1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang berdampak buruk bagi kesehatan diantaranya
Konsumsi tembakau sering kali menciptakan pengeluaran untuk rokok.
lingkaran setan kemiskinan. Konsumsi tembakau Dalam upaya mengendalikan konsumsi rokok
dapat meningkatkan kemiskinan karena sumber diperlukan pemahaman terhadap hubungan antara
pendapatan keluarga miskin yang terbatas justru kemiskinan dan konsumsi rokok serta fakta terkait
dibelanjakan untuk konsumsi tembakau, dan bukan dengan rokok di Indonesia. Penelitian tentang pola
untuk kebutuhan pokok, seperti makanan, biaya konsumsi rokok di rumah tangga miskin masih sangat
pendidikan anak, biaya kesehatan dan upaya terbatas (Firdaus dan Suryaningsih(2010); Triana
meningkatkan gizi anak-anak dan keluarga (Irawan, (2011)).
2005;2). Hal senada disampaikan oleh Ahsan (2012) Pada tahun 2010, sejumlah 190,260 penduduk
bahwa konsumsi tembakau merupakan perangkap Indonesia meninggal karena penyakit terkait
kemiskinan. Bagi keluarga miskin, sedikit saja konsumsi tembakau atau 12,7 persen dari total
pengalihan sumber pendapatan yang terbatas akan kematian (Kosen, 2012). Kosen juga menjelaskan
berdampak besar terhadap status kesehatan dan gizi bahwa secara makro, pengeluaran tembakau di
mereka. Indonesia tahun 2010 menyebabkan pengeluaran
Ancaman konsumsi tembakau untuk kesehatan, yang tidak perlu sebesar 231,27 trilyun rupiah, yang
ekonomi, dan sosial masyarakat kini semakin nyata. terdiri dari 138 trilyun rupiah untuk pembelian rokok,
Tingginya prevalensi perokok di Indonesia dewasa ini 2,11 trilyun rupiah untuk biaya perawatan medis
sangat memprihatinkan. Seperti yang dilansir Bisnis rawat inap dan rawat jalan, dan 91,16 trilyun rupiah
Indonesia (2 Januari 2012) bahwa rokok kretek filter kerugian akibat kehilangan produktivitas karena
memberikan sumbangan terbesar kedua pada Garis kematian premature dan morbiditas-disabilitas.
Kemiskinan yang dihitung oleh Badan Pusat Statistik Sementara realisasi penerimaan cukai hasil tembakau
(BPS). Sungguh mengkhawatirkan bahwa di dalam pada tahun 2010 hanya sebesar 63 trilyun rupiah.
pengeluaran makanan, banyak penduduk miskin yang Rumah tangga di Indonesia yang mengkonsumsi
membelanjakan pendapatannya untuk hal-hal yang rokok pada tahun 2003 mencapai 60 persen. Pada
tahun 2003-2006 pengeluaran rumah tangga per
bulan untuk membeli rokok meningkat, dari 42,4 ribu 2. TINJAUAN PUSTAKA
rupiah pada tahun 2003 menjadi 52,3 ribu rupiah 2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi
pada tahun 2006. Sementara, pada tahun 2006 Rokok
pengeluaran rumah tangga termiskin untuk rokok Studi yang dilakukan Ross dan Chaloupka (2002)
hanya terkalahkan oleh pengeluaran untuk padi- menerangkan bahwa konsumsi rokok dipengaruhi
padian. oleh harga rokok, harga barang lain, dan pendapatan
per kapita. Sementara hasil studi Hidayat dan
Tabel 1. Urutan Lima Besar Pengeluaran Rumah Thabrany (2010) menyatakan bahwa harga barang
Tangga Termiskin (%), di Indonesia, lain yang dapat mempengaruhi konsumsi rokok
Tahun 2003-2006 adalah alkohol, serta variabel status pekerjaan. Hasil
Tahun tersebut sejalan dengan Wang, et.al.(2005) yang
Jenis menemukan bahwa di Cina, alkohol merupakan
No.
Pengeluaran 2003 2004 2005 2006 komplemen dari rokok. Hal tersebut ditunjukkan dari
1 Padi-padian 19,01 19,19 20,16 22,10 adanya peningkatan persentase konsumsi rokok
Tembakau ketika pengeluaran untuk alkohol meningkat.
dan Sirih Hasil yang sedikit berbeda dikemukakan oleh
2 11,78 11,55 12,43 11,89 Wilkins, et.al.(2000), yang menyatakan bahwa
(termasuk
rokok) variabel karakteristik individu dan rumah tangga yang
mempengaruhi konsumsi rokok adalah umur,
Listrik,
pendidikan, dan agama, sedangkan variabel
3 Telpon dan 8,29 9,08 6,68 10,95
pengendalian tembakau yang dapat mempengaruhi
BBM
konsumsi rokok diantaranya adalah adanya fasilitas
Sewa dan
4 7,37 8,84 8,31 8,82 kesehatan dan akses terhadap iklan lewat media
Kontrak
elektronik. Hasil penelitian yang dilakukan Harahap
5 Ikan 6,15 6,43 6,89 6,75
(2003), menyatakan bahwa faktor sosial demografi
Sumber: Diolah dari Susenas 2003-2006
yang secara signifikan mempengaruhi jumlah
konsumsi rokok adalah umur, pendidikan, jenis
Hasil studi Irawan (2005) dan Ahsan (2012)
kelamin dan status perkawinan.
menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kecanduan
Penelitian mengenai konsumsi rokok pada
perokok, semakin miskin kondisi perekonomian
rumah tangga miskin di Pulau Jawa yang telah
keluarga. Porsi belanja rokok yang semakin besar
dilakukan oleh Firdaus dan Suryaningsih (2010) serta
akan mengurangi kemampuan keluarga untuk
Triana (2011) menggunakan model dan variabel
mencukupi kebutuhan lain, seperti makanan, biaya
sosial demografi yang berbeda. Menurut Firdaus dan
pendidikan anak, biaya kesehatan dan upaya
Suryaningsih (2010) faktor-faktor yang
meningkatkan gizi anak-anak dan keluarga,
mempengaruhi konsumsi rokok rumah tangga miskin
pengobatan, terlebih menabung. Hasil studi yang
adalah pendapatan rumah tangga sebulan, jumlah
hampir sama dikemukakan Efroymson, et.al. (2001),
anggota rumah tangga yang dewasa (18 tahun ke
pengeluaran untuk konsumsi rokok akan
atas), dan konsumsi non rokok rumah tangga miskin
mengakibatkan kemiskinan dan secara signifikan
sebulan. Sementara menurut Triana (2011) faktor-
menurunkan standar hidup keluarga miskin.
faktor yang mempengaruhi konsumsi rokok adalah
Berbagai kebijakan diambil oleh pemerintah
jumlah anggota rumah tangga, tipe wilayah tempat
untuk mengendalikan konsumsi rokok, diantaranya
tinggal, dan pendidikan kepala rumah tangga sebagai
dengan menaikkan cukai rokok, sehingga harga rokok
variabel kontrol dalam model konsumsi rokok.
dari tahun ke tahun terus meningkat. Pemerintah
Menurut Ulfah (2012), ternyata salah satu faktor
terus berusaha menaikan cukai yang diharapkan
yang menyebabkan pesatnya konsumsi rokok adalah
dapat menurunkan konsumsi rokok masyarakat
kapasitas pengetahuan yang tidak memadai tentang
secara efektif. Di sisi lain program pengentasan
dampak negatif atau bahaya rokok bagi kesehatan. Hal
kemiskinan dilakukan dengan cara menaikkan
tersebut didasarkan pada pendataan laju
pendapatan mereka. Namun, kenaikan pendapatan
pertumbuhan konsumsi rokok dari masyarakat
tersebut diduga akan diikuti kenaikan konsumsi rokok
tingkat elit sampai ke bawah. Data menunjukkan
rumah tangga.
adanya penurunan konsumsi rokok di kalangan
Berdasarkan latar belakang permasalahan di
masyarakat elit dengan kapasitas pengetahuan yang
atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
memadai, dan justru meningkat secara signifikan pada
mengetahui konsumsi rokok rumah tangga miskin
masyarakat strata rendah yang merasa tabu terhadap
ketika terjadi kenaikan pendapatan dan harga rokok,
pengetahuan tentang bahaya rokok.
serta untuk mengetahui belanja komoditi yang
dikorbankan rumah tangga miskin ketika konsumsi
rokok meningkat. 2.2. Fungsi Permintaan Konsumen
Permintaan konsumen adalah jumlah barang
yang diminta (diinginkan) oleh konsumen pada
berbagai tingkat harga dan periode waktu tertentu.
Apabila terjadi kenaikan harga pada suatu barang,
maka jumlah barang yang diminta oleh konsumen pemakai, proporsi kenaikan harga terhadap
akan turun, ceteris paribus. Teori permintaan pendapatan konsumen, jangka waktu, dan tingkat
konsumen neoklasik menjelaskan bahwa konsumen harga. Semakin sulit mencari substitusi suatu barang,
baik individu maupun rumah tangga harus membuat permintaan terhadap barang tersebut semakin
keputusan untuk memilih kombinasi barang yang inelastis dan sebaliknya. Jika harga bergerak pada
dikonsumsi. Namun teori permintaan konsumen kurva permintaan yang lebih tinggi, maka permintaan
neoklasik mempunyai kelemahan dalam menjelaskan akan cenderung lebih elastis daripada jika harga
perilaku konsumen (Moeis, 2003), sehingga dianggap bergerak pada kurva permintaan yang lebih rendah.
perlu untuk memasukkan faktor sosial demografi ke
dalam sistem permintaan neoklasik. 2.3. Almost Ideal Demand System
Untuk mengukur persentase perubahan Model dinamis permintaan rokok menghadapi
permintaan suatu barang karena perubahan permasalahan bahwa harga dan kualitas rokok sangat
permintaan barang lain maupun pendapatan, bervariasi, sehingga menimbulkan permasalahan
digunakan ukuran elastisitas permintaan. Menurut endogenitas. Salah satu model permintaan rokok yang
teori konsumen, ada 3 jenis elastisitas permintaan, dinamis dan dapat digunakan untuk mengatasi
yaitu: masalah endogenitas yang disebabkan oleh adanya
1. Elastisitas pendapatan adalah ukuran yang variasi harga adalah model LA/AIDS (Chen and Xing,
menunjukkan respon permintaan konsumen akibat 2011). Dalam studi ini peneliti menggunakan model
terjadinya perubahan pendapatan konsumen. LA/AIDS karena model tersebut secara teori maupun
Elastisitas tersebut adalah: empiris mudah dan fleksibel untuk diaplikasikan
∂x i (Lewbel, 1989 dalam Moeis, 2003).
xi ∂x i I
εiI = = (1) Model AIDS yang dikembangkan oleh Deaton and
∂I ∂I x i
I Muellbauer, (1980) diturunkan dari suatu fungsi
Jika εiI < 0, merupakan barang inferior dan jika εiI ≥ 0 utilitas dengan aproksimasi order kedua (second order
merupakan barang normal. Barang normal dapat approximation) dari fungsi utilitas. Bentuk umum
dikatakan barang pokok (necessities) jika 0 ≤ εiI ≤ 1 model AIDS adalah:
dan dikatakan mewah (luxurious) jika εiI > 1. 𝑦
𝑤𝑖 = 𝛼𝑖 + 𝑗 𝛾𝑖𝑗 𝑙𝑜𝑔𝑝𝑗 + 𝛽𝑖 𝑙𝑜𝑔 + 𝑢𝑖 (4)
𝑃
2. Elastisitas harga sendiri adalah ukuran yang
menunjukkan respon permintaan konsumen akibat dimana wi adalah proporsi pengeluaran komoditi i, pj
terjadinya perubahan harga komoditi itu sendiri. adalah harga komoditi j, y adalah total pengeluaran,
Elastisitas tersebut adalah: dan P adalah indeks harga dengan bentuk fungsional
sebagai berikut:
∂x i
xi ∂x i P i
εii = ∂P i = (2) 𝑙𝑜𝑔 𝑃 = 𝛼0 + 𝑖 𝑙𝑜𝑔𝑝𝑖 +
1
𝛾 𝑙𝑜𝑔𝑝𝑖 𝑙𝑜𝑔𝑝𝑗 (5)
∂P i x i
Pi 2 𝑖 𝑗 𝑖𝑗
Jika εii < 0 maka barang x termasuk barang normal, Penggunaan indeks harga seperti pada
artinya jika harga naik maka permintaannya akan persamaan (5) membuat model AIDS berbentuk non
berkurang dan berlaku sebaliknya. Tetapi jika εii > 0 linier dan sulit untuk diestimasi, sehingga indeks
maka disebut barang giffen, artinya permintaan harga akan diestimasi dengan menggunakan Indeks
barang x akan meningkat jika harga barang tersebut Harga Stone, yaitu:
naik. Suatu barang dikatakan inelastis sempurna jika logP = i wi logpi (6)
εii = 0, inelastis jika 0 <εii < 1, elastis unitari jika𝜺𝒊𝒊 =1,
elastis jika εii > 1, dan elastis sempurna jika εii = ∞. Dengan menggunakan Indeks Harga Stone maka
persamaan (4) menjadi linier dalam harga dan
3. Elastisitas harga silang adalah ukuran yang pengeluaran. Fungsi tersebut dikenal sebagai
menunjukkan respon permintaan konsumen akibat aproksimasi linier dari AIDS atau LA/AIDS. Model
terjadinya perubahan harga komoditi lain. Elastisitas LA/AIDS banyak digunakan oleh para peneliti
tersebut adalah: (Deaton (1988); Moeis (2003)). Beberapa kelebihan
𝜕𝑥 𝑖 model LA/AIDS diantaranya adalah:
𝑥𝑖 𝜕𝑥 𝑖 𝑃 𝑗
𝜀𝑖𝑗 = 𝜕𝑃 𝑗 = (3) a. Model mempertimbangkan keputusan konsumen
𝜕𝑃 𝑗 𝑥 𝑖
𝑃𝑗
dalam menentukan kelompok komoditi secara
dimana: bersama-sama sehingga hubungan dua arah atau
Pi= harga barang i lebih dari komoditi-komoditi tersebut dapat
Pj= harga barang j ditentukan. Hal ini sesuai dengan fenomena aktual
xi= jumlah barang iyang diminta yang terjadi bahwa pemilihan suatu komoditi
I= pendapatan dilakukan oleh konsumen secara bersama-sama.
Jika 𝜀𝑖𝑗 > 0 maka disebut sebagai barang substitusi, b. Model lebih konsisten dengan data pengeluaran
sedangkan 𝜀𝑖𝑗 < 0 disebut sebagai barang rumah tangga yang tersedia, sehingga estimasi
komplementer. permintaan bisa dilakukan tanpa data kuantitas.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat
elastisitas harga, antara lain tingkat substitusi, jumlah
c. Konsisten dengan teori permintaan karena adanya Analisis menggunakan data konsumsi tembakau
restriksi yang dimasukkan ke dalam model dan pada tingkat rumah tangga memungkinkan eksplorasi
dapat digunakan untuk menguji restriksi model. yang lebih dalam menurut kelompok penduduk, umur,
d. Karena modelnya linier maka parameternya gender, pendapatan dan pendidikan (Barber, et.al.,
mudah diestimasi dan lebih efisien. 2008). Adioetomo et.al.(2005) menggunakan data
cross section tahun 1999 untuk menganalisis
2.4. Penelitian Terdahulu konsumsi tembakau secara lebih detail.Model yang
Studi di Indonesia yang dilakukan oleh De Beyer digunakan adalah model Ordinary Least Square (OLS)
dan Yurekli (2001) menggunakan model log linier dan dengan memasukkan harga rokok, pengeluaran
data agregat time series tahun 1980 sampai 1995 rumah tangga, pengaruh cukai, wilayah, pulau
melaporkan bahwa nilai elastisitas harga sebesar-0,51 terbesar, tempat tinggal, jenis kelamin, umur dan
dan elastisitas pendapatan sebesar 0,35. Studi yang pendidikan sebagai variabel independen. Hasil studi
dilakukan Djutaharta, et.al.(2003), melakukan melaporkan bahwa harga berpengaruh secara
estimasi dengan menggunakan data tahunan (1970 signifikan terhadap keputusan rumah tangga dalam
sampai 2001) dan data bulanan (1996 sampai mengkonsumsi tembakau, tetapi harga
2001).Variabel yang dimasukkan dalam model mempengaruhi jumlah rokok yang dikonsumsi dengan
diantaranya adalah faktor peringatan kesehatan yang elastisitas sebesar -0,60. Rumah tangga miskin lebih
dicantumkan pada bungkus rokok di Indonesia, krisis responsif terhadap perubahan harga, dengan
ekonomi, dan tren waktu. Model yang dikembangkan elastisitas harga sebesar -0,70. Studi tersebut
tersebut menghasilkan nilai elastisitas harga yang melaporkan adanya variasi harga yang cukup besar
sedikit lebih rendah yaitu antara -0,33 sampai -0,47, dalam data, terutama pada data cross section karena
dan elastisitas pendapatan antara 0,14 sampai 0,51. adanya bias sistematik dari data (Barber, et.al., 2008).
Pada periode krisis, konsumsi rokok justru lebih besar Penelitian yang dilakukan Firdaus dan
22 persen dibandingkan sebelum krisis. Alasan Suryaningsih (2010) juga menggunakan regresi
kenaikan konsumsi tersebut terkait dengan stres berganda dan metode estimasi OLS, untuk mengetahui
perokok karena krisis. Penyertaan variabel dummy fungsi konsumsi rokok pada rumah tangga miskin di
peringatan kesehatan pada bungkus rokok dilaporkan Pulau Jawa.Dari hasil pengolahan data didapatkan
tidak signifikan. bahwa variabel pendapatan, anggota rumah tangga
Guindon, et.al., (2003) menggunakan data dewasa dan konsumsi non rokok mempengaruhi
Indonesia tahun 1970-2000 dengan analisis runtun tingkat konsumsi rokok di Pulau Jawa. Model yang
waktu. Model yang digunakan adalah model dikembangkan menghasilkan kesimpulan bahwa
konvensional yang tidak memperhitungkan faktor konsumsi rokok di Pulau Jawa adalah elastis. Hasil
adiksi, hasil studi menunjukkan nilai elastisitas harga tersebut bertentangan dengan hasil penelitian yang
jangka pendek sebesar -0,29 dan elastisitas dilakukan oleh Triana (2011) dengan menggunakan
pendapatan sebesar 0,72. Jika data tersebut model LA/AIDS, yang menyebutkan bahwa elastisitas
diaplikasikan pada model myopic addiction dengan harga untuk komoditi rokok pada rumah tangga
variabel lag untuk konsumsi rokok maka miskin di Pulau Jawa bersifat inelastis baik di
menghasilkan nilai elastisitas harga sebesar -0,32, dan perkotaan maupun di perdesaan dan trennya
elastisitas pendapatan sebesar 0,32. Hasil studi yang cenderung meningkat. Elastisitas harga silang
dilakukan oleh Hidayat dan Thabrany (2010), komoditi rokok menyatakan adanya hubungan
menggunakan agregat data panel dari IFLS 1993- komplementer antara rokok dengan komoditi
2000, mendukung model myopic addiction. Elastisitas makanan pokok, lauk pauk, telekomunikasi dan
harga jangka pendek dan jangka panjang masing- pendidikan dan hubungan substitusi dengan komoditi
masing adalah sebesar -0,28 dan -0,73. makanan lainnya dan komoditi non makanan lainnya.
Studi lain yang pernah dilakukan di Indonesia Berdasarkan elastisitas pengeluaran maka komoditi
adalah studi mengenai faktor-faktor yang rokok termasuk barang mewah.
mempengaruhi besarnya konsumsi rokok individu Sejalan dengan studi Triana (2011), Barber,
dengan menggunakan model sample selection et.al.(2008) juga menyatakan bahwa permintaan
(Harahap, 2003). Studi tersebut menganalisis data rokok dikatakan bersifat inelastis, artinya persentase
individu berskala nasional yang diperoleh dari IFLS penurunan permintaan relatif lebih rendah daripada
1997.Hasil studi menemukan bahwa faktor-faktor kenaikan harga. Dengan kata lain banyak perokok
yang mempengaruhi besarnya jumlah konsumsi rokok akan tetap melanjutkan kebiasaannya meskipun harus
berbeda dengan faktor yang mempengaruhi membayar harga yang cukup tinggi, tidak terkecuali
partisipasi rokok.Harga rokok dan pendapatan bagi perokok yang berasal dari rumah tangga miskin.
memiliki hubungan yang signifikan dengan besarnya Studi mengenai rokok di Cina yang dilakukan
jumlah konsumsi rokok, dimana harga rokok oleh Wang, et.al.(2006) bertujuan melihat dampak
berpengaruh negatif dan pendapatan berpengaruh pengeluaran tembakau terhadap pola pengeluaran
positif terhadap konsumsi rokok. Variabel sosial rumah tangga di perdesaan. Dengan menggunakan
demografi yang secara signifikan mempengaruhi model fractional logit (flogit) dilakukan estimasi
jumlah konsumsi rokok adalah umur, pendidikan, hubungan antara pengeluaran tembakau dengan 17
jenis kelamin dan status perkawinan. pengeluaran komoditi lainnya, dan dikontrol
menggunakan karakteristik sosial ekonomi dan bahwa harga rokok merupakan faktor penting yang
demografi rumah tangga. mempengaruhi kebiasan merokok.
Hasil studi Kyaing, et.al. (2005) menunjukkan Berbagai penelitian mengenai tembakau dan
bahwa konsumsi tembakau pada kelompok low- rokok juga berkembang di India, diantaranya adalah
income berhubungan dengan pengeluaran rumah Guptadan Sanker (2003) membahas berbagai isu
tangga yang digunakan untuk tembakau dan mengenai tembakau di India. Studi Neufeld, et.al.
opportunity cost dari pengeluaran tersebut. Survei (2004), menyatakan bahwa penggunaan alkohol dan
dilakukan pada kelompok low-income, dan tembakau di India berkaitan dengan umur, jenis
menemukan bahwa rumah tangga yang kelamin dan kemiskinan. Sementara John (2005) dan
mengkonsumsi tembakau menghabiskan uangnya (2008) menganalisis dampak pola konsumsi
lebih banyak untuk mengkonsumsi tembakau tembakau terhadap kesehatan dan alokasi sumber
daripada untuk kesehatan, pendidikan, pakaian dan daya serta kecukupan gizi rumah tangga.
perumahan. Persentase pengeluaran untuk konsumsi Siahpush (2003) dengan menggunakan metode
rokok paling besar terjadi pada kelompok pendapatan regresi logistik melihat hubungan antara status sosial
paling rendah. Elastisitas harga dan ekonomi dan pengeluaran tembakau di Australia.
konsumsitembakau berkorelasi negatif, atau dapat Metode yang digunakan untuk mengestimasi efek
dikatakan bahwa peningkatan harga tembakau secara pengeluaran tembakau adalah metode OLS. Hasil studi
efisien dapat menurunkan penggunaan tembakau. menyimpulkan bahwa status sosial ekonomi yang
Hu, et.al.(2005) dan Liu, et.al.(2006) meneliti rendah mempunyai pengeluaran untuk tembakau
hubungan rokok dengan kemiskinan. Kedua yang lebih tinggi. Di antara rumah tangga perokok,
penelitian tersebut menggunakan model regresi pada rumah tangga yang mempunyai status sosial ekonomi
data yang berbeda. Hu, et.al. (2005) menyimpulkan terendah menghabiskan lebih banyak dananya untuk
bahwa penurunan pengeluran rokok dapat menjadi tembakau.
sumber daya rumah tangga untuk konsumsi makanan, Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka
perumahan dan barang lain yang dapat meningkatkan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
standar hidup. Sementara Liu, et.al.(2006) a. Rumah tangga miskin akan meningkatkan
menyatakan bahwa penurunan prevalensi rokok tidak konsumsi rokoknya jika ada peningkatan
hanya merupakan strategi untuk meningkatkan pendapatan.
kesehatan masyarakat, tetapi juga merupakan strategi b. Rumah tangga miskin akan mengurangi
untuk mengurangi kemiskinan. Studi lain di Cina konsumsi rokok, jika ada kenaikan harga rokok.
adalah studi yang dilakukan oleh Chen dan Xing c. Rumah tangga miskin akan mengurangi
(2011). Studi tersebut mengestimasi elastisitas konsumsi barang lain, jika pengeluaran untuk
konsumsi tembakau dengan menggunakan model konsumsi rokok meningkat.
LA/AIDS. Hasil penelitian tersebut menyebutkan
terhadap rata-rata harga setiap komoditi di setiap rumah tangga, dan karakteristik sosial demografi
desa, dengan rumus: rumah tangga.
Model estimasi probit yang digunakan dalam
lnDi = lnpi − lnpi (11)
penelitian ini adalah:
dimana: konsumsii = αi0 + j γij lnpj + βi ln y αi1 AGE +
h p hi
αi2EDUC+αi3ADULT+α
pi = (12) i4EMP+αi5INF+αi6FASKES+ui(15)
n
Kemudian dilakukan estimasi nilai probit untuk
lnDi = deviasi dari logaritma natural harga setiap rumah tangga dan hasilnya digunakan untuk
kelompok komoditi i yang dibayar menghitung IMR.
rumah tangga Kedua menghitung nilai IMR yaitu dengan
pi = unit value kelompok komoditi i yang membandingkan antara probability density function
dibayar rumah tangga (PDF) dengan cumulative distribution function (CDF)
𝑝𝑖 = rata-rata unit value kolompok komoditi i normal standar dengan rumus:
setiap desa di mana rumah tangga PDF
tinggal IMR = (16)
CDF
phi = harga kelompok komoditi i yang
Dengan mengacu pada Heien dan Pompelli
dikonsumsi rumah tangga h di setiap
(1998) maka model dasar LA/AIDS diperluas dengan
desa
menggunakan variabel sosial demografi. Variabel
n = jumlah rumah tangga di setiap desa
sosial demografi yang digunakan dalam penelitian ini
Setelah log deviasi harga diperoleh, selanjutnya
dan diduga mempengaruhi besarnya konsumsi rokok
dilakukan estimasi regresi deviasi harga dengan
pada rumah tangga miskin adalah umur kepala rumah
metode OLS menurut model ekonometri, sebagai
tangga, lama sekolah kepala rumah tangga, persentase
berikut:
anggota rumah tangga yang berumur 18 tahun ke atas,
lnDi = αi0 + γij lnpj + βi ln y + αi1 AGE + αi2 EDUC pekerjaan kepala rumah tangga, akses terhadap
j
informasi, adanya fasilitas kesehatan, dan daerah
+αi3 ADULT + α tempat tinggal.
i4 EMP + αi5 INF + αi6 FASKES + ui
(12) Variabel presentase jumlah anggota rumah
tangga yang berumur 18 tahun ke atas digunakan
Setelah model regresi deviasi harga diperoleh, untuk melihat persentase anggota rumah tangga yang
maka dilakukan estimasi log deviasi harga (lnDi ) dari sudah dewasa dan sebagai proksi dari umur pertama
setiap komoditi untuk setiap rumah tangga baik kali merokok. Variabel tersebut sering digunakan
rumah tangga yang mengkonsumsi ataupun tidak karena adanya keterbatasan data individu. Secara
mengkonsumsi komoditi tersebut dengan rumus: ekonomi semakin besar persentase rumah tangga
mengkonsumsi : lnpi = lnpi − lnDi (13) yang dewasa maka pengeluaran rumah tangga yang
tidak mengkonsumsi : lnpi = lnpi − lnDi (14) digunakan untuk konsumsi rokok akan semakin besar
dimana: pula.
pi = nilai estimasi unit value komoditi i Mengacu pada persamaan di atas maka
pi = harga kelompok komoditi i elastisitas harga sendiri (εii), elastisitas harga silang
pi = rata-rata harga kelompok komoditi i di setiap (εij), dan elastisitas pendapatan/pengeluaran (εiI)
desa dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
lnDi = nilai estimasi lnDi (mengacu pada persamaan 𝛾 𝑖𝑖
𝜀𝑖𝑖 = − 1 + 𝛽𝑖 + (8)
12). 𝑤𝑖
𝛾 𝑖𝑗 𝑤𝑗
Dalam penelitian ini komoditi pengeluaran 𝜀𝑖𝑗 = − 𝛽𝑖 (9)
𝑤𝑖 𝑤𝑖
rumah tangga dikelompokkan menjadi 11 kelompok. 𝛽𝑖
Karena masih terdapat banyak rumah tangga yang 𝜀𝑖𝐼 = 1 + (10)
𝑤𝑖
tidak mengkonsumsi komoditi tertentu setelah
dimana wi yang digunakan adalah wi rata-rata.
dilakukan pengelompokkan, maka dilakukan prosedur
two step Heckman. Prosedur two step Heckman
dilakukan dengan cara menambahkan veriabel bebas 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Invers Mills Ratio (IMR) pada model utama. Untuk 4.1. Konsumsi Rumah Tangga
mendapatkan variabel IMR dilakukan tahapan sebagai Berdasarkan persentase rumah tangga yang
berikut: mengkonsumsi komoditi tertentu, maka terlihat
Pertama mengestimasi peluang rumah tangga bahwa selama tiga tahun pengamatan, konsumsi
mengkonsumsi suatu kelompok komoditi dengan rumah tangga miskin untuk komoditi yang merupakan
regresi probit. Model probit menggunakan variabel sumber protein tinggi masih rendah. Rumah tangga
tidak bebas konsumsi setiap komoditi pengeluaran miskin lebih mengutamakan konsumsi untuk
(konsumsi) yaitu bernilai 1 jika mengkonsumsi karbohidrat atau kalori, untuk sekedar
kelompok komoditi i dan bernilai 0 jika tidak menghilangkan rasa lapar tanpa memperhatikan
mengkonsumsi. Sedangkan variabel bebas yang kebutuhan nutrisi makanan yang harus dikonsumsi.
digunakan adalah harga-harga, total pengeluaran
Tabel 1. Persentase Rumah Tangga Miskin yang Mengkonsumsi dan Tidak MengkonsumsiKelompok Komoditi
Kelompok komoditi terbanyak yang tidak harga estimasi yang terbebas dari quality effect dan
dikonsumsi oleh rumah tangga miskin adalah quantity premium.
kelompok minuman beralkohol, yaitu lebih dari 98 Rumah tangga miskin yang mengkonsumsi rokok
persen pada tahun 2008, 2009, maupun 2010. Hal ini sekitar 40 persen. Rata-rata proporsi pengeluaran
mungkin disebabkan karena adanya kesadaran untuk rokok pada rumah tangga miskin berkisar
masyarakat untuk tidak mengkonsumsi alkohol. antara 0,034-0,040. Harga rokok yang dikonsumsi
Sementara kelompok non makanan lainnya oleh rumah tangga miskin relatif murah. Rendahnya
dikonsumsi oleh semua rumah tangga miskin. Oleh rata-rata proporsi pengeluaran untuk rokok pada
karena semua rumah tangga mempunyai pengeluaran rumah tangga miskin sejalan dengan lebih rendahnya
untuk konsumsi non makanan lainnya, maka tidak rata-rata unit value rokok pada rumah tangga miskin.
terjadi selectivity bias pada kelompok ini, sehingga Variabel bebas yang digunakan dalam model
tidak dilakukan regresi probit pada kelompok ini. LA/AIDS adalah harga per kelompok komoditi, total
Rumah tangga yang tidak mempunyai pengeluaran rumah tangga, dan variabel sosial
pengeluaran untuk rokok menunjukkan bahwa rumah demografi rumah tangga yang digunakan sebagai
tangga tersebut tidak mengkonsumsi rokok atau tidak variabel kontrol. Variabel total pengeluaran, umur
ada anggota rumah tangga tersebut yang kepala rumah tangga, lama sekolah kepala rumah
mengkonsumsi rokok. Persentase rumah tangga tangga, dan persentase anggota rumah tangga yang
miskin yang merokok pada tahun 2008 mencapai berumur 18 tahun ke atas merupakan variabel
46,33 persen, sedikit menurun pada tahun 2009 dan kontinu, sedangkan variabel status bekerja kepala
meningkat kembali pada tahun 2010 menjadi 47,21 rumah tangga, akses terhadap informasi, akses
persen. Pada tahun 2009 persentase rumah tangga terhadap fasilitas kesehatan dan tipe daerah tempat
miskin yang mengkonsumsi rokok menurun karena tinggal merupakan variabel dummy.
adanya kenaikan harga dan kemudian meningkat Karakteristik kepala rumah tangga yang diduga
kembali pada tahun 2010 meskipun terjadi kenaikan mempengaruhi permintaan rokok rumah tangga
harga rokok pada awal tahun 2010. adalah umur, lama sekolah, dan status bekerja. Umur
Dilihat dari rata-rata unit value-nya harga rokok kepala rumah tangga diduga dapat mempengaruhi
yang dibeli oleh rumah tangga miskin pada tahun keputusan anggota rumah tangga untuk
2008, 2009, dan 2010, masing-masing adalah sebesar mengkonsumsi rokok. Pada tahun 2008 rata-rata
196,44 rupiah, 391,10 rupiah, dan 502,73 rupiah. umur kepala rumah tangga miskin adalah 47,82 tahun.
Standar deviasi unit value untuk rumah tangga miskin Demikian pula tingkat pendidikan kepala rumah
sangat bervariasi dan cukup tinggi pada semua tangga juga diduga mempengaruhi cara rumah tangga
kelompok komoditi. Hal tersebut menggambarkan untuk mengalokasikan pendapatannya untuk
adanya heterogenitas pada unit value. Keheterogenan memenuhi kebutuhan rumah tangga. Dalam penelitian
ini bisa disebabkan oleh efek kualitas barang atau ini indikator yang digunakan untuk melihat tingkat
jumlah barang yang dibeli (Moeis, 2003). Pengaruh ini pendidikan kepala rumah tangga adalah variabel lama
akan dihilangkan dengan melakukan estimasi deviasi sekolah. Rata-rata lama sekolah kepala rumah tangga
dari logaritma harga yang selanjutnya akan diperoleh miskin yaitu sekitar 4,59 tahun. Kepala rumah tangga
miskin pada umumnya tidak tamat Sekolah Dasar.
Variabel total pengeluaran rumah tangga sebulan murahnya harga rokok yang dikonsumsi rumah
dalam penelitian ini digunakan sebagai proksi dari tangga. Pada rumah tangga miskin tahun 2008,
pendapatan rumah tangga. Hal ini disebabkan karena variabel akses terhadap informasi tidak signifikan
data pendapatan yang tidak tersedia. Sedangkan yang mempengaruhi variabel deviasi log harga rokok.
digunakan sebagai variabel bebas dalam estimasi Variabel status pekerjaan, akses terhadap
model adalah logaritma natural dari pengeluaran informasi, akses terhadap fasilitas kesehatan, dan tipe
rumah tangga sebulan (lny). daerah tempat tinggal tidak signifikan mempengaruhi
850,000.00
831,957.47 harga rokok yang dikonsumsi rumah tangga miskin
pada tahun 2009. Berarti bahwa variabel-variabel
800,000.00 770,156.49
tersebut tidak akan berpengaruh terhadap mahal atau
murahnya rokok yang dikonsumsi oleh rumah tangga
750,000.00 miskin. Pada rumah tangga miskin tahun 2010,
696,647.39
variabel akses terhadap informasi dan fasilitas
700,000.00 kesehatan tetap tidak berpengaruh pada deviasi log
harga rokok.
650,000.00 Variabel umur kepala rumah tangga miskin
berpengaruh signifikan pada level 1 persen terhadap
600,000.00 deviasi log harga rokok, namun tandanya negatif. Hal
2008 2009 2010 tersebut menunjukkan bahwa semakin tua umur
kepala rumah tangga maka harga rokok yang dibeli
Sumber: Diolah dari Susenas Panel 2008-2010 akan semakin murah.
Variabel sosial demografi lain yang signifikan
Grafik1. Rata-Rata Pengeluaran Sebulan menurut dan bertanda negatif terhadap deviasi log harga
Rumah Tangga Miskin (Rupiah) adalah lama sekolah kepala rumah tangga dan tipe
daerah tempat tinggal. Hal tersebut berarti bahwa
Rata-rata total pengeluaran sebulan untuk kepala rumah tangga yang mempunyai pendidikan
rumah tangga miskin pada tahun 2008 hanya sebesar lebih tinggi justru akan membeli rokok dengan harga
696.674,39 rupiah. Sementara pada tahun 2010, yang lebih murah. Rumah tangga miskin yang tinggal
rumah tangga miskin mempunyai rata-rata di daerah pedesaan juga cenderung akan membeli
pengeluaran sebulanmencapai 831.957,47 rupiah. rokok dengan harga yang lebih murah dibandingkan
Rumah tangga miskin mempunyai akses rumah tangga miskin yang tinggal di daerah
terhadap informasi dan fasilitas kesehatan yang relatif perkotaan.
rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh sebagian Sedangkan variabel persentase anggota rumah
besar rumah tangga miskin tinggal di desa yang tidak tangga yang berumur 18 tahun ke atas dan status
mempunyai fasilitas kesehatan dan susah pekerjaan kepala rumah tangga berpengaruh
mendapatkan akses terhadap informasi. Bila dilihat signifikan dan bertanda positif terhadap deviasi log
dari tipe daerah tempat tinggal maka rumah tangga harga. Dapat diartikan bahwa semakin banyak
miskin yang tinggal di pedesaan mencapai 56 persen, anggota rumah tangga yang berumur 18 tahun ke atas
atau lebih dari separuh rumah tangga miskin tinggal dan kepala rumah tangga yang bekerja akan
di daerah pedesaan. Menghindari terjadinya mempengaruhi rumah tangga miskin untuk membeli
simultaneity bias serta mengoreksi quality effect dan rokok dengan harga yang lebih mahal. Hal ini wajar
quantity premium, maka digunakan variabel karena jumlah anggota rumah tangga yang dewasa
instrumen untuk memproksi harga (Moeis, 2003). dan kepala rumah tangga yang bekerja akan
Variabel instrumen ini diperoleh dengan mengkoreksi mempunyai pendapatan yang lebih tinggi
unit value dari quality effect dan quantity premium. dibandingkan dengan kepala rumah tangga yang tidak
Unit value dikoreksi dengan estimasi deviasi harga bekerja, sehingga mereka mempunyai kemampuan
yang diperoleh dari regresi persamaan (12). untuk membeli rokok dengan harga yang sedikit lebih
Variabel pengeluaran rumah tangga sebulan mahal.
(lny) secara keseluruhan signifikan pada level 1
persen dan bertanda. Tanda positif dapat diartikan 4.2. Estimasi Model Probit
bahwa semakin besar pendapatan rumah tangga maka Estimasi sistem permintaan dengan model
rumah tangga tersebut akan mengkonsumsi kelompok LA/AIDS menggunakan observasi rumah tangga yang
komoditi dengan kualitas yang lebih tinggi atau mempunyai nilai proporsi kelompok pengeluaran
dengan unit value yang lebih mahal. tidak sama dengan nol. Artinya observasi yang akan
Variabel sosial demografi rumah tangga cukup digunakan dalam estimasi model hanya rumah tangga
banyak yang signifikan dalam menjelaskan variabel yang mengkonsumsi kelompok komoditi saja. Tidak
deviasi log harga rokok, hanya variabel akses dilibatkannya rumah tangga yang tidak
terhadap informasi dan akses terhadap fasilitas mengkonsumsi kelompok komoditi akan
kesehatan yang kadang-kadang tidak signifikan. Hal mengakibatkan estimasi yang bias, sehingga perlu
ini berarti bahwa variabel akses terhadap informasi dilakukan koreksi dengan memasukkan variabel
maupun akses terhadap fasilitas kesehatan kadang- Invers Mill’s Ratio (IMR) dalam persamaan model
kadang tidak berpengaruh terhadap mahal atau
utama. Pada penelitian ini, IMR hanya dihitung peluang rumah tangga untuk mengkonsumsi rokok
padasepuluh kelompok komoditi. IMR pada kelompok pada tahun 2008, 2009, dan 2010. Hal ini berarti
komoditi non makanan lainnya tidak dihitung. bahwa semakin besar pendapatan rumah tangga maka
IMR dihitung dengan menggunakan prosedur semakin besar pula peluang rumah tangga tersebut
Two Step Heckman. Pada tahap pertama, peneliti untuk mengkonsumsi rokok.
melakukan estimasi peluang mengkonsumsi Variabel sosial demografi pada rumah tangga
kelompok komoditi dengan model probit. Pada tahap miskin hampir semuanya berpengaruh signifikan
kedua menghitung IMR berdasarkan estimasi nilai terhadap peluang rumah tangga mengkonsumsi
probit. Hal yang menarik untuk dianalisis dari rokok, baik tahun 2008, 2009, dan 2010, kecuali
estimasi regresi probit adalah perubahan peluang variabel akses terhadap informasi dan akses terhadap
rumah tangga untuk mengkonsumsi (marginal effect) fasilitas kesehatan. Ini menunjukkan bahwa variabel
suatu kelompok komoditi akibat perubahan variabel- sosial demografi yang digunakan cukup mampu
variabel bebasnya. menjelaskan peluang rumah tangga untuk
Variabel harga pada model probit untuk mengkonsumsi rokok.
konsumsi rokok tahun 2008, baik variabel harga Variabel umur kepala rumah tangga, lama
sendiri maupun harga silang pada rumah tangga sekolah kepala rumah tangga, dan tipe daerah tempat
miskin banyak yang signifikan, kecuali variabel harga tinggal berpengaruh negatif terhadap peluang rumah
untuk padi-padian dan minuman beralkohol. Koefisien tangga untuk mengkonsumsi rokok. Artinya bahwa
variabel harga sendiri bertanda positif dan signifikan semakin tua umur kepala rumah tangga dan semakin
pada level 1 persen. Tanda positif mempunyai tinggi pendidikan kepala rumah tangga, maka rumah
pengertian bahwa jika ada peningkatan harga tangga tersebut akan mempunyai peluang yang lebih
kelompok komoditi maka akan menaikkan peluang kecil untuk mengkonsumsi rokok. Sementara rumah
rumah tangga untuk mengkonsumsi kelompok tangga yang tinggal di daerah pedesaan juga
komoditi tersebut. Misalnya nilai marginal effect harga mempunyai peluang yang lebih kecil untuk merokok.
sendiri dari rokok pada rumah tangga miskin tahun Variabel persentase anggota rumah tangga yang
2008 sebesar 0,30226, artinya jika harga rokok naik 1 berumur 18 tahun ke atas dan status pekerjaan kepala
persen maka perubahan peluang rumah tangga miskin rumah tangga berpengaruh positif terhadap peluang
untuk mengkonsumsi rokok akan meningkat sebesar konsumsi rokok rumah tangga baik pada tahun 2008,
0,30226. Berbeda dengan harga sendiri, variabel 2009, maupun 2010. Hal ini menunjukkan fakta
harga silang memiliki tanda yang beragam walaupun bahwa semakin banyak anggota rumah tangga yang
sebagian besar signifikan dan bertanda negatif. Pada berumur 18 tahun ke atas, maka semakin besar
tahun 2008 koefisien harga silang yang bertanda peluang rumah tangga tersebut untuk mengkonsumsi
positif dan signifikan hanya variabel harga untuk rokok. Besarnya peluang tersebut sejalan dengan
kelompok komoditi bahan minuman. Sementara kenyataan bahwa rata-rata usia merokok pertama kali
variabel harga yang tidak signifikan adalah variabel adalah sekitar 17-18 tahun. Sedangkan kepala rumah
harga untuk kelompok padi-padian dan minuman tangga yang mempunyai pekerjaan akan
beralkohol. memperbesar peluang rumah tangga untuk
Nilai koefisien harga silang untuk konsumsi mengkonsumsi rokok. Hal tersebut dikarenakan
rokok pada rumah tangga miskin tahun 2008, lebih kepala rumah tangga yang bekerja akan mempunyai
kecil dibandingkan dengan koefisien harga kemampuan untuk membeli rokok dan banyaknya
sendiri.Penjelasan tersebut mengimplikasikan bahwa teman kerja yang merokok.
harga rokok mempunyai pengaruh yang lebih besar
terhadap peluang mengkonsumsi rokok.Hal ini sejalan 4.3. Estimasi Fungsi Permintaan
dengan hasil penelitian Harahap (2003) dan Dalam penelitian ini selain dilakukan treatment
bertentangan dengan hasil penelitian Adioetomo, untuk mengatasi berbagai permasalahan yang
et.al.(2005), yang melaporkan bahwa harga rokok dihadapi, juga dilakukan restriksi pada saat
tidak signifikan berpengaruh terhadap keputusan melakukan regresi untuk model LA/AIDS. Restriksi
rumah tangga untuk mengkonsumsi tembakau. yang digunakan dalam penelitian ini adalah adding-up,
Pada rumah tangga miskin tahun 2009, nilai koefisien homogenitas dan simetri terhadap fungsi permintaan.
harga silang yang tidak signifikan mempengaruhi Restriksi ini dilakukan agar fungsi permintaan yang
peluang mengkonsumsi rokok adalah koefisien harga diestimasi sesuai dengan teori permintaan. Restriksi
makanan lainnya, biaya kesehatan, dan biaya homogenitas dan simetri dilakukan dengan
pendidikan. memasukkan persamaan restriksi sebelum melakukan
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, maka regresi untuk masing-masing model utama.
pada tahun 2010 koefisien harga silang yang tidak Sedangkan restriksi adding-up pada penelitian ini
signifikan mempengaruhi peluang rumah tangga dilakukan dengan cara mengeluarkan satu persamaan
miskin mengkonsumsi rokok hanyalah koefisien harga yang terakhir (persamaan untuk kelompok non
biaya kesehatan. makanan lainnya) dari sistem. Semua variabel yang
Uji parsial menunjukkan bahwa pada rumah terdapat pada kesepuluh persamaan menjadi variabel
tangga miskin variabel pengeluaran rumah tangga pada persamaan yang terakhir (kesebelas), kecuali
berpengaruh signifikan dan bertanda positif terhadap variabel IMR.
dapat mengakibatkan peningkatan konsumsi Harahap, Akhir Matua, 2003. Faktor-Faktor yang
rokok rumah tangga miskin. Mempengaruhi Besarnya Konsumsi Rokok
3. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah perlu Individu Model ‘Sample Selection’. Thesis.
dilakukan penelitian yang lebih mendalam Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi.
mengenai keterkaitan konsumsi rokok dengan Universitas Indonesia, Depok.
kemiskinan dan pengelompokkan yang lebih Hidayat, Budi and Thabrany, Hasbullah, 2010.
tepat untuk mendapatkan hasil yang lebih Cigarette Smoking in Indonesia: Examination
menggambarkan konsumsi rokok pada rumah of a Myopic Modelof Addictive Behaviour. Int. J.
tangga miskin. Environ. Res. Public Health, 7, pp. 2473-2485.
Hu, T-w; Mao, Z; Liu, Y; Beyer, J de; and Ong, M.,
DAFTAR PUSTAKA 2005.Smoking, Standard of Living, and Poverty
Ahsan, Abdillah, 2012. Perokok Ancam Tinggal Landas in China.
Ekonomi Indonesai.Diunduh dari Irawan, Puguh B. (2005). Dampak Penggunaan
http://www.tempo.co/read/news/2012/06/ Tembakau Terhadap Kemiskinan di Indonesia.
14/090410527/ Perokok-Ancam-Tinggal- diunduhdari
Landas-Ekonomi-Indonesia. http://www.scribd.com/doc/21124711/Dam
Barber S, Adioetomo SM, Ahsan A, Setyonaluri D., pak-Penggunaan-Tembakau-Terhadap-
2008. Tobacco Economics in Indonesia. Paris: Kemiskinan-di-Indonesia
InternationalUnion Against Tuberculosis and Tobacco Control, Vol.4, No. 4, pp 247-250.
Lung Disease. John, Rijo M., 2005. Tobacco Consumption Pattern and
Beyer, Joy de, C. Lovelace and A. Yurekli., 2001.Poverty its Health Implications in India. Health Policy
and Tobacco. Tobacco Control 2001, 10, pp. 71, 213-222.
210-211. John, Rijo M., 2008. Crowding Out Effect of Tobacco
Chen, Yuyu and Xing, Weibo,2011. Quantity, Quality, Expenditure and its Implications on Household
and Regional Price Variation of Cigarettes: ResourceAllocation in India. Social Science &
DemandAnalysis Based on a Household Survey Medicine 66, 1356-1367.
in China. China Economic Riview 22, 221-232. Kosen, Soewarta, 2012. Isu Terkini Mengenai Rokok:
Deaton, Angus S and John Muellbauer, 1980.An Almost Lindungi Generasi Muda dan Selamatkan Masa
Ideal Demand System. American Economic DepanBangsa. Disampaikan pada E-learning
Riview70:3, 316-326. Program for the Youths HIV-AIDS
Djutaharta T, Adioetomo SM, Hendratno, 2003. Preventions, Universitas Indonesia,1 Maret
Cigarette Consumption, Taxation, and 2012.
Household Income. Kyaing, Nyo Nyo; Perucic, Anne-Marie; Rahman,
Economics of Tobacco Control Paper No. 26. Khalilur, 2005.Study on Poverty Alleviation
Efroymson D., S.Ahmed, J. Twonsend and et.al., 2001. and TobaccoControl in Myanmar. Health,
Hungry for Tobacco: an Analysis of the Nutrition And Population (HNP) Discussion
Economic Impactof Tobacco Consumption on Paper Economics Of TobaccoControl Paper,
the Poor in Bangladesh. Tobacco Control No. 31, August.
2001, 10, pp. 212-217. Liu, Yuanli; Rio, Keqin; Hu, The-wei; Sun, Qi; Mao,
Firdaus, Muhammad and Suryaningsih, Tri, 2009. Zhenzhong, 2006.Cigarette Smoking and
Kemiskinan dan Tingginya Konsumsi Rokok: Poverty inChina.Social Science & Medicine 63,
Faktor PenyebabSulitnya Implementasi Green 2784-2790.
Economic di Pulau Jawa. Diunduh dari Moeis, Jossy P., 2003. Indonesian Food Demand System:
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456 An Analysis of Impacts of the Economic Crisis
789/53653/orange%20book%203-gre onHousehold Consumption and Nutritional
en%20economykemiskinan%20dan%20tingg Intake. Dissertation of the Faculty of Columbia
inya%20konsumsi%20rokok.pdf?sequence=1 College of Arts andSciences, George
Guindon, GE; Perucic, A-M and Boisclair, D., Washington University, Washington DC.
2003.Higher Tobacco Prices and Taxes in Moore, MJ.,1996. Death and Tobacco Taxes.The RAND
South-East Asia: AnEffective Tool to Reduce Journal of Economics. Vol. 27, No. 2 (Summer,
Tobacco Use, Save Lives and Generate Revenue. 1996),pp. 415-428.
World Bank.Health, Nutrition andPopulation Neufeld, K.J.; Peters, D.H.; Rani, M.; Bonu, S.; Brooner,
Discussion Paper, Economics of Tobacco R.K, 2004.RegulerUse of Alcohol and Tobacco
Control Paper, No. 11, October. in India and its Association with Age, Gender,
Gujarati, Damodar, 2003. Basic Econometrics.Fourth andPoverty. Drug and Alcohol Dependence 77,
Edition.The McGraw-Hill Companies. 283-291.
Gupta, Indrani and Sanker, Deepa, 2003. Tobacco Nicholson,Walter, 2005. Microeconomic Theory: Basic
Consumption in India: A New Look Using Data Principles andExtensions (Ninth Edition).
from theNational Sample Survey. Journal of Thomson Corporation. South-Western,
Public Health Policy, Vol. 24, No. 3/4, pp. 233- Thomson.
245.