Untuk kelompok pasien risiko tinggi dan pelayanan yang berisiko tinggi,
agar tepat dan efektif dalam mengurangi risiko terkait maka diatur:
a. Pembuatan perencanaan pelayanan termasuk identifikasi
perbedaanpasien dewasa dan anak-anak atau keadaan khusus
lain.
b. Dokumentasi yang diperlukan oleh pelayanan secara tim untuk
bekerja dan berkomunikasi secara efektif
c. Pertimbangkan persetujuan khusus bila diperlukan
1
d. Persyaratan pemantauan pasien.
e. Kompetensi atau keterampilan khusus untuk staf yang terlibat
dalam proses asuhan.
f. Ketersedian dan penggunaan peralatan khusus.
2
- Disaster plan disosialisasikan kepada seluruh pekerja sehingga
masing-masing pekerja memahami tugas dan tanggung jawabnya.
- Dalam hal terjadinya kedaruratan massal eksternal, maka Instalasi
Gawat Darurat melakukan pemilahan katagori kegawatan
berdasarkan sistem TRIASE.
- Dalam penanggulangan kedaruratan mengacu kepada standar
prosedur operasional yang berlaku
4
DOKUMENTASI
2. Pelaksanaan red code, yellow code, pink code, black code dan green code
didokumentasikan pada formulir laporan kejadian.
5
b. PASIEN RESUSITASI JANTUNG PARU
- Pasien Kritis / Gawat adalah pasien yang mengalami proses penyakit
yang bersifat mendadak/akut yang apabila tidak dilakukan pengobatan
yang cepat dan tepat akan mengakibatkan kematian, kecacatan, dan
ketidakmampuan.
- Resusitasi adalah segala usaha untuk mengembalikan fungsi system
pernafasan, peredaran darah dan saraf, yang terhenti atau terganggu
sedemikian rupa sehingga fungsinya dapat berhenti sewaktu-waktu,
agar kembali menjadi normal seperti semula.
- Setiap pasien yang mengalami henti jantung dan atau henti nafas harus
mendapatkan pertolongan segera baik resusitasi dasar ataupun
resusitasi lanjutan.
- Setiap pekerja RSKM ( PWT, PWTT, Outsourching ) dan Tenant harus
dapat memberikan pelayanan resusitasi dasar ( Bantuan Hidup Dasar )
- Sedangkan untuk pelayanan resusitasi lanjutan dilakukan oleh tenaga
terlatih yang bersertifikat ICU / ACLS.
- Dalam memberikan pelayanan bantuan hidup lanjutan baik di Rawat
Jalan maupun Rawat Inap maka dibentuk team blue code dibawah
tanggung jawab dokter jaga ruangan / dokter jaga IGD
- RSKM mempunyai team blue code yang terdiri dari team IGD , Anastesi
, ICU dan Ruang Rawat .
- Bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjutan yang diberikan
mengacu kepada standar yang dikeluarkan oleh American Heart
Ascociation 2015.
- Pelaksanaan resusitasi dasar dan resusitasi lanjutan sesuai dengan
standar prosedur operasional yang berlaku.
6
TATA LAKSANA PASIEN RESUSITASI JANTUNG PARU
7
4. Rantai kelangsungan hidup adalah :
a. Pengenalan kejadian henti jantung dan aktivasi sistem gawat
darurat segera.
Apabila ditemukan kejadian henti jantung maka petugas harus
melakukan hal hal sebagai berikut :
- Identifikasi kondisi penderita dan lakukan kontak ke sistem
gawat darurat
- Informasikan segera kondisi penderita sebelum melakukan
RJP pada orang dewasa .
- Penilaian cepat tanda tanda potensial henti jantung
- Identifikasi henti jantung dan henti nafas.
c. Defibrilasi segera
Defibrilasi sangat penting dalam memperbaiki rantai
kelangsungan hidup penderita .Waktu antara penderita kolaps
dan dilaksanakan defibrilasi merupakan saat kritis. Angka
keberhasilan menurun 7 – 10 % setiap menit keterlambatan
penggunaan defibrilator .
8
d. Perawatan cardiovascular lanjutan yang efektif
Pertolongan lebih lanjut oleh Tim Resusitasi merupakan rantai
keberhasilan manajemen henti jantung dengan bantuan alat alat
ventilasi , obat untuk mengontrol aritmia dan stabilisasi penderita
Bantuan Hidup Lanjutan memiliki 3 tujuan dalam penyelamatan
henti jantung , yaitu :
- Mencegah terjadinya henti jantung dengan memaksimalkan
manajemen jalan nafas , pemberian bantuan nafas dan
pemberian obat obatan .
- Terapi pada penderita yang tidak berhasil dengan defibrilasi
- Memberikan defibrilasi jika terjadi Fibrilasi Ventrikel,
mencegah fibrilasi berulang dan menstabilkan penderita
setelah resusitasi.
9
dan memahami hak penderita serta beberapa keadaan yang
mengakibatkan RJP tidak perlu dilakukan yaitu :
a. Ada permintaan dari penderita atau keluarga inti yang berhak
secara sah dan ditandatangani oleh penderita atau keluarga
penderita.
b. Henti jantung terjadi pada penyakit dengan stadium akhir yang
telah mendapat pengobatan secara optimal.
c. Pada Neonatus atau bayi dengan kelainan yang memiliki angka
mortalitas tinggi, misalnya bayi sangat prematur, anensefali atau
kelainan kromosom.
6. Penghentian RJP
Bantuan RJP dapat dihentikan bila :
a. Penolong sudah melakukan BHD dan Bantuan Hidup Lanjut
secara optimal
b. Penolong sudah mempertimbangkan apakah penderita terpapar
bahan beracun atau mengalami overdosis obat yang
menghambat susunan sistem saraf pusat .
c. Penolong sudah merekam melalui monitor adanya asistol yang
menetap selama 10 menit atau lebih.
10
dilakukan dengan menarik rahang tanpa ekstensi kepala .
Membersihkan mulut bila terdapat sisa makanan / kotoran yang
menyumbat .
d. Pemberian nafas bantuan / ventilasi
Pemberian nafas bantuan dilakukan setelah jalan nafas aman
dengan memperhatikan pemberian nafas bantuan dalam waktu 1
detik dengan volume tidal yang cukup untuk mengangkat dinding
dada.Diberikan 2 kali nafas setelah 30 kali kompresi.
e. Kompresi 30 kali dan pemberian nafas 2 kali. Dilanjutkan dengan
cek nadi, bila hasil yang didapat :
1. Nadi belum teraba, lanjutkan kompressi 30 kali dan
pemberian nafas 2 kali, sebanyak 2 menit dan cek nadi
kembali.
2. Nadi teraba , tetapi nafas belum ada, berikan nafas 10–12
kali per menit selama 2 menit , yaitu pemberian nafas setiap
detik ke 6 sebanyak 20 - 24 kali. Lanjutkan dengan cek nadi
kembali.
3. Nadi teraba dan nafas ada, berikan posisi miring dengan
memiringkan pasien atau telenta
f. Defibrilasi
Defibrilasi hanya dilakukan bila pasien dengan fibrilasi ventrikel
dengan kemungkinan keberhasilan semakin berkurang seiring
bertambahnya waktu .
11
4. Leader / Penanggung jawab resusitasi dalam Tim Blue Code adalah
dokter umum yang jaga saat kejadian yang bersertifikat ACLS
5. Untuk kelancaran operasional maka RSKM melengkapi
pelaksanaan Tim Blue Code dengan uraian tugas Tim, SPO Blue
Code, SPO Henti Jantung Henti Nafas dan SPO Intubasi
6. Bantuan Hidup Lanjutan mengacu pada algoritme yang dikeluarkan
oleh American Heart Association tahun 2015.
12
DOKUMENTASI
13
c. PASIEN KOMA DAN PENGGUNAAN ALAT BANTU HIDUP DASAR
14
4. Pasien koma yang tidak memerlukan pemantauan intensif atau kondisi
minimal dapat dirawat di ruang biasa dengan persetujuan keluarga dan
dokter yang merawat.
2. Pasien yang terpasang endo tracheal tube dan bantuan hidup dasar
(ventilator) harus dirawat di ruang intensif.
1. DPJP
16
3. Perawat
17
DOKUMENTASI
18
d. PASIEN PENYAKIT MENULAR DAN PENURUNAN DAYA TAHAN TUBUH
19
TATA LAKSANA
PASIEN PENYAKIT MENULAR DAN PENURUNAN DAYA TAHAN TUBUH
Agen Penyakit:
22
Pejamu akuatik:
2. Tidak bermultiplikasi :Guinea’s worm dan fish tape worm (vektor cyclop)
a) Water borne mechanisme Kuman patogen yang berada dalam air dapat
menyebabkan penyakit pada manusia, ditularkan melalui mulut atau
sistem pencernaan. Contoh: kolera, tifoid, hepatitis virus, disentri basiler
dan poliomielitis.
23
Cara pencegahan penularan penyakit dapat dilakukan antara lain dengan
cara:
24
DOKUMENTASI
25
e. PASIEN HEMODIALISIS ( CUCI DARAH )
27
3. Pelayanan Instalasi Hemodialisis RSKM terintegrasi dalam proram
mutu, program alat/mesin, program safety dan kompetensi sehingga
dapat dilaksanakan pelayanan Hemodialisis sesuai prosedur .
a. Alat / mesin Hemodialisis bekerjasama dengan pihak mesin sesuai
KSO / Kerja Sama Operasional .
b. Air Reverse Osmosis / Air RO dipemeriksaan terhadap Kimia air dan
Mikrobiologi setiap 3 bulan .
c. Dialyzer Hemodialisis diberlakukan single use / tidak diberlakukan
pemakaian ulang .
d. Pemeriksaan laboratorium berkala dilakukan pada pasien regular
terdiri dari :
- Darah Lengkap setiap 1 bulan sekali atau sesuai kebutuhan .
- Fungsi Ginjal 1 dan SI / TIBC dan Saturasi Transferrin setiap 3
bulan sekali
- HBs Ag , Anti HCV setiap 6 bulan sekali
- Anti HIV bila ada kecurigaan .
e. Pasien baru sebelum dilakukan tindakan Hemodialisis wajib
dilakukan pemeriksaan Hepatitis marker ( HBs Ag , Anti HCV ) dan
Anti HIV.
4. Pelayanan Hemodialisis yang tidak dilakukan di Rumah Sakit Khsus
Mata :
1. Pasien dengan HBs Ag positif dirujuk ke RSMH / rumah sakit lain
karena tidak ada ruang isolasi di Instalasi Hemodialisis.
2. Pasien dengan HIV positif dirujuk ke RSMH sesuai dengan
Kebijakan MDGS.
5. Rumah Sakit harus menyediakan alat pelindung diri / alat sarana
keamanan kerja yang sesuai persyaratan untuk memberikan rasa aman
bagi pekerja dan meminimalisasikan kecelakaan untuk mencapai
produktivitas yang optimal.
Alat pelindung diri yang diperlukan sarung tangan , masker , apron dan
tutup kepala .
28
Petugas Instalasi Hemodialisis diberikan orientasi tentang prosedur dan
praktek keamanan kerja tentang B3 dan infeksius dengan
mempergunakan Spill Kit B3 dan Spill Kit Infeksius dan orientasi
tentang MSDS.
6. Program kesehatan dan keselamatan Instalasi Hemodialisis terintegrasi
ke dalam program manajemen K3 rumah sakit .
Memantau kesehatan pekerja dan pemeriksaan HBs Ag dan Anti HCV
bagi semua staff yang aktif melayani pasien Hemodialisis secara
berkala dan Immunisasi dengan Vaksin Hepatitis B dilakukan pada staff
di Instalasi Hemodialisis .
7. Penanganan semua limbah Instalasi yang berupa limbah umum ( non
medis ) ditempatkan di plastik hitam dan limbah infeksi ( medis )
ditempatkan di plastik kuning .
8. Surat keputusan ini berlaku mulai tanggal 10 April 2017, apabila ada
kesalahan akan diperbaiki dan direview secara berkala.
30
2. Pasien yang membutuhkan tatalaksana segera (emergensi) yang
berhubungan dengan kelangsungan hidup pasien.
Apabila perilaku tidak membahayakan diri sendiri atau orang lain untuk
membantu pemberi asuhan memberikan terapi medik ( contohnya
restraint guna mencegah pasien agar terhindar dari kecelakaan ).
Dilakukan pada pasien yang ada kecendrungan untuk melukai diri atau
tingkah laku yang membahayakan.De – eskalasi dilakukan pada saat
pemberi asuhan pasien menggunakan metode untuk menegakkan
pasien dan membantu pasien mengontrol tingkah lakunya dengan cara:
31
f. Memberikan informasi kepada keluarga pasien tentang restraint
yang akan dilakukan pada pasien
32
serta memastikan integritas kulit dan status neurovaskular pasien
tetap dalam keadaan baik.
1. Physical restraint
f. Molt mouth prop merupakan salah satu alat yang paling penting
dalam melakukan perawatan gigi. Alat ini biasanya digunakan
dalam anestesi umum untuk mencegah supaya mulut tidak
tertutup saat perawatan dilakukan. Alat ini juga sangat cocok
34
dalam penanganan pasien yang tidak bisa membuka mulut
dalam jangka waktu lama karena suatu keterbatasan.
2. Chemical restraint
36
Berikut adalah beberapa contoh perbandingan antara restraint dan bukan
restraint:
37
untuk mengkomunikasikan kebutuhannya. sesuatu yang diingin
Pasien gelisah saat malam, mengalami
spasme otot, dan berisiko jatuh dari tempat
tidur. Perawat memutuskan untuk
mengunakan bedrails untuk mengurangi
risiko jatuh.
d. Vital Sign
38
f. Status fisik dan psikologis
Lepaskan dan pasang kembali restrain secara periodik 4 jam untuk pasien
berusia>18 tahun, 2 jam untuk usia 9-17 tahun, dan 1 jam untuk umur < 9
tahun.
1. Dampak fisik
a. Atrofi otot
b. Hilangnya / berkurangnya densitas tulang
c. Ulkus decubitus
d. Infeksi nosocomial
e. Strangulasi
f. Penurunan fungsional tubuh
g. Stress kardiak
h. inkontinensia
2. Dampak psikologis
a. Depresi
b. Penurunan fungsi kognitif
c. Isolasi emosional
d. Kebingungan (confusion) dan agitasi
ASPEK ETIS
40
boleh diterapkan untuk menjamin keamanan fisik pasien, anggota staf, atau
orang lain dan harus diberhentikan sesegera mungkin jika kondisi telah
memadai yang didasarkan pada asesmen per-individu dan re-evaluasi.
Penyelesaian masalah etika dapat merupakan suatu hal yang sulit dan
menantang.Dalam pembuatan keputusan untuk melakukan ‘pembatasan fisik’
(physical restraint), seringkali sulit untuk mengindari ‘bahaya’ (harm) karena
baik dilakukan restraint atau tidak, hal ini dapat membahayakan
41
pasien.Perawat memiliki tanggungjawab terhadap seluruh pasien yang berada
dalam asuhan keperawatan mereka, dan jika ternyata pemberian izin
kebebasan bertindak kepada satu pasien dapat menyebabkan kerugian/
membahayakan orang lain, maka pengambil keputusan harus
mempertimbangkan konsekuensi terhadap pengaplikasian restraint atau tidak
mengaplikasikan restraint.
inginkan, maka mereka akan berada dalam kondisi emosional yang lebih baik
dalam jangka waktu yang cukup lama. Pembuatan keputusan mengenai
pilihan tindakan terbaik kepada pasien dapat menyulitkan tenaga
kesehatan.Sebagai bagian dari pelatihan dan pengembangan profesionalitas
berkesinambungan, perawat perlu mendiskusikan mengenai dilema yang
terjadi antara teoritis dan praktiknya. Kecuali dalam situasi emergensi,
keputusan pengaplikasian restraint dan kebijakan/ panduannya harus
didiskusikan dengan tim multidisiplin dan melibatkan pasen serta keluarganya,
jika memungkinkan.
ASPEK HUKUM
42
Undang-undang mengenai HAM (1998) menetapkan panduan mengenai hak/
kebebasan individu. Penggunaan restraint harus dijustifikasi dengan
menggunakan alasan yang rasional dan jelas.Alasan ini harus menjelaskan
mengapa pertimbangan ini diyakini dapat/ boleh membatasi hak/ kebebasan
individu.
standar profesional saat itu untuk melihat apakah pembatasan ini beralasan.
Jika tindakan perawat berada di bawah standar, terdapat kemungkinan bahwa
klaim/ gugatan individu akan menang. Fakta-fakta dari setiap kasus akan
menjadi penting dan suatu peninjauan ulang akan diselenggarakan dalam
kurun waktu tertentu dimana restraint tersebut digunakan. Kedua faktor ini
akan dijustifikasi untuk melihat apakah faktor ini dapat diterima secara
profesional dan mengandung alasan yang kuat. Penting diingat bahwa
penggunaan restraint haruslah diantisipasi dan langkah-langkah diambil untuk
menuliskannya di rekam medis.
PERSETUJUAN ( INFORMEDCONSENT )
Persetujuan merupakan salah satu alat hukum yang legal dimana seseorang
memberikan kekuasaan yang sah terhadap tata laksana atau keperawatan.Hal
ini dapat mencakup memberikan persetujuan terhadap suatu bentuk
restraint.Dasar persetujuan yang sah identik dengan persyaratan profesional
bahwa suatu persetujuan diperlukan sebelum melakukan suatu tindakan/
prosedur. Terdapat tiga persyaratan yang harus dipenuhi sebelum penyataan
persetujuan oleh individu dapat diterima secara sah, yaitu:
44
PEMBERIAN DUKUNGAN DARI RUMAH SAKIT
45
Rumah sakit juga sebaiknya memastikan bahwa:
Dengan bantuan dari pimpinan rumah sakit, kolega, dan manajer, dan saran
serta
sumber daya dalam panduan ini, staf perawat harus memastikan bahwa
mereka:
48
DOKUMENTASI
49
DPJP atau dokter ruangan melakukan asesmen ulang perlunya restraint
maksimal setelah 24 jam dan didokumentasikan pada form catatan
perkembangan terintegrasi.
Perawat melakukan monitoring jenis restraint, lokasi restraint fisik dan efek
restraint serta didokumentasikan pada form Obervasi Restraint.
50
g. PASIEN DENGAN USIA LANJUT, ANAK DAN PASIEN RISIKO DISIKSA
- Pada saat pasien masuk rawat diidentifikasi terhadap kelompok pasien
lemah, lanjut usia, anak-anak dan pasien risiko kekerasan.
- Pasien lemah , lanjut usia , anak-anak dan pasien dengan risiko
kekerasan harus dijaga oleh keluarganya.
- Petugas harus memberikan penjelasan kepada keluarga hal-hal yang
harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan terhadap pasien kelompok
ini.
- Rumah sakit harus memfasilitasi kesulitan komunikasi pada kelompok
pasien ini.
- Seluruh pasien anak ditempatkan di ruangan tersendiri dan tidak boleh
dicampur dengan pasien dewasa.
- Area pelayanan yang jarang atau jauh dari pengawasan perawat atau
petugas lain harus dalam kondisi terang atau ditempatkan petugas
keamanan, bila perlu terpantau oleh CCTV.
- Pelayanan pada kelompok pasien ini mengacu pada standar prosedur
operasional yang berlaku.
TATA LAKSANA
PASIEN DENGAN USIA LANJUT, ANAK DAN PASIEN RISIKO DISIKSA
51
4. Untuk pasien usia lanjut yang menjalani rawat inap harus dicegah
terjadinya dekubitus oleh karena:
52
4. Pasien anak yang dirawat tidak boleh digabung dengan pasien dewasa
kecuali bila ada ikatan darah dan tidak menderita penyakit menular.
5. Pasien anak yang menjalani rawat inap harus ditunggu oleh anggota
keluarga.
53
7. Pasien yang berisiko kekerasan dan menjalani rawat inap harus
ditunggu oleh anggota keluarga.
8. Sebagai pencegahan terhadap risiko kekerasan, maka rumah sakit
harus memfasilitasi dengan pencahayaan yang cukup, pembatasan
akses, kontroling petugas dan pemasangan CCTV.
A. DPJP
B. Case Manager
C. Perawat
54
Melaporkan perubahan yang terjadi baik ke arah perbaikan
maupun perburukan kepada case manager atau DPJP.
1. Penandaan :
a. Penandaan obat high alert dilakukan dengan Stiker High Alert
berwarna merah pada obat
b. Dilakukan double check
2. Penyimpanan :
a. Obat elektrolit konsentrasi tinggi ( elektrolit high concentrate )
hanya boleh disimpan dalam jumlah terbatas di IGD , OK ,
Perawatan Intensif dan Instalasi Hemodialisis
b. Obat High Alert disimpan di tempat terpiasah , dilokalisir , akses
terbatas , diberi Label High Alert .
56
b. LAYANAN PENYAKIT MENULAR
Penyakit menular adalah sebuahpenyakit yang dapatditularkan
(berpindahdari orang satuke orang yang lain,
baiksecaralangsungmaupun dengan perantara).
Penyakitmenulariniditandaidenganadanya agent ataupenyebabpeny
akit yang hidupdandapatberpindahsertamenyerang host /inang /
penderita .
c. LAYANAN HEMODIALISIS
- Tindakan hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti fungsi
ginjal sementara yang menggunakan alat khusus dengan tujuan
mengeluarkan toksin uremik dan mengatur cairan elektrolit tubuh.
- Instalasi Hemodialisis melaksanakan hemodialisis pada pasien
rawat jalan dan rawat inap.
- Persyaratan SDM, sarana dan prasarana di Instalasi Hemodialisis
mengacu pada Permenkes No.812 / MENKES/PER/VII/2010
Tentang Penyelenggaraan Dialisis pada Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
- Pelayanan hemodialisis dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah
memiliki izin praktek dan Surat Tanda Registrasi sesuai kompetensi
yang dimilikinya.
- Dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan standar profesi
, standar prosedur operasional yang ditetapkan dan tetap
memperhatikan mutu layanan dan keselamatan pasien
- Setiap pelaksanaan hemodialisis harus mendapat persetujuan
pasien / informed consent.
- Semua tindakan pelayanan hemodialisis harus dicatat dalam rekam
medis pasien.
- Pelaksanaan hemodialisis mengacu pada standar prosedur
operasional yang berlaku.
57
d. LAYANAN KEMOTERAPI
Saat ini RSKM tidak melayani Kemoterapi, bila ada pasien yang
akan mendapatkan layanan tersebut dirujuk ke RSMH.
1. Penandaan :
o Penandaan obat high alert dilakukan dengan Stiker High Alert
berwarna merah pada obat
o Dilakukan double check
2. Penyimpanan :
o Obat elektrolit konsentrasi tinggi ( elektrolit high concentrate )
hanya boleh disimpan dalam jumlah terbatas di IGD, OK,
Perawatan Intensif dan Instalasi Hemodialisis
o Obat High Alert disimpan di tempat terpiasah, dilokalisir,
akses terbatas, diberi Label High Alert.
58