Skenario:
Laki-laki berusia 60 tahun datang bersama anaknya dengan keluhan batuk kronis
disertai sesak napas dan hemoptisis. Pasien mengeluh berat badannya menurun dari 62-51
kg, padahal tidak mengalami mual, muntah maupun diare, dan mudah lelah. Pasien juga sulit
menelan dan suaranya serak.
Pada pada anamnesis, diketahui pasien adalah perokok berat. Terdapat efusi pleura
pada pemeriksaan fisik dan ditemukan suatu gambaran coin lesion pada pemeriksaan
pencitraan. Dokter melakuan pemeriksaan biopsi dan mendiagnosis pasien menderita Small
Cell Lung Carcinoma (SCLC) stadium penyakit berbatas (limited-stage disease).
Anak pasien tersebut bertanya kepada dokter bagaimana kelangsungan hidup pasien
apabila menggunakan obat amrubicin atau topotecan. Kemudian dokter mencari penjelasan
mengenai prognosis untuk kedua obat tersebut.
Foreground Question:
Bagaimanakah perbandingan kelangsungan hidup pasien bila menggunakan obat amrubicin
atau topotecan pada pasien SCLC?
PICO
• Population : Pasien SCLC
• Intervention : Pengobatan dengan amrubicin
• Comparison : Pengobatan dengan topotecan
• Outcomes : Kelangsungan hidup yang lebih baik untuk pasien
ABSTRACT
PURPOSE:
Amrubicin, a third-generation anthracycline and potent topoisomerase II inhibitor, showed
promising activity in small-cell lung cancer (SCLC) in phase II trials. This phase III trial
compared the safety and efficacy of amrubicin versus topotecan as second-line treatment
for SCLC.
RESULTS:
Median OS was 7.5 months with amrubicin versus 7.8 months with topotecan (hazard ratio
[HR], 0.880; P = .170); in refractory patients, median OS was 6.2 and 5.7 months,
respectively (HR, 0.77; P = .047). Median PFS was 4.1 months with amrubicin and 3.5
months with topotecan (HR, 0.802; P = .018). ORR was 31.1% with amrubicin and 16.9%
with topotecan (odds ratio, 2.223; P < .001). Grade ≥ 3 treatment-emergent adverse events in
the amrubicin and topotecan arms were: neutropenia (41% v 54%; P = .004),
thrombocytopenia (21% v 54%; P < .001), anemia (16% v 31%; P < .001), infections (16%
v 10%; P = .043), febrile neutropenia (10% v 3%; P = .003), and cardiac disorders (5% v 5%;
P = .759); transfusion rates were 32% and 53% (P < .001), respectively. NQO1
polymorphisms did not influence safety outcomes.
CONCLUSION:
Amrubicin did not improve survival when compared with topotecan in the second-line
treatment of patients with SCLC. OS did not differ significantly between treatment groups,
although an improvement in OS was noted in patients with refractory disease treated with
amrubicin.
I. APAKAH HASIL PENELITIAN TERSEBUT VALID?
A. Petunjuk primer
1. Apakah terdapat sampel yang representative, didefinisikan secara jelas pada titik
yang sama/similar point dalam perjalanan penyakit/course of the disease?
Ya , kreteria inklusi berusia lebih dari 18 tahun yang di diagnosis SCLC, telah
menjalani kemoterapi lini pertama 9sensitif atau resisten) dan SCLC dengan stadium
penyakit terbatas.
Ya, walaupun terdapat pasien atau peserta yang lost to follow up dan mundur dari
penelitian, masih dalam batas batas valid karena kurang dari 20%.
B. Petunjuk sekunder