15
16
Gambar 3.1.
Rangkaian Peralatan DST
(Gatlin, C., 1960)
Pada prinsipnya, cara kerja atau prosedur pelaksanaan tes dibagi menjadi
lima bagian, yaitu:
a. Going in Hole
Prosedur going in hole ini adalah mempersiapkan lubang bor untuk
dilakukan pengujian.
Sebelum alat dimasukkan ke dalam lubang bor, diadakan sirkulasi lumpur
untuk membersihkan cutting dalam lubang bor.
Catat data-data sumur meliputi:
17
Gambar 3.2.
Hasil Pencatatan Tekanan terhadap Waktu DST
(Gatlin, C., 1960)
Keterangan:
1. Menunjukkan besarnya tekanan hidrostatik lumpur mula-mula sebelum tes
(initial hydrostatic pressure, IHP)
2. Menunjukkan besarnya tekanan penutupan mula-mula setelah packer
dipasang (initial closed in pressure, ICIP)
19
3. Menunjukkan besarnya tekanan alir paling rendah yang dapat direkam tepat
setelah valve dibuka (initial flowing pressure, IFP)
4. Menunjukkan besarnya tekanan aliran terakhir yang dapat direkam sebelum
valve ditutup (final closed in pressure, FCIP)
5. Menunjukkan besarnya tekanan saat akhir build-up
6. Menunjukkan besarnya tekanan hidrostatik lumpur setelah alat dibuka
kembali dan packer dilepas (final hydrostatic pressure, FHP)
Ada tiga kriteria tentang karakteristik hasil pencatatan tekanan yang baik
dari DST, yang dianjurkan oleh Murphy, Timmeran dan Van Poolen, yaitu sebagai
berikut:
1. Pressure base line adalah merupakan garis lurus dan jelas.
2. Tekanan hidrostatik mula-mula dan akhir yang dicatat sama dan tetap
terhadap kedalaman dan berat lumpur sama.
3. Tekanan aliran dan build up pressure yang dicatat merupakan kurva yang
halus.
Dengan mengetahui karakteristik-karakteristik tersebut di atas, maka
adanya kondisi lubang bor/sumur yang buruk, alat yang tidak bekerja/berfungsi
dengan baik dan kesukaran lainnya dapat diketahui dari grafik pencatatan tekanan
test DST. Perencanaan, pengoperasian dan analisa hasil tes sumur yang tepat akan
melengkapi data tentang permeabilitas, derajat kerusakan sumur (S), tekanan
reservoir, kemungkinan batas-batas reservoir dan heterogenitas formasi.
A. Sweet Gas
Sweet gas adalah gas alam yang tidak mengandung hidrogen sulfida (H2S),
tetapi dapat mengandung nitrogen (N2), karbondioksida (CO2) atau kedua-duanya.
Kandungan ini harus kita ketahui besarnya prosentasenya karena akan
mempengaruhi besarnya harga Z.
B. Sour Gas
Sour gas adalah gas alam yang mengandung hidrogen sulfida (H2S) dalam
jumlah yang besar dan karena adanya H2S ini maka sour gas tersebut bersifat
korosif. Selain itu H2S juga akan mempengaruhi besarnya harga Z.
C. Wet Gas
Wet gas adalah gas bumi yang mengandung hidrokarbon yang lebih berat
dalam jumlah yang cukup banyak dan mudah dipisahkan dalam bentuk cairan.
Cairan yang dihasilkan dari gas basah disebut kondensat, sedangkan gas yang
diperoleh disebut gas kondensat atau gas alam. Baik saat awal maupun akhir
produksi, biasanya di dalam reservoir fluida dalam keadaan fasa gas. Adapun ciri-
ciri gas basah antara lain:
1. Temperatur krikondenterm diagram fasanya lebih kecil dari temperatur
reservoir.
21
2. Fluida dari separator terdiri atas 10 % mol cairan, dan 90 % mol fasa gas.
0
3. Cairan dari separator mempunyai gravity > 50 API dan biasanya jernih
seperti air.
4. GOR produksi dapat mencapai 100 000 SCF/STB atau kurang.
Diagram fasa gas basah (wet gas) dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3.
D. Dry Gas
Gas kering terutama terdiri dari metana dan sedikit mengandung etana serta
kemungkinan propane. Adapun ciri-ciri dari dry gas antara lain:
1. Temperatur kritis dan temperatur krikondenterm fluida relatif sangat
rendah, sehingga biasanya berharga jauh di bawah temperatur reservoirnya.
2. Sedikit sekali atau hampir dapat dikatakan tidak ada cairan yang diperoleh
dari separator produksi permukaan.
3. GOR produksi biasanya lebih dari 100 000 SCF/STB.
Diagram fasa gas kering (dry gas) dapat dilihat pada Gambar 3.4.
22
Gambar 3.4.
Diagram Fasa Gas Kering
(Beggs, Dale. H., 1984)
A. Senyawa Belerang
Senyawa belerang sangat diperhatikan dalam dunia migas, biasanya
terdapat dalam jumlah lebih banyak di dalam fraksi molekuler yang lebih tinggi.
Kadarnya dapat mencapai 5 sampai 40 % senyawa belerang, disamping yang
terdapat dalam resin dan aspalten.
Senyawa seperti H2S, Mercaptans, Alkyl Sulfide, Tiofen, Sulfon, Asam
Sulfonat, Sulfoksil, dan lain sebagainya banyak juga dijumpai di dalam minyak dan
gas bumi. H2S merupakan gas gas tak berwarna yang mempunyai titik didih -59.6
0
C dan berbau tidak enak. H2S merupakan gas beracun dan keberadaannya cukup
merugikan dalam industri perminyakan karena dapat menimbulkan kerusakan pada
peralatan refinery, seperti karat misalnya. H2S dipisahkan dari gas alam dengan
menggunakan ethanolamines. Gas alam yang mengandung konsentrasi belerang
biasa disebut Sour Gas dan yang tidak ada kandungan belerangnya biasa disebut
dengan Sweet Gas.
23
B. Senyawa Oksigen
Migas juga dapat memiliki senyawa oksida sampai 2% dalam bentuk asam
fenol. Biasanya terdapat dalam residu atau derivate tinggi. Beberapa jumlah kecil
fenol didapatkan dalam kerosin dan minyak solar. Migas dari formasi paling muda
biasanya mengandung asam yang paling tinggi. Asal asam ini tidak begitu banyak
diketahui, ada yang menyatakan bahwa zat tersebut merupakan sebagian dari
gugusan asam yang ada sebelumnya, sebelum berdegenerasi menjadi minyak.
C. Senyawa Nitrogen
Banyak terdapat dalam residu atau molekul berat dan sebagian terdapat
dalam benzene dan asphaltene. Kadar nitrogen bervariasi antara 0.01 sampai 0.02
% dan kadang-kadang dapat mencapai 0.65 %, misalnya dari lapangan minyak
Willmington, California, yang senyawa nitrogennya bisa melebihi 10 %. Senyawa
nitrogen yang terdapat dalam proses destilasi terutama adalah homolog piridin
dalam jangkauan C6–C10, quinolin dalam jangkauan C10–C17, dan turunan yang
berhidrogen dan juga senyawa carbozol, indol, dan pyrol. Asal nitrogen ini adalah
biogenic, misalnya dari protein dan pigmen.
T = temperatur, °R
R = konstanta, yang tergantung pada sistem yang digunakan 10,73 psia
ft3/lb-mole °R
Untuk gas bersifat sebagai gas nyata (real gas) tidak akan memenuhi
persamaan (3-1) diatas, tetapi memberi penyimpangan sebesar Z (Deviation
Factor), sehingga persamaannya menjadi:
pV ZnRT ………………………………………………………….(3-2)
Penentuan harga Z (Deviation Factor) suatu gas alam dapat dilakukan
dengan:
Pengukuran langsung
Penggunaan korelasi Standing dan Katz.
Penggunaan Equation of State.
Untuk penentuan dengan korelasi Standing dan Katz dan Equation of State
ini membutuhkan harga tekanan dan temperatur yang dinyatakan dalam harga Ppc
(pseudo-critical pressure) dan Tpc (pseudo-critical temperature) dari gas, yang
dapat diselesaikan dengan dua cara:
1. Bila diketahui fraksi mole masing-masing komponen, maka Ppc dan Tpc
dapat ditentukan dengan persamaan:
Ppc Yi Ppci ..................................................................................... (3-3)
Dimana :
Yi = fraksi mole dari komponen ke-i.
Ppci = tekanan kritis dari komponen ke-i.
Tpci = temperatur kritis dari komponen ke-i.
2. Bila data produksi gas hanya diketahui spesific gravity dari gas (Sg), maka
harga Ppc dan Tpc dapat diketahui dengan menggunakan bantuan Gambar
3.5. Grafik korelasi Ppc dan Tpc tersebut juga memenuhi persamaan
Standing, yaitu:
T pc 170.5 307.3 g ......................................................................... (3-5)
Dengan diperolehnya harga Ppc dan Tpc, maka harga Ppr dan Tpr dapat
dihitung. Katz dan Standing telah memberikan grafik korelasi: Z = f (Pr,
Tr), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.6.
Apabila dalam campuran gas terdapat gas CO2, H2S, dan N2, maka grafik
tersebut tidak memberikan akurasi yang baik, sehingga perlu dikoreksi
dahulu terhadap harga Ppc dan Tpc sebelum menghitung Ppr dan Tpr.
Gambar 3.5.
Grafik Korelasi Pseudocritical dari Campuran Gas Alam
(Beggs, Dale. H., 1990)
26
Gambar 3.6.
Kompresibilitas Gas Alam Sebagai Fungsi Dari Pr dan Tr
(Beggs, Dale. H., 1990)
27
g
f ( pr , Tr ) .................................................................................. (3-8)
ga
Dimana:
ga = viscositas pada tekanan 1 atm.
M P
………………………………………........... (3-18)
RT Z P
Jadi, densitas dapat dieliminasi dari persamaan (3-17) menjadi :
1 k P P P
r r
t
P Z P rP r
Z P
………. (3-19)
Persamaan (3-17) adalah salah satu bentuk dasar dari persamaan
diferensial parsial non linier yang menerangkan aliran gas dengan kondisi
isothermal pada media berpori.
Klinkenberg memberikan persamaan permeabilitas gas sebagai fungsi
tekanan yaitu :
b
k P k1 1 …………………………………................... (3-20)
P
29
dimana :
k1 = permeabilitas efektif dari cairan
b = kemiringan plot antara k(p) versus 1/P
akan tetapi, ketergantungan permeabilitas terhadap tekanan dapat diabaikan untuk
tekanan-tekanan reservoir yang diketemukan, karena efek Klinkenberg ini hanya
berpengaruh pada tekanan yang sangat rendah. Jadi untuk tujuan-tujuan praktis,
permeabilitas gas dapat dianggap tetap. Jadi persamaan (3-19) menjadi :
1 k P P P
rP …………... (3-21)
r r P Z P r k t Z P
2 p 2 1 p 2 C P 2 p 2
……………………………… (3-22)
r 2 r r k t
Solusi untuk persamaan diatas pada kondisi semi mantap adalah :
1422QZT re 3
Pr P 2 wf
2
ln S ' ………………… (3-23)
kh rw 4
Sedangkan solusi Transient adalah sebagai berikut :
711QZT 4 0.000263kt
………
Pi P 2 wf
2
ln 2
2 S '
C t rw
(3-24)
kh
mP 2
P
dP ……………………………..
P Z P
(3-25)
po
1 Ct
r ………………………..………… (3-26)
r r r k t
Term صCt didalam persamaan (3-26) ini bukan merupakan tetapan
disebabkan oleh µCt adalah fungsi dari tekanan. Jadi persamaan (3-26) ini
merupakan persamaan yang tidak linier. Tetapi analogi persamaan (3-22) dan (3-
26) mengisyaratkan bahwa solusi untuk aliran gas nyata akan korespondensi
dengan harga-harga µ dan Ct pada saat awal. Untuk mencari solusi ini didefinisikan
beberapa parameter yang tidak berdimensi antara lain seperti di bawah ini.
2.64 x10 4 kt
tD …………………………………………… (3-27)
Cr 2
1.987 x10 5 khTb
wD i wf ………………………….. (3-28)
QPbT
Penurunan persamaannya tidak akan dituliskan disini, tetapi setelah
transformasi Boltzman, solusi persamaan (3-24) untuk kondisi infinite acting
adalah :
1 4t
wD t D ln D ………………………………….……… (3-29)
2
Apabila persamaan (3-29) ini disusun atas parameter yang bersangkutan
dan dituliskan pada kondisi standar (14.7 psia, 60°F), maka didapat :
QT k
wf i 1637 log t log 3.23 0. 87 S ' … (3-30)
kh 2
C r
t w
Dimana :
S’ = S + Dq
Dq ini adalah representasi dari efek turbulensi yang terjadi. Solusi untuk
kondisi semi mantap adalah sebagai berikut :
1.987 x10 5 khTb i wf
Q …………………………………… (3-31)
0.472re
PbT ln S '
rw
QT t p t
ws i 1637 log ……………………………... (3-32)
kh t
Gambar 3.7.
Pressure Build-up Dalam Rate History
(Earlougher, Robert.C., 1977)
Horner menyatakan bahwa hasil plot antara Tekanan shut-in (Pws) dan
horner time, (tp + Δt)/Δt harus menghasilkan persamaan garis lurus pada reservoir
tak terbatas. Pada uji build-up, t mengacu pada waktu drawdown sebelum
mengalami build-up dan Δt mengacu pada waktu penutupan atau saat build-up.
32
Gambar 3.8.
Perilaku Tekanan Static Dasar Sumur Akibat Penutupan Sumur Gas
(Chaudri, Amanat. U., 2003)
33
Gambar 3.9.
Plot Uji PBU Pws vs Horner Time
(Chaudri, Amanat. U., 2003)
Gambar 3.9. menunjukkan bentuk kurva pressures build up. Seperti juga
yang ditunjukkan dalam gambar tersebut, kasus-kasus rekahan dan kasus besarnya
harga skin negatif mendekati garis lurus semilog dari atas ketika wellbore storage
kecil. Gambar tersebut juga menunjukkan bahwa perilaku ini dapat disembunyikan
dengan harga wellbore storage yang besar, sehingga kurva pressure build up
kemungkinan memiliki bentuk karakteristik yang berhubung dengan wellbore
storage atau dengan harga skin yang positif.
Program testing dibuat sebagai petunjuk mengenai urut-urutan kegiatan
yang harus dilakukan dalam suatu tes Pressure Build up (PBU). Salah satu alat yang
digunakan untuk tes pressure build up yang dikemukakan adalah pressure bomb,
karena tes PBU dengan menggunakan surface record out lebih sederhana.
34
Dasar teori dari tes build-up didapatkan dari prinsip superposisi terhadap
waktu, dengan tujuan untuk merepresentasikan kondisi penutupan laju injeksi (qsc)
yang dimulai pada Δt = 0. Kemudian disuperposisikan dengan laju alir qsc pada
saat t = 0.
35
Pada umumnya analisis terhadap data PBU tes yang diperoleh dengan cara
𝑡+∆𝑡
Horner plot data Pws vs log akan menghasilkan slope (m) berupa garis lurus
∆𝑡
Dari perolehan hasil slope m ini dapat diketahui besarnya kapasitas aliran
(k.h) yang dapat diperoleh menggunakan persamaan berikut.
1637 𝑞𝑠𝑐 𝑇
𝑘ℎ = ................................................................................(3-35)
𝑚
Michael Economides (2002) memberikan klasifikasi harga permeabilitas
untuk reservoir gas.
Permeabilitas kecil, jika k < 0.5 mD
Permeabilitas sedang, jika 0.5 < k < 5 mD
Permeabilitas besar, jika k > 0.5 mD
Pada sesaat sumur ditutup sampai pada waktu tak terhingga maka transient
tekanan pada saat berada di lubang sumur akan mengalami hambatan karena adanya
faktor skin yang dapat dihitung dari kombinasi persamaan P ws dan Pwfo yang
memiliki tekanan awal reservoir yang sama (Pi) yang dinyatakan dengan
Persamaan (3-36).
2 −𝑃 2
𝑃𝑤𝑠 𝑤𝑓𝑜 𝑘 𝑡𝑝 (∆t)
𝑆 = 1.151 [ − log ∅ 𝜇̅𝑐 𝑟 2 + 3.23 − log (𝑡 ]..................................(3-36)
𝑚 𝑤 𝑝 +∆t)
Pada saat sumur ditutup sampai pada tak terhingga biasanya dianggap ∆t =
(𝑡𝑝 +∆t)
1 dan di asumsikan = 1 sehingga harga Pws menjadi P1jam yang harus
(∆t)
diambil dari garis lurus atau hasil ekstrapolasi dari Horner plot. Sehingga
persamaan tersebut dapat disederhanakan menjadi:
Asumsi:
Pws = P1jam
(𝑡𝑝 +∆t)
= 1 , Log 1 = 0
(∆t)
Gambar 3.10.
Perjalanan Impuls Tekanan secara Ideal untuk Menggambarkan Radius
Investigasi
(ERCB. 1975)
3.5.1.3.Pressure Derivative
Metoda pressure derivative ini muncul oleh karena pada penentuan akhir
dari efek wellbore storage dengan menggunakan metoda analisa Horner tidak dapat
memberikan harga yang tepat dan juga metoda analisa Horner tidak bisa
memberikan hasil yang akurat apabila digunakan untuk menganalisa reservoir yang
begitu kompleks. Oleh sebab itu, digunakan analisa tekanan menggunakan plot
kurva pressure derivative yang diperkenalkan oleh Jones (1957) untuk memperoleh
model dan batas reservoir. Contoh grafik pressure derivative dapat dilihat pada
Gambar 3.11.
38
Gambar 3.11
Log log plot Pressure Derivative
(Bourdet, Dominique., 2002)
Umumnya plot kurva pressure derivative terdiri dari dua bagian. Bagian
pertama merupakan plot antara beda tekanan penutupan (Pws) dengan tekanan aliran
dasar sumur (Pwf) yang dinyatakan sebagai ΔP terhadap waktu penutupan (Δt) pada
kertas grafik log-log, plot kurva pertama ini berfungsi untuk mengetahui flat curve,
disamping mengetahui berakhirnya wellbore storage. Bagian kedua merupakan
plot antara slope (m) terhadap waktu penutupan (Δt) juga pada kertas grafik log-
log.
Untuk kurva ke-dua secara praktis derivative dari perubahan tekanan
berdasarkan fungsi superposisi waktu. Dari persamaan PBU, dapat dinyatakan :
P f (ln H ) ..........................................................................................(3-41)
Jika Pws dinyatakan seperti dalam Persamaan (3.34), maka persamaan tersebut
identik dengan persamaan garis lurus :
y a mx ......................................................................................... ..(3-42)
Perolehan slope dari kurva kedua ini berdasarkan cara statistik cara least
square, yang merupakan garis minimum jumlah pangkat dua penyimpangan,
dengan syarat : untuk meminimalkan fungsi, turunan pertamanya haruslah nol, ini
menghendaki turunan pertama terhadap a (Pi) sama dengan nol dan turunan pertama
39
pertama terhadap slope (a) juga sama dengan nol. Slope suatu garis berdasarkan
superposisi titik sebelumnya dinyatakan :
n (ln H i Pi ) ( Pi ) (ln H i )
m ................................................ ..(3-43)
( ln H i ) 2 n (ln H i ) 2
Keterangan :
memperoduksi gas ke permukaan dengan laju alir maksimum pada tekanan alir
dasar sumur (sandface) sebesar tekanan atmosphere (± 14,7 psia). Pada masa awal
dari tes penentuan dari deliverability ini sudah dikenal persamaan empiris yang
selaras dengan hasil pengamatan. Persamaan ini menyatakan hubungan antara qsc
terhadap P2 pada kondisi aliran yang stabil (ERCB, 1979b).
qsc = C(PR2 - Pwf2)................................................................................(3-44)
Keterangan :
qsc = Laju aliran gas, Mscf/d.
C = Koefisien performa yang menggambarkan posisi kurva
deliverability yang stabil
n = Bilangan eksponen, merupakan inverse slope dari garis kurva
deliverability yang stabil dan mencerminkan derajat pengaruh faktor
inersia-turbulensi terhadap aliran, umumnya berharga antara 0.5 – 1.
PR = Tekanan rata-rata reservoir, psia
Pwf = Tekanan alir dasar sumur, psia
Harga n ini mencerminkan derajat pengaruh faktor inersia turbulensi atas
aliran. Untuk aliran yang laminer akan memberikan harga n sama dengan 1, dan
bila faktor inersia- turbulensi berperan dalam aliran maka n < 1 (dibatasi sampai
harga paling kecil sama dengan 0,5).
log qsc = log C + n log P2.................................................................(3-45)
p2 = (PR2 - Pwf2) ...............................................................................(3-46)
Harga C dapat dilihat/dicari yaitu berdasarkan titik perpotongan grafik dan
satuannya dapat dinyatakan dalam :
q sc setabil MM SCF / hari
C
P
=
R
2
P 2
wf
n
psia
2 n
Harga n diperoleh dari sudut kemiringan grafik dengan sumbu tegak (p2).
Satuan ukuran lainnya digunakan dalam analisa “deliverability” adalah “absolut
open flow potensial” (AOF). Besar potensial ini diperoleh, bila kedalam
Persamaan (3-46) dimasukkan harga pwf sama dengan nol.
AOF = C (PR2)n .................................................................................(3-47)
41
Gambar 3.12.
Grafik Deliverability
(Beggs, Dale. H., 1990)
42
Gambar 3.13.
Diagram Laju Produksi dan Tekanan Dari Back Pressure Test
(Beggs, Dale. H., 1990)
Keterangan :
1
C
PR
= viscositas pada P R
43
Gambar 3.14.
Diagram Laju Produksi dan Tekanan Dari Isochronal Test
(Beggs, Dale. H., 1990)
Gambar 3.15.
Diagram Tekanan Dan Laju Produksi Selama Tes Modified Isochronal
(Beggs, Dale. H., 1990)
log merupakan kinerja sumur yang sebenarnya. Secara ideal garis lurus tersebut
mempunyai slope 450 pada laju produksi yang rendah dan akan memberikan slope
yang lebih besar pada laju produksi tinggi. Hal ini terjadi akibat naiknya turbulensi
disekitar lubang bor dan berubahnya faktor skin akibat peningkatan laju produksi.
Harga eksponen di tunjukkan oleh persamaan :
log q sc2 log sc1
n
..............................................(3-50)
log R wf log R wf
2 2 2 2
2 1
Gambar 3.16.
Plot Test Konvensional Untuk 2 vs qsc
(Beggs, Dale. H., 1990)
ΔP PR Pwf A 2 q sc B 2 q sc .......................................................(3-53)
2 2 2
Bagian pertama ruas kanan (A.qsc) dari Persamaan (3-52), (3-53), dan (3-
54) menunjukkan hubungan penurunan tekanan dalam bentuk tekanan, tekanan
kuadrat, atau pseudo-pressure yang disebabkan oleh pengaruh aliran laminar dan
kondisi lubang sumur. Sedangkan bagian keduanya (B.qsc2) merupakan hubungan
penurunan tekanan yang disebabkan oleh aliran inertial-turbulence.
Karena analisa pseudo-pressure dianggap lebih teliti dan dapat digunakan
pada semua kisaran tekanan reservoar, bila dibandingkan dengan analisa
pendekatan tekanan (P) atau analisa pendekatan tekanan kuadrat (P2), maka
pendekatan LIT menggunakan pseudo-pressure dan untuk selanjutnya disebut
sebagai pendekatan LIT ψ . Dari Persamaan (3-54), plot antara Δψ Bq sc 2
vs
qsc pada kertas grafik log-log akan memberikan garis lurus. Kurva ini merupakan
garis deliverability yang stabil, dimana harga A3 dan B3 dapat dicari dari persamaan
berikut ini :
Δψ q q q Δψ
2
sc sc sc
A3 ..............................................(3-55)
Nq q q
2
sc sc sc
Harga laju produksi gas (qsc) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
q sc
A 3 A 3 4 B 3 ψ r ψ wf
2
0.5
.................................................(3-57)
2 B3
Sedangkan besarnya AOFP sama dengan qsc pada harga Ψ sebesar 0 psi.
Metode Analisis LIT analisa dianggap lebih teliti karena menggunakan
pseudo-pressure dan dapat digunakan pada semua kisaran tekanan reservoir, bila
dibandingkan dengan analisa pendekatan tekanan (P) atau analisa pendekatan
tekanan kuadrat (P2). Metode ini dapat digunakan pada kondisi real gas dan hanya
membutuhkan satu data uji aliran stabil.
A3
Δ p2 q q q Δ p2
sc sc
2
sc
N q q q
2
sc sc sc
................................................(3-60)
N Δ p 2 qsc Δ p 2 qsc
B3
N qsc qsc qsc
2
.....................................................(3-61)
2. Plot At versus t pada skala semilog untuk mencari harga slope(m) da At1 seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.17.
50
Gambar 3.17.
Plot At versus Log t
(Beggs, Dale. H., 1990)
𝑞𝑠𝑐 = ............................................................................(3-65)
2𝐵
Pi
AOF
Gambar 3.18.
Plot Kurva IPR Gas
(Abdassah, D., 1990)
52
3.8.1 Analisa Nodal dengan Titik Nodal di Dasar Sumur Menggunakan Kurva
Pressure Traverse
Analisa nodal adalah merupakan suatu sistem pendekatan untuk
mengevaluasi dan mengoptimisasikan sistim produksi minyak dan gas secara
keseluruhan. Sistem sumur produksi yang menghubungkan antara formasi
produktif dengan separator dapat dibagi menjadi enam komponen, dimana
kemungkinan kehilangan tekanan pada sistem produksi dapat dilihat pada Gambar
3.19.
Gambar 3.19
Kemungkinan Kehilangan Tekanan Pada Sistim Produksi
(Abdassah, D., 1998)
53
Gambar 3.20.
Kurva Pressure traverse untuk Aliran Tegak
(Kermit, Brown. E., 1984)
57
Gambar 3.21.
Kurva Pressure traverse untuk Aliran Mendatar
(Kermit, Brown. E., 1984)
58
Prosedur perhitungan kurva tubing intake untuk titik nodal di dasar sumur dan
kondisi open hole :
1. Siapkan data penunjang yaitu:
• Kedalaman sumur (D)
• Panjang pipa salur (L)
• Diameter tubing (dt)
60
Gambar 3.22.
Kurva Tubing Intake
(Beggs, Dale. H., 1990)
baik dalam mendesain maupun optimasi dari sumur Natural Flowing atau Artificial
Lift (Gas Lift, ESP,dan Rod Pump).
Perintah-perintah pada Pipesim terbagi menjadi beberapa macam
tergantung kegunaannya, berikut pembagian perintah-perintah pada Pipesim:
a) Well Performance
1. Tubing, digunakan untuk:
Konfigurasi tubing
Peralatan bawah permukaan
Pemasangan artificial lift (Gas Lift & ESP)
Detail tubing, MD/TVD dari tubing
2. Vertical Completion, memodelkan aliran fluida dari reservoir ke dasar
sumur menggunakan IPR pada sumur vertical.
Data yang dimasukkan:
Temperatur reservoir
Tekanan reservoir
Asumsi yang digunakan dalam IPR
Sifat-sifat fluida
3. Horizontal Completion, memodelkan aliran fluida dari reservoir ke dasar
sumur menggunakan IPR pada sumur horisontal.
4. Nodal Analysis Point, membagi sistem menjadi dua untuk dilakukan
analisa nodal. NA point diletakkan di antara dua obyek.
10. Stream re-injection, satu titik di dalam jaringan dimana aliran fluida
dialihkan dari separator dan dapat dinjeksikan ke cabang yang lain.
11. Sink, satu titik dimana fluida keluar dari sistem jaringan.
12. Production Well, titik dimana fluida mulai memasuki jaringan (network).
Hampir sama dengan Source.
13. Injection Well, sumur injeksi.
14. Fold, membagi jaringan menjadi sub-model jaringan dari model jaringan
utama. Digunakan untuk membagi model jaringan yang besar menjadi sub-
sub model.
c) Network Analysis
15. Select Arrow, untuk memilih dan meletakkan obyek pada area kerja.
16. Text, memberi keterangan pada model.
17. Connector, digunakan untuk menghubungkan dua objek dimana tidak
terjadi perubahan tekanan atau temperatur yang signifikan.
18. Node, digunakan untuk menghubungkan obyek dimana tidak ada peralatan
(equipment) diantara obyek tersebut.
19. Flowline , untuk memodelkan pipa yang akan digunakan.
20. Riser , digunakan untuk memodelkan Riser yang digunakan.
21. Boundary Node, hampir sama dengan Node tapi hanya satu obyek saja
yang bisa dihubungkan.
22. Source, titik dimana fluida mulai memasuki jaringan (network).
23. Separator, memodelkan separator yang digunakan.
24. Compressor, memodelkan compressor yang digunakan.
25. Expander, memodelkan expander yang digunakan dalam model.
26. Heat Exchanger, memodelkan Heat Exchanger yang digunakan. Data
yang dimasukkan yaitu perubahan tekanan atau temperatur.
27. Choke, memodelkan Choke yang digunakan. Data yang dimasukkan
diameter choke, critical pressure ratio, batas toleransi laju alir kritis
28. Multiplier/Adder, untuk memvariasikan laju alir fluida.
29. Report, untuk menampilkan hasil perhitungan di titik yang telah ditentukan.
64
5,15
2 3 33 4 19 20
6, 16
7 17 1
8 18 21 22 23 24 25 26 27 28
7 9
10 31 29 30
11
12
13
14
Gambar 3.28
Fitur – Fitur Pada Pipesim
(https://www.software.slb.com/products/pipesim/pipesim-flowmodeling)