A. Definisi Etnomedisin
Etnomedisin adalah kajian tentang kesehatan dan juga pemeliharaan kesehatan pada
masyarakat tradisional menyangkut tradisi dan juga kepercayaan yang dianut masyarakat
lokal atau etnis lokal. Praktek pengobatan secara tradisional yang masih dilakukan
dengan mengunakan tumbuhan obat, doa-doa, mantra, tarian atau upacara dan juga
praktek-praktek yang lainya yang cenderung masih dilakukan pada masyarakat tradisional.
Menurut (Ahimsa, 2007), etnomedisin merupakan hubungan dengan kesehatan dan
pemeliharaan kesehatan. Topik dapat menyangkut jenis-jenis sakit dan penyakit dan
penangananya secara tradisional dengan menggunakan tanaman obat, dengan doa, mantra,
tarian, dan upacara, atau dengan praktek tradisonal lainya.
1
Gambar 1. Morfologi daun Cassia alata
(Sumber: http://hort.ifas.ufl.edu/database/documents/pdf/tree_fact_sheets/casalaa.pdf)
Warna hijau permukaan bawah daun lebih muda dibandingkan bagian atas daun.
Secara anatomis, masing-masing helai daun mempunyai struktur dorsiventral. Epidemis atas
dan bawah daun ditutupi oleh trikoma nonglandular dan glandular multiseluler. Semua daun
memiliki sel mucilage, stomata, papilosa, kristal kalsium oksalat prisma, dan leukoplas.
Cassia alata memiliki bunga berwarna kuning, yang tumbuh pada bagian batang
yang panjang, tebal membujur, berdempet, dan saling menindih. Tanaman ini memiliki
bunga lengkap dan sempurna. Bunga tidak dapat dibedakan dengan jelas antara daun bunga
dan kelopak dan pseudo-papili (biasa terdapat pada anggota sub-famili Caesalpinioideae).
2
fitokimia yang terkandung di dalam bagian tanaman digunakan sebagai obat herbal dan
homeopatik.
Cassia alata menjadi salah satu tanaman penting dari genus Cassia yang kaya akan
kandungan anthraquinones dan polyphenols. Secara tradisional, tanaman ini efektif dalam
pengobatan infeksi kulit pada laki-laki, dan hewan. Di beberapa negara, daun Cassia alata
muda digunakan untuk mengobati penyakit kulit seperti ringworm, eksem, pruritis, gatal-
gatal, skabies, ulser, dan penyakit kulit lainnya.
Bagian lain dari tanaman ini yang tidak kalah pentingnya adalah bagian biji dan akar.
Biji dari tanaman ini digunakan sebagai antihelmintik, akarnya digunakan untuk melawan
disorder uterus, sedangkan bagian daun yang ditumbuk digunakan sebagai obat infeksi kulit.
Hal ini juga dilakukan oleh beberapa warga masyarakat di beberapa desa di Dayak
Benuaq, yaitu Desa Tanjung Isuy, Desa Lempunah, Desa Mancong, Desa Tanjung Soke dan
Desa Gerunggung. Pasalnya, warga masyarakat di sini menggunakan bagian daun Cassia
alata untuk mengobati gangguan kulit berupa gatal karena panu dan kurap. Namun, peneliti
tidak menjelaskan secara detail bagaimana cara warga setempat mengolah daun Cassia
alata. Dari keterangan yang didapat, bagian daun digunakan oleh warga untuk mengobati
penyakit kulit seperti panu dan kurap dengan cara meremas bagian daun. Keterbatasan
informasi ini disebabkan oleh karena kecenderungan masyarakat yang mempunyai sikap
tertutup terhadap orang luar. Hal ini berhubungan dengan keyakinan masyarakat setempat
yang menganggap bahwa penggunaan tanaman in adalah warisan dari nenek moyang yang
harus dijaga dan dirahasiakan.
Disamping khasiat obat dari beberapa bagian tanaman yang telah disebutkan di atas,
ternyata semua bagian tanaman ini (akar, batang, daun, bunga, biji) memiliki khasiat obat
yang tidak kalah penting, khususnya sebagai agen antimikroba.
3
Responden yang diwawancara telah berusia di atas 40 tahun dan yang biasa
melakukan praktek pengobatan dengan tanaman berkhasiat obat. Dari semua responden,
yang paling menguasai ilmu pengobatan tradisional tersebut adalah ketua adat, dukun
bersalin, dan sesepuh adat yang telah berusia di atas 60 tahun. Mereka mengtakan bahwa,
pewarisan pengetahuan obat-obatan tradisional hanya dapat diwariskan bagi mereka yang
mempunyai niat besar dan kemauan tinggi untuk mempelajarinya. Selain itu, perlunya
menyatakan atau melakukan ritual tertentu setiap kali mengambil tanaman obat yang berada
di dalam kawasan HLGB. Masyarakat biasanya menancapkan paku di lokasi pengambilan
obat untuk menandai lokasi tumbuhan obat. Hal ini merupakan salah satu keuntungan bagi
warga agar tidak terjadi kelangkaan tanaman obat ke depannya, dan juga mempunyai nilai
tersendiri dari segi konservasi.
4
Daftar Pustaka
Barnali Paul, et al. 2013. Isolation and structural determination of an antibacterial
constituent from the leaves of Cassia alata Linn. Journal of Pharmacognosy and
Phytochemistry; 2:326-32
Falah F., et al. 2013. Keragaman jenis dan pemanfaatan tumbuhan berkhasiat obat oleh
masyarakat sekitar hutan lindung gunung beratus, Kalimantan Timur. Balai
Penelitian Teknologi Konservasi Sumberdaya Alam; 10 (1): 1-18
http://digilib.unila.ac.id/285/8/BAB%20II.pdf
http://hort.ifas.ufl.edu/database/documents/pdf/tree_fact_sheets/casalaa.pdf
http://www.irjponline.com/admin/php/uploads/1169_pdf.pdf
https://www.academia.edu/9691006/Cassia_alata_and_Cassia_auriculata_Review
of_their_bioactive_potential
Kumavat U., et al. 2011. Quality standards of Ringworm Cassia. International Journal of
Pharmacognosy and Phytochemical Research; 3(3):43-6
Lalitha Vaidyanathan, et al. 2014. Evaluation of wound healing potency of Cassia
auriculata flower extracts using chick embryo wound model. Int J Pharm Sci Rev
Res; 27(2):222-7
Morton JJP and Malone MH. 1972. Evaluation of vulnerary activity by an open wound
procedure in Rats. Archieve of International Pharmacology; 196:117-26
Palanichamy S and Nagarajan S. 1990. Antifungal activity of Cassia alata leaf extract.
Jethnopharmacol; 29(3): 337- 40
Yagi SM., et al. 1998. Toxicity of Sennaobtusifolia fresh and fermented leaves (kawal),
Sennaalata leaves and some products from Sennaalata on rats. Phytother Res;12:324-30