Disusun Oleh:
Zulherman 1210311021
Inten Abdillah Putri 1740312069
Novri Ellyza 1740312131
Pembimbing:
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena dengan nikmat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report Session yang berjudul “Acute
Penyusunan Case Report Session ini merupakan salah satu syarat dalam
ucapkan kepada dr. Akmal M Hanif, Sp. PD-KKV, MARS, FINASIM sebagai
preseptor dalam kepaniteraan klinik senior ini beserta seluruh jajarannya dan semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan Case Report Session ini.
Penulis menyadari bahwa Case Report Session ini jauh dari sempurna, maka
dari itu sangat diperlukan saran dan kritik untuk kesempurnaan Case Report Session
ini. Penulis berharap agar Case Report Session ini bermanfaat dalam meningkatkan
pengetahuan terutama bagi penulis sendiri dan bagi teman-teman dokter muda yang
tengah menjalani kepaniteraan klinik. Akhir kata, semoga Case Report Session ini
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Gagal jantung adalah sindroma klinis yang ditandai dengan gejala gagal
jantung (sesak nafas saat istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai atau tidak
kelelahan); tanda-tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan
kaki); adanya bukti objektif kelainan sruktur atau fungsi jantung saat istirahat.3
1
Failure (ADHF), Acute pulmonaru edema, hypertensive acute heart failure, syok
kardiogenik, gagal jantung kanan terisolasi, serta acute (de novo) heart failure ec
acute coronary syndrome.8
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis komplek yang didasari oleh
ketidakmampuan jantung memompakan darah ke seluruh jaringan tubuh secara
adekuat akibat adanya gangguan struktural dan fungsional jantung9. Sedangkan
gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat atau rapid onset atau
adanya perubahan mendadak gejala atau tanda gagal jantung. Ini merupakan
kondisi yang mengancam jiwa dan memerlukan perhatian medis segera8.
Gagal jantung akut dapat dibedakan menjadi enam jenis klasifikasi klinis,
diantaranya8 :
c. Gagal jantung hipertensif, terdapat tanda dan gejala gagal jantung yang
disertai dengan tekanan darah yang tinggi, serta terdapat peningkatan
tonus simpatik seperti takikardia dan vasokonstriksi. Umumnya
memperlihatkan kongesti paru tanpa tanda-tanda kongesti sistemik.
e. Gagal jantung kanan terisolasi, ditandai dengan adanya sindrom low out
put tanpa disertai kongesti paru dengan peninggian tekanan vena jugularis
3
dengan atau tanpa hepatomegali dan tekanan pengisian ventrikel kiri
rendah.
f. Sindroma koroner akut (SKA) dan gagal jantung. Adanya gejala gejala
SKA yang menyebabkan gagal jantung.
2.2 Epidemiologi
4
2.3 Etiologi
e. Krisis hipertensi
f. Diseksi aorta
g. Tamponade jantung
5
h. Masalah perioperatif dan bedah
i. Kardiomiopati peropartum
a. Infeksi
c. Anemia
d. Disfungsi ginjal
e. Ketidakpatuhan berobat
1. Kegagalan pompa
Terjadi akibat kontraksi otot jantung yang lemah atau inadekuat atau karena
relaksasi otot jantung yang tidak cukup untuk terjadinya pengisian ventrikel.
2. Obstruksi aliran
6
sistemik, atau koarktasio aorta.
3. Regurgitasi
Regurgitasi dapat meningkatkan aliran balik beban kerja kamar jantung, misalnya
ventrikel kiri pada regurgitasi aorta atau atrium serta pada regurgitasi mitral.
menembus aorta
7
terjadinya pembelahan sel masih menjadi perdebatan.14 Perubahan molekular,
selular, dan struktural pada jantung yang muncul sebagai respons terhadap cedera
dan menyebabkan perubahan pada ukuran, bentuk, dan fungsi yang disebut
remodelling ventricle (left ventricular atau LV remodeling). Terjadinya
remodelling ventricle merupakan bagian dari mekanisme kompensasi tubuh untuk
memelihara tekanan arteri dan perfusi organ vital jika terdapat beban
hemodinamik berlebih atau gangguan kontraktilitas miokardium, melalui
mekanisme sebagai berikut:
8
membesar, dan terisi dengan cukup selama diastole untuk mengakomodasi
volume darah ventrikel yang adekuat (disfungsi diastolik), yang dapat muncul
pada hipertrofi ventrikel kiri yang masif, fibrosis miokardium, deposisi amiloid,
dan perikarditis konstriktif. Apapun yang mendasari, gagal jantung kongestif
dikarakteristikkan dengan adanya penurunan curah jantung (forward failure) atau
aliran balik darah ke sistem vena (backward failure) atau keduanya
Gagal jantung kiri lebih sering disebabkan oleh penyakit jantung iskemik,
hipertensi, penyakit katup mitral dan aorta, serta penyakit miokardial non-
iskemik. Efek morfologis dan klinis gagal jantung kiri terutama merupakan akibat
dari aliran balik darah ke sirkulasi paru yang progresif dan akibat dari
berkurangnya aliran dan tekanan darah perifer
Gagal jantung kanan yang terjadi tanpa didahului gagal jantung kiri
muncul pada beberapa penyakit. Biasanya gagal jantung kanan merupakan
konsekuensi sekunder gagal jantung kiri akibat peningkatan tekanan sirkulasi paru
pada kegagalan jantung kiri.
Gejala dan tanda menurunnya perfusi organ antara lain: lemah, bingung, hipotensi
(MAP <65), takikardi, dingin, tekanan nadi sempit, oliguria dan peningkatan
ureum kreatinin.
9
2. Gejala dan tanda-tanda kongeti
Gejala dan tanda kongesti meliputi: dipsnea, orthopnea, PND, rongki pada paru,
distemsi vena leher, asites, edema, dan reflux hepatojugular.
Gambar 2.2 Profil klinis pasien dengan gagal jantung akut berdasarkan ada/tidak
kongesti dan ada/tidak hipoperfusi. (esc)
a. Elektrokardiogram (EKG)
Hasil pemeriksaan EKG pada gagal jantung akut jarang sekali menunjukkan hasil
yang normal. Pemeriksaan ini membantu untuk mengindentifikasi penyakit
jantung yang mendasari dan faktor pencetus (seperti atrial fibrilasi cepat, iskemia
miokardial akut).5 Abnormalitas EKG yang umum ditemukan pada gagal jantung
dapat berupa sinus takikardia, sinus bradikardia, atrial takikardia/ futer/ fibrilasi,
aritmia ventrikel, iskemia/ infark, gelombang Q, hipertrofi ventrikel kiri, blok
10
atrioventrikular, mikrovoltase, dan durasi QRS lebih dari 0,12 detik dengan
morfologi LBBB (left bundle branch block).1
b. Foto toraks
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien yang diduga gagal jantung adalah
pemeriksaan darah perifer lengkap (hemoglobin, leukosit, trombosit), elektrolit,
kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis.
Abnormalitas pemeriksaan laboratorium yang sering ditemikan pada gagal
jantung yaitu:1
Anemia (Hb < 13 gr/dL pada laki-laki dan < 12 gr/dL pada
perempuan)
Hiperglikemia (>200mg/dL)
Kadar albumin tinggi (>45 g/L), kadar albumin rendah (< 30 g/L)
Peningkatan transaminase
Peningkatan troponin
11
Tes tiroid abnormal
Leukositosis, neutrofilik
d. Ekokardiografi
2.7 Diagnosis
Diagnosis gagal jantung akut didapatkan berdasarkan gejala – gejala yang ada dan
dari penemuan klinis yang diperoleh dari anamnesa yang tepat, pemeriksaan fisik,
EKG, foto toraks, ekokardiografi, penemuan laboratorium, analisis gas darah dan
biomarker spesifik.9
a. Kriteria mayor
Ronki paru
Kardiomegali
12
Gallop S3
Refluks hepatojugular
b. Kriteria minor
Edema ekskremias
Dispnea d’effort
Hepatomegali
Pada ‘cold and wet’ yaitu adanya temuan kongesti, dan gangguan lebih lanjut
pada cardiac output sehingga terjadi vasokonstriksi sistemik, dan ekstremitas
yang dingin atau ‘cold’, dimana telah terjadi penurunan perfusi jaringan). Pasien
dengan ‘cold and wet’ memiliki prognosis lebih buruk daripada pasien dengan
‘warm and wet’. Pada ‘cold and dry’ menggambarkan penurunan perfusi jaringan
‘cold’ yang diakibatkan oleh cardiac output yang rendah namun tanpa adanya
tanda-tanda kongesti vaskular atau ‘dry’. Pasien ‘cold and dry’ dapat muncul
dengan dilatasi ventrikel kiri dan regurgitasi mitral, dimana pasien tersebut
13
mengalami sesak nafas saat aktivitas karena tidak mampu menghasilkan cardiac
output yang adekuat.10
Skema diagnostik pasien yang dicurigai gagal jantung akut dapat dilihat pada
gambar 2.3.
2.8 Penatalaksanaan
Tatalaksana gagal jantung akut menurut tahapan waktunya dibagi menjadi tiga,
yaitu terapi segera, jangka menengah dan sebelum pulang dan jangka panjang.1
a. Mengobati gejala
14
b. Memulihkan oksigenasi
e. Mencegah tromboemboli
Tatalaksana yang harus dikerjakan pada evaluasi awal pasien sesak nafas yang
dicurigai gagal jantung akut dapat dilihat pada gambar 2.4 dan 2.5 dibawah ini.1
15
Gambar 2.4 Algoritma terapi farmakologis pada pasien yangtelah di diagnosis
gagal jantung akut
16
Gambar 2.5 Algoritma manajemen edema/kongesti paru akut
Dalam pedoman tatalaksana gagal jantung akut oleh perhimpunan dokter spesialis
kardiologi Indonesia 2015, membagi tatalaksana awal berdasarkan gejala penyerta
lainnya, yaitu :1si terapi pasien gagal jantung akut
17
c. Profilaksis tromboemboli direkomendasikan pada pasien yang
belum mendapat antikoagulan dan tidak memiliki kontraindikasi
terhadap antikoagulan, untuk menurunkan risiko deep
veinthrombosis dan emboli paru
18
h. Obat inotropic TIDAK direkomendasikan kecuali pasien
mengalami hipotensi ( tekanan darah sistolik < 85 mmHg ),
hipoperfusi atau syok, dikarenakan faktor keamanannya (bias
menyebabkan aritmia atrial/ventricular, iskemia miokard dan
kematian)
19
walaupun sudah mendapat inotropic, untuk meningkatkan tekanan
darah dan perfusi organ vital. EKG harus dimonitor karena obat ini
dapat menyebabakan aritmia dan atau iskemia miokardial.
Pemasangan monitor tekanan darah intra-arterial juga harus
dipertimbangkan
20
f. Penyekat β direkomendasikan bagi pasien dengan fraksi ejeksi <40
%, setelah kondisi stabil, untuk mengurangi risiko kematian,infark
miokard berulang dan perawatan oleh karena gagal jantung
21
5. Pasien dengan brakikardia berat atau blok jantung
Sebelum pasien dipulangkan, harus dipastikan bahwa episode gagal jantung sudah
teratasi dengan baik, terutama tanda dan gejala kongesti sudah harus hilang, dan
dosis diuretic oral yang stabil sudah tercapai selama minimal 48 jam. Selain itu
regimen obat gagal jantung (ACEI/ ARB, penyekat β dengan atau tanpa MRA
sudah dioptimalkan dosisnya dengan baik, dan yang tidak kalah pentingnya
adalah edukasi kepada pasien dan keluarga.
Berikut ini rekomendasi pencegahan rawat ulang dalam 30 hari untuk gagal
jantung akut: ulang 30-hari
c. Pemberian ACEi atau ARB sebaiknya dilakukan pada saat pasien masih
dalam keadaan hipervolumia
Pengukuran JVP
Perabaan hepar
22
Ronki halus, bukan merupakan penanda utama status
hipervolumia, terutama pada pasien gagal jantung tingkat lanjut
MRA dapat diberikan lebih awal untuk meningkatkan diuresis dan memperbaiki
angka mortalitas maupun morbiditas.1
Tata laksana gagal jantung akut yang dapat dilakukan di layanan primer dapat
adalah sebagai berikut;11
2. Aktivitas fisik:
b. Kondisi sedang atau ringan: batasi beban kerja sampai 70% – 80% dari
denyut nadi maksimal (220/umur)
d. Segera rujuk.
Pada pasien dengan gagal jantung akut, dimana kondisi klinis mengalami
perburukan dalam waktu cepat, harus segera dirujuk ke layanan sekunder (Sp.JP
atau Sp.PD) untuk penanganan lebih lanjut.11
23
2.9 Prognosis
Rata-rata perawatan di rumah sakit akibat gagal jantung akut dari The Euro Heart
Study adalah 9 hari. Pasien yang dirawat dengan gagal jantung akut hampir
separuh diantaranya dirawat kembali, paling tidak yaitu sekali pada 12 bulan
pertama. Estimasi kematian dan dirawat kembali pada 60 hari sejak pertama kali
dirawat adalah berkisar antara 30-50%. Kematian di rumah sakit tertinggi pada
pasien dengan syok kardiogenik yaitu berkisar antara 40-60%. Berbeda dengan
pasien gagal jantung akut hipertensif dimana angka kematian di rumah sakit
rendah dan kebanyakan pulang dari rumah sakit dalam keadaan asimtomatik.9
24
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. PN
Umur : 45 tahun
Keluhan Utama
● Sesak nafas meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak
sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu, dirasakan hilang timbul. Sesak
nafas tidak berbunyi menciut, sesak juga tidak dipengaruhi oleh cuaca dan
makanan.
● Pasien sering terbangun karena sesak yang tiba-tiba pada malam hari
● Penurunan BB disangkal.
25
● BAK tidak ada keluhan
Kulit
26
Pertumbuhan rambut : baik
KGB
Kepala
Mata
Visus : baik
27
Tanda penyakit grave : tidak ada
Telinga
Lubang : ada
Hidung
Septum : lurus
Mulut
Faring
Lidah : simetris
Tonsil : T1 - T1
Leher
28
Kaku kuduk : tidak ada
Thoraks
Bentuk : Normochest
Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi otot pernafasan tidak ada
Kecepatan 30 kali/menit
Perkusi : Redup pada paru kiri di RIC VI kebawah dan sonor pada paru
kanan
Jantung
Palpasi : Iktus kordis teraba, kuat angkat, setinggi RIC V, 1 jari lateral dari
Perkusi
29
Auskultasi: Irama Reguler, frekuensi 92x / menit,
Abdomen
Palpasi : Supel, defans muskular tidak ada, nyeri tekan tidak ada,
Perkusi : Timpani
Punggung
Palpasi : redup pada paru kiri di RIC VI kebawah dan sonor pada paru
kanan
Tangan
Kekuatan :
30
5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5
Gerakan : baik
Refleks
Fisiologis +/+
Patologis -/-
Hasil Laboratorium
31
Hasil pemeriksaan EKG
Irama : sinus
Axis : normal
Gel. P : P normal
PR interval : 0,16’’
ST segment : isoelektrik
Gel.T :N
LVH : (+)
RVH : (-)
32
Hasil pemeriksaan Rontgen Thorax
Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding
Pemeriksaan Anjuran
- Echocardiografi
Tindakan Pengobatan
33
- Istirahat
- ML DJ II RG II 100 kkal
- PCT 3x500 mg
- Ramipril 1x2,5 mg
- Sprironolacton 1x2 mg
- Simvastatin 1x20 mg
- Amlodipin 1x5 mg
Prognosis
34
BAB 4
DISKUSI
Pasien seorang perempuan berusia 45 tahun datang dengan keluhan sesak napas
semakin bertambah berat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas dapat terjadi
karena jaringan dalam tubuh tidak mendapatkan suplai oksigen adekuat. Penyebab sesak
napas dapat terjadi akibat gangguan pada sistem sirkulasi, respirasi, atau gangguan metabolik.
Sesak napas pada pasien ini tidak menciut. Sesak awalnya hanya dirasakan saat
beraktifitas berat, namun saat ini pasien sudah merasakan sesak meskipun aktifitas ringan.
Pasien lebih nyaman tidur dengan posisi bantal yang ditinggikan, dan lebih sesak saat tidur
telentang. Pasien juga pernah terbangun karena tiba-tiba sesak nafas pada malam hari. Suara
menciut dapat terjadi apabila terdapat penyempitan saluran napas, Sesak yang terjadi pada
pasien bersifat progresif lambat dan tidak menciut, sehingga sesak yang terjadi kemungkinan
Pada ektremitas ada riwayat ditemukan edem pada kedua tungkai. Edem pada pasien
ini terjadi karena kongesti vena sistemik akibat peningkatan tekanan pada atrium kanan yang
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik vena. Edem perifer biasanya terjadi pada saat
terdapat gagal jantung kanan. Edema lebih tampak pada tungkai bawah karena efek gravitasi,
terutama bila pasien banyak berdiri dan biasanya membaik pada pagi hari karena pasien
berbaring semalaman.
Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus yang tidak terkontrol sejak 5 tahun yang
lalu. Riwayat DM merupakan salah satu faktor risiko terjadinya gagal jantung karena keadaan
hiperglikemia kronik yang menyebabkan rusaknya pembuluh darah. Pasien juga memiliki
riwayat hipertensi yang tidak terkontrol sejak 1 tahun yang lalu. Hipertensi merupakan salah
satu factor risiko yang menyebabkan abnormalitas jantung seperti kardiomegali yang bisa
adanya hipertensi stage II pada pasien. Tekanan vena jugularis, 5 +0 cmH2O. Pada pasien ini
tidak ada peningkatan tekanan vena jugularis. Jika ditemukan peningkatan vena jugularis, hal
itu disebabkan oleh kongesti vena sistemik akibat penurunan kemampuan pompa ventrikel
kanan.
Pada pemeriksaan jantung dari palpasi dan perkusi didapatkan batas jantung kiri 1 jari
lateral dari LMCS RIC V, yang menandakan kemungkinan adanya pembesaran pada jantung
(kardiomegali). Pada orang dengan jantung normal batas jantung kiri tidak lebih dari sela iga
kelima dan tidak lebih dari 10,5 cm dari tengah sternum. Pada auskultasi irama jantung
regular dan tidak terdapat bising. Pada palpasi paru didapatkan fremitus kiri menurun di RIC
VI kebawah. Pada perkusi didapatkan suara redup pada paru kiri di RIC VI kebawah dan
sonor pada paru kanan. Hal ini menandakan adanya cairan pada bagian tersebut. Pada
auskultasi paru terdengar ronki di paru kiri yang biasanya menandakan kemungkinan adanya
kongesti pada paru. Selain itu suara nafas pada paru kiri juga menurun. Timbulnya ronki pada
paru disebabkan oleh transudasi cairan dari kapiler paru ke ruang interstisial. Hal ini
hidrostatik di vaskular paru disebabkan oleh peningkatan aliran darah ke paru yang
Leukositosis ini bisa menjadi salah satu penanda terjadinya infeksi dalam tubuh pasien yang
Dari EKG didapatkan irama sinus, frekuensi 100 kali permenit, aksis normal,
gelombang P normal, PR interval 0,16’’, durasi QRS0,08’’. Tidak terdapat depresi segmen ST
34
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sesuai dengan
kriteria Framingham. Pada pasien ini didapatkan dari anamnesis adanya PND (paroxysmal
nocturnal dyspneu) yang merupakan kriteria mayor, dan dari anamnesis juga pasien mengaku
sesak bertambah saat aktivitas / DOE (Dyspneu on Effort) dan ada riwayat sembab di kaki /
edema ekstremitas yang merupakan kriteria minor. Pada pemeriksaan fisik didapatkan batas
kiri jantung membesar, ditemukan batas jantung bergeser ke kiri dan ke bawah. Jadi
didapatkan 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor pada pasien, pada kasus ini sudah
Klasifikasi gagal jantung akut dibagi berdasarkan tampilan klinis yang dinilai dengan 2
indikator yaitu: 1. Volume overload (wet vs dry) sebagai gambaran peningkatan tekanan
pengisian ventrikel kiri, 2. Gejala penurunan cardiac output dengan penurunan perfusi
jaringan (cold vs warm extremities). Sebagai contoh istilah wet didasari adanya bendungan
pada paru yang ditandai dengan ronkhi, distensi JVP, dan edema tungkai, istilah warm
didasari dengan masih baiknya perfusi ke jaringan tubuh ditandai dengan masih hangatnya
ekstremitas. Klasifikasi ini membagi menjadi 4 profil pasien, yaitu: profil A (warm and dry),
profil B (warm and wet), profil L (cold and dry), profil C (cold and wet). Pasien pada kasus
ini termasuk dalam profil B, di mana terdapat bendungan paru dan edema tungkai dengan
perfusi jaringan yang masih baik.5
Berdasarkan New York Heart Assotiation (NYHA) pasien digolongkan kedalam CHF
Fc III (karena keluhan sesak nafas yang dirasakan pasien muncul saat aktifitas ringan dan
- Pada pasien diberikan terapi berupa anjuran untuk istirahat total, untuk mengurangi
sesaknya. Selama perawatan pasien diberikan Oksigen 10L/menit dan diberikan IVFD
NaCL 0,9% 24 jam/kolf untuk maintanance cairan, Balance cairan sangat diperhatikan
agar tidak terjadi overload cairan pada pasien ini. Pasie juga diberikan drip lasix 5
mg/jam agar overload cairan yang terjadi pada pasien dapat dikurangi. Antibiotik berupa
ceftriakson juga diberikan untuk membantu menyembuhkan penyakit infeksi pada bapak.
Untuk obat hipertensi diberikan amlodipin 1x5 mg, sprironolacton 1x2 mg, ramipril
34
1x2,5 mg. Untuk obat diabetes mellitus diberikan Inj novorapid 3x8 IV dosis koreksi.
34
DAFTAR PUSTAKA
2015.
3. Arini NP. Studi penggunaan obat pada pasien gagal jantung yang rawat inap di rsud
dr. Soetomo Surabaya (Skripsi). Surabaya: Universitas Katolik Widya Mandala; 2015.
4. Kemenkes RI. Riset kesehatan dasar 2013. Kementerian Kesehatan RI: Jakarta. 2013.
5. Ponikowski P, Voors AA, Anker SD, Bueno H, Cleland JGF, Coats AJS, Falk V, et al.
2016 ESC guidelines for diagnostic and treatments of acute and chronic heart failure.
6. Roger VL. Epidemyology of heart failure. Circc Res. 2013; 113: 649-59.
7. Kemenkes RI. Situasi kesehatan jantung. Pusat Data dan Informasi: Jakarta Selatan.
2014.
Simadibrata M, Setiati, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edise ke-5. Jakarta:
Simadibrata M, Setiati, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edise ke-5. Jakarta:
10. Lilly LS (editor). Patophysiology of the heart. Edisi ke-5. Philadelpia: Lippicont
11. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
34
34