Anda di halaman 1dari 18

Bed Side Teaching

Urtikaria Akut Tanpa Angioedema EC Suhu Dingin

Oleh :

Aya Ayunda Haura 1310312014

Preseptor :
Dr. dr. Qaira Anum, SpKK (K), FINSDV, FAADV

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2017

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam sebab, biasanya ditandai dengan
edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan
kemerahan, meninggi di permukaan kulit dan sekitarnya dapat dikelilingi halo. Dalam istilah
awam lebih dikenal dengan istilah kaligata atau biduran.1
Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Dapat terjadi secara akut
maupun kronik, keadaan ini merupakan masalah bagi penderita maupun bagi dokter. Walaupun
patogenesis dan penyebab yang dicurigai telah diketahui, ternyata pengobatan yang diberikan
kadang tidak memberi hasil seperti yang diharapkan. Hal ini mungkin disebabkan kesalahan
dalam menentukan penyebab dari urtikaria tersebut. Banyak sekali faktor penyebab urtikaria,
baik faktor dari dalam tubuh berupa reaksi imunitas yang berlebihan atau faktor dari luar berupa
penggunaan obat-obatan, makanan, gigitan serangga, bahan fotosensitizer, inhalan, kontaktan,
dan banyak macam lain.1
Urtikaria sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih banyak mengalami
urtikaria dibandingkan usia muda. Lama serangan berlangsung bervariasi , ada yang lebih dari
satu tahun bahkan ada yang lebih dari 20 tahun.1
Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria dibandingkan orang normal. Tidak ada
perbedaan frekuensi jenis kelamin, baik laki-laki maupun wanita. Umur, ras, pekerjaan, letak
geografis, dan perubahan musim dapat mempengaruhi hipersensitivitas.1
Mengingat penyakit ini sering dijumpai maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut
mengenai penyakit ini dalam sebuah bed side teaching.

1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan


Tujuan penulisan bed side teaching ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang
etiologi, faktor resiko, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana dan
prognosis dari urtikaria.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Urtikaria adalah reaksi vascular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya
ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna
pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, dapat dikelilingi halo. Keluhan subjektif
biasanya gatal, rasa tersengat atau tertusuk. 1 Angioedema adalah edema lokal dengan batas yang
jelas yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam daripada dermis, dapat di submukosa atau di
subkutis, juga dapat mengenai saluran nafas, saluran cerna, dan organ kardiovaskular, tempat
yang paling sering terkena pada daerah mulut, kelopak mata dan genitalia.1,2
II. Epidemiologi
Umur rata-rata penderita urtikaria adalah 35 tahun. Jarang dijumpai pada umur kurang
dari 10 tahun atau lebih dari 60 tahun. Ditemukan 40% bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria dan
angioedema, dan 11% angioedema saja. Tidak ada perbedaan frekuensi jenis kelamin, baik laki-
laki maupun wanita. Survei lain yang dilakukan pada pelajar sekolah, diperkirakan sekitar 15-
20% pelajar pernah mengalami urtikaria.1,2
III. Etiologi
Hampir 80% urtikaria tidk diketahui penyebabnya. Penyebab urtikaria bermacam-macam,
diantaranya :
1. Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtika, baik secara imunologik atau
non-imunologik. Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtikaria secara imunologik
tipe 1 atau 2, contohnya golongan penisilin, sulfonamide, analgetik, pencahar, hormone,
dan diuretic. Ada pula obat yang secara non-imunologik langsung merangsang sel mast
untuk melepaskan histamine. Misalnya kodein, opium, dan zat kontras.
2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria yang akut. Umumnya
akibat reaksi imunologik. Makanan berupa protein atau bahan lain yang dicampurkan ke
dalamnya seperti zat warna, penyedap rasa, dan pengawet sering menimbulkan urtikaria
alergika. Contoh makanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan, kacang,
udang. Bahan yang dicampurkan seperti asam benzoate, ragi, salisilat, dan penisilin.

3
3. Gigitan atau sengatan serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat, hal ini lebih
banyak diperantarai oleh IgE (tipe 1) dan tipe seluler (tipe 4). Nyamuk, kepinding, dan
serangga lainnya menimbulkan urtika bentuk popular di sekitar tempat gigitan.
4. Bahan fotosensitizer
Misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamide, bahan kosmetik, dan sabun
germisid.
5. Inhalan
Berupa serbuk sari bunga, spora jamur, debu, bulu binatang, dan aerosol
umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe 1). Reaksi ini sering dijumpai
pada penderta atopi dan diserta gangguan nafas.
6. Kontaktan
Seperti kutu binatang, serbuk tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-
buahan, bahan kimia seperti insect repellent dan bahan kosmetik. Keadaan ini disebabkan
bahan tersebut menembus kulit dan menimbulkan urtikaria.
7. Trauma fisik
Dapat diakibatkan oleh factor dingin yakni berenang atau memegang benda
dingin, factor panas seperti sinar matahari, sinar UV, radiasi dan panas pembakaran,
factor tekanan yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, vibrasi, dan tekanan berulang-
ulang seperti pijatan, keringat, pekerjaan berat, demam, dan emosi menyebabkan urtikaria
fisik baik secara imunologik maupun nonimunologik. Dapat timbul urtika setelah goresan
dengan benda tumpul beberapa menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini
disebut dermografisme atau fenomena Darrier.
8. Infeksi dan infestasi
Infeksi yang dapat menimbulkan urtikarian misalnya infeksi bakteri (infeksi
tonsil, gigi, sinusitis), virus (hepatitis, coxsackie), infestasi parasit (cacing pita, cacing
tambang, cacing gelang, schistosoma).
9. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan
permeabiitas dan vasodilatasi kapiler. Penyelidikan memperlihatkan bahwa hypnosis
dapat menghambat eritema dan urtika.

4
10. Genetik
Faktor genetik ternyata berperan penting dalam urtikaria dan angioedema,
diantaranya ialah angioneurotik edema herediter, familial cold urticaria, familial localized
heat urticaria.
11. Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menyebabkan urtikaria. Reaksi
timbul disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi. Penyakit sistemik yang sering
disertai urtikatia antara lain limfoma, hepatitis, hipertiroid, arthritis pada demam rematik.
IV. Klasifikasi1
1) Berdasar lamanya serangan
1. Urtikaria akut : bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu atau berlangsung selama
4 minggu tapi timbul setiap hari
2. Urtikaria kronik : bila serangan berlangsung lebih dari 6 minggu
2) Berdasar bentuknya
1. Urtikaria popular
2. Urtikaria gutata
3. Urtikaria girata
3) Berdasar luas dan dalamnya jaringan yang terkena
1. Urtikaria local
2. Urtikaria generalisata
3. Angioedema
4) Berdasar penyebab dan mekanisme terjadinya
1. Urtikaria atas dasar reaksi imunologik
a. Bergantung pada IgE : pada atopi dan antigen spesifik (polen, obat, venom)
b. Ikut sertanya komplemen : pada reaksi sitotoksik, pada reaksi komplek imun, dan
defiesiensi C1 esterase inhibitor
c. Reaksi alergi tipe 4
2. Urtikaria atas dasar reaksi non-imunologik
a. Langsung memacu sel mast sehingga terjadi pelepasan mediator (obat golongan opiate
dan bahan kontras)
b. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolism asam arakhidonat (aspirin, NSAID)

5
c. Trauma fisik (dermografisme, rangsangan dingin, panas, atau sinar)
3. Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanismenya, digolongkan idiopatik
V. Patogenesis
Faktor non-imunologi Faktor imunologik
Bahan kimia pelepas reaksi tipe I (IgE)
mediator (morfin,codein) (inhalan, obat,
makanan, infeksi)

Faktor fisik (panas, dingin, SEL MAS Reaksi tipe IV (kontaktan)


trauma, sinar X, cahaya) BASOFIL Pengaruh komplemen

Efek kolinergik aktivasi-komplemen


Klasik-alternatif
(Ag-Ab, venom,toksin)
PELEPASAN MEDIATOR Reaksi tipe II
H,SRSA,serotonin, Reaksi tipe III
Kinin,PEG,PAF Faktor genetik (defisiensi C1
esterase inhibitor)

Alkohol, emosi,
demam VASODILATASI PERMEABILITAS
KAPILAR MENINGKAT

Familial cold urticaria


Familial heat urticaria
Idiopatik URTIKARIA

6
VI. Gejala Klinis
Keluhan subjektif biasanya gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. Klinis tampak eritema dan
edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Bentuknya
dapat papula, seperti pada urtikara akibat sengatan serangga, besarnya dapat lentikuler, numular,
sampai plakat. Bila mengenai jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan submukosa
atau subkutan, juga beberapa alat dalam misalnya saluran cerna dan nafas disebut angioedema2.
Pada keadaan ini jaringan yang sering terkena ialah muka disertai sesak nafas, serak, dan
rhinitis.1
Dermografisme berupa pada dewasa muda terjadi pada episode singkat dan biasanya
kortikosteroid sistemik kurang bermanfaat edema dan eritema yang linear di kulit yang terkena
goresan benda tumpul, timbul dalam waktu ± 30 menit. Pada urtikaria akibat tekanan urtika
timbul pada tempat yang tertekan. Pada penderita ini dermografisme jelas terlihat.1
Sejumlah 7-17% urtikaria kronik disebabkan factor fisik antara lain akibat dingin, panas,
tekanan dan penyinaran.
Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh emosi, makanan yang
merangsang, dan pekerjaan berat. Biasanya sangat gatal, berukuran beberapa millimeter sampai
numuler dan plakat. Urtikaria akibat obat dan makanan umumnya timbul secara akut dan
generalisata. 1
VII. Pembantu Diagnosis1
1. Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang
tersembunyi atau kelainan padaalat dalam. Cryoglobulin dan cold hemolisin perlu
diperiksa pada dugaan urtikaria dingin.
2. Pemeriksaan gigi, telinga, hidung-tenggorok, dan usapan vagina perlu untuk
menyingkirkan adanya infeksi fokal.
3. Pemeriksaan kadar IgE, eosinofil, dan komplemen.
4. Uji gores dan uji tusuk serta tes intradermal dapat dipergunakan untuk mencari allergen
inhalan, makanan, dermatofit, dan kandida.
5. Tes eliminasi makanan.
6. Pemeriksaan histopatologik. Walaupun tidak selalu diperlukan tetapi dapat membantu
diagnosis. Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran kapiler di papilla dermis, geligi
epidermis mendatar, dan serat kolagen membengkak. Pada tingkat permulaan tidak tampak

7
infiltrasi seluler dan pada tingkat lanjut terdapat infiltrasi leukosit terutama di sekitar
pembuluh darah.
7. Tes foto temple untuk urtikaria fisik akibat sinar.
8. Suntikan mecholyl intradermal untuk diagnosis urtikaria kolinergik.
9. Tes dengan ec (ice cube test).
10. Tes dengan air hangat.

VIII. Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis urtikaria dan penyebabnya dapat ditegakkan dengan anamnesis yang teliti,
pemeriksaan klinis yang cermat, dan uji pembantu diagnosis. Walaupun demikian, hendaknya
dipikirkan pula beberapa penyakit sistemik yang sering disertai urtikaria. Urtikaria kronis harus
dibedakan dengan purpura anafilaktoid, pitiriasis rosea bentuk papular, dan urtikaria pigmentosa.
IX. Pengobatan
1. Mengobati penyebab atau bila mungkin menghindari penyebab yang dicurigai. Bila tidak
mungkin paling tidak mencoba mengurangi penyebab tersebut, setidaknya menghindari
kontak dengan penyebab urtikaria.
2. Antihistamin. Cara kerja antihistamin yaitu menghambat histamine pada reseptor-
reseptornya. Berdasarkan reseptor yang dihambat, antihistamin dibagi menjadi dua
kelompok besar, yaitu antagonis reseptor H1 (AH1) dan antagonis reseptor H2 (AH2).
Pada umumnya efek antihistamin telah terlihat dalam waktu 15-30 menit setelah
pemakaian oral dan mencapai puncaknya pada 1-2 jam. Sedangkan lama kerjanya
bervariasi dari 3-6 jam. Biasanya antihistamin golongan AH1 yang klasik menyebabkan
kontraksi otot polos, vasokonstriksi, penurunan permeabilitas kapiler, penekanan sekresi,
dan penekanan pruritus. Selain efek ini terdapat pula efek yang tidak berhubungan dengan
antagonis resptor H1 yaitu efek antikolinergik atau menghambat reseptor α-adrenergik.
Antihistamin H1 yang nonklasik contohnya terfenadin, astemizol, loratadin, dan
mequitazin. Golongan ini diabsorbsi lebih cepat dan mencapai kadar puncak dalam waktu
1-4 jam. Efektivitasnya berlangsung lebih lama dari pada AH1 yang klasik. Keunggulan
lain AH1 nonklasik adalah tidak mempunyai efek sedasi karena tidak dapat menembus
sawar darah otak. Bila pengobatan dengan 1 jenis antihistamin gagal, hendaknya
digunakan antihistamin grup yang lain. Hidroksizin ternyata lebih efektif untuk mencegah

8
urtikaria dermografisme dan urtikaria kolinergik. Pada urtikaria karena dingin
siproheptadin lebih efektif.
3. Pengobatan dengan β-adrenergik efektif untuk urtikaria yang kronik.
4. Kortikosteroid sistemik diperlukan pada urtikaria yang akut dan berat, tetapi tidak banyak
manfaat pada urtikaria kronik.
5. Plasma fresh frozen yang mengandung C1 esterase inhibitor, C2 dan C4 dapat diberikan
pada gigitan serangga akut.
6. Pengobatan anti-enzim misalnya antiplasmin dimaksudkan untuk menekan aktivitas
plasmin yang timbul pada perubahan reaksi antigen-antibodi. Preparat yang digunakan
adalah ipsilon, trasilol. Hasilnya 44% memuaskan.
7. Desensitisasi misalnya pada urtikaria dingin dengan melakukan sensitisasi air pada suhu
10° C selama 1-2 menit 2 kali sehari selama 2-3 minggu. Pada alergi debu, serbuk sari
bunga dan jamur, desensitisasi mula-mula dengan allergen dosis kecil 1 minggu 2 kali.
Dosis dinaikkan dan dijarangkan perlahan-lahan sampai batas yang dapat ditoleransi oleh
penderita.
8. Eliminasi diet pada yang sensitive terhadap makanan.
9. Pengobatan lokak di kulit, misalnya antipruritus di dalam bedak atau bedak kocok.
X. Prognosis
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya dapat cepat diatasi.
Urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya lebih sulit dicari.

9
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. H
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Perjuangan Baru No. 1 RT 1 RW 11
Pekerjaan : Mahasiswi
Suku : Minang
Agama : Islam
Status perkawinan : Belum kawin
Pendidikan terakhir : Sarjana
No. HP : 081266299123

ANAMNESIS
Seorang pasien perempuan berumur 21 tahun datang ke poliklinik kulit & kelamin RS M.Djamil
tanggal 23 Agustus 2017 dengan :

KELUHAN UTAMA
• Bercak merah dan bengkak yang gatal pada telapak tangan kiri sejak 30 menit yang lalu.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


• Bercak merah dan bengkak yang gatal pada telapak tangan kiri sejak 30 menit yang lalu.
Awalnya pasien memegang minuman dingin dengan tangan kiri dan beberapa menit
kemudian telapak tangan kiri pasien membengkak dan timbul bercak merah serta rasa
gatal. Pasien tidak mengeluhkan rasa terbakar di telapak tangan.
• Tidak ada riwayat tergigit serangga/nyamuk, kontak dengan suhu panas
• Saat muncul keluhan hingga sekarang tidak ada sesak nafas ataupun diare
• Riwayat bengkak pada bibir atau kelopak mata tidak ada
• Riwayat demam, nyeri menelan, sakit gigi tidak ada
• Riwayat stress sebelum timbul keluhan tidak ada

10
• Riwayat berkontak dengan bunga, hewan sebelum keluhan tidak ada
• Riwayat adanya trauma/ adanya goresan di telapak tangan tidak ada
• Riwayat menderita penyakit sistemik atau keganasan tidak ada
• Pasien juga mengeluhkan bengkak dan gatal pada kedua lengan bawah 2 bulan yang lalu
saat berwisata ke Alahan Panjang kemudian menghilang setalah beberapa jam kemudian.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


• Keluhan seperti ini sudah dikeluhkan pasien sejak kelas 1 SD
• Pasien tidak pernah mengalami kelainan kulit lainnya di tempat lain.

RIWAYAT PENGOBATAN:
• Pasien belum pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA/ RIWAYAT ATOPI/ ALERGI
• Riwayat alergi makanan ada yakni telur
• Riwayat alergi obat tidak ada
• Riwayat asma tidak ada
• Riwayat mata merah, gatal, dan berair tidak ada
• Riwayat bersin di pagi hari ada
• Riwayat alergi serbuk sari tidak ada
• Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien
• Kakak pasien memiliki riwayat bersin-bersin di pagi hari.

PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
 Keadaan umum : tidak tampak sakit
 Kesadaran : komposmentis kooperatif
 Status gizi : baik
 Tinggi badan : 158 cm
 Berat badan : 53 kg
 IMT : 21,23 kg/m2
 Nadi : 80x/menit

11
 Nafas : 20x/menit
 Tekanan darah : 120/70 mmHg
 Suhu : 36◦
 Pemeriksaan thorak : dalam batas normal
 Pemeriksaan abdomen : dalam batas normal

Status dermatologikus
 Lokasi : telapak tangan kiri
 Distribusi : terlokalisir
 Bentuk : tidak khas
 Susunan : tidak khas
 Batas : tidak tegas
 Ukuran : plakat
 Effloresensi : urtikaria, udem eritem
Status venereologikus : tidak diperiksa
Kelainan selaput : tidak ditemukan kelainan
Kelainan kuku : tidak ditemukan kelainan
Kelainan rambut : tidak ditemukan kelainan
Kelainan kelenjar limfe : tidak ada pembesaran KGB

12
RESUME
Seorang pasien perempuan berusia 22 tahun datang ke poli kulit RS.M.Djamil pada tanggal 23
Agustus 2017, dengan keluhan:
• Bercak merah dan bengkak yang gatal pada telapak tangan kiri sejak 30 menit yang lalu.
Awalnya pasien memegang minuman dingin dengan tangan kiri dan beberapa menit
kemudian telapak tangan kiri pasien membengkak dan timbul bercak merah serta rasa
gatal. Pasien tidak mengeluhkan rasa terbakar di telapak tangan.
• Pasien juga mengeluhkan bengkak dan gatal pada kedua lengan bawah 2 bulan yang lalu
saat berwisata ke Alahan Panjang kemudian menghilang setalah beberapa jam kemudian.
• Pasien sudah mengeluhkan keluhan ini sejak kelas 1 SD
• Riwayat alergi makanan ada yakni telur
• Riwayat bersin di pagi hari ada.
• Kakak pasien memiliki riwayat bersin-bersin di pagi hari
• Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan lesi berlokasi pada telapak tangan kiri,
distribusi terlokalisir, bentuk tidak khas, susunan tidak khas, batas tidak tegas, ukuran
plakat, efloresensi urtika, udem eritem.

Diagnosis kerja
Urtikaria akut tanpa angioedema ec suhu dingin

Diagnosis banding
Tidak ada diagnosis banding pada kasus ini

Pemeriksaan laboratorium rutin dan anjuran


• Rutin : Ice cube test
• Anjuran :
- Darah rutin
- Pemeriksaan kadar IgE

13
Terapi
• Umum :
• Edukasi pasien untuk menghindari faktor pencetus yakni suhu dingin
• Edukasi bahwa pemberian obat hanya untuk menghilangkan gejala
• Hindari konsumsi alkohol, kelelahan fisik dan mental, dan suhu lingkungan yang
sangat panas karena dapat memperberat gejala urtikaria
• Memberitahukan kepada pasien untuk mencari tahu pencetus lain yang dapat
menimbulkan keluhan yang sama pada pasien dan menghindari hal tersebut
• Jika keluhan muncul bengkak pada kelopak mata dan bibir disertai sesak napas,
dan suara serak untuk segera menemui dokter
• Khusus
• Sistemik : Loratadin 1x10 mg
• Topikal : Bedak kocok kalamin

PROGNOSIS
Quo ad sanam : bonam
Quo ad vitam : bonam
Quo ad kosmetikum : bonam
Quo ad fungsionam : bonam

14
dr. Aya
Praktek Umum
SIP : 1310312014
Hari : Senin-Jumat
Jam : 17.00-22.00
Alamat : Jl. Jati 6 Padang
No. Telp : (0761) 12345

Padang, 23 Agustus 2017


R/ Loratadin tab 10 mg No. XV
S 1 dd tab 1
_____________________________________________
R/ Kalamin lotion fl No. I
S u e ( 2x sehari setelah mandi)
__________________________________________
Pro : Nn. H
Umur : 21 tahun
Alamat : Jalan Perjuangan Baru No. 1 RT 1 RW 11

15
BAB III
DISKUSI
Telah diperiksa seorang perempuan berusia 21 tahun datang ke poliklinik RSUP Dr.M.
Djamil Padang dengan keluhan bercak kemerahan yang bengkak dan terasa gatal pada telapak
tangan kiri sejak 30 menit yang lalu. Awalnya pasien memegang minuman dingin yang dibelinya
dengan tangan kirinya, dan beberapa menit kemudian telapak tangan kiri pasien membengkak
dan timbul rasa gatal. Pasien tidak mengeluhkan rasa terbakar di telapak tangan. Tidak ada
riwayat bengkak di mata dan bibir. Sebelumnya tidak ada riwayat tergigit oleh serangga,
meminum obat obatan, stress, sakit gigi, demam, nyeri menelan, berkontak dengan hewan dan
tumbuh-tumbuhan sebelum timbulnya keluhan. Riwayat sesak nafas dan diare pada pasien tidak
ada. Pada keluarga tidak ditemukan adanya riwayat keluhan yang sering muncul seperti yang
dialami pasien. Pasien juga mengeluhkan bengkak dan gatal pada kedua lengan bawah 2 bulan
yang lalu saat berwisata ke Alahan Panjang kemudian menghilang setalah beberapa jam
kemudian. Pasien memiliki alergi makanan yaitu telur dan riwayat bersin-bersin di pagi hari.
Kakak kandung pasien memiliki riwayat bersin-bersin di pagi hari.
Pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan, lokasi di telapak tangan kiri, distribusi
terlokalisir, bentuk tidak khas, susunan tidak khas, dengan ukuran plakat dan efloresensi
urtikaria, udem eritem.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis urtikaria akut
tanpa angioedema ec suhu dingin, dikarenakan pada anamnesis pasien mengeluh bercak merah
dan bengkak yang terasa gatal sejak 30 menit yang lalu yang muncul setelah memegang benda
bersuhu dingin. Keluhan seperti ini sudah dirasakan pasien sejak kelas 1 SD dan keluhan terakhir
dirasakan 2 bulan lalu yakni bengkak dan gatal pada kedua lengan bawah saat berwisata ke
Alahan Panjang yang menghilang setelah beberapa jam. Urtikaria digolongkan akut bila
berlangsung kurang dari 6 minggu dan pada pemeriksaan fisik juga didapatkan lesi seperti pada
urtikaria.

16
Pemeriksaan rutin yang dapat dilakukan yaitu seperti ice cube test dimana pada lengan
bawah pasien diletakkan es batu selama 5 menit dan dilihat hasilnya setelah 10-15 menit. Pada
penderita urtikaria akibat suhu dingin akan terdapat bercak kemerahan dan bengkak dengan
pinggir meninggi beberapa menit setelah es diangkat. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan
darah rutin dan pemeriksaan kadar IgE.
Terapi umum yang diberikan yaitu pemberian pengetahuan kepada pasien mengenai
penyakit, sebab sebab yang mungkin dapat menimbulkan penyakit, sehingga pasien dapat
memperhatikan kembali apa saja kemungkinan yang dapat menyebabkan terjadinya urtikaria
yang berulang, sehingga pada penatalaksaanaan nanti salah satunya dengan menghindari faktor
pencetusnya, yakni suhu dingin. Pasien sebaiknya menghindari konsumsi alkohol, kelelahan
fisik dan mental, dan suhu lingkungan yang sangat panas karena dapat memperberat gejala
urtikaria. Edukasi pasien untuk segera menghubungi dokter jika ditemukan bengkak pada
kelopak mata dan bibir yang disertai gejala sesak nafas dan suara serak.
Rencana pengobatan yaitu pemberian obat sistemik yaitu loratadin yang diminum satu kali
sehari sebanyak 10 mg (1 tablet), dan bedak kocok yang mengandung anti pruritus yaitu kalamin.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Aisah, Siti. Urtikaria. Jakarta: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI, 2005. Edisi Keempat :
169 – 175.
2. Baskoro A, Soegiarto Gm Effendi C,Chairul Efendi. Urtikaria dan Angiodema. Buku Ajar
Ilmu PEnyakit Dalam. Jilid I Edisi IV : 395-403
3. Siregar, Saripati Penyakit Kulit, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003.

18

Anda mungkin juga menyukai