Disusun Oleh:
Iske Lucia Ganda
01.211.6419
Pembimbing:
dr. Saiful Mujab, Sp.A
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016
1
HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing
2
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : An. MR
Umur : 1 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Anak : Pertama
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Ds. Temuroso, Guntur, Demak
Nama Ibu : Ny. F
Umur : 23 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
Nama Ayah : Tn. EW
Umur : 23 tahun
Pekerjaan : Karyawan
Pendidikan : SMA
Bangsal : Dahlia
No. CM : 05-22XX
Masuk RS : 24/ 02 / 2016 jam 21.30 WIB dari bangsal Mawar
B. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu penderita di bangsal Dahlia RSUD Sunan Kalijaga
dilakukan pada hari minggu tanggal 25 Februari pukul 09.00 WIB.
1. Keluhan Utama : Batuk
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sebelum masuk RS
3
2 hari sebelum masuk rumah sakit, anak batuk berdahak, dahak sulit
dikeluarkan dan terdengar bunyi grok-grok. Batuk disertai pilek
dengan lendir berwarna putih encer. Ibu pasien mengaku, anak sudah
sering batuk hilang timbul ± 1 minggu, tapi tidak diobati. Batuk
berdarah dan berkeringat di malam hari disangkal oleh ibu pasien.
Riwayat kontak dengan orang yang batuk lama, penderita TB paru
atau yang sedang melakukan pengobatan 6 bulan dalam waktu dekat
ini disangkal.
Anak juga mengalami demam cukup tinggi dan terus menerus serta
tampak sesak. Ibu pasien memberikan obat penurun panas yang
dibeli bebas di warung. Demam turun saat diberi obat penurun
panas, namun beberapa jam kemudian demam naik lagi. Hidung
kembang kempis dan dada cekung pada saat sesak disangkal.
Keluhan mual muntah disangkal, kejang disangkal, bintik-bintik
merah di badan disangkal. BAB dan BAK normal seperti biasa.
1 hari sebelum masuk rumah sakit batuk bertambah berat, suara
nafas terdengar grok-grok, pasien masih demam, sesak napas, pilek,
kondisi anak semakin lemas dan kurang aktif. Ibu mengaku saat
anak bernafas tidak terdengar suara ngik-ngik serta tidak didapatkan
kebiruan pada wajah dan ujung jari tangan dan kaki. Ibu mengatakan
hidung kembang kempis dan dada cekung pada saat sesak nafas .
Tidak ada riwayat tersedak sebelumnnya. Anak kemudian dibawa ke
poli klinik Anak RSUD Sunan Kalijaga Demak dan dianjurkan untuk
mondok.
Saat di RS ibu mengeluhkan anaknya masih batuk, pilek, suara nafas
terdengar grok-grok, demam dan sesak napas sudah berkurang. Kondisi
anak semakin membaik.
4
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini
6. Riwayat Imunisasi :
BCG : 1 x (2 bulan)
DPT : 3 x (2, ibu lupa, 6 bulan)
Polio : 4 x (ibu lupa, 6 bulan)
Campak : 1x (9 bulan)
Hepatitis B : 4 x (ibu lupa ,4, 6 bulan)
5
Denver II :
Personal Sosial : cuci dan mengeringkan tangan, gosok gigi dengan
bantuan, memakai baju.
Motorik Halus : menata dari 6 kubus, menara dari 4 kubus
Bahasa : bicara dengan mengerti, menunjuk 4 gambar, bagian
badan dan menyebut 1 gambar, kombinasi kata, menunjuk 2 gambar
Motorik Kasar : melempar bola lengan ke atas, melompat, menendang
bola ke depan.
BB Lahir : 3000 gram , PB Lahir : lupa
BB sekarang : 10 kg
6
Riwayat Makan dan Minum
i. 0 – 3 bulan :
- ASI semau anak,
- Susu formula SGM 1 dengan frekuensi 2-4x sehari (diberikan 2
sendok takar dengan air 60 cc) habis diminum (1 sendok takar SGM
1 = 30 cc)
7
ii. 3 bulan – 6 bulan :
- ASI semau anak
- Susu formula SGM 1 dengan frekuensi 2-4x sehari (diberikan 3
sendok takar dengan air 90 cc) habis diminum (1 sendok takar
SGM 1 = 30 cc),
- Bubur susu serelac rasa kacang hijau dan beras merah 2x sehari
sejak usia 6 bulan @ 1/4 mangkok kecil habis dimakan.
iii. 6 bulan – 11 bulan :
- ASI semau anak
- Susu formula SGM 2 dengan frekuensi 3-4x sehari (diberikan 3
sendok takar dengan air 90 cc) habis diminum (1 sendok takar
SGM 2 = 30 cc),
- Usia 6-8 bulan : Bubur susu serelac rasa kacang hijau dan beras
merah 2x sehari sejak usia 6 bulan @ 1/4 mangkok kecil tidak habis
dimakan.
- Usia 9 bulan : Nasi tim, wortel, bayam, telur 1 diberikan 2x sehari
pagi dan sore @ 1/2 mangkok kecil habis dimakan.
Kesan : ASI tidak eksklusif
Kualitas baik
Kuantitas kurang
8. Riwayat Perinatal :
1. Pemeliharaan Perinatal
Periksa kandungan : di bidan 4 kali, TT 2 kali.
Penyakit kehamilan : perdarahan selama kehamilan (-)
Obat yang diminum : Vitamin C, tablet tambah darah, tablet
kalsium
Jamu-jamuan : (-)
2. Riwayat Kelahiran
8
Lahir di : bidan
Ditolong oleh : bidan
Lama dalam kandungan : 39 minggu
Jenis partus : spontan
BB waktu lahir : 3000 gram
PB waktu lahir : lupa
3. Pemeriksaan Post Natal
Periksa : di Posyandu
Keadaan anak : baik
Imunisasi : di Bidan
4. Riwayat KB orang tua : tidak menggunakan KB
C. PEMERIKSAAN FISIK
(hari senin Tgl. 28 pukul 14.40 WIB di bangsal Dahlia RSUD Sunan Kalijaga)
1. Status umum
Umur : 1,1 tahun
BB : 10 kg
PB : 82 cm
2. Keadaan umum :composmentis, sesak nafas, tampak lemas, status gizi
buruk.
Tanda Vital :
HR : 140 x/meniT
RR : 42 x/menit
Temperatur : 38,5 C aksiler
Keadaan tubuh
Anemik : (-)
Sianotik : (-)
Ikterik : (-)
9
Turgor : baik
Tonus : dalam batas normal
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Kulit : petechie (-)
Oedema : (-)
Dyspnoe : (-) retraksi (-)
Kepala
Mesocephal, Rambut hitam dan tidak mudah dicabut.
UUB : sudah menutup, tidak cekung.
Mata : konjungtiva palpebra anemis -/-, ikterik -/-, edem palpebra
-/-, cowong -/-, bercak bitot -/-, ulkus kornea -/-,
Hidung : napas cuping (+), epistaksis (-), sekret (+).
Telinga : sekret (-), normotia, nyeri (-)
Mulut : sianosis (-), gusi berdarah (-), sariawan (-)
Bibir : kering (-), mukosa dalam sianosis (-)
Lidah : kotor (-), tremor (-)
Gigi : karies (-)
Tenggorokan : T1-1, faring hiperemis(-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Dada
Paru
Inspeksi : simetris, retraksi (+)
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
AuskultasI :
suara dasar : vesikuler +/+ di seluruh lapangan paru
suara tambahan : ronkhi +/+,wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
10
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V 2 cm ke medial , tidak
kuat angkat, dan tidak melebar
Perkusi :
Batas kiri : SIC V 2 cm ke medial
Batas atas : SIC II LPS sinistra
Batas kanan : SIC II LPS dextra
Auskultasi : BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, supel,
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : Nyeri tekan (-), turgor < 2 detik
Hepar : tidak teraba
Lien : Tidak Teraba
Alat kelamin : dalam batas normal
Kelenjar : Pembesaran KGB (-)
Anggota gerak
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Oedem -/- -/-
Capp. Refill < 2” < 2”
Gerakan +N / +N +N / +N
Kekuatan 5/5 5/5
Reflek fisiologis +N / + N +N / +N
Reflek patologis -/- -/-
Tonus +N/+N +N/+N
Klonus -/- -/-
11
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Lab darah
Jenis 26 oktober 2015 Nilai normal
Pemeriksaan
Hb (gr%) 9,6 10,5-13
Ht (%) 31,4 33-42
Leukosit (/mm3) 20290 6.000-17.500
Trombosit(/mm3) 349000 250.000-600.000
HBsAg Negatif Negatif
GDS 92 75-120
Natrium (Na) 131,77 135-155
Kalium (K) 3,48 3,5-5,5
Klorida (Cl) 110,34 95-108
Kalsium (Ca) 8,36 81-104
Magnesium (Mg) 1,5 1,9-2,5
Kesan :
12
E. PERIKSAAN STATUS GIZI
Status Gizi Antropometri NCHS – WHO
Laki-laki : BB = 10 kg, PB = 78 cm, umur 1 thn 1 bulan
WAZ = BB – median = 10 - 12,6= - 3,15 ( underweight )
SD 1,30
HAZ = TB – median = 76 – 87,6 = - 1,69 ( perawakan normal )
SD 3,30
WHZ = BB – median = 10 – 11,3= -3,11 ( gizi buruk )
SD 0,9
Kesan :
Underweight
Perawakan normal
Status Gizi buruk
Daftar Masalah
No Masalah aktif Tanggal No Masalah Pasif Tanggal
1 Batuk 24 – 02 – 2016 1 Kesan sosial ekonomi 24 – 02 –
2016
kurang
2 Pilek 24 – 02 – 2016 2 Gizi buruk 24 – 02 –
2016
3 Febris 24 – 02 – 2016
4 Sesak nafas 24 – 02 – 2016
5 Ronkhi 24 – 02 – 2016
6 Napas cuping 24 – 02 – 2016
7 Retraksi 24 – 02 – 2016
8 Kesan 24 – 02 – 2016
Bronkopneumoni dari
X-Foto Thorax
G. DIAGNOSA BANDING :
i. Bronkopneumoni
H. DIAGNOSIS KERJA
13
1. Diagnosis utama : Bronkopneumoni
2. Diagnosis komorbid :-
3. Diagnosis komplikasi :-
4. Diagnosis gizi : gizi baik
5. Diagnosis sosial ekonomi : Kurang
6. Diagnosis Imunisasi : imunisasi dasar lengkap
7. Diagnosis Pertumbuhan : normal
8. Diagnosis Perkembangan : normal
I. INITIAL PLAN
IP Dx : Subyektif :-
Obyektif :-
IP Tx :
Inf.RL 8 tpm
Inj.Cefotaxim 3x250 mg iv
Inj.Dexamethason 3x1/2 amp iv
Inj.PCT 4x100 mg iv
Po :
Ambroxol 5 mg pulv 3x1
Salbutamol 0,5 mg pulv 3x1
CTM 1 mg pulv 3x1
Nebul :
Ventolin 1/2 resp 3x/hari
Fulmicort 1/2 resp 3x/hari
IP Mx :
Keadaan Umum
Tanda Vital (Nadi, RR, suhu)
IP Ex :
Jika anak demam, segera beri obat penurun panas dan kompres, jika
demam tidak turun segera bawa anak ke pelayanan kesehatan
terdekat.
14
Jika anak mengalami sesak napas segera dibawa ke pelayanan
kesehatan terdekat.
Hati-hati dalam memberikan makanan dan minuman kepada anak.
Jangan terburu-buru, jangan sambil berbaring untuk menghindari
agar tidak tersedak.
Hindarkan anak dari orang yang sedang batuk dan juga perokok.
Bila ada keluarga yang sedang sakit batuk, sebaiknya menggunakan
masker ketika berinteraksi dengan anak.
G. PROGNOSA
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
15
(+/+), sekret (+/ (+/+), sekret (+/ (+/+), sekret (-/-) sekret (-/-)
- Thorax : retraksi - Thorax : retraksi
+). +)
- Thorax : retraksi - Thorax : retraksi (+); suprasternal, (+); suprasternal,
(+); suprasternal, (+); suprasternal, intercostal, intercostal,
intercostal, intercostal, epigastrial,rh (+/ epigastrial, rh (+/
epigastrial, rh (+/ epigastrial, rh (+/ +), wh (-/-). +), wh (-/-).
- Akral Dingin : (-) - Akral Dingin : (-)
+), wh (-/-). +), wh (-/-).
- Akral Dingin : (-) - Akral Dingin : (-)
Hb:11,5 gr/dl
Ht :32,4 % -
Labora
Leukosit: Nebul 3x Nebul 3x
torium
4.480/mm5
Darah Trombosit:
184.000/mm5
Asses: Bronkhopneumonia Bronkhopneumonia Bronkhopneumonia Bronkhopneumonia
Gizi buruk Gizi buruk Gizi buruk Gizi buruk
16
Terapi Inf. RL 10 tpm Inf. RL 10 tpm Inf. RL 10 tpm Inf. RL 10 tpm
Inj. Cefotaxime Inj. Cefotaxime Inj. Cefotaxime Inj. Cefotaxime
3x250 mg iv 3x250 mg iv 3x250 mg iv 3x250 mg iv
Inj. Dexametasone Inj. Dexametasone Inj. Dexametasone Inj. Dexametasone
3x 1/3 A iv 3x 1/3 A iv 3x 1/3 A iv 3x 1/3 A iv
Inj. PCT 4x100 mg Inj. PCT 4x100 mg Inj. PCT 4x100 mg Inj. PCT 4x100 mg
iv iv iv iv
p/o: p/o: p/o: p/o:
Ambroxol 5 mg Ambroxol 5 mg Ambroxol 5 mg Ambroxol 5 mg pulv
pulv 3x1 pulv 3x1 pulv 3x1 3x1
Salbutamol 0,5 mg Salbutamol 0,5 mg Salbutamol 0,5 mg Salbutamol 0,5 mg
pulv 3x1 pulv 3x1 pulv 3x1 pulv 3x1
CTM 1 mg pulv CTM 1 mg pulv 3x1
F75 90 ml setiap 2
3x1
F75 90 ml setiap 2 jam ( 12x makan )
Nebul :
jam ( 12x makan )
ventolin 1/2 resp
Nebul :
ventolin 1/2 3x/hari
Fulmicort 1/2
resp 3x/hari
Fulmicort 1/2 resp 3x/hari
resp 3x/hari
17
Waktu/ Hari ke 6 perawatanHari ke 7 perawatan Hari ke 8 perawatan
Tanggal
28/02/2016 29/02/2016 1/03/2016
Keluha Sesak (+), batuk Sesak (+), batuk batuk (), pilek (-),
n (+), pilek (+), (+), pilek (+), demam (-)
Demam (+) demam (+)
Keadaan Sadar, sesak , Sadar, sesak, Baik, compos
Umum lemas rewel, lemas mentis
TTV:
Nadi 140x/menit 131x/menit 130x/menit
RR 42 x/menit 40 x/menit 38 x/menit
Suhu 38,5 0C 37,6 0C 37,3 0C
PF - Hidung : nafas - Hidung : nafas - Hidung : nafas
cuping hidung cuping hidung cuping hidung
(+/+), sekret (+/ (-/-), sekret (+/+) (-/-), sekret (-/-)
- Thorax : retraksi - Thorax : retraksi
+).
- Thorax : retraksi (-); suprasternal, (-); suprasternal,
(+); suprasternal, intercostal, intercostal,
intercostal, epigastrial, rh epigastrial,rh
epigastrial, rh (+/ (-/-), wh (-/-). (-/-), wh (-/-).
- Akral Dingin : (-) - Akral Dingin : (-)
+), wh (-/-).
- Akral Dingin : (-)
Hb:11,5 gr/dl
Ht :32,4 % -
Labora
Leukosit:
torium
4.480/mm5
Darah Trombosit:
184.000/mm5
Asses: Bronkhopneumonia Bronkhopneumonia Bronkhopneumonia
18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
BRONCHOPNEUMONIA
Bronchopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit
Pneumonia. Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut
bagian bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang
berupa distribusi berbentuk bercak-bercak yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
FAKTOR RESIKO
Terdapat beberapa factor resiko yang menyebabkan tingginya angka
mortalitas pada anak balita di Negara berkembang. Factor resiko tersebut
asalah: pneumoni yang terjadi masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR),
tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi,
defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri pathogen di
nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau
asap rokok)
ETIOLOGI
Berbagai bentuk klinis pneumonia sering kali di klasifikasikan
berdasarkan pembagian serta penyebaran anatomis dan etiologinya.
1. Berdasarkan anatominya pneumonia di bagi atas :
a. Pneumonia Lobaris
b. Pneumonia Lobularis (Bronchopneumonia)
c. Pneuminia Interstitialis (Bronkiolitis)
19
2. Berdasarkan etiologinya dibagi atas :
a. Bakteri : Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus
hemolyticus, Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus
friedlander, Mycobacterium tuberculosis
b. Virus : Respiratory syncytial virus, Virus influenza, adenovirus, Virus
sitomegalik
Virus penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus respiratori
sinsitial, virus para influenza, virus influenza, virus adeno, virus cytomegalo
virus. virus respiratori sinsitial yang paling sering menyebabkan pneumonia
terutama pada bayi. Pneumonia virus paling sering terjadi pada bulan-bulan
musim dingin. Angka serangan puncak untuk pneumonia virus adalah 2-3
tahun dan menurun untuk sesudahnya.
c. Jamur : Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformis, Blastomyces
dermalitides, Coccidiodes limmitis, Aspergylus species, Candida
albicans.
d. Aspirasi : Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion,
benda asing.
e. Pneumonia hipostatik
Disebabkan oleh tidur terlentang terlalu lama, misalnya pada anak yang
sakit dengan kesadaran menurun, penyakit lain yang harus istirahat di tempat
tidur yang lama sehingga terjadi kongesti pada paru belakang bawah. Kuman
yang tadinya komensal berkembang biak menjadi patogen dan menimbulkan
radang. Oleh karena itu pada anak yang menderita penyakit dan memerlukan
istirahat panjang seperti tifoid harus diubah – ubah posisi tidurnya.
f. Sindrom Loeffler (Etiologi oleh larva A. Lumbricoedes.)
Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk
pengobatan tepat, pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali,
sehingga pembagian etiologis lebih rasional dari pada pembagian anatomis.
20
Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus
dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih
dari 80 % sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9.5
Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan
berkurang dengan meningkatnya umur. 4
21
Virus Adeno
Virus Epstein-barr
Virus Influenza
5 tahun sampai remaja Virus Parainfluenza
Virus Rhino
Respiratory Syncytial Virus
PATOGENESIS
Mikroorganisme masuk ke dalam paru melalui jalan nafas secara percikan
(droplet), proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu 7:
1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama)
Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih,
bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara,
warna menjadi merah. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil,
eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung
sangat pendek.
3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu.
Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin
dan leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumokokus. Kapiler tidak lagi
kongestif.
4. Stadium resolusi (8-11 hari)
Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit
mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan
menghilang. Secara patologi anatomis bronkopneumonia berbeda dari
pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak – bercak dengan
distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan antibiotika urutan stadium
khas ini tidak terlihat.
GEJALA KLINIS
22
Bronchopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran napas
bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39
– 400 C dan mungkin disertai kejang demam yang tinggi. Anak megalami
kegelisahan, kecemasan, dispnoe pernapasan. Kerusakan pernapasan
diwujudkan dalam bentuk napas cepat dan dangkal, pernapasan cuping hidung,
retraksi pada daerah supraclavikular, ruang-ruang intercostal, sianosis sekitar
mulut dan hidung, kadang-kadang disertai muntah dan diare. Pada awalnya
batuk jarang ditemukan tetapi dapat dijumpai pada perjalanan penyakit lebih
lanjut, mula-mula batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada bronkopneumonia, pemeriksaan fisik tergantung dari pada luas
daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada
auskultasi mungkin terdengar ronki basah nyaring halus – sedang.
Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens), mungkin pada
perkusi terdengar keredupan dan suara pernapasan pada auskultasi terdengar
mengeras. Pada stadium resolusi, ronki terengar lagi. Tanpa pengobatan
biasanya penyembuhan dapat terjadi sesudah 2 – 3 minggu.
Gejala klinik pada bronkopneumonia juga dapat dibagi berdasarkan usia
penderita.
1. Neonatus
Pneumonia pada neonatus jarang menimbulkan gejala batuk. Biasanya gejala
yang muncul adalah adanya apnea, takipnea, sianosis, retraksi pada pernapasan,
muntah, lethargi, tidak mau minum dan merintih. Merintih pada neonatus
disebabkan oleh pendekatan dari pita suara untuk mengusahakan peningkatan
tekanan positif akhir ekspirasi dan menjaga agar jalan napas bawah tetap
terbuka. Merintih menandakan adanya penyakit pada saluran napas bagian
bawah. Retraksi muncul karena usaha untuk meningkatkan tekanan intrathoraks
untuk mengkompesasi menurunnya compliance paru.
2. Bayi sampai usia 1 tahun
23
Merintih lebih jarang muncul, namun takipnea dan retraksi sering muncul dan
mungkin diikuti dengan batuk persisten, sumbatan, demam, iritabilitas, nafsu
makan yang menurun, demam menggigil serta gejala gastrointestinal seperti
muntah dan diare.
3. Balita usia pra sekolah
Gejala yang sering muncul adalah demam dan batuk, baik produktif ataupun
nonproduktif, takipnea, dan sumbatan. Terdapat juga muntah setelah batuk.
4. Anak dan remaja
Pada kelompok usia ini gejala yang sering muncul adalah demam, batuk,
sumbatan, nyeri dada, dehidrasi dan letargi. Dapat juga muncul gejala
ekstrapulmonal seperti nyeri perut dan muntah pada penderita pneumonia paru
lobus inferior, nuchal rigidity pada penderita pneumonia paru kanan lobus
superior.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi,
suara napas melemah dan ronki . Akan tetapi, pada neonatus dan bayi kecil,
gejala dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada
perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah perifer lengkap
Pada pneumonia virus atau mikoplasma ditentukan leukosit dalam
batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri
didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 – 40.000/mm3 dengan
predominan PMN. Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk , yaitu
kurang dari 5000/mm3. Leukositosis hebat, yaitu lebih dari 30.000/mm3
hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemuakn pada
keadaan bakteriemi dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi
Chlamydia pneumoniae kadang-kadang ditemukan eosinofilia. Efusi pleura
merupakan cairan eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300 -
24
100.000/mm3, protein lebih dari 2,5g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari
glukosa darah. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan LED yang
meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED
tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti6.
1. C-Reactive Protein
C-Reactive Protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh
hepatosit, Sebagai respon inflamasi atau infeksi jaringan,produksi CRP
distimulasi secara cepat oleh sitokin terutama IL-6 dan tumor necrosis factor.
Meskipun fungsi pastinya belum diketahui CRP sangat mungkin berperan
dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak.Secara klinis CRP
digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi
dan non-infeksi, infeksi virus dan bakteri atau infeksi bakteri superfisialis dan
profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri
superfisialis daripada bakteri profunda. CRP kadang-kadang digunakan untuk
evaluasi respon terhadap antibiotik. Suatu penelitian melaporkan bahwa CRP
cukup sensitif tidak hanya untuk mendiagnosis empiema torasis, tetapi juga
untuk memantau respon pengobatan. Dengan pengobatan antibiotik , kadar
CRP turun secara meyakinkan pada hari pertama pengobatan.
2. Uji Serologis
Uji serologis untuk membedakan antigen dan antibodi pada infeksi
bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Akan tetapi
infeksi Streptococcus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer
antibodi seperti anti-streptolisin O, sterptozim atau anti-Dnase B. Peningkatan
titer juga berarti adanya infeksi terdahulu. Untuk konfirmasi diperlukan serum
fase akut dan serum fase konvalesen.
Secara umum uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam
mendiagnosis infeksi bakteri tipik. Akan tetapi unutk mendeteksi bakteri
atipik seperti Mycoplasma dan Chlamidia serta beberapa virus seperti RSV,
25
Sitomegalo, Campak, Parainfluenza 1,2,3, Influenza A dan B dan adeno
peningkatan antibodi IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.
3. Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologis untuk mendiagnosis pneumonia anak tidak
rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk
pemeriksaan mikrobiologis, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok,
sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura atau aspirasi paru.
Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, pleura atau
aspirasi paru. Kecuali pada masa neonatus, kejadian bakteriemia sangat
rendah sehingga kultur darah jarang yang positif. Pada anak besar dan remaja
spesimen untuk pemeriksaan dapat berasal dari sputum, baik untuk pewarnaan
Gram maupun untuk kultur. Spesimen yang memenuhi syarat adalah yang
mengandung lebih dari 25 leukosit dan kurang dari 40 sel epitel/lapang
pembesaran kecil. Spesimen dari nasofaring kurang bermanfaat karena
tingginya kuman yang berkolonisasi di nasofaring.
Pemeriksaan PCR perlu dilakukan di laboratorium yang canggih,
disamping itu tidak selalu menentukan diagnosis yang pasti sehingga jarang
dilakukan6.
4. Pemeriksaan Rontgen Toraks
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan,
hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto
rontgen toraks tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang-
kadang bercak-bercak sudah ditemukan pada gambaran radiologis sebelum
timbul gejala klinis. Akan tetapi, resolusi inflitrat sering memerlukan waktu
yang lebih lama setelah gejala klinis menghilang. Pada pasien dengan
penumonia tanpa komplikasi ulangan foto rontgen toraks tidak diperlukan.
Ulangan foto rontgen toraks diperlukan apabila gejala klinis menetap,
penyakit memburuk atau untuk tindak lanjut.
26
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk mendiagnosis
pneumonia di IGD hanyalah foto rontgen toraks posisi AP. Tambahan foto
rontgen lateral tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan
diagnosis pneumonia pada anak. Foto rontgen toraks AP dan lateral hanya
dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distres pernapasan
seperti takipnea, batuk dan ronki, dengan atau tanpa suara napas yang
melemah.
Secara umum gambaran foto rontgen toraks sebagai berikut :
1. Infiltrat interstitial, ditandai dengan corakan bronkovaskular, peribronchial
cuffing, dan hiperaerasi
5. Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau
terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis,
berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal
sebagai round pneumonia.
6. Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru,
berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru
disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Gambaran foto rontgen pada pneumonia anak meliputi infiltrat ringan pada satu
paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu penelitian
ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak banyak ditemukan pada paru
kanan, terutama lobus bawah, maka hal itu menjadi prediktor perjalanan
penyakit yang lebih berat dengan risiko pleuritis lebih meningkat6.
27
Gambar konsolidasi pada lobus inferior paru dextra
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan : Gejala klinis, Pemeriksaan fisik,
Pemeriksaan laboratorium dan gambaran radiologis.
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan atau/
serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri
penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang
memadai. Oleh karena itu, pneumonia pada anak didiagnosis berdasarkan
gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori serta
gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adalah adanya demam, sianosis, dan
lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut6 :
Takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki dan suara napas melemah.
Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pnemonia pada
balita,maka dalam upaya penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman
diagnosis dan tata laksana yang sederhana. Pedoman ini terutama ditujukan
untuk pelaksana Pelayanan Kesehatan Primer, dan sebagai pendidikan
kesehatan masyarakat di negara berkembang. Tujuannya ialah
menyederhanakan kriterai diagnosis berdasarkan gejala klinis yang langsung
dapat dideteksi; menetapkan klasifikasi penyakit, dan menentukan dasar
pemakaian antibiotik. Gejala klinis sederhana tersebut dapat meliputi napas
cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak dapat ,langsung
dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan. Napas cepat dinilai dengan menghitung
28
frekuensi napas selama satu menit penuh ketika bayi dalam keadaan tenang.
Sesak napas dilihat dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam
ketika menarik napas (retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada anak berusia 2
bulan-5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,
dan gizi buruk; tanda bahaya untuk bayi berusia dibawah 2 bulan adalah malas
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,mengi dan demam atau terasa
dingin.
Frekuensi pernapasan (hitung napas selama 1 menit ketika anak tenang).
Napas cepat :
Umur < 2 bulan : > 60 kali/menit
Umur 2-11 bulan : > 50 kali/menit
Umur 1-5 tahun : > 40 kali/menit
Umur > 5 tahun : > 30 kali/menit
Berikut ini adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan gejala tersebut :
Hubungan antara diagnosis klinis dan klasifikasi – pneumonia (MTBS)
Diagnosis ( Klinis ) Klasifikasi (MTBS)
Pneumonia berat ( Rawat jalan ): Penyakit sangat berat ( Pneumonia
Tanpa gejala hipoksemia Berat )
Dengan gejala hipoksemia
Dengan komplikasi
Pneumonia ringan ( rawat jalan ) Pneumonia
Infeksi respiratorik akut atas Batuk : bukan pneumonia
29
a. >50x/menit untuk usia 2 bulan – 1 tahun
b. >40x/menit untuk anak >1 – 5 tahun
3. Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
Bukan pneumonia
1. Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
2. Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya pengobatan
simptomatis seperti penurun panas.
Bayi berusia dibawah 2 bulan :
Pada bayi berusia bibawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi,
mudah terjadi komplikasi dan sering menyebabkan kematian.
Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut :
1. Pneumonia
Bila ada napas cepat (>60x/menit) atau sesak napas
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
2. Bukan pneumonia
Tidak ada napas cepat atau sesak napas
Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis6
PENGOBATAN
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis,
distres pernapasan, tidak mau makan/minum atau ada penyakit dasar yang lain,
komplikasi dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi
kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal
dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif
meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen dan koreksi terhadap
gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri dan
demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak
30
terbukti efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat,
komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan
pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri.
Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena
tidak tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu,antibiotik dipilih
berdasarkan pengalaman empiris sesuai pola kuman tersering yaitu
streptococcus pneumonia dan haemophilus pneumoniae. Umumnya pemilihan
antibiotik empiris didasarkan pada kemungkinan etologi penyebab dengan
mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor epidemiologis.
Pemberian antibiotic sesuai dengan kelompok umur:
1. Usia <3 bulan :
Penisilin (ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari, i.m/i.v, terbagi dalam 4
dosis) +
Aminoglikosida (gentamisin 5-7 mg/kgBB/hari, i.m/i.v , terbagi dalam
2 dosis)
2. Usia >3 bulan:
o Ampisilin + Kloramfenikol (50-100 mg/kgBB/hari i.v terbagi dalam 3-
4 dosis) merupakan obat pilihan utama.
o Bila keadaan pasien berat atau terdapat empiema, antibiotic pilihan
adalah golongan sefalosporin. Antibiotic parenteral diberikan sampai
48-72 jam setelah panas turun, dilanjutkan dengan pemberian per oral
selama 7-10 hari.
o Bila diduga penyebab pneumonisnya adala S aureus, kloksasilin 50
mg/kgbb/hari i.v terbagi dalam 4 dosis dapat segera di berikan. Bila
alergi terhadap penisilin dapat diberikan cefazolin, klindamicin atau
vancomycin. Lama pengobatan untuk stafilokok adalah 3-4 mgg.
31
o Dilakukan teapi bedah bila ditemukan komplikasi pneumothoraks atau
pneumomediastinum. Pemberiaan terapi suportif dapat berupa
pemberian oksigen sesuai derajat sesaknya. Tunda pemberian nutrisi
secara oral bila anak masih sesak dan mulai dengan nutrisi parenteral.
Bila terjadi atelektasis diperlukan rujukkan ke rehabilitasi medic.
KOMPLIKASI
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmonar seperti menigitis
purulenta. Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam
rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura. Empiema
torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.
Ilten F, dkk melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan
sistolik ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal
jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh
karena miokarditis merupaakn keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk
melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti EKG, ekokardiografi dan
pemeriksaan enzim.
PROGNOSIS
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai
secara dini pada perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selam masa bayi
dan mas kanak-kanak dapat di turunkan sampai kurang 1 % dan sesuai dengan
kenyataan ini morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi rendah.
Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang
terlambat menunjukkan mortalitas tang lebih tinggi.
PENCEGAHAN
a. Perbaikan sosial ekonomi: perumahan, sanitasi, nutrisi, hygienene
b. Imunisasi: terhadap infeksi lain, kadang menurunkan pula pneumonia
32
c. Bila ada faktor predisposisi: pengobatan dini dan adekuat, bila mungkin
menjauhkan infeksi.
d. Vaksin khusus: pneumococcus dengan vaksin 23-valent pneumococcal,
haemophillus influenza dengan vaksin konjugat h. Influenza memiliki jadwal
yang rutin diberikan pada anak-anak, atau dengan rifampin prophylaxis untuk
yang beresiko tinggi terkena.
GIZI BURUK
Definisi
Yang dimaksud dengan gizi buruk adalah terdapatnya edema pada kedua kaki atau
adanya Tampak sangat kurus (BB/TB < 70% atau < -3SD), atau ada gejala klinis gizi
buruk (kwashiorkor, marasmus atau marasmik-kwashiorkor). Walaupun kondisi klinis
berbeda tetapi tatalaksananya sama.
Status gizi secara klinis dan antopometri (BB/PB atau BB/TB)
Status gizi Klinis Antropometri
Gizi buruk Tampak sangat kurus atau edema <-3 SD atau 70 %
pada kedua punggung kaki LILA <115 mm
sampai seluruh tubuh
Gizi kurang Tampak kurus ≥-3SD sampai <-2 SD atau
80%
Gizi baik Tampak sehat -2 SD sampai + 2 SD
Gizi lebih Tampak gemuk >+2 SD
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran antropometri. Anak
didiagnosis gizi buruk apabila:
BB/TB < -3 SD atau <70% dari median (marasmus)
Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor:
BB/TB >-3SD atau marasmik-kwashiorkor: BB/TB <-3SD)
Marasmus Kwashiokor
a. Tampak sangat kurus a. Tampak sangat kurus dan atau
b. Cengeng, rewel
33
c. Kulit keriput edema pada kedua punggung kaki
d. Perut cekung
sampai seluruh tubuh.
e. Anak tampak sangat kurus dan
b. Perubahan Status mental
kemunduran pertumbuhan otot c. Rambut tipis kemerahan seperti
tampak sangat jelas sekali apabila warna rambut jagung, mudah
anak dipegang pada ketiaknya dan dicabut tanpa rasa sakit, rontok
d. Wajah membulat dan sembab
diangkat. Berat badan anak kurang
e. Pandangan mata sayu
dari 60% dari berat badan f. Pembesaran hati
g. Kelainan kulit berupa bercak merah
seharusnya menurut umur.
f. Wajah anak tampak seperti muka muda yang meluas dan berubah
orang tua. Jadi berlawanan dengan warna menjadi coklat kehitaman dan
tanda yang tampak pada terkelupas
h. Gangguan pertumbuhan badan.
kwashiorkor. Pada penderita
Berat dan panjang badan anak tidak
marasmus, muka anak tampak
dapat mencapai berat dan panjang
keriput dan cekung sebagaimana
yang semestinya sesuai dengan
layaknya wajah seorang yang telah
umurnya.
berusia lanjut. Oleh karena tubuh
i. Perubahan aspek kejiwaan, yaitu
anak sangat kurus, maka kepala anak
anak kelihatan memelas, cengeng,
seolah-olah terlalu besar jika
lemah dan tidak ada selera makan.
dibandingkan dengan badannya. j. Otot tubuh terlihat lemah dan tidak
g. Pada penderita marasmus biasanya
berkembang dengan baik walaupun
ditemukan juga tanda-tanda
masih tampak adanya lapisan lemak
defisiensi gizi yang lain seperti
di bawah kulit.
kekurangan vitamin C, vitamin A,
dan zat besi serta sering juga anak
menderita diare.
Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak tampak
sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak bawah
34
kulit terutama pada kedua bahu, lengan, pantat dan paha; tulang iga terlihat jelas,
dengan atau tanpa adanya edema.
Tatalaksana Perawatan
Tanda defisiensi vitamin A pada mata:
o Konjungtiva atau kornea yang kering,bercak Bitot
o Ulkus kornea
o Keratomalasia
Ulkus pada mulut
Fokus infeksi: telinga, tenggorokan,paru, kulit
Lesi kulit pada kwashiorkor:
o hipo- atau hiper-pigmentasi
o deskuamasi
o ulserasi (kaki, paha, genital, lipatanpaha, belakang telinga)
o lesi eksudatif (menyerupai luka bakar),seringkali dengan infeksi
sekunder (termasuk jamur).
Tampilan tinja (konsistensi, darah, lendir).
Tanda dan gejala infeksi HIV.
Anak dengan defisiensi vitamin A seringkali fotofobia. Penting untuk memeriksa
mata dengan hati-hati untuk menghindari robeknya kornea.
Tatalaksana Perawatan
1. Mencegah dan Mengatasi Hipoglikemi
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah< 3
mmol/L atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi makan atau
larutan glukosa/gula pasir 10% segera setelah masuk rumah sakit. Pemberian makan
yang sering sangat penting dilakukan pada anak gizi buruk.
Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila tersedia.
Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml larutan
glukosa atau gula 10%.
Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2–3 jam, siang dan malam selama minimal
dua hari.
35
Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal pemberian
F-75.
Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara intravena
(bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50 ml
dengan NGT.
Beri antibiotik.
36
Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th: 50-100 ml
setiap buang air besar, usia ≥ 1 th: 100-200 ml setiap BAB.
5. Mengobati Infeksi
Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:
Antibiotik spektrum luas
Vaksin campak jika anak berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah
mendapatkannya, atau jika anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi
vaksin sebelum berumur 9 bulan. Tunda imunisasi jika anak syok.
Pilihan antibiotik spektrum luas:
Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri Kotrimoksazolper
oral (25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap 12 jam selama 5 hari
Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat
letargisatau tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:
o Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan
dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari)
ATAU, jika tidak tersedia amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50
mg/kgBB setiap6 jam selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari,
DITAMBAH:
o Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari.
37
Catatan:
Jika anak anuria/oliguria, tunda pemberian gentamisin dosis ke-
2 sampai ada diuresis untuk mencegah efek samping/toksik gentamisin
Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan Kloramfenikol(25
mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari.
38
Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap kali pemberian
sampai anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit. Biasanya hal ini
terjadi ketika pemberian formula mencapai 200 ml/kgBB/hari. Dapat pula
digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang dimodifikasi sehingga
kandungan energi dan proteinnya sebanding dengan F-100.
Setelah transisi bertahap, beri anak:
o pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas (sesuai
kemampuan anak)
o energi: 150-220 kkal/kgBB/hari
o protein: 4-6 g/kgBB/hari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah kesehatan Anak, Jilid 3,
bagian Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
1997
39
2. Mansjoer A, Wardhani WI, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2,
Penerbit Media Aesculapius FK UI, Jakarta 2000
3. Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Standard Pelayanan Medik Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatra Utara / Rumah Sakit H. Adam Malik, Medan
1995
4. M. Rachman, M.T. Darddjat, Segi-segi Praktis Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2,
Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta 1986
5. Hanifah M., editor. Pulmonologi Pneumonia. Pediatricia. Edisi 2;
Jakarta.2005. Hal IV.2-IV.4.
6. Sectish T. Pneumonia. In: Behrman M., Kliegman S., editors. Nelson
Textbook of Pediatric. 17th edition. Wisconsin. Elsevier.2004. p. 1432-1435.
7. Bennet N.J. Pneumonia . Emedicine [online];2010 [updated 2010 February
26; cited 2010 March 20] [5 screens]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview
8. Bronkhopneumonia. Wordpress.com [online]; 2009 [updated 2010 February
11; cited 2010 March 21] [8 pages]. available from:
http://ifan050285.wordpress.com/2010/02/12/bronchopneumonia/
9. Jauhari N. Pneumonia lobaris. Medicine computer [online];2007 [updated
2009 Maret 18; cited2010 Maret 21] [6 halaman]. Available from:
http://medicom.blogdetik.com/2009/03/18/pneumonia-lobaris/#more-631
10. Said M. Pneumonia. Dalam: Supriyatno B., Rahajoe N., editors. Buku Ajar
Respirologi Anak.
11. Departemen kesehatan republic Indonesia. Buku Bagan Tatalaksana Anak
Gizi buruk Buku I-II. 2007
12. Wastoro D. Dadiyanto. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Semarang : Badan
Penerbit Universitas Dipenogoro. 2011
13. WHO. Buku Saku Pelayanan kesehatan Anak Di Rumah Sakit. 2009
40