Anda di halaman 1dari 15

Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 2, 2013, Halaman 19-34

BADAN PENDIDIKAN DAN


PELATIHAN KEUANGAN
KEMENTERIAN KEUANGAN JURNAL BPPK
REPUBLIK INDONESIA

DAMPAK PENDAPATAN DAN HARGA ROKOK TERHADAP


TINGKAT KONSUMSI ROKOK PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI INDONESIA
Nasruddin Djoko Surjonoa, Piping Setyo Handayanib
aBadan Kebijakan Fiskal, Indonesia. Email: nasruddindjoko@depkeu.go.id
bBadan Pusat Statistisk, Indonesia. Email: piping@bps.go.id

INFO ARTIKEL ABSTRAK


SEJARAH ARTIKEL The study estimated the cigarette dynamic demand model specification in Indonesia by using
Diterima Pertama Linear Aproximation Almost Ideal Demand System (LA/AIDS) model. The goal of using such
19 juli 2013 model was to know the amount of cigarette consumption on poor household when the increase
of income, the increase of cigarette price, and consumption of other goods was put on the back
Revisi burner when there was an increase in cigarette prices. The analysis was applied on National
6 Desember 2013 Economic Social Survey of Panel in 2008-2010. The result of study shown that cigarette was
categorized as normal goods. The demand of cigarette upon poor household was inelastic
Dinyatakan Dapat Dimuat
9 Desember 2013 Studi ini mengestimasi model spesifikasi dinamis permintaan rokok di Indonesia
menggunakan model Linear Aproximation Almost Ideal Demand System (LA/AIDS). Tujuannya
KATA KUNCI: adalah untuk mengetahui konsumsi rokok pada rumah tangga miskin ketika terjadi
pendapatan, peningkatan pendapatan, kenaikan harga rokok, dan konsumsi barang lain yang dikorbankan
harga, ketika ada kenaikan harga rokok. Analisis diaplikasikan pada data Survei Sosial Ekonomi
rokok, Nasional (Susenas) Panel 2008-2010. Hasil studi menunjukkan bahwa rokok merupakan
permintaan, barang normal. Permintaan rokok bersifat inelastis untuk rumah tangga miskin.
LA/AIDS,
rumah tangga
miskin

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang berdampak buruk bagi kesehatan diantaranya
Konsumsi tembakau sering kali menciptakan pengeluaran untuk rokok.
lingkaran setan kemiskinan. Konsumsi tembakau Dalam upaya mengendalikan konsumsi rokok
dapat meningkatkan kemiskinan karena sumber diperlukan pemahaman terhadap hubungan antara
pendapatan keluarga miskin yang terbatas justru kemiskinan dan konsumsi rokok serta fakta terkait
dibelanjakan untuk konsumsi tembakau, dan bukan dengan rokok di Indonesia. Penelitian tentang pola
untuk kebutuhan pokok, seperti makanan, biaya konsumsi rokok di rumah tangga miskin masih sangat
pendidikan anak, biaya kesehatan dan upaya terbatas (Firdaus dan Suryaningsih(2010); Triana
meningkatkan gizi anak-anak dan keluarga (Irawan, (2011)).
2005;2). Hal senada disampaikan oleh Ahsan (2012) Pada tahun 2010, sejumlah 190,260 penduduk
bahwa konsumsi tembakau merupakan perangkap Indonesia meninggal karena penyakit terkait
kemiskinan. Bagi keluarga miskin, sedikit saja konsumsi tembakau atau 12,7 persen dari total
pengalihan sumber pendapatan yang terbatas akan kematian (Kosen, 2012). Kosen juga menjelaskan
berdampak besar terhadap status kesehatan dan gizi bahwa secara makro, pengeluaran tembakau di
mereka. Indonesia tahun 2010 menyebabkan pengeluaran
Ancaman konsumsi tembakau untuk kesehatan, yang tidak perlu sebesar 231,27 trilyun rupiah, yang
ekonomi, dan sosial masyarakat kini semakin nyata. terdiri dari 138 trilyun rupiah untuk pembelian rokok,
Tingginya prevalensi perokok di Indonesia dewasa ini 2,11 trilyun rupiah untuk biaya perawatan medis
sangat memprihatinkan. Seperti yang dilansir Bisnis rawat inap dan rawat jalan, dan 91,16 trilyun rupiah
Indonesia (2 Januari 2012) bahwa rokok kretek filter kerugian akibat kehilangan produktivitas karena
memberikan sumbangan terbesar kedua pada Garis kematian premature dan morbiditas-disabilitas.
Kemiskinan yang dihitung oleh Badan Pusat Statistik Sementara realisasi penerimaan cukai hasil tembakau
(BPS). Sungguh mengkhawatirkan bahwa di dalam pada tahun 2010 hanya sebesar 63 trilyun rupiah.
pengeluaran makanan, banyak penduduk miskin yang Rumah tangga di Indonesia yang mengkonsumsi
membelanjakan pendapatannya untuk hal-hal yang rokok pada tahun 2003 mencapai 60 persen. Pada
tahun 2003-2006 pengeluaran rumah tangga per

Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 2, 2013 19


DAMPAK PENDAPATAN DAN HARGA ROKOK TERHADAP
TINGKAT KONSUMSI ROKOK PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI INDONESIA
Nasruddin Djoko Surjono, Piping Setyo Handayani

bulan untuk membeli rokok meningkat, dari 42,4 ribu 2. TINJAUAN PUSTAKA
rupiah pada tahun 2003 menjadi 52,3 ribu rupiah 2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi
pada tahun 2006. Sementara, pada tahun 2006 Rokok
pengeluaran rumah tangga termiskin untuk rokok Studi yang dilakukan Ross dan Chaloupka (2002)
hanya terkalahkan oleh pengeluaran untuk padi- menerangkan bahwa konsumsi rokok dipengaruhi
padian. oleh harga rokok, harga barang lain, dan pendapatan
per kapita. Sementara hasil studi Hidayat dan
Tabel 1. Urutan Lima Besar Pengeluaran Rumah Thabrany (2010) menyatakan bahwa harga barang
Tangga Termiskin (%), di Indonesia, lain yang dapat mempengaruhi konsumsi rokok
Tahun 2003-2006 adalah alkohol, serta variabel status pekerjaan. Hasil
Tahun tersebut sejalan dengan Wang, et.al.(2005) yang
Jenis menemukan bahwa di Cina, alkohol merupakan
No.
Pengeluaran 2003 2004 2005 2006 komplemen dari rokok. Hal tersebut ditunjukkan dari
1 Padi-padian 19,01 19,19 20,16 22,10 adanya peningkatan persentase konsumsi rokok
Tembakau ketika pengeluaran untuk alkohol meningkat.
dan Sirih Hasil yang sedikit berbeda dikemukakan oleh
2 11,78 11,55 12,43 11,89 Wilkins, et.al.(2000), yang menyatakan bahwa
(termasuk
rokok) variabel karakteristik individu dan rumah tangga yang
mempengaruhi konsumsi rokok adalah umur,
Listrik,
pendidikan, dan agama, sedangkan variabel
3 Telpon dan 8,29 9,08 6,68 10,95
pengendalian tembakau yang dapat mempengaruhi
BBM
konsumsi rokok diantaranya adalah adanya fasilitas
Sewa dan
4 7,37 8,84 8,31 8,82 kesehatan dan akses terhadap iklan lewat media
Kontrak
elektronik. Hasil penelitian yang dilakukan Harahap
5 Ikan 6,15 6,43 6,89 6,75
(2003), menyatakan bahwa faktor sosial demografi
Sumber: Diolah dari Susenas 2003-2006
yang secara signifikan mempengaruhi jumlah
konsumsi rokok adalah umur, pendidikan, jenis
Hasil studi Irawan (2005) dan Ahsan (2012)
kelamin dan status perkawinan.
menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kecanduan
Penelitian mengenai konsumsi rokok pada
perokok, semakin miskin kondisi perekonomian
rumah tangga miskin di Pulau Jawa yang telah
keluarga. Porsi belanja rokok yang semakin besar
dilakukan oleh Firdaus dan Suryaningsih (2010) serta
akan mengurangi kemampuan keluarga untuk
Triana (2011) menggunakan model dan variabel
mencukupi kebutuhan lain, seperti makanan, biaya
sosial demografi yang berbeda. Menurut Firdaus dan
pendidikan anak, biaya kesehatan dan upaya
Suryaningsih (2010) faktor-faktor yang
meningkatkan gizi anak-anak dan keluarga,
mempengaruhi konsumsi rokok rumah tangga miskin
pengobatan, terlebih menabung. Hasil studi yang
adalah pendapatan rumah tangga sebulan, jumlah
hampir sama dikemukakan Efroymson, et.al. (2001),
anggota rumah tangga yang dewasa (18 tahun ke
pengeluaran untuk konsumsi rokok akan
atas), dan konsumsi non rokok rumah tangga miskin
mengakibatkan kemiskinan dan secara signifikan
sebulan. Sementara menurut Triana (2011) faktor-
menurunkan standar hidup keluarga miskin.
faktor yang mempengaruhi konsumsi rokok adalah
Berbagai kebijakan diambil oleh pemerintah
jumlah anggota rumah tangga, tipe wilayah tempat
untuk mengendalikan konsumsi rokok, diantaranya
tinggal, dan pendidikan kepala rumah tangga sebagai
dengan menaikkan cukai rokok, sehingga harga rokok
variabel kontrol dalam model konsumsi rokok.
dari tahun ke tahun terus meningkat. Pemerintah
Menurut Ulfah (2012), ternyata salah satu faktor
terus berusaha menaikan cukai yang diharapkan
yang menyebabkan pesatnya konsumsi rokok adalah
dapat menurunkan konsumsi rokok masyarakat
kapasitas pengetahuan yang tidak memadai tentang
secara efektif. Di sisi lain program pengentasan
dampak negatif atau bahaya rokok bagi kesehatan. Hal
kemiskinan dilakukan dengan cara menaikkan
tersebut didasarkan pada pendataan laju
pendapatan mereka. Namun, kenaikan pendapatan
pertumbuhan konsumsi rokok dari masyarakat
tersebut diduga akan diikuti kenaikan konsumsi rokok
tingkat elit sampai ke bawah. Data menunjukkan
rumah tangga.
adanya penurunan konsumsi rokok di kalangan
Berdasarkan latar belakang permasalahan di
masyarakat elit dengan kapasitas pengetahuan yang
atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
memadai, dan justru meningkat secara signifikan pada
mengetahui konsumsi rokok rumah tangga miskin
masyarakat strata rendah yang merasa tabu terhadap
ketika terjadi kenaikan pendapatan dan harga rokok,
pengetahuan tentang bahaya rokok.
serta untuk mengetahui belanja komoditi yang
dikorbankan rumah tangga miskin ketika konsumsi
rokok meningkat. 2.2. Fungsi Permintaan Konsumen
Permintaan konsumen adalah jumlah barang
yang diminta (diinginkan) oleh konsumen pada
berbagai tingkat harga dan periode waktu tertentu.
Apabila terjadi kenaikan harga pada suatu barang,

20 Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 2, 2013


DAMPAK PENDAPATAN DAN HARGA ROKOK TERHADAP
TINGKAT KONSUMSI ROKOK PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI INDONESIA
Nasruddin Djoko Surjono, Piping Setyo Handayani

maka jumlah barang yang diminta oleh konsumen pemakai, proporsi kenaikan harga terhadap
akan turun, ceteris paribus. Teori permintaan pendapatan konsumen, jangka waktu, dan tingkat
konsumen neoklasik menjelaskan bahwa konsumen harga. Semakin sulit mencari substitusi suatu barang,
baik individu maupun rumah tangga harus membuat permintaan terhadap barang tersebut semakin
keputusan untuk memilih kombinasi barang yang inelastis dan sebaliknya. Jika harga bergerak pada
dikonsumsi. Namun teori permintaan konsumen kurva permintaan yang lebih tinggi, maka permintaan
neoklasik mempunyai kelemahan dalam menjelaskan akan cenderung lebih elastis daripada jika harga
perilaku konsumen (Moeis, 2003), sehingga dianggap bergerak pada kurva permintaan yang lebih rendah.
perlu untuk memasukkan faktor sosial demografi ke
dalam sistem permintaan neoklasik. 2.3. Almost Ideal Demand System
Untuk mengukur persentase perubahan Model dinamis permintaan rokok menghadapi
permintaan suatu barang karena perubahan permasalahan bahwa harga dan kualitas rokok sangat
permintaan barang lain maupun pendapatan, bervariasi, sehingga menimbulkan permasalahan
digunakan ukuran elastisitas permintaan. Menurut endogenitas. Salah satu model permintaan rokok yang
teori konsumen, ada 3 jenis elastisitas permintaan, dinamis dan dapat digunakan untuk mengatasi
yaitu: masalah endogenitas yang disebabkan oleh adanya
1. Elastisitas pendapatan adalah ukuran yang variasi harga adalah model LA/AIDS (Chen and Xing,
menunjukkan respon permintaan konsumen akibat 2011). Dalam studi ini peneliti menggunakan model
terjadinya perubahan pendapatan konsumen. LA/AIDS karena model tersebut secara teori maupun
Elastisitas tersebut adalah: empiris mudah dan fleksibel untuk diaplikasikan
∂x i (Lewbel, 1989 dalam Moeis, 2003).
xi ∂x i I
εiI = = (1) Model AIDS yang dikembangkan oleh Deaton and
∂I ∂I x i
I Muellbauer, (1980) diturunkan dari suatu fungsi
Jika εiI < 0, merupakan barang inferior dan jika εiI ≥ 0 utilitas dengan aproksimasi order kedua (second order
merupakan barang normal. Barang normal dapat approximation) dari fungsi utilitas. Bentuk umum
dikatakan barang pokok (necessities) jika 0 ≤ εiI ≤ 1 model AIDS adalah:
dan dikatakan mewah (luxurious) jika εiI > 1. 𝑦
𝑤𝑖 = 𝛼𝑖 + 𝑗 𝛾𝑖𝑗 𝑙𝑜𝑔𝑝𝑗 + 𝛽𝑖 𝑙𝑜𝑔 + 𝑢𝑖 (4)
𝑃
2. Elastisitas harga sendiri adalah ukuran yang
menunjukkan respon permintaan konsumen akibat dimana wi adalah proporsi pengeluaran komoditi i, pj
terjadinya perubahan harga komoditi itu sendiri. adalah harga komoditi j, y adalah total pengeluaran,
Elastisitas tersebut adalah: dan P adalah indeks harga dengan bentuk fungsional
sebagai berikut:
∂x i
xi ∂x i P i
εii = ∂P i = (2) 𝑙𝑜𝑔 𝑃 = 𝛼0 + 𝑖 𝑙𝑜𝑔𝑝𝑖 +
1
𝛾 𝑙𝑜𝑔𝑝𝑖 𝑙𝑜𝑔𝑝𝑗 (5)
∂P i x i
Pi 2 𝑖 𝑗 𝑖𝑗
Jika εii < 0 maka barang x termasuk barang normal, Penggunaan indeks harga seperti pada
artinya jika harga naik maka permintaannya akan persamaan (5) membuat model AIDS berbentuk non
berkurang dan berlaku sebaliknya. Tetapi jika εii > 0 linier dan sulit untuk diestimasi, sehingga indeks
maka disebut barang giffen, artinya permintaan harga akan diestimasi dengan menggunakan Indeks
barang x akan meningkat jika harga barang tersebut Harga Stone, yaitu:
naik. Suatu barang dikatakan inelastis sempurna jika logP = i wi logpi (6)
εii = 0, inelastis jika 0 <εii < 1, elastis unitari jika𝜺𝒊𝒊 =1,
elastis jika εii > 1, dan elastis sempurna jika εii = ∞. Dengan menggunakan Indeks Harga Stone maka
persamaan (4) menjadi linier dalam harga dan
3. Elastisitas harga silang adalah ukuran yang pengeluaran. Fungsi tersebut dikenal sebagai
menunjukkan respon permintaan konsumen akibat aproksimasi linier dari AIDS atau LA/AIDS. Model
terjadinya perubahan harga komoditi lain. Elastisitas LA/AIDS banyak digunakan oleh para peneliti
tersebut adalah: (Deaton (1988); Moeis (2003)). Beberapa kelebihan
𝜕𝑥 𝑖 model LA/AIDS diantaranya adalah:
𝑥𝑖 𝜕𝑥 𝑖 𝑃 𝑗
𝜀𝑖𝑗 = 𝜕𝑃 𝑗 = (3) a. Model mempertimbangkan keputusan konsumen
𝜕𝑃 𝑗 𝑥 𝑖
𝑃𝑗
dalam menentukan kelompok komoditi secara
dimana: bersama-sama sehingga hubungan dua arah atau
Pi= harga barang i lebih dari komoditi-komoditi tersebut dapat
Pj= harga barang j ditentukan. Hal ini sesuai dengan fenomena aktual
xi= jumlah barang iyang diminta yang terjadi bahwa pemilihan suatu komoditi
I= pendapatan dilakukan oleh konsumen secara bersama-sama.
Jika 𝜀𝑖𝑗 > 0 maka disebut sebagai barang substitusi, b. Model lebih konsisten dengan data pengeluaran
sedangkan 𝜀𝑖𝑗 < 0 disebut sebagai barang rumah tangga yang tersedia, sehingga estimasi
komplementer. permintaan bisa dilakukan tanpa data kuantitas.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat
elastisitas harga, antara lain tingkat substitusi, jumlah

Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 2, 2013 21


DAMPAK PENDAPATAN DAN HARGA ROKOK TERHADAP
TINGKAT KONSUMSI ROKOK PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI INDONESIA
Nasruddin Djoko Surjono, Piping Setyo Handayani

c. Konsisten dengan teori permintaan karena adanya Analisis menggunakan data konsumsi tembakau
restriksi yang dimasukkan ke dalam model dan pada tingkat rumah tangga memungkinkan eksplorasi
dapat digunakan untuk menguji restriksi model. yang lebih dalam menurut kelompok penduduk, umur,
d. Karena modelnya linier maka parameternya gender, pendapatan dan pendidikan (Barber, et.al.,
mudah diestimasi dan lebih efisien. 2008). Adioetomo et.al.(2005) menggunakan data
cross section tahun 1999 untuk menganalisis
2.4. Penelitian Terdahulu konsumsi tembakau secara lebih detail.Model yang
Studi di Indonesia yang dilakukan oleh De Beyer digunakan adalah model Ordinary Least Square (OLS)
dan Yurekli (2001) menggunakan model log linier dan dengan memasukkan harga rokok, pengeluaran
data agregat time series tahun 1980 sampai 1995 rumah tangga, pengaruh cukai, wilayah, pulau
melaporkan bahwa nilai elastisitas harga sebesar-0,51 terbesar, tempat tinggal, jenis kelamin, umur dan
dan elastisitas pendapatan sebesar 0,35. Studi yang pendidikan sebagai variabel independen. Hasil studi
dilakukan Djutaharta, et.al.(2003), melakukan melaporkan bahwa harga berpengaruh secara
estimasi dengan menggunakan data tahunan (1970 signifikan terhadap keputusan rumah tangga dalam
sampai 2001) dan data bulanan (1996 sampai mengkonsumsi tembakau, tetapi harga
2001).Variabel yang dimasukkan dalam model mempengaruhi jumlah rokok yang dikonsumsi dengan
diantaranya adalah faktor peringatan kesehatan yang elastisitas sebesar -0,60. Rumah tangga miskin lebih
dicantumkan pada bungkus rokok di Indonesia, krisis responsif terhadap perubahan harga, dengan
ekonomi, dan tren waktu. Model yang dikembangkan elastisitas harga sebesar -0,70. Studi tersebut
tersebut menghasilkan nilai elastisitas harga yang melaporkan adanya variasi harga yang cukup besar
sedikit lebih rendah yaitu antara -0,33 sampai -0,47, dalam data, terutama pada data cross section karena
dan elastisitas pendapatan antara 0,14 sampai 0,51. adanya bias sistematik dari data (Barber, et.al., 2008).
Pada periode krisis, konsumsi rokok justru lebih besar Penelitian yang dilakukan Firdaus dan
22 persen dibandingkan sebelum krisis. Alasan Suryaningsih (2010) juga menggunakan regresi
kenaikan konsumsi tersebut terkait dengan stres berganda dan metode estimasi OLS, untuk mengetahui
perokok karena krisis. Penyertaan variabel dummy fungsi konsumsi rokok pada rumah tangga miskin di
peringatan kesehatan pada bungkus rokok dilaporkan Pulau Jawa.Dari hasil pengolahan data didapatkan
tidak signifikan. bahwa variabel pendapatan, anggota rumah tangga
Guindon, et.al., (2003) menggunakan data dewasa dan konsumsi non rokok mempengaruhi
Indonesia tahun 1970-2000 dengan analisis runtun tingkat konsumsi rokok di Pulau Jawa. Model yang
waktu. Model yang digunakan adalah model dikembangkan menghasilkan kesimpulan bahwa
konvensional yang tidak memperhitungkan faktor konsumsi rokok di Pulau Jawa adalah elastis. Hasil
adiksi, hasil studi menunjukkan nilai elastisitas harga tersebut bertentangan dengan hasil penelitian yang
jangka pendek sebesar -0,29 dan elastisitas dilakukan oleh Triana (2011) dengan menggunakan
pendapatan sebesar 0,72. Jika data tersebut model LA/AIDS, yang menyebutkan bahwa elastisitas
diaplikasikan pada model myopic addiction dengan harga untuk komoditi rokok pada rumah tangga
variabel lag untuk konsumsi rokok maka miskin di Pulau Jawa bersifat inelastis baik di
menghasilkan nilai elastisitas harga sebesar -0,32, dan perkotaan maupun di perdesaan dan trennya
elastisitas pendapatan sebesar 0,32. Hasil studi yang cenderung meningkat. Elastisitas harga silang
dilakukan oleh Hidayat dan Thabrany (2010), komoditi rokok menyatakan adanya hubungan
menggunakan agregat data panel dari IFLS 1993- komplementer antara rokok dengan komoditi
2000, mendukung model myopic addiction. Elastisitas makanan pokok, lauk pauk, telekomunikasi dan
harga jangka pendek dan jangka panjang masing- pendidikan dan hubungan substitusi dengan komoditi
masing adalah sebesar -0,28 dan -0,73. makanan lainnya dan komoditi non makanan lainnya.
Studi lain yang pernah dilakukan di Indonesia Berdasarkan elastisitas pengeluaran maka komoditi
adalah studi mengenai faktor-faktor yang rokok termasuk barang mewah.
mempengaruhi besarnya konsumsi rokok individu Sejalan dengan studi Triana (2011), Barber,
dengan menggunakan model sample selection et.al.(2008) juga menyatakan bahwa permintaan
(Harahap, 2003). Studi tersebut menganalisis data rokok dikatakan bersifat inelastis, artinya persentase
individu berskala nasional yang diperoleh dari IFLS penurunan permintaan relatif lebih rendah daripada
1997.Hasil studi menemukan bahwa faktor-faktor kenaikan harga. Dengan kata lain banyak perokok
yang mempengaruhi besarnya jumlah konsumsi rokok akan tetap melanjutkan kebiasaannya meskipun harus
berbeda dengan faktor yang mempengaruhi membayar harga yang cukup tinggi, tidak terkecuali
partisipasi rokok.Harga rokok dan pendapatan bagi perokok yang berasal dari rumah tangga miskin.
memiliki hubungan yang signifikan dengan besarnya Studi mengenai rokok di Cina yang dilakukan
jumlah konsumsi rokok, dimana harga rokok oleh Wang, et.al.(2006) bertujuan melihat dampak
berpengaruh negatif dan pendapatan berpengaruh pengeluaran tembakau terhadap pola pengeluaran
positif terhadap konsumsi rokok. Variabel sosial rumah tangga di perdesaan. Dengan menggunakan
demografi yang secara signifikan mempengaruhi model fractional logit (flogit) dilakukan estimasi
jumlah konsumsi rokok adalah umur, pendidikan, hubungan antara pengeluaran tembakau dengan 17
jenis kelamin dan status perkawinan. pengeluaran komoditi lainnya, dan dikontrol

22 Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 2, 2013


DAMPAK PENDAPATAN DAN HARGA ROKOK TERHADAP
TINGKAT KONSUMSI ROKOK PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI INDONESIA
Nasruddin Djoko Surjono, Piping Setyo Handayani

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian

menggunakan karakteristik sosial ekonomi dan bahwa harga rokok merupakan faktor penting yang
demografi rumah tangga. mempengaruhi kebiasan merokok.
Hasil studi Kyaing, et.al. (2005) menunjukkan Berbagai penelitian mengenai tembakau dan
bahwa konsumsi tembakau pada kelompok low- rokok juga berkembang di India, diantaranya adalah
income berhubungan dengan pengeluaran rumah Guptadan Sanker (2003) membahas berbagai isu
tangga yang digunakan untuk tembakau dan mengenai tembakau di India. Studi Neufeld, et.al.
opportunity cost dari pengeluaran tersebut. Survei (2004), menyatakan bahwa penggunaan alkohol dan
dilakukan pada kelompok low-income, dan tembakau di India berkaitan dengan umur, jenis
menemukan bahwa rumah tangga yang kelamin dan kemiskinan. Sementara John (2005) dan
mengkonsumsi tembakau menghabiskan uangnya (2008) menganalisis dampak pola konsumsi
lebih banyak untuk mengkonsumsi tembakau tembakau terhadap kesehatan dan alokasi sumber
daripada untuk kesehatan, pendidikan, pakaian dan daya serta kecukupan gizi rumah tangga.
perumahan. Persentase pengeluaran untuk konsumsi Siahpush (2003) dengan menggunakan metode
rokok paling besar terjadi pada kelompok pendapatan regresi logistik melihat hubungan antara status sosial
paling rendah. Elastisitas harga dan ekonomi dan pengeluaran tembakau di Australia.
konsumsitembakau berkorelasi negatif, atau dapat Metode yang digunakan untuk mengestimasi efek
dikatakan bahwa peningkatan harga tembakau secara pengeluaran tembakau adalah metode OLS. Hasil studi
efisien dapat menurunkan penggunaan tembakau. menyimpulkan bahwa status sosial ekonomi yang
Hu, et.al.(2005) dan Liu, et.al.(2006) meneliti rendah mempunyai pengeluaran untuk tembakau
hubungan rokok dengan kemiskinan. Kedua yang lebih tinggi. Di antara rumah tangga perokok,
penelitian tersebut menggunakan model regresi pada rumah tangga yang mempunyai status sosial ekonomi
data yang berbeda. Hu, et.al. (2005) menyimpulkan terendah menghabiskan lebih banyak dananya untuk
bahwa penurunan pengeluran rokok dapat menjadi tembakau.
sumber daya rumah tangga untuk konsumsi makanan, Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka
perumahan dan barang lain yang dapat meningkatkan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
standar hidup. Sementara Liu, et.al.(2006) a. Rumah tangga miskin akan meningkatkan
menyatakan bahwa penurunan prevalensi rokok tidak konsumsi rokoknya jika ada peningkatan
hanya merupakan strategi untuk meningkatkan pendapatan.
kesehatan masyarakat, tetapi juga merupakan strategi b. Rumah tangga miskin akan mengurangi
untuk mengurangi kemiskinan. Studi lain di Cina konsumsi rokok, jika ada kenaikan harga rokok.
adalah studi yang dilakukan oleh Chen dan Xing c. Rumah tangga miskin akan mengurangi
(2011). Studi tersebut mengestimasi elastisitas konsumsi barang lain, jika pengeluaran untuk
konsumsi tembakau dengan menggunakan model konsumsi rokok meningkat.
LA/AIDS. Hasil penelitian tersebut menyebutkan

Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 2, 2013 23


DAMPAK PENDAPATAN DAN HARGA ROKOK TERHADAP
TINGKAT KONSUMSI ROKOK PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI INDONESIA
Nasruddin Djoko Surjono, Piping Setyo Handayani

3. METODE PENELITIAN IMRi = Invers Mills Ratio, variabel koreksi dari


3.1. Sumber Data estimasi kelompok pengeluaran ke i yang
Penulis menggunakan data Susenas Panel tahun dikonsumsi rumah tangga
2008-2010 dan Potensi Desa (Podes) 2008. Data 𝛼𝑖0 , 𝛼𝑖1 , 𝛼𝑖2 , 𝛼𝑖3 , 𝛼𝑖4 , 𝛼𝑖5 , 𝛼𝑖6 , 𝛼𝑖7 , 𝛼𝑖8 , 𝛾𝑖𝑗 , 𝛽𝑖 = parameter
Susenas Panel 2008-2010 mencakup sampel 68.800 dugaan
rumah tangga, 67.174 rumah tangga pada tahun 2009, ui = residual (error term)
dan 66.516 rumah tangga pada tahun 2010. Data Restriksi model AIDS yang harus dipenuhi
Susenas dipilih karena dapat memperlihatkan sebagai asumsi fungsi permintaan adalah:
informasi mengenai karakteristik sosial ekonomi dan Adding-up: 𝑖 𝑤𝑖 = 1, 𝑖 𝛼𝑖 = 1, 𝑖 𝛾𝑖𝑗 = 0, 𝛽𝑖 = 0
𝑖
sosial demografi rumah tangga, sedangkan data Podes
Homogeneity: 𝑖 𝛾𝑖𝑗 = 0, untuk setiap i
digunakan untuk memperoleh data mengenai akses
rumah tangga terhadap informasi maupun fasilitas Symmetry: 𝛾𝑖𝑗 = 𝛾𝑗𝑖
kesehatan. Variabel tidak bebas proporsi pengeluaran (wi)
Dalam penelitian ini, konsumsi rumah tangga merupakan hasil pembagian antara pengeluaran
baik untuk makanan maupun non makanan, akan rumah tangga untuk kelompok komoditi tertentu
dikelompokkan kembali menjadi 11 kelompok, dengan pengeluaran total rumah tangga. Rumus untuk
terutama untuk komoditi yang diduga berpengaruh proporsi pengeluaran dari masing-masing kelompok
maupun dipengaruhi oleh konsumsi rokok. komoditi ke-i adalah:
Pengelompokkan tersebut diperlukan untuk ei
memudahkan peneliti dalam melakukan estimasi dan wi = (8)
e
analisis. Selain itu dengan dilakukannya
pengelompokkan tersebut diharapkan dapat dimanaei merupakan nilai pengeluaran kelompok
mengurangi adanya bias akibat pengamatan yang komoditi i dan e adalah nilai pengeluaran total rumah
kosong karena rumah tangga tidak mengkonsumsi tangga.
jenis pangan tertentu pada waktu satu minggu Variabel bebas harga kelompok komoditi tidak
periode survei. Adanya rumah tangga yang tidak tersedia, sehingga harga dalam persamaan LA/AIDS
mengkonsumsi salah satu komoditi pangan, akan akan diproksi dengan unit value, yaitu rasio
memungkinkan terjadinya selectivity bias data (Moeis, pengeluaran komoditi terhadap kuantitas komoditi
2003). yang dikonsumsi. Unit value kelompok komoditi (pi)
merupakan rata-rata tertimbang dari komoditi-
3.2. Spesifikasi Model komoditi yang terdapat dalam kelompok komoditi i
Untuk mengetahui konsumsi rokok pada rumah yang diformulasikan sebagai berikut:
tangga miskin, maka penelitian ini menggunakan ej
ji
model LA/AIDS. Model LA/AIDS yang digunakan pi = j=1 pj (9)
ei
adalah: dimana ej adalah nilai pengeluaran komoditi ke j dan pj
𝑤𝑖 = 𝛼𝑖0 + 𝑗 𝛾𝑖𝑗 𝑙𝑛𝑝𝑗 + 𝛽𝑖 𝑙𝑛 𝑦 𝑃 + 𝛼𝑖1 𝐴𝐺𝐸 +
adalah harga komoditi j yang dibayarkan oleh rumah
𝛼𝑖2𝐸𝐷𝑈𝐶+𝛼𝑖3𝐴𝐷𝑈𝐿𝑇+𝛼𝑖4𝐸𝑀𝑃+𝛼𝑖5𝐼𝑁𝐹+𝛼𝑖6𝐹𝐴𝑆𝐾𝐸 tangga dan didefinisikan sebagai:
𝑆 + 𝛼𝑖7 𝑇𝐼𝑃𝐸 + 𝛼𝑖8 𝐼𝑀𝑅𝑖 + 𝑢𝑖 (7) ej
pj = (10)
qj
dimana dimana qj adalah banyaknya komoditi j yang
i,j = kelompok pengeluaran dikonsumsi rumah tangga.
wi = proporsi pengeluaran rumah tangga untuk Penggunaan variabel bebas harga-harga (pi) dan
konsumsi kelompok ke-i terhadap total tidak bebas proporsi pengeluaran (wi) kelompok
pengeluaran komoditi secara bersama-sama, akan mengakibatkan
pj = harga kelompok pengeluaran ke j yang tidak bias simultan (simultaneity bias) dan jika digunakan
terobservasi (diproksi dengan unit value) metode OLS, maka akan menghasilkan estimator yang
y = jumlah pengeluaran rumah tangga bias. Untuk menghindari terjadinya simultaneity bias
P = Indeks Harga Stone, 𝑙𝑜𝑔𝑃 = 𝑖 𝑤𝑖 𝑙𝑜𝑔𝑝𝑖 dan mengkoreksi harga-harga guna mengatasi quality
AGE = umur kepala rumah tangga effect dan quantity premium terhadap rumah tangga
EDUC = lama sekolah kepala rumah tangga sampel yang mengkonsumsi suatu komoditi, maka
ADULT = persentase anggota rumah tangga yang digunakan instrument variable (Moeis, 2003). Hal
berumur 18 tahun ke atas tersebut dilakukan dengan mencari harga estimasi
EMP = dummy bekerja (1 jika kepala rumah tangga masing-masing komoditi untuk setiap rumah tangga
bekerja, 0 jika lainnya) sampel, dengan asumsi setiap rumah tangga belanja
INF = dummy akses terhadap informasi (1 jika pada pasar yang sama untuk setiap desa dan setiap
rumah tangga mempunyai akses terhadap desa hanya memiliki satu pasar. Langkah pertama,
informasi, 0 jika lainnya) dilakukan penghitungan logaritma natural dari harga
FASKES = dummy adanya fasilitas kesehatan (1 jika rata-rata setiap komoditi di desa (lnpi ) dan
ada fasilitas kesehatan di sekitar rumah, 0 menghitung deviasi dari log harga setiap komoditi
jika lainnya) (lnDi ) yang dibayar oleh setiap rumah tangga
TIPE = dummy tipe daerah (1 jika kota, 0 jika desa)

24 Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 2, 2013


DAMPAK PENDAPATAN DAN HARGA ROKOK TERHADAP
TINGKAT KONSUMSI ROKOK PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI INDONESIA
Nasruddin Djoko Surjono, Piping Setyo Handayani

terhadap rata-rata harga setiap komoditi di setiap rumah tangga, dan karakteristik sosial demografi
desa, dengan rumus: rumah tangga.
Model estimasi probit yang digunakan dalam
lnDi = lnpi − lnpi (11)
penelitian ini adalah:
dimana: konsumsii = αi0 + j γij lnpj + βi ln y αi1 AGE +
h p hi
αi2EDUC+αi3ADULT+α
pi = (12) i4EMP+αi5INF+αi6FASKES+ui(15)
n
Kemudian dilakukan estimasi nilai probit untuk
lnDi = deviasi dari logaritma natural harga setiap rumah tangga dan hasilnya digunakan untuk
kelompok komoditi i yang dibayar menghitung IMR.
rumah tangga Kedua menghitung nilai IMR yaitu dengan
pi = unit value kelompok komoditi i yang membandingkan antara probability density function
dibayar rumah tangga (PDF) dengan cumulative distribution function (CDF)
𝑝𝑖 = rata-rata unit value kolompok komoditi i normal standar dengan rumus:
setiap desa di mana rumah tangga PDF
tinggal IMR = (16)
CDF
phi = harga kelompok komoditi i yang
Dengan mengacu pada Heien dan Pompelli
dikonsumsi rumah tangga h di setiap
(1998) maka model dasar LA/AIDS diperluas dengan
desa
menggunakan variabel sosial demografi. Variabel
n = jumlah rumah tangga di setiap desa
sosial demografi yang digunakan dalam penelitian ini
Setelah log deviasi harga diperoleh, selanjutnya
dan diduga mempengaruhi besarnya konsumsi rokok
dilakukan estimasi regresi deviasi harga dengan
pada rumah tangga miskin adalah umur kepala rumah
metode OLS menurut model ekonometri, sebagai
tangga, lama sekolah kepala rumah tangga, persentase
berikut:
anggota rumah tangga yang berumur 18 tahun ke atas,
lnDi = αi0 + γij lnpj + βi ln y + αi1 AGE + αi2 EDUC pekerjaan kepala rumah tangga, akses terhadap
j
informasi, adanya fasilitas kesehatan, dan daerah
+αi3 ADULT + α tempat tinggal.
i4 EMP + αi5 INF + αi6 FASKES + ui
(12) Variabel presentase jumlah anggota rumah
tangga yang berumur 18 tahun ke atas digunakan
Setelah model regresi deviasi harga diperoleh, untuk melihat persentase anggota rumah tangga yang
maka dilakukan estimasi log deviasi harga (lnDi ) dari sudah dewasa dan sebagai proksi dari umur pertama
setiap komoditi untuk setiap rumah tangga baik kali merokok. Variabel tersebut sering digunakan
rumah tangga yang mengkonsumsi ataupun tidak karena adanya keterbatasan data individu. Secara
mengkonsumsi komoditi tersebut dengan rumus: ekonomi semakin besar persentase rumah tangga
mengkonsumsi : lnpi = lnpi − lnDi (13) yang dewasa maka pengeluaran rumah tangga yang
tidak mengkonsumsi : lnpi = lnpi − lnDi (14) digunakan untuk konsumsi rokok akan semakin besar
dimana: pula.
pi = nilai estimasi unit value komoditi i Mengacu pada persamaan di atas maka
pi = harga kelompok komoditi i elastisitas harga sendiri (εii), elastisitas harga silang
pi = rata-rata harga kelompok komoditi i di setiap (εij), dan elastisitas pendapatan/pengeluaran (εiI)
desa dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
lnDi = nilai estimasi lnDi (mengacu pada persamaan 𝛾 𝑖𝑖
𝜀𝑖𝑖 = − 1 + 𝛽𝑖 + (8)
12). 𝑤𝑖
𝛾 𝑖𝑗 𝑤𝑗
Dalam penelitian ini komoditi pengeluaran 𝜀𝑖𝑗 = − 𝛽𝑖 (9)
𝑤𝑖 𝑤𝑖
rumah tangga dikelompokkan menjadi 11 kelompok. 𝛽𝑖
Karena masih terdapat banyak rumah tangga yang 𝜀𝑖𝐼 = 1 + (10)
𝑤𝑖
tidak mengkonsumsi komoditi tertentu setelah
dimana wi yang digunakan adalah wi rata-rata.
dilakukan pengelompokkan, maka dilakukan prosedur
two step Heckman. Prosedur two step Heckman
dilakukan dengan cara menambahkan veriabel bebas 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Invers Mills Ratio (IMR) pada model utama. Untuk 4.1. Konsumsi Rumah Tangga
mendapatkan variabel IMR dilakukan tahapan sebagai Berdasarkan persentase rumah tangga yang
berikut: mengkonsumsi komoditi tertentu, maka terlihat
Pertama mengestimasi peluang rumah tangga bahwa selama tiga tahun pengamatan, konsumsi
mengkonsumsi suatu kelompok komoditi dengan rumah tangga miskin untuk komoditi yang merupakan
regresi probit. Model probit menggunakan variabel sumber protein tinggi masih rendah. Rumah tangga
tidak bebas konsumsi setiap komoditi pengeluaran miskin lebih mengutamakan konsumsi untuk
(konsumsi) yaitu bernilai 1 jika mengkonsumsi karbohidrat atau kalori, untuk sekedar
kelompok komoditi i dan bernilai 0 jika tidak menghilangkan rasa lapar tanpa memperhatikan
mengkonsumsi. Sedangkan variabel bebas yang kebutuhan nutrisi makanan yang harus dikonsumsi.
digunakan adalah harga-harga, total pengeluaran

Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 2, 2013 25


DAMPAK PENDAPATAN DAN HARGA ROKOK TERHADAP
TINGKAT KONSUMSI ROKOK PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI INDONESIA
Nasruddin Djoko Surjono, Piping Setyo Handayani

Tabel 1. Persentase Rumah Tangga Miskin yang Mengkonsumsi dan Tidak MengkonsumsiKelompok Komoditi

2008 2009 2010


No Kelompok Komoditi
Konsumsi Tidak Konsumsi Tidak Konsumsi Tidak
1 Padi-padian 98,51 1,49 98,80 1,20 98,94 1,06
Ikan/Udang/Cumi/D
2 90,99 9,01 90,34 9,66 91,35 8,65
aging/Telur/Susu
3 Sayur&Buah 99,22 0,78 99,43 0,57 99,07 0,93
4 Bahan Minuman 92,19 7,81 92,52 7,48 92,18 7,82
5 Minuman Beralkohol 1,14 98,86 1,21 98,79 1,03 98,97
6 Rokok 46,33 53,67 44,23 55,77 47,21 52,79
Tembakau & Sirih
7 34,51 65,49 33,78 66,22 28,40 71,60
Lainnya
8 Makanan Lainnya 99,96 0,04 99,98 0,02 99,98 0,02
9 Biaya Kesehatan 97,00 3,00 96,46 3,54 95,10 4,90
10 Biaya Pendidikan 66,19 33,81 66,98 33,02 68,51 31,49
Non Makanan
11 100,00 0,00 100,00 0,00 100,00 0,00
Lainnya
Sumber: Diolah dari Susenas Panel 2008-2010

Kelompok komoditi terbanyak yang tidak harga estimasi yang terbebas dari quality effect dan
dikonsumsi oleh rumah tangga miskin adalah quantity premium.
kelompok minuman beralkohol, yaitu lebih dari 98 Rumah tangga miskin yang mengkonsumsi rokok
persen pada tahun 2008, 2009, maupun 2010. Hal ini sekitar 40 persen. Rata-rata proporsi pengeluaran
mungkin disebabkan karena adanya kesadaran untuk rokok pada rumah tangga miskin berkisar
masyarakat untuk tidak mengkonsumsi alkohol. antara 0,034-0,040. Harga rokok yang dikonsumsi
Sementara kelompok non makanan lainnya oleh rumah tangga miskin relatif murah. Rendahnya
dikonsumsi oleh semua rumah tangga miskin. Oleh rata-rata proporsi pengeluaran untuk rokok pada
karena semua rumah tangga mempunyai pengeluaran rumah tangga miskin sejalan dengan lebih rendahnya
untuk konsumsi non makanan lainnya, maka tidak rata-rata unit value rokok pada rumah tangga miskin.
terjadi selectivity bias pada kelompok ini, sehingga Variabel bebas yang digunakan dalam model
tidak dilakukan regresi probit pada kelompok ini. LA/AIDS adalah harga per kelompok komoditi, total
Rumah tangga yang tidak mempunyai pengeluaran rumah tangga, dan variabel sosial
pengeluaran untuk rokok menunjukkan bahwa rumah demografi rumah tangga yang digunakan sebagai
tangga tersebut tidak mengkonsumsi rokok atau tidak variabel kontrol. Variabel total pengeluaran, umur
ada anggota rumah tangga tersebut yang kepala rumah tangga, lama sekolah kepala rumah
mengkonsumsi rokok. Persentase rumah tangga tangga, dan persentase anggota rumah tangga yang
miskin yang merokok pada tahun 2008 mencapai berumur 18 tahun ke atas merupakan variabel
46,33 persen, sedikit menurun pada tahun 2009 dan kontinu, sedangkan variabel status bekerja kepala
meningkat kembali pada tahun 2010 menjadi 47,21 rumah tangga, akses terhadap informasi, akses
persen. Pada tahun 2009 persentase rumah tangga terhadap fasilitas kesehatan dan tipe daerah tempat
miskin yang mengkonsumsi rokok menurun karena tinggal merupakan variabel dummy.
adanya kenaikan harga dan kemudian meningkat Karakteristik kepala rumah tangga yang diduga
kembali pada tahun 2010 meskipun terjadi kenaikan mempengaruhi permintaan rokok rumah tangga
harga rokok pada awal tahun 2010. adalah umur, lama sekolah, dan status bekerja. Umur
Dilihat dari rata-rata unit value-nya harga rokok kepala rumah tangga diduga dapat mempengaruhi
yang dibeli oleh rumah tangga miskin pada tahun keputusan anggota rumah tangga untuk
2008, 2009, dan 2010, masing-masing adalah sebesar mengkonsumsi rokok. Pada tahun 2008 rata-rata
196,44 rupiah, 391,10 rupiah, dan 502,73 rupiah. umur kepala rumah tangga miskin adalah 47,82 tahun.
Standar deviasi unit value untuk rumah tangga miskin Demikian pula tingkat pendidikan kepala rumah
sangat bervariasi dan cukup tinggi pada semua tangga juga diduga mempengaruhi cara rumah tangga
kelompok komoditi. Hal tersebut menggambarkan untuk mengalokasikan pendapatannya untuk
adanya heterogenitas pada unit value. Keheterogenan memenuhi kebutuhan rumah tangga. Dalam penelitian
ini bisa disebabkan oleh efek kualitas barang atau ini indikator yang digunakan untuk melihat tingkat
jumlah barang yang dibeli (Moeis, 2003). Pengaruh ini pendidikan kepala rumah tangga adalah variabel lama
akan dihilangkan dengan melakukan estimasi deviasi sekolah. Rata-rata lama sekolah kepala rumah tangga
dari logaritma harga yang selanjutnya akan diperoleh miskin yaitu sekitar 4,59 tahun. Kepala rumah tangga
miskin pada umumnya tidak tamat Sekolah Dasar.

26 Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 2, 2013


DAMPAK PENDAPATAN DAN HARGA ROKOK TERHADAP
TINGKAT KONSUMSI ROKOK PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI INDONESIA
Nasruddin Djoko Surjono, Piping Setyo Handayani

Variabel total pengeluaran rumah tangga sebulan murahnya harga rokok yang dikonsumsi rumah
dalam penelitian ini digunakan sebagai proksi dari tangga. Pada rumah tangga miskin tahun 2008,
pendapatan rumah tangga. Hal ini disebabkan karena variabel akses terhadap informasi tidak signifikan
data pendapatan yang tidak tersedia. Sedangkan yang mempengaruhi variabel deviasi log harga rokok.
digunakan sebagai variabel bebas dalam estimasi Variabel status pekerjaan, akses terhadap
model adalah logaritma natural dari pengeluaran informasi, akses terhadap fasilitas kesehatan, dan tipe
rumah tangga sebulan (lny). daerah tempat tinggal tidak signifikan mempengaruhi
850,000.00
831,957.47 harga rokok yang dikonsumsi rumah tangga miskin
pada tahun 2009. Berarti bahwa variabel-variabel
800,000.00 770,156.49
tersebut tidak akan berpengaruh terhadap mahal atau
murahnya rokok yang dikonsumsi oleh rumah tangga
750,000.00 miskin. Pada rumah tangga miskin tahun 2010,
696,647.39
variabel akses terhadap informasi dan fasilitas
700,000.00 kesehatan tetap tidak berpengaruh pada deviasi log
harga rokok.
650,000.00 Variabel umur kepala rumah tangga miskin
berpengaruh signifikan pada level 1 persen terhadap
600,000.00 deviasi log harga rokok, namun tandanya negatif. Hal
2008 2009 2010 tersebut menunjukkan bahwa semakin tua umur
kepala rumah tangga maka harga rokok yang dibeli
Sumber: Diolah dari Susenas Panel 2008-2010 akan semakin murah.
Variabel sosial demografi lain yang signifikan
Grafik1. Rata-Rata Pengeluaran Sebulan menurut dan bertanda negatif terhadap deviasi log harga
Rumah Tangga Miskin (Rupiah) adalah lama sekolah kepala rumah tangga dan tipe
daerah tempat tinggal. Hal tersebut berarti bahwa
Rata-rata total pengeluaran sebulan untuk kepala rumah tangga yang mempunyai pendidikan
rumah tangga miskin pada tahun 2008 hanya sebesar lebih tinggi justru akan membeli rokok dengan harga
696.674,39 rupiah. Sementara pada tahun 2010, yang lebih murah. Rumah tangga miskin yang tinggal
rumah tangga miskin mempunyai rata-rata di daerah pedesaan juga cenderung akan membeli
pengeluaran sebulanmencapai 831.957,47 rupiah. rokok dengan harga yang lebih murah dibandingkan
Rumah tangga miskin mempunyai akses rumah tangga miskin yang tinggal di daerah
terhadap informasi dan fasilitas kesehatan yang relatif perkotaan.
rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh sebagian Sedangkan variabel persentase anggota rumah
besar rumah tangga miskin tinggal di desa yang tidak tangga yang berumur 18 tahun ke atas dan status
mempunyai fasilitas kesehatan dan susah pekerjaan kepala rumah tangga berpengaruh
mendapatkan akses terhadap informasi. Bila dilihat signifikan dan bertanda positif terhadap deviasi log
dari tipe daerah tempat tinggal maka rumah tangga harga. Dapat diartikan bahwa semakin banyak
miskin yang tinggal di pedesaan mencapai 56 persen, anggota rumah tangga yang berumur 18 tahun ke atas
atau lebih dari separuh rumah tangga miskin tinggal dan kepala rumah tangga yang bekerja akan
di daerah pedesaan. Menghindari terjadinya mempengaruhi rumah tangga miskin untuk membeli
simultaneity bias serta mengoreksi quality effect dan rokok dengan harga yang lebih mahal. Hal ini wajar
quantity premium, maka digunakan variabel karena jumlah anggota rumah tangga yang dewasa
instrumen untuk memproksi harga (Moeis, 2003). dan kepala rumah tangga yang bekerja akan
Variabel instrumen ini diperoleh dengan mengkoreksi mempunyai pendapatan yang lebih tinggi
unit value dari quality effect dan quantity premium. dibandingkan dengan kepala rumah tangga yang tidak
Unit value dikoreksi dengan estimasi deviasi harga bekerja, sehingga mereka mempunyai kemampuan
yang diperoleh dari regresi persamaan (12). untuk membeli rokok dengan harga yang sedikit lebih
Variabel pengeluaran rumah tangga sebulan mahal.
(lny) secara keseluruhan signifikan pada level 1
persen dan bertanda. Tanda positif dapat diartikan 4.2. Estimasi Model Probit
bahwa semakin besar pendapatan rumah tangga maka Estimasi sistem permintaan dengan model
rumah tangga tersebut akan mengkonsumsi kelompok LA/AIDS menggunakan observasi rumah tangga yang
komoditi dengan kualitas yang lebih tinggi atau mempunyai nilai proporsi kelompok pengeluaran
dengan unit value yang lebih mahal. tidak sama dengan nol. Artinya observasi yang akan
Variabel sosial demografi rumah tangga cukup digunakan dalam estimasi model hanya rumah tangga
banyak yang signifikan dalam menjelaskan variabel yang mengkonsumsi kelompok komoditi saja. Tidak
deviasi log harga rokok, hanya variabel akses dilibatkannya rumah tangga yang tidak
terhadap informasi dan akses terhadap fasilitas mengkonsumsi kelompok komoditi akan
kesehatan yang kadang-kadang tidak signifikan. Hal mengakibatkan estimasi yang bias, sehingga perlu
ini berarti bahwa variabel akses terhadap informasi dilakukan koreksi dengan memasukkan variabel
maupun akses terhadap fasilitas kesehatan kadang- Invers Mill’s Ratio (IMR) dalam persamaan model
kadang tidak berpengaruh terhadap mahal atau

Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 2, 2013 27


DAMPAK PENDAPATAN DAN HARGA ROKOK TERHADAP
TINGKAT KONSUMSI ROKOK PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI INDONESIA
Nasruddin Djoko Surjono, Piping Setyo Handayani

utama. Pada penelitian ini, IMR hanya dihitung peluang rumah tangga untuk mengkonsumsi rokok
padasepuluh kelompok komoditi. IMR pada kelompok pada tahun 2008, 2009, dan 2010. Hal ini berarti
komoditi non makanan lainnya tidak dihitung. bahwa semakin besar pendapatan rumah tangga maka
IMR dihitung dengan menggunakan prosedur semakin besar pula peluang rumah tangga tersebut
Two Step Heckman. Pada tahap pertama, peneliti untuk mengkonsumsi rokok.
melakukan estimasi peluang mengkonsumsi Variabel sosial demografi pada rumah tangga
kelompok komoditi dengan model probit. Pada tahap miskin hampir semuanya berpengaruh signifikan
kedua menghitung IMR berdasarkan estimasi nilai terhadap peluang rumah tangga mengkonsumsi
probit. Hal yang menarik untuk dianalisis dari rokok, baik tahun 2008, 2009, dan 2010, kecuali
estimasi regresi probit adalah perubahan peluang variabel akses terhadap informasi dan akses terhadap
rumah tangga untuk mengkonsumsi (marginal effect) fasilitas kesehatan. Ini menunjukkan bahwa variabel
suatu kelompok komoditi akibat perubahan variabel- sosial demografi yang digunakan cukup mampu
variabel bebasnya. menjelaskan peluang rumah tangga untuk
Variabel harga pada model probit untuk mengkonsumsi rokok.
konsumsi rokok tahun 2008, baik variabel harga Variabel umur kepala rumah tangga, lama
sendiri maupun harga silang pada rumah tangga sekolah kepala rumah tangga, dan tipe daerah tempat
miskin banyak yang signifikan, kecuali variabel harga tinggal berpengaruh negatif terhadap peluang rumah
untuk padi-padian dan minuman beralkohol. Koefisien tangga untuk mengkonsumsi rokok. Artinya bahwa
variabel harga sendiri bertanda positif dan signifikan semakin tua umur kepala rumah tangga dan semakin
pada level 1 persen. Tanda positif mempunyai tinggi pendidikan kepala rumah tangga, maka rumah
pengertian bahwa jika ada peningkatan harga tangga tersebut akan mempunyai peluang yang lebih
kelompok komoditi maka akan menaikkan peluang kecil untuk mengkonsumsi rokok. Sementara rumah
rumah tangga untuk mengkonsumsi kelompok tangga yang tinggal di daerah pedesaan juga
komoditi tersebut. Misalnya nilai marginal effect harga mempunyai peluang yang lebih kecil untuk merokok.
sendiri dari rokok pada rumah tangga miskin tahun Variabel persentase anggota rumah tangga yang
2008 sebesar 0,30226, artinya jika harga rokok naik 1 berumur 18 tahun ke atas dan status pekerjaan kepala
persen maka perubahan peluang rumah tangga miskin rumah tangga berpengaruh positif terhadap peluang
untuk mengkonsumsi rokok akan meningkat sebesar konsumsi rokok rumah tangga baik pada tahun 2008,
0,30226. Berbeda dengan harga sendiri, variabel 2009, maupun 2010. Hal ini menunjukkan fakta
harga silang memiliki tanda yang beragam walaupun bahwa semakin banyak anggota rumah tangga yang
sebagian besar signifikan dan bertanda negatif. Pada berumur 18 tahun ke atas, maka semakin besar
tahun 2008 koefisien harga silang yang bertanda peluang rumah tangga tersebut untuk mengkonsumsi
positif dan signifikan hanya variabel harga untuk rokok. Besarnya peluang tersebut sejalan dengan
kelompok komoditi bahan minuman. Sementara kenyataan bahwa rata-rata usia merokok pertama kali
variabel harga yang tidak signifikan adalah variabel adalah sekitar 17-18 tahun. Sedangkan kepala rumah
harga untuk kelompok padi-padian dan minuman tangga yang mempunyai pekerjaan akan
beralkohol. memperbesar peluang rumah tangga untuk
Nilai koefisien harga silang untuk konsumsi mengkonsumsi rokok. Hal tersebut dikarenakan
rokok pada rumah tangga miskin tahun 2008, lebih kepala rumah tangga yang bekerja akan mempunyai
kecil dibandingkan dengan koefisien harga kemampuan untuk membeli rokok dan banyaknya
sendiri.Penjelasan tersebut mengimplikasikan bahwa teman kerja yang merokok.
harga rokok mempunyai pengaruh yang lebih besar
terhadap peluang mengkonsumsi rokok.Hal ini sejalan 4.3. Estimasi Fungsi Permintaan
dengan hasil penelitian Harahap (2003) dan Dalam penelitian ini selain dilakukan treatment
bertentangan dengan hasil penelitian Adioetomo, untuk mengatasi berbagai permasalahan yang
et.al.(2005), yang melaporkan bahwa harga rokok dihadapi, juga dilakukan restriksi pada saat
tidak signifikan berpengaruh terhadap keputusan melakukan regresi untuk model LA/AIDS. Restriksi
rumah tangga untuk mengkonsumsi tembakau. yang digunakan dalam penelitian ini adalah adding-up,
Pada rumah tangga miskin tahun 2009, nilai koefisien homogenitas dan simetri terhadap fungsi permintaan.
harga silang yang tidak signifikan mempengaruhi Restriksi ini dilakukan agar fungsi permintaan yang
peluang mengkonsumsi rokok adalah koefisien harga diestimasi sesuai dengan teori permintaan. Restriksi
makanan lainnya, biaya kesehatan, dan biaya homogenitas dan simetri dilakukan dengan
pendidikan. memasukkan persamaan restriksi sebelum melakukan
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, maka regresi untuk masing-masing model utama.
pada tahun 2010 koefisien harga silang yang tidak Sedangkan restriksi adding-up pada penelitian ini
signifikan mempengaruhi peluang rumah tangga dilakukan dengan cara mengeluarkan satu persamaan
miskin mengkonsumsi rokok hanyalah koefisien harga yang terakhir (persamaan untuk kelompok non
biaya kesehatan. makanan lainnya) dari sistem. Semua variabel yang
Uji parsial menunjukkan bahwa pada rumah terdapat pada kesepuluh persamaan menjadi variabel
tangga miskin variabel pengeluaran rumah tangga pada persamaan yang terakhir (kesebelas), kecuali
berpengaruh signifikan dan bertanda positif terhadap variabel IMR.

28 Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 2, 2013


DAMPAK PENDAPATAN DAN HARGA ROKOK TERHADAP
TINGKAT KONSUMSI ROKOK PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI INDONESIA
Nasruddin Djoko Surjono, Piping Setyo Handayani

4.3.1. Koefisien Determinasi dan Kesesuaian Model 4.3.3. Harga Komoditi


Koefisien determinasi (R2) merupakan suatu Salah satu variabel bebas fungsi permintaan
ukuran untuk menerangkan persentase variasi LA/AIDS yang digunakan pada penelitian ini adalah
variabel tidak bebas yang mampu dijelaskan oleh variabel harga-harga. Arah hubungan variabel harga
variabel bebas (Gujarati, 2003). Koefisien determinasi dengan proporsi pengeluaran kelompok komoditi bisa
yang biasa digunakan untuk keperluan analisis adalah positif maupun negatif. Tanda positif berarti bahwa
Adjusted R2, sedangkan untuk menguji kesesuaian perubahan harga akan mengakibatkan perubahan
model secara keseluruhan digunakan Uji F. proposi pengeluaran kelompok komoditi ke arah yang
Model LA/AIDS yang menggunakan restriksi dan sama, sedangkan tanda negatif menunjukkan arah
diestimasi dengan OLS tidak menghasilkan Adjusted perubahan proporsi pengeluaran kelompok komoditi
R2, maka dalam penelitian ini digunakan nilai yang berlawanan. Perbedaan atau kesamaan arah
koefisien determinasi dari model LA/AIDS tanpa tersebut, terjadi karena proporsi pengeluaran
restriksi. Dari hasil estimasi model diperoleh bahwa merupakan pembagian antara jumlah rupiah yang
nilai Adjusted R2 rumah tangga miskin pada tahun dikeluarkan untuk konsumsi kelompok komoditi
2008 bernilai antara 7,95 persen untuk proporsi tertentu dengan total rupiah pengeluaran rumah
pengeluaran kelompok minuman beralkohol dan tangga. Sedangkan jumlah rupiah pengeluaran
46,96 persen untuk proporsi pengeluaran kelompok kelompok komoditi tertentu merupakan perkalian
non makanan lainnya. antara harga kelompok komoditi dengan jumlah yang
Nilai Adjusted R2 konsumsi rokok pada rumah dikonsumsi. Jika kenaikan harga lebih besar daripada
tangga miskin pada tahun 2008, 2009, dan 2010 penurunan jumlah yang dikonsumsi, maka proporsi
masing-masing adalah sebesar 17,61 persen, 8,45 akan meningkat (positif), sebaliknya jika kenaikan
persen, dan 9,75 persen. Nilai tersebut mengandung harga lebih kecil daripada penurunan jumlah yang
makna bahwa variabel-variabel harga, total dikonsumsi maka proposi akan menurun (negatif).
pengeluaran, dan sosial demografi mampu Hal yang menarik adalah estimasi parameter
menerangkan keragaman proporsi pengeluaran rokok harga sendiri semuanya signifikan pada level 1 persen
yang di konsumsi rumah tangga miskin sebesar 17,61 dan jika dibandingkan dengan harga silang maka
persen, 8,45 persen, dan 9,75 persen, sementara koefisien harga sendiri kelompok rokok pada rumah
sisanya dijelaskan/dipengaruhi oleh faktor lain di luar tanga miskin bertanda negatif. Artinya bahwa
model. dibandingkan dengan harga komoditi lain, harga
Walaupun variabel-variabel bebas tersebut pada sendiri mempunyai pengaruh yang paling besar
umumnya hanya mampu menerangkan keragaman terhadap proporsi pengeluaran komoditi dan jika
proporsi pengeluaran kelompok komoditi kurang dari harga komoditi tersebut meningkat maka akan
50 persen, tetapi hasil Uji F menunjukkan bahwa menurunkan proporsi pengeluarannya. Dapat
semua model signifikan pada level 1 persen.Demikian dikatakan bahwa pada umumnya rumah tangga akan
pula dengan hasil uji statistik secara parsial (Uji t) merespon kenaikan harga suatu komoditi dengan
menunjukkan bahwa sebagian besar estimasi menurunkan konsumsi komoditi tersebut, tetapi
parameternya signifikan pada level 1-10 persen. penurunan konsumsinya lebih sedikit daripada
Sehingga secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa kenaikan harganya.
model yang diperoleh cukup sesuai dan model juga Estimasi parameter harga silang rokok pada
telah memenuhi restriksi fungsi permintaan yang rumah tangga miskin ada yang bertanda negatif, dan
disyaratkan. berarti bahwa jika harga rokok naik maka rumah
tangga akan meresponnya dengan mengurangi
4.3.2. Estimasi Parameter IMR proporsi pengeluaran yang bertanda negatif.
Penggunaan IMR pada model fungsi permintaan
LA/AIDS bertujuan untuk menghilangkan adanya 4.3.4. Total Pengeluaran
selectivity bias pada suatu variabel bebas. Untuk Selain harga, faktor utama yang mempengaruhi
mengetahui apakah terdapat selectivity bias, maka permintaan suatu barang adalah pendapatan. Dalam
variabel IMR dimasukkan sebagai salah satu variabel penelitian ini pendapatan diproksi dengan total
bebas dalam model LA/AIDS. Apabila hasil uji pengeluaran rumah tangga. Total pengeluaran rumah
koefisien IMR signifikan, maka terdapat bias dalam tangga dalam fungsi permintaan adalah total
pemilihan sampel. pengeluaran riil, yaitu total pengeluaran rumah
Hasil studi menunjukkan bahwa hampir semua tangga yang dideflasi dengan Indeks Harga Stone.
IMR signifikan pada level 1 persen, kecuali pada Variabel pengeluaran riil rumah tangga hampir
kelompok makanan lainnya pada rumah tangga semuanya berpengaruh signifikan dan semuanya
miskin tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa pada berhubungan positif dengan proporsi pengeluaran
semua kelompok komoditi terjadi selectivity bias kelompok komoditi rumah tangga miskin. Hal ini
sehingga IMR dapat dimasukkan sebagai variabel berarti bahwa jika total pengeluaran riil rumah tangga
bebas dalam model utama. Variabel IMR tersebut miskin meningkat, maka proporsi pengeluaran
berfungsi untuk mewakili rumah tangga yang tidak kelompok komoditi tersebut juga akan meningkat.
mengkonsumsi kelompok komoditi sehingga model Kondisi ini sesuai dengan Teori Agregasi Engel yang
juga akan terhindar dari selectivity bias. menyatakan bahwa jika pendapatan meningkat maka

Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 2, 2013 29


DAMPAK PENDAPATAN DAN HARGA ROKOK TERHADAP
TINGKAT KONSUMSI ROKOK PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI INDONESIA
Nasruddin Djoko Surjono, Piping Setyo Handayani

akan dialokasikan secara proporsional pada seluruh 4.4. Elastisitas


komoditi yang dikonsumsi (Nicholson, 2006). Elastisitas permintaan merupakan suatu ukuran
Satu hal yang menarik bahwa nilai absolut yang digunakan untuk melihat respon konsumen
koefisien total pengeluaran terhadap proporsi terhadap permintaan komoditi akibat perubahan
pengeluaran rokok pada rumah tangga miskin harga sendiri, harga komoditi lainnya maupun
memiliki nilai positif, yaitu sebesar 0,0382 pada tahun pendapatan. Dalam penelitian ini pendapatan rumah
2008. Artinya bahwa jika total pengeluaran rumah tangga diproksi dengan pengeluaran rumah tangga,
tangga meningkat 1 persen, maka proporsi sehingga elastisitas pendapatan diestimasi dengan
pengeluaran rokok rumah tangga miskin akan menggunakan elastisitas pengeluaran.
meningkat sebesar 0,0382. Hal ini menunjukkan Nilai β merupakan estimasi parameter dari
bahwa bagi rumah tangga miskin, pendapatan sangat koefisien total pengeluaran riil dan γ adalah estimasi
besar pengaruhnya terhadap proporsi pengeluaran parameter dari koefisien harga-harga yang diperoleh
rokok. Implikasinya adalah semakin besar pendapatan dari estimasi sistem permintaan. Sedangkan proporsi
rumah tangga miskin maka akan meningkatkan pengeluaran per kelompok komoditi diperoleh dari
proporsi pengeluaran untuk rokok. Hal ini harus nilai rata-rata proporsi pengeluaran setiap tahun baik
menjadi perhatian pemerintah, karena peningkatan untuk rumah tangga miskin. Elastisitas pengeluaran
pendapatan rumah tangga miskin justru akan semua kelompok komoditi pada rumah tangga miskin
meningkatkan belanja untuk komoditi yang bernilai positif, kecuali kelompok komoditi minuman
membahayakan bagi kesehatan. Sementara program beralkohol. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pengentasan kemiskinan justru akan terus berusaha semua komoditi merupakan barang normal kecuali
untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga minuman beralkohol yang merupakan barang inferior.
miskin. Apabila ada kenaikan pendapatan maka
permintaan/konsumsi terhadap semua kelompok
4.3.5. Karakteristik Sosial Demografi komoditi akan meningkat kecuali minuman
Variabel sosial demografi yang digunakan dalam beralkohol yang justru akan menurun. Dari hasil
penelitian ini sebagian besar signifikan dengan penghitungan elastisitas pengeluaran, rokok
berbagai arah hubungan. Pada model permintaan merupakan barang normal.
rokok rumah tangga miskin tahun 2008, variabel Elastisitas pengeluaran rumah tangga miskin
sosial demografi yang tidak signifikan adalah variabel untuk konsumsi rokok bernilai 2,1433 pada tahun
akses terhadap fasilitas kesehatan. Berarti akses 2008, 2,2318 pada tahun 2009, dan 2,0783 pada
terhadap fasilitas kesehatan tidak berpengaruh tahun 2010, lebih besar dari 1. Artinya setiap ada
terhadap permintaan rokok rumah tangga miskin. peningkatan pendapatan (pengeluaran) 1 persen pada
Variabel sosial demografi yang signifikan dan tahun 2008, maka konsumsi rokok rumah tangga
bertanda positif dengan proporsi pengeluaran untuk miskin akan meningkat sebesar 2,1433 persen. Dilihat
rokok pada rumah tangga miskin hanya variabel dari besaran nilai elastisitas, maka rokok pada rumah
persentase anggota rumah tangga yang berumur 18 tangga miskin dianggap sebagai barang mewah. Hasil
tahun ke atas. Hal ini berarti bahwa semakin besar penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Triana
presentase anggota rumah tangga berumur 18 tahun (2011) tentang konsumsi rokok rumah tangga miskin
ke atas, maka proporsi pengeluaran rokok rumah di Pulau Jawa.
tangga juga akan meningkat.
Masih sama dengan tahun sebelumnya, pada Tabel 2. Elastisitas Pendapatan (Pengeluaran) Tahun
tahun 2009, variabel sosial demografi yang tidak 2008-2010
signifikan terhadap proporsi pengeluaran konsumsi
rokok rumah tangga miskin, hanyalah variabel akses Kelompok
No 2008 2009 2010
terhadap fasilitas kesehatan. Hal ini dapat diartikan Komoditi
bahwa pada tahun 2009, akses terhadap fasilitas 1 Padi-padian 0,9816 0,9717 0,9789
kesehatan tetap tidak memberikan pengaruh terhadap
besar kecilnya proporsi pengeluaran untuk rokok Ikan/Udang/
rumah tangga miskin. 2 Cumi/Daging 0,9573 0,8165 0,7905
Tahun 2010 variabel sosial demografi yang tidak /Telur/Susu
signifikan terhadap proporsi pengeluaran konsumsi 3 Sayur&Buah 1,0966 1,1541 1,0820
rokok rumah tangga miskin adalah variabel status Bahan
pekerjaan kepala rumah tangga, akses terhadap 4 1,0434 0,8744 0,8507
Minuman
informasi, dan tipe daerah tempat tinggal. Artinya Minuman
bahwa besar kecilnya proporsi pengeluaran konsumsi 5 -19,7275 1,9297 -2,5593
Beralkohol
rokok rumah tangga miskin tahun 2010 tidak
6 Rokok 2,1433 1,4350 2,0783
dipengaruhi oleh status pekerjaan kepala rumah
tangga, akses rumah tangga terhadap informasi, Tembakau &
7 0,3808 -0,0506 -0,2779
maupun tipe daerah tempat tinggal rumah tangga Sirih Lainnya
tersebut. Makanan
8 1,1117 1,2568 1,1724
Lainnya

30 Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 2, 2013


DAMPAK PENDAPATAN DAN HARGA ROKOK TERHADAP
TINGKAT KONSUMSI ROKOK PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI INDONESIA
Nasruddin Djoko Surjono, Piping Setyo Handayani

Kelompok makanan lainnya, biaya kesehatan, serta non makanan


No 2008 2009 2010
Komoditi lainnya.
Biaya Bila dilihat dari nilainya, maka komoditi yang
9 0,7748 0,7176 0,3083 paling banyak dikorbankan oleh rumah tangga miskin
Kesehatan
Biaya adalah konsumsi non makanan lainnya yang mencapai
10 0,6975 0,8245 0,7375 0,5109. Setiap peningkatan harga rokok sebesar 1
Pendidikan
Non Makanan persen, akan direspon oleh rumah tangga miskin
11 0,8840 0,8896 0,9359 dengan mengurangi konsumsi non makanan lainnya
Lainnya
Sumber: Dihitung oleh penulis sebesar 0,5109 persen. Kelompok non makanan
lainnya dalam penelitian ini mencakup pengeluaran
Besarnya elastisitas pendapatan untuk konsumsi untuk perumahan, pakaian, energi dan bahan bakar,
rokok harus diwaspadai, karena akan menjadi sebuah barang tahan lama, serta pengeluaran untuk transfer
dilema dengan hasil program pengentasan (pajak dan pesta).
kemiskinan yang selalu bertujuan untuk Berbeda dengan elastisitas silang dua tahun
meningkatkan pendapatan rumah tangga miskin. sebelumnya, pada tahun 2010 semua elastisitas rokok
Rekomendasi yang disarankan untuk mengatasi hal rumah tangga miskin dengan semua komoditi lainnya
tersebut diantaranya adalah dengan memberikan bernilai negatif. Artinya kenaikan harga rokok pada
syarat tidak merokok kepada rumah tangga miskin tahun 2010 akanmenyebabkan rumah tangga miskin
yang menerima bantuan seperti melalui BLSM, baik mengurangi konsumsi semua komoditi.
bantuan yang berupa uang maupun berupa
keringanan biaya. 5. KESIMPULAN DAN SARAN
Elastisitas harga sendiri untuk rokok pada 5.1. Kesimpulan
rumah tangga miskin cukup besar yaitu mencapai - BerdasarkanRokok merupakan barang normal
0,4204 pada tahun 2008, -0,7040 pada tahun 2009, bagi rumah tangga miskin, ketika ada kenaikan
dan -0,7799 pada tahun 2010. Jika harga rokok pendapatan maka konsumsi rokok akan meningkat.
meningkat 1 persen maka permintaan akan rokok Permintaan rokok pada rumah tangga miskin bersifat
akan berkurang sebesar 0,4204 persen pada tahun inelastis. Ketika terjadi kenaikan harga rokok, maka
2008, 0,7040 persen pada tahun 2009, dan 0,7799 konsumsi rokok pada rumah tangga miskin berkurang
persen pada tahun 2010. Dapat dikatakan bahwa sebesar 0,4204 persen pada tahun 2008, 0,7040 pada
rokok bersifat inelastis terhadap perubahan harga.Jika tahun 2009, dan 0,7799 pada tahun 2010.
dibandingkan antar tahun, maka peningkatan harga Ketika ada kenaikan harga rokok, maka rumah
rokok pada tahun 2010 memberikan efek yang paling tangga miskin mengorbankan konsumsi kelompok
besar dalam menurunkan konsumsi rokok rumah komoditi lainnya. Pada tahun 2008, rumah tangga
tangga miskin.Hal ini mengindikasikan bahwa miskin mengorbankan pengeluaran hampir seluruh
kenaikan harga rokok efektif menurunkan konsumsi komoditi, kecuali biaya kesehatan. Pada tahun 2009
rokok pada tahun 2010.Kenaikan harga rokok pada komoditi yang dikorbankan adalah komoditi padi-
tahun 2010 disebabkan oleh adanya penerapan sistem padian, ikan/udang/cumi/daging/telur/susu, bahan
cukai spesifik dengan kenaikan beban cukai dimana minuman, tembakau dan sirih lainnya, makanan
harga-harga rokok yang murah mengalami kenaikan lainnya, biaya kesehatan serta non makanan lainnya.
cukai yang signifikan. Sedangkan pada tahun 2010, rumah tangga miskin
Pada tahun 2008, elastisitas rokok terhadap mengorbankan pengeluaran untuk semua komoditi.
semua kelompok komoditi adalah negatif, kecuali
biaya kesehatan. Peningkatan harga rokok akan 5.2. Saran
direspon oleh rumah tangga miskin dengan Dengan memperhatikan berbagai temuan dalam
mengurangi konsumsi untuk padi-padian, penelitian ini, maka beberapa saran yang diberikan
ikan/udang/cumi/daging/telur/ susu, sayuran dan adalah:
buah, bahan minuman, minuman beralkohol, 1. Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan
tembakau dan sirih lainnya, makanan lainnya, biaya harga rokok melalui kenaikan beban cukai akan
pendidikan, dan non makanan lainnya. efektif mengurangi konsumsi rokok apabila
Berbeda dengan tahun 2008, elastisitas harga didukung oleh kebijakan non harga lainnya,
silang komoditi rokok pada rumah tangga miskin diantaranya adalah peringatan kesehatan di
tahun 2009 mempunyai tanda yang sedikit lebih bungkus rokok berbentuk gambar, pelarangan
bervariasi.Elastisitas yang bertanda negatif adalah iklan, promosi dan sponsor rokok, kawasan
elastisitas harga silang rokok dengan semua kelompok tanpa rokok dan syarat tidak merokok bagi
komoditi kecuali minuman beralkohol dan biaya rumah tangga yang meneriman bantuan.
pendidikan. Kenaikan harga rokok pada tahun 2009 2. Pemerintah perlu memperhatikan sinergi antara
akan direspon oleh rumah tangga miskin dengan program pengurangan konsumsi rokok pada
mengurangi konsumsi padi-padian, rumah tangga miskin dan upaya pengentasan
ikan/udang/cumi/daging/telur/susu, sayur dan kemiskinan seperti melalui BLSM, karena
buah, bahan minuman, tembakau dan sirih lainnya, peningkatan pendapatan rumah tangga miskin

Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 2, 2013 31


DAMPAK PENDAPATAN DAN HARGA ROKOK TERHADAP
TINGKAT KONSUMSI ROKOK PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI INDONESIA
Nasruddin Djoko Surjono, Piping Setyo Handayani

dapat mengakibatkan peningkatan konsumsi Harahap, Akhir Matua, 2003. Faktor-Faktor yang
rokok rumah tangga miskin. Mempengaruhi Besarnya Konsumsi Rokok
3. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah perlu Individu Model ‘Sample Selection’. Thesis.
dilakukan penelitian yang lebih mendalam Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi.
mengenai keterkaitan konsumsi rokok dengan Universitas Indonesia, Depok.
kemiskinan dan pengelompokkan yang lebih Hidayat, Budi and Thabrany, Hasbullah, 2010.
tepat untuk mendapatkan hasil yang lebih Cigarette Smoking in Indonesia: Examination
menggambarkan konsumsi rokok pada rumah of a Myopic Modelof Addictive Behaviour. Int. J.
tangga miskin. Environ. Res. Public Health, 7, pp. 2473-2485.
Hu, T-w; Mao, Z; Liu, Y; Beyer, J de; and Ong, M.,
DAFTAR PUSTAKA 2005.Smoking, Standard of Living, and Poverty
Ahsan, Abdillah, 2012. Perokok Ancam Tinggal Landas in China.
Ekonomi Indonesai.Diunduh dari Irawan, Puguh B. (2005). Dampak Penggunaan
http://www.tempo.co/read/news/2012/06/ Tembakau Terhadap Kemiskinan di Indonesia.
14/090410527/ Perokok-Ancam-Tinggal- diunduhdari
Landas-Ekonomi-Indonesia. http://www.scribd.com/doc/21124711/Dam
Barber S, Adioetomo SM, Ahsan A, Setyonaluri D., pak-Penggunaan-Tembakau-Terhadap-
2008. Tobacco Economics in Indonesia. Paris: Kemiskinan-di-Indonesia
InternationalUnion Against Tuberculosis and Tobacco Control, Vol.4, No. 4, pp 247-250.
Lung Disease. John, Rijo M., 2005. Tobacco Consumption Pattern and
Beyer, Joy de, C. Lovelace and A. Yurekli., 2001.Poverty its Health Implications in India. Health Policy
and Tobacco. Tobacco Control 2001, 10, pp. 71, 213-222.
210-211. John, Rijo M., 2008. Crowding Out Effect of Tobacco
Chen, Yuyu and Xing, Weibo,2011. Quantity, Quality, Expenditure and its Implications on Household
and Regional Price Variation of Cigarettes: ResourceAllocation in India. Social Science &
DemandAnalysis Based on a Household Survey Medicine 66, 1356-1367.
in China. China Economic Riview 22, 221-232. Kosen, Soewarta, 2012. Isu Terkini Mengenai Rokok:
Deaton, Angus S and John Muellbauer, 1980.An Almost Lindungi Generasi Muda dan Selamatkan Masa
Ideal Demand System. American Economic DepanBangsa. Disampaikan pada E-learning
Riview70:3, 316-326. Program for the Youths HIV-AIDS
Djutaharta T, Adioetomo SM, Hendratno, 2003. Preventions, Universitas Indonesia,1 Maret
Cigarette Consumption, Taxation, and 2012.
Household Income. Kyaing, Nyo Nyo; Perucic, Anne-Marie; Rahman,
Economics of Tobacco Control Paper No. 26. Khalilur, 2005.Study on Poverty Alleviation
Efroymson D., S.Ahmed, J. Twonsend and et.al., 2001. and TobaccoControl in Myanmar. Health,
Hungry for Tobacco: an Analysis of the Nutrition And Population (HNP) Discussion
Economic Impactof Tobacco Consumption on Paper Economics Of TobaccoControl Paper,
the Poor in Bangladesh. Tobacco Control No. 31, August.
2001, 10, pp. 212-217. Liu, Yuanli; Rio, Keqin; Hu, The-wei; Sun, Qi; Mao,
Firdaus, Muhammad and Suryaningsih, Tri, 2009. Zhenzhong, 2006.Cigarette Smoking and
Kemiskinan dan Tingginya Konsumsi Rokok: Poverty inChina.Social Science & Medicine 63,
Faktor PenyebabSulitnya Implementasi Green 2784-2790.
Economic di Pulau Jawa. Diunduh dari Moeis, Jossy P., 2003. Indonesian Food Demand System:
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456 An Analysis of Impacts of the Economic Crisis
789/53653/orange%20book%203-gre onHousehold Consumption and Nutritional
en%20economykemiskinan%20dan%20tingg Intake. Dissertation of the Faculty of Columbia
inya%20konsumsi%20rokok.pdf?sequence=1 College of Arts andSciences, George
Guindon, GE; Perucic, A-M and Boisclair, D., Washington University, Washington DC.
2003.Higher Tobacco Prices and Taxes in Moore, MJ.,1996. Death and Tobacco Taxes.The RAND
South-East Asia: AnEffective Tool to Reduce Journal of Economics. Vol. 27, No. 2 (Summer,
Tobacco Use, Save Lives and Generate Revenue. 1996),pp. 415-428.
World Bank.Health, Nutrition andPopulation Neufeld, K.J.; Peters, D.H.; Rani, M.; Bonu, S.; Brooner,
Discussion Paper, Economics of Tobacco R.K, 2004.RegulerUse of Alcohol and Tobacco
Control Paper, No. 11, October. in India and its Association with Age, Gender,
Gujarati, Damodar, 2003. Basic Econometrics.Fourth andPoverty. Drug and Alcohol Dependence 77,
Edition.The McGraw-Hill Companies. 283-291.
Gupta, Indrani and Sanker, Deepa, 2003. Tobacco Nicholson,Walter, 2005. Microeconomic Theory: Basic
Consumption in India: A New Look Using Data Principles andExtensions (Ninth Edition).
from theNational Sample Survey. Journal of Thomson Corporation. South-Western,
Public Health Policy, Vol. 24, No. 3/4, pp. 233- Thomson.
245.

32 Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 2, 2013


DAMPAK PENDAPATAN DAN HARGA ROKOK TERHADAP
TINGKAT KONSUMSI ROKOK PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI INDONESIA
Nasruddin Djoko Surjono, Piping Setyo Handayani

Ross, Hana and Chaloupka, Frank J. , 2002. Economic of


Tobacco Control.International Tobacco
Evidence Network, June 26.
Saffer, Henry and Chaloupka, Frank.,2000. The Effect
of Tobacco AdvertisingBans on Tobacco
Consumption. Journal of Health Economics,
19, pp. 1117-1137.
Sari, Puri; Hapsari,Dwi; Soetarto, Farida; Pradono,
Julianty; Ch. M. Kristanti;Nunik
Kusumawardani, et.al., 2012. Fakta Tembakau
2012. Tobacco ControlSupport Center - Ikatan
Ahli Kesehatan MasyarakatIndonesia (TCSC
IAKMI).
Setiaji, Bambang.,2011. Kebiasaan Merokok dan
Kemiskinan.Diunduh
darihttp://banyubiru3prast.wordpress.com/
2011/06/20/kebiasan-merokok-
dankemiskinan/.
Siahpush, M., 2003.Socioeconomic Status and Tobacco
Expenditure amongAustralian Households:
Results from the 1998-99 Household
Expenditure Survey.Journal of Epedemiology
and Community Health (1979), Vol. 57, No.
10, pp.798-801.
Tiezzi, Silvia, 2005. An Empirical Analysis of Tobacco
Addiction in Italy. The European Journal of
Health Economics, Vol. 6, No. 3, pp. 233-243.
Triana, R.A. Leisa, 2011. Pengaruh Kebijakan Subsidi
Beras Miskin dan Bantuan Langsung
TunaiterhadapPengeluaran Telekomunikasi
dan Rokok Rumah Tangga Miskin di Pulau
Jawa.Thesis. Sekolah Pascasarjana
InstitutPertanian Bogor, Bogor.
Ulfah, Rafiqah, 2012. Perkembangan Konsumsi Rokok
di Kalangan MasyarakatEkonomi Rendah.
Diunduh
darihttp://kesehatan.kompasiana.com/medis
/2012/03/18/perkembangan-konsumsi-
rokok-di-kalangan-masyarakatekonomi-
rendah/.
Wang, Hong; Sindelar, Jody L.; Busch, Susan H.,
2006.The Impact of TobaccoExpenditure on
Household Consumption Patterns in Rural
China. Social Science& Medicine 62, 1414-
1426.
Wilkins, N., Yurekli, A. and Hu, T., 2000.Economic
Analysis of TobaccoDemand, in Economics of
Tobacco Toolkit, edited by Yurekli and de
Beyer,World Bank: Washington DC.

Jurnal BPPK, Volume 6 Nomor 2, 2013 33

Anda mungkin juga menyukai