PENDAHULUAN
terdapat lebih dari 346 juta populasi dunia mengalami DM. Angka ini akan
meningkat dua kali lipat pada tahun 2030 tanpa adanya intervensi. 1 Berdasarkan
Indonesia yang berusia diatas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan mengacu
pada pola pertambahan penduduk, maka diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan
namun modalitas terapi berupa modifikasi gaya hidup, mengobati obesitas, agen
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
insulin, kerja insulin atau keduanya.1 Terdapat beberapa tipe diabetes yang
diketahui dan umumnya disebabkan oleh suatu interaksi yang kompleks antara
insulin), dan diabetes tipe 2 (tidak tergantung insulin). Diabetes tipe 1 biasanya
dimulai pada usia anak-anak sedangkan diabetes tipe 2 dimulai pada usia dewasa.
dalam kehamilan, dan diabetes tipe lain. DM tipe I atau yang dulu dikenal dengan
nama Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel β
menghasilkan insulin yang berfungsi untuk mengatur kadar glukosa dalam tubuh.
Bila kerusakan sel β pankreas telah mencapai 80-90% maka gejala DM mulai
muncul. 2
DM tipe 2 merupakan 90% dari kasus DM yang dulu dikenal sebagai non
dari yang dominan resistensi insulin, defisiensi insulin relatif sampai defek sekresi
2
jaringan perifer (insulin resisten) dan disfungsi sel β. Akibatnya, pankreas tidak
pada usia > 40 tahun. Pada DM tipe 2 terjadi gangguan pengikatan glukosa oleh
reseptornya tetapi produksi insulin masih dalam batas normal sehingga penderita
makrovaskuler. 2
kehamilan yang disertai dengan peningkatan insulin resistance (ibu hamil gagal
trimester kedua atau ketiga. Faktor risiko GDM yakni riwayat keluarga DM,
hipoglikemia, ikterus, polisitemia dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi
dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan
bayi dan makrosomia. Kasus GDM kira-kira 3-5% dari ibu hamil dan para ibu
3
Ada dua tipe utama dari diabetes melitus8:
Jumlah penderita diabetes meningkat dari 108 juta tahun 1980 menjadi
422 juta tahun 2014. Prevalensi global diabetes pada dewasa besar dari 18 tahun
meningkat 4.7% pada tahun 1980 menjadi 8.5% pada tahun 2014. Diabetes
menjadi penyebab utama kebutaan, gagal ginjal, serangan jantung, stroke, dan
Diabetes Mellitus (DM) adalah salah satu penyebab utama kematian yang
disebabkan oleh karena pola makan/nutrisi, perilaku tidak sehat, kurang aktifitas
kematian pada kelompok umur 15-44 tahun di daerah perkotaan dan merupakan
merupakan penyebab kematian tertinggi ke-2 pada kelompok umur 45-54 tahun di
perkotaan (14,7%) dan tertinggi ke-6 di daerah perdesaan (5,8%). Menurut riset
4
yang sama, prevalensi DM di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 0,7%
2.4 Etiologi
berhubungan dengan kekurangan sekresi insulin dan resistensi insulin, dan faktor
alkohol, dan usia tua. Diabetes merupakan penyakit multifaktorial yang meliputi
sekresi insulin yang tidak adekuat, dan sekresi glukagon berlebihan atau tidak
tepat.12
5
Gambar 2.2 Skema Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2.12
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas
telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe II. Selain otot,
liver dan sel beta, organ lain seperti: jaringan lemak (meingkatnya lipolysis),
ginjal (peningkatan absorbs glukosa), dan otak (resistensi insulin). Delapan organ
6
Gambar 2.3 The ominous octet
(omnius octet)9
Pada saat diagnosis DM tipe II ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
kurang.
b. Liver
sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver HGP (Hepatic
c. Otot
7
transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan
oksidasi glukosa.
d. Sel lemak
menyebabkan peningkatan proses lypolisis dan kadar lemak bebas (free fatty
e. Usus
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding
kalau diberikan IV. Efek yang dikenal sebagai inkretin ini diperankan oleh 2
g. Ginjal
persen dari glukosa yang terfiltrasi akan diserap kembali melalui peran SGLT-
8
pada 10% lagi akan diabsorbsi oleh SGLT 1 pada tubulus asenden dan
h. Otak
Otak merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu obesitas
9
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari
biasa.
anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit
7. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada semua individu dewasa dengan IMT >
25 kg/m2 dengan faktor risiko lain sebagai berikut: 1) aktivitas fisik kurang, 2)
Pasific Islander), 4) wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat >4000
gram atau riwayat Diabetes Melitus Gestasional (DMG), 5) hipertensi (TD >
10
140/90 mmHg atau sedang dalam terapi obat antihipertensi), 6) kolesterol HDL <
35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL, 7) wanita dengan sindrom polikistik
ovarium, 8) riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun atau lebih cepat tergantung dari
DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang
menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya kembali normal. Pada
Pilar penatalaksanaan DM
1. Edukasi
Edukasi yang diberikan adalah pemahaman tentang perjalanan
11
pasien dapat mengontrol gula darah, mengurangi komplikasi dan
ditambah atau dikurangi faktor jenis kelamin, umur, aktivitas fisik, berat
badan, dll.14
3. Latihan jasmani
Kegiatan yang dianjurkan adalah intensitas sedang ( 50 – 70 % denyut
Obat golongan ini ditambahkan bila setelah 4-8 minggu upaya diet
dan olah raga dilakukan, kadar gula darah tetap di atas 200 mg% dan
HbA1c di atas 8%. Jadi obat ini bukan menggantikan upaya diet,
melainkan membantunya.
12
3. Penghambat absorbsi glukosa : penghambat glukosidase alfa
b. Insulin
stroke)
7. Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang tidak
13
2. Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
3. Insulin kerja menengah (Intermediate acting insulin)
4. Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
5. Insulin kerja ultra panjang (Ultra long acting insulin)
2.8 Komplikasi
terjadi akibat inflamasi kronik dan injury pada dinding arteri di pembuluh darah
perifer atau koroner. Sebagai respon terhadap kerusakan endotel dan inflamasi,
14
lemak teroksidasi dari LDL berakumulasi pada endotel. Monosit masuk ke
dinding endotel dan berubah menjadi makrofag yang akan memproses lemak yang
makrofag dan menarik sel T limfosit, sel T merangsang proliferasi otot polos pada
cap, ruptur dari lesi menyebabkan infark vaskular akut. Dengan terbentuknya
fibrinolisis pada pasien dengan diabetes. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya
cardio vascular disease (CVD) pada pasien. CVD merupakan penyebab primer
kematian pada diabetes tipe 1 dan 2. Faktor lain yang memperberat kejadian CVD
koagulasi.15
4.8.2 Komplikasi Mikrovaskular
Risiko berkembangnya retinopati diabetik dan komplikasi lain berkaitan
jalur polyol yang berpartisipasi dalam berkembangnya komplikasi ini. Jalur ini
pada pasien diabetes, namun ini didahului dengan proteinuria derajat ringan, atau
15
299mg/24jam. Perubahan patologis pada ginjal meliputi peningkatan ketebalan
metabolik yang ditandai oleg trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, yang
produksi dan pengeluaran glukosa dan meningkatkan lipolisis dan produksi benda
keton. Hiperglikemia terjadi akibat peningkatan produksi glukosa hepar dan ginjal
dari KAD adalah infeksi (50%). Pada infeksi akan terjadi peningkatansekresi
kortisol dan glukagon sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah yang
bermakna. Faktor lainnya adalah trauma, DM Tipe 1 yang baru diketahui, terapi
jangka waktu pendek (<24jam). Gambaran klinis klasik termasuk riwayat poliuria,
16
lemah, dan koma. Pemeriksaan klinis termasuk turgor kulit menurun, respirasi
Penatalaksaan KAD14:
1. Tindakan umum
• Tirah baring
•Oksigen nasal
• NGT untuk mencegah aspirasi bila pasien muntah
• Antibiotik jika terdapat tanda infeksi
2. Rehidrasi cairan
Cairan awal yang dapat digunakan adalah NaCl 0,9% 1-2L diberikan pada
1 jam pertama, selanjutnya 1L NaCl pada jam ke-2, ke-3, dan 0,5 L NaCl
17
pada jam ke-4 dan ke-5. Pergantian cairan dapat menurunkan
urin.
3. Pemberian insulin
Terapi insulin akan memperbaiki hiperglikemia, ketosis, dan asidosis yang
keton di hati dan menurunkan lipolisis. Terapi insulin tidak boleh diberikan
pada pasien hipotensi sampai tekanan darah stabil dengan terapi cairan. Pada
dengan dosis 50 mEq/6jam. Bikarbonat baru diberikan jika pH < 7,1. Jika pH
18
Gambar 2.7. Kriteria diagnostik KAD dan HHNK menurut American Diabetes
Association
kaki kejang, mual, muntah, letargi, disorientasi, hingga koma. Pada pemeriksaan
19
fisik ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat seperti turgor kulit yang buruk,
mukosa pipi yang kering, mata cekung, dan perabaan ekstremitas dingin.17
HIPOGLIKEMIA
mg/dl atau <80 mg/dl disertai gejala klinis. Etiologi hipoglikemia adalah
penggunaan obat – obatan diabetes atau insulin yang berlebihan, beta blockers,
20
dll, setelah berpuasa dalam keadaan lama, hipoglikemia reaktif, intake kurang,
awal.18
1. Gemetaran
2. Kulit lembab dan pucat
3. Rasa cemas
4. Keringat berlebihan
5. Rasa lapar
6. Penglihatan kabur
Gejala lanjutan yang timbul akibat defisiensi glukosa pada jaringan serebral
Penatalaksanaan.14 :
1. Mencari penyebab
2. Koreksi hipoglikemia
Pasien sadar :
Tatalaksana pada stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga
21
1. Pemberian dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL) bolus
intravena,
2. Pemberian cairan dekstrosa 10% per infus selama 6 jam per kolf,
intravena
mL
mL
mL
50%
GDS dilakukan setiap 2 jam dengan protokol sesuai diatas. Bila GDS >
NaCl 0,9%
22
6. Bila GDS > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan
GDS setiap 4 jam dengan protokol sesuai diatas. Bila GDS > 200
NaCl 0,9%.
dari GDS 200 mg/dL. Pada GDS < 200 tidak diberikan insulin, 200-
9. Bila pasien belum sadar dengan GDS sekitar 200 mg/dL: hidrokortison
BAB 3
LAPORAN KASUS
23
Telah dirawat seorang pasien laki-laki 57 tahun di bagian Penyakit dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 6 April 2017 pukul 15.05 WIB.
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
(autoanamnesis dengan Istri Pasien)
Penurunan kesadaran sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
24
- Pasien sudah dikenal menderita sakit diabetes melitus sejak kurang lebih 3
bulan yang lalu dan tidak kontrol teratur.
Riwayat keluarga
- Pasien tidak mengetahui riwayat dm pada kedua orang tua.
- Nenek pasien menderita diabetes melitus tipe 2
25
Suhu : 37,9°C
BB : 56 kg
TB : 169 cm
Anemis : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada
Ikterik : Tidak ada
Edema : Tidak ada
26
Abdomen :
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan sulit dinilai
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
27
AGD :
pH : 6,84
pCO2 :18 mmHg
pO2 : 101 mmHg
HCO3- : 3,1 mmol/L
Be ecf :-30 mmol/L
SO2 : 89%
Na/K/Ca : 118/4,2/1,05 mmol/L
Kesan : asidosis
Urinalisis :
Benda keton : ++ (positif 2)
Kesan : Ketonuria
Diagnosis primer
Ketoasidosis diabetikum
Sepsis ec BP
Diagnosis sekunder
DM tipe 2 tidak terkontrol normoweight
Terapi
- Istirahat / MC DD 1300 kkal / O2 3 l/menit
- Protokol KAD
Rehidrasi NaCl 0,9%
1. 1 jam I : 1000 cc dalam 1/2 jam dilanjutkan dengan 500cc /
1/2 jam
1 jam II : 1000 cc
1 jam III : 500 cc
1 jam IV : 500 cc
1 jam V : 250 cc
2. Pada jam II : bonus insulin 10u yang dilanjutkan dengan
drip insulin 50u dalam NaCl 0,9 % (syringe pump) dengan
kecepatan 5 c/jam
Cek GDS / jam, bila :
1. GDS < 200 mg/dl : turunkan kecepatan menjadi 2,5 cc/jam
28
2. GDS 200-300 mg/dl stabil selama 12 jam, pertahankan
kecepatan insulin 1-2 cc/jam disertai dengan insulin
koreksional
3. Stop insulin iv jika KAD teratasi, lanjutkan dengan
pemberian insulin fixed dose basal bolus yang disesuaikan
dengan kebutuhan sebelumnya
Cek kalium/6jam bila :
1. <3 mmol/L : 75 mEq / 6 jam
2. 3-4,5 mmol/L : 50 mEq/ 6jam
3. 4,5-6 mmol/L : 25 mEq/ 6 jam
4. >6 mmol/L : -
- Injeksi ceftriaxone 1x 2 gr
- Injeksi ciprofloksasin 2x 200 mg
- Nebu flumucyl / 8 jam
- Paracetamol 3x 500 mg
- Koreksi nacl 3%
- Koreksi melon 100 meq dalam 100 cc nacl 0,9% dalam 4 jam
- Pasang kateter - balance cairan seimbang
Pemeriksaan Anjuran
- AGD ulang
- Cek faal ginjal (ureum dan kreatinin)
- Cek keton urin ulang
- Cek elektrolit
- Cek GDP,GD2PP
- Cek HbA1C
- Profil Lipid (kolesterol total, HDl, LDL dan Trigliserida)
- Pemeriksaan Kultur sputum
- Ro thoraks PA
- Konsul mata
- Konsul gizi
Follow up
Tanggal 7 April 2017 08.00
S/ penurunan kesadaran (+), sesak nafas (+), demam (+)
O/ KU : sakit berat Kes : somnolen TD : 100/70 mmHg
Nadi : 102x/’’ Nafas : 24x/’’ Suhu : 37,8OC
A/ Ketoasidosis diabetikum perbaikan
DM tipe 2 tidak terkontrol
29
Sepsis ec BP
P/ Drip insulin protokol KAD
30
7 April 2017 8 April 2017 9 April 2017 10 April 2017
Na 133 130 127 125
K 3,1 3,5 3,3 3,0
Ca 107 106 106
pH 7,31 7,31 7,37
pCO2 20 15 26
pO2 76 102 91
HCO3- 10,1 7,6 15,0
SO2 94% 97% 97%
Beecf -16,2 -18,7 -10,3
Badan Keton - + -
Hb 13,0
Leukosit 14.370
Trombosit 238.000
GDP 281
BAB 4
DISKUSI
2017 dengan keluhan utama penurunan kesadaran sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan
terkontrol normoweight.
diabetes mellitus, hubungannya dengan kondisinya saat masuk rumah sakit dan
selama perawatan. Pada pasien ini ditegakkan dengan DM karena dari anamnesis
sewaktu yang lebih dari 200 mg/dl yaitu 672 mg/dl. Secara genetik, nenek dan
dua saudara pasien telah dikenal menderita diabetes melitus. Sementara itu
ditinjau dari gaya hidup pasien, pasien adalah seorang kenek bus antar provinsi
sehingga aktivitas fisik sangat kurang. Sesuai dengan kepustakaan bahwa diabetes
31
banyak terjadi karena kedua faktor, yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi
seperti faktor genetik, dan faktor yang dapat diubah yakni gaya hidup,
Pasien juga ditegakan dengan KAD dimana pada pasien ditemukan gula
komplikasi metabolik diabetes akut yang serius. Salah satu faktor pemicu utama
terjadinya DKA adalah infeksi, yang pada pasien ini adalah bronkopneumonia
yang didapat dari anamnesis berupa adanya batuk-batuk, sesak dan demam serta
pada pemeriksaan fisik ditemukan suara nafas ronki pada paru kiri dan kanan,
yang diduga menjadi faktor pemicu terjadinya KAD ini. Infeksi yang sering
menjadi pemicu KAD adalah infeksi saluran kemih dan pneumonia. Infeksi
menyebabkan meningkatnya benda keton, dan pada pasien ini benda keton
32
DAFTAR PUSTAKA
1. World health organization: Diabetes – Factsheet. 2012.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/index.html
2. PERKENI . Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe
II; 2015.
3. American Diabetes Association: Implications of the United Kingdom
Prospective Diabetes Study. Diabetes Care 2004,27(Suppl 1):28–32.
4. Zucchi P, Ferrari P, Spina ML: Diabetic foot: from diagnosis to therapy. G Ital
Nefrol 2005,22(Suppl 31):S20-S22.
5. UKPDS: Intensive blood-glucose control with sulphonylureas or insulin
compared with conventional treatment and risk of complications in patients
with type 2 diabetes (UKPDS 33). Lancet 1998,352(9131):837–853.
6. Ohkubo Y, Kishikawa H, Araki E, Miyata T, Isami S, Motoyoshi S: Intensive
insulin therapy prevents the progression of diabetic micro-vascular
complications in Japanese patients with non-insulin-dependent diabetes
mellitus: a randomized prospective 6-year study. Diabetes Res Clin Pract
1995,28(2):103–117. 10.1016/0168-8227(95)01064-K
7. Kaku K. 2010. Pathophysiology of type 2 diabetes and its treatment policy.
Journal of the japan medical association.
8. Ozougwu et al. 2013. The pathogenesis and pathophysiology of type 1 and
type 2 diabetes mellitus. Journal of physiology and pathophysiology
9. Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical physiology. 11 th edition.
Elsevier Inc, New Delhi.
10. WHO. 2016. Diabetes. Diakses pada tanggal 11 April 2017 tersedia di
www.who.int
11. Kemenkes RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta.
33
12. Khardori et al. 2016. Type 2 Diabetes Mellitus. Diakses tanggal 11 April 2017
di www.emedicine.medscape.com
13. Purnamasari D, 2014. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke-6. Jakarta: Pusat penerbitan FKUI:
Hlm 2323-27.
14. Priantono D, 2014. Hipoglikemia dalam Buku Kapita Selekta Kedokteran,
Edisi ke-4. Jakarta : Media Aesculapius: Hlm 790-2.
15. Fowler MJ. 2008. Microvaskular and macrovascular complications of
diabetes. Clinical diabetes.volume 26 No.2
16. Gotera W, Budiyasa DG, 2010. Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik
(KAD). J Peny Dalam; 11 (2) : 126-138.
17. Gotera W, Budiyasa DG, 2010. Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik
(KAD). J Peny Dalam; 11 (2) : 126-138.
18. Manaf A, 2014. Hipoglikemia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi
ke-6. Jakarta: Pusat penerbitan FKUI: Hlm 2355-58.
19. Bennett,P. Epidemiology of Type 2 Diabetes Millitus .InLeRoithet.al,
Diabetes Millitus a Fundamental and Clinical Text. Philadelphia: Lippincott
William & Wilkin s. 2008 ;43(1): 544-7.
34