Anda di halaman 1dari 15

STROKE NON HEMORAGIK

(SNH)
A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit yang terjadi karena terjadinya gangguan
peredarahan darah ke otak yang dapat menyebabkan kematian pada jaringan otak
sehingga mengakibatkan kelumpuhan atau kematian pada penderita stroke. Strok dibagi
menjadi dua bagian yaitu strok hemoragik dan stroke non hemoragik (Batticaca, 2008)
Menurut World Health Organization (WHO) dalam muttaqin (2011) stroke
didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah diotak
yang terjadi secara mendadak dengan tanda gejala klinik baik lokal maupun global yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang dapat menyebabkan kematian. Stroke
hemoragik merupakan perdarahan yang terjadi karena pecahnya pembuluh darah pada
daerah otak tertentu dan stroke non hemoragik merupakan terhentinya sebagian atau
keseluruhan alirah darah ke otak akibat tersumbatnya pembuluh darah otak(Wiwit,
2010).
Stroke disebabkan oleh plak arteriosklerotik yang terjadi pada satu atau lebih
arteri yang memberi makanan ke otak yang mengaktifkan mekanisme pembekuan darah
dan menghambat aliran darah diarteri. Sehingga menebabkan hilangnya fungsi otak
secara akut pada area teralokasi (Guyton & Hall, 2007). Stroke non hemoragik terjadi
pada pembuluh darah yang mengalami sumbatan sehingga menyebabkan berkurangnya
aliran darah pada jaringan otak, trombosis otak, aterosklerosis dan emboli serebral yang
merupakan penyumbatan pembuluh darah yang dikarenakan oleh penyakit jantung,
diabetes, obesitas, kolestrol, merokok, stress, gaya hidup, rusak atau hancurnya neuron
motorik atas (upper motor neuron), dan hipertensi (Muttaqin, 2011).

B. Etiologi
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :
1. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti
di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan
gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme
berikut :
1. Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
3. Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan
thrombus (embolus).
4. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis ( radang pada arteri )
2. Emboli
a. Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan
dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
2) Myokard infark
3) Fibrilasi,. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
3. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi
karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
1) Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
2) Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
3) Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4) Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
5) Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.

4. Hypoksia Umum
1) Hipertensi yang parah.
2) Cardiac Pulmonary Arrest
3) Cardiac output turun akibat aritmia

5. Hipoksia setempat
1) Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
2) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

6. Riwayat keluarga dengan stroke


a. Lanjut usia
b. Penyakit darah tertentu seperti polisitemia dan leukemia. Polisitemia dapat
menghambat kelancaran aliran darah ke otak. Sementara leukemia/ kanker
darah dapat menyebabkan terjadinya pendarahan otak.
c. Kadar asam urat darah tinggi
d. Penyakit paru- paru menahun.
C. Patofisiologi Stroke Non Hemoragik
Stroke non hemoragik erat hubungannya dengan plak arterosklerosis yang dapat
mengaktifkan mekanisme pembekuan darah sehingga terbentuk trombus yang dapat
disebabkan karena hipertensi (Muttaqin, 2011). Trombus dapat pecah dari dinding
pembuluh darah dan akan terbawa sebagai emboli dalam aliran darah mengakibatkan
terjadinya iskemia jaringan otak dan menyebabkan hilangnya fungsi otak secara akut
atau permanen pada area yang teralokasi (Guyton & Hall,2007).
Iskemia pada otak akan merusak jalur motorik pada serebrum (Potter & Perry,2005).
Iskemia pada otak juga mengakibatkan batang otak yang mengandung nuclei sensorik
dan motorik yang membawa fungsi motorik dan sensorik mengalami gangguan
sehingga pengaturan gerak seluruh tubuh dan keseimbangan (Guyton & Hall, 2007).
Area di otak yang membutuhkan sinyal untuk pergerakkan dan koordinasi otot tidak
ditrasmisikan ke spinal cord, saraf dan otot sehingga serabut motorik pada sistem saraf
mengalami gangguan untuk mengontrol kekuatan dan pergerakan serta dapat
mengakibatkan terjadinya kecacatan pada pasien stroke (Frasel, Burd, Liebson,
Lipschick & Petterson, 2008). Iskemia pada otak juga dapat mengakibatkan terjadinya
defisit neurologis (Smeltzer & Bare, 2010).
D. Tanda dan Gejala Stroke Non Hemoragik
Menurut (Smeltzer & Bare, 2010) stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,
tergantung pada lesi atau pembuluh darah mana yang tersumbat dan ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat. Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Defisit neurologi pada stroke antara lain:
1) Defisit motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah paralisis pada salah satu sisi atau
hemiplegia karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Diawal tahapan stroke,
gambaran klinis yang muncul adalah paralisis dan hilang atau menurunnya
refleks tendon dalam atau penurunan kekuatan otot untuk melakukan
pergerakkan, apabila refleks tendon dalam ini muncul kembali biasanya dalam
waktu 48 jam, peningkatan tonus disertai dengan spastisitas atau peningkatan
tonus otot abnormal pada ekstremitas yang terkena dapat dilihat.

2) Defisit komunikasi
Difungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut :
a. Kesulitan dalam membentuk kata (disartria), ditunjukkan dengan bicara
yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara.
b. Bicara defektif atau kehilangan bicara (disfasia atau afasia), yang terutama
ekspresif atau reseptif
c. Ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya
(apraksia) seperti terlihat ketika penderita mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
3) Defisit persepsi sensori
Gangguan persepsi sensori merupakan ketidakmampuan untuk menginterpretasikan
sensasi. Gangguan persepsi sensori pada stroke meliputi:
a. Disfungsi persepsi visual, karena gangguan jaras sensori primer diantara
mata dan korteks visual. Kehilangan setengah lapang pandang terjadi sementara
atau permanen (homonimus hemianopsia). Sisi visual yang terkena berkaitan
dengan sisi tubuh yang paralisis. Kepala penderita berpaling dari sisi tubuh yang
sakit dan cendrung mengabaikan bahwa tempat dan ruang pada sisi tersebut yang
disebut dengan amorfosintesi Pada keadaan ini penderita hanya mampu melihat
makanan pada setengah nampan, dan hanya setengah ruangan yang terlihat.
b. Gangguan hubungan visual-spasial yaitu mendapatkan hubungan dua atau lebih
objek dalam area spasial sering terlihat pada penderita dengan hemiplegia kiri.
Penderita tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan
untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c. Kehilangan sensori, karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau
berat dengan kehilangan propriosepsi yaitu kemampuan untuk merasakan posisi
dan gerakan bagian tubuh serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli
visual, taktil, dan auditorius.
4) Defisit fungsi kognitif dan efek psikologi
Disfungsi ini ditunjukkan dalam lapang pandang terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang menyebabkan penderita ini
menghadapi masalah stress dalam program rehabilitasi.

5) Defisit kandung kemih


Kerusakan kontrol motorik dan postural menyebabkan penderita pasca stroke
mengalami ketidakmampuan menggunakan urinal, mengalami inkontinensia
urinarius sementara karena konfusi. Tonus otot meningkat dan refleks tendon
kembali, tonus kandung kemih meningkat, dan spastisitas kandung kemih dapat
terjadi.

E. Letak Kelumpuhan Stroke Non Hemoragik


Letak kelumpuhan pada pasien stroke non hemoragik yaitu :
1) Kelumpuhan sebelah kiri (hemiparesis sinistra) Kelemahan atau kelumpuhan tubuh
sebelah kiri disebabkan karena adanya kerusakan pada sisi sebelah kanan otak.
Penderita dengan kelumpuhan sebelah kiri sering kehilangan memori visual dan
mengabaikan sisi kiri. Penderita memberikan perhatian hanya kepada sesuatu yang
berada dalam lapang pandang yang dapat dilihat (Harsono, 2009).
2) Kelumpuhan sebelah kanan (hemiparesis dextra) Kelemahan atau kelumpuhan
tubuh sebelah kanan disebabkan karena adanya kerusakan pada sisi sebelah kiri
otak. Penderita biasanya mempunyai kekurangan dalam kemampuan komunikasi
verbal. Persepsi dan memori visual motoriknya sangat baik, sehingga dalam melatih
perilaku tertentu harus dengan cermat diperhatikan tahap demi tahap secara visual.
Gunakan lebih banyak bahasa tubuh saat berkomunikasi (Harsono, 2009).
3) Kelumpuhan kedua sisi (paraparesis) Terjadi karena adanya arterosklerosis yang
menyebabkan adanya sumbatan pada kanan dan kiri otak yang dapat
mengakibatkan kelumpuhan satu sisi dan diikuti satu sisi lainnya (Markam, 2008).

F. Penatalaksaan Stroke Non Hemoragik


Menurut (Smeltzer & Bare, 2010) untuk penatalaksanaan penderita stroke fase akut jika
penderita stroke datang dengan keadaan koma saat masuk rumah sakit dapat
dipertimbangkan mempunyai prognosis yang buruk. Penderita sadar penuh saat masuk
rumah sakit menghadapi hasil yang dapat diharapkan. Fase akut berakhir 48 sampai 72
jam dengan mempertahankan jalan napas dan ventilasi adekuat adalah prioritas pada
fase akut ini. Penatalaksanaan dalam fase akut meliputi:
1) Penderita ditempatkan pada posisi lateral dengan posisi kepala tempat tidur agak
ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang.
2) Intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk penderita dengan stroke
masif, karena henti napas dapat menjadi faktor yang mengancam kehidupan pada
situasi ini.
3) Pantau adanya kompliaksi pulmonal seperti aspirasi, atelektasis, pneumonia yang
berkaitan dengan ketidakefektifan jalan napas, imobilitas atau hipoventilasi.
4) Perikasa jantung untuk mengetahui ada tidaknya abnormalitas dalam ukuran
dan irama serta tanda gagal jantung kongetif.
Tindakan medis terhadap penderita stroke meliputi pemberian diuretik untuk
menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum tiga sampai lima
hari setelah infark serebral. Antikoagulan diresepkan untuk mencegah terjadinya
atau memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem
kardiovaskular. Medikasi anti trombosit dapat diresepkan karena trombosit
berperan penting dalam mencegah pembentukan trombus dan embolisasi.
Setelah fase akut berakhir dan kondisi pasien stroke stabil dengan jalan nafas
adekuat pasien bisa dilakukan rehabilitasi dini untuk mencegah kekakuan pada otot
dan sendi pasien serta membatu memperbaiki fungsi motorik dan sensorik Yang
mengalami gangguan untuk mencegah terjadinya komplikasi (Smeltzer & Bare,
2010).
G. Manifestasi Klinis
Stroke ini menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(Pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat,
dan jumlah aliran darah kolateral (Sekunder atau aksesori).
1) Kehilangan motorik : hemipalegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada
sesi otak yang berlawanan, hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh.
2) Kehilangan komunikasi : disatria (kesulitan berbicara), disfasia atau afasia (bicara
defektif atau kehilangan bicara), apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan
tindakan yang dipelajari sebelumnya)
3) Gangguan persepsi : disfungsi persepsi visual, gangguang hubungan visual-spasial,
kehilangan sensor.
4) Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
5) Disfungsi kandung kemih

H. Komplikasi Stroke Non Hemoragik


Menurut (Smeltzer & Bare, 2010) komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral,
penurunan aliran darah serebral, dan embolisme serebral.
1) Hipoksia serebral
Fungsi otak bergantung pada kesediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
Hipoksia serebral diminimalkan dengan pemberian oksigenasi adekuat ke otak.
Pemberian oksigen, mempertahankan hemoglobin serta hematokrit akan
membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.

2) Penurunan aliran darah serebral


Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integrasi
pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat cairan intravena, memerbaiki aliran
darah dan menurunkan viskositas darah. Hipertensi atau hipotensi perlu dihindari
untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area
cedera.
3) Emolisme serebral
Terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium. Embolisme akan menurunkan
aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah ke serbral.
Disritmia dapat menimbulkan curah jantung tidak konsisten, disritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus segera diperbaiki.

I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa stroke
anatara lain adalah :
1) Angiografi
Angiografi dilakukan untuk memperlihatkan penyebab dan letak gangguan. Suatu
kateter dimasukkan dengan tuntunan fluoroskopi dari arteri femoralis di daerah
inguinal menuju arterial, yang sesuai kemudian zat warna disuntikkan.
2) CT-SCAN
CT-Scan dapat menunjukkan adanya hematoma, infark dan perdarahan
3) EEG ( Elektro Encephalogram)
Dapat menunjukkan lokasi perdarahan, gelombang delta lebih lambat di daerah
yang mengalami gangguan.
4) Fungsi lumbal
Menunjukkan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya perdarahan.
5) MRI
Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik.

J. Konsep Dasar Keperawatan


1) Pengkajian
a. Pengkajian primer
1. Airway
Adanya sumbatan/ obstruksi jalan nafas oleh adanya penumpukkan sekret
akibat kelemahan reflek batuk.
2. Breathing
Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan nafas, timbulnya pernafasan
yang sulit dan atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi/ aspirasi
3. Circulation
Tekanan Darah normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
4. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah sadar, hanya respon tehadap nyeri
atau sama sekali tidak sadar.
5. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera
yang mungkin ada, jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang,
maka imobilisasi in line harus dikerjakan

b. Pengkajian sekunder
1. Aktivitas dan istirahat
a. Data subjektif :
Kesulitan dalam beraktivitas : kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis. Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot)
b. Data objektif :
Perubahan tingkat kesadaran, perubahan tonus otot, paralysis
(hemipalegia), kelemahan umum dan gangguan penglihatan.
2. Sirkulasi
a. Data subjektif :
Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung, endokarditis bacterial), polisitemia.
b. Data objektif :
Hipertensi arterial, distritmia, perubahan EKG, pulsasi (kemungkinan
bervariasi denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3. Integritas ego
a. Data subjektif :
Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
b. Data objektif :
Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan, kegembiraan
dan kesulitan berekspresi diri
4. Eliminasi
a. Data subjektif :
Inkontinensia, anuria, distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh),
tidak ada suaura usus (ileus paralitik)
5. Makan/minum
a. Data subjektif :
Nafsu makan hilang, kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan,
disfagia, riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah.
b. Data objektif :
Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring),
obesitas (faktor resiko)
6. Sensori neural
a. Data subjektif :
Pusing, nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan
sub aracnoid, kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat
seperti lumpuh/mati. Penglihatan berkurang, sentuhan (kehilangan
sensor pada sisi kolateral pada ektremitas dan pada muka ipsilateral (sisi
yang sama)).
b. Data objektif :
Status mental : koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan
tingkah laku (seperti latergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi
kognitif. Ekstremitas : kelemahan/ paralysis (kontralateral pada semua
jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek
tendon dalam (kontralateral). Wajah : paralysis / parese. Afasia
(kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekpresif/
kesulitan berkata kata. Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat,
pendengaran, stimuli taktil. Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi
dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral
7. Nyeri/kenyamanan
a. Data subjektif :
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.
b. Data objektif :
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot/fasial.
K. Diagnosa Yang Mungkin Muncul
1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d Penurunan Konsentrasi Hb
2. Defisit perawatan diri b.d kerusakan muskuloskeletal
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d mukus yang berlebihan

L. Nursing Care Plan


No. Diagnosa kep NOC NIC

1. Perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV


cerebral tidak keperawatan selama 3x 24 jam di 2. Monitor AGD, ukuran
efektif b.d harapkan perfusi jaringan teratasi pupil,ketajaman,kesim
Penurunan dengan kriteria hasil: etrisan dan reaksi
Konsentrasi Hb Indikator awal akhir 3. Monitor adanya
Tekanan darah 3 4 diplopia, pandangan
intrakranial kabur, nyeri kepala
Tekanan darah 3 4 Monitor level
sistolik kebingungan dan
Tekanan darah 3 4 orientasi
diastolik 4. Monitor tonus otot
Nilai rata-rata 3 4 pergerakan
tekanan darah 5. Monitor tekanan
intrkranial dan respon
nerologis
6. Catat perubahan
pasien dalam
merespon stimulus
7. Monitor status cairan

1.Defisit
2 perawatan Setelah dilakukan asuhan 1. Pertimbangkan
diri b.d kerusakan keperawatan selama 3 x 24 jam budaya pasien ketika
neuromuskular diharapkan defisit perawatan diri meningkatkan
dapat teratasi dengan kriteria aktivitas perawatan
hasil: diri
Status Neurologi : perifer 2. Monitor kemampuan
indikator awal akhir perawatan diri secara
Fungsi motorik 2 4 mandiri
di ekstremitas 3. Monitor kebutuhan
kiri atas pasien terkait dengan
Fungsi motorik 2 4 alat-alat kebersihan
di ekstremitas diri, alat bantu untuk
kiri bawah berpakaian
2.Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan pasien untuk
bersihan jalan asuhan keperawatan selama 3x 24 istirahat dan napas
nafas b.d mukus jam diharapkan masalah dalam
yang berlebihan ketidakefektifan bersihan jalan 2. Posisikan pasien untuk
. nafas dapat teratasi dengan memaksimalkan
kriteria hasil : ventilasi
Indikator awal akhir 3. Lakukan fisioterapi
Frekuensi 3 4 dada jika perlu
pernafasan 4. Keluarkan sekret
Kedalaman 3 4 dengan batuk atau
aspirasi suction
Pengembangan 3 4 5. Auskultasi suara nafas,
dinding dada catat adanya suara
tidak simetris tambahan
6. Berikan
bronkodilator :Monitor
status hemodinamik
7. Berikan antibiotik :
Atur intake cairan
untuk mengoptimalkan
keseimbangan.
8. Monitor respirasi dan
status O2
DAFTAR PUSTAKA

1. Batticaca,B.fransisca.2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Sistem


Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
2. Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika..
3. S. Wiwit. 2010. Stroke dan penanganannya. Yogyakarta : Katahari.
4. Guyton A.C. and J.E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :
EGC
5. Potter, P.A, Perry, A.G. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktk. Edisi 4 Volume 2. Alih bahasa : Renata Komalasari, dkk. Jakarta : EGC.2005
6. Smeltzer, S, & Bare. (2008). Brunner & Suddarths Textbook of Medical Surgical
Nursing. Philadelpia : Lippin cott
7. Harsono, 2009. Kapita Selekta Neurologi. Cetakan keujuh. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN Tn. S DENGAN STROKE NON
HEMORAGIK (SNH) DI RUANG HCU RSUP dr. SOERADJI TIRTONEGORO
KLATEN

Di Susun Oleh :
Dita Aidani Eliza Isma
170300401

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA
2017/2018

Anda mungkin juga menyukai