Kardiotokografi
OLEH :
PRESEPTOR:
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
obstetri disuatu tempat atau negara. Di dunia, angka mortalitas perinatal sebesar 6 juta
kematian per tahun, dimana 98% terjadi di negara berkembang. Laporan Riskesdas 2007
menunjukkan 97% penyebab kematian perinatal di Indonesia dapat dicegah.1 Salah satu
penyebab mortalitas perinatal yang menonjol adalah hipoksia intra uterin. Kardiotokografi
(KTG) baik intermiten maupun terus-menerus merupakan peralatan elektronik yang dapat
dipergunakan untuk mengidentifikasi janin yang mempunyai resiko mengalami hipoksia dan
kematian intrauterin atau mengalami kerusakan neurologik dengan menilai denyut jantung
janin, sehingga berperan penting dalam pemantauan kesejahteraan janin. KTG sebagian besar
digunakan pada kehamilan dengan risiko tinggi. Pada KTG terdapat tiga bagian besar kondisi
yang dipantau yaitu denyut jantung janin (DJJ), kontraksi rahim dan gerak janin, serta
terutama pada saat persalinan. Pemantauan kesejahteraan janin merupakan suatu kompetensi
yang harus dimiliki oleh tenaga medis dan paramedis yang melakukan asuhan antenatal dan
asuhan persalinan. Standarisasi pemantauan sudah merupakan suatu prasyarat yang harus
dipenuhi agar evaluasi keberhasilan atau kegagalan pemantauan kesejahteraan janin yang
dikaitkan dengan luaran perinatal dapat dilaksanakan dengan baik. Bila hal ini dapat
dilakukan dengan baik, diharapkan angka kematian ibu dan perinatal dapat diturunkan.2
1.2 Batasan Masalah
Laporan Kasus ini membahas tentang definisi, metode, syarat, indikasi dan
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis mengenai
definisi, metode, syarat, indikasi dan kontraindikasi, teknik pemeriksaan, dan interpretasi
pemeriksaan CTG
Penulisan laporan kasus ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk
TINJAUAN PUSTAKA
Distribusi saraf simpatis sebagian besar berada di dalam miokardium. Stimulasi saraf
menambah kekuatan kontraksi jantung, dan meningkatkan volume curah jantung. Dalam
keadaan stress, sistem saraf simpatis berfungsi mempertahankan aktivitas pemompaan darah.
Inhibisi saraf simpatis, misalnya dengan obat propanolol, akan menurunkan frekuensi DJJ dan
Sistem saraf parasimpatis terutama terdiri dari serabut nervus vagus yang berasal dari
batang otak. Sistem saraf ini akan mengatur nodus SA, nodus VA, dan neuron yang terletak di
antara atrium dan ventrikel jantung. Stimulasi nervus vagus, misalnya dengan asetilkolin akan
menurunkan frekuensi DJJ, sedangkan inhibisi nervus vagus, misalnya dengan atropin, akan
3. Baroreseptor
Reseptor ini letaknya pada arkus aorta dan sinus karotid. Bila tekanan darah
meningkat, baroreseptor akan merangsang nervus vagus dan nervus glossofaringeus pada
batang otak. Akibatnya akan terjadi penekanan aktivitas jantung berupa penurunan frekuensi
Kemoreseptor terdiri dari dua bagian, yaitu bagian perifer yang terletak didaerah
karotid dan korpus aortik; dan bagian sentral yang terletak dibatang otak. Reseptor ini
berfungsi mengatur perubahan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan
serebrospinal. Bila kadar oksigen menurun dan karbondioksida meningkat, akan terjadi
refleks dari reseptor sentral berupa takikardia dan peningkatan tekanan darah. Hal ini akan
karbondioksida. Keadaan hipoksia atau hiperkapnia akan mempengaruhi reseptor perifer dan
Aktivitas otak meningkat sesuai dengan bertambahnya variabilitas DJJ dan gerakan
janin. Pada keadaan janin tidur, aktivitas otak menurun, dan variabilitas DJJ pun akan
berkurang.
Pada keadaan stres, misalnya hipoksia intrauterin, medula adrenal akan mengeluarkan
epinefrin dan nor-epinefrin. Hal ini akan menyebabkan takikardia, peningkatan kekuatan
Akselerasi DJJ dimulai bila ada sinyal aferen yang berasal dari salah satu dari tiga
sumber, yaitu (1) proprioseptor dan ujung serabut saraf pada jaringan sendi; (2) serabut saraf
nyeri yang terutama banyak terdapat di jaringan kulit; dan (3) baroreseptor di aorta ascendens
dan arteri karotis, dan stretch reseptors di atrium kanan. Sinyal-sinyal tersebut diteruskan ke
cardioregulatory center (CRC) kemudian ke cardiac vagus dan saraf simpatis, selanjutnya
memantau kesejahteraan janin melaluai penilaian denyut jantung janin (DJJ), kontraksi
uterus, dan gerak janin dalam waktu bersamaan. Kesejahteraan janin menggambarkan
kecukupan oksigenasi dan pertumbuhan janin yang baik, kesehatan ibu, dan volume cairan
merekam pola denyut jantung janin dan memantau efek kontraksi uterus. KTG secara luas
digunakan dalam kehamilan untuk memperkirakan kondisi denyut jantung janin, sebagian
besar digunakan pada kehamilan dengan risiko tinggi. Biasanya digunakan pada trisemester
ketiga kehamilan.2,3
bertekanan (pressure sensor) yang dipasangkan pada abdomen wanita, dengan posisi
duduk setengah berbaring (bukan terlentang lurus karena dapat menghasilkan temuan
yang keliru). Alat yang dipasang berupa 2 transuder, 1 transuder digunakan untuk
memantau DJJ menggunakan ultrasound, dan 1 transuder lagi untuk menilai kontraksi
rahim. Pada saat ini cara eksternal lebih populer karena bisa dilakukan selama
antenatal ataupun intranatal, praktis, aman, dengan nilai prediktif positif yang kurang
2. Metode Internal (Invasif/ langsung), pencatatan langsung dengan cara lain bisa
ataupun internal hanya mungkin setelah ketuban pecah dan serviks agak dilatasi.
Perekaman yang segera dan terus menerus terhadap frekwensi denyut jantung janin,
merupakan petunjuk paling awal dari insufisiensi uteroplasenter atau kompresi tali
pusat. Jika kontraksi spontan tidak terjadi pada 30 menit, dapat dirangsang dengan
merangsang puting susu. Variasi denyut jantung yang berkaitan dengan kontraksi
dicatat. Jika janin letargik, maka dapat dirangsang untuk bergerak dengan
2.4.Indikasi KTG
Pada persalinan normal, pemeriksaan ini dilakukan pada kala I, dengan pencatatan
secara intermiten selama 20 menit dengan interval setiap setengah jam. Bila grafiknya
abnormal atau adanya resiko yang baru terlihat, perlu dilakukan pencatatan terus
menerus.
yaitu:
No Indikasi Waktu
No Indikasi Waktu
Sampai saat ini belum ditemukan kontra-indikasi pemeriksaan CTG terhadap ibu maupun
janin. 3
4. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer (KTG terkomputerisasi)
dan kemungkinan hasil yang akan didapat. Persetujuan tindak medik ini dilakukan
maksimum DJJ.
6. Hitung DJJ selama satu menit; bila ada his, dihitung sebelum dan segera setelah
kontraksi berakhir.
7. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di daerah punktum
maksimum.
8. Setelah transduser terpasang baik, beri tahu ibu bila janin terasa bergerak, pencet bel
yang telah disediakan dan hitung berapa gerakan bayi yang dirasakan oleh ibu selama
perekaman KTG.
10. Lama perekaman adalah 30 menit (tergantung keadaan janin dan hasil yang ingin
dicapai).
12. Lakukan dokumentasi data pada komputer (data untuk rumah sakit).
13. Matikan komputer dan mesin KTG. Bersihkan dan rapikan kembali alat pada
tempatnya.
15. Berikan hasil rekaman KTG kepada dokter penanggung jawab atau paramedik untuk
Gambaran DJJ dalam pemeriksaan KTG dapat digolongkan ke dalam 2 bagian besar,
yaitu:4,5,6,7,8
a. Denyut jantung janin dasar (baseline fetal heart rate). Yang termasuk di sini adalah
frekuensi dasar dan variabilitas denyut jantung janin saat uterus dalam keadaan
istirahat (relaksasi).
Frekuensi dasar DJJ adalah frekuensi rata-rata DJJ yang terlihat selama periode 10
menit, tanpa disertai periode variabilitas DJJ yang berlebihan (lebih dari 25 dpm), tidak
terdapat perubahan periodik atau episodik DJJ, dan tidak terdapat perubahan frekuensi dasar
yang lebih dari 25 denyut per menit(dpm). Dalam keadaan normal, frekuensi dasar DJJ
berkisar antara 120 – 160 dpm. Frekuensi dasar DJJ yang lebih dari 160 dpm disebut
tersebut biasanya tidak berdiri sendiri. Bila takikardia disertai dengan variabilitas DJJ yang
normal, biasanya janin masih dalam keadaan baik. Takikardia dapat juga terjadi oleh sebab
- Anemia janin.
- Ibu gelisah.
- Ibu hipertiroid
Bradikardia dapat terjadi sebagai respons awal keadaan hipoksia akut. Pada hipoksia
ringan frekuensi DJJ berkisar antara 100-120 dpm danvariabilitas DJJ masih normal. Hal ini
menunjukkan bahwa janin masih mampu mengadakan kompensasi terhadap stres hipoksia.
Bila hipoksia semakin berat janin akan mengalami dekompensasi terhadap stres tersebut.Pada
keadaan ini akan terjadi bradikardia yang kurang dari 100 dpm, disertai dengan berkurang
Bradikardia yang tidak disertai perubahan gambaran DJJ lainnya bukan petunjuk bahwa
janin mengalami hipoksia. Bradikardia dapat juga disebabkan oleh keadaan lain yang bukan
- Kehamilan posterm
- Hipotermia
- Bradiaritmia janin.
2.8.2 Variabilitas DJJ
Variabilitas DJJ adalah gambaran osilasi ireguler yang terlihat pada rekaman DJJ.
Fisiologi terjadinya variabilitas DJJ diduga akibat adanya keseimbangan interaksi sistem saraf
variabilitas DJJ terjadi akibat stimulus di daerah korteks serebri yang merangsang pusat
Variabilitas denyut jantung janin yang normal menunjukkan sistem persarafan janin
mulai dari korteks - batang otak - n. vagus dan sistem konduksi jantung semua dalam keadaan
baik. Keadaan hipoksia otak (asidosis/ asiksia janin) akan menyebabkan gangguan
rekaman kardiotokografi akan tampak adanya perubahan variabilitas yang makin lama makin
rendah sampai menghilang (bila janin tidak mampu lagi mempertahankan mekanisme
hemodinamik diatas).8,9
Variabilitas ini merupakan perbedaan interval antara denyut yang terlihat pada
gambaran KTG yang juga menunjukkan variasi dari frekuensi antara denyut pada DJJ.
Rata-rata variabilitas jangka pendek DJJ yang normal antara 2-3 dpm. Arti klinis dari
variabilitas jangka pendek masih belum banyak diketahui, akan tetapi biasanya tampak
Variabilitas ini merupakan gambaran osilasi yang lebih kasar dan lebih jelas
tampak pada rekaman KTG dibanding dengan variabilitas jangka pendek. Rata-rata
mempunyai siklus 3-6 kali permenit. Penilaian variabilitas DJJ yang paling mudah
adalah dengan mengukur besarnya amplitudo dari variabilitas jangka panjang (long term
dikategorikan menjadi:
Pada hipoksia serebral, variabilitas DJJ akan menghilang apabila janin tidak mampu
serebral. Dapat disimpulkan bahwa variabilitas DJJ yang normal menunjukkan sistem
persarafan janin mulai dari korteks serebri – batang otak – nervus vagus – dan sistem
konduksi jantung dalam keadaan baik. Variabilitas DJJ akan menghilang pada janin yang
berkurang:9,10
- Blokade vagal
variabilitas jangka panjang tampak dominan sehingga tampak gambaran sinusoidal. Hal ini
- Anemia kronik
- Fetal eritroblastosis
- Rh-sensitized
a. Akselerasi (accelerations)
Akselerasi adalah peningkatan DJJ sebesar 15 dpm atau lebih, berlangsung selama 15
detik atau lebih, yang terjadi akibat gerakan atau stimulasi janin. Akselerasi yang berlangsung
merupakan dasar dari pemeriksaan non-stress test (NST). Janin yang tidak menunjukkan
tanda akselerasi DJJ bukan berarti dalam keadaan bahaya, namun merupakan indikasi untuk
pemeriksaan lebih lanjut, seperti contraction stress test (CST) atau penilaian profil biofisik
janin.9,10
menunjukkan adanya kompresi parsial pada tali pusat. Gambaran akselerasi yang menghilang
dapat menjadi pertanda adanyahipoksia janin, apalagi bila disertai dengan tanda-tanda
lainnya, seperti variabilitas djj yang berkurang, takikardia, atau bradikardia. Penting untuk
Deselerasi dini adalah penurunan DJJ sesaat yang terjadi bersamaan dengan timbulnya
kontraksi. Gambaran penurunan DJJ pada deselerasi dini menyerupai bayangan cermin dari
kontraksi, yaitu timbul dan berakhirnya deselerasi sesuai dengan saat timbul dan berakhirnya
kontraksi. Nadir (bagian terendah) deselerasi terjadi pada saat puncak kontraksi.6,10
Penurunan DJJ pada deselerasi dini biasanya tidak mencapai 100 dpm. Deselerasi dini
tidak mempunyai arti patologis jika tidak disertai kelainan pada gambaran DJJ lainnya.8,9
Gambar 2.8. Patofisiologi deselerasi dini
kontraksi uterus yang periodik dan normal. Deselerasi saat ini disebabkan oleh penekanan
kepala janin oleh jalan lahir yang mengakibatkan hipoksia dan merangsang reflex vagal.9,10
Deselerasi lambat merupakan penurunan DJJ yang terjadi beberapa saat setelah
kontraksi dimulai. Nadir deselerasi terjadi lebih lambat dari puncak kontraksi dan deselerasi
Deselerasi lambat yang terjadi berulang seringkali dijumpai pada keadaan insufisiensi
plasenta dan hipoksia janin. Bila deselerasi lambat disertai variabilitas yang berkurang atau
kelainan DJJ lainnya, keadaan tersebut menunjukkan suatu tanda gawat janin (fetal distress),
- Berakhirnya sekitar 20-30 detik setelah kontraksi uterus menghilang Lamanya kurang
- Timbul berulang pada setiap kontraksi dan beratnya sesuai dengan intensitas kontraksi
uterus
- Frekuensi dasar denyut jantung janin biasanya normal atau takikardi ringan, akan
Gambaran deselerasi lambat yang “halus” (penurunan DJJ sangat sedikit) mungkin
sulit dideteksi pada KTG, akan tetapi tetap mempunyai arti patologis (abnormal). Penurunan
aliran darah pada sirkulasi ibu akan menyebabkan janin mengalami hipoksia. Apabila janin
masih mempunyai cadangan O2 yang mencukupi dan masih mampu mengadakan kompensasi
keadaan tersebut, maka tidak tampak adanya gangguan pada gambaran KTG selama tidak ada
stress yang lain. Bila terjadi kontraksi uterus, maka aliran darah ke plasenta akan semakin
berkurang dan akan memperberat keadaan hipoksia janin. Keadaan terakhir ini akan
menyebabkan rangsangan pada kemoreseptor dan n.vagus dan terjadilah deselerasi lambat
tersebut.
Jarak waktu antara timbulnya kontraksi dan terjadinya deselerasi sesuai dengan waktu
yang diperlukan untuk rangsangan kemoreseptor dan n.vagus. pada fase awal, dimana tingkat
hipoksia belum sampai menyebabkan hipoksia otak dan tubuh masih mampu mengadakan
kompensasi untuk mempertahankan sirkulasi otak, variabilitas DJJ biasanya normal. Akan tetapi
bila keadaan hipoksia semakin berat dan berlangsung lebih lama maka jaringan otak akan
mengalami hipoksia. Sebagai akibatnya adalah variabilitas DJJ yang menurun dan akhirnya
Deselerasi variabel mempunyai bentuk yang bervariasi, dan kaitan timbulnya deselerasi
dengan kontraksi juga bervariasi. Deselerasi variabel terjadi akibat kontraksi uterus,terutama
pada partus kala II dan penyebab paling sering adalah kompresi tali pusat pada kehamilan atau
kala I. Kompresi ini bisa oleh karena lilitan tali pusat, tali pusat menumbung, atau
oligohidramnion. Selama variabilitas DJJ masih baik, biasanya janin tidak mengalami hipoksia
yang berarti.10
Penanganan yang dianjurkan pada keadaan ini adalah perubahan posisi ibu, reposisi tali
pusat bila ditemukan adanya tali pusat terkemuka atau menumbung, pemberian oksigen pada ibu,
bila diperlukan.10
bentuknya
- Saat dimulai dan berakhirnya deselerasi terjadi dengan cepat dan penurunan frekuensi
Bila terjadi deselerasi variabel yang berulang terlalu sering, atau deselerasi variabel
yang berlanjut.
Berbeda dengan deselerasi dini dan deselerasi lambat, gambaran deselerasi variabel
berbentuk runcing oleh karena timbul dan menghilangnya deselerasi berlangsung cepat.
- Deselerasi variabel sedang (moderat), apabila penurunan DJJ mencapai 60-80 dpm dan
- Deselerasi variabel berat, apabila DJJ menurun sampai di bawah 60 dpm dan lamanya
untuk menyatakan penurunan DJJ lebih dari 30 dpm dan lamanya lebih dari 2,5 menit. Deselerasi
variabel merupakan jenis deselerasi yang paling sering dijumpai, yaitu pada sekitar 50% - 80%
a. Normal/ reaktif
Pola normal/ reaktif menunjukkan bahwa janin tidak mempunyai risiko mati dalam 7-10
hari berikutnya. Frekwensi DJJ normal adalah antara 110 dan 160 dpm dengan
variabilitas batas dasar normal antara 5-15 dpm. Selama pola ini persisten sepanjang
b. Non-reaktif
Jika didapati tidak adanya gerakan janin dalam 20 menit, tidak terdapat akselerasi pada
gerakan janin, frekuensi dasar DJJ abnormal (kurang dari 120 dpm atau lebih dari 160
c. Meragukan
Jika didapati gerakan janin kurang dari 2 kali dalam 20 menit, atau terdapat akselerasi
kurang dari 15 dpm, frekuensi dasar DJJ abnormal, dan variabilitas antara 2 – 5 dpm.
Satu masalah dengan KTG adalah bahwa pola yang normal meramalkan bahwa janin
tidak dalam keadaan yang bahaya, dan pola abnormal tidak memberikan prediksi yang akurat
Contraction Stress test (CST) bertujuan untuk menilai gambaran DJJ dalam hubungannya
dengan kontraksi uterus. CST biasanya dilakukan untuk memantau kesejahteraan janin saat
proses persalinan terjadi (inpartu). Penilaian CST: frekuensi dasar DJJ, variabilitas, dan
a. Negatif
Frekuensi DJJ normal, variabilitas DJJ normal, tidak didapatkan adanya deselerasi lambat,
b. Positif
Terdapat deselerasi lambat yang berulang pada sedikitnya 50% dari jumlah kontraksi. Terdapat
deselerasi lambat yang berulang, meskipun kontraksi tidak adekuat, variabilitas DJJ kurang atau
menghilang.
c. Mencurigakan
Terdapat deselerasi lambat yang kurang dari 50% dari jumlah kontaksi, terdapat deselerasi
variabel, frekuensi dasar DJJ abnormal. Bila hasil CST mencurigakan, pemeriksaan harus
d. Tidak memuaskan
Hasil rekaman tidak representatif, misalnya karena ibu gemuk, gelisah atau gerakan janin
berlebihan, tidak terjadi kontraksi uterus yang adekuat. Pemeriksaan harus diulangi dalam 24
jam.
e. Hiperstimulasi
Kontraksi uterus lebih dari 5 kali dalam 10 menit, lamanya lebih dari 90 detik, seringkali terjadi
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Ny. S
Usia : 29 tahun
No MR : 01017339
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Padang
KELUHAN UTAMA
Pasien usia 29 tahun datang ke bangsal Kebidanan kiriman dari poli dengan diagnosis
Riwayat Gravid/Persalinan/Abortus:
ELEKTROKARDIOGRAFI (31-5-2018)
Sinus rhytm, QRS rate 90x/I, axis N, P wave N, PR int 0,16, ST-T change (-), LVH (-), RVH (-)
ECHOCARDIOGRAFI (31-5-2018)
VSD perimembran diameter 0,5-0,7 cm L-R shunt, EF 71%, katup baik, kontraktilitas RV baik
USG (8/10/2018)
Janin hidup tunggal intrauterin presentasi kepala
Aktivitas gerak janin baik
Biometri : BPD 89,3 mm
FL 72,8 mm
AC 32,88 mm
HL 64,1 mm
SDAV 23,2 mm
EFW 3073 gr
FHR 149 x/i
Plasenta tertanam di korpus posterior grade II-III
Kesan : Reaktif
DIAGNOSA KERJA
G1P0A0H0 gravid 38-39 minggu + VSD
TATALAKSANA
Kontrol KU, VS, PPV, DJJ
Rencana sectio caesarea pada 16 Oktober 2018