Anda di halaman 1dari 14

KEMAS 9 (1) (2013) 85-91

Jurnal Kesehatan Masyarakat

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.p

hp/kemas

DETERMINASI PENYAKIT TUBERKULOSIS DI DAERAH PEDESAAN

Suharyo

Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan, Universitas Dian


Nuswantoro, Indonesia

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Menurut laporan WHO tahun 2013, prevalensi TB di Indonesia
Diterima 4 Februari
2013 menempati urutan ketiga setelah India dan China yaitu hampir 700
Disetujui 22 Maret 2013 ribu kasus, angka kematian masih tetap 27/100 ribu penduduk.
Dipublikasikan Juli 2013 Karakteristik wilayah pedesaan menjadi determinan tersendiri pada
Keywords: kejadian penyakit TB. Masalah penelitian,adalah bagaimana faktor
Pulmonary tuberculosis; determinan TB pada penduduk di pedesaan. Tujuan penelitian untuk
Rural; mendeskripsikan faktor determinan TB pada penduduk di
Determinant.
pedesaan. Metode penelitian kualitatif melalui wawancara
mendalam dan dilakukan analisis deskripsi isi. Hasil penelitian
menunjukkan sebagian besar penderita TB paru berpendidikan
menengah, dalam masa
usia produktif, dan dalam kategori kurang mampu dari sisi ekonomi.
Tempat tinggal sebagian besar penderita TB paru belum memenuhi
kriteria rumah sehat baik dari sisi kepadatan hunian, pencahayaan,
ventilasi, dan kelembaban. Hampir semua penderita TB paru
mempunyai pengetahuan cukup baik, namun masih ada sebagian
yang masih berperilaku buruk, yaitu tidak menutup mulut saat
batuk. Peran tokoh masyarakat di pedesaan belum menunjang
program pencegahan dan penanggulangan penyakit TB paru. Peran
petugas kesehatan (koordinator TB paru) masih terbatas
melaksanakan pengobatan, penyuluhan, dan belum melaksanakan
pencarian kasus baru secara aktif. Simpulan penelitian, factor yang
menjadi determinan penyakit TB di daerah pedesaan adalah
pengetahuan, pendidikan, dan kondisi rumah.

DETERMINANT OF TUBERCULOSIS IN RURAL AREAS

Abstract
According to WHO report in 2013, the prevalence of TB in Indonesia ranks third after India
and China was nearly 700 thousand cases, the mortality rate was still 27/100 thousands
inhabitants. Characteristics of rural areas as determinant on TB incidence. Research
problem was how the determinant factors of TB in rural areas. Research purpose to describe
the determinant factors of TB in rural areas. Qualitative research method through indepth
interview and analysis content description. The results showed the majority of patients with
pulmonary tuberculosis have secondary education, in the productive age period, and in less
category of economic. Most TB patients have not healthy home, both in residential density,
lighting, ventilation, and humidity. Almost all patients with pulmonary tuberculosis have
pretty good knowledge, but some of them have bad behaviour, which does not cover the
mouth when coughing. The role of leaders in rural communities not yet support to pulmonary
TB prevent and control programs. The role of health workers (coordinator of pulmonary
TB) was still limited for treatment, counseling, and did not make an active search of new
cases. The conclusions, determinant factors of TB in rural areas were knowledge, education,
and house conditions.

© 2013 Universitas Negeri



Alamat korespondensi: Semarang
Jl. Nakula I No. 5-11
Semarang E-mail: ISSN 1858-
haryo18@yahoo.co.id
1196
Suharyo / KEMAS 9 (1) (2013)

Pendahuluan
85-91
100.000 penduduk, tetapi angka
insidennya turun menjadi 185 per
Tuberkulosis adalah suatu 100.000 penduduk di tahun 2012
penyakit infeksi yang disebabkan (WHO, 2013).
oleh Mycobakterium tuberkulosis dan Salah satu pilar
bersifat menular (Christian, 2009; penanggulangan penyakit
Storla, 2009). WHO menyatakan tuberkulosis dengan startegi DOTS
bahwa sepertiga penduduk dunia adalah dengan penemuan kasus
telah terinfeksi kuman tuberkulosis. sedini mungkin. Hal ini dimaksudkan
Setiap detik ada satu orang yang untuk mengefektiThan pengobatan
terinfeksi tuberkulosis. Di Indonesia penderita dan menghindari
pemberantasan penyakit penularan dari orang kontak yang
tuberkulosis telah dimulai sejak termasuk subclinical infection.
tahun 1950 dan sesuai rekomendasi Kenyataannya di Kota Semarang, data
WHO sejak tahun 1986 regimen menunjukkan jumlah penemuan
pengobatan yang semula 12 bulan kasus suspect (tersangka) masih jauh
diganti dengan pengobatan selama dari target. Sejak tahun 2007 sampai
6-9 bulan. Strategi pengobatan ini tahun 2009 kuartil ke 1, angka
disebut DOTS (Directly Observed pencapaian penemuan suspect hanya
Treatment Short Course Chemotherapy). berkisar 53%. Angka tersebut sangat
Cakupan pengobatan dengan jauh dari target sehingga
strategi DOTS tahun 2000 dengan diperkirakan penularan penyakit
perhitungan populasi 26 juta, baru tuberkulosis akan semakin meluas.
mencapai 28%. Jumlah penderita tuberkulosis
Berdasarkan Global Tuberkulosis paru di
Kontrol tahun 2011 angka prevalensi
semua tipe TB adalah sebesar 289 per
100.000 penduduk atau sekitar
690.000 kasus. Insidensi kasus baru
TBC dengan BTA positip sebesar 189
per
100.000 penduduk atau sekitar
450.000 kasus. Kematian akibat TB di
luar HIV sebesar 27 per 100.000
penduduk atau 182 orang per hari.
Menurut laporan WHO tahun 2013,
Indonesia menempati urutan ke tiga
jumlah kasus tuberkulosis setelah
India dan Cina dengan jumlah
sebesar 700 ribu kasus. Angka
kematian masih sama dengan tahun
2011 sebesar 27 per

8
6
Suharyo / KEMAS 9 (1) (2013)
85-91
yang mengakibatkan menularnya
Puskesmas Mijen tahun 2010 dari
penyakit itu adalah kebiasaan buruk
triwulan pertama berjumlah 8
pasien TB paru yang meludah
penderita, triwulan ke dua
sembarangan (Anton, 2008; Currie,
berjumlah 11, triwulan ke tiga
2005). Selain itu, kebersihan
berjumlah 31 penderita dan
lingkungan juga dapat
triwulan ke empat berjumlah
mempengaruhi penyebaran virus.
9 penderita. Sedangkan pada tahun
Misalnya, rumah yang kurang baik
2011 pada triwulan pertama
dalam pengaturan ventilasi. Kondisi
terdapat 20 penderita. Kumulatif
lembab akibat kurang lancarnya
penderita dari triwulan pertama
pergantian udara dan sinar matahari
sampai triwulan ke empat tahun
dapat membantu
2010 dan triwulan pertama tahun
berkembangbiaknya virus (Guy, 2009;
2011 berjumlah 61 penderita
Talu, 2006). Oleh karena itu orang
sehingga mengindikasikan penyakit
sehat yang serumah dengan
ini perlu penanganan yang intensif
penderita TB paru merupakan
mengingat jumlah penderita yang
kelompok sangat rentan terhadap
cukup besar
penularan penyakit tersebut.
Menurut HL. Blum, faktor–faktor
Lingkungan rumah, Lama kontak
yang mempengaruhi kesehatan
serumah dan perilaku pencegahan
baik individu, kelompok, dan
baik oleh penderita maupun orang
masyarakat dikelompokkan
yang rentan sangat mempengaruhi
menjadi 4, yaitu: lingkungan
proses penularan penyakit TB paru.
(mencakup lingkungan fisik, sosial,
Karakteristik wilayah pedesaan,
budaya, politik, ekonomi, dan
menjadi determinan tersendiri pada
sebagainya), perilaku, pelayanan
kejadian penyakit TB (Fortun, 2005;
kesehatan, dan keturunan. Keempat
Mitnick, 2008, Randy, 2011).
faktor tersebut dalam
mempengaruhi kesehatan tidak
berdiri sendiri, namun masing–
masing saling mempengaruhi satu
sama lain. Faktor lingkungan selain
langsung mempengaruhi
kesehatan juga mempengaruhi
perilaku, dan perilaku sebaliknya
juga mempengaruhi lingkungan
(Salim, 2010).
Sumber penularan adalah
penderita tuberkulosis BTA positif,
pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak). Beberapa faktor
8
7
Suharyo / KEMAS 9 (1) (2013)
85-91
paru.
Penelitianinibertujuanmendesk
(2) Anggota keluarga penderita TB
ripsikan karakteristik penderita TB
paru yang akan menjadi sasaran
paru (umur, jenis kelamin,
adalah anggota keluarga yang
pendidikan, pekerjaan, dan status
tinggal serumah dengan penderita
gizi), lingkungan tempat tinggal
TB paru minimal 2 tahun dan
penderita TB paru (kepadatan
mengetahui riwayat penyakit
penghuni, pencahayaan, ventilasi,
penderita. Jumlahnya masing-
dan jenis lantai), praktik pencegahan
masing 1 tiap penderita TB paru,
dan pengobatan penderita TB paru,
jadi ada 7 orang.
peran keluarga penderita TB paru,
(3) Tokoh masyarakat yang akan
peran tokoh masyarakat, dan peran
menjadi sasaran penelitian ini
petugas kesehatan dalam
adalah orang yang berpengaruh
pencegahan dan penanggulangan
yang berada di wilayah sekitar
TB paru.
penderita TB paru tinggal.
Metode (4) Petugas kesehatan yang dimaksud
adalah kepala Puskesmas Mijen
Jenis penelitian yang atau pemegang program TB di
digunakan adalah Puskesmas Mijen
penelitiandeskriptifanalitikdenganpen Pengumpulan data dilakukan
dekatan kualitatif. Populasi dalam melalui wawancara mendalam dengan
penelitian ini terdiri dari penderita sasaran penelitian. Selain itu dilakukan
TB paru, anggota keluarga, tokoh observasi tempat tinggal subjek
masyarakat, dan petugas kesehatan. penelitian. Analisa data yang
(1) Penderita TB paru yang menjadi digunakan adalah analisa kualitatif
sasaran adalah yang tercatat di yang
Puskesmas Mijen Kota Semarang
sampai bulan Maret 2013. Sampel
ditentukan secara purposive dengan
kriteria sebagai berikut: (1)
Terdiagnosa TB
parupositifdantercatatdiregister
penderita TB puskesmas Mijen;
(2) Berdomisili di wilayah
Puskesmas Mijen minimal 2
tahun; (3) Sedang dalam masa
pengobatan;
(4) Tidak sedang mengalami
penyakit yang berat (masih dapat
melakukan aktifitas sehari-hari).
Jumlah sampel yang diambil
dengan kuota yaitu 7 penderita TB

8
8
Suharyo / KEMAS 9 (1) (2013)
85-91
Sebagian besar subjek penelitian
bersifat terbuka yaitu dengan
bekerja sebagai buruh, pendapatan
menggunakan proses berfikir
mereka rerata Rp. 900.000,00 dan
induktif, dimana dalam
status gizi sebagian besar normal,
pengujiannya bertitik tolak dari
hanya ada seorang subjek penelitian
data yang terkumpul kemudian
dihasilkan simpulan. Data kualitatif yang termasuk gizi kurang. Rerata
yang diperoleh, diolah dengan Pendapatan subjek penelitian masih di
menggunakan metode pengolahan bawah UMR. Hal ini dapat
analisa deskripsi isi (content analysis). mempengaruhi jumlah asupan gizi
Validitas data dilakukan dengan yang semestinya. Buktinya sudah ada
membandingkan hasil wawancara seorang subjek penelitian yang gizi
mendalam dengan hasil cross check kurang. Pada kenyataannya, di
dari anggota keluarga penderita TB lapangan tidak ada program
paru yang tidak menjadi sasaran pemberian makanan tambahan untuk
penelitian. penderita TB paru yang kurang
mampu. Terjadinya peningkatan kasus
Hasil dan Pembahasan TB dipengaruhi oleh daya tahan
tubuh, status gizi dan kebersihan diri
Prosedur pengambilan subjek individu dan kepadatan hunian
penelitian berdasarkan kriteria subjek lingkungan tempat tinggal. Keluarga
lapangan yaitu pasien penderita TB yang mempunyai pendapatan yang
Paru di wilayah kerja Puskesmas lebih tinggi akan lebih mampu untuk
Mijen Semarang yang melakukan menjaga kebersihan lingkungan
pengobatan di Puskesmas Mijen rumah tangganya,
Semarang, bersedia dan mampu
berpartisipasi menjadi subyek
penelitian. Subjek penelitian yang di
wawancara secara mendalam
berjumlah 7 orang penderita TB Paru.
Karakteristik subjek penelitian
antaralain umur, jenis kelamin,
pendidikan. Rata-rata dari subjek
penelitian berjenis kelamin laki-laki,
sebagian besar pendidikannya tamat
SMA, dan sebagian besar berumur di
atas 20 tahun. Di Indonesia setiap
tahun ditemukan 582.000 penderita
baru TB dengan angka kematian 41
orang /100.000 sebagian besar
penderita TB atau sebesar 75 %
adalah penduduk usia produktif
antara 15-49 tahun (Yoga, 2007).

8
9
Suharyo / KEMAS 9 (1) (2013)
85-91
perbaiki rumah warga yang kurang
menyediakan air minum yang baik,
mampu sebaiknya juga mulai
membeli
dialihkan sebagian anggarannya
makananyangjumlahdankualitasnya
untuk membantu merombak rumah
memadai bagi keluarga mereka, serta
hunian penderita TB paru agar lebih
mampu membiayai pemeliharaan
sehat. Khususnya di pondek
kesehatan yang mereka perlukan
pesantren tradisional di pedesaan
(Helper, 2010).
yang notabene tidak mempunyai
Kondisi di lingkungan rumah
cukup dana untuk membangun
dapat menunjukkan bahwa rerata
tempat tinggal yang sehat,
keadaan rumah subyek penelitian
seharusnya mendapatkan perhatian
belum memenuhi syarat rumah
dari pemerintah. Pemerintah dapat
sehat dan sangat berisiko terjadinya
membuat kamar khusus bagi santri
kejadian TB Paru, karena
yang menderita TB paru agar
berdasarkan hasil observasi atau
memperkecil penularan.
pengukuran diketahui keadaan
Pengetahuan subjek penelitian
rumah subyek penelitian sebagian
tergolong sudah baik. Rerata subyek
berada dalam kondisi berisiko,
berpendapat bahwa penyebab TB
karena:
Paru itu adalah karena kuman.
(1) sebagian kepadatan hunian
Sebagian besar subjek penelitian
rumah subyek penelitian tidak
berpendapat bahwa penularan
memenuhi syarat.
Penyakit TB Paru bisa melalui dahak,
(2) rerata suhu ruangannya adalah
batuk dan saat berbicara. Tidak
32.11 0C maka dikatakan tidak
berbeda dengan penelitian-
memenuhi syarat rumah sehat,
penelitian sebelumnya, bahwa
hal tersebut disebabkan karena
dengan pendidikan yang cukup
subyek penelitian jarang
(menengah) saja, subjek penelitian
membuka jendela rumah setiap
yang
hari, dan sebagian genteng tidak
memakai genteng kaca,
sehingga sinar cahaya matahari
tidak masuk ke dalam rumah.
(3) rerata pencahayaan adalah 21,7
lux, maka dikatakan tidak
memenuhi syarat rumah sehat,
hal tersebut dipengaruhi karena
subyek penelitian tidak
membuka jendela rumah setiap
hari, dan letak ventilasi tidak
strategis sehingga sinar matahari
tidak dapat masuk ke dalam
rumah.
Programpemerintahuntukmem
9
0
Suharyo / KEMAS 9 (1) (2013)
85-91
mereka membuang ludah tidak
menderita penyakit TB paru
disembarang tempat.
sebagian besar bahkan hampir
seluruhnya, pengetahuannya “...biasanya meludah dikamar
tentang hal yang berkaitan dengan mandi trus disiram atau ditempat
TB paru sudah bagus. Namun yang panas, ada sinar
konsistensi dengan praktik mataharinya..”
pencegahan penularan TB paru
masih memprihatinkan. Oleh Sebagian besar dari subjek
karena itu, petugas kesehatan yang penelitian menyatakan mereka
bertanggungjawab terhadap mengkonsumsi makanan yang
masyarakat masih tetap diperlukan mengandung 4 sehat 5 sempurna
untuk membantu penderita TB paru hanya kadang-kadang saja. Sebagian
agar melakukan tindakan yang besar subjek penelitian menyatakan
memperbesar kemungkinan bahwa menjemur kasur dan bantal
penyebaran TB paru ke orang lain. dilakukan hanya kadang-kadang saja.
Petugas kesehatan dapat Rerata subjek penelitian menyatakan
melakukan tindakan-tindakan bahwa jendela rumah tidak dibuka
pendidikan, pengawasan dan juga setiap hari namunhanya kadang-
pemberian motivasi. Berdasarkan kadang saja, dansebagian kecil
hasil pengamatan pada penelitian subyek penelitian menyatakan
Helper Manalu dkk, penderita TB membuka jendela rumahsetiaphari.
paru mempunyai kebiasaan sering Sebagianbesarsubjek penelitian
tidak menutup mulut saat batuk, menyatakan jarang melakukan olah
hal ini tentunya dapat membuat raga. Rerata subjek penelitian
penularan TB pada orang- orang menyatakan bahwa sebelum
yang sehat di sekitarnya (Helper, menderita penyakit TB Paru subyek
2010) penelitian merokok, dan sebagian
Sebagian besar dari subjek kecil subyek penelitian menyatakan
penelitian menyatakan bahwa tidak merokok.
mereka telah melakukan
pengobatan secara rutin dan
teratur. Rerata subjek penelitian
menyatakan bahwa saat bersin atau
batuk penderita menutup mulut,
karena tidak ingin menulari orang
lain dan sebagian kecil subyek
penelitian menyatakan hanya
menutup mulut saat batuk atau
bersin kadang-kadang saja jika
sedang ingat. Rerata subjek
penelitian menyatakan bahwa

9
1
Suharyo / KEMAS 9 (1) (2013)
85-91
menularkan TB parunya sebenarnya
Rerata subjek penelitian
tidak dapat dibenarkan. Untuk
menyatakan bahwa subyek tetap
penguatan hal tersebut maka
tidur sekamar dengan anggota
diperlukan dasar hukum bagi
keluarga yang lain. Data tersebut
petugas kesehatan untuk
menunjukkan bahwa perilaku
mengingatkan sampai menindak
subyek penelitian tentang
tegas bagi penderita TB paru yang
pencegahan dan penularan TB Paru
melakukan tindakan yang tidak
belum sepenuhnya baik karena :
aman (menularkan TB parunya ke orag
(1) masih ada subyek penelitian
lain). TB juga mudah menular pada
yang tidak menutup mulut saat
mereka yang tinggal di perumahan
batu atau bersin, perilaku tidak
padat, kurang sinar matahari dan
menutup mulut saat batuk atau
sirkulasi udaranya buruk/pengap,
bersin merupakan faktor risiko
namun jika ada cukup cahaya dan
penularan TB Paru.
sirkulasi, maka kuman TB hanya bisa
(2) masih ada subyek penelitian
bertahan selama 1-2 jam (Yoga,
yang membuang ludah di
2007).
sembarang tempat
Permasalahan TB paru di
(3) sebagian besar subyek
wilayah Puskesmas Mijen belum
penelitian menyatakan jarang
menjadi kesadaran publik secara
menjemur kasur atau bantal di
luas. Para tokoh masyarakat di
bawah sinar matahari.
wilayah Puskesmas Mijen seperti Pak
(4) masih ada subyek penelitian
Lurah, RW, RT, dan yang ditokohkan
yang tidak membuka jendela
belum ada yang menjadi penggerak
rumah setiap hari.
dalam upaya pencegahan dan
(5) rerata subyek penelitian
pemberantasan penyakit TB paru.
menyatakan pernah merokok,
Hanya
dan berhenti merokok setelah
menderita penyakit TB Paru
dan sebagian kecil subyek
penelitian menyatakan tidak
merokok.
(6) subyek penelitian tetap tidur
sekamar dengan anggota
keluarga yang lain.
Jika hal tersebut dibiarkan
maka program pengobatan TB paru
(DOTS) hanya akan menyembuhkan
subjek penelitian saja. Masalah TB
paru akan tetap besar karena
penularan ke orang lain masih
terjadi begitu mudahnya. Perilaku
subjek penelitian yang dapat
9
2
Suharyo / KEMAS 9 (1) (2013)
85-91
penelitian yang dilaksanakan di
mengandalkan peran PMO, progam
Sleman Jogjakarta tahun 2009, PMO
DOTS di Puskesmas Mijen dapat
yang diharapkan adalah dari tokoh
berjalan. Sebagian besar subjek
masyarakat sebanyak 46,51%. Harapan
penelitian menyatakan bahwa PMO
penderita TB Paru terhadap peran
tidak selalu mengingatkan subyek
PMO di daerah pedesaan Sleman
penelitian untuk rutin melakukan
Yogyakarta adalah setiap penderita
pengobatan dan minum obat
menginginkan PMO selalu
secara teratur.
memberikan penyuluhan, dorongan,
TB paru seharusnya sudah
memahami gejala, cara penularan,
menjadi prioritas para tokoh
mengerti cara pencegahan
masyarakat khususnya di pedesaan.
komplikasi, mengerti efek samping
Para tokoh masyarakat di pedesaan
(Fauzi, 2009).
masih dijadikan panutan bagi
Koordinator TB Paru di
masyarakat sekitarnya. Jika para
Puskesmas Mijen dipegang oleh
tokoh masyarakat tersebut ikut
seorang dokter, berumur
ambil bagian dalam upaya
41 tahun. Tugas dari Koordinator TB
pencegahan dan penanggulangan
Paru membantu kepala puskesmas
TB paru, maka program
melakukan pencegahan dan
pemerintahakansemakin
pengobatan penyakit TB Paru.
kuatdenganprogram DOTS nya.
Berdasarkan hasil wawancara beliau
Oleh karena ituperlu ada upaya yang
mengatakan bahwa pengobatan TB
selama ini belum dilakukan secara
Paru yang ada di Puskesmas Mijen
sungguh- sungguh yaitu mengajak
dilakukan setiap minggu yaitu pada
dan menjadikan para tokoh atau
hari selasa, pihak Puskesmas tidak
pemuka masyarakat menjadi ujung
rutin melakukan penyuluhan
tombak program pemberantasan
kepada
TB paru di daerah pedesaan. Hal ini
perlu mencontoh apa yang telah
dilakukan Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali.
Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali terus-menerus mewaspadai
penularan penyakit tuberkulosis (TB).
Ini dilakukan karena masih banyak
penderita yang tidak mau berobat.
Dinas Kesehatan membentuk kader
di tiap desa di Boyolali. Mereka
bertugas mencari penderita TB
sekaligus mengantisipasi penularan
melalui sosialisasi ke masyarakat
(Dinkes Boyolali, 2013). Hasil
penelitian ini juga sejalan dengan
9
3
Suharyo / KEMAS 9 (1) (2013)
85-91
menunjukkan bahwa faktor yang
masyarakatyangadadiwilayahkerja
berhubungan dengan kinerja
Puskesmas Mijen namun hanya
Petugas Program TB Paru Terhadap
melakukan penyuluhan mengenai
Cakupan Penemuan Kasus Baru BTA
penyakit TB Paru jika diminta oleh
(+) adalah pengetahuan, pelatihan,
pihak tertentu misalnya dari
persepsi terhadap pekerjaan,
kelurahan, dari wawancara yang
persepsi terhadap kepemimpinan,
dilakukan diketahui bahwa dari
persepsi terhadap sarana, dan sikap.
koordinator atau petugas kesehatan
Keterbatasan dari tenaga dan
tidak melakukan kunjungan rutin cakupan
terhadap pasien TB Paru yang tidak wilayah yang cukup luas menjadikan
melakukan pengobatan rutin. Selain petugas kesehatan (koordinator
itu informan juga mengatakan dari program TB paru) belum melakukan
pihak koordinator TB Paru atau penjangkauan terhadap orang yang
petugas yang ada tidak melakukan berisiko dan pencarian penderita
penemuan kasus baru secara aktif, baru secara aktif. Namun demikian,
namun hanya melakukan penemuan petugas kesehatan telah
kasus baru secara pasif. merencanakan akan melakukan
Petugas koordinator TB telah pembentukan kader TB ke depannya.
melakukan upaya edukasi melalui Hal ini perlu didukung dengan
penyuluhan dengan alat bantu kebijakan operasional dan
media promosi yang dilakukan penganggaran. Pemerintah juga
biasanya pada kegiatan posyandu harus dapat membuat sistem
dan pada pertemuan ibu-ibu PKK penjangkauan terhadap suspek dan
kelurahan jika diminta. Petugas juga penderita TB paru baru yang lebih
sudah mengatur pemberian efektif dan efisien.
pengobatan pada penderita TB paru
setiap minggu sekali pada hari selasa.
Petugas tidak selalu melakukan
kunjungan ke rumah penderita TB
paru tetapii jika ada suspek baru
mendatangi ke rumah. Petugas juga
telah melakukan upaya menelepon
pada pasien TB paru jika pasien
tidak datang berobat. Petugas
belum melaksanakan case finding
secara aktif karena keterbatasan
tenaga. Oleh karena itu, petugas
berencana akan membentuk kader
di tingkat kelurahan. Kinerja petugas
ini juga dipengaruhi beberapa faktor
seperti hasil penelitian yang
dilakukan di Tasikmalaya tahun 2006
9
4
Suharyo / KEMAS 9 (1) (2013)
85-91
Penutup D as Supplementary Treatment for
Tuberculosis. American Journal of
Kesimpulan dalam penelitian Respiratory and Critical Care Medicine,
179(9): 843-850
ini adalah: Sebagian besar
Currie, C.S.M. 2005. Cost, affordability and
penderita TB paru di daerah
cost-effectiveness of strategies to
pedesaan berpendidikan
control tuberculosis in countries
menengah, dalam masa usia with high HIV prevalence. BMC
produktif, dan dalam kategori Public Health, 5:130
kurang mampu dari sisi ekonomi. Fauzi, A. 2009. Gambaran Harapan
Tempat tinggal sebagian besar Penderita Tuberkulosis Paru
penderita TB paru di daerah Terhadap Pengawas Minum Obat Di
pedesaanbelummemenuhikriteriaru Daerah Pedesaan Kabupaten
mahsehat baik dari sisi kepadatan Sleman, Yogyakarta 2008.
http://skripsistikes.
hunian, pencahayaan, ventilasi,
wordpress.com/2009/05/03/ikpiii6/
serta kelembaban. Pengetahuan
Fortún, J. 2005. Linezolid for the
dari hampir semua penderita TB
treatment of multidrug-resistant
paru sudah cukup baik, namun tuberculosis. J. Antimicrob.
masih ada sebagian yang masih Chemother., 56(1): 180-185
berperilaku buruk yaitu tidak Guy, T. 2009. British Infection Society
menutup mulut saat batuk. Peran guidelines for the diagnosis and
tokoh masyarakat di pedesaan treatment of tuberculosis of the
central nervous system in adults and
belum dapat menunjang program
children. Journal of Infection, 59(3): 167–
pencegahan dan penanggulangan
187
penyakit TB paru. Peran petugas
Helper, Sahat P.M. 2010. Faktor-Faktor
kesehatan (koordinator TB paru) Yang
masih terbatas dalam
melaksanakan tindakan
pengobatan, penyuluhan, dan juga
belum melaksanakan pencarian
kasus baru secara aktif.

Daftar Pustaka

Anton, M., & Thomas, A. 2008. Influence


of Multidrug Resistance on
Tuberculosis Treatment Outcomes
with Standardized Regimens.
American Journal of Respiratory and
Critical Care Medicine, 178(3): 306-312
Christian, W., Gomes, V.F. Rabna, P.,
Gustafson, P., Aaby, P., Lisse, I.M,
Andersen, P.L., Glerup,
H. & Sodemann, M. 2009. Vitamin

9
5
Suharyo / KEMAS 9 (1) (2013)
85-91
Mempengaruhi Kejadian Tb Paru the diagnosis and treatment of
tuberculosis.
Dan Upaya Penanggulangan. Jurnal
BMC Public Health, 8:15
Ekologi Kesehatan, 9(4): 1340-1346
Talu, U.MD. 2006. The Role of Posterior
Mitnick, C.D. 2008. Comprehensive
Instrumentation and Fusion After
Treatment of Extensively Drug-
Anterior Radical Debridement and
Resistant Tuberculosis. N Engl J Med,
Fusion in the Surgical Treatment of
359: 563-574 Spinal Tuberculosis: Experience of
Randy, A.N. 2011. Study Kualitatif Faktor 127 Cases. Journal of Spinal Disorders
yang Melatarbelakangi Drop Out & Techniques, 19(8): 554-559
Pengobatan Tuberkolosis Paru. Jurnal Yoga, T. 2007. Diagnosis TB pada anak lebih
Kemas, 7(1): 83-90 sulit, Mediakom info sehat untuk Semua.
Salim, S., Abdool, Karim, M.B. 2010. Departemen Kesehatan
Timing of Initiation of Antiretroviral WHO. WHO Report 2013-Global Tuberculosis
Control. www.who.int/tb/data.
Drugs during Tuberculosis Therapy. N
diunduh tanggal 31 Oktober 2013
Engl J Med, 362:697- 706
Storla, D.G. 2008. A systematic review of
delay in

9
6

Anda mungkin juga menyukai