Anda di halaman 1dari 93

ANALISIS PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN

BANYUWANGI 2003-2006

OLEH :
PUTRI ROSA RESTIVIANA
H14104087

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN

PUTRI ROSA RESTIVIANA. Analisis Perekonomian Wilayah Kabupaten


Banyuwangi 2003-2006 (dibimbing oleh D.S. Priyarsono dan Muhammad Findi
A.)

Pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan pertanda penting di dalam


kehidupan perekonomian di wilayah tersebut. Pertumbuhan ekonomi wilayah
merupakan kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu wilayah untuk
menyediakan semakin banyak jenis barang ekonomi kepada penduduknya,
kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi serta penyesuaian
kelembagaan dan ideologi yang diperlukannya. Selain itu juga, karakteristik
pertumbuhan ekonomi wilayah diindikasikan oleh adanya penggunaan komoditi
unggulan secara optimal dalam rangka menunjang kesejahteraan masyarakat di
wilayah tersebut. Dengan terciptanya kesejahteraan masyarakat di wilayah
tersebut, maka wilayah itu lebih mudah untuk melakukan pembangunan ekonomi
yang berkesinambungan. Oleh karena itu, komoditi unggulan wilayah harus
dimanfaatkan secara efektif dan efisien.
Penelitian ini menganalisis laju pertumbuhan PDRB sektor-sektor
perekonomian Kabupaten Banyuwangi pada periode waktu 2003-2006. Selain itu,
penelitian ini juga menganalisis ada tidaknya transformasi perekonomian wilayah
Kabupaten Banyuwangi dan mengetahui profil pertumbuhan sektor perekonomian
Kabupaten Banyuwangi serta mengidentifikasi sektor unggulan (leading sector) di
Kabupaten Banyuwangi pada periode waktu 2003-2006. Analisis yang digunakan
adalah analisis Shift Share (S-S) dan metode Location Quotient (LQ). Data yang
digunakan adalah data sekunder, yaitu data PDRB sektor-sektor dalam
perekonomian Kabupaten Banyuwangi dan Provinsi Jawa Timur atas dasar harga
konstan 2000 periode 2003-2006.
Dari hasil penelitian, berdasarkan analisis shift share didapat kesimpulan
bahwa sektor perekonomian Kabupaten Banyuwangi yang menunjukkan
pertumbuhan terbesar pada periode waktu 2003-2006 adalah sektor perdagangan,
hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor bangunan serta
sektor listrik, gas dan air bersih. Sedangkan sektor perekonomian yang memiliki
tingkat petumbuhan terkecil adalah sektor pertambangan dan penggalian hal ini
dikarenakan mata pencaharian masyarakat Kabupaten Banyuwangi tidak
didominasi oleh kegiatan produksi di sektor pertambangan dan penggalian,
melainkan di sektor pertanian.
Analisis PDRB Kabupaten Banyuwangi tahun 2003-2006 menunjukkan
bahwa telah terjadi pergeseran struktur ekonomi di Kabupaten Banyuwangi, dari
perekonomian yang didominasi sektor-sektor sekunder ke perekonomian yang
didominasi sektor-sektor tersier. Hal ini ditunjukkan dengan peranan sektor tersier
yang terus meningkat melalui besarnya kontribusi terhadap PDRB Kabupaten
Banyuwangi, diikuti dengan sektor sekunder, kemudian sektor primer.
Pergeseran bersih menentukan maju atau lambatnya pertumbuhan sektor-
sektor di suatu wilayah. Terdapat satu sektor yang bersifat progresif yaitu sektor
perdagangan, hotel dan restoran. Sektor pertanian merupakan sektor yang paling
besar sumbangannya terhadap PDRB Kabupaten Banyuwangi, tetapi pertumbuhan
sektor ini lebih lambat dari sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hasil analisis
dengan menggunakan metode location quotient menunjukkan bahwa di
Kabupaten Banyuwangi terdapat 3 sektor unggulan. Sektor unggulan tersebut
adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian serta sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sebaiknya memperhatikan dan
mengembangkan sektor tersier yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran
dengan tidak mengabaikan sektor pertanian. Langkah-langkah untuk
mengembangkan sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan cara peningkatan
fasilitas yang dapat menunjang kegiatan perdagangan, hotel dan restoran serta
memperbaiki sarana infrastruktur penunjang sektor ini. Sebagai contoh,
pembangunan bandara bila terwujud akan melancarkan pemasaran barang maupun
jasa dari produsen ke konsumen serta akan menambah kunjungan wisata baik dari
dalam negeri maupun dari mancanegara. Berdasarkan analisis sektor unggulan,
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sebaiknya memperhatikan sektor non basis
seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran karena sektor-sektor itu memiliki
pertumbuhan yang cepat dan sektor bangunan yang memiliki daya saing baik
melalui peningkatan pelayanan masyarakat dengan penambahan infrastruktur serta
sarana dan prasarana sektor tersebut. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi
sebaiknya menambah anggaran daerah untuk sektor perhotelan dan lebih
mempromosikan pariwisata Banyuwangi dalam ruang lingkup nasional.
ANALISIS PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN
BANYUWANGI 2003-2006

OLEH :
PUTRI ROSA RESTIVIANA
H14104087

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,


Nama Mahasiswa : Putri Rosa Restiviana
Nomor Registrasi Pokok : H14104087
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Perekonomian Wilayah Kabupaten
Banyuwangi 2003-2006

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.

Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr.Ir.D.S.Priyarsono, M.S. Muhammad Findi A, S.E.,


M.Si.
NIP: 131 578 814 NIP: IPB 030 507

Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Rina Oktaviani, Ph.D.


NIP: 131 846 872

Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Maret 2008

Putri Rosa Restiviana


H14104087
Riwayat Hidup

Penulis bernama Putri Rosa Restiviana, lahir pada tanggal 08 Juli 1986 di

Banyuwangi Jawa Timur, dari pasangan Bapak Sungkono, S.Sos. dan Ibu Lilik

Hertiningsih, S.Pd. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara.

Penulis menyelesaikan jenjang sekolah dasar pada tahun 1998 di SDN 3

Tanjung Karang, NTB. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di

SMPN 1 Giri Banyuwangi dan lulus pada tahun 2001. Penulis menyelesaikan

pendidikan menengah atas di SMAN 1 Glagah Banyuwangi pada tahun 2004.

Kemudian di tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui

jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen,

Departemen Ilmu Ekonomi.

Di IPB, penulis mengikuti berbagai organisasi dimana memangku jabatan

sebagai berikut: Ketua Departemen PPSDM BEM FEM (2006/2007), Staff

Departemen PPSDM BEM FEM (2005/2006), Sekretaris Organisasi Daerah

Banyuwangi (2005/2006), Bendahara Human Research and Development SES-C

(2005/2006).
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT. karena atas karunia-Nya, skripsi dengan

judul “Analisis Perekonomian Wilayah Kabupaten Banyuwangi 2003-2006” dapat

diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui

perekonomian wilayah Kabupaten Banyuwangi. Skripsi ini juga disusun sebagai

prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Institut Pertanian Bogor

(IPB).

Penulis menyadari bahwa hasil dari penulisan skripsi ini tidak lepas dari

kekurangan, kelemahan dan masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan

pengetahuan, pengalaman serta kemampuan penulis. Maka dari itu, penulis

mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing skripsi, yaitu Bapak

Dr.Ir.D.S.Priyarsono, M.S. dan Bapak Muhammad Findi A, S.E., M.Si. yang

selama ini membimbing dengan sabar sampai skripsi selesai disusun. Kepada

Bapak Dr.Ir.M.P.Hutagaol, M.S. sebagai Dosen Penguji pada ujian skripsi.

Kepada Bapak Syamsul H.Pasaribu, S.E. M.Si. penulis ucapkan terima kasih atas

ketersediaannya sebagai Komisi Pendidikan pada ujian skripsi. Dengan

memberikan bimbingan, kritik dan saran yang membangun sehingga skripsi ini

dapat diselesaikan dengan baik serta dosen-dosen FEM dan staf Departemen Ilmu

Ekonomi IPB.

Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada keluarga penulis

Sungkono, S.Sos. (Ayah), Lilik Hertiningsih, S.Pd. (Ibu) karena telah mendukung

dan memberi motivasi kepada penulis hingga skripsi ini selesai disusun serta Ayu
Rona Revinata (Adik) karena selama ini telah banyak membantu penulis. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat penulis yang setia menemani

penulis yaitu Eri Trisno Wibowo (terima kasih atas saran-sarannya yang

mendidik), Srikandi Puspa Wangi, Rima Rosita, Annisa Kurniawati, Novie Illya

Sasanti, Prima Andriani, Andromeda Aristi Rachmi, Duvian Erika, Novi

Sulistiyani dan Satrio Anindito.

Pada kesempatan ini pula, penulis memohon maaf kepada semua pihak,

apabila dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, penulis melakukan

kesalahan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Kontribusi penulis

terhadap ilmu pengetahuan tidak akan berarti tanpa kritik, saran dan komentar

yang konstruktif, demi perbaikan dan penyempurnaan sksipsi ini.

Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan informasi yang berharga,

bermanfaat dan menambah khasanah pengetahuan kita. Semoga karya sederhana

ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Maret 2008

Putri Rosa Restiviana


H14104087
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI.................................................................................................... x
DAFTAR TABEL............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xv
I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 7
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 8
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................ 8
1.5. Ruang Lingkup .............................................................................. 9
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 10
2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi ..................................................... 10
2.1.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi.. 12
2.1.2. Ciri-ciri Pertumbuhan Ekonomi Modern ............................. 13
2.2. Model Perencanaan Ekonomi .................................................... … 14
2.3. Transformasi Ekonomi................................................................... 15
2.4. Konsep Wilayah ............................................................................. 15
2.5. Analisis Shift Share ........................................................................ 18
2.5.1. Kegunaan Analisis Shift Share........................................... 19
2.5.2. Komponen Pertumbuhan Wilayah ..................................... 20
2.5.3. Kelemahan Analisis Shift Share......................................... 22
2.6. Penelitian Terdahulu ...................................................................... 22
2.7. Kerangka Pemikiran................................................................. ….. 25
III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 28
3.1. Jenis dan Sumber Data ................................................................... 28
3.2. Metode Analisis Data..................................................................... 28
3.2.1. Analisis Shift Share ............................................................ 28
3.2.2. Analisis PDRB Kabupaten Banyuwangi dan PDRB
Propinsi Jawa Timur .......................................................... 29
3.2.3. Metode Location Quotient ................................................................... 35
3.3. Konsep dan Definisi Data .............................................................. 36
IV. DESKRIPSI PEREKONOMIAN WILAYAH
KABUPATEN BANYUWANGI........................................................... 38
4.1. Potensi Alam............................................................................... 38
4.2. Wilayah Administratif.................................................................... 39
4.3. Kependudukan................................................................................ 40
4.4. Ketenagakerjaan............................................................................. 42
4.5. Struktur Perekonomian................................................................... 47
4.6. Sektor-Sektor Perekonomian ......................................................... 48
4.6.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Sektor
Perekonomian....................................................................... 48
4.6.2. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Banyuwangi ................. 52
4.6.3. Ekspor dan Impor Kabupaten Banyuwangi ......................... 55
V. PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BANYUWANGI
DALAM KONTEKS PEREKONOMIAN WILAYAH PROPINSI
JAWA TIMUR....................................................................................... 57
5.1. Analisis PDRB Kabupaten Banyuwangi dan PDRB Propinsi
Jawa Timur Tahun 2003-2006 ....................................................... 57
5.2. Rasio PDRB Kabupaten Banyuwangi dan Provinsi Jawa Timur
Tahun 2003-2006 ........................................................................... 61
5.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kabupaten
Banyuwangi Tahun 2003-2006 ...................................................... 63
5.3. Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan Sektor-sektor
Perekonomian Kabupaten Banyuwnagi ......................................... 67
5.5. Sektor Unggulan ............................................................................ 70
5.6. Sektor Non Unggulan..................................................................... 72
VI. KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 74
6.1. Kesimpulan .................................................................................... 74
6.2. Saran............................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 77
LAMPIRAN..................................................................................................... 79
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1.1. Jumlah Perusahaan di Banyuwangi Menurut Bentuk Badan Usaha,
Tahun 2003 dan 2004........................................................................... 3
1.2. PDRB Kabupaten Banyuwangi Menurut Sektor Perekonomian
Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2003-2006 (Juta Rupiah) .. 5
1.3. PDRB Per Kapita Kabupaten Banyuwangi Menurut Sektor
Perekonomian Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2003-2006
(Rupiah)................................................................................................ 6
4.1. Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2006............................ 39
4.2. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Banyuwangi
Hasil Registrasi Penduduk Akhir Tahun Menurut Kecamatan
Tahun 2006 .......................................................................................... 41
4.3. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Hasil Sensus
Penduduk Tahun 2000 ......................................................................... 42
4.4. Angkatan Kerja Usia 15 Tahun Keatas dan Jumlah Penganggur
Kabupaten Banyuwangi, Tahun 2003-2006 (Orang) ........................... 43
4.5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Tingkat Kesempatan
Kerja (TKK), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kabupaten
Banyuwangi, Tahun 2003-2006 (Persen)............................................. 45
4.6. Jumlah Pencari Kerja yang Telah Disalurkan Menurut Lapangan
Pekerjaan dan Tingkat Pendidikan Tahun 2003 (Orang)..................... 46
4.7. Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan, Tahun 2003-2006
(Orang) ................................................................................................. 47
4.8. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Banyuwangi Menurut Sektor
Perekonomian, Tahun 2003-2006 (%) ................................................. 54
5.1. Perubahan PDRB Kabupaten Banyuwangi Menurut Sektor
Perekonomian Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2003 dan
2006.................................................................................................... .. 57
5.2. Perubahan PDRB Provinsi Jawa Timur Menurut Sektor
Perekonomian Berdasarkan Harga Konstan 2000,
Tahun 2003 dan 2006........................................................................... 59
5.3. Rasio PDRB Kabupaten Banyuwangi dan PDRB Provinsi Jawa Timur
(Nilai Ra, Ri, dan ri)............................................................................. 62
5.4. Analisis Shift Share menurut Sektor Perekonomian di Kabupaten
Banyuwangi Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional,
Tahun 2003-2006 ................................................................................. 63
5.5. Analisis Shift Share menurut Sektor Perekonomian di Kabupaten
Banyuwangi Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional,
Tahun 2003-2006 ................................................................................. 65
5.6. Analisis Shift Share menurut Sektor Perekonomian di Kabupaten
Banyuwangi Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah,
Tahun 2003-2006 ................................................................................. 66
5.7. Pergeseran Bersih Kabupaten Banyuwangi, Tahun 2003 dan 2006 .... 69
5.8. Nilai Kuosien Lokasi di Kabupaten Banyuwangi, Tahun 2003-2006 .. 73
DAFTAR GAMBAR

Nomor
Halaman
2.1. Model Analisis Shift Share...................................................................... 21
2.2. Sistematika Kerangka Pemikiran ............................................................ 27
3. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian.............................................. 33
5.1. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian Kabupaten Banyuwangi ...... 68
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor
Halaman
1. PDRB Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan Harga Konstan 2000,
Tahun 2003-2006 .................................................................................... 79
2. PDRB Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Harga Konstan 2000,
Tahun 2003-2006 .................................................................................... 81
3. Perkembangan Ekspor Non Migas Kabupaten Banyuwangi Tahun
2003-2006 ............................................................................................... 83
4. Contoh Pengolahan Data......................................................................... 84
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Daerah dikatakan berkembang pesat di semua sektor kehidupan jika

mengalami suatu proses yang dinamakan pertumbuhan ekonomi. Definisi umum

pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka

panjang. Proses pertumbuhan ekonomi harus bersifat self-generating, yang berarti

bahwa proses pertumbuhan itu sendiri menghasilkan kekuatan atau momentum

bagi timbulnya kelanjutan pertumbuhan tersebut dalam periode-periode

selanjutnya. Di dalam pertumbuhan ekonomi terdapat teori pertumbuhan ekonomi

yang memiliki arti sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor yang menentukan

kenaikan output per kapita dalam jangka panjang dan penjelasan mengenai

bagaimana faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain sehingga terjadi

proses pertumbuhan.

Pembangunan adalah suatu proses dinamis untuk mencapai kesejahteraan

masyarakat pada tingkat yang lebih tinggi. Pembangunan wilayah yang

berorientasi pada pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang

tinggi menciptakan keberhasilan di berbagai bidang dan sektor pembangunan,

yang diukur dalam tingkat pertumbuhan ekonomi riil serta memperlihatkan

peningkatan secara terus-menerus. Demikian pula pendapatan perkapita,

kesempatan kerja, ekspor (baik volume maupun penerimaan devisa), struktur

perekonomian menjadi lebih kokoh yang ditunjukkan dengan menurunnya

peranan sektor pertanian dan meningkatnya peranan sektor perindustrian dalam

PDRB.
Pembangunan itu dapat dibedakan menjadi pembangunan fisik serta

pembangunan sosial dan ekonomi. Pembangunan fisik dapat didefinisikan sebagai

pembangunan riil dalam kehidupan masyarakat di suatu wilayah, misalnya

pembangunan gedung perkantoran, pusat perbelanjaan (mall), pembangunan

sarana dan prasarana transportasi yang dapat meningkatkan kenyamanan serta

kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Selain itu, pemerintah daerah

haruslah melakukan pembangunan di bidang sosial dan ekonomi dalam bentuk

pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dalam segala

bidang dan SDM tersebut bermanfaat sebagai sumber pembangunan wilayah.

Terdapat beberapa tujuan dari pembangunan wilayah yang pada akhirnya

akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.

Adapun tujuan dari pembangunan fisik agar masyarakat merasa nyaman tinggal di

wilayah tersebut sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya. Jika

produktivitas masyarakat di wilayah itu terus meningkat, maka Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) di wilayah tersebut juga akan naik.

Tujuan dari pembangunan sosial dan ekonomi diantaranya menciptakan

SDM daerah yang berkualitas dan dapat bersaing di zaman modern seperti

sekarang ini. Jika SDM berkualitas di wilayah tersebut berjumlah banyak, maka

akan dapat menciptakan sebuah kota yang terus melakukan pembangunan secara

berkesinambungan demi kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.

Di Indonesia, hampir sebagian daerahnya telah melakukan pembangunan.

Dengan adanya pembangunan, maka akan dapat meningkatkan kualitas Indonesia

sebagai negara yang kuat dalam semua sektor kehidupan. Pembangunan di


Indonesia menciptakan pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah. Tidak

terkecuali daerah Jawa Timur.

Banyak daerah pesisir di Jawa Timur menunjukkan pertumbuhan ekonomi

yang cukup pesat. Salah satu daerah tersebut adalah Kabupaten Banyuwangi. Pada

tahun 2003, sektor perdagangan di Kabupaten Banyuwangi belum berkembang

dengan pesat. Mulai tahun 2004, sektor perdagangan di Kabupaten Banyuwangi

patut untuk diperhitungkan. Selain akses yang sangat dekat dengan Pulau Bali,

pengunjung dari berbagai negara juga melintasi kawasan ini jika ingin ke Pulau

Bali. Oleh sebab itu, para investor banyak yang menanamkan sahamnya di

kabupaten ini. Hal itu diindikasikan dengan banyaknya perusahaan di

Banyuwangi tahun 2004 seperti yang tertera pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Jumlah Perusahaan di Banyuwangi Menurut Bentuk Badan Usaha,


Tahun 2003 dan 2004

No. Bentuk Badan Usaha Jumlah


2003 2004
1. PT. (Persero) 0 0
2. PT. 276 282
3. FA 6 6
4. CV 1.025 1.112
5. Koperasi 266 268
6. UD/Tidak Berbadan Hukum 10.769 11.232
7. Lainnya 0 236
Total 12.342 13.136
Sumber: Kantor Pelayanan Perizinan Kabupaten Banyuwangi, 2004.

Berdasarkan Tabel 1.1, didapatkan bahwa pada tahun 2004 pendirian

Perusahaan Terbuka (PT) di Banyuwangi berjumlah 282 buah yang semula

berjumlah 276 buah pada tahun 2003. Pendirian CV juga mengalami peningkatan

pada tahun 2003 berjumlah 1.025 buah menjadi 1.112 buah di tahun 2004. Kasus

tersebut juga terjadi pada pendirian koperasi yang meningkat pada tahun 2004

yaitu 268 buah dari 266 buah di tahun 2003. Peningkatan terbesar telah terjadi
pada pendirian UD/tidak berbadan hukum sejumlah 10.769 buah pada tahun 2003

menjadi 11.232 buah pada tahun 2004.

Perseroan Terbatas adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha

yang modalnya terdiri dari saham-saham. Pemiliknya memiliki bagian sebanyak

saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat

diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu

membubarkan perusahaan. Perusahaan terbuka (PT) adalah perusahaan yang

sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh masyarakat. Penjualan saham ke

masyarakat dilakukan dengan cara Initial Public Offering (IPO). IPO adalah

proses penawaran saham perusahaan kepada masyarakat untuk pertama kali.

Firma adalah sebuah bentuk persekutuan untuk menjalankan usaha antara

dua orang atau lebih dengan memakai nama bersama. Pemiliki firma terdiri dari

beberapa orang yang bersekutu dan masing-masing anggota persekutuan

menyerahkan kekayaan pribadi sesuai yang tercantum dalam akta pendirian

perusahaan. Persekutuan komanditer (commanditaire vennootschap atau CV)

adalah suatu persekutuan yang didirikan oleh seorang atau beberapa orang yang

mempercayakan uang atau barang kepada seorang atau beberapa orang yang

menjalankan perusahaan dan bertindak sebagai pemimpin. Menurut Undang-

Undang (UU) koperasi nomor 25 tahun 1992 arti dari koperasi adalah badan usaha

yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan

melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan

ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan (wikipedia, 2008).

Nilai PDRB Kabupaten Banyuwangi terus meningkat dari tahun 2003-

2006. Berdasarkan Tabel 1.2, dapat diketahui bahwa sektor pertanian merupakan
sektor yang paling besar sumbangannya terhadap PDRB Kabupaten Banyuwangi,

yaitu sebesar Rp. 4.004.208,37 juta pada tahun 2006. Sektor perdagangan, hotel

dan restoran terbesar kedua sumbangannya terhadap PDRB Kabupaten

Banyuwangi yaitu sebesar Rp. 2.038.200,05 juta pada tahun 2006. Pada tahun

2008, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mencanangkan program “Lumbung

Padi Nasional” di wilayah Banyuwangi dengan menjadikan Kabupaten

Banyuwangi sebagai wilayah penghasil padi di Indonesia.

Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Banyuwangi


Menurut Sektor Perekonomian Berdasarkan Harga Konstan 2000,
Tahun 2003-2006 (Juta Rupiah)

No. Sektor 2003 2004 2005 2006


Perekonomian
1. Pertanian 3.589.040,79 3.729.308,55 3.868.474,97 4.004.208,37
2. Pertambangan
dan Penggalian 306.906,60 305.072,21 319.450,56 333.870,48
3. Industri
Pengolahan 471.854,46 485.520,29 500.095,14 517.585,45
4. Listrik, Gas
dan Air Bersih 47.427,18 49.880,11 52.475,12 54.286,02
5. Bangunan 24.527,48 25.602,83 26.729,36 28.164,25
6. Perdagangan,
Hotel dan
Restoran 1.666.109,65 1.769.385,25 1.883.914,39 2.038.200,05
7. Pengangkutan
dan
Komunikasi 394.075,40 414.287,00 436.485,75 459.356,18
8. Keuangan,
Persewaan dan
Jasa
Perusahaan 436.478,42 444.777,56 454.995,64 478.091,24
9. Jasa-jasa 430.484,22 441.002,69 452.701,85 482.345,10
Total PDRB 7.366.904,20 7.664.836,49 7.995.322,77 8.396.107,14
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2006.

PDRB per kapita Kabupaten Banyuwangi pada kurun waktu 2003-2006

cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dicerminkan pada nilai PDRB per

kapita sektor pertanian yang terus meningkat, semula Rp. 2.340.000 pada tahun

2003 naik sebesar Rp. 2.540.000 pada tahun 2006. Kenaikan PDRB per kapita
juga ditunjukkan dengan meningkatnya nilai PDRB per kapita sektor

pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan,

hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan,

persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Tetapi, nilai PDRB per

kapita sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor bangunan cenderung sama pada

kurun waktu 2003-2006. Hal ini ditunjukkan dengan nilai PDRB per kapita

Kabupaten Banyuwangi pada Tabel 1.3. berikut:

Tabel 1.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Kabupaten
Banyuwangi Menurut Sektor Perekonomian Berdasarkan Harga
Konstan 2000, Tahun 2003-2006 (Rupiah)

No. Sektor Perekonomian 2003 2004 2005 2006


1. Pertanian 2.340.000 2.390.000 2.460.000 2.540.000
2. Pertambangan dan Penggalian 200.000 200.000 200.000 210.000
3. Industri Pengolahan 310.000 310.000 320.000 330.000
4. Listrik, Gas dan Air Bersih 30.000 30.000 30.000 30.000
5. Bangunan 20.000 20.000 20.000 20.000
6. Perdagangan, Hotel dan
Restoran 1.090.000 1.140.000 1.200.000 1.290.000
7. Pengangkutan dan Komunikasi 260.000 270.000 280.000 290.000
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan 290.000 290.000 290.000 300.000
9. Jasa-jasa 280.000 280.000 290.000 310.000
Total PDRB Per Kapita 4.810.000 4.920.000 5.080.000 5.330.000
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi Tahun 2003-2006 (diolah).

PDRB per kapita Kabupaten Banyuwangi yang cukup tinggi tidak

menjamin bahwa kabupaten ini bebas dari permasalahan daerah. Terdapat

beberapa permasalahan di Kabupaten Banyuwangi yang sampai tahun 2007 masih

menjadi masalah umum. Beberapa permasalahan tersebut antara lain; di sektor

pertanian yaitu rendahnya produktivitas pertanian dalam arti luas, yang mencakup

tanaman bahan makanan, hortikultura, peternakan, perkebunan, perikanan dan

kehutanan sebagai akibat dari lemahnya sistem pengelolaan sektor pertanian

dalam arti luas, rendahnya pemanfaatan teknologi, persaingan pasar terhadap


hasil-hasil pertanian yang kurang kompetitif serta semakin menurunnya minat

generasi muda terhadap sektor pertanian. Selain di sektor pertanian, permasalahan

juga terdapat pada sektor industri, perdagangan dan Koperasi, Usaha Kecil dan

Menengah (KUKM) yaitu kurangnya daya saing kualitas dan kuantitas produksi.

Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi perlu untuk memperbaiki

faktor penghambat terjadinya penurunan daya saing kualitas dan kuantitas

produksi.

Masalah khusus di Kabupaten Banyuwangi menyangkut bidang

perhotelan. Sebagian besar hotel di Kabupaten Banyuwangi dikelola oleh investor

dari Pulau Bali karena investor yang datangnya dari Pulau Bali memiliki modal

cukup untuk mengembangkan hotel di Banyuwangi. Selain itu juga, banyaknya

pengunjung ke Banyuwangi yang menginap di hotel Banyuwangi sangat

tergantung oleh biro perjalanan dari Pulau Bali karena Pemerintah Kabupaten

Banyuwangi kurang mempromosikan pariwisata Banyuwangi secara nasional.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam penelitian yang akan penulis lakukan, terdapat beberapa

permasalahan yang kemudian akan penulis bahas dalam skripsi ini. Adapun

permasalahan yang akan diangkat adalah:

1. Bagaimana laju pertumbuhan PDRB sektor-sektor perekonomian Kabupaten

Banyuwangi pada periode waktu 2003-2006?

2. Apakah ada transformasi perekonomian wilayah Kabupaten Banyuwangi pada

kurun waktu 2003-2006?

3. Bagaimana profil pertumbuhan sektor perekonomian Kabupaten Banyuwangi?


4. Sektor-sektor apa saja yang menjadi sektor unggulan (leading sector) di

Kabupaten Banyuwangi?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis laju pertumbuhan PDRB sektor-sektor perekonomian Kabupaten

Banyuwangi pada periode waktu 2003-2006.

2. Menganalisis ada tidaknya transformasi perekonomian wilayah Kabupaten

Banyuwangi pada kurun waktu 2003-2006.

3. Mengetahui profil pertumbuhan sektor perekonomian Kabupaten Banyuwangi.

4. Mengidentifikasi sektor unggulan (leading sector) di Kabupaten Banyuwangi.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi penulis sendiri

juga bagi pihak – pihak lain, yaitu:

1. Bagi penulis, penelitian diharapkan akan menambah wawasan keilmuan akan

potensi sektor-sektor perekonomian khususnya di Kabupaten Banyuwangi

dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.

2. Bagi pemerintah, diharapkan penelitian ini akan menjadi masukan (input) bagi

pemerintah dalam rangka perencanaan dan penentuan kebijakan pembangunan

Kabupaten Banyuwangi.

3. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan akan mampu membuka cakrawala

pembaca untuk mengetahui tentang ada tidaknya transformasi perekonomian


wilayah Kabupaten Banyuwangi dan mengidentifikasi sektor unggulan yang

ada di Kabupaten Banyuwangi.

4. Bahan masukan dan informasi bagi mahasiswa untuk penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup

Batasan dalam penelitian ini diantaranya:

1. Membahas laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Banyuwangi pada periode

waktu 2003-2006.

2. Menganalisis transformasi perekonomian wilayah Kabupaten Banyuwangi

pada kurun waktu 2003-2006.

3. Membahas profil pertumbuhan sektor perekonomian Kabupaten Banyuwangi.

4. Mengidentifikasi sektor-sektor perekonomian yang menjadi sektor unggulan

di Kabupaten Banyuwangi.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

Kuznets dalam Mahila (2007) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi suatu

negara sebagai peningkatan kemampuan suatu negara untuk menyediakan barang-

barang ekonomi bagi penduduknya; pertumbuhan kemampuan ini disebabkan oleh

kemajuan teknologi dan kelembagaan serta penyesuaian ideologi yang

dibutuhkannya. Ketiga komponen pokok berikut ini sangat penting yaitu kenaikan

output nasional secara terus-menerus merupakan perwujudan dari pertumbuhan

ekonomi dan kemampuan untuk menyediakan berbagai macam barang ekonomi

merupakan tanda kematangan ekonomi, kemajuan teknologi merupakan prasyarat

bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, namun belum merupakan

syarat yang cukup. Untuk merealisasikan potensi pertumbuhan yang terkandung

dalam teknologi baru, maka penyesuaian kelembagaan, sikap, dan ideologi harus

dilakukan.

Dalam analisisnya yang mendalam mengenai pertumbuhan ekonomi

modern Kuznets memisahkan 6 karakteristik yang terjadi dalam proses

pertumbuhan pada hampir semua negara maju yaitu: dua variabel ekonomi

agregatif (tingginya tingkat pertumbuhan output per kapita dan penduduk serta

tingginya tingkat kenaikan produktivitas faktor produksi secara keseluruhan,

terutama produktivitas tenaga kerja), dua variabel transformasi struktural

(tingginya tingkat transformasi struktur ekonomi serta tingginya tingkat

transformasi sosial dan ideologi). Terdapat dua faktor yang mempengaruhi

meluasnya pertumbuhan ekonomi internasional, yaitu


kecenderungan negara-negara maju secara ekonomis untuk menjangkau seluruh

dunia dengan tujuan mendapatkan pasar dan bahan baku, pertumbuhan ekonomi

ini hanya terbatas pada sepertiga populasi dunia (Arsyad, 1999).

Faktor utama atau komponen pertumbuhan ekonomi setiap negara adalah

(Todaro dalam Mahila, 2007):

1. Akumulasi modal yang meliputi semua investasi baru berupa tanah dan

sumberdaya manusia.

2. Pertumbuhan penduduk. Faktor ini juga akan mengakibatkan pertumbuhan

angkatan kerja meskipun dengan tenggang waktu, secara tradisional dianggap

merupakan faktor positif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

3. Kemajuan di bidang teknologi, dapat disebut sebagai cara baru dan cara yang

lebih baik untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan berproduksi, atau untuk

menghasilkan suatu barang.

Menurut Rostow dalam Todaro dan Smith (2003), pembangunan

merupakan perubahan dari keterbelakangan menuju kemajuan ekonomi yang

dapat dijelaskan dalam seri tahapan yang harus dilalui semua negara. Tahapan

dari proses pembangunan terbagi menjadi lima tahap, yaitu masyarakat tradisional

yang perekonomian masyarakatnya masih bertumpu pada sektor pertanian, pra

kondisi untuk lepas landas merupakan masa transisi untuk mencapai pertumbuhan

yang mempunyai kekuatan untuk berkembang, lepas landas berupa berlakunya

perubahan sangat drastis dalam masyarakat seperti terciptanya kemajuan yang

pesat dalam inovasi, bergerak ke kedewasaan/kematangan ekonomi dimana

masyarakat sudah secara efektif menggunakan teknologi modern pada sebagian

besar faktor produksi, konsumsi masal yang tinggi dimana perhatian masyarakat
lebih menekankan kepada masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan

kesejahteraan masyarakat. Jika dilihat dari teori pembangunan menurut Rostow,

maka Kabupaten Banyuwangi termasuk ke dalam wilayah pra kondisi untuk lepas

landas.

Pertumbuhan ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara perlahan

dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk. Schumpeter

dalam Boediono (1982) berpendapat bahwa motor penggerak perkembangan

ekonomi adalah suatu proses yang diberi nama inovasi dan pelakunya adalah para

wiraswasta atau inovator atau entrepreuner. Kemajuan ekonomi suatu masyarakat

hanya dapat diterangkan dengan adanya inovasi oleh para entrepreneur.

Schumpeter membedakan antara pengertian pertumbuhan ekonomi (growth) dan

pengertian perkembangan ekonomi (development). Pertumbuhan ekonomi

diartikan sebagai peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh semakin

banyaknya jumlah faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi

masyarakat tanpa adanya perubahan cara-cara atau ”teknologi” produksi itu

sendiri. Perkembangan ekonomi atau development adalah kenaikan output yang

disebabkan oleh inovasi yang dilakukan oleh para wiraswasta.

2.1.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Adam Smith dalam Boediono (1982), aspek yang mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan output (GDP) total, dan pertumbuhan

penduduk. Smith melihat sistem produksi suatu negara terdiri dari tiga unsur

pokok, yaitu (1) Sumber-sumber alam yang tersedia (faktor produksi tanah), (2)

Sumber-sumber manusiawi (jumlah penduduk), (3) Stok barang kapital yang ada.
Aspek kedua yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan

penduduk. Menurut Smith, jumlah penduduk meningkat apabila tingkat upah yang

berlaku lebih tinggi daripada tingkat upah subsistensi, yaitu tingkat upah minimal

untuk seseorang agar dapat mempertahankan hidupnya.

2.1.2. Ciri-Ciri Pertumbuhan Ekonomi Modern

Pertumbuhan ekonomi modern merupakan pertanda penting di dalam

kehidupan perekonomian. Menurut Kuznets dalam Jhingan (2004) terdapat enam

ciri pertumbuhan ekonomi modern yang muncul dalam analisa yang didasarkan

pada produk nasional dan komponennya, penduduk, dan tenaga kerja. Dari

keenam ciri itu, dua di antaranya adalah kuantitatif yang berhubungan dengan

pertumbuhan produk nasional dan pertumbuhan penduduk, yang dua berhubungan

dengan peralihan struktural dan dua lagi dengan penyebaran internasional.

(1) Laju pertumbuhan penduduk dan produk per kapita; pertumbuhan

ekonomi modern ditandai dengan laju kenaikan produk per kapita yang tinggi

diikuti dengan laju pertumbuhan penduduk yang cepat. (2) Peningkatan

produktivitas; pertumbuhan ekonomi modern terlihat dari semakin meningkatnya

laju produk per kapita terutama sebagai akibat adanya perbaikan kualitas input

yang meningkatkan efisiensi atau produktivitas per unit input. (3) Laju perubahan

struktural yang tinggi; perubahan struktural dalam pertumbuhan ekonomi modern

mencakup peralihan dari kegiatan pertanian ke non pertanian, dari industri ke jasa,

perubahan dalam skala unit-unit produktif dan peralihan dari perusahaan

perseorangan menjadi perusahaan berbadan hukum, serta perubahan status kerja

buruh.
(4) Urbanisasi; pertumbuhan ekonomi modern ditandai pula dengan

semakin banyaknya penduduk dari pedesaan ke daerah perkotaan. (5) Ekspansi

negara maju; pertumbuhan ekonomi modern terpusat di negara Eropa dan

jajahannya di seberang lautan. Ekspansi negara-negara maju yang bermula dari

bangsa-bangsa Eropa akibat revolusi teknologi di bidang transportasi dan

komunikasi. (6) Arus barang, modal dan orang antar bangsa; pertumbuhan

ekonomi modern menunjukkan bahwa telah terjadi arus barang, modal dan orang

antar bangsa yang kian meningkat sejak kuartal kedua abad ke-19 sampai Perang

Dunia (PD I) tetapi mulai mundur pada PD I dan berlanjut sampai akhir PD II.

2.2. Model Perencanaan Ekonomi

Pada dasarnya model perencanaan ekonomi dapat diklasifikasikan dalam

tiga kategori pokok yaitu model konsistensi, model optimisasi dan model

simulasi. Model konsistensi mengklasifikasi variabel-variabel ke dalam tipe

endogen dan eksogen, dan pada dasarnya merupakan model ekonometri

persamaan simultan. Konsistensi dicapai dalam bentuk kaitan antara alternatif

pembangunan dan tujuan yang ditentukan sebelumnya (diukur oleh nilai variabel

sasaran). Salah satu segi utama model ini adalah bahwa pada umumnya model

tersebut berkenaan dengan kerangka agregat atau multisektoral.

Sedangkan model optimisasi adalah berkenaan dengan mengoptimumkan

beberapa tujuan atau fungsi preferensi (misalnya dinyatakan dalam output,

employment atau konsumsi) dalam batas kendala tertentu yang dalam bentuk

tersedianya sumber, batas neraca pembayaran. Model simulasi terutama

mengadakan percobaan dengan analogi sistem ekonomi dan kemudian


menyimpulkan beberapa ciri sistem ekonomi berdasarkan tingkah laku analogi

tersebut (Azis, 1994).

2.3. Transformasi Ekonomi

Menurut Djojohadikusumo (1994), perubahan struktur ekonomi biasanya

ditandai dengan pengalihan dan pergeseran dari kegiatan sektor primer (pertanian,

pertambangan) ke sektor sekunder (industri manufaktur, bangunan) dan tersier

(jasa). Sjahrir (1992), menyatakan bahwa proses perubahan struktur ekonomi

mengandung ciri-ciri antara lain:

1. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, melebihi pertumbuhan penduduk.

2. Sumbangan (pangsa) sektor primer merosot, pangsa sektor-sektor sekunder

meningkat, sementara pangsa sektor tersier kurang lebih konstan namun nilai

tambahnya akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.

3. Apabila pendapatan per kapita penduduk meningkat maka konsumsi pangan

akan menurun dan konsumsi barang bukan pangan akan meningkat. Hal ini

akan mengakibatkan menurunnya peran sektor pertanian dan meningkatnya

peran sektor industri.

2.4. Konsep Wilayah

Menurut Aristoteles dalam Adisasmita (2005), konsep wilayah atau region

mempunyai tiga macam pengertian, yaitu wilayah homogen (homogeneous

region), wilayah polarisasi (polarization region) atau wilayah nodal (nodal

region) dan wilayah perencanaan (planning region) atau wilayah program

(programming region).
1. Wilayah Homogen

Konsep wilayah homogen diartikan sebagai suatu konsep yang

menganggap bahwa wilayah-wilayah geografis dapat dikaitkan bersama-sama

menjadi sebuah wilayah tunggal apabila wilayah tersebut mempunyai

karakteristik yang serupa. Ciri-ciri tersebut dapat bersifat ekonomi, misalnya

struktur produksinya hampir sama, atau pola konsumsinya homogen, dapat juga

bersifat geografis, misalnya keadaan topografi atau iklimnya serupa, dan bahkan

dapat pula bersifat sosial atau politis, misalnya suatu kepribadian masyarakat yang

khas, sehingga mudah dibedakan dengan karakteristik wilayah-wilayah lainnya.

2. Wilayah Nodal

Wilayah-wilayah nodal (pusat) terdiri dari satuan-satuan wilayah yang

heterogen. Misalnya distribusi penduduk yang terkonsentrasi pada tempat-tempat

tertentu akan mengakibatkan lahirnya kota-kota besar, kotamadya-kotamadya dan

kota-kota kecil lainnya, sedangkan penduduk di daerah-daerah pedesaan relatif

jarang, atau dengan perkataan lain lalu lintas jalan raya nasional memperlihatkan

tingkat polarisasi yang lebih rapi dibandingkan dengan kota-kota lain yang tidak

terletak pada jaringan lalu lintas jalan raya.

3. Wilayah Perencanaan

Kategori wilayah perencanaan atau wilayah program sangat penting

artinya apabila dikaitkan dengan masalah-masalah kebijaksanaan wilayah. Pada

tingkat nasional atau wilayah, tata ruang perencanaan oleh penguasa nasional,

wilayah difungsikan sebagai alat untuk mencapai sasaran pembangunan yang

telah ditetapkan. Pembagian wilayah perencanaan disusun berdasarkan pada

analisis kegiatan pembangunan sektoral yang terlokasisasi pada satuan lingkungan


geografis. Wilayah perencanaan merupakan suatu wilayah pengembangan, dimana

program-program pembangunan dilaksanakan. Dalam hal ini yang penting

diperhatikan adalah persoalan koordinasi dan desentralisasi pembangunan wilayah

dapat ditingkatkan dan dikembangkan.

Empat klasifikasi wilayah pembangunan menurut J. Friedmann dan W.

Alonso dalam Adisasmita (2005) yaitu metropolitan regions, development axes,

frontier regions dan depressed regions. Metropolitan regions atau wilayah-

wilayah metropolitan seringkali disebut pula sebagai wilayah-wilayah inti (core

regions) atau kutub-kutub pertumbuhan (growth poles). Pusat-pusat

pengembangan ini biasanya merupakan kota-kota besar dengan segala kegiatan

dan fasilitas industri, perdagangan, transportasi dan komunikasi, keuangan,

perbankan, serta administrasi pemerintahan, yang keseluruhannya mempunyai

pengaruh besar terhadap perkembangan wilayah-wilayah di sekitarnya

(hinterland) dan kota-kota kecil lainnya (small centres).

Development axes atau poros pembangunan yaitu meliputi wilayah-

wilayah yang terletak pada jaringan transportasi yang menghubungkan dua

wilayah metropolitan atau lebih. Dapat dikatakan bahwa prospek pembangunan

wilayah-wilayah tersebut kurang lebih akan proporsional dengan tingkat dan luas

pembangunan wilayah-wilayah yang dihubungkan yaitu poros pembangunan.

Frontier regions atau wilayah-wilayah perbatasan. Dengan adanya kemajuan

teknologi baru, tekanan penduduk, demikian pula tujuan-tujuan nasional baru

seringkali mendorong pembangunan diarahkan menuju ke wilayah-wilayah yang

belum diolah atau wilayah-wilayah yang terletak di wilayah perbatasan.


Menurut Okun dan Richardson dalam Adisasmita (2005) bahwa tingkat

kemakmuran dinyatakan dengan pendapatan per kapita dan kemampuan

berkembang dikaitkan dengan laju pertumbuhan pembangunan. Selanjutnya

berdasar pada kriteria tersebut, maka pembagian wilayah dapat diklasifikasikan

menjadi empat kelompok, yaitu sebagai berikut:

1. Low per capita income and stagnant regions (LS) atau wilayah-wilayah yang

mempunyai pendapatan per kapita rendah dan kurang berkembang.

2. High per capita income and stagnant regions (HS) atau wilayah-wilayah

berpendapatan per kapita tinggi tetapi kurang berkembang.

3. Low per capita income and growing regions (LG) atau wilayah-wilayah

berpendapatan per kapita rendah tetapi berkembang.

4. High per capita income and growing regions (HC) atau wilayah-wilayah

berpendapatan per kapita tinggi dan berkembang. Berdasarkan konsep wilayah

menurut Bernard Okun dan Richard W. Richardson, Kabupaten Banyuwangi

termasuk dalam wilayah high per capita income and growing regions.

2.5. Analisis Shift Share

Analisis shift share (Budiharsono dalam Priyarsono dan Sahara, 2006)

adalah salah satu alat analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi sumber

pertumbuhan ekonomi, baik dari sisi pendapatan maupun dari sisi tenaga kerja

pada suatu wilayah tertentu. Melalui analisis shift share dapat dianalisis besarnya

sumbangan pertumbuhan dari tenaga kerja dan pendapatan pada masing-masing

sektor di wilayah yang bersangkutan.


Keunggulan utama dari analisis shift share adalah dapat melihat

perkembangan produksi atau kesempatan kerja di suatu wilayah hanya dengan

menggunakan 2 titik waktu data. Data-data yang digunakan juga mudah diperoleh

dan relatif tersedia di setiap wilayah, yaitu Pendapatan Domestik Regional Bruto

(PDRB), Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja di

masing-masing sektor.

2.5.1. Kegunaan Analisis Shift Share

Analisis shift share mempunyai banyak kegunaan, diantaranya adalah

untuk melihat:

1. Perkembangan sektor perekonomian di suatu wilayah terhadap perkembangan

ekonomi wilayah yang lebih luas.

2. Perkembangan sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan secara relatif

dengan sektor-sektor lainnya.

3. Perkembangan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, sehingga

dapat membandingkan besarnya aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu

dan pertumbuhan antar wilayah.

4. Perbandingan laju sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah dengan laju

pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya.


2.5.2. Komponen Pertumbuhan Wilayah

Secara umum, terdapat 3 komponen utama dalam analisis shift share

(Budiharsono dalam Priyarsono dan Sahara, 2006). Ketiga komponen

pertumbuhan wilayah tersebut adalah komponen pertumbuhan nasional (PN) atau

komponen pertumbuhan regional (PR), komponen pertumbuhan proporsional (PP)

dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).

a. Komponen Pertumbuhan Regional (Regional Growth Component)

Komponen pertumbuhan regional (PR) adalah perubahan produksi suatu

wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi regional secara umum,

perubahan kebijakan ekonomi regional atau perubahan dalam hal-hal yang

mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah. Bila diasumsikan bahwa

tidak ada perbedaan karakteristik ekonomi antar sektor dan antar wilayah, maka

adanya perubahan akan membawa dampak yang sama pada semua sektor dan

wilayah. Akan tetapi pada kenyataannya beberapa sektor dan wilayah tumbuh

lebih cepat daripada sektor dan wilayah lainnya.

b. Komponen Pertumbuhan Proporsional (Proportional Mix Growth Component)

Komponen pertumbuhan proporsional (PP) timbul karena perbedaan

sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan

mentah, perbedaan dalam kebijakan industri (seperti kebijakan perpajakan, subsidi

dan price support) dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar.

c. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (Regional Share Growth

Component)

Komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) timbul karena

peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah
dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan suatu

wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan

komparatif, akses ke pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi

serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut.

Berdasarkan gambar 2.1, dapat ditentukan dan diidentifikasikan

perkembangan suatu sektor ekonomi pada suatu wilayah. Apabila PP + PPW ≥ 0,

maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan sektor ke i di wilayah ke j termasuk ke

dalam kelompok progresif (maju). Sementara itu, PP + PPW < 0 menunjukkan

bahwa pertumbuhan sektor ke i pada wilayah ke j tergolong pertumbuhan lambat.

Secara skematik model analisis shift share disajikan pada Gambar 2.1.

Komponen Pertumbuhan Regional (PR)


Maju
PP + PPW ≥ 0

Wilayah ke j Wilayah ke
Sektor ke i jj (sektor i)

Lambat
PP + PPW < 0

Komponen Komponen
Pertumbuhan Pertumbuhan Pangsa
Proporsional (PP) Wilayah (PPW)

Sumber: Budiharsono dalam Priyarsono dan Sahara, 2006.

Gambar 2.1. Model Analisis Shift Share


2.5.3. Kelemahan Analisis Shift Share

Kemampuan analisis shift share dalam memberikan informasi mengenai

pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah tidaklah terlepas dari

kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahan dalam analisis shift share adalah:

1. Persamaan shift share hanyalah identity equation dan tidak mempunyai

implikasi-implikasi keperilakuan. Metode shift share merupakan teknik

pengukuran yang mencerminkan suatu sistem perhitungan semata dan tidak

analitik.

2. Komponen pertumbuhan regional secara implisit mengemukakan bahwa laju

pertumbuhan suatu wilayah hanya disebabkan oleh kebijakan wilayah tanpa

memperhatikan sebab-sebab laju pertumbuhan yang bersumber dari wilayah

tersebut.

3. Kedua komponen pertumbuhan wilayah (PP dan PPW) mengasumsikan

bahwa perubahan penawaran dan permintaan, teknologi dan lokasi

diasumsikan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan wilayah. Di samping

itu, analisis shift share juga mengasumsikan bahwa semua barang dijual

secara regional, padahal tidak semua demikian.

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian dengan analisis shift share dan metode location quotient telah

banyak dilakukan sebelumnya seperti yang telah dilakukan oleh Usya (2006)

dengan analisis shift share menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan struktur

ekonomi di Kabupaten Subang, hal ini ditandai dengan peranan sektor primer

yang tetap mendominasi perekonomian Kabupaten Subang, walaupun


pertumbuhannya lambat. Berdasarkan analisis location quotient menunjukkan

bahwa di Kabupaten Subang terdapat empat sektor basis (sektor pertanian, sektor

bangunan/bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor jasa-

jasa) dan lima sektor non basis (sektor pertambangan dan penggalian, sektor

industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pengangkutan dan

komunikasi, serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan).

Harisman (2007), yang menggunakan analisis shift share untuk

mengidentifikasi struktur perekonomian Provinsi Lampung. Hasil penelitian

menyimpulkan bahwa telah terjadi perubahan struktur ekonomi di Provinsi

Lampung dari sektor primer ke sektor sekunder yang terus meningkat melalui

besarnya kontribusi terhadap PDRB Provinsi Lampung.

Hasil analisis dengan menggunakan metode LQ menunjukkan bahwa di

Provinsi Lampung terdapat 3 sektor basis yang merupakan sektor unggulan yaitu:

sektor pertanian, sektor bangunan/bangunan serta sektor pengangkutan dan

komunikasi. Terdapat 6 sektor non basis yaitu: sektor pertambangan dan

penggalian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan

restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sektor industri

pengolahan dan sektor jasa-jasa.

Mahila (2007) dengan penelitiannya yang berjudul ”Pertumbuhan

Ekonomi Wilayah Kabupaten Karawang Periode 1993-2005 Penerapan Analisis

Shift Share” dapat diketahui bahwa perekonomian Kabupaten Karawang

didominasi oleh sektor industri pengolahan, sektor pertambangan serta sektor

listrik, gas dan air bersih. Dengan analisis shift share dapat diketahui bahwa

sektor pertanian di Kabupaten Karawang memiliki tingkat pertumbuhan yang


lambat tetapi sektor ini masih mempunyai daya saing baik bila dibandingkan

dengan sektor ekonomi di Jawa Barat, meskipun kontribusi sektor pertanian

menurun, tetapi sektor ini masih menjadi penyumbang terbesar di Jawa Barat

dalam memenuhi permintaan pasar.

Penelitian Sondari (2007) dengan judul ”Analisis Sektor Unggulan dan

Kinerja Ekonomi Wilayah Provinsi Jawa Barat menggunakan analisis location

quotient didapat suatu kesimpulan, selama kurun waktu 2001-2005 menunjukkan

bahwa sektor yang menjadi sektor basis merupakan sektor unggulan di Provinsi

Jawa Barat yaitu sektor listrik, gas dan air bersih, sektor industri pengolahan,

sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor pertanian, sektor pertambangan,

sektor bangunan/bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor

keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa adalah sektor non

basis di Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu 2001-2005.

Selain itu juga, penelitian dengan menggunakan analisis shift share telah

dilakukan oleh Wahyuni (2007) yang menyimpulkan bahwa secara sektoral,

persentase pertumbuhan sektor perekonomian di Kota Tangerang tertinggi

ditempati oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sektor keuangan,

persewaan dan jasa perusahaan di Kota Tangerang tumbuh sangat pesat seiring

dengan pertumbuhan kegiatan pemukiman baru dan perindustrian. Sedangkan

sektor perekonomian yang persentase pertumbuhannya terendah adalah sektor

pertanian. Pada masa otonomi daerah (2001-2005), terdapat enam sektor yang

memiliki pertumbuhan progresif yaitu sektor keuangan, persewaan dan jasa

perusahaan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor listrik, gas dan air
bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor jasa-

jasa.

2.7. Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan ekonomi wilayah Banyuwangi semakin meningkat dari

tahun ke tahun. Hal ini diindikasikan dengan adanya perubahan infrastruktur di

wilayah ini menuju ke arah yang lebih baik. Infrastruktur yang ditunjukkan

menuju ke arah yang lebih baik adalah dengan adanya pembangunan jalan di

seluruh wilayah Banyuwangi, baik itu di Kabupaten Banyuwangi sampai ke

kelurahan-kelurahan dan desa-desa di wilayah tersebut. Jalan tersebut berfungsi

sebagai sarana distribusi barang dari kelurahan dan desa ke Kabupaten

Banyuwangi. Selain pembangunan jalan, di Banyuwangi juga telah berdiri mall

yang berjumlah lebih dari satu dan pasar yang ada di Banyuwangi cukup baik

dalam fasilitasnya.

Efek dari pembangunan infrastruktur tersebut selain bermuara pada

kesejahteraan masyarakat Banyuwangi juga dapat menambah Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB). Hal itu karena dengan sarana jalan, para produsen

dengan mudah untuk mendistribusikan barang dari satu tempat ke tempat lainnya

di Banyuwangi. Dengan bertambahnya PDRB Kabupaten Banyuwangi maka akan

meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi wilayah Banyuwangi. Perubahan PDRB

Kabupaten Banyuwangi dilihat menurut 9 sektor perekonomian. Sektor-sektor

tersebut adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor

industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor

keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa.

Laju pertumbuhan ekonomi yang berasal dari perubahan PDRB menurut 9

sektor perekonomian tersebut dianalisis dengan analisis shift share dan metode

location quotient. Dengan kedua analisis tersebut, maka dapat dibuat sebuah

kesimpulan dan saran-saran membangun kepada Pemerintah Kabupaten

Banyuwangi. Saran tersebut digunakan sebagai perencanaan dan penentuan

kebijakan pembangunan serta pengembangan wilayah Banyuwangi. Hal tersebut

bertujuan akhir pada kesejahteraan masyarakat Kabupaten Banyuwangi. Secara

skematis, kerangka pemikiran dapat dijelaskan pada gambar 2.2.


PDRB Kabupaten Banyuwangi
periode 2003-2006

9 sektor perekonomian atas dasar


harga konstan tahun 2000

Dianalisis dengan

Analisis Shift Metode Location


Share (SS) Quotient (LQ)

Kesimpulan dan Saran

Perencanaan dan Pengembangan


Penentuan Kebijakan Wilayah
Pembangunan Kabupaten
Wilayah Kabupaten Banyuwangi
Banyuwangi

Kesejahteraan Masyarakat
Kabupaten Banyuwangi

Keterangan :
Menurut Tujuan akhir

Menghasilkan

Tujuan Penelitian

Gambar 2.2. Sistematika Kerangka Pemikiran


III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

yang merupakan data PDRB menurut 9 sektor perekonomian. Data sekunder

tersebut berupa PDRB sektor-sektor dalam perekonomian Kabupaten Banyuwangi

dan Provinsi Jawa Timur atas dasar harga konstan tahun 2000 periode 2003-2006.

Penggunaan tahun dasar 2003 dan tahun akhir 2006 pada penelitian ini karena

transformasi ekonomi di Kabupaten Banyuwangi secara umum dapat terlihat

dalam jangka waktu 4 tahun. Sumber data berasal dari Badan Pusat Statistik

(BPS) Banyuwangi, BPS Pusat Jakarta, situs Pemerintah Kabupaten Banyuwangi,

serta beberapa bahan pustaka lain dari jurnal, koran dan buku-buku yang penulis

baca dari berbagai sumber.

3.2. Metode Analisis Data

3.2.1. Analisis Shift Share

Berdasarkan Budiharsono dalam Priyarsono dan Sahara (2006), terdapat

asumsi dalam metode analisis shift share yaitu perubahan indikator kegiatan

ekonomi di suatu wilayah dibagi menjadi tiga komponen pertumbuhan, yaitu

komponen pertumbuhan regional (PR), komponen pertumbuhan proporsional (PP)

dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Pada analisis shift share

diasumsikan dalam suatu negara terdapat m daerah yaitu Kabupaten Banyuwangi

(j=1,2,3...m) dan n sektor (i=1,2,3,...n), maka:


3.2.2. Analisis PDRB Kabupaten Banyuwangi dan PDRB Propinsi Jawa
Timur

1. Menghitung perubahan PDRB adalah sebagai berikut:

∆ Yij = Y’ij – Yij ......................................................... (1)

dimana:

Yij = PDRB sektor i di wilayah Banyuwangi pada tahun dasar analisis.

Y’ij = PDRB sektor i di wilayah Banyuwangi pada tahun akhir analisis.

2. Rumus persentase perubahan PDRB adalah sebagai berikut:

(Y ' ij − Yij )
%∆Yij = x100% ...................... (2)
Yij

3. Menghitung Rasio PDRB

Rasio PDRB digunakan untuk melihat perbandingan PDRB di suatu

wilayah tertentu. Rasio PDRB terbagi atas ri, Ri dan Ra, yaitu:

Y ' ij − Yij
a. ri = .......................................................... (3)
Yij

dimana:

ri = rasio PDRB sektor i pada wilayah Kabupaten Banyuwangi.

Yij = PDRB dari sektor i di wilayah Banyuwangi pada tahun dasar

analisis.

Y’ij = PDRB dari sektor i di wilayah Banyuwangi pada tahun akhir

analisis.

Y ' i. − Yi.
b. Ri = .......................................................... (4)
Yi.

dimana:

Ri = rasio PDRB Provinsi Jawa Timur dari sektor i.

Y’i. = PDRB Provinsi Jawa Timur dari sektor i pada tahun akhir analisis.
Yi. = PDRB Provinsi Jawa Timur dari sektor i pada tahun awal analisis.

Y '.. − Y ..
c. Ra = .......................................................... (5)
Y ..

dimana:

Ra = rasio PDRB Provinsi Jawa Timur.

Y’.. = PDRB Provinsi Jawa Timur pada tahun akhir analisis.

Y.. = PDRB Provinsi Jawa Timur pada tahun dasar analisis.

4. Menghitung Komponen Pertumbuhan Wilayah

Komponen pertumbuhan wilayah terdiri atas komponen pertumbuhan

regional (PR), komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen

pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).

a. Komponen Pertumbuhan Regional (PR)

PRij = (Ra)Yij............................................................. (6)

dimana:

PRij = komponen pertumbuhan regional sektor i untuk wilayah

Banyuwangi.

Yij = PDRB dari sektor i di wilayah Banyuwangi pada tahun dasar

analisis.

b. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)

PPij = (Ri – Ra)Yij...................................................... (7)

dimana:

PPij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i untuk wilayah

Banyuwangi.

Yij = PDRB dari sektor i di wilayah Banyuwangi pada tahun dasar

analisis.
Apabila:

PPij > 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah Banyuwangi

pertumbuhannya cepat.

PPij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah Banyuwangi

pertumbuhannya lambat.

c. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)

PPWij = (ri – Ri)Yij.................................................... (8)

dimana:

PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i untuk wilayah

Banyuwangi.

Yij = PDRB dari sektor i pada wilayah Banyuwangi pada tahun dasar

analisis.

Apabila:

PPWij > 0, berarti sektor j mempunyai daya saing yang baik dibandingkan

dengan sektor i.

PPWij < 0, berarti sektor i pada wilayah Banyuwangi tidak dapat bersaing

dengan baik apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya.

5. Adapun perubahan dalam PDRB sektor i pada wilayah Banyuwangi

dirumuskan sebagai berikut:

∆Yij = PRij + PPij + PPWij.................................. (9)

∆Yij = Y’ij – Yij..................................................... (1)

Rumus ketiga komponen pertumbuhan wilayah adalah:

PRij = Yij (Ra)...................................................... (6)


PPij = Yij (Ri – Ra)............................................... (7)

PPWij = Yij (ri – Ri)................................................ (8)

Apabila persamaan (1), (6), (7) dan (8) disubstitusikan ke persamaan (9),

maka didapatkan:

∆Yij = PRij + PPij + PPWij

Y’ij – Yij = Y’ij – Yij + Yij (Ra – Ra) + Yij (ri – Ri)

Persentase ketiga pertumbuhan wilayah dapat dirumuskan:

%PRij = Ra................................................. (10)

%PPij = Ri – Ra.......................................... (11)

%PPWij = ri – Ri............................................ (12)

atau:

%PRij = (PRij) / Yij * 100%

%PPij = (PPij) / Yij * 100%

%PPWij = (PPWij) / Yij * 100%

6. Aplikasi Analisis Shift Share

Untuk mengevaluasi profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian

dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan 4 kuadran yang terdapat pada garis

bilangan. Sumbu horisontal menggambarkan persentase perubahan komponen

pertumbuhan proporsional (PPij), sedangkan sumbu vertikal merupakan persentase

pertumbuhan pangsa wilayah (PPWij). Dengan demikian pada sumbu horizontal

terdapat PP sebagai absis, sedangkan pada sumbu vertikal terdapat PPW sebagai

ordinat.
Kuadran IV Kuadran I

PPij

Kuadran III Kuadran II


PPWij
Sumber: Budiharsono dalam Priyarsono dan Sahara (2006).

Gambar 3. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian

Penjelasan masing-masing kuadran yang terdapat pada gambar 3 di atas

adalah sebagai berikut:

(i) Kuadran I merupakan kuadran dimana PP dan PPW sama-sama bernilai

positif. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor di wilayah yang

bersangkutan memiliki pertumbuhan yang cepat (dilihat dari nilai PP-nya)

dan memiliki daya saing yang lebih baik apabila dibandingkan dengan

wilayah-wilayah lainnya (dilihat dari nilai PPW-nya).

(ii) Kuadran II menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah yang

bersangkutan pertumbuhannya cepat (PP-nya bernilai positif), tetapi daya

saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut dibandingkan dengan wilayah

lainnya kurang baik (dilihat dari PPW yang bernilai negatif).

(iii) Kuadran III merupakan kuadran dimana PP dan PPW bernilai negatif. Hal

ini menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah yang


bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat dengan daya saing yang

kurang baik jika dibandingkan dengan wilayah lain.

(iv) Kuadran IV menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi pada wilayah yang

bersangkutan memiliki pertumbuhan lambat (dilihat dari PP yang bernilai

negatif), tetapi daya saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut baik jika

dibandingkan dengan wilayah lainnya (dilihat dari PPW yang bernilai

positif).

Pada kuadran di atas terdapat garis yang memotong Kuadran II dan Kuadran

IV yang membentuk sudut 450. Garis tersebut merupakan garis yang

menunjukkan nilai pergeseran bersih. Di sepanjang garis tersebut pergeseran

bersih bernilai nol (PBj = 0). Bagian atas garis tersebut menunjukkan PBj > 0 yang

mengindikasikan bahwa sektor-sektor tersebut pertumbuhannya progresif (maju).

Sebaliknya, di bawah garis 450 berarti PBj < 0 menunjukkan sektor-sektor yang

lamban.

Secara matematis nilai pergeseran bersih (PB) sektor i pada wilayah

Banyuwangi dapat dirumuskan sebagai berikut:

PBij = PPij + PPWij................................................... (13)

dimana:

PBij = pergeseran bersih sektor i pada wilayah Banyuwangi.

PPij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada wilayah

Banyuwangi.

PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada wilayah

Banyuwangi.
Apabila:

PBij > 0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah Banyuwangi termasuk ke

dalam kelompok progresif (maju).

PBij < 0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah Banyuwangi termasuk lamban.

3.2.3. Metode Location Quotient (LQ)

Pada metode LQ, terdapat teori ekonomi basis. Dalam teori ekonomi basis,

perekonomian di suatu daerah dibagi menjadi dua sektor utama, yaitu sektor basis

dan non basis. Sektor basis adalah sektor yang mengekspor barang dan jasa

ataupun tenaga kerja ke tempat-tempat di luar batas perekonomian daerah yang

bersangkutan. Dan sektor non basis adalah sektor yang menyediakan barang dan

jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di dalam batas-

batas daerah itu sendiri. Sektor ini tidak mengekspor barang, jasa, maupun tenaga

kerja, sehingga luas lingkup produksi dan daerah pasar sektor non basis hanya

bersifat lokal.

Pada metode ini, penentuan sektor basis dan non basis dilakukan dengan

cara menghitung perbandingan antara pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada

daerah bawah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total semua sektor di daerah

bawah dengan pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada daerah atas terhadap

pendapatan (tenaga kerja) semua sektor di daerah atasnya. Secara matematis, nilai

LQ dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Sib / Sb
LQ =
Sia / Sa
dimana:

Sib = PDRB sektor i pada daerah Banyuwangi.

Sb = PDRB total semua sektor daerah Banyuwangi.

Sia = PDRB sektor i di Provinsi Jawa Timur.

Sa = PDRB total semua sektor di Provinsi Jawa Timur.

Jika hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas menghasilkan

nilai LQ > 1, maka sektor i dikategorikan sebagai sektor basis. Nilai LQ yang

lebih dari satu tersebut menunjukkan bahwa pangsa PDRB pada sektor i di daerah

Banyuwangi lebih besar dibanding Provinsi Jawa Timur dan output pada sektor i

tersebut lebih berorientasi ekspor. Sebaliknya, jika nilai LQ < 1 sektor i

diklasifikasikan sebagai sektor non basis dan output pada sektor i tersebut lebih

cenderung untuk diimpor.

3.3. Konsep dan Definisi Data

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat diinterprestasikan melalui

tiga pendekatan (BPS Banyuwangi, 1994):

a. Menurut pendekatan produksi, PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa

akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu daerah dalam

jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam

penyajiannya dikelompokkan dalam 9 sektor lapangan usaha yaitu :

1. Pertanian

2. Pertambangan dan Penggalian

3. Industri Pengolahan

4. Listrik, Gas dan Air bersih


5. Bangunan

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran

7. Pengangkutan dan Komunikasi

8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

9. Jasa-Jasa lainnya.

b. Menurut pendekatan pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa yang

diterima oleh faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu

wilayah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor

produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan

keuntungan, semuanya belum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung

lainnya. Dalam pengertian PDRB, kecuali faktor pendapatan termasuk pula

komponen penyusutan dan pajak langsung netto. Jumlah semua komponen

pendapatan ini per sektor disebut sebagai nilai tambah bruto yang merupakan

jumlah dari nilai tambah bruto sektoral. PDRB merupakan jumlah dari nilai

tambah bruto seluruh sektor (lapangan usaha).

c. Menurut pendekatan pengeluaran, PDRB adalah semua komponen permintaan

akhir seperti :

1. Pengeluaran konsumen rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak

mencari keuntungan

2. Konsumsi pemerintah

3. Pembentukan modal tetap Domestik Bruto

4. Perubahan Stok

5. Ekspor netto, dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Ekspor

netto merupakan ekspor dikurangi impor.


IV. DESKRIPSI PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN
BANYUWANGI

4.1. Potensi Alam

Daerah Banyuwangi meliputi areal daratan dengan luas sekitar 5.782,50

km2. Secara administratif, Banyuwangi dibatasi:

1. Kabupaten Situbondo, di sebelah utara,

2. Selat Bali, di sebelah timur,

3. Samudera Indonesia, di sebelah selatan,

4. Kabupaten Jember dan Bondowoso, di sebelah barat.

Secara geografis Kabupaten Banyuwangi terletak di ujung timur Pulau

Jawa. Berdasarkan garis batas koordinatnya, posisi Kabupaten Banyuwangi

terletak diantara 70 43’ – 80 46’ LS dan 1130 53’ – 1140 38’ BT.

Umumnya daerah bagian selatan, barat dan utara merupakan daerah

pegunungan, sehingga pada daerah ini mempunyai tingkat kemiringan tanah

dengan rata-rata mencapai 400 serta dengan rata-rata curah hujan lebih tinggi bila

dibanding dengan daerah yang lain. Daerah Banyuwangi terbagi atas dataran

tinggi yang berupa daerah pegunungan dan merupakan daerah penghasil berbagai

produksi perkebunan. Daratan yang datar dengan berbagai potensi berupa

produksi tanaman pertanian, serta daerah sekitar garis pantai yang membujur dari

arah utara ke selatan merupakan daerah penghasil biota laut. Produksi terbesar

biota laut di Banyuwangi adalah udang. Udang memiliki nilai ekspor yang paling

tinggi, pada tahun 2006 ekspor udang sebanyak 14.728 ton dengan nilai ekspor

sebesar US$ 59.236.621.


4.2.Wilayah Administratif

Kabupaten Banyuwangi terdiri atas 24 kecamatan, yang dibagi lagi atas

sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan kecamatan di Kabupaten

Banyuwangi, antara lain: (1) Kecamatan Songgon, (2) Kecamatan Sempu, (3)

Kecamatan Genteng, (4) Kecamatan Glenmore dan (5) Kecamatan Kalibaru.

Tabel 4.1. Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2006

No. Kecamatan Luas Wilayah (km2) Persentase Terhadap Luas


Kabupaten
1. Pesanggaran 802,5 13,88
2. Siliragung 95,15 1,65
3. Bangorejo 137,43 2,38
4. Purwoharjo 200,30 3,46
5. Tegaldlimo 1.341,48 23,20
6. Muncar 146,07 2,53
7. Cluring 97,44 1,68
8. Gambiran 66,77 1,15
9. Tegalsari 65,23 1,13
10. Glenmore 421,98 7,30
11. Kalibaru 406,76 7,04
12. Genteng 82,34 1,42
13. Srono 100,77 1,74
14. Rogojampi 102,33 1,77
15. Kabat 107,48 1,86
16. Singojuruh 59,89 1,04
17. Sempu 174,83 3,02
18. Songgon 301,84 5,22
19. Glagah 76,75 1,33
20. Licin 169,25 2,93
21. Banyuwangi 30,13 0,52
22. Giri 21,31 0,35
23. Kalipuro 310,03 5,36
24. Wongsorejo 464,80 8,04
Total 5.782,50 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2006.

Wilayah Kabupaten Banyuwangi masih merupakan kawasan hutan.

Kawasan hutan ini diperkirakan telah mencapai 183.396,34 ha atau sekitar 31,72

persen, daerah persawahan sekitar 66.152 ha atau 11,44 persen, perkebunan

dengan luas sekitar 82.143,63 ha atau 14,21 persen, dimanfaatkan sebagai daerah
permukiman dengan luas sekitar 127.454,22 ha atau 22,04 persen. Sedang sisanya

telah dipergunakan oleh penduduk Kabupaten Banyuwangi dengan berbagai

manfaat yang ada, seperti jalan, ladang dan lain-lainnya. Kabupaten Banyuwangi

memiliki panjang garis pantai sekitar 175,8 km, serta jumlah pulau ada 10 buah.

Seluruh wilayah tersebut telah memberikan manfaat besar bagi kemajuan ekonomi

penduduk Kabupaten Banyuwangi.

4.3. Kependudukan

Sampai dengan akhir tahun 2005 lalu, penduduk Kabupaten Banyuwangi

tercatat sekitar 1.575.089 jiwa, angka sebesar itu merupakan hasil registrasi yang

dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Banyuwangi. Bila

dibanding dengan jumlah penduduk hasil sensus penduduk tahun 2000 dengan

jumlah 1.488.781 jiwa, diikuti laju pertumbuhan penduduk 0,24 persen per tahun

maka angka regristrasi masih relatif lebih tinggi.

Jumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi menurut hasil registrasi

penduduk tahun 2006 sebesar 1.576.328 jiwa. Dari data jumlah penduduk tahun

2006, dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi

meningkat dari tahun 2005. Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan di

Kabupaten Banyuwangi telah memberikan manfaat positif berupa kesejahteraan

kepada masyarakat Banyuwangi sehingga jumlah penduduk di Kabupaten

Banyuwangi terus meningkat.


Tabel 4.2. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Banyuwangi
Hasil Registrasi Penduduk Akhir Tahun Menurut Kecamatan Tahun
2006

No. Kecamatan Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk


(Jiwa/km2)
1. Pesanggaran 50,112 62
2. Siliragung 45.510 478
3. Bangorejo 61.306 446
4. Purwoharjo 67.325 336
5. Tegaldlimo 62.969 46
6. Muncar 129.431 886
7. Cluring 71.861 737
8. Gambiran 59.706 894
9. Tegalsari 46.523 713
10. Glenmore 71.059 168
11. Kalibaru 61.229 150
12. Genteng 84.589 1.027
13. Srono 89.171 884
14. Rogojampi 94.009 918
15. Kabat 67.247 625
16. Singojuruh 48.589 811
17. Sempu 73.635 421
18. Songgon 52.793 174
19. Glagah 33.701 439
20. Licin 28.462 168
21. Banyuwangi 107.793 3.577
22. Giri 28.312 1.328
23. Kalipuro 68.246 220
24. Wongsorejo 72.750 156
Total 1.576.328 272
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2006.

Berdasarkan komposisi umur penduduknya, Kabupaten Banyuwangi

masih tergolong kelompok penduduk muda karena pada kelompok umur usia non

produktif (0 – 14 tahun) masih relatif tinggi. Menurut hasil pendataan sensus

penduduk tahun 2000 dengan menggunakan pendekatan komposisi umur yang

dibedakan laki-laki dan perempuan, diperoleh angka harapan hidup perempuan

lebih tinggi bila dibandingkan dengan angka harapan hidup laki-laki.


Tabel 4.3. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Hasil Sensus
Penduduk Tahun 2000

Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Laki-Laki + Perempuan


00 – 04 59.313 56.465 115.778
05 – 09 62.523 59.734 122.257
10 – 14 66.952 62.228 129.180
15 – 19 72.375 67.213 139.588
20 – 24 59.420 63.967 123.387
25 – 29 64.998 69.036 134.034
30 – 34 62.542 65.889 128.431
35 – 39 61.357 61.516 122.873
40 – 44 51.806 50.546 102.352
45 – 49 45.298 42.183 87.481
50 – 54 37.758 35.877 73.635
55 – 59 30.862 28.966 59.828
60 – 64 24.979 27.610 52.589
65 – 69 18.027 20.358 38.385
70 – 74 13.272 14.692 27.964
75 + 14.578 16.451 31.029
Total 746.060 742.731 1.488.791
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2006.

4.4. Ketenagakerjaan

Tenaga kerja adalah salah satu komponen dalam penggerak pembangunan

di Kabupaten Banyuwangi. Besarnya pencari kerja yang berkualitas di Kabupaten

Banyuwangi dipengaruhi oleh banyaknya sarana pendidikan di daerah tersebut

yang berupa Pendidikan Tinggi maupun Universitas. Di Kabupaten Banyuwangi

telah berdiri Perguruan Tinggi Swasta yang bernama ”Universitas 17 Agustus”

dan Universitas Banyuwangi. Dua universitas tersebut berperan mencetak

sebagian Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengisi lapangan pekerjaan di

Banyuwangi. Selain itu, para pencari kerja di Banyuwangi juga berasal dari

universitas-universitas ternama di Indonesia yang jumlahnya hampir mendominasi

para pencari kerja di daerah ini.


Tabel 4.4. Angkatan Kerja Usia 15 Tahun Keatas dan Jumlah Penganggur
Kabupaten Banyuwangi Tahun 2003-2006 (Orang)

Indikator 2003 2004 2005 2006


Ketenagakerjaan
Angkatan Kerja 812.913 804.784 884.956 820.917
Usia 15 Tahun
Keatas
Jumlah 55.588 59.634 67.804 55.106
Penganggur
Sumber: BPS Propinsi Jawa Timur, Susenas Tahun 2003-2006.

Berdasarkan Tabel 4.4, didapat bahwa jumlah angkatan kerja usia 15 tahun

keatas Kabupaten Banyuwangi tahun 2003 sebesar 812.913 orang dan mengalami

sedikit penurunan di tahun 2004 sebesar 804.784 orang, tetapi jumlah ini

mengalami peningkatan drastis pada tahun 2005 yaitu 884.956 orang dan

mengalami penurunan pada tahun 2006 sebesar 820.917 orang. Jumlah angkatan

kerja Kabupaten Banyuwangi berbeda dengan jumlah penganggurnya yang di

tahun 2003 sampai 2005 mengalami peningkatan, tetapi pada tahun 2006

mengalami penurunan yang cukup drastis sebesar 55.106 orang. Hal itu

mengindikasikan bahwa Pemerintah Daerah Banyuwangi telah berhasil

melaksanakan pembangunan sosial dan ekonomi di wilayah Kabupaten

Banyuwangi.

Angkatan kerja didefinisikan sebagai jumlah orang yang sedang bekerja

dan orang yang menganggur. Penganggur adalah seseorang yang tidak bekerja dan

sedang menunggu untuk memulai pekerjaan baru. Tingkat Partisipasi Angkatan

Kerja (TPAK) sendiri didefinisikan sebagai persentase dari populasi orang dewasa

yang ada dalam angkatan kerja. Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) adalah

persentase kesempatan kerja yang dapat diisi oleh para pencari kerja. Tingkat

Pengangguran Terbuka adalah persentase dari angkatan kerja yang tidak bekerja
dikarenakan kurangnya lahan pekerjaan atau ketidakcocokan antara kemampuan

seseorang dengan keahlian yang dibutuhkan perusahaan dan karena adanya

fluktuasi perekonomian (Mankiw, 2003).

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Kabupaten Banyuwangi

mengalami peningkatan dari tahun 2003 sampai dengan 2005, tetapi pada tahun

2006 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Banyuwangi mengalami sedikit

penurunan yaitu sebesar 68,11 persen. Hal itu mengindikasikan bahwa

pembangunan wilayah Kabupaten Banyuwangi dapat menciptakan Tingkat

Partisipasi Angkatan Kerja yang tinggi. Tingkat Kesempatan Kerja (TKK)

Kabupaten Banyuwangi mengalami sedikit penurunan yang berawal dari 93,16

persen di tahun 2003 menurun menjadi 92,59 persen di tahun 2004 dan 92,34

persen di tahun 2005, tetapi persentase ini mengalami peningkatan pada tahun

2006 sebesar 93,29 persen. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kabupaten

Banyuwangi juga mengalami fluktuasi, pada tahun 2003 persentasenya sebesar

6,84 persen dan mengalami peningkatan di tahun 2004 yaitu 7,41 persen, di tahun

2005 menjadi 7,66 persen, tetapi tahun 2006 mengalami sedikit penurunan sebesar

6,71 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa pada tahun 2006 Pemerintah

Kabupaten Banyuwangi telah berhasil mengurangi Tingkat Pengangguran

Terbuka dengan cara menambah lapangan pekerjaan di Banyuwangi. Gambaran

indikator ketenagakerjaan Kabupaten Banyuwangi ini dapat dilihat dari Tabel 4.5,

sebagai berikut:
Tabel 4.5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Tingkat Kesempatan
Kerja (TKK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kabupaten
Banyuwangi Tahun 2003-2006 (Persen)

Indikator 2003 2004 2005 2006


Ketenagakerjaan
TPAK 69,41 70,92 73,45 68,11
TKK 93,16 92,59 92,34 93,29
TPT 6,84 7,41 7,66 6,71
Sumber: BPS Propinsi Jawa Timur, Sakernas dan Susenas Tahun 2003-2006.

Pencari kerja di Kabupaten Banyuwangi lebih banyak bekerja di sektor

perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini karena sebagian besar investor di

Kabupaten Banyuwangi lebih cenderung menanamkan modalnya pada sektor

perdagangan, hotel dan restoran sehingga laju pertumbuhan sektor ini cukup

tinggi. Pada tahun 2003 misalnya, banyaknya pencari kerja yang telah disalurkan

menurut lapangan pekerjaan dan tingkat pendidikan menunjukkan bahwa pencari

kerja di Kabupaten Banyuwangi didominasi oleh pencari kerja berpendidikan

Sekolah Dasar (SD) sebesar 936 orang. Pada urutan kedua tampak bahwa pencari

kerja yang berpendidikan SLTA sebanyak 110 orang dan pencari kerja

berpendidikan SLTP menempati urutan ketiga yaitu 91 orang.

Pencari kerja tersebut paling banyak bekerja di sektor perdagangan besar,

perdagangan eceran, rumah makan dan hotel yaitu pencari kerja berpendidikan SD

sebanyak 33 orang, berpendidikan SLTP 25 orang, berpendidikan SLTA 43

orang, berpendidikan Akademi 3 orang dan berpendidikan Perguruan Tinggi

sebanyak 20 orang. Pencari kerja di sektor pertanian didominasi oleh pencari kerja

yang berpendidikan SD sebanyak 100 orang sedangkan sektor penyumbang

terbesar pencari kerja yang berpendidikan SD yaitu jasa kemasyarakatan/pribadi

yaitu 697 orang. Sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas dan air

bersih serta sektor angkutan, penyimpanan dan komunikasi tidak ada pencari
kerjanya karena sektor-sektor tersebut daya saingnya kurang baik sehingga

masyarakat Banyuwangi lebih cenderung untuk menjadi petani atau menjadi

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) daripada bekerja pada tiga sektor tersebut.

Gambaran para pencari kerja berdasarkan tingkat pendidikan di Kabupaten

Banyuwangi dapat dilihat pada Tabel 4.6, berikut ini:

Tabel 4.6. Jumlah Pencari Kerja yang Telah Disalurkan Menurut Lapangan
Pekerjaan dan Tingkat Pendidikan Tahun 2003 (Orang)

No. Lapangan Pekerjaan Tingkat Pendidikan


SD SMP SMA Akademi PT
1. Pertanian, Perburuan, Kehutanan
dan Perikanan 100 0 0 0 0
2. Pertambangan dan Penggalian 0 0 0 0 0
3. Industri Pengolahan 34 66 22 0 0
4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0 0 0 0 0
5. Bangunan 72 0 3 0 0
6. Perdagangan Besar, Perdagangan
Eceran, Rumah Makan dan Hotel 33 25 43 3 20
7. Angkutan, Penyimpanan dan
Komunikasi 0 0 0 0 0
8. Keuangan dan Asuransi 0 0 42 0 8
9. Jasa Kemasyarakatan/Pribadi 697 0 0 0 0
Jumlah 936 91 110 3 28
Sumber: Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Banyuwangi.

Berdasarkan Tabel 4.7, didapat bahwa sebagian besar pencari kerja

Kabupaten Banyuwangi berpendidikan SMA dan Akademi/Perguruan Tinggi

(PT). Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi keberhasilan pembangunan

sosial dan ekonomi khususnya pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) di

Kabupaten Banyuwangi. Pada periode waktu tahun 2003 sampai 2006 telah nyata

bahwa tidak ada pencari kerja yang belum tamat SD. Fluktuasi para pencari kerja

tamatan SMA dan Akademi/Perguruan Tinggi (PT) hampir sama, terjadi

peningkatan dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2005, tetapi terjadi penurunan

yang drastis pada tahun 2006.


Tabel 4.7. Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2003-2006
(Orang)

No. Pendidikan 2003 2004 2005 2006


1. Belum Tamat SD 0 0 0 0
2. Tamat SD 197 0 426 177
3. Tamat SMP 369 511 2.725 5.212
4. Tamat SMA 1.856 4.374 5.550 1.744
5. Tamat Akademi / PT 2.076 3.138 4.093 1.015
Jumlah 4.498 8.023 12.794 8.148
Sumber: Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Banyuwangi.

4.5. Struktur Perekonomian

Perekonomian Banyuwangi didominasi oleh tiga sektor kegiatan ekonomi,

yakni sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran serta jasa-jasa. Pada tahun

2006, sektor pertanian peranannya masih cukup dominan yaitu sebesar 43,05

persen (atas harga berlaku), hal ini disebabkan karena Kabupaten Banyuwangi

telah mampu melakukan perubahan-perubahan dalam volume produksi.

Sedangkan sumbangan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 27,79

persen serta sektor jasa-jasa sebesar 6,88 persen terhadap PDRB Kabupaten

Banyuwangi pada tahun 2006.

Tetapi, sumbangan sektor pertanian di Kabupaten Banyuwangi menurun

yang mulanya 44,53 persen pada tahun 2005. Sedangkan sumbangan sektor

perdagangan, hotel dan restoran mengalami peningkatan dari tahun 2005 yaitu

sebesar 26,97 persen. Di sisi lain, sumbangan sektor jasa-jasa juga mengalami

penurunan dari tahun 2005 yaitu 7,03 persen.


4.6. Sektor-Sektor Perekonomian

4.6.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Sektor

Perekonomian

Perekonomian Kabupaten Banyuwangi didukung oleh kegiatan ekonomi 9

sektor, yaitu:

1. Sektor pertanian, yang terdiri dari:

a. Subsektor tanaman bahan makanan; subsektor ini mencakup komoditi

tanaman bahan makanan seperti padi sawah dan padi ladang, jagung,

kedele, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar, kacang hijau, sayur-sayuran,

buah-buahan dan hasil-hasil produksi turunannya.

b. Subsektor tanaman perkebunan; subsektor ini mencakup komoditi

perkebunan yang diusahakan oleh rakyat dan perusahaan perkebunan

besar. Komoditi tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat seperti

kelapa, jambu mente, kopi, kapuk, tebu, tembakau, cengkeh, lada, jarak

dan produk turunannya. Komoditi tanaman perkebunan yang diusahakan

oleh perusahaan perkebunan besar, seperti karet, kopi, coklat, cengkeh,

kelapa/kopra, tembakau dan kapuk randu.

c. Subsektor peternakan dan hasilnya; subsektor ini mencakup produksi

ternak besar, ternak kecil, unggas, maupun hasil-hasil ternak seperti susu

segar, telur serta hasil pemotongan ternak. Produksi ternak diperkirakan

sama dengan jumlah ternak dan ekspor ternak netto.

d. Subsektor kehutanan; yang dicakup disini adalah komoditi kayu

pertukangan, kayu bakar, arang bambu dan hasil hutan lainnya.


e. Subsektor perikanan; subsektor ini mencakup komoditi yang dihasilkan

dari kegiatan-kegiatan perikanan laut, perikanan darat serta pengolahan

sederhana (pengeringan dan pengalengan ikan).

2. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Kegiatan pertambangan dan penggalian di wilayah Banyuwangi adalah

pertambangan komoditi mineral golongan C.

3. Sektor Industri Pengolahan

Sektor ini mencakup subsektor industri besar dan sedang, industri kecil

dan kerajinan rumah tangga. Menurut data yang dihimpun oleh Dinas Perindag

Penanaman Modal dan Koperasi Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2005, jenis

industri makanan, minuman dan tembakau masih merupakan jenis industri

terbesar jumlahnya ada sebanyak 26 unit. Disusul jenis industri yang bergerak di

bidang barang kayu dan hasil hutan lainnya dan industri kertas barang cetakan

sebanyak 16 unit.

4. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih

a. Subsektor listrik; meliputi pembangunan dan penyaluran tenaga listrik

yang diselenggarakan oleh PLN.

b. Subsektor air bersih; kegiatan ini meliputi proses pembersihan, pemurnian

dan proses kimia lain untuk menghasilkan air bersih dan air bersih tersebut

disalurkan melalui pipa oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

5. Sektor Bangunan

Kegiatan ini meliputi pembangunan fisik (bangunan), baik berupa gedung,

jalan, jembatan dan bangunan lainnya.

6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran


a. Subsektor perdagangan besar dan eceran; subsektor perdagangan berperan

penting dalam perekonomian Kabupaten Banyuwangi karena mendorong

pertumbuhan dan produksi. Perdagangan mampu menjamin kelancaran

pemasaran dan pembelian jasa dari konsumen ke produsen.

b. Subsektor perhotelan; subsektor ini mencakup hotel-hotel baik berbintang

maupun tidak berbintang serta berbagai jenis penginapan lainnya.

c. Subsektor restoran; kegiatan ini mencakup usaha penjualan untuk

penyediaan makanan dan minuman, yang pada umumnya dikonsumsi di

tempat penjualan, di suatu tempat sendiri ataupun dijajakan.

7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

a. Subsektor angkutan darat; subsektor ini meliputi kegiatan pengangkutan

barang dan penumpang yang dilakukan oleh perusahaan umum, baik

kendaraan bermotor maupun tak bermotor antara lain bus, truck, colt,

becak, dokar dan lain sebagainya.

b. Subsektor angkutan laut; meliputi kegiatan pelayaran angkutan baik

barang maupun penumpang. Angkutan laut berperan penting dalam

kegiatan perdagangan yang ditunjukkan dengan adanya PT.Angkutan,

Sungai, Danau dan Penyeberangan Ferry Cabang Banyuwangi. Di

pelabuhan tersebut terdapat pengangkutan barang berskala ekspor dan

impor.

c. Subsektor jasa penunjang angkutan; subsektor ini meliputi kegiatan

pemberian jasa dan penyediaan fasilitas yang sifatnya menunjang dan

berkaitan erat dengan kegiatan pengangkutan seperti terminal, parkir,


keagenan barang dan penumpang, ekspedisi, bongkar muat, penyimpanan

dan pergudangan serta jasa penunjang lainnya.

d. Subsektor komunikasi; kegiatan yang dicakup dalam pos, giro dan

telekomunikasi yang meliputi kegiatan pemberian jasa pos dan giro seperti

pengiriman surat, wesel, paket, jasa giro, dan tabungan. Sedangkan

telekomunikasi; mencakup kegiatan pemberian jasa dalam hal pemakaian

hubungan telepon, telegrap dan faximile.

8. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

a. Subsektor keuangan (bank); kegiatan ini meliputi jasa pelayanan di bidang

keuangan kepada pihak lain, seperti menerima simpanan dalam bentuk

giro dan tabungan, memberi pinjaman, mengirim uang, memindahkan

rekening koran, dan memberi jaminan bank.

b. Subsektor keuangan non bank; meliputi pelayanan asuransi baik jiwa

ataupun bukan jiwa seperti asuransi kebakaran, kecelakaan, kerusakan,

termasuk juga agen perasuransian, unit penyaluran dana pensiun dan

sebagainya.

c. Subsektor jasa penunjang keuangan; meliputi pegadaian dan lembaga

keuangan lainnya.

d. Subsektor persewaan bangunan; yang termasuk kegiatan ini meliputi jasa

penggunaan rumah bangunan sebagai tempat tinggal tanpa memperhatikan

apakah rumah itu milik sendiri atau rumah sewa.

e. Subsektor jasa perusahaan; meliputi pengacara, jasa akuntan, biro

arsitektur, pengolahan data, periklanan dan sebagainya.


9. Sektor Jasa-Jasa

a. Pemerintahan umum; meliputi administrasi pemerintahan dan pertahanan,

jasa pemerintahan lainnya.

b. Swasta, meliputi:

1. Subsektor jasa sosial kemasyarakatan; mencakup jasa pendidikan, jasa

kesehatan serta jasa kemasyarakatan lainnya seperti panti asuhan,

palang merah, panti wreda, yayasan pemeliharaan anak cacat, rumah

tempat ibadah terbatas yang dikelola pihak swasta, sedangkan kegiatan

sejenis yang dikelola pemerintah termasuk subsektor pemerintah. Jasa

kesehatan mencakup rumah sakit, dokter praktek dan jasa kesehatan

lainnya yang dikelola oleh swasta. Jasa pendidikan baik itu milik

pemerintah atau swasta mulai dari taman kanak-kanak sampai

perguruan tinggi, termasuk guru perorangan yang berusaha sendiri dan

kursus-kursus.

2. Subsektor jasa hiburan dan kebudayaan; mencakup bioskop, panggung

kesenian, studio, radio swasta, taman hiburan dan sebagainya

3. Subsektor jasa perseorangan dan rumah tangga; kegiatan ini mencakup

jasa reparasi, perbengkelan serta pembantu rumah tangga.

4.6.2. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Banyuwangi

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuwangi mengalami fluktuasi dari

tahun 2003 sampai dengan 2006. Pada tahun 2003 pertumbuhan ekonomi

Kabupaten Banyuwangi sebesar 4,18 persen lalu menurun menjadi 4,04 persen di
tahun 2004, tetapi mulai tahun 2005 pertumbuhan ekonominya meningkat sebesar

4,31 persen dan tahun 2006 meningkat menjadi 5,01 persen.

Laju pertumbuhan ekonomi sektor pertanian menurun dari tahun 2003

sampai 2006. Hal ini dapat dicerminkan dari nilai pertumbuhan ekonominya yang

terus menurun, di tahun 2003 sebesar 4,03 persen menurun sebesar 3,91 persen di

tahun 2005 dan 3,73 persen pada tahun 2005, pola penurunan tersebut berlanjut

pada tahun 2006 yang mengalami penurunan yaitu 3,51 persen. Hal ini

dikarenakan produktivitas sektor pertanian berkurang yang disebabkan kurangnya

pemanfataan teknologi canggih pada sistem pertanian Banyuwangi dan

menurunnya minat generasi muda pada sektor ini. Sumbangan pertumbuhan

ekonomi tertinggi dari sektor pertanian adalah subsektor perikanan yang pada

tahun 2006 sebesar 7,94 persen.

Laju pertumbuhan ekonomi sektor pertambangan dan penggalian di

Kabupaten Banyuwangi mengalami fluktuasi dari tahun 2003 sampai dengan

2006. Pada tahun 2004, pertumbuhan ekonomi dari sektor pertambangan dan

penggalian bernilai negatif yaitu –0,60 persen. Hal ini disebabkan karena

pertumbuhan ekonomi dari subsektor pertambangan non migas bernilai negatif

sebesar -3,93 persen.

Laju pertumbuhan ekonomi sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas

dan air bersih, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor

keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa juga mengalami

fluktuasi. Secara keseluruhan, subsektor penyumbang terbesar bagi pertumbuhan

ekonomi Kabupaten Banyuwangi adalah subsektor jasa penunjang komunikasi


yang pada tahun 2006 sebesar 19,83 persen. Hal ini berdasarkan Tabel 4.8,

sebagai berikut:

Tabel 4.8. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Banyuwangi Menurut Sektor


Perekonomian Tahun 2003-2006 (%)

No. Sektor / Sub Sektor 2003 2004 2005 2006


1. PERTANIAN 4,03 3,91 3,73 3,51
1.1. Tanaman Bahan Makanan 4,85 5,30 4,59 3,25
1.2. Tanaman Perkebunan 2,43 1,72 2,17 2,64
1.3. Peternakan dan Hasilnya 4,29 2,47 2,74 3,84
1.4. Kehutanan 3,41 3,28 4,23 5,23
1.5. Perikanan 2,03 4,54 4,75 7,94
2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 1,53 -0,60 4,71 4,51
2.1. Pertambangan Non Migas 0,72 -3,93 6,69 0,43
2.2. Penggalian 2,33 2,66 2,90 8,39
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 3,50 2,90 3,00 3,50
3.1. Makanan, Minuman dan Tembakau 3,84 3,07 3,14 4,03
3.2. Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 1,40 1,08 1,06 4,77
3.3. Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya 4,29 4,90 5,09 2,91
3.4. Kertas dan Barang Cetakan 3,13 3,03 3,27 1,70
3.5. Pupuk Kimia dan Barang dari Karet 0,80 0,86 1,00 0,30
3.6. Semen dan Barang Galian Non Migas 4,71 3,95 6,00 2,49
3.7. Logam Dasar, Besi dan Baja 0,00 0,00 0,00 0,00
3.8. Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya 2,17 2,60 3,00 1,72
3.9. Barang Lainnya 1,67 1,81 2,25 1,77
4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 4,92 5,17 5,20 3,45
4.1. Listrik 5,06 5,32 5,33 3,43
4.2. Air Bersih 2,43 2,35 2,68 3,84
5. BANGUNAN 5,47 4,38 4,40 5,37
6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 6,02 6,20 6,47 8,19
6.1. Perdagangan 6,27 6,52 6,64 8,46
6.2. Hotel 4,73 4,51 4,81 1,55
6.3. Restoran 4,33 4,04 5,68 8,74
7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 4,98 5,13 5,36 5,24
7.1. Angkutan 4,88 5,00 5,14 4,68
7.1.1. Angkutan Rel 4,35 4,26 4,29 5,75
7.2.2. Angkutan Jalan Raya 4,05 4,01 4,02 1,72
7.2.3. Angkutan Laut 1,05 1,47 1,53 4,24
7.2.4. Angkutan Penyeberangan 5,99 6,03 6,96 7,60
7.2.5. Jasa Penunjang Angkutan 6,06 6,11 6,20 5,21
7.2. Komunikasi 6,16 6,59 7,76 11,39
7.2.1. Pos dan Telekomunikasi 4,36 4,70 5,65 8,54
7.2.2. Jasa Penunjang Komunikasi 12,89 13,12 14,53 19,83
8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA 2,11 1,90 2,30 5,08
PERUSAHAAN
8.1. Bank 0,98 2,37 2,71 9,84
8.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank 0,72 0,66 1,62 9,26
8.3. Sewa Bangunan 2,23 2,29 2,46 3,56
8.4. Jasa Perusahaan 4,95 2,41 2,69 1,72
9. JASA-JASA 2,45 2,44 2,65 6,55
9.1. Pemerintahan Umum 0,68 0,76 1,01 9,11
9.2. Swasta 4,30 4,14 4,25 4,14
9.2.1. Jasa Sosial Kemasyarakatan 3,32 3,39 3,42 2,38
9.2.2. Jasa Hiburan dan Kebudayaan 6,22 2,23 2,35 8,88
9.2.3. Jasa Perorangan dan Rumah Tangga 4,66 4,53 4,67 4,71
Total PDRB 4,18 4,04 4,31 5,01
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi Tahun 2003-2006.
4.6.3. Ekspor dan Impor Kabupaten Banyuwangi

Berdasarkan lampiran 3 didapat kesimpulan bahwa kegiatan ekspor di

Kabupaten Banyuwangi hanya ekspor non migas karena sumber migas di

Banyuwangi tidak cukup untuk memenuhi permintaan pasar regional.

Perkembangan ekspor non migas di Kabupaten Banyuwangi mengalami fluktuasi.

Dari segi jumlah ekspor, dapat diketahui bahwa pada tahun 2003 sampai dengan

2005 ekspor non migas Kabupaten Banyuwangi mengalami peningkatan, yaitu

38.512 ton dengan nilai ekspor US$ 85.845.068 pada tahun 2003, meningkat

sebesar 42.997 ton dengan nilai ekspor US$ 91.185.128 di tahun 2004 dan naik

lagi menjadi 47.741 ton dengan nilai ekspor US$ 104.036.714 pada tahun 2005,

tetapi nilai ini mengalami penurunan menjadi 35.573 ton dengan nilai ekspor US$

103.488.773 di tahun 2006.

Ekspor non migas tertinggi di Kabupaten Banyuwangi adalah udang.

Ekspor udang terus meningkat dari tahun 2003 sampai dengan 2006. Pada tahun

2003 ekspor udang sebanyak 6.455 ton dengan nilai ekspor US$ 41.802.799

meningkat sebesar 7.494 ton dengan nilai ekspor US$ 44.989.847 di tahun 2004,

nilai ini terus berkembang menjadi 14.379 ton dengan nilai ekspor US$

53.127.143 pada tahun 2005 dan perkembangan yang paling tinggi terjadi di tahun

2006 yaitu 14.728 ton dengan nilai ekspor sebesar US$ 59.236.621. Selain

diekspor ke wilayah Jawa Timur, udang Banyuwangi juga diekspor ke

mancanegara. Negara tujuan ekspor utama yaitu Thailand.

Impor di Kabupaten Banyuwangi berupa bahan baku pembuat besi baja

dan saus. Tetapi pihak importir mengirim barang-barang impor untuk kebutuhan

wilayah Banyuwangi melalui pelabuhan laut di Surabaya. Pihak importir tidak


melaporkan seberapa besar impor Banyuwangi pada Dinas Perindustrian dan

Perdagangan Kabupaten Banyuwangi. Pihak importir hanya melaporkan

kebutuhan impornya pada Pemerintah Propinsi Jawa Timur.


V. ANALISIS PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN
BANYUWANGI DALAM KONTEKS PEREKONOMIAN WILAYAH
PROVINSI JAWA TIMUR

5.1. Analisis Perubahan PDRB Kabupaten Banyuwangi dan Provinsi Jawa


Timur Tahun 2003-2006

Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi dipengaruhi oleh laju

pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang semakin meningkat

dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuwangi bernilai

positif di semua sektor perekonomian selama tahun 2003-2006. Nilai dari laju

pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuwangi tersebut sebesar 13,97 persen.

Tabel 5.1. Perubahan PDRB Kabupaten Banyuwangi Menurut Sektor


Perekonomian Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2003 dan
2006

Sektor PDRB Perubahan Persen


Perekonomian (juta rupiah) PDRB (%)
2003 2006 (juta rupiah)
Pertanian 3.589.040,79 4.004.208,37 415.167,58 11,57
Pertambangan dan
Penggalian 306.906,60 333.870,48 26.963,88 8,79
Industri Pengolahan 471.854,46 517.585,45 45.730,99 9,69
Listrik, Gas dan Air
Bersih 47.427,18 54.286,02 6.858,84 14,46
Bangunan 24.527,48 28.164,25 3.636,77 14,83
Perdagangan, Hotel
dan Restoran 1.666.109,65 2.038.200,05 372.090,40 22,33
Pengangkutan dan
Komunikasi 394.075,40 459.356,18 65.280,78 16,56
Keuangan,
Persewaan dan Jasa
Perusahaan 436.478,42 478.091,24 41.612,82 9,53
Jasa-jasa 430.484,22 482.345,10 51.860,88 12,05
Total 7.366.904,20 8.396.107,14 1.029.202,94 13,97
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi Tahun 2003 dan 2006 (diolah).
Berdasarkan Tabel 5.1, diketahui bahwa sumbangan sektor ekonomi

terhadap PDRB bernilai positif sehingga laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Banyuwangi juga bernilai positif. Hal itu akan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat Kabupaten

Banyuwangi. Pada tahun 2003, sektor ekonomi yang paling besar kontribusinya

terhadap PDRB Kabupaten Banyuwangi adalah sektor pertanian yaitu sebesar Rp.

3.589.040,79 juta dan meningkat menjadi Rp. 4.004.208,37 juta pada tahun 2006

atau meningkat 11,57 persen.

Sektor ekonomi yang paling rendah kontribusinya terhadap PDRB

Kabupaten Banyuwangi adalah sektor bangunan yaitu sebesar Rp. 24.527,48 juta

pada tahun 2003 dan mengalami sedikit peningkatan pada tahun 2006 menjadi Rp.

28.164,25 juta atau sekitar 14,83 persen. Laju pertumbuhan ekonomi terbesar

adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 22,33 persen dimana nilai

PDRB untuk sektor ini pada tahun 2003 sebesar Rp. 1.666.109,65 juta dan

meningkat menjadi Rp. 2.038.200,05 juta pada tahun 2006. Sedangkan laju

pertumbuhan ekonomi terendah adalah sektor pertambangan dan penggalian yaitu

sebesar 8,79 persen dengan perbedaan PDRB pada tahun 2003 sebesar Rp.

306.906,60 juta dan mengalami sedikit peningkatan menjadi Rp. 333.870,48 juta.

Laju pertumbuhan ekonomi terendah di Kabupaten Banyuwangi adalah sektor

pertambangan dan penggalian karena kegiatan penggalian di daerah ini tidak

dijadikan sebagai sumber mata pencaharian masyarakat dan kegiatan di sektor ini

kurang dikembangkan di Kabupaten Banyuwangi.

Perubahan PDRB paling besar terjadi di sektor pertanian sebesar Rp.

415.167,58 juta, hal itu didapat dari selisih nilai PDRB sektor pertanian pada
tahun 2006 sebesar Rp. 4.004.208,37 dan Rp. 3.589.040,79 juta pada tahun 2003.

Perubahan PDRB terendah yaitu di sektor bangunan sebesar Rp. 3.636,77 juta

yang didapat dari hasil selisih PDRB sektor bangunan pada tahun 2006 sebesar

Rp. 28.164,25 juta dan Rp. 24.527,48 juta pada tahun 2003.

Jika dilihat dari pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Timur, PDRB Jawa

Timur juga meningkat dalam periode waktu 2003-2006. Hal ini diindikasikan

dengan adanya laju pertumbuhan PDRB yang bernilai positif di semua sektor

perekonomian yaitu sebesar 18,50 persen (Tabel 5.2).

Tabel 5.2. Perubahan PDRB Provinsi Jawa Timur Menurut Sektor Perekonomian
Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2003 dan 2006

Sektor PDRB Perubahan Persen


Perekonomian (juta rupiah) PDRB (%)
2003 2006 (juta rupiah)
Pertanian 42.143.435,26 46.476.243,35 4.332.808,09 10,28
Pertambangan
dan 4.512.702,20 5.455.159,57 942.457,37 20,88
Penggalian
Industri
Pengolahan 64.133.626,56 72.786.972,17 8.653.345,61 13,49
Listrik, Gas
dan Air Bersih 4.016.156,12 4.610.041,67 593.885,55 14,79
Bangunan 8.447.765,37 9.030.294,53 582.529,16 6,89

Perdagangan,
Hotel dan 62.512.781,39 81.715.241,67 19.202.460,2 30,72
Restoran 8
Pengangkutan
dan 12.953.457,60 15.504.939,80 2.551.482,2 19,69
Komunikasi
Keuangan,
Persewaan dan
Jasa 2.872.815,67 26,75
Perusahaan 10.738.413,30 13.611.228,97
Jasa-jasa 19.426.120,74 22.048.439,03 2.622.318,29 13,49
Total 228.884.458,54 271.238.560,75 42.354.102,2 18,50
Sumber: BPS Tahun 2003 dan 2006 (diolah).
Berdasarkan Tabel 5.2, sektor perekonomian yang menyumbangkan

PDRB terendah adalah sektor listrik, gas dan air bersih sebesar Rp. 4.016.156,12

juta dan sedikit mengalami peningkatan pada tahun 2006 yaitu Rp. 4.610.041,67

juta atau 14,79 persen. Sedangkan sektor perekonomian yang paling tinggi

kontribusinya terhadap PDRB Provinsi Jawa Timur adalah sektor industri

pengolahan sebesar Rp. 64.133.626,56 pada tahun 2003 dan mengalami

peningkatan menjadi Rp. 72.786.972,17 juta pada tahun 2006 atau sebesar 13,49

persen.

Perubahan PDRB paling besar terjadi di sektor perdagangan, hotel dan

restoran yaitu Rp. 19.202.460,28 juta yang didapat dari selisih nilai PDRB sektor

perdagangan, hotel dan restoran pada tahun 2006 sebesar Rp. 81.715.241,67 juta

dan Rp. 62.512.781,39 juta pada tahun 2003. Perubahan PDRB terendah adalah

sektor bangunan yaitu Rp. 582.529,16 juta, hal ini diperoleh dari selisih antara

nilai PDRB sektor bangunan tahun 2006 sebesar Rp. 9.030.294,53 juta dan Rp.

8.447.765,37 juta pada tahun 2003. Laju pertumbuhan ekonomi terbesar adalah

sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 30,72 persen yang diperoleh dari

nilai PDRB sektor perdagangan, hotel dan restoran pada tahun 2003 sebesar Rp.

62.512.781,39 juta dan Rp. 81.715.241,67 juta pada tahun 2006. Sedangkan laju

pertumbuhan ekonomi paling rendah terjadi pada sektor bangunan yaitu 6,89

persen yang didapat dari hasil perhitungan nilai PDRB sektor bangunan pada

tahun 2003 sebesar Rp. 8.447.765,37 juta dan Rp. 9.030.294,53 juta pada tahun

2006.

Sumbangan sektor industri pengolahan terbesar di tahun 2003 yaitu Rp.

64.133.626,56 juta dan pada tahun 2006 terjadi perubahan sektor penyumbang
terbesar pada PDRB Provinsi Jawa Timur yaitu sektor perdagangan, hotel dan

restoran sebesar Rp. 81.715.241,67 juta. Hal itu disebabkan hampir sebagian besar

wilayah Jawa Timur didominasi oleh daerah pesisir dan terjadi kegiatan distribusi

barang dan orang dari Provinsi Jawa Timur ke Provinsi lainnya. Oleh karena itu,

perekonomian Provinsi Jawa Timur berkembang dengan pesat.

5.2. Rasio PDRB Kabupaten Banyuwangi dan Provinsi Jawa Timur Tahun
2003-2006

Kontribusi sektor perekonomian di Kabupaten Banyuwangi maupun

Provinsi Jawa Timur seluruhnya mengalami peningkatan pada periode 2003-2006.

Tiap sektor ekonomi, baik itu pada PDRB Kabupaten Banyuwangi maupun

Provinsi Jawa Timur memiliki rasio yang berbeda-beda. Rasio sektor

perekonomian Kabupaten Banyuwangi dan Provinsi Jawa Timur disajikan dalam

bentuk nilai Ra, Ri dan ri.

Nilai Ra didasarkan pada perhitungan selisih antara jumlah PDRB

Provinsi Jawa Timur tahun 2006 dengan jumlah PDRB Provinsi Jawa Timur

tahun 2003 dibagi dengan jumlah PDRB Provinsi Jawa Timur pada tahun 2003.

Antara tahun 2003-2006, nilai Ra sebesar 0,18 (Tabel 5.3). Hal ini menunjukkan

bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur meningkat sebesar 0,18.


Tabel 5.3. Rasio PDRB Kabupaten Banyuwangi dan PDRB Provinsi Jawa Timur
(Nilai Ra, Ri dan ri)

Sektor Perekonomian Ra Ri ri
Pertanian 0,18 0,10 0,11
Pertambangan dan Penggalian 0,18 0,21 0,08
Industri Pengolahan 0,18 0,13 0,09
Listrik, Gas dan Air Bersih 0,18 0,15 0,14
Bangunan 0,18 0,07 0,14
Perdagangan, Hotel dan Restoran 0,18 0,31 0,22
Pengangkutan dan Komunikasi 0,18 0,19 0,16
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,18 0,27 0,09
Jasa-jasa 0,18 0,14 0,12
Sumber: BPS Tahun 2003 dan 2006 (diolah).

Nilai Ri dihitung berdasarkan selisih antara PDRB Provinsi Jawa Timur

sektor i pada tahun 2006 dengan PDRB Provinsi Jawa Timur sektor i pada tahun

2003 dibagi dengan PDRB Provinsi Jawa Timur sektor i pada tahun 2003. Nilai

Ri di seluruh sektor perekonomian Provinsi Jawa Timur seluruhnya bernilai

positif, karena terjadi peningkatan kontribusi pada masing-masing sektor

perekonomian.

Nilai Ri paling besar terdapat pada sektor perdagangan, hotel dan restoran

yaitu sebesar 0,31. Hal ini dikarenakan mulai tahun 2006 banyak investor yang

berlomba-lomba menanamkan modal ke Provinsi Jawa Timur terutama di sektor

perdagangan, hotel dan restoran. Sedangkan nilai Ri terkecil terdapat pada sektor

bangunan yaitu 0,07.

Nilai ri dihitung berdasarkan selisih antara PDRB sektor i di Kabupaten

Banyuwangi tahun 2006 dengan PDRB Kabupaten Banyuwangi sektor i tahun

2003 dibagi dengan PDRB Kabupaten Banyuwangi sektor i tahun 2003. Seluruh

sektor ekonomi di Kabupaten Banyuwangi mengalami peningkatan kontribusi

sehingga seluruh nilai ri yang diperoleh bernilai positif. Nilai ri terbesar terdapat
pada sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 0,22 sedangkan nilai ri

terkecil terdapat pada sektor pertambangan dan penggalian sebesar 0,08.

5.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Banyuwangi


Tahun 2003-2006

Dalam pembangunan daerah Banyuwangi, faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan sektor-sektor perekonomiannya adalah komponen pertumbuhan

wilayah. Ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut yaitu pertumbuhan

regional (PR), pertumbuhan proporsional (PP) dan pertumbuhan pangsa wilayah

(PPW). Jika ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut bernilai positif,

maka laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Banyuwangi semakin

meningkat dari tahun ke tahun.

Tabel 5.4. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Kabupaten


Banyuwangi Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional, Tahun
2003-2006

Sektor Perekonomian PRij


(Juta Rupiah) Persen (%)
Pertanian 646.027,34 18,50
Pertambangan dan Penggalian 55.243,19 18,50
Industri Pengolahan 84.933,80 18,50
Listrik, Gas dan Air Bersih 8.536,89 18,50
Bangunan 4.414,95 18,50
Perdagangan, Hotel dan Restoran 299.899,74 18,50
Pengangkutan dan Komunikasi 70.933,57 18,50
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 78.566,12 18,50
Jasa-jasa 77.487,16 18,50
Total 1.326.042,76 18,50
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi Tahun 2003 dan 2006 (diolah).

Komponen pertumbuhan proporsional sebagai pengaruh pertama

menjelaskan hasil kali rasio PDRB Provinsi Jawa Timur dengan PDRB

Kabupaten Banyuwangi sektor i pada tahun 2003. Pengaruh pertumbuhan regional


menjelaskan perubahan kebijakan ekonomi regional yang mempengaruhi

perekonomian semua sektor di Kabupaten Banyuwangi. Sehingga persentase

komponen PR sama dengan persentase laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa

Timur, yaitu sebesar 18,50 persen. Artinya, jika ditinjau secara keseluruhan,

pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur tahun 2003-2006 telah

mempengaruhi peningkatan PDRB Kabupaten Banyuwangi sebesar Rp.

1.326.042,76 juta (18,50 persen).

Pada tabel 5.4, secara sektoral peningkatan kontribusi terbesar terdapat

pada sektor pertanian sebesar Rp. 646.027,34 juta. Hal ini mengindikasikan

bahwa sektor pertanian sangat dipengaruhi oleh perubahan kebijakan Pemerintah

Provinsi Jawa Timur, yang berarti bahwa apabila terjadi perubahan kebijakan di

tingkat Provinsi Jawa Timur, maka kontribusi sektor pertanian beserta

subsektornya akan mengalami perubahan. Hal ini menjelaskan bahwa kebijakan

ekonomi Pemerintah Provinsi Jawa Timur sangat mempengaruhi besar kecilnya

kontribusi terhadap sektor pertanian Kabupaten Banyuwangi. Komponen PR

terkecil yaitu sektor bangunan sebesar Rp. 4.414,95 juta.

Komponen pertumbuhan proporsional sebagai pengaruh kedua

menjelaskan selisih antara Ri dan Ra, hasil selisih itu dikalikan dengan PDRB

Kabupaten Banyuwangi sektor i tahun 2003. Hasil dari perhitungan komponen

pertumbuhan proporsional dijelaskan pada tabel 5.5, sebagai berikut:


Tabel 5.5. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Kabupaten
Banyuwangi Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional,
Tahun 2003-2006

Sektor Perekonomian PPij


(Juta Rupiah) Persen (%)
Pertanian -287.123,26 -7,99
Pertambangan dan Penggalian 9.207,19 2,99
Industri Pengolahan -23.592,72 -4,99
Listrik, Gas dan Air Bersih -1.422,82 -3,00
Bangunan -2.698,02 -10,99
Perdagangan, Hotel dan Restoran 216.594,25 12,99
Pengangkutan dan Komunikasi 3.940,75 0,99
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 39.283,06 9,00
Jasa-jasa -17.219,37 -4,00
Total -63.030,94 -0,86
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi Tahun 2003 dan 2006 (diolah).

Sektor yang mengalami penurunan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten

Banyuwangi adalah sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor listrik,

gas, dan air bersih, sektor bangunan, serta sektor jasa-jasa. Sektor yang

mempunyai nilai PP terbesar (PPij > 0) adalah sektor perdagangan, hotel dan

restoran sebesar Rp. 216.594,25 juta, sektor ini sangat baik dikembangkan di

Kabupaten Banyuwangi karena sektor ini mengalami pertumbuhan yang cepat.

Sektor pertanian merupakan sektor yang paling besar sumbangannya

terhadap PDRB Kabupaten Banyuwangi, tetapi pertumbuhan sektor ini lebih

lambat dari sektor perdagangan, hotel dan restoran hal ini dapat ditunjukkan

dengan adanya nilai PP sektor pertanian sebesar Rp. -287.123,26 juta. Laju

perubahan pertumbuhan proporsional tidak sama. Hal itu sangat berbeda dengan

laju pertumbuhan regional yang sama untuk semua sektor perekonomian. Laju

pertumbuhan proporsional terbesar terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan

restoran sebesar 12,99 persen.


Tabel 5.6. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Kabupaten
Banyuwangi Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah,
Tahun 2003-2006

Sektor Perekonomian PPWij


(Juta Rupiah) Persen (%)
Pertanian 35.890,41 1,00
Pertambangan dan Penggalian -39.897,86 -13,00
Industri Pengolahan -18.874,18 -4,00
Listrik, Gas dan Air Bersih -474,27 -0,99
Bangunan 1.716,92 6,99
Perdagangan, Hotel dan Restoran -149.949,87 -9,00
Pengangkutan dan Komunikasi -11.822,26 -2,99
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan -78.566,12 -18,00
Jasa-jasa -8.609,68 -1,99
Total -270.586,91 -3,67
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi Tahun 2003 dan 2006 (diolah).

Jika PPWij > 0, maka sektor i di Kabupaten Banyuwangi tergolong

mempunyai daya saing baik, sedangkan jika PPWij < 0, maka sektor i tersebut

digolongkan yang mempunyai daya saing kurang baik. Sektor yang berdaya saing

rendah adalah sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan,

sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor

pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan,

serta sektor jasa-jasa. Sektor-sektor tersebut mempunyai daya saing yang kurang

baik jika dibandingkan dengan sektor yang sama di kabupaten lain.

Sektor yang memiliki PPWij terendah adalah sektor keuangan, persewaan

dan jasa perusahaan yaitu -18 persen. Sedangkan sektor yang mempunyai PPWij

terbesar adalah sektor bangunan yaitu 6,99 persen.


5.4. Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan Sektor-sektor
Perekonomian Kabupaten Banyuwangi

Pergeseran bersih adalah hasil penjumlahan dari nilai pertumbuhan

proporsional dan pertumbuhan pangsa wilayah. Berdasarkan Tabel 5.7, terdapat

delapan sektor yang memiliki nilai PB yang negatif (sektor pertanian, sektor

pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan

air bersih, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor

keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa) dan satu sektor

yang memiliki PB positif yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Pada kuadran di atas terdapat garis yang memotong Kuadran II dan

Kuadran IV yang membentuk sudut 450. Garis tersebut merupakan garis yang

menunjukkan nilai pergeseran bersih. Di sepanjang garis tersebut pergeseran

bersih bernilai nol (PB = 0). Bagian atas garis tersebut menunjukkan PB > 0 yang

mengindikasikan bahwa sektor-sektor tersebut pertumbuhannya progresif (maju).

Sebaliknya, di bawah garis 450 berarti PB < 0 menunjukkan bahwa sektor-sektor

tersebut pertumbuhannya lamban.

Pertanian
Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian
Pertambangan dan Penggalian
10
Industri Pengolahan
5
Listrik, Gas dan Air Bersih
0
-15 -10 -5 0 5 10 15 Bangunan
PPij

-5

-10
Perdagangan, Hotel dan Restoran

-15 Pengangkutan dan Komunikasi

-20 Keuangan, Persewaan dan Jasa


Perusahaan
PPWij Jasa-Jasa

Gambar 5.1. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian Kabupaten Banyuwangi


Bagian atas garis menunjukkan PB > 0 yang mengindikasikan bahwa

terdapat satu sektor yang memiliki PB positif yaitu sektor perdagangan, hotel dan

restoran dan termasuk kelompok sektor progresif (maju). Sedangkan PB < 0

mengindikasikan bahwa terdapat delapan sektor yang memiliki PB negatif dan

termasuk kelompok sektor lamban. Kedelapan sektor tersebut adalah sektor

pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor

listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi,

sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa.

Profil pertumbuhan sektor perekonomian digunakan untuk mengevaluasi

pertumbuhan sektor perekonomian di wilayah Kabupaten Banyuwangi pada kurun

waktu yang telah ditentukan. Pada sumbu horizontal terdapat PP sebagai absis

sedangkan pada sumbu vertikal terdapat PPW sebagai ordinat yang dapat dilihat

pada Gambar 5.1.

Tabel 5.7. Pergeseran Bersih Kabupaten Banyuwangi, Tahun 2003 dan 2006

Sektor Perekonomian PBij


(Juta Rupiah) Persen (%)
Pertanian -251.232,85 -6,99
Pertambangan dan Penggalian -30.690,67 -10,00
Industri Pengolahan -42.466,90 -8,99
Listrik, Gas dan Air Bersih -1.897,09 -4,00
Bangunan -981,10 -4,00
Perdagangan, Hotel dan Restoran 66.644,38 3,99
Pengangkutan dan Komunikasi -7.881,51 -2,00
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan -39.283,06 -9,00
Jasa-jasa -25.829,05 -5,99
Total -248.684,05 -3,38
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi Tahun 2003 dan 2006 (diolah).

Kuadran I merupakan kuadran dimana PP dan PPW sama-sama bernilai

positif. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor di wilayah yang bersangkutan

memiliki pertumbuhan yang cepat (PP > 0) dan memiliki daya saing yang lebih
baik apabila dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya (PPW > 0). Tidak ada

sektor yang ada di kuadran I pada profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian

Kabupaten Banyuwangi.

Kuadran II menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah yang

bersangkutan pertumbuhannya cepat (PP > 0), tetapi daya saing wilayah untuk

sektor-sektor tersebut dibandingkan dengan wilayah lainnya kurang baik (PPW <

0). Sektor yang ada di kuadran II adalah sektor pertambangan dan penggalian,

sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi,

serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

Kuadran III merupakan kuadran dimana PP dan PPW bernilai negatif. Hal

ini menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah yang bersangkutan

memiliki pertumbuhan yang lambat (PP < 0) dengan daya saing yang kurang baik

jika dibandingkan dengan wilayah lain (PPW < 0). Yang termasuk ke dalam

kuadran III adalah sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih,

serta sektor jasa-jasa.

Kuadran IV menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi pada wilayah yang

bersangkutan memiliki pertumbuhan lambat (PP < 0), tetapi daya saing wilayah

untuk sektor-sektor tersebut baik jika dibandingkan dengan wilayah lainnya (PPW

> 0). Sektor yang termasuk dalam kuadran IV adalah sektor pertanian dan sektor

bangunan.
5.5. Sektor Unggulan

Yang termasuk sektor unggulan di Kabupaten Banyuwangi adalah:

1. Sektor Pertanian

Selama kurun waktu 2003-2006, nilai koefisien LQ > 1, artinya bahwa sektor

ini merupakan sektor basis yang cenderung mengekspor ke daerah lain. Hal ini

didukung dengan adanya sistem kawasan pertanian beirigasi teknis, dan

pemerintah Kabupaten Banyuwangi lebih memfokuskan pembangunan

berkelanjutan Banyuwangi pada sektor pertanian (beras dan holtikultura),

perikanan tangkap, serta perkebunan (tanaman tahunan dan musiman). Pada

tahun 2008, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mencanangkan program

“Lumbung Padi Nasional” di wilayah Banyuwangi dengan menjadikan

Kabupaten Banyuwangi sebagai wilayah penghasil padi di Indonesia.

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi tidak memperbolehkan petani

Banyuwangi untuk menanam selain padi.

2. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Selama kurun waktu 2003-2006, nilai koefisien LQ > 1, artinya bahwa sektor

ini merupakan sektor basis yang cenderung mengekspor ke daerah lain.

Karena di daerah Banyuwangi terdapat sumber penggalian batu gamping,

batuan kuarsa serisit sebagai bahan baku dan campuran keramik, dan

penambangan belerang di Kawah Ijen. Hasil penambangan tersebut akan

diekspor ke daerah lain. Pada tahun 2001, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi

bekerja sama dengan Negara Inggris menemukan tambang emas di daerah

Pesanggaran (Daerah Banyuwangi bagian selatan) dan untuk kegiatan

penggaliannya masih dipertimbangkan agar tidak merugikan masyarakat.


3. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

Selama kurun waktu 2003-2006, nilai koefisien LQ > 1, artinya bahwa sektor

ini merupakan sektor basis yang cenderung mengekspor ke daerah lain. Mulai

tahun 2006, perusahaan di Banyuwangi telah banyak jumlahnya karena para

investor berlomba-lomba untuk menanamkan sahamnya di Banyuwangi. Hal

itu dikarenakan Banyuwangi sebagai daerah yang strategis penghubung antara

Pulau Jawa dengan Pulau Bali. Isu yang sedang hangat pada sektor keuangan

di daerah Banyuwangi yaitu adanya Sisa lebih Perhitungan Anggaran (SIRPA)

bernilai kurang lebih Rp. 130 milyar yang diperoleh dari efisiensi penggunaan

anggaran dan pada tahun 2007 dana tersebut dianggarkan untuk pembiayaan

dana pembangunan tahun 2008 yang mengarah ke infrastruktur yaitu untuk

jalan di pedesaan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan di

Banyuwangi.

5.6. Sektor Non Unggulan

Sedangkan sektor non unggulan di Kabupaten Banyuwangi antara lain:

1. Sektor Industri Pengolahan

Selama kurun waktu 2003-2006, nilai koefisien LQ < 1, artinya bahwa sektor

ini merupakan sektor non basis dan cenderung mengimpor dari daerah lain.

Hal ini diakibatkan dari tingginya biaya produksi terutama tingginya harga

bahan baku.
2. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih

Selama kurun waktu 2003-2006, nilai koefisien LQ < 1, artinya bahwa sektor

ini merupakan sektor non basis. Karena kurangnya fasilitas pada sektor ini

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Banyuwangi.

3. Sektor Bangunan

Selama kurun waktu 2003-2006, nilai koefisien LQ < 1, artinya bahwa sektor

ini merupakan sektor non basis dan cenderung mengimpor dari daerah lain.

4. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Selama kurun waktu 2003-2006, nilai koefisien LQ < 1, artinya bahwa sektor

ini merupakan sektor non basis dan cenderung mengimpor dari daerah lain.

5. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Nilai koefisien LQ < 1, artinya bahwa sektor ini merupakan sektor non basis

dan cenderung mengimpor dari daerah lain.

6. Sektor Jasa-Jasa

Nilai koefisien LQ < 1, artinya bahwa sektor ini merupakan sektor non basis

dan cenderung mengimpor dari daerah lain. Sebagian tenaga kerja

Banyuwangi yang bekerja di sektor jasa berasal dari luar daerah. Yang

dimaksud jasa-jasa disini adalah baik itu jasa-jasa yang disediakan oleh

pemerintah, ataupun jasa-jasa yang disediakan oleh pihak swasta.


Tabel 5.8. Nilai Kuosien Lokasi di Kabupaten Banyuwangi, Tahun 2003-2006

Sektor Perekonomian 2003 2004 2005 2006


Pertanian 2,65 2,72 2,77 2,78
Pertambangan dan Penggalian 2,11 2,09 2,04 1,98
Industri Pengolahan 0,23 0,23 0,23 0,23
Listrik, Gas dan Air Bersih 0,37 0,38 0,02 0,38
Bangunan 0,09 0,09 0,09 0,10
Perdagangan, Hotel dan Restoran 0,83 0,82 0,81 0,81
Pengangkutan dan Komunikasi 0,95 0,95 0,96 0,96
Keuangan, Persewaan dan Jasa 1,26 1,19 1,15 1,13
Perusahaan
Jasa-jasa 0,69 0,69 0,69 0,71
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi Tahun 2003-2006 (diolah).
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis shift share dan metode location quotient didapat

kesimpulan bahwa:

1. Sektor perekonomian Kabupaten Banyuwangi yang menunjukkan

pertumbuhan terbesar pada periode waktu 2003-2006 adalah sektor

perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi,

sektor bangunan serta sektor listrik, gas dan air bersih. Sedangkan sektor

perekonomian yang memiliki tingkat petumbuhan terkecil adalah sektor

pertambangan dan penggalian. Hal ini dikarenakan mata pencaharian

masyarakat Kabupaten Banyuwangi tidak didominasi oleh kegiatan

produksi di sektor pertambangan dan penggalian, melainkan di sektor

pertanian.

2. Analisis PDRB Kabupaten Banyuwangi tahun 2003-2006 menunjukkan

bahwa telah terjadi pergeseran struktur ekonomi di Kabupaten

Banyuwangi, dari perekonomian yang didominasi sektor-sektor sekunder

ke perekonomian yang didominasi sektor-sektor tersier. Hal ini

ditunjukkan dengan peranan sektor tersier yang terus meningkat melalui

besarnya kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Banyuwangi, diikuti

dengan sektor sekunder, kemudian sektor primer.

3. Pergeseran bersih menentukan maju atau lambatnya pertumbuhan sektor-

sektor di suatu wilayah. Terdapat satu sektor yang bersifat progresif yaitu

sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor pertanian merupakan sektor


yang paling besar sumbangannya terhadap PDRB Kabupaten Banyuwangi,

tetapi pertumbuhan sektor ini lebih lambat dari sektor perdagangan, hotel

dan restoran.

4. Hasil analisis dengan menggunakan metode location quotient

menunjukkan bahwa di Kabupaten Banyuwangi terdapat tiga sektor

unggulan. Sektor unggulan tersebut adalah sektor pertanian, sektor

pertambangan dan penggalian serta sektor keuangan, persewaan dan jasa

perusahaan.

6.2. Saran

1. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sebaiknya memperhatikan dan

mengembangkan sektor tersier yaitu sektor perdagangan, hotel dan

restoran dengan tidak mengabaikan sektor pertanian. Langkah-langkah

untuk mengembangkan sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan

cara peningkatan fasilitas yang dapat menunjang kegiatan perdagangan,

hotel dan restoran serta memperbaiki sarana infrastruktur penunjang sektor

ini. Sebagai contoh, pembangunan bandara bila terwujud akan

melancarkan pemasaran barang maupun jasa dari produsen ke konsumen

serta akan menambah kunjungan wisata baik dari dalam negeri maupun

dari mancanegara.

2. Berdasarkan analisis sektor unggulan, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi

sebaiknya memperhatikan sektor non basis seperti sektor perdagangan,

hotel dan restoran karena sektor-sektor itu memiliki pertumbuhan yang

cepat dan sektor bangunan yang memiliki daya saing baik melalui
peningkatan pelayanan masyarakat dengan penambahan infrastruktur serta

sarana dan prasarana sektor tersebut. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi

sebaiknya menambah anggaran daerah untuk sektor perhotelan dan lebih

mempromosikan pariwisata Banyuwangi dalam ruang lingkup nasional.


DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, R. H. 2005. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Edisi I. Graha Ilmu,


Yogyakarta.
Arsyad, L. 1999. Ekonomi Pembangunan. Edisi IV. Bagian Penerbitan Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta.
Azis, I. J. 1994. Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indonesia;
diedit oleh Marsudi Djojodipuro. Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 1994. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten
Banyuwangi Tahun 1994-1998. Badan Pusat Statistik, Banyuwangi.
1996. PDRB Provinsi Jawa Timur Tahun 1996-1999.
Badan Pusat Statistik, Jakarta.
1998. PDRB Kabupaten Banyuwangi Tahun 1998-1999.
Badan Pusat Statistik, Banyuwangi.
2000. PDRB Kabupaten Banyuwangi Tahun 2000-2006.
Badan Pusat Statistik, Banyuwangi.
2005. Kabupaten Banyuwangi dalam Angka 2005-2006.
Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Boediono. 1982. Teori Pertumbuhan Ekonomi. FE-UGM, Yogyakarta.
Djojohadikusumo, S. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi: Dasar Teori
Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. LP3S, Jakarta.
Harisman, B. 2007. Analisis Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor-Sektor
Unggulan di Provinsi Lampung Periode 1993-2003. [Skripsi]. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, IPB, Bogor.
Jhingan, M. L. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan; penerjemah D.
Guritno. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Mahila. 2007. Pembangunan Ekonomi Wilayah. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Bogor.
Mankiw, N. G. 2003. Teori Makroekonomi; penerjemah Nurmawan, I. Erlangga,
Jakarta.
Priyarsono, D.S. dan Sahara. 2006. Modul Mata Kuliah Ekonomi Regional.
Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB.
Sjahrir. 1992. Analisis Ekonomi Indonesia. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Sondari, D. 2007. Analisis Sektor Unggulan dan Kinerja Ekonomi Provinsi Jawa
Barat. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Bogor.
Tarigan, R. 2005. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. PT Bumi Aksara.
Jakarta.
Todaro, M. P. dan S. C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia ke-3.
Erlangga, Jakarta.
Usya, N. 2006. Analisis Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di
Kabupaten Subang. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Bogor.
Wahyuni, N. 2007. Analisis Pertumbuhan Sektor-Sektor Ekonomi Kota
Tangerang Pada Masa Otonomi Daerah (2001-2005). [skripsi].
Perpustakaan IPB, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai