N. Attention deficit disorder (ADD) and Attention deficit hyperactivity
disorder (ADHD), is it a product of our modern lifestyle. American Journal of
Clinical Medicine. 2009. 6 (4): 22-8
23. Hoseini BL, Abbasi MA, Moghaddam HT, Khademi G, Saeidi M. Attention
deficit hyperactivity disorder (ADHD) in children: A short revies and
literature. International Journal of Pediatrics. 2014. 2(4): 446-52
24. Michael IR, Martin TS. Attention Defici Hiperactivity Disorder. Dalam: Robert
GV, Michelle MM, Scott MM, penyunting. Developmental and Behavioral
Pediatrics. United States of America: American Academy of Pediatrics. 2011:
327-45
25. Spencer, T. Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Dalam Current
Diagnosis & Treatment: Psychiatry. Editor M.H. Ebert, B. Nurcombe, P.T.

31
Loosen, dan J.F. Leckman. Second Edition. The Mc-Graw Hill Companies.
USA. 2008
26. Kaplan HI, Sadock BJ, dan Grebb JA. Synopsis of Psychiatry. Terjemahan W.
Kusuma. Sinopsis Psikiatri. Jilid 2. Binarupa Aksara. Tangerang. 2010
27. Katona C, Cooper C, dan Robertson M. Psychiatry At A Glance. Fourth
Edition. Wi.ley-Blackwell. Terjemahan Noviyanti, C. dan V. Hartiansyah. At
A Glance Psikiatri. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta. 2008
28. Hoseini BL,Abbasi MA, Moghaddam HT, Khademi G, Saeidi M. Attention
deficit hyperactivity disorder (ADHD) in children: A short revies and
literature. International Journal of Pediatrics. 2014. 2(4): 446-52
29. Golmirzaei J, Namazi S, Amiri S, Zare S, Rastikerdar N, Hesam AA.
Evaluation of Attention-Deficit Hyperacttivity Disorder Risk Factors.
International Journal of Pediatrics. 2013: 1-6
30. National Health and Medical Research Council. Draft Australian guidelines on
ADHD, October 2011. Diakses 7 Mei 2018.
at//www.racp.edu.au/docs/default-source/advocacy-library/pa-australian-
guidelines-on-adhd-draft.pdf
31. Weiss M, Murray C. Assesment and Management of Attention-Deficit
Hyperactivity Disorders in Adult. CMAJ. 2003. 168(6): 715-22

32

Anda mungkin juga menyukai