Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT dan


Shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad SAW, berkat rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Case Report Session dengan judul
“Urtikaria”. Makalah ini diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas. Di dalam makalah ini dipaparkan juga informasi mengenai urtikaria
beserta laporan kasus yang ditemukan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
preseptor, dr. Rina Gustia, Sp.KK, FINSDV, FAADV yang telah membimbing
penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis berharap semoga Allah SWT
senantiasa mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada Ibu.
Akhir kata, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan makalah ini. Untuk itu, penulis menerima kritik dan saran dari berbagai
pihak untuk menyempurnakan makalah ini.

Padang, 12 November 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI

Halaman

Sampul Depan
Kata Pengantar ------------------------------------------------------------------------- 1
Daftar Isi -------------------------------------------------------------------------------- 2
Daftar Gambar -------------------------------------------------------------------------- 3
Daftar Skema --------------------------------------------------------------------------- 4
Pendahuluan ---------------------------------------------------------------------------- 5
Tinjauan Pustaka
Definisi------------------------------------------------------------------------------- 7
Epidemiologi ------------------------------------------------------------------------ 7
Etiologi dan Faktor Presipitasi --------------------------------------------------- 8
Patogenesis -------------------------------------------------------------------------- 10
Gambaran Klinis-------------------------------------------------------------------- 13
Diagnosis ---------------------------------------------------------------------------- 13
Diagnosis Banding ----------------------------------------------------------------- 16
Tatalaksana -------------------------------------------------------------------------- 18
Prognosis ---------------------------------------------------------------------------- 20
Ilustrasi Kasus -------------------------------------------------------------------------- 21
Diskusi ----------------------------------------------------------------------------------- 27
Daftar Pustaka -------------------------------------------------------------------------- 29

2
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 -------------------------------------------------------------------------------- 15

Gambar 2 -------------------------------------------------------------------------------- 16

Gambar 3 -------------------------------------------------------------------------------- 17

Gambar 4 -------------------------------------------------------------------------------- 18

Gambar 5 -------------------------------------------------------------------------------- 23

Gambar 6 -------------------------------------------------------------------------------- 23

Gambar 7 -------------------------------------------------------------------------------- 24

Gambar 8 -------------------------------------------------------------------------------- 24

Gambar 9 -------------------------------------------------------------------------------- 24

Gambar 10 ------------------------------------------------------------------------------ 24

3
DAFTAR SKEMA

Skema 1 --------------------------------------------------------------------------------- 12

Skema 2 --------------------------------------------------------------------------------- 19

4
BAB I
PENDAHULUAN

Urtikaria adalah reaksi vaskular pada kulit akibat bermacam-macam sebab,


biasanya ditandai dengan adanya edema setempat yang cepat timbul dan
menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat atau kemerahan, meninggi di
permukaan kulit, umumnya dikelilingi oleh halo kemerahan (flare) dan disertai
rasa gatal yang berat, rasa tersengat atau rasa tertusuk.1,2 Urtikaria dikenal juga
memiliki sinonim seperti hives, nettle rash, biduran, dan kaligata.3
Urtikaria adalah kelainan kulit yang ditandai oleh peninggian kulit
mendadak dan/atau disertai angiodema.4 Angioedema adalah reaksi yang
menyerupai urtikaria, namun terjadi pada lapisan kulit yang lebih dalam dan
secara klinis ditandai dengan pembengkakan jaringan, serta seringkali disertai rasa
terbakar daripada rasa gatal.1
Urtikaria sering terjadi dalam masyarakat, tapi pengobatan yang diberikan
kadang-kadang tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan. Sangat penting
untuk memahami patogenesis urtikaria sehingga kita dapat mengambil tindakan
pengobatan yang tepat dalam menangani kasus penyakit ini. Urtikaria dapat
terjadi secara akut maupun kronik, dan mekanisme yang terjadi dapat/tidak
melibatkan reaksi imunologis. Pada umumnya reaksi imunologis yang terlibat
dalam terjadinya urtikaria akut adalah suatu reaksi hipersensitivitas tipe I,
sedangkan urtikaria kronik adalah suatu kelainan non imunologis yang
penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Selain itu, faktor-faktor lain yang
berpengaruh adalah antara lain faktor genetik dan modulating factors.5
Urtikaria dihasilkan dari pelepasan histamin dari jaringan sel-sel mast dan
dari sirkulasi basofil. Faktor-faktor non imunologik yang dapat melepaskan
histamin dari sel-sel tersebut meliputi bahan-bahan kimia, beberapa obat-obatan
(termasuk morfin dan kodein), makan makanan laut seperti lobster, kerang, dan
makanan-makanan lain, toksin bakteri, serta agen fisik. Mekanisme imunologik
kemungkinan terlibat lebih sering pada urtikaria akut daripada urtikaria kronik. 6
Diagnostik urtikaria meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, tes diagnostik
rutin, dan tes diagnostik lanjutan. Tatalaksana urtikaria meliputi identifikasi serta

5
eliminasi faktor penyebab dan terapi simptomatis. Terapi simptomatis lini pertama
adalah antihistamin-H1 generasi kedua (non-sedatif). Prognosis urtikaria akut
umumnya baik, sedangkan urtikaria kronis prognosisnya bervariasi.4

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Urtikaria atau dikenal juga dengan “hives” adalah kondisi kelainan kulit
berupa reaksi vaskular terhadap bermacam-macam sebab, biasanya disebabkan
oleh suatu reaksi alergi, yang mempunyai karakteristik gambaran kulit kemerahan
(eritema) dengan sedikit edema atau penonjolan kulit berbatas tegas yang timbul
secara cepat setelah dicetuskan oleh faktor presipitasi dan menghilang perlahan-
lahan.6
Urtikaria (hives, biduren) adalah erupsi eritematosa yang meninggi, terjadi
secara singkat atau edema bagian dermis bagian atas dan berhubungan dengan
rasa gatal.7 Pembengkakan dermis superfisial disebut wheal/ weal/ urtika. Urtika
biasanya gatal dan bagian tengah awalnya pucat karena edema intens, selanjutnya
menjadi plakat superfisial berwarna merah jambu yang dalam beberapa jam
(sampai 24 jam) akan mengalami resolusi tanpa meninggalkan bekas.8

2.2 Epidemiologi
Urtikaria dan angioedema merupakan kelainan yang sering dijumpai pada
kulit. Faktor usia, ras, jenis kelamin, pekerjaan, lokasi geografis dan musim akan
dapat mempengaruhi jenis pajanan yang akan dialami oleh seseorang.1 Episode
urtikaria yang berlangsung kurang dari 6 minggu disebut urtikaria akut, dan bila
proses tersebut cenderung menetap lebih dari 6 minggu disebut kronik.2
Urtikaria kronis umumnya dialami oleh orang dewasa dengan perbandingan
antara laki-laki dengan perempuan adalah 1:2. Sebagian besar anak-anak (85%)
yang mengalami urtikaria, tidak disertai dengan angioedema. Sedangkan 40%
orang dewasa yang mengalami urtikaria, juga mengalami angioedema. Sekitar
50% pasien urtikaria kronis akan sembuh dalam waktu satu tahun, 65% sembuh
dalam waktu 3 tahun, dan 85% akan sembuh dalam waktu 5 tahun. Pada kurang
dari 5% pasien, lesi akan menetap lebih dari 10 tahun.1

7
2.3 Etiologi dan Faktor Presipitasi2,3,6
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% penyebab urtikaria tidak diketahui.
Namun diduga penyebab urtikaria sangat bermacam-macam, diantaranya :
1. Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria baik secara imunologik
maupun non imunologik, contohnya adalah obat-obat golongan penisilin,
sulfonamide, analgesik, pencahar, hormon dan diuretik. Ada pula obat yang
secara langsung dapat merangsang sel mast untuk melepaskan histamin
misalnya kodein, opium, dan zat kontras. Aspirin menimbulkan urtikaria
karena menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat. Selain itu
aspirin dapat mencetuskan terjadinya urtikaria kronik pada 30% pasien.
2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urikaria yang akut, umumnya
akibat reaksi imunologi. Contoh makanan yang sering menimbulkan urtikaria
ialah telur, ikan kacang, udang, coklat, tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan
semangka. Terdapat dua macam zat makanan yang diketahui dapat
menyebabkan atau memprovokasi urtikaria yaitu tartrazine, yang ditemukan
dalam minuman dan permen berwarna kuning dan jingga, dan natrium benzoat
yang digunakan secara luas sebagai bahan pengawet.
3. Gigitan atau sengatan serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menyebabkan urtikaria karena peranan
IgE (reaksi tipe I) dan tipe seluler (tipe IV).
4. Bahan fotosensitizer
Bahan semacam ini misalnya griseovulvin, fenotiazin, sulfonamide, bahan
kosmetik dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.
5. Inhalan
Inhalan yang berupa serbuk sari bunga, spora jamur, debu bulu binatang, dan
aerosol umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe I). Reaksi
ini sering dijumpai pada penderita atopi dan disertai gangguan pernapasan.
6. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk
tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, dan bahan kimia

8
misalnya insect repellent (pembasmi serangga), dan bahan kosmetik. Keadaan
ini disebabkan bahan tersebut menembus kulit dan menimbulkan urtikaria.
7. Trauma fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, faktor panas, faktor tekanan
yang menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik ataupun
nonimunologik.
8. Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam infeksi dapat menyebabkan urtikaria misalnya infeksi
bakteri, virus, jamur, maupun infestasi parasit. Infeksi bakteri contohnya
tonsillitis, infeksi gigi dan sinusitis. Masih merupakan pertanyaan besar apakah
urtikaria timbul karena toksin bakteri atau karena sensitisasi. Infeksi virus
hepatitis, mononucleosis dan infeksi coxsackiae pernah dilaporkan sebagai
factor penyebab. Karena itu pada urtikaria yang ideopatik harus dipikirkan
adanya infeksi virus subklinis. Infeksi jamur kandida dan dermatofita sering
dilaporkan sebagai penyebab urtikaria. Infestasi cacing pita, cacing tambang,
cacing gelang juga schistosoma atau echinococcus dapat menyebabkan
urtikaria.
9. Psikis/ stress emosional
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan
permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Ternyata hampir 11,5% penderita
urtikaria menunjukan gangguan psikis. Penyelidikan memperlihatkan bahwa
hypnosis dapat menghambat eritema dan urtika. Pada percobaan induksi psikis,
ternyata suhu kulit dan ambang rangsang eritema meningkat.
10. Genetik
Faktor genetik berperan penting pada urtikaria walaupun jarang menunjukan
penurunan autosomal dominan. Diantaranya adalah familial cold urtikaria,
familial localized heat urtikaria, heredo-familial syndrome of urtikaria deafness
and amyloidosis. Selain itu dikatakan bahwa polimorfisme dari gen reseptor β2
adrenergik ditemukan pada pasien urtikaria akut akibat intoleransi aspirin.
11. Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi
lebih sering disebabkan reaksi antigen-antibodi. Penyakit vesiko-bulosa,

9
misalnya pemfigus dan dermatitis hervetiformis sering menimbulkan urtikaria.
Sejumlah 7-9% penderita lupus eritomatosus sistemik dapat mengalami
urtikaria. Beberapa penyakit sistemik yang sering disertai urtikaria antara lain
limfoma, hipertiroid, hepatitis, urtikaria pigmentosa, arthritis pada demam
rheumatic dan arthritis rheumatoid juvenilis.
12. Neoplasma
Urtikaria sering dihubungkan dengan keganasan dan penyakit Hodgkin, serta
leukemia.
13. Alkohol
Urtikaria bisa dipicu oleh konsumsi alkohol, dimana mekanisme terjadinya
stimulasi sel mast secara tidak langsung oleh alkohol masih belum diketahui.
Wine secara umum mengandung sulfite, yang dapat menyebabkan urtikaria.
14. Menthol
Pada kasus yang jarang, menthol dapat memicu terjadinya urtikaria. Menthol
dapat ditemukan pada rokok, permen, obat batuk, sprai aerosol, dan
pengobatan topical.
15. Hormonal
Urtikaria kronis terjadi dua kali lipat lebih sering pada wanita dibandingkan
pria, dan telah ditemukan pada kasus ini terdapat rendahnya kadar
dehidroepiandosteron (DHEA)-S yang berperan terhadap ketidakseimbangan
hormone.

2.4 Patogenesis1,2,3
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang
meningkat akibat pelepasan histamin dari sel mast dan basofil. Sel mast adalah sel
efektor utama pada urtikaria, dan ada mediator lain yang turut berperan adalah
serotonin, leukotrien, prostaglandin, protease, dan kinin. Berbagai mekanisme
dapat menyebabkan aktivasi sel mast, digolongkan menjadi :
1. Faktor imunologik yang terdiri atas :
 Hipersensitivitas tipe cepat yang diperantarai IgE, contohnya alergi obat.

10
 Aktivasi komplemen jalur klasik maupun alternatif, menghasilkan
anafilatoksin (C3a, C4a, dan C5a) yang menyebabkan pelepasan mediator
sel mast.
2. Faktor non imunologik yang mengakibatkan aktivasi langsung sel mast oleh
penyebabnya, misalnya bahan kimia pelepas nmediator (morfin, kodein, media
radio-kontras, aspirin, obat anti-inflamasi non steroid, benzoat), faktor fisik
(suhu, mekanik, sinar-X, ultraviolet, efek kolinergik).
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang
meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan terjadinya
pengumpulan cairan setempat, sehingga secara klinis tampak edema setempat
disertai kemerahan. Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat
terjadi akibat pelepasan mediator-mediator misalnya histamin, kinin, serotonin,
slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan prostaglandin oleh sel mast
dan atau basofil. Selain itu terjadi pula inhibisi proteinase oleh enzim proteolitik
misalnya kalikrin, tripsin, plasmin, dan hemotripsin di dalam sel mast.
Baik faktor imunologik maupun non-imunologik mampu merangsang sel
mast atau basofil untuk melepaskan mediator-mediator tersebut. Pada yang non-
imunologik, mungkin sekali siklik AMP (Adenosine Mono Phosphate) memegang
peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia seperti golongan
amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti kodein, morfin, polimiksin dan
beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan kolinergik seperti
asetilkolin dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit, dengan mekanisme yang belum
diketahui dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan mediator.
Faktor fisik misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan tekanan
dapat secara langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan, misalnya demam,
panas, emosi, dan alkohol dapat merangsang langsung pembuluh darah kapiler
sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas.
Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria akut daripada kronik,
biasanya IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya
reseptor Fc. Bila ada antigen yang sesuai berikatan dengan IgE, maka terjadi
degranulasi sel, sehingga terjadi pelepasan mediator. Keadaan ini jelas tampak
pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi obat dan makanan. Komplemen

11
juga ikut berperan. Aktivasi komplemen secara klasik maupun alternatif
menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C4a, dan C5a) yang mampu
merangsang sel mas dan basofil. Hal ini terjadi pada urtikaria akibat venom atau
toksin bakteri.
Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik
dan kompleks imun. Pada keadaan ini, juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria
akibat kontak juga terjadi, misalnya setelah pemakaian bahan penangkis serangga
(insect repelent), bahan kosmetik, dan penggunaan obat-obatan golongan
sefalosporin. Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik menyebabkan
edema angioneurotik yang herediter.

12
2.5 Gambaran Klinis1,2
2.5.1 Gejala
Gejala urtikaria adalah sebagai berikut:
1. Gatal, rasa terbakar, atau tertusuk.
2. Biduran berwarna merah muda sampai merah.
3. Lesi dapat menghilang dalam 24 jam atau lebih, tapi lesi baru dapat mucul
seterusnya.
4. Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut diare,
muntah dan nyeri kepala.

2.5.2 Tanda
Tanda urtikatria adalah sebagai berikut:
1. Klinis tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas dan kadang-
kadang bagian tengah tampak lebih pucat.
2. Bentuknya dapat papular, lentikular, numular, dan plakat. Bila urtika
berbentuk papular, patut dicurigai adanya gigitan serangga atau sinar
ultraviolet sebagai penyebabnya.
3. Jika ada reaksi anafilaksis, perlu diperhatikan adanya gejala hipotensi,
respiratory distress, stridor, dan gastrointestinal distress.
4. Jika ada lesi yang gatal, dapat dipalpasi, namun tidak memutih jika
ditekan, maka merupakan lesi dari urticarial vasculitis yang dapat
meninggalkan perubahan pigmentasi.
5. Pemeriksaan untuk dermographism dengan cara kulit digores dengan
objek tumpul dan diamati pembentukan wheal dengan eritema dalam 5-15
menit.
6. Edema jaringan kulit yang lebih dalam atau submukosa pada angioedema.

2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Informasi mengenai riwayat urtikaria sebelumnya, durasi rash/ruam, dan
gatal dapat bermanfaat untuk mengkategorikan urtikaria sebagai akut, rekuren,
atau kronik.2 Mendiagnosis urtikaria dapat dilakukan dengan anamnesis yang teliti
dan terarah, melakukan pemeriksaan klinis secara seksama, melihat manifestasi

13
klinis yaitu berupa munculnya ruam atau lesi kulit berupa kulit kemerahan dengan
penonjolan dan berbatas tegas, disertai dengan rasa gatal (pruritus) sedang sampai
berat, pedih, dan atau sensasi panas seperti terbakar. Lesi dari urtikaria dapat
tampak pada bagian tubuh manapun, termasuk wajah, bibir, lidah, tenggorokan,
dan telinga.3

2.6.2 Pemeriksaan Penunjang1,3


A. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah, urin, feses rutin.
Pemeriksaan darah, urin, feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang
tersembunyi atau kelainan pada alat dalam. Cryoglubulin dan cold hemolysin
perlu diperiksa pada urtikaria dingin. Pemeriksaan-pemeriksaan seperti
komplemen, autoantibodi, elektrofloresis serum, faal ginjal, faal hati dan
urinalisis akan membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan C1
inhibitor dan C4 komplemen sangat penting pada kasus angioedema berulang
tanpa urtikaria.
2. Pemeriksaan kadar IgE total dan eosinofil untuk mencari kemungkinan
kaitannya dengan faktor atopi.
3. Pemeriksaan gigi, THT, dan usapan genitalia wanita untuk mencari fokus
infeksi.
4. Uji serum autolog dilakukan pada pasien urtikaria kronis untuk membuktikan
adanya urtikaria autoimun.
5. Tes Alergi
Pada prinsipnya tes kulit (skin prick test) dan RAST (radioallergosorbant
tests), hanya bisa memberikan informasi adanya reaksi hipersensitivitas tipe I.
Untuk urtikaria akut, tes-tes alergi mungkin sangat bermanfaat, khususnya bila
urtikaria muncul sebagai bagian dari reaksi anafilaksis. Untuk mengetahui
adanya faktor vasoaktif seperti histamine-releasing autoantibodies, tes injeksi
intradermal menggunakan serum pasien sendiri (autologous serum skin test-
ASST) dapat dipakai sebagai tes penyaring yang cukup sederhana.
6. Tes Eliminasi Makanan
Tes ini dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai untuk
beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu.

14
7. Tes Foto Tempel
Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel.
8. Injeksi mecholyl intradermal
Injeksi mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosa urtikaria
kolinergik.
9. Tes fisik
Tes fisik lainnya bisa dengan es (ice cube test) atau air hangat apabila dicurigai
adanya alergi pada suhu tertentu.

B. Pemeriksaan Histopatologik
Perubahan histopatologik tidak terlalu nampak dan tidak selalu diperlukan
tetapi dapat membantu diagnosis. Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran
kapiler di papila dermis, geligi epidermis mendatar, dan serat kolagen
membengkak. Pada tingkat permulaan tidak tampak infiltrasi selular dan pada
tingkat lanjut terdapat infiltrasi leukosit, terutama disekitar pembuluh darah.

Gambar 1: Histologi dari wheal yang terjadi tiba-tiba menunjukkan pelebaran


dermis, pelebaran pembuluh darah dan sedikit infiltrasi sel perivaskular
olehlimfosit, neutrofil dan eosinofil.

15
2.7 Diagnosis Banding2,3
1. Angioedema
Angioedema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh meningkatnya
permeabilitas vaskular pada jaringan subkutan kulit, lapisan mukosa, dan
lapisan submukosa yang terjadi pada saluran napas dan saluran cerna.
Angioedema dapat disebabkan oleh mekanisme patologi yang sama dengan
urtikaria, namun pada angioedema mengenai lapisan dermis yang lebih dalam
dan jaringan subkutaneus. Karakteristik dari angioedema meliputi vasodilatasi
dan eksudasi plasma ke jaringan yang lebih dalam daripada yang tampak pada
urtikaria, pembengkakan yang nonpitting dan nonpruritic dan biasanya terjadi
pada permukaan mukosa dari saluran nafas dan saluran cerna (pembengkakan
usus menyebabkan nyeri abdomen berat), serta suara serak yang merupakan
tanda paling awal dari edema laring.
2. Pitiriasis rosea
Pitiriasis rosea adalah erupsi papuloskuamosa akut yang agak sering dijumpai.
Lokalisasinya dapat tersebar di seluruh tubuh, terutama pada tempat yang
tertutup pakaian. Efloresensi berupa makula eritroskuamosa anular dan solitar,
bentuk lonjong dengan tepi hampir tidak nyata meninggi dan bagian sentral
bersisik, agak berkeringat. Sumbu panjang lesi sesuai dengan garis lipat kulit
dan kadang-kadang menyerupai gambaran pohon cemara. Lesi inisial (herald
patch= medallion) biasanya solitary, bentuk oval, anular, berdiameter 2-6 cm.
Jarang terdapat lebih dari 1 herald patch.

Gambar 2 : Pitiriasis rosea dengan eritema dan skuama halus

16
3. Purpura anakfilatoid
Purpura Henoch-Schonlein (PHS) yang dinamakan juga purpura anafilaktoid
atau purpura nontrombositopenik adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh
vaskulitis pembuluh darah kecil sistemik yang ditandai dengan lesi kulit
spesifik berupa purpura nontrombositopenik, artritis atau artralgia, nyeri
abdomen atau perdarahan gastrointestinalis, dan kadang-kadang nefritis atau
hematuria.Tanda dari penyakit ini adalah ruam, dimulai dengan makulopapul
merah muda yang awalnya melebar pada penekanan dan berkembang menjadi
peteki atau purpura, dimana karakteristik klinisnya adalah purpura yang dapat
dipalpasi dan berkembang dari merah ke ungu hingga kecoklatan sebelum
akhirnya memudar.

Gambar 3: Purpura anafilaktoid berupa makulopapul bewarna kemerahan


4. Urtikaria pigmentosa
Urtikaria pigmentosa adalah suatu erupsi pada kulit berupa hiperpigmentasi
yang berlangsung sementara, kadang-kadang disertai pembengkakan dan rasa
gatal. Penyebabnya adalah infiltrasi mastosit pada kulit. Lokalisasi terutama
pada badan, tapi dapat juga mengenai ekstrimitas, kepala, dan leher.
Efloresensi berupa makula coklat-kemerahan atau papula-papula kehitaman
tersebar pada seluruh tubuh, dapat juga berupa nodula-nodula atau bahkan
vesikel.
5. Dermatitis atopik
Dermatitis atopik adalah dermatitis yang timbul pada individu dengan riwayat
atopi pada dirinya sendiri ataupun keluarganya, yaitu riwayat asma bronchial,
rhinitis alergika, dan reaksi alergi terhadap serbuk-serbuk tanaman. Penyebab
yang pasti belum diketahui, tetapi faktor turunan merupakan dasar pertama
untuk timbulnya penyakit. Gejala utama dermatitis atopik adalah pruritus,
dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam
hari. Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga timbul papul, likenifikasi,

17
eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta. Diagnosis dermatitis atopi
harus mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga kriteria minor dari Hanifin dan
Rajka.
6. Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh
bahan/substansi yang menempel pada kulit pada seseorang yang telah
mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen. Penderita umumnya mengeluh
gatal. Semua bagian tubuh dapat terkena. Pada yang akut dimulai dengan
bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel,
vesikel, atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosindan
eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul,
likenifikasi, dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas.
7. Erythema Multiforme
Secara klinis erythema multiforme lesinya berbentuk mulai dari makula, papul,
atau lesi urtika yang umumnya pertama kali menyebar didaerah ekstremitas
bagian bawah. Lesi dapat juga terdapat pada telapak tangan dan punggung.
Kebanyakan dari erythema multiforme menyerang usia muda.
Dari gambaran klinisnya kemungkinan pemicunya bermacam-macam, namun
diperkirakan faktor utamanya adalah alergi.

Gambar 4: Erythema multiforme yang terdapat pada tangan

2.8 Tatalaksana
Pengobatan yang paling ideal tentu saja mengobati penyebab atau bila
mungkin menghindari penyebab yang dicurigai. Bila tidak mungkin paling tidak

18
mencoba mengurangi penyebab tersebut, sedikit-dikitnya tidak menggunakan dan
tidak berkontak dengan penyebabnya. Jika masih terjadi urtikaria ini, maka
pengobatan dengan antihistamin sangat bermanfaat. Cara kerja antihistamin telah
diketahui dengan jelas, yaitu menghambat histamin pada reseptor-reseptornya.
Berdasarkan reseptor yang dihambat, antihistamin dibagi menjadi dua kelompok
besar, yaitu antagonis reseptor H1 (antihistamin 1, AH1) dan reseptor H2 (AH2).3
Asian consensus guidelines yang diajukan oleh AADV pada tahun 2011
untuk pengelolaan urtikaria kronis dengan menggunakan antihistamin H1 non
sedasi yaitu:1
 Antihistamin H1 non sedasi (AH1-ns), bila gejala menetap setelah 2 minggu.
 AH1-ns diberikan dengan dosis yang ditingkatkan sampai 4x, bila gejala
menetap setelah 1-4 minggu.
 AH1 sedasi atau AH1-ns golongan lain + antagonis leukotrien, bila terjadi
eksaserbasi gejala maka boleh ditambahkan kortikosteroid sistemik 3-7 hari.
 Bila gejala menetap setelah 1-4 minggu, tambahkan siklosporin A, AH2,
dapson, omalizumab.
 Eksaserbasi diatasi dengan kortikosteroid sistemik 3-7 hari.

Skema 2: Algoritma terapi urtikaria4

19
Terapi lini pertama untuk urtikaria adalah antihistamin H1generasi baru
(non sedasi) yang dikonsumsi secara teratur, bukan hanya digunakan ketika lesi
muncul. Pemberian antihistamin tersebut harus mempertimbangkan usia, status
kehamilan, status kesehatan, dan respon individu. Bila gejala menetap setelah 2
minggu, diberikan terapi lini kedua yaitu dosis AH1-ns dinaikkan boleh sampai
mencapai 4x dosis biasa dengan mempertimbangkan ukuran tubuh pasien. Bila
gejala menetap setelah 1-4 minggu, dianjurkan untuk menggunakan terapi lini
ketiga yaitu mengubah jenis antihistamin menjadi AH1 sedasi atau AH1-ns
golongan lain ditambah dengan antagonis leukotrien, misalnya zafirlukast atau
montelukast. Dalam terapi lini ketiga ini, bila muncul eksaserbasi lesi maka dapat
diberikan kortikosteroid sistemik (prednison 10-30mg) selama 3-7 hari.1
Bila gejala masih juga menetap setelah 1-4 minggu, maka dianjurkan untuk
memberi terapi lini keempat yaitu penambahan antihistamin H2 dan imunoterapi.
Imunoterapi dapat berupa siklosporin A, omalizumab, imunoglobulin intravena
(IVIG), plasmaferesis, takrolimus oral, metotreksat, hikroksiklorokuin, dan
dapson. Bila terjadi eksaserbasi lesi saat masa terapi lini keempat, maka diatasi
dengan kortikosteroid sistemik (prednison 10-30mg) selama 3-7 hari.1
Dalam tatalaksana urtikaria, selain terapi sistemik juga dianjurkan untuk
memberi terapi topikal untuk mengurangi gatal, bisa diberikan bedak kocok atau
losio yang mengandung mentol 0,5-1% atau kalamin. Pada urtikaria yang luas
atau disertai angioedema, pasien perlu dirawat inap untuk mendapat kortikosteroid
sistemik (metilprednisolon dosis 40-200mg) untuk waktu yang singkat selain juga
mendapat antihistamin. Bila terdapat gejala syok anafilaksis, dilakukan protokol
anafilaksis termasuk pemberian epinefrin 1:1000 sebanyak 0,3 ml intramuskular
setiap 10-20 menit sesuai kebutuhan.1

2.9 Prognosis
Prognosis urtikaria akut umumnya baik, bisa hilang dalam 24 jam. Urtikaria
akut hampir tidak pernah menimbulkan kematian, kecuali bila disertai
angioedema saluran napas bagian atas. Pada anak-anak, 20-30% urtikaria akut
akan berkembang menjadi urtikaria kronis. Prognosis urtikaria kronis lebih
bervariasi. Sebanyak 30-50% remisi spontan, 20% dalam 5 tahun, dan 20% akan
menetap setelah 5 tahun.4

20
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : An.F
Umur/Tanggal Lahir : 9 Tahun 4 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
No RM : 997253
Tanggal Pemeriksaan : 9 November 2017
Alamat : Jalan Pepaya I No. 50 Belimbing
Status Perkawinan : Belum Menikah
Negeri Asal : Padang
Agama : Islam
Suku : Minang
No Hp : 085274742179

3.2 ANAMNESIS

Seorang pasien laki-laki umur 9 tahun datang ke poliklinik Kulit dan


Kelamin pada tanggal 9 November 2017 dengan:

Keluhan Utama:
Bentol-bentol yang terasa gatal di wajah, leher, badan, kedua lengan dan
kedua tungkai yang meningkat sejak 1 minggu yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:


 Awalnya muncul bentol-bentol disertai gatal pada wajah, leher, badan, kedua
lengan dan kedua tungkai sejak 6 bulan yang lalu. Hilang timbul. Bentol-bentol
muncul terutama pada malam hari dan hilang besok siangnya, terutama jika
malamnya pasien tidur dengan kipas angin. Sejak 1 bulan yang lalu frekuensi
munculnya bentol semakin sering, lalu dibawa berobat ke dokter keluarga,
diberi obat puyer namun ayah pasien tidak tahu obat apa saja yang diberikan,

21
keluhan tidak berkurang. Dua minggu yang lalu pasien dibawa berobat ke
Spesialis anak dan diberi obat sirup, namun ayah pasien tidak tahu nama
obatnya dan keluhan juga tidak berkurang.
 Keluhan tidak dipengaruhi oleh makanan dan cuaca.
 Tidak ada nyeri
 Keluhan tidak disertai bengkak pada bibir atau kelopak mata, sesak napas, dan
diare.
 Gigi berlubang ada, pada premolar 1 rahang bawah kiri.
 Riwayat digigit serangga tidak ada.
 Riwayat demam, batuk, dan flu sebelumnya tidak ada.
 Riwayat mengkonsumsi obat-obat tertentu sebelumnya tidak ada. Riwayat
minum obat cacing ada, sekitar 2 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu:


 Pasien tidak pernah mengalami keluhan bentol dan gatal sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga:


 Ibu pasien mengeluhkan adanya bentol-bentol yang gatal seperti keluhan
pasien yang muncul terutama bila banyak pikiran.
 Adik pasien juga mengalami keluhan bentol-bentol yang gatal seperti pasien.
 Kakek pasien dari pihak ibu menderita asma.

Riwayat Atopi/ Alergi:


 Riwayat biring susu waktu kecil ada.
 Riwayat alergi makanan, cuaca, dan obat-obatan tidak ada.
 Riwayat bersin di pagi hari dan saat terkena debu tidak ada.
 Riwayat asma tidak ada.
 Riwayat mata merah dan gatal tidak ada.

22
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : CMC
Status gizi : BB : 25 Kg
TB : 110 Cm
IMT : 20,44 (Baik)

STATUS DERMATOLOGIKUS
Lokasi :Tersebar pada wajah, leher, Badan, kedua lengan dan
kedua tungkai.
Distribusi : Regional
Bentuk : Bulat - tidak khas
Susunan : Tidak khas
Batas : Tegas
Ukuran : Lentikular-Plakat
Efloresensi : Urtika

Gambar 5: Tampilan wajah Gambar 6 : Tampilan Leher dan Dada

23
Gambar 7 : Tampilan Punggung Gambar 8 : Tampilan Lengan

Gambar 9 : Tampilan tungkai belakang Gambar 10 : Tampilan tungkai depan

STATUS VENEREOLOGIKUS
Tidak ditemukan kelainan.

KELAINAN SELAPUT
Tidak ditemukan kelainan.

KELAINAN KUKU
Tidak ditemukan kelainan.

KELAINAN RAMBUT
Tidak ditemukan kelainan.

KELAINAN KELENJAR LIMFE


Tidak ditemukan kelainan.

24
3.4 RESUME
Seorang pasien laki-laki umur 9 tahun datang ke poliklinik Kulit dan
Kelamin pada tanggal 9 November 2017 dengan keluhan utama bentol-bentol
yang terasa gatal di wajah, leher, badan, kedua lengan dan kedua tungkai yang
meningkat sejak 1 hari yang lalu. Dari anamnesis didapatkan awalnya muncul
bentol-bentol disertai gatal pada wajah, leher, badan, kedua lengan dan kedua
tungkai sejak 6 bulan yang lalu, hilang timbul. Bentol-bentol muncul terutama
pada malam hari dan hilang besok siangnya. Sejak 1 bulan yang lalu frekuensi
munculnya bentol semakin sering. Keluhan biasanya muncul jika malamnya
pasien tidur dengan kipas angin. Keluhan tidak disertai bengkak pada bibir atau
kelopak mata, sesak napas, dan diare. Riwayat digigit serangga tidak ada. Riwayat
alergi terhadap makanan, cuaca dan obat-obatan tidak ada. Riwayat demam,
batuk, dan flu sebelumnya tidak ada. Riwayat atopi ada. Riwayat keluarga dengan
keluhan yang sama ada.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status dermatologikus dengan lokasi pada
wajah, leher, badan, kedua lengan dan kedua tungkai. Distribusinya regional,
bentuknya bulat-tidak khas, susunan tidak khas, berbatas tegas, ukuran lentikular-
plakat, efloresensi berupa urtika.

3.5 DIAGNOSA KERJA :


Urtikaria kronik tanpa angioedema ec suspek suhu dingin.
DIAGNOSA BANDING :
Dermatitis Atopi

3.6 PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN ANJURAN


- Tes provokasi dingin (ice tube test), hasil : urtika (+)

25
Anjuran
- Konsul gigi untuk gigi berlubang
- Skin Prick Test

3.7 DIAGNOSIS
Urtikaria kronik tanpa angioedema ec suhu dingin.

3.8 PENATALAKSANAAN
 Terapi Umum :
1. Hindari faktor yang dicurigai penyebab terjadinya urtikaria yaitu suhu
dingin atau minum es.
2. Hindari kelelahan fisik dan mental
 Khusus
Sistemik : Loratadin 1x10 mg selama 10 hari
Prednison 3x5 mg selama 7 hari
Lokal : Bedak kocok 2x sehari setelah mandi

3.9 PROGNOSIS
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad vitam : bonam
Quo ad kosmetikum : bonam

26
Quo ad functionum : bonam

BAB IV
DISKUSI

Telah diperiksa seorang pasien laki-laki umur 9 tahun di poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUP. Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 9 November 2017 dengan
keluhan bentol-bentol yang terasa gatal di wajah, leher, badan, kedua lengan dan
kedua tungkai yang meningkat sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan bentol-bentol
pada beberapa bagian tubuh yang terasa gatal yang dirasakan pada pasien saat
udara dingin dan tidur dengan kipas angin. Dari anamnesis juga didapatkan ada
riwayat atopi pada pasien yaitu riwayat biring susu saat kecil sehingga perlu
pemeriksaan lanjutan untuk mendeteksi dermatitits atopi, namun dari tes
provokasi dingin didapatkan hasil positif (+). Tidak ada riwayat gigitan serangga
sebelumnya sehingga diagnosis reaksi gigitan arthropoda bisa disingkirkan.
Pasien tidak sedang mengonsumsi obat-obatan serta tidak memiliki riwayat alergi

27
obat, sehingga diagnosis erupsi obat alergi dapat disingkirkan. Pasien juga tidak
memiliki riwayat kontak dengan zat-zat iritan sehingga dermatitis kontak iritan
bisa disingkirkan. Keluhan ini dirasakan sejak 6 bulan yang lalu dan pada saat
keluhan ini timbul tidak disertai dengan pembengkakan pada mata dan bibir. Oleh
karena itu keluhan ini mengarah kepada diagnosis urtikaria kronik tanpa
angioedema.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status dermatologikus dengan lokasi pada
wajah, leher, badan, kedua lengan dan kedua tungkai. Distribusinya regional,
bentuknya bulat-tidak khas, susunan tidak khas, berbatas tegas, ukuran lentikular-
plakat, efloresensi berupa urtika.
Pasien juga dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan gigi karena gigi
pasien berlubang dan dicurigai menjadi sumber infeksi pada urtikarianya. Selain
itu skin prick test perlu dilakukan namun ayah pasien menolak.
Pada pasien diberikan terapi umum dan khusus. Pasien harus diedukasi
mengenai penyakitnya. Menghindari faktor yang diduga sebagai penyebab
terjadinya alergi adalah terapi non medimamentosa yang paling penting untuk
pasien urtikaria akut. Untuk terapi khusus diberikan tablet loratadin 1x10 mg
selama 10 hari, prednison 3x5 mg selama 7 hari dan bedak kocok 2x sehari
setelah mandi. Loratadin merupakan golongan antihistamin H-1 yang bersifat
non-sedatif. Antihistamin nonsedatif adalah terapi sistemik lini pertama pada
pasien dengan urtikaria akut. Antihistamin bekerja dengan cara menghambat kerja
histamin yang berperan sebagai mediator inflamasi dan menyebabkan rasa gatal.
Sedangkan bedak kocok atau lotio yang mengandung menthol 0,5-1% dapat
mengurangi gatal pada urtikaria.
Prognosis pada pasien ini adalah quo ad sanam dubia ad bonam, quo ad
vitam bonam, quo ad functionam bonam , dan quo ad kosmetikum bonam.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi ke VII. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2015.
2. Puspita W, 2017. Laporan Urtikaria. Diakses 9 November 2017
https://id.scribd.com/document/.../Case-Report-Urtikaria-PDF
3. Studi Pustaka, 2017. Urtikaria. Diakses 9 November 2017
https://www.scribd.com/doc/47533268/Urtikaria
4. Siannoto M, 2017. Diagnosis dan Tatalaksana Urtikaria. CDK-250/, Volume
44: hal. 190-194.
5. Marissa M, 2003. Patogenesis Urtikaria (Studi Pustaka). Universitas Kristen
Maranatha. Bandung.
6. Kariafh R, 2009. Etiologi dan Manifestasi Klinis Urtikaria. Diakses 9
November 2017 https://drhasan.files.wordpress.com/2009/02/refurtikariafh.doc

29
7. Vella, Widiasmara D, Hutomo M, 2010. Urtikaria-Studi Retrospektif. Berkala
Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin, Volume 22: hal. 172-179.
8. Thaha MA, 2008. Diakses 9 November 2017
https://eprints.unsri.ac.id/1550/1/MONOGRAF-2-UNSRI-9Sept08.doc

30

Anda mungkin juga menyukai